Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BAHASA INDONESIA

Disusun Oleh:
Nama : Regina Elshaddai Timang
Nim : L011211048

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah yang berjudul “Ekosistem Terumbu karang’’. Atas dukungan
moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis
mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra. Hj. Muslimat, M. Hum selaku dosen
pembimbing mata kuliah Bahasa Indonesia di kelas kami dan juga kepada seluruh
pihak yang membantu sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik,
harapan penulis kiranya makalah ini dapat menambahkan wawasan pembaca,
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih terdapat
beberapa kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.

Makassar, 04 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………..
.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Terumbu Karang…………………………………………………….
2.2 Pertumbuhan Terumbu Karang………………………………………………….
2.3 Jenis- Jenis Terumbu Karang……………………………………………………
2.4 Persebaran Terumbu Karang di Indonesia………………………………………
2.5 Terumbu Karang Makhluk Hidup……………………………………………….
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang
penting, karena menjadi sumber kehidupan bagi biota laut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengumpulkan data berupa persentase penutupan karang
hidup, lifeform dan jumlah karang. Kelimpahan ikan karang dan kondisi
perairan kepulauan yang terdapat ekosistem terumbu karang bisa menjadi dasar
untuk mendukung kesesuaian suatu kawasan menjadi objek ekowisata bahari.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus dan dilakukan menggunakan
metode Line Intercept Transect (LIT), sepanjang 50 meter sejajar garis pantai
pada kedalaman 3 dan 10 meter. Persentase penutupan karang mengacu kepada
lifeform dan data ikan karang diambil menggunakan metode pencacahan
langsung (visual census). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
tutupan karang berada pada kisaran 60-73% yang artinya kondisi ekosistem
terumbu karang di Pulau Kangean adalah baik, dan merupakan habitat yang
nyaman bagi ikan-ikan karang seperti spesies Apogon sp., Chelmon sp.,
Chaetodon sp., Lethrinus sp., dan Cheilodipterus sp. (Apri Arisandi et all. 2018)

1.2 Rumusan Masalah


3 Apa itu terumbu karang?
4 Bagaimana pertumbuhan terumbu karang?
5 Apa saja Jenis- Jenis terumbu karang?
6 Dimana saja persebaran terumbu karang di Indonesia?
7 Apakah terumbu karang mati atau hidup?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengenal ekosistem terumbu karang
2. Untuk menambbah wawasan mengenai ekosistem terumbu karang
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Terumbu Karang


Indonesia sebagai negara maritim mempunyai potensi di bidang kelautan
yang cukup besar dan perlu dikembangkan dan dikelola dengan baik. Dalam hal ini,
Indonesia mempunyai luas wilayah perairan sebesar 3.257.483 km2 dengan
panjang garis pantai 99.093 km2 serta jumlah pulau 13.466 pulau. Di sepanjang
garis pantai dan sekeliling pulau-pulau yang ada terdapat ekosistem terumbu karang
yang mempunyai banyak peranan namun rentan terhadap perubahan. Berdasarkan
citra satelit, diperkirakan luasan terumbu karang di Indonesia adalah 2.5 juta hektar.
Secara umum, ekosistem terumbu karang mempunyai banyak peranan, baik dari
segi ekologi maupun sosial ekonomi. Dari segi ekologi, terumbu karang merupakan
habitat bagi banyak biota laut yang merupakan sumber keanekaragaman hayati.
Selain itu, terumbu karang merupakan tempat memijah, mencari makan, dan
berlindung bagi ikan-ikan, sehingga kondisi terumbu yang baik mampu
meningkatkan produktivitas perikanan. Masyarakat umum sering salah
menafsirkan pengertian dari terumbu karang dan bahkan karang itu sendiri.
Terumbu karang merupakan sebuah ekosistem komplek yang dibangun utamanya
oleh biota penghasil kapur (terutama karang) bersama biota lain yang hidup di dasar
dan di kolom air. Adanya proses pelekatan biota biota karang ke substrat dasar
perairan, pembentukan kerangka kapur, segmentasi, degradasi, erosi dan akresi
yang terjadi secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang maka
terbentuklah terumbu karang. Sebagai habitat yang stabil, terumbu karang banyak
dihuni oleh biota-biota yang berasosiasi sehingga membentuk suatu jejaring yang
komplek dimana ada keterkaitan antara biota yang satu dengan biota yang lain serta
faktor lingkungan. Berdasarkan tahapan proses pembentukan, lokasi, proses
geologi dan adanya perubahan permukaan air laut, terumbu karang dapat dibagi
menjadi beberapa tipe. Atoll merupakan terumbu karang yang berkembang di pulau
vulkanik dimana terumbu tumbuh dan berkembang dari tepi pulau dan kemudian
membentuk lingkaran yang mengelilingi pulau yang kemudian secara perlahan
terlihat terpisah dari pulau karena tenggelamnya pulau. Fringing reef adalah
terumbu karang yang terbentuk di tepi-tepi pulau atau benua. Barrier reef adalah
terumbu karang yang tumbuh sejajar dengan benua atau pulau yang terpisah jauh
oleh adanya lautan yang dalam. Patch reef atau gosong karang adalah terumbu
karang yang tumbuh di paparan benua atau pulau dan dalam proses
pembentukannya belum mencapai permukaan air laut. (Tri Aryono Hadi et
all.2018)
2.2 . Pertumbuhan Terumbu Karang
Laju pertumbuhan pada tiap koloni karang bisa berbeda satu dengan yang
lainnya tergantung kepada spesies, umur koloni, dan lokasi terumbu tersebut.
Namun, koloni yang muda dan kecil cenderung tumbuh lebih cepat daripada koloni
yang lebih tua, koloni yang besar dan bercabang. karang dengan bentuk submasif
dan massif biasanya menampilkan pertumbuhan lebih lambat tapi lebih baik dalam
bertahan hidup. Sedangkan spesies dengan bentuk percabangan yang halus dan
foliose memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi namun buruk dalam
bertahan hidup. Lokasi karang juga mempengaruhi bentuk pertumbuhan dari
spesies karang. Spesies karang yang terdapat di tempat yang lebih dalam memiliki
bentuk yang lebih tipis dan kurus, hal ini mungkin disebabkan oleh proses
kalsifikasi yang kurang optimal. Arus menyebabkan bentuk cabang mempunyai
penyesuaian arah tertentu sedangkan gerakan gelombang menyebabkan spesies
bercabang mempunyai cabang yang lebih pendek dan tumpul. Beberapa peneliti
karang telah membagi karang batu berdasarkan bentuk pertumbuhannya menjadi
dua yaitu karang Acropora dan non-Acropora. Pengelompokkan ini berdasarkan
kepada ada tidaknya koralit axial dan radial pada karang batu tersebut. Karang
Acropora mempunyai axial dan radial koralit sedangkan karang non-Acropora
hanya mempunyai radial saja. Selain itu, pengelompokkan ini didasarkan pada
jumlah kelompok karang Acropora yang umumnya merupakan salah satu kelompok
karang yang sangat dominan pada suatu perairan. Genera karang Acropora
umumnya memiliki bentuk morfologi koloni yang bercabang dan salah satu
komponen utama pembangun terumbu karang. Pertumbuhan karang bercabang
berlangsung lebih cepat pada bagian ujung cabang tanpa zooxanthellae
dibandingkan dengan bagian basal. Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor
abiotik dan biotik. Faktor abiotik dapat berupa intensitas cahaya, lama penyinaran,
suhu, nutrisi, dan sedimentasi. Jumlah atau lama penyinaran adalah faktor yang
sangat mempengaruhi pertumbuhan karang. Karang memiliki kemampuan hidup
dalam perairan miskin nutrien dan mampu beradaptasi terhadap kenaikan nutrien
yang bersifat periodik, seperti run off. Karang tidak dapat beradaptasi terhadap
kenaikan nutrien secara mendadak dalam jumlah besar. Faktor biotik meliputi
predasi, kompetisi, agresi karang lain, dan lainnya (Nabil Zurba.2019)
2.3 Jenis-Jenis Terumbu Karang
Koloni karang akan tumbuh terus tumbuh membentuk terumbu. Ada
beberapa macam bentuk terumbu berdasar Teori Penenggelaman
(Subsidence Theory), yaitu terumbu tepi, terumbu penghalang, dan atol.
Masing-masing dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)
Terumbu karang tepi (Fringing Reef), yaitu terumbu karang yang
terdapat di sepanjangn pantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter.
Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke arah laut terbuka Terumbu
karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai
dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40
meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas.
Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang
ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati
yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan
terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi),
Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)


Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau,
sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan
berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom
air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer.
Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau
benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde
(Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

3. Terumbu karang cincin (atolls)


Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari
pulau-pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat
perbatasan dengan daratan. Dengan kata lain atol (atolls) merupakan
karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari perairan
yang dalam, jauh dari daratan dan melingkari gobah yang memiliki
terumbu gobah atau terumbu petak.

4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs) Gosong terumbu


(patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island).
Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan,
dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar.
Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal
dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI
Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh). (Nabil Zurba.2019)

2.4 Persebaran Terumbu Karang Di Indonesia

Karang paling banyak ditemukan di daerah tropis dan salah satunya adalah
Indonesia. Karang tersebar dari Sabang sampai utara Jayapura namun dengan
kelimpahan yang tidak merata. Hal ini disebabkan karena kondisi dari masing-
masing lokasi berbeda-beda, seperti variasi habitat, ketersediaan substrat,
sedimentasi dan kondisi hydrodinamika perairan. Secara umum, jumlah genera
karang paling banyak di temukan di daerah timur Indonesia, seperti Sulawesi,
Maluku, Halmahera, Papua Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur. Wilayah ini dikenal sebagai kawasan segitiga terumbu karang dunia yang
merupakan pusat biodiversitas karang batu tertinggi di dunia. Karang di daerah ini
dapat tumbuh dengan baik karena wilayah ini dilalui oleh arus lintas Indonesia yang
memungkinkan air jernih dari Pasifik mengalir secara kontinyu sehingga mampu
menjamin ketersediaan makanan bagi karang. Selain itu, perairan yang jernih
memungkinkan karang dapat tumbuh secara vertikal sampai kedalaman lebih dari
30 meter. Kawasan ini juga tidak terlalu banyak sungai yang bermuara sehingga
salinitas relatif stabil dan sedikit sedimentasi. Lebih lanjut, kawasan ini mempunyai
banyak substrat dasar yang keras sehingga memungkinkan banyak larva-larva
karang dapat menempel dan tumbuh. Karang mulai berkurang
keanekaragamannnya mulai dari Kalimantan hingga Sumatera. Banyaknya sungai
yang mengalir ke Laut Jawa (dari Jawa maupun Kalimantan) menyebabkan karang
tidak dapat tumbuh dengan baik karena keruh dan salinitas yang tidak stabil. Hal
ini juga terjadi di Pantai Timur Sumatera. Berbeda dengan Pantai Barat Sumatera
dan Pantai Selatan Jawa, kondisi hydrodinamika perairan yang ekstrim
menyebabkan tidak semua jenis karang mampu tumbuh. Selain itu, wilayah ini
berbatasan langsung dengan Samudra Hindia yang dicirikan dengan
keanekaragaman karang yang rendah. , kondisi terkini terumbu karang di Indonesia
sedikit mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, Dari total
1067 site, terumbu kategori jelek sebanyak 386 site (36.18%), terumbu kategori
cukup sebanyak 366 site (34.3%), terumbu kategori baik sebanyak 245 site
(22.96%) dan kategori sangat baik sebesar 70 site (6.56%). Apabila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, terumbu kategori baik dan cukup mengalami penurunan,
namun sebaliknya terumbu kategori sangat baik dan jelek mengalami peningkatan.
Dalam hal ini, beberapa terumbu kategori baik naik menjadi sangat baik dan
beberapa turun menjadi jelek, sedangkan kategori cukup mengalami penurunan ke
kategori jelek. trend kondisi tutupan karang hidup secara global mengalami
penurunan utamanya karena pemanasan suhu permukaan air laut sehingga terjadi
fenomena bleaching. Di Indonesia fenomena bleaching terakhir terjadi pada tahun
2015 dan 2016. Meskipun demikian, tidak semua wilayah Indonesia terkena
bleaching yang parah. Dalam hal ini hanya beberapa lokasi yang tutupan karang
hidupnya relatif stabil dan bahkan beberapa site mengalami sedikit kenaikan.
Lokasi-lokasi tersebut diantaranya Pangkep, Spermonde, Ternate dan Biak. Hal ini
diduga lokasi-lokasi tersebut adalah tempat dimana aliran massa air mengalir secara
kontinyu sehingga dapat mengurangi dampak dari peningkatan suhu permukaan air
laut. Kemungkinan kedua adalah lokasi tersebut mungkin mengalami bleaching
ringan dan kemudian karang mampu pulih kembali. Kemungkinan ketiga adalah
lokasi-lokasi tersebut memang tidak mengalami perubahan suhu permukaan air laut
seperti daerah lain yang terkena dampak. Hal yang dapat dilakukan pada saat terjadi
bleaching adalah meminimalisir stressors yang ada di lokasi tersebut, seperti
mengurangi aktivitas manusia di lokasi karena karang sedang dalam kondisi sangat
rentan kerusakan. kondisi terumbu karang di wilayah selatan dan barat (terutama
barat Sumatera) mempunyai kondisi yang jelek. Hal ini terkait dengan kondisi
lingkungan yang ekstrim yaitu berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.
Selain itu, daerah-daerah tersebut juga merupakan lokasi yang rentan terhadap
fenomena bleaching seperti yang terjadi di 2016. Selain karena faktor alam, faktor
antropogenik juga mempengaruhi kondisi terumbu karang di Indonesia dan
masalahnya berbeda-beda untuk tiap wilayah. Penangkapan ikan yang tidak ramah
lingkungan (terutama dengan bom dan sianida) sering terjadi wilayah timur dan
tengah. Di wilayah barat, masalah umum yang dihadapi adalah sedimentasi,
penurunan kualitas perairan kerena limbah domestik dan pemanfaatan lahan. Selain
masalah umum tersebut, juga ada masalah khusus yang mungkin hanya terjadi di
lokasi tertentu saja, seperti di Kendari dan Tapteng terdapat fenomena Acanthaster
planci yang banyak menyerang karang-karang bercabang. Dengan mengetahui
masalah-masalah yang terjadi di tiap-tiap wilayah dan cara penanganannya, maka
pengelolaan terumbu karang dan daerah pesisir diharapkan dapat lebih efektif. (Tri
Aryono Hadi et all.2018)

2.5. Terumbu Karang Makhluk Hidup


Banyak masyarakat awam masih menganggap karang adalah benda mati
yang berbentuk batu sehingga dimanfaatkan sebagai bahan pondasi bangunan.
Kenyataannya, karang termasuk hewan yang mempunyai sel penyengat atau
dikenal Cnidaria (cnido : penyengat). Karang keras secara spesifik masuk ke dalam
Kelas Anthozoa dan Ordo Scleractinia. Di Indonesia, jumlah karang yang ada
adalah 83 genera dengan total jenis 569. Jumlah ini mewakili sekitar 76% genera
dan 69% jenis karang yang ada di dunia, Pada umumnya karang keras adalah
berbentuk koloni yaitu kumpulan dari banyak individu individu. Dalam hal ini, satu
individu karang diwakili oleh satu polyp yang tersusun atas saluran pencernaan
yang sederhana dan tiga lapisan tubuh. Untuk tegaknya seluruh jaringan, polyp
didukung oleh kerangka kapur yang merupakan hasil sekresi. Kerangka kapur ini
diendapkan di bawah dan membentuk pola/alur yang berbeda antara jenisnya. Pola
dan bentuk dari kerangka kapur inilah yang menjadi dasar penamaan jenis-jenis
karang secara konvensional. Hal ini juga berlaku untuk karang yang soliter (hanya
terdiri dari satu polyp saja) Sebagai hewan, karang memperoleh energinya dari
makanan yang ditangkap oleh tentakel-tentakel di sekitar mulutnya. Selain itu,
karena proses evolusi yang panjang, karang bersimbiosis dengan alga bersel satu
(Symbiodinium) yang mampu berfotosintesis sehingga karang dapat memperoleh
lebih banyak energi dengan memanfaatkan sinar matahari. Dengan cara-cara
demikian karang mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada kondisi
normal, karang dapat mencapai pertumbuhan hingga sekitar 2 cm per tahun untuk
karang massive dan 10 cm untuk karang bercabang. Pertumbuhan karang umumnya
lebih banyak terjadi pada bagian bagian tepi dari karang, sedangkan bagian tengah
umumnya untuk reproduksi. Karang bereproduksi baik secara seksual maupun
aseksual. Reproduksi seksual terjadi melalui pertemuan antara sel telur dan sperma
baik itu di kolom air (untuk karang-karang tipe spawner) ataupun di dalam tubuh
karang (untuk karang-karang tipe brooder). Secara aseksual karang berkembang
dengan membentuk tunas baik di dalam maupun diluar individu lama. Karang juga
dapat ditransplantasi yaitu dengan mengambil sebagian tubuh dari karang untuk
ditanam menjadi koloni atau individu baru. Hal ini banyak dilakukan untuk
kegiatan rehabilitasi terumbu karang ataupun perdagangan.(Tri Aryono Hadi et
all.2018)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas pada perairan pesisir
di wilayah tropis. Terdapat dua penjelasan khusus terhadap terumbu dan karang,
yang mana kedua buah kata ini bukan merupakan satu kesatuan, melainkan
penggabungan kata dari terumbu dan karang yang akan dijelaskan pada ulasan
dibawah ini. Karang merupakan individu-individu berukuran kecil yang disebut
polip. Setiap polip seperti kantung berisi air yang dilengkapi dengan lingkaran
tentakel yang mengelilingi mulutnya, dan terlihat seperti anemon kecil. Polip di
dalam koloni terhubungkan oleh jaringan hidup dan dapat berbagi makanan.
Sedangkan terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium
karbonat yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan
tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (hewan
berrongga) atau Cnidaria. Binatang karang terlihat seperti tanaman, padahal
sebenarnya karang merupakan sekumpulan hewan-hewan kecil yang bernama
polip. Orang yang pertama kali mengklasifikasikan karang sebagai binatang
adalah J.A. de Peysonell, seorang ahli biologi dari Perancis pada tahun 1753.
Secara harfiah Terumbu karang dapat dijelaskan sebagai struktur di dasar laut
berupa deposit kalsium karbonat di laut yang dihasilkan terutama oleh hewan
karang. Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam
Filum Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai
karang (coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas
Octocorallia (kelas Anthozoa) maupun kelas Hydrozoa. Satu individu karang
atau disebut polip karang memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari yang
sangat kecil 1 mm hingga yang sangat besar yaitu lebih dari 50 cm. Namun yang
pada umumnya polip karang berukuran kecil. Polip dengan ukuran besar
dijumpai pada karang yang soliter. Terumbu karang merupakan salah satu
ekosistem yang berperan penting pada wilayah pesisir namun rentan terhadap
perubahan baik yang terjadi secara internal maupun ekternal. Sedimentasi
merupakan salah satu faktor pembatas kehidupan binatang karang. Luas tutupan
karang mempengaruhi struktur komunitas lain yang berasosiasi dengan terumbu
karang salah satunya yaitu ikan karang.

3.2 Saran
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna dikarenakan
pengetahuan penulis masih terbatas oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran bagi penyempurnaan makalah ini. Dan harapan penulis agar makalah
ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Arsiandi Apri, Badrud Tamam, dan Achmad Fauzan.2018.Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan.Diakses 04 Juni 2022.dari Universitas of Universitas Trunojoyo.
Hadi Tri Aryono, Giyanto, Bayu Prayudha, Muhammad Hafizt, Agus budiyanto,
Suharsono. Status Terumbu Karang Indonesia 2018.2018. Jakarta: Puslit
Oseanografi - LIPI.
Zurba Nabila. Pengenalan Terumbu Karang, Sebagai Pondasi Utama Laut
Kita.Aceh: Unimal Press

Anda mungkin juga menyukai