Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP


(Tumbuhan dan Hewan yang Hidup di Ekosistem Terumbu Karang)

Disusun Oleh :

Kelompok 4
Nama Mahasiswa : Natasya Nurul Aqilah (4212451005)
: Siti Agustin (4212151002)
: Elfira Nasution (4213351006)
: Kharisty Afriani (4212451002)
Dosen Pengampu : Dra. Uswatun Hasanah, M. Si.
Mata Kuliah : Keanekaragaman Makhluk Hidup

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami masih diberikan
kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami mengucapkan rasa terima kasih kepada Ibu Dra. Usmatun
Hasanah, M. Si. sebagai dosen mata kuliah Keanekaragaman Makhluk Hidup,
yang telah memberikan tugas kepada kami guna untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan. Penyusunan makalah ini dilakukan sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi nilai tugas pada mata kuliah Keanekaragaman Makhluk
Hidup. Kami menyusun makalah ini berdasarkan sumber-sumber tertulis yang
berkaitan dengan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari
kata sempurna, maka kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang membangun untuk menambah wawasan serta meningkatkan
cara penulisan.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua rekan,
kelompok kami yang telah bekerja sama untuk menyusun makalah ini dari
awal sampai akhir. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai
media yang telah menyediakan informasinya sebagai sumber dalam
pembuatan makalah ini. Semoga materi yang ada dalam makalah ini dapat ber
sebagaimana mestinya bagi para pembaca.

Medan, 28 September

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB I..................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1. Latar Belakang...............................................................................................................................4
1.1 Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
1.2 Tujuan..........................................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................6
2.1 Definsi Terumbu Karang..............................................................................................................6
2.2 Penyusun Ekosistem Terumbu Karang........................................................................................8
2.3 Manfaat Terumbu Karang..........................................................................................................12
2.4 Pelestarian Terumbu Karang......................................................................................................12
BAB III..................................................................................................................................................16
PENUTUP.............................................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................16
3.2 Saran..........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem dasar laut yang penghuni
utamanya berupa karang batu. Berbagai spesies dan bentuk karang batu ini bersama-sama
dengan makhluk hidup lainnya membentuk suatu ekosistem. Proses pembentukan terumbu
karang memakan waktu yang lama dan selama itu pula ia dihuni oleh berbagai makhluk
hidup lainnya. Arsitektur terumbu karang yang mengagumkan dibentuk oleh ribuan binatang
kecil yang disebut dengan polip. Dalam bentuk sederhananya karang dapat terdiri dari satu
polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian
atas dan dikelilingi oleh tentakel. Dalam banyak spesies karang, individu polip berkembang
menjadi banyak individu yang disebut dengan koloni.
Terumbu karang memainkan peranan dalam berbagai aspek, berperanan sangat
penting dan sangat fital, berfungsi sebagai sumber pendapatan penduduk/nelayan, sumber
bahan makanan dan berfungsi sebagai penjaga/pelindung pantai dari gempuran ombak untuk
jutaan manusia disamping berperanan sebagai tempat tujuan wisata bawah laut nan menawan.
Pada akhir-akhir ini hasil penelitian menunjukkan bahwa terumbu karang memberikan
keuntungan tahunan mencapai puluhan milyar Dolar AS untuk menopang perekonomian
dunia (Cesar et al, 2003). Dari hari ke hari pertambahan penduduk semakin meningkat, dan
seiring dengan itu juga semakin banyak yang menggantungkan kehidupan/pendapatan dari
daerah terumbu karang. Sebaliknya luas terumbu karang dari waktu ke waktu justru semakin
berkurang dan kondisinya juga semakin menurun.
Sebagai ekosistem yang memiliki keanekaragaman jenis (hewan dan tumbuhan) yang
berlimpah, terumbu karang juga mendatangkan ketabjupan karena dikendalikan oleh
kelompok hewan yang sangat sederhana yang dikenal dengan nama “karang” (coral), dan
organisme ini termasuk salah satu kelompok hewan yang masih primitip. Karang dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya ditopang kelompok tumbuhan bersel tunggal mikro-algae
yang dikenal dengan nama umum zooxanthellae. Hampir 100 % kebutuhan sebagian besar
hewan karang sebagai inang ditopang oleh zooxanthellae sebagai simbion. Sehingga
kehidupan dan keberlanjutan hewan karang dikendalikan oleh mikro-algae ini yang bila
keadaan lingkungan tidak menguntungkan akan meninggalkan karang sebagai inang.

1.1 Rumusan Masalah


2. Apa pengertian dari Terumbu Karang?
3. Apa saja penyusun Ekosistem Terumbu Karang?
4. Apa saja manfaat dari Terumbu Karang?
5. Bagaimana cara melestarikan Terumbu Karang?

4
1.2 Tujuan
1. Mengetahui Definisi dan Pembagian Terumbu Karang
2. Mengetahui Tumbuhan dan Hewan apa yang terdapat dan Berperan penting
dalam Ekosistem Terumbu Karang
3. Mengetahui apa saja Manfaat dari Terumbu Karang
4. Mengerti bagaimana cara melestarikan Terumbu Karang agar ekosistemnya
dapat terjaga

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definsi Terumbu Karang


Terumbu adalah sebuah istilah secara umum menerangkan sebuah gundukan, atau
substrat keras, yang berkembang dan tumbuh menuju permukaan laut (Hughes, 1991;
Hallock, 1996). Kerangka ini boleh jadi diperoleh secara abiotik, dari batuan dasar, boulders,
kerikil dan pasir, atau dalam istilah terumbu buatan, dari blok konkrit, ban, dan lain
sebagainya. Terumbu bisa juga dibangun secara biologi dari material skeleton dari berbagai
organisme, sebagian besar terdiri dari karang batu. Sementara dalam pengertian spesifik
merupakan tumpukan karbonat yang berasal dari berbagai macam jenis makluk hidup
(bioherm) baik dari kelompok tumbuhan maupun dari kelompok tumbuhan.
Terumbu dari segi topografi dan struktur dibangun oleh makluk hidup, berkembang
dan tumbuh menuju permukaan perairan serta dicirikan oleh kemampuannya menahan stres
yang diakibatkan oleh tekanan secara hidrodinamika. Terumbu adalah salah satu
keistimewaan bangunan bawah laut, dan terdiri dari skeleton organisme-organisme yang
menghasilkan zat kapur. Organik khas terumbu adalah sebuah hasil respon aktif biologi
secara relatif terbatas pada proses kimia, fisika, geologi dan biologi yang saling berhubungan
(Fagerstrom, 1987). Sejalan dengan pertumbuhan terumbu, keadaan ini secara berkelanjutan
memodifikasi lingkungannya. Fenomena ini tergambar secara relatif berupa bungkusan padat
dan organisme menetap di dasar, berkoloni atau organisme bersifat hidup mengelompok
memiliki pertumbuhan tinggi. Karang pembentuk terumbu selalu mengacu pada pembentuk
utama kerangka terumbu karena skeletonnya terdiri dari struktur primer bahan terumbu
karang.
Karang pembentuk terumbu adalah hewan walaupun menimbulkan keraguan karena
pada umumnya seperti bebatuan, terutama yang telah mati dan meninggalkan skeleton di
berbagai daerah pantai. Pada kenyataannya tubuh karang sebagian besar terdiri dari zat kapur
mengingat hanya bagian luar yang tipis hewan karang yang hidup. Hewan karang juga dapat
diumpakan seperti batang pohon yang besar dimana bagian dalam terdiri dari kayu berfungsi
sebagai struktur penopang bagian kulit pada bagian luar yang hidup dan tumbuh. Seiring
dengan membesarnya kayu bagian dalam pohon, kulit yang membalutnya juga semakin
membesar. Sebagaimana juga pohon di daratan, dimana sebagian besar hewan karang secara
permanen juga melekat pada dasar laut.
Karang pembentuk terumbu atau karang batu (scleratinia) terdiri dari beragam bentuk
dan beragam ukuran, serta memiliki ciri-ciri adakalanya hampir tidak dapat dibedakan dari
bentuk diantara individu/koloni sampai yang sama sekali berbeda diantara jenis satu dengan
yang lainnya. Keragaman bentuk, formasi, warna dan tekstur jenis/spesies karang hampir
tidak terbatas. Keseluruhan karang batu yang sudah diidentifikasi diperkirakan berjumlah
sekitar 800 spesies, dan sekitar 600 spesies diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Pada
umumnya spesies ini merupakan karang pembentuk terumbu. Sebagian besar karang yang
berperanan dalam membentuk terumbu berasal dari Ordo Scleractinia. Namun dalam
keseharian juga dimasukan beberapa jenis yang berasal dari kelompok lain, yaitu: Ordo
Coenothecalia, ordo Stolonipera, Ordo Stylasterina dan Ordo Milleporina.
Terumbu Karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan
sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis
filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari

6
dua subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan
secara asal usul.
Terumbu Karang didefenisikan sebagai struktur karbonat pada atau dekat permukaan
laut dicirikan oleh sebuah kelimpahan besar tumbuhan dan hewan berasosiasi dengan struktur
terumbu, sebagai mana kecepatan pertumbuhan produksi primer pada daerah perairan yang
memiliki nutrien yang miskin (Lewis, 1981; Hatcher et al., 1989). Beragam defenisi terumbu
karang dapat ditemukan dalam berbagai literatur; keadaan ini selalu berdasarkan faktor seperti
kerangka, sedimen, dan kelimpahan mahluk hidup (Stoddart, 1978).
Kehadiran dan kelansungan hidup terumbu karang membutuhkan kondisi air yang
jernih dan hangat untuk menopang kelimpahan organisme di dalamnya. Kondisi ini
menyebabkan terumbu karang hanya ditemukan terbatas di perairan dangkal laut tropis.
Ekosistem ini diperkirakan merupakan salah satu ekosistem yang paling tua yang masih
ditemukan di atas bumi, yang mengalami pasang surut perkembangan secara terus menerus
semenjak lebih dari 5000 tahun yang lalu. Sehingga terumbu yang ditemukan sekarang pada
perairan-perairan laut pada lebih 100 negara saat ini telah berkembang selama lima ribuan
tahun.
Berdasarkan bentuknya
terumbu karang dibagi menjadi
3, walaupun beberapa saintis
ada yang membagi menjadi 5
atau lebih. Namun pada
beberapa bentuk tambahan
yang lain pada dasarnya
merupakan pecahan dari tiga
kelompok besar pembagian tiga
bentuk terumbu karang
tersebut. Ketiga bentuk terumbu
karang tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Fringing Reef (terumbu karang tepi),
yaitu terumbu karang yang tumbuh di
tepi suatu pulau atau di tepi sepanjang
pantai yang luas menghadap lansung ke
laut.
2) Barrier Reef (terumbu karang
penghalang), yaitu terumbu karang
yang berkembang jauh dari pantai, dan
antara terumbu karang dan pantai terdekat dibatasi oleh sebuah lagoon.
3) Atoll adalah terumbu karang berbentuk cincin atau terumbuh karang berbentuk melingkar

7
2.2 Penyusun Ekosistem Terumbu
Karang
Terumbu karang merupakan ekosistem
yang dibangun oleh biota laut penghasil kapur,
terutama oleh hewan karang, bersamasama
dengan biota lain yang hidup di dasar laut
maupun kolom air. Hewan karang, yang
merupakan penyusun utama terumbu karang,
terdiri dari polip dan skeleton (Gambar 2). Polip
merupakan bagian yang lunak, sedangkan
skeleton merupakan bagian yang keras. Pada
bagian polip terdapat tentakel (tangan-tangan)
untuk menangkap plankton sebagai sumber
makanannya. Setiap polip karang
mengsekresikan zat kapur CaCO3 yang
membentuk kerangka skeleton karang.

Pada beberapa jenis karang, polipnya terlihat jelas, sedangkan pada beberapa jenis lainnya
kurang begitu terlihat jelas (Gambar 3). Pada umumnya, karang hidup membentuk koloni, yang
dibentuk oleh ribuan polip yang tumbuh dan bergabung menjadi satu koloni. Namun ada pula
sebagian kecil karang yang hidup soliter dan tidak membentuk koloni, misalnya pada beberapa

karang dari famili Fungiidae (Gambar 4).

8
Proses simbiosis Tumbuhan Alga Zooxanthellae dengan karang
Zooxanthellae merupakan sejenis Tumbuhan alga yang bersimbiosis dengan hewan hewan
karang hingga terbentuknya ekosistem bawah laut yang kita kenal sebagai Terumbu Karang.
Pada kebanyakan karang, relokasi zooxanthellae umumnya terdapat pada jaringan mesoglea
dan gastrodermis baik di tentakel maupun mesentrinya (Veron, 1995). Untuk menempuh ini
diperlukan tahapan-tahapan endosimbiosis. Tahapan endosimbiosis tersebut oleh Lenhoff dan
Muscatine (1990) diterangkan melalui 4 mekanisme, yaitu :
1. Kontak dan Pengenalan (Recognition). Meskipun terdapat argumentasi bahwa infeksi
zooxanthellae pada jaringan seluler inangnya terjadi pada saat pelepasan planula, namun tahap ini
diperlukan pada setiap perkembangan dari binatang karang. Proses ini merupakan proses transport
yang tidak saja mencakup proses fisik akan tetapi juga biokomiawi.
2. Endocytosis. Merupakan proses pemasukan suatu algae selular ke dalam jaringan inang. Prosesnya
dilakukan setelah mengalami tahap pengenalan dengan kecepatan dan jumlah yang bergantung kepada
jenis dan kapasitas dari binatang karang.
3. Relokasi intraselluler dari simbiont, ini berkaitan dengan sistem endoskeleton dari binatang karang.
Proses enzymatik yang membantu pelaksanaannya ditentukan oleh fluktuasi pH seluler.
4. Pertumbuhan dan regulasi kuantitasnya. Proses ini terjadi setelah relokasi dan berlangsung dengan
bergantung kepada perubahan faktorfaktor eksternal penentu (khususnya faktor limiting)
pertumbuhan. Pemutihan (bleaching) merupakan salah satu fenomena regulasi dari zooxanthellae
dalam jaringan binatang karang.
Terapan fungsional simbiosis pertama-tama dapat ditinjau dari kaitannya dengan transfer
nutrisi diantara keduanya. Dalam memenuhi nutrisinya semua karang dapat menggunakan tentakelnya
untuk menangkap mangsa (plankton). Proses penangkapannya mempergunakan bantuan nematocyte
suatu bentuk protein spesifik yang memiliki kemampuan proteksi dan melumpuhkan biomassa
tertentu seperti zooplankton. Meskipun mempunyai kemampuan feeding active, akan tetapi
kebanyakan proporsi terbesar makanan karang berasal dari simbiosis yang unik, yaitu zooxanthellae.
Zooxanthellae ini merupakan algae uniselluler yang bersifat mikroskopik hidup dalam berbagai
jaringan tubuh karang yang transparan dan menghasilkan energi langsung dari cahaya matahari
melalui fotosintesis.
Biasanya zooxanthellae ditemukan dalam jumlah yang besar dalam setiap polyp, hidup
bersimbiosis dan memberikan warna pada polyp, energi dari fotosintesis dan 90% kebutuhan karbon
polyp (Sebens, 1997). Zooxanthellae menerima nutrisi-nutrisi penting dari karang (polyp) dan
memberikan sebanyak 95% hasil fotosintesisnya (energi dan nutrisi) kepada polyp (Muscatine, 1990).
Assosasi yang erat ini sangat efisien, sehingga karang dapat bertahan hidup bahkan di perairan yang
sangat miskin hara. Keberhasilan hubungan ini dapat dilihat dari besarnya keragaman dan usia karang
yang sangat tua, berevolusi pertama kali lebih dari 200 juta tahun yang lalu (Burke et al. 2002).
Berdasarkan transfer nutrisi ini maka dapat dinyatakan bahwa karang dapat menyediakan
nutrisinya baik melalui feeding active dan feeding passive. Feeding active dilakukan dengan
menembakkan nematocyte ke arah mangsa dan mentransfernya melalui mulut yang terdapat di bagian
atas; sedangkan feeding passive diperoleh melalui transfer hasil fotosintesis zooxanthellae.
Karang mempunyai bentuk rangka untuk menyokong badannya yang sederhana. Karang
pembentuk terumbu mempunyai kerangka dari kalsium karbonat yang proses pembentukannya
memerlukan waktu lama sebagai hasil dari simbiosisnya dengan zooxanthellae (Goreou, 1961 in

9
Lenhoff dan Muscatine, 1974). Karang ini kebanyakan dari kelompok scleractinia yang dikenal
sebagai hermatipik atau pembentuk terumbu. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa
simbiosis mempunyai peran penting dalam proses kehidupan karang. Adanya simbiosis, maka secara
phototropikal dapat memperpanjang kehidupan karang dalam suatu periode tertentu. Apabila
dikaitkan dengan konsep spesiasi binatang karang (Veron, 1995), maka peran aktif simbiosis
zooxanthellae dalam jaringan karang dan biogeografinya bersama dengan faktor lingkungan dapat
dinyatakan sebagai penggerak dalam proses microevolusi dalam kehidupan karang.

Faktor yang Mempengaruhi Sebaran Terumbu Karang

Sebaran terumbu karang tidak merata oleh karena adanya faktor pembatas atau faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang (Gambar 5) yaitu:

1. Suhu Perairan

Karang dapat hidup pada suhu perairan di atas 18o C. Suhu ideal untuk pertumbuhan karang
berkisar antara 27-29°C. Adanya kenaikan suhu air laut di atas suhu normalnya, akan menyebabkan
pemutihan karang (coral bleaching) sehingga warna karang menjadi putih. Bila hal tersebut berlanjut
hingga beberapa minggu, akan menyebabkan kematian. Adanya pengaruh suhu untuk pertumbuhan
karang menyebabkan penyebaran karang hanya terjadi pada daerah subtropis dan tropis, yaitu pada
sekitar 30o LU - 30o LS.

2. Cahaya Matahari

Karang hidup bersimbiosis dengan alga zooxanthellae, yang hidup di dalam jaringan karang sehingga
memerlukan cahaya untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu, karang sulit tumbuh dan
berkembang pada kedalaman dimana penetrasi cahaya sangat kurang, biasanya pada kedalaman
lebih dari 50 m.

3. Salinitas

Salinitas ideal bagi pertumbuhan adalah berkisar antara 30-36 o / oo. Air tawar dengan salinitas
rendah dapat membunuh karang. Oleh karena itu karang tidak dijumpai di sungai ataupun muara
sungai yang memiliki salinitas yang rendah.

4. Sedimentasi

Butiran sedimen dapat menutupi polip karang, dan bila berlangsung lama bisa menyebabkan
kematian karang. Oleh karena itu, karang tidak dijumpai pada perairan yang tingkat sedimentasinya
tinggi.

5. Kualitas perairan

Perairan yang tercemar, baik yang diakibatkan karena limbah industri maupun rumah tangga
(domestik) akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan karang. Perairan dapat saja menjadi
keruh dan kotor karena limbah pencemar, ataupun penuh dengan sampah. Bahan pencemar tentu
saja akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan karang, sedangkan perairan yang keruh
dapat menghambat penetrasi cahaya ke dasar perairan sehingga mengganggu proses fotosintesis
pada zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dengan karang.

10
6. Arus dan sirkulasi air laut

Arus dan sirkulasi air diperlukan dalam penyuplaian makanan yang diperlukan dalam proses
pertumbuhan karang dan suplai oksigen dari laut lepas. Selain itu, arus dan sirkulasi air juga
berperan dalam proses pembersihan dari endapan material yang menempel pada pada polip karang.
Tempat dengan arus dan ombak yang tidak terlalu besar merupakan tempat yang ideal untuk
pertumbuhan karang. Tempat dengan arus dan ombak yang besar dapat mengganggu pertumbuhan
karang, misalnya pada daerah-daerah terbuka yang langsung menghadap ke laut lepas, dengan
ombak yang selalu besar sepanjang masa.

7. Substrat

Larva karang yang disebut planula memerlukan substrat yang keras dan stabil untuk menempel,
hingga tumbuh menjadi karang dewasa. Substrat yang labil, seperti pasir akan sulit bagi planula
untuk menempel.

11
2.3 Manfaat Terumbu Karang
Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat yang bermacam-macam, menuru Amin (2009)
dapat diklasifikasikan menurut fungsinya, yaitu:

1. Fungsi pariwisata

Terumbu karang memiliki keanekaragaman jenis biota sangat tinggi dan sangat produktif, dengan
bentuk dan warna yang beraneka ragam. Keindahan karang, kekayaan biologi dan kejernihan airnya
membuat kawasan terumbu karang terkenal sebagai tempat rekreasi. Skin diving atau snorkeling,
SCUBA dan fotografi adalah kegiatan yang umumnya untuk menikmati terumbu karang.

2. Fungsi perikanan

Terumbu karang merupakan tempat tinggal ikan-ikan karang yang harganya mahal, sehingga nelayan
menangkap ikan di kawasan terumbu karang. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari
terumbu karang secara lestari di seluruh dunia mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12% dari jumlah
tangkapan perikanan dunia.

3. Fungsi perlindungan pantai

Jenis terumbu karang yang berfungsi untuk melindungi pantai adalah terumbu karang tepi dan
penghalang. Jenis terumbu karang ini berfungsi sebagai pemecah gelombang alami yang melindungi
pantai dari erosi, banjir pantai, dan peristiwa perusakan lainnya yang diakibatkan oleh fenomena air
laut. Terumbu karang juga memberikan kontribusi untuk akresi (penumpukan) pantai dengan
memberikan pasir untuk pantai dan memberikan perlindungan terhadap desa-desa dan infrastruktur
seperti jalan dan bangunan-bangunan lainnya yang berada di sepanjang pantai. Apabila dirusak,
maka diperlukan milyaran rupiah untuk membuat penghalang buatan yang setara dengan terumbu
karang.

4. Fungsi biodiversitas

Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi.
Keanekaragam hidup di ekosistem terumbu karang per unit area sebanding atau lebih besar
dibandingkan dengan hal yang sama di hutan tropis. Terumbu karang ini dikenal sebagai
laboratorium untuk untuk ilmu ekologi. Potensi untuk bahan obat-obatan, anti virus, anti kanker dan
penggunaan lainnya sangat tinggi.

2.4 Pelestarian Terumbu Karang


Faktor Perusak Terumbu Karang
Dalam pengelolaan dan pemanfaat yang dilakukan pada terumbu karang, banyak berbagai faktor
perusak terumbu karang. Faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengambilan karang untuk pembuatan bahan bangunan

Dilakukan pengambilan terumbu karang secara besar-besaran sebagai bahan baku kapur dan penahan
hempasan gelombang yang ditempatkan dipinggir-pinggir pantai yang longsor (Kholish, 2013).

12
2. Pengambilan karang untuk hiasan

Kerusakan karang juga dapat disebabkan oleh pengambilan secara langsung untuk karang hias.
Kegiatan ini semakin meningkat dengan banyaknya permintaan karang hias tujuan ekspor. Indonesia
merupakan negara pengeskpor karang hias terbesar di dunia (Johan dkk., 2007).
3. Penangkapan ikan

Tingginya harga ikan-ikan karang memicu masyarakat untuk melakukan penangkapan terhadap ikan-
ikan karang. Aktivitas penangkapan ikan pada daerah terumbu karang sangat besar pengaruhnya
terhadap kerusakan terumbu karang. Saat ini masyarakat banyak menggunakan cara-cara
penangkapan yang sangat merusak ekosistem terumbu karang seperti pengeboman dan penggunaan
racun sianida (Sunarto, 2006).
4. Penangkapan/pengambilan biota non ikan pada ekosistem terumbu karang

Penangkapan/pengambilan biota-biota non ikan di terumbu karang juga menimbulkan kerusakan


terumbu karang. Biota-biota penting non ikan bernilai ekonomi tinggi yang banyak diambil/ditangkap
diterumbu karang antara lain karang, sotong, gurita, berbagai spesies kima, keong/siput, kerang
mutiara, rumpul laut, lobster, teripang, udang, dan lain-lain (Kholish, 2013).
5. Kegiatan pariwisata

Beberapa kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan wisata bahari umumnya terjadi akibat kontak
fisik wisatawan dengan terumbu karang baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Kontak fisik
tersebut antara lain menendang, menginjak, memegang, mengambil biota laut serta peralatan selam
yang bersentuhan dengan terumbu karang (Yusnita, 2014).
6. Pembangunan di Pesisir

Pembangunan di pesisir, seperti pelabuhan, jembatan, jalan, hotel, restoran, reklamasi untuk perluasan
kota, pemilikan dan penguasaan pulau merupakan kegiatan-kegiatan yang menyumbang kerusakan
ekosistem pesisir, termasuk ekosistem terumbu karang (Kholish, 2013).
7. Sedimentasi

Dampak bertambahnya sedimentasi akibat kegiatan antropogeni mungkin paling umum dan serius
yang mempengaruhi terumbu karang. Tekanan sedimen dapat disebabkan oleh aktivitas yang terjadi
secara langsung pada daerah terumbu, terutama penggalian dan pengeboman untuk pembangunan
pelabuhan, atau melalui akibat sekunder yang dihasilkan dari perubahan fisik terumbu. Penambahan
sedimentasi dapat memiliki pengaruh merusak terhadap karang (khususnya ketika karang terpendam
seluruhnya), data kuantitatif ruang dan waktu umumnya tidak/belum tersedia (Sunarto, 2006).
8. Bencana Alam

Bencana alam seperti gunung berapi, gempa bumi dan tsunami mempunyai potensi untuk merusak
terumbu karang yang sangat besar. Ketiganya dijadikan satu karena antara satu dan lainnya
mempunyai kaitan yang erat. Kerusakan karang yang disebabkan oleh ketiga hal tersebut diatas
biasanya bersifat lokal artinya hanya terjadi disekitar daerah, dimana letusan gunung berapi, gempa
bumi dan tsunami terjadi (Pasanea, 2013)

13
Cara Melestarikan Terumbu Karang
Dengan begitu banyak manfaat terumbu karang dari beberapa aspek bagi manusia maupun biota
laut lainnya, maka dari itu kita sebagai manusia sangat berperan penting dalam menjaga pelestarian
ekosistem terumbu karang agar biota laut yang lain juga tidak mengalami kerugian. Cara agar
pelestarian terumbu karang tetap terjaga yaitu:
1. Menjaga kebersihan sungai dan pesisir pantai

Keberadaan aliran sungai dan laut penting dalam proses siklus air. Fungsi sungai antara lain
sebagai sarana dalam transportasi. Bukan hanya sarana transportasi, sungai juga dijadikan sebagai
tempat mandi, mencuci, bahkan untuk membuang limbah keluarga/pabrik. limbah pabrik biasanya
mengandung bayak logam berbahaya. bahaya logam berat bagi lingkungan sangat besar sehingga
perlu diawasi lebih ketat karena limbah sampah dan pabrik yang dibuang kesungai pada akhirnya
akan bermuara di laut.
Sama halnya seperti membuang sampah di pantai. Sampah yang berceceran di sungai, seperti
sampah plastik, akhirnya akan tersapu ombak dan merusak terumbu karang. Dampak sampah plastik
pada terumbu karang utamanya menjadi penghalang cahaya matahari. Terumbu karang membutuhkan
cahaya dengan intensitas tertentu agar dapat berkembang optimal. Cahaya matahari dibutuhkan untuk
melangsungkan proses fotosintesis yang dilakukan oleh zooxantellae yang ada di jaringan karang.
Sampah yang dibuang ke laut akan menghambat proses ini. Sampah plastik misalnya, dapat menutupi
karang sehingga zooxantellae tidak mendapat intensitas optimal untuk fotosintesisnya. Apabila
keadaan ini terus menerus terjadi, maka karang akan mati.
2. Mencegah terjadinya erosi

Erosi merupakan proses pengikisan pada lapisan tanah atas. Pada jumlah tertentu erosi merupakan
hal yang wajar, namun kegiatan manusia memperburuk keadaan ini. Penggundulan hutan untuk
dijadikan ladang atau perumahan misalnya, dapat memperkecil daya serap tanah terhadap air hujan.
Akibatnya lapisan tanah atas terbawa dan akhirnya terjadi sedimentasi. Sedimentasi dapat
berakhir di laut dan menghambat pertumbuhan terumbu karang. Sedimentasi menghambat
pertumbuhan karang dengan cara menutup pori-pori tubuh dan membuat zooxanthellae kekurangan
cahaya karena air yang keruh. Akibat kekurangan cahaya terus menerus dapat membuat siklus hidup
karang terhenti. Karang sangat sensitif terhadap sedimen.
3. Menangkap ikan tanpa merusak karang

Terumbu karang berfungsi sebagai habitat yang baik untuk perkembangbiakan ikan. Tidak
heran banyak nelayan yang menangkap ikan di daerah yang memiliki banyak karang. Beberapa
nelayan yang tidak bertanggungjawab biasanya menggunakan bom ikan untuk mendapatkan ikan
dengan mudah.
Cara ini sangat merusak ekosistem terumbu karang. Bukan hanya ikan besar, tetapi terumbu
karang beserta biota laut di dalamnya ikut mati. Oleh karena itu penggunaan bom ikan seharusnya
dilarang. Selain merusak terumbu karang, nelayan juga dirugikan apabila jumlah ikan terus menerus
menurun karena habitatnya rusak.
4. Tidak mengambil karang dan terumbu karang

Karang memang menjadi daya tarik utama saat bagi orang-orang yang memiliki hobi scuba
diving. Beberapa mungkin tertarik untuk mengambilnya. Namun perlu diingat bahwa karang memiliki

14
beberapa faktor pembatas yang meghalangi tumbuh kembangnya. Salah satunya adalah suhu dan
salinitas. Saat karang diambil dari habitatnya dan dipindahkan ketempat yang tidak sesuai maka
karang akan mati. Oleh karena itu perlu diberikan sosialisasi mendalam agar terumbu karang tetap
dibiarkan sesuai habitatnya.
5. Pengenalan karang dan terumbu karang sejak dini

Melestarikan terumbu karang harus dimulai sejak kecil. Pengenalan terumbu karang penting
dilakukan karena sebagian besar wilayah Indonesia adalah laut. Apabila sejak dini anak anak sudah
dikenalkan dengan manfaat ekologi, khususnya terumbu karang, maka saat dia besar akan ada rasa
kepemilikan untuk menjaga kelestarian terumbu karang.
6. Sosialisasi fungsi dan manfaat terumbu karang

Seperti bahasan sebelumnya, semua cara diatas tidak dapat berjalan baik apabila tidak ada
sosialisasi fungsi dan manfaat terumbu karang. Bagi penduduk pesisir dan penduduk yang dekat
dengan aliran sungai perlu disosialisasikan pentingnya tidak membuang limbah rumah tangga atau
pabrik ke laut, untuk nelayan perlu disosialisasikan bahaya penggunaan bom ikan, dan pengenalan
terumbu karang sejak dini untuk anak-anak.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terumbu Karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria
kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua sub kelas yaitu
Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal usul.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk
sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan
mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies,
satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini
memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang
merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya
yang belum diketahui.

3.2 Saran
Dengan begitu banyak manfaat Terumbu Karang bagi biota laut dan juga manusia, maka dari
itu kita sebagai manusia diharapkan dapat peduli terhadap lingkungan diantaranya yaitu dengan
melestarikan terumbu karang dan tidak merusaknya hanya untuk kepentingan semata sehingga fungsi
terumbu karang di Indonesia tetap terjaga.

16
DAFTAR PUSTAKA

Rembet Uinstain NJW. 2012. “Simbiosis Zooxanthellae dan Karang sebagai Indikator
Kualitas Ekosistem Terumbu Karang” dalam Jurnal Ilmiah Platax Volume 1(hlm. 37-44).
Giyanto, ddk. 2017. Status Terumbu Karang Indonesia 2017. Jakarta: Pusat Penelitian
Oseanografi.
Thamrin. 2012. Ekosistem Terumbu Karang Hubungan Antara Karang dan Zooxanthellae.
Pekanbaru: UR Press.

17

Anda mungkin juga menyukai