Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOSISTEM WILAYAH PESISIR, LAUT DAN


PULAU-PULAU KECIL

Oleh :
Kelompok 2
Leonita Triastuti
M1B121004

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN


JURUSAN ILMU LINGKUNGAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum

Ekosistem Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil ini dengan baik dan tepat

waktu.

Laporan ini disusun guna melengkapi tugas praktikum mata kuliah

Ekosistem Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil. Adanya laporan ini,

penulis mengharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Ekosistem Wilayah

Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil.

Penulis menyadari bahwa dalam laporan praktikum ini masih terdapat

banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharap ktitik dan saran dari pembaca.

Semoga laporan pratikum ini dapat memberikan manfaat.

Kendari, 22 Juni 2022

Leonita Triastuti
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan, secara geografis memiliki

panjang garis pesisir ebih kurang 81.000 kilometer dan lus lautan 5,8 juta

kilometer persegi, dengan kekayaan sumber daya alam baik yang terbaharui

maupun tak terbaharui, termasuk jasa-jasa lingkungan. Perairan Indonesia

terdiri atas dua paparan benua yang dangkal, yaitu paparan Sunda dan

paparan Sahul yang dipisahkan oleh laut dan selat yang dalam. Letak

wilayah Indonesia juga diapit oleh lautan Hindia, laut Cina Selatan dan

lautan Pasifik.

Ekosistem adalah kesatuan antara makhluk hidup dengan

lingkungannya . Ekosistem terdiri dari komponen-komponen yang saling

terhubung dan terinteraksi sehingga dapat membentuk suatu fungsional.

Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan

menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling

memengaruhi.Berdasarkan pengertian keanekaragaman hayati (biodiversitas),

keanekaragaman hayati atau biodiversitas akan semakin besar apabila makin

besar jumlah jenis atau spesies. Apabila jenis baru ada lebih banyak dari

kepunahan yang terjadi, maka keanekaragaman hayati atau biodiversitas

bertambah. Hal sebaliknya terjadi apabila kepunahan yang terjadi lebih

banyak dari adanya spesies baru yang muncul biodiversitas akan semakin

kecil
( Muzzammil, 2017).

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang terletak antara wilayah

daratan dan wilayah lautan, yang menyediakan sumberdaya alam untuk

memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Wilayah pesisir mempunyai fungsi

sebagai penyedia sumberdaya alam, penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan,

penyedia jasa kenyamanan dan sebagai penerima limbah dari aktivitas

pembangunan yang terdapat di lahan atas (lahan daratan) seperti kegiatan

permukiman aktivitas perdagangan, perikanan dan kegiatan industri.

Sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir adalah ekosistem estuaria,

ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan

ekosistem pulau-pulau kecil; yang mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis

untuk keberlanjutan dari wilayah pesisir di masa yang akan datang.

Wilayah pesisir merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

sumberdaya yaitu sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya

buatan maupun sumberdaya dana yang merupakan satu kesatuan dan saling

berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Secara umum wilayah pesisir

merupakan kawasan yang mempunyai sumberdaya alam yang potensial untuk

dikembangkan, sehingga secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat. Oleh karena itu, dalam pengelolaan wilayah pesisir perlu

memperhatikan keterpaduan dan keberlanjutan agar sumberdaya yang ada

(terutama sumberdaya yang tidak dapat pulih), tidak punah dan tidak terjadi

degradasi sumberdaya (Asyiawati, 2014).


Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik dengan karakter

yang spesifik. Artinya bahwa wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat

dinamis dengan perubahanperubahan biologis, kimiawi dan geologis yang

sangat cepat. Ekosistem Wilayah pesisir terdiri dari terumbu karang, hutan

bakau, pantai dan pasir, estuari, lamun yang merupakan pelindung alam dari

erosi, banjir dan badai serta dapat berperan dalam mengurangi dampak polusi

dari daratan ke laut (Apriana, 2017).

Pulau Bokori terletak di dekat perkampungan Suku Bajo di lepas

pantai Kendari memiliki objek dan daya tarik wisata pantai taman laut yang

memiliki dampak positif bagi perekonomian kecamatan, kabupaten bahkan

Provinsi Sulawesi Tenggara sekalipun. Pulau Bokori memiliki daya tarik

tersendiri, karena Pulau ini terletaknya tidak jauh dari garis pantai dengan

luas ± 8 hektar yang secara view memiliki bermacam garis pantai tembolok

maupun horizontal. Secara administratif Pulau Bokori berada di wilayah

Kabupaten Konawe, namun dalam hal pengelolaan Pulau Bokori masih di

kelola oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sulawesi

Tenggara. Pulau ini berhadapan langsung dengan perkampungan Suku Bajo

yang mendiami wilayah itu. Pulau Bokori merupakan pulau kecil di depan

tanjung Soropia Kecamatan Soropia, Sulawesi Tenggara.

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang


bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae.
Hewan karang bentuknya aneh, menyerupai batu dan mempunyai warna
dan bentuk beraneka rupa. Hewan ini disebut polip, merupakan hewan
pembentuk utama terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Polip-
polip ini selama ribuan tahun membentuk terumbu karang.
Ekosistem mangrove adalah suatu ekosistem di alam tempat

berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik

antara makhluk hidup dan lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu

sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut dan

didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh

dalam perairan asin atau payau. Hutan mangrove adalah sebutan umum

yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropic yang

didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang

mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari praktikum ini, yaitu :

1. Bagaimana keadaan lamun di Pulau Bokori ?

2. Bagaimana keadaan terumbu karang di Pulau Bokori ?

3. Bagaimana keadaan mangrove di Pulau Bokori ?

4. Bagaimana pasang surut perairan di Pulau Bokori

5. Bagaimana arus perairan di Pulau Bokori ?

6. Bagaimana keadaan gelombang perairan di Pulau Bokori ?

1.3. Tujuan Praktikum

Tujuan dari diadakannya praktikum ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui keadaan lamun di Pulau Bokori

2. Untuk mengetahui kedaan terumbu karang di Pulau Bokori

3. Untuk mengetahui keadaan mangrove di Pulau Bokori

4. Untuk mengetahui pasang surut perairan di Pulau Bokori


5. Untuk mengetahui arus perairan di Pulau Bokori

6. Untuk mengetahui keadaan gelombang di Pulau Bokori

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lamun

2.1.1. Definisi Lamun

Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga

(Angiospermae) yang mampu berdaptasi secara penuh di perairan dengan

salinitas cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki

rhizome, daun, dan akar sejati. Beberapa ahli mendefinisikan lamun

(seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut,

berpembuluh, berdaun. berimpang, berakar serta berkembang biak dengan

biji dan tunas.

Lamun adalah tumbuhan berbunga (spermatophyta) yang hidup di

laut, berbiji satu (monokotil) dan terdiri dari tiga bagian utama yaitu daun,

rimpang (rhizome) dan akar. Lamun dapat menyesuaikan diri untuk hidup dan

tumbuh pada lingkungan laut dengan kemampuan : hidup pada air asin,

berfungsi normal dalam keadaan terbenam, bertahan terhadap arus dan

gelombang melalui sistem perakaran yang baik, berbiak secara generatif (biji)

dalam keadaan terbenam (Pramudyanto, 2014).

Lamun (seagrass) atau disebut juga ilalang laut, adalah satu-

satunya kelompok tumbuhan hidup di perairan laut dangkal hingga pada

kedalaman 50 – 60 m, bahkan mencapai 90 m, namun melimpah di daerah

pasang surut. Lamun tumbuh subur pada daerah terbuka pasang surut dan
perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil dan

patahan karang mati dengan kedalaman sampai 4 m.

2.1.2. Jenis Lamun

Komunitas padang lamun mempunyai 3 tipe vegetasi, yaitu

monospesifik (tunggal), asosiasi dua/tiga jenis dan vegetasi campuran.

Vegetasi monospesifik merupakan komunitas lamun yng terdiri atas satu

jenis, dan terjadi sementara sebagai fase intermediate menuju situasi yang

lebih stabil (vegetasi campuran). Vegetasi campuran biasannya terdiri dari

beberapa asosiasi minimal 4 jenis (Hartati, 2017).

Ada sekitar 50 jenis lamun yang ditemukan di dunia yang tumbuh

pada perairan laut dangkal yang berdasar lumpur atau pasir. Dari 50 jenis

lamun tersebut, ada 12 jenis yang telah ditemukan di Indonesia yaitu

Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halophila spinulosa,

Halophila minor, Halophila decipiens, Halodule pinifolia, Halodule

uninervis, Thalassodendron ciliatum, Cymodocea rotundata, Cymodocea

serrulata, Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides. Diantar ke duabelas

jenis lamun tersebut. Thalassedendron ciliatum mempunyai sebaran yang

terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer,

Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok (Hidayat, 2018).

2.1.3. Manfaat Lamun

Padang lamun mempunyai peranan penting dalam menjaga

keseimbangan ekosistem di perairan laut. Salah satu fungsi fisik padang

lamun adalah sebagai pendaur ulang zat hara di perairan. Aktivitas


mikroorganisme pengurai mengembalikan bahan anorganik ke perairan

melalui proses dekomposisi dari bahan organik atau jaringan hidup yang

berupa detritus serasah lamun (Riniatsih, 2016).

Ekosistem padang lamun salah satu ekosistem di wilayah pesisir

yang mempunyai produktivitas primer yang relative tinggi dan mempunyai

peranan yang penting untuk menjaga kelestarian dan keanekaragaman

orgnisme laut (Riniatsih, 2017).

Lamun merupakan produktifitas primer di perairan dangkal

diseluruh dunia dan merupakan sumber makanan penting bagi banyak

organisme. Daun lamun memiliki kandungan nutrisi seperti protein,

karbohidrat, lemak dan serat pangan yang merupakan sumber makanan

(Juwita, 2013).

Ekosistem padang lamun pada umummnya merupakan habitat bagi

berbagai jenis organisme laut yang hidup didalamnya. Organisme bentik

sebagai organisme penyerta yang hidup sebagai orgsanisme di dasar

perairan mempunyai fungsi tersendiri dalam suatu ekosistem perairan.

Kondisi kesehatan padang lamun akan dapat mempengaurhi keberadaan

organisme bentik tersebut (Riniatsih, 2017).

2.2 Terumbu Karang

2.2.1. Definisi Terumbu Karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang

bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae.


Hewan karang bentuknya aneh, menyerupai batu dan mempunyai warna

dan bentuk beraneka rupa. Hewan ini disebut polip, merupakan hewan

pembentuk utama terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Polip-

polip ini selama ribuan tahun membentuk terumbu karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang subur dan kaya akan

makanan. Struktur fisiknya yang rumit, bercabang-cabang, berguagua

dan berlorong-lorong membuat ekosistem ini habitatnya sangat menarik

bagi banyak jenis biota laut baik flora maupun fauna (Tuhumena, 2013).

2.2.2. Jenis-Jenis Terumbu Karang

Terumbu karang (coral reef) meruupakan ekosistem dasar laut

yang penguhuni utamanya berupa karang batu. Berbagai spesies dan bentuk

karang batu ini bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya membentuk

suatu ekosistem. Proses pembentukan terumbu karang memakan waktu yang

lama dan selama itu pula ia dihuni oleh berbagai makhluk hidup lainnya.

Arsitektur terumbu karang yang mengagumkan dibentuk oleh ribuan

binatang kecil yang disebut dengan polip. Dalam bentuk sederhananya

karang dapat terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh

seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh

tentakel. Dalam banyak spesies karang, individu polip berkembang menjadi

banyak individu yang disebut dengan koloni (Rembet, 2012).

Keragaman terumbu karang di Indonesia cukup tinggi, terdapat

lebih dari 480 jenis karang batu telah teridentifikasi dan 60% dari jenis

karang telah dideskripsikan itupun baru di bagian Timur Indonesia.


Berdasarkan jenisnya, terumbu karang dibedakan menjadi dua macam yaitu

Terumbu karang keras (seperti brain coral dan elkhorn coral) dan Terumbu

karang lunak (seperti sea fingers dan sea whips). Terumbu karang keras

merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang.

Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang.

Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh,

mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Terumbu

karang lunak tidak membentuk karang. Terumbu karang tepi atau karang

penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar.

Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan

ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya,

terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban

atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau.

Populasi karang yang mendominasi di suatu habitat sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, sehingga jika kondisi lingkungan

sesuai dengan spesies karang tertentu maka dalam suatu habitat dapat

didominasi spesies karang tersebut. Daerah rataan terumbu biasanya

didominasi oleh karang karang kecil yang umumnya masif dan submasif.

Lereng terumbu biasanya ditumbuhi karang-karang bercabang, sedangkan

karang masif lebih banyak mendominasi di terumbu terluar yang berarus

(Arisandi, 2018).

2.2.3. Manfaat Terumbu Karang


Salah satu ekosistem pesisir yang paling potensial dan memberikan

banyak manfaat adalah terumbu karang. Terumbu karang mempunyai arti

yang sangat penting dari segi sosial ekonomi dan budaya karena hampir

sepertiga penduduk Indonesia yang tinggal di daerah pesisir

menggantungkan hidupnya dari perikanan laut dangkal. Terumbu karang

memiliki peran sebagai sumber makanan, habitat biota-biota laut yang

bernilai ekonomis tinggi (Munua, 2019).

Terumbu karang merupakan kumpulan dari banyak sekali habitat

mikro yang saling berhubungan dengan ribuan spesies tumbuhan maupun

tanaman sebagai penyusunnya. Ekosistem terumbu karang mempunyai nilai

yang sangat tinggi, namun sangat rentan. Fungsi terumbu karang antara lain

sebagai breeding nursery dan feeding ground bagi banyak spesies ikan,

invertebrata dan reptelia, selain itu juga dapat menahan ombak dan

mencegah terjadinya abrasi (Pramudyanto, 2014).

3.3 Mangrove

3.3.1 Definisi Mangrove

Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang khas,

tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut, terutama didekat

muara, sungai, laguna dan pantai yang terlindung dengan substrat lumpur

atau lumpur berpasir. emampuan adaptasi dari tiap jenis terhadap keadaan

lingkungan menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi hutan mangrove

dengan batasan yang khas. Hal ini merupakan akibat adanya pengaruh dari
kondisi tanah, kadar garam, lamanya pengenangan dan arus pasang surut

(Prihadi, 2018).

Mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis

pasang surut, sehingga hutan mangrove dinamakan juga hutan pasang.

Hutan mangrove dapat tumbuh pada pantai karang, yaitu pada karang

koral mati yang di atasnya ditumbuhi selapis tipis pasir atau ditumbuhi

lumpur atau pantai berlumpur. Hutan mangrove terdapat didaerah pantai

yang terus menerus atau berurutan terendam dalam air laut dan

dipengaruhi pasang surut, tanahnya terdiri atas lumpur dan pasir (Majid,

2016).

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem peralihan antara darat

dan laut yang dikenal memiliki peran dan fungsi sangat besar. Secara

ekologis mangrove memiliki fungsi yang sangat penting dalam memainkan

peranan sebagai mata rantai makanan di suatu perairan, yang dapat

menumpang kehidupan berbagai jenis ikan, udang dan moluska. Perlu

diketahui bahwa hutan mangrove tidak hanya melengkapi pangan bagi

biota aquatik saja, akan tetapi juga dapat menciptakan suasana iklim yang

kondusif bagi kehidupan biota aquatik, serta memiliki kontribusi terhadap

keseimbangan siklus biologi di suatu perairan (Karimah, 2017).

3.3.2. Jenis-Jenis Mangrove

Menurut Tomlinson (dalam Dekky, 2016) Berdasarkan vegetasi

penyusunnya, hutan mangrove dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu

hutan mangrove utama (major mangrove), adalah mangrove yang tersusun


atas satu jenis tumbuhan saja; hutan mangrove ikutan (minor mangrove),

yaitu mangrove yang terdiri atas jenis-jenis campuran; dan tumbuhan

asosiasi (associated plants), yaitu berbagai jenis tumbuhan yang berada di

sekitar hutan mangrove yang kehidupannya sangat bergantung pada kadar

garam, dan kelompok tumbuhan ini biasanya hidup di daerah yang hanya

digenangi air laut pada saat pasang maksimum saja.

Di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan magrove,

meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis

herbatanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Mangrove merupakan suatu

komponen ekosistem yang terdiri atas komponen mayor dan komponen

minor. Komponen mayor merupakan komponen yang terdiri atas

mangrove sejati yaitu mangrove yang hanya dapat hidup di lingkungan

mangrove (pasangsurut), sedangkan komponen minor merupakan

komponen mangrove ikutan yang dapat hidup di luar lingkungan

mangrove (tidak langsung kena pasangsurut air laut). Yang termasuk

mangrove sejati meliputi : Acanthaceae, Pteridaceae, Plumbaginaceae,

Myrsinaceae, Loranthaceae, Avicenniaceae, Rhizophoraceae,

Bombacaceae, Euphorbiaceae, Asclepiadaceae, Steruliaceae,

Combretaceae, Arecaceae, Myrtaceae, Lytrhaceae, Rubiaceae,

Sonneratiaceae, Meliaceae. Sedengkan untuk mangrove tiruan meliputi :

Lecythidaceae, Guttiferae, Apocynaceae, Verbenaceae, Leguminosae,

Malvaceae, Convolvulaceae, Melastomataceae. Dari sekian banyak jenis

mangrove di Indonesia, jenis magrove yang banyak ditemukan antara lain


adalah jenis api-api (Avicenniasp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang

(Bruguierasp.) dan bogemataupedada (Sonneratiasp.) merupakan

tumbuhan mangrove yang menangkap, menahan endapan dan

menstabilkan tanah habitatnya (Kusumahadi, 2020).

3.3.3. Manfaat Mangrove

Ekosistem mangrove mempunyai fungsi ekologis dan ekonomi.

Fungsi ekologis dari ekosistem mangrove sebagai pelindung pantai dari

abrasi, pengendali banjir, tempat hidup biota laut untuk berlindung,

mencari makan, pemijahan maupun pengasuhan , sebagai sumber makanan

bgi spesies-spesies yang ada, penambat zat beracun, penyerap karbon,

Disamping itu fungsi ekonomi dari ekosistem mangrove adalah ekosistem

mangrove dapat dimanfaaatkan untuk penghasil bahan obat-obatan,

sebagai penghasil bahan pangan seperti ikan, udang, kerang kepiting, serta

sebagai tempat rekreasi dan wisata (Asyiawati, 2014).

Manfaat tidak langsung hutan mangrove dapat berupa manfaat fisik

yaitu sebagai penahan abrasi air laut. Penilaian hutan mangrove secara

fisik dapat diestimasi dengan fungsi hutan mangrove sebagai penahan

abrasi, feeding, spawning, dan nursery ground (Widiastuti, 2016).

5.5. Pasang Surut

Fenomena pasang surut adalah naik turunnya muka laut secara

berulang dengan periode tertentu akibat adanya gaya tarik benda-benda

angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Pasang
surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek

sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi

secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.

Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan

dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan

pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke

bumi. Gaya tarik gravitasi bumi menarik air laut ke arah bulan dan matahari

menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut.Lintang

dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu

rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Irawan, 2018).

Pasang surut air laut merupakan suatu fenomena alam yang biasa

terjadi setiap hari. Fenomena pasang dan surutnya permukaan air laut biasa

disebut pasang laut (ocean tide). Pasang surut (pasut) terjadi dikarenakan oleh

perbedaan gaya gravitasi dari pergantian posisi bulan dan matahari yang

relatif pada satu titik dipermukaan bumi. Pasut di bumi dapat dibagi menjadi

tiga yaitu: pasut atmosfer (atmospheric tide), pasut laut (ocean tide) dan pasut

bumi padat (bodily tide) (Quraisy, 2019).

Pasang surut sebagai salah satu parameter hidro-oseanografi yang

dapat memberikan pengaruh terhadap perubahan profil wilayah pantai dan

pesisir, trasportasi laut dan kegiatan perikanan. Karena sifat pasang surut

yang periodik, maka pasang surut dapat diramalkan. Pasang surut juga sangat

mempengaruhi kehidupan organisme laut, terutama pada daerah intertidal dan


daerah litoral. Dengan adanya pasang surut, organisme-organisme memiliki

strategi ekologi sendiri-sendiri untuk bisa bertahan hidup (Hamunal, 2018).

Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik

gravitasi bulan dua kali lebih besar dari pada gaya tarik matahari dalam

membangkitkan pasang surut air laut karena jarak bulan lebih dekat dari pada

jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan

dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasi di laut.

Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara

sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Muhidin, 2020).

Besaran nilai amplitudo dari kompoen pasang surut di suatu

perairan merupakan pengaruh faktor dari tenaga pembangkitnya, pergerakan

pasang surut di suatu perairan dapat terjadi dalam bentuk penjalaran

gelombang, hal ini dapat memberikan pengaruh pada besaran nilai amplitudo

dari tiap komponen harmonik pasang surut sebagai akibat dari topografi dasar

perairan dan garis pantai dari suatu perairan. Kondisi perairan yang memiliki

tipe pasang surut campuran condong harian ganda lebih di dominasi oleh satu

atau dua siklus pasang surut dalam satu hari dengan ketinggian air pada saat

pasang maupun surut berbeda, namun dalam waktu tertentu terkadang terjadi

satu siklus pasang surut (Khairunnisa 2021).

6.6. Arus dan Gelombang

6.6.1. Definisi Arus

Arus laut diartikan sebagai pergerakkan mengalir suatu massa air


yang dikarenakan tiupan angin, beda densitas atau pergerakkan gelombang
yang panjang. Arus laut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah arah angin, beda tekanan air, beda densitas air, arus permukaan,
upwelling dan downwelling (Irawan, 2018).
Arus merupakan gerakan air yang sangat luas yang sering terjadi

pada seluruh lautan. Gelombang yang datang menuju pantai dapat

menimbulkan arus pantai (nearshore current). Arus juga dapat terbentuk

akibat oleh angin yang bertiup dalam selang waktu yang sangat lama,

dapat juga disebabkan oleh ombak yang membentur pantai secara miring.

Dapat pula disebabkan oleh gelombang yang terbentuk dari gelombang

yang datang menuju garis pantai. Dengan demikian akan terjadi dua

system arus yang mendominasi pergerakan air laut yaitu arus meretas

pantai (rip current) dan arus sejajar pantai atau arus susur pantai

(longshore current) (Loupatty, 2013).

Di perairan dangkal (kawasan pantai), arus laut dapat dibangkitkan

oleh gelombang laut, pasut laut atau sampai tingkat tertentu angin. Pasang

surut air laut timbul terutama karena gaya tarik menarik gravitasi bumi

terhadap bulan dan matahari, sedang kontribusi gaya tarik menarik planet-

planet lainnya kecil. Besar naik turunnya permukaan laut tergantung pada

kedudukan bumi terhadap bulan dan matahari (Tanto, 2016).


III. METEDOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan tempat

Praktikum ini dilaksanakanmdi Pulau Bokori Kecamatan Soropia,

Kabupaten Konawe. Kegiatan ini dilaksanakan hari sabtu sampai minggu, 18-

19 juni 2022 pada pukul 08.00 WITA-selesai.

3.2. Alat dan bahan

Alat dan baha yang digunakan pada praktikum Ekosistem wilayah pesisir

adalah balok kayu sepanjang 3 m, bola plastik, tali nilon 7 m, alat penerang,

meteran, kompas, handphone, kaca mata renang, papan alas dan alat tulis.
6.6.2. Definisi Gelombang

Gelombang laut merupakan suatu fenomena alam berupa penaikan

dan penurunan air secara perlahan dan dapat dijumpai di seluruh dunia.

Gelombang yang berada di laut sering nampak tidak teratur dan sering

berubah-ubah. Hal ini bisa diamati dari permukaan airnya yang diakibatkan

oleh arah perambatan gelombang yang sangat bervariasi serta bentuk

gelombangnya yang tidak beraturan, apalagi jika gelombang tersebut dibawah

pengaruh angin (Loupatty, 2013).

Gelombang laut merupakan salah satu parameter laut yang

dominan terhadap laju mundurnya garis pantai. Gelombang laut terjadi karena

hembusan angin dipermukaan laut, perbedaan suhu air laut, perbedaan kadar

garam dan letusan gunung berapi yang berada dibawah atau permukaan laut.

Proses mundurnya garis pantai dari kedudukan semula antara lain disebabkan

oleh gelombang dan arus, serta tidak adanya keseimbangan sedimen yang

masuk dan keluar (Mulyabakti, 2016).

Salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi proses

dinamika pantai adalah gelombang laut. Arus menyusur pantai (long-shore

current) merupakan salah satu proses oseanografi fisik yang timbul akibat

hempasan gelombang laut ketika menghantam pantai, energi gelombang laut

yang dikembalikan ke arah laut setelah menghantam pantai menimbulkan

gerakan massa air yang mengikuti kontur pantai ke arah laut sehingga

menimbulkan arus susur pantai (long-shore current) (Suhana, 2018).

Anda mungkin juga menyukai