Anda di halaman 1dari 36

PENGELOLAAN EKOSISTEM DAN SUMBER DAYA HAYATI

KONSEP DAN PROSEDUR

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah


Eksplorasi Sumber Daya Hayati Pesisir dan Laut 2019/2020

Disusun oleh :
Sandi Tia K 230210160039
Philipus Vembry C 230210160046
Ilma Almira W 230210160050
Raid Azhar M 230210160051
Rifqi Ananda T 230210160086

Kelas :
Ilmu Kelautan/Kelompok 11

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat hidayah dan
rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Eksplorasi
Sumber Daya Hayati Pesisir dan Laut yang berjudul “Pengelolaan Ekosistem Dan
Sumber Daya Hayati Konsep Dan Prosedur”. Selama proses penulisan makalah
ini, kami banyak menemukan hambatan. Namun, berkat dukungan pihak-pihak
yang telah membantu, kami dapat menyelesaikannya dengan baik. Untuk itu kami
mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah membantu kami dalam
penulisan makalah ini dengan baik.
Kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan di kemudian hari.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada
umumnya. Atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Jatinangor, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN

KATA PENGANTAR ………………………………………….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………. iii

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………...…. 1
1.3 Tujuan ………………………………………………….… 1
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Laut ……………………………………………. 2
2.1.1 Ekosistem Mangrove ………………………………….. 3
2.1.2 Ekosistem Lamun ……………………………………... 4
2.1.3 Ekosistem Karang…………………………………….... 5
2.2 Keanekaragaman Hayati ……………………………...…… 6
2.3 Prinsip Pengelolaan Ekosistem dan Sumberdaya Hayati …. 8
2.4 Peran dan Manfaat Kawasan Konservasi Perairan ………... 10
2.5 Pengelolaan Efektif Kawasan Konservasi ………………… 14
3. KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan ………………………………………………... 30
3.2 Saran ……………………………………………………… 30

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar daerahnya
merupakan lautan. Indonesia juga merupakan negara di daerah tropis. Kombinasi
negara kepulauan di daerah tropis menjadikan Indonesia negara yang kaya dengan
sumberdaya alam yang sangat beragam. Kekayaan alam negara Indonesia ini
memiliki berbagai manfaat alami maupun ekonomis apabila dikelola dengan baik.

Khususnya negara Indonesia sebagai negara maritim harus mengelola


dengan baik lautnya. Termasuk ekosistem ekosistem didalamnya seperti
ekosistem mangrove, lamun, karang, dan lautnya. Menurut data Center for
International Forestry Research atau CIFOR, saat iniekosistem mangrove
mengalami tekanan dengan ancaman laju degradasi yang tinggi mencapai 52.000
ha pertahun. Ancaman tersebut berupa alih fungsi lahan, untuk industri,
pemukiman, dan tambak, pencemaran limbah domestik, limbah berbahaya
lainnya, illegal logging dan lain-lan.

Pada ekosistem seperti mangrove, lamun, dan karang terdapat banyak


organisme lainnya yang berasosiasi erat dengan ekosistem tersebut. Perubahan
kualitas air akibat pembangunan dan limbah dapat mengurangi keberagaman pada
ekosistem yang ada. Akibat berkurangnya suatu peran dalam suatu ekosistem
dapat menghentikan kehidupan pada satu ekosistem.

Berbagai metode seperti menjadikan mangrove wilayah ekowisata atau


membuat budidaya lamun serta upaya melestarikan karang, adalah upaya-upaya
untuk menjaga ekosistem serta sumberdaya hayati didalamnya.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut dapat diambil sebuah rumusan masalah yaitu:

1. Apa dampak dari kerusakan ekosistem?


2. Bagaimana cara mengelola suatu ekosistem dan sumberdaya hayatinya?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui metode metode yang
digunakan untuk melestarikan suatu ekosistem serta sumberdaya hayati
didalamnya sehingga pemanfaatan ekosistem ini dapat menjadi sumberdaya
keberlanjutan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekosistem Laut

Secara umum ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh
hubungan timbal balik antara komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotic
(lingkungannya). Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa ekosistem laut adalah suatu
sistem ekologi yang terjadi Karena ada hubungan timbal balik antar makhluk
hidup dan lingkungannya yang terjadi di laut.

Bagian laut terdiri dari dua bagian yaitu bagian dasar dan bagian yang
berair atau pelagik (dari kata Yunani pelages = laut). Secara vertikal laut dibagi
dalam beberapa lapisan kedalamn, berurutan dari lapisan paling atas ialah:
epipelagic (200 m), mesopelagik (200-1000 m), batipelagik (1000-4000 m),
abisopelagik (4000-6000 m) dan hadalpelagik dibawah 6000 m. bagian dasar laut
(bentik) dinamakna sesuai dengan lapisan atasnya yaitu batial, abisal dan hadal
(Rahardjo et al, 2011).

Pembagian daerah ekosistem laut dibagi menjadi 4 daerah, yaitu yang


pertama Daerah Litoral/Daerah pasang surut adalah daerah yang langsung
berbatasan dengan darat. Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas
mempunyai pengaruh yang lebih berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan
daerah laut lainnya. Biota yang hidup di daerah ini antara lain: ganggang yang
hidup sebagai bentos, teripang, bintang laut, udang kepiting, cacing laut. Daerah
Neritik merupakan daerah laut dangkal, daerah ini masih dapat ditembus cahaya
sampai ke dasar, kedalaman daerah ini dapat mencapai 200 meter. Biota yang
hidup di daerah ini adalah plankton, nekton, dan bentos. Daerah Batial atau
Daerah Remang-remang dimana kedalamannya antara 200-2000 meter, sudah
tidak ada produsen. Hewannya berupa nekton, dan Daerah Abisal adalah daerah
laut yang kedalamannya lebih dari 2000 meter daerah ini gelap sepanjang masa,
tidak terdapat produsen (Nybakken, 1988). Secara umum terdapat tiga ekosistem

2
utama penunjang kehidupan di laut, yaitu ekosistem mangrove, ekosistem lamun,
dan ekosistem terumbu karang.

2.1.1 Ekosistem Mangrove

Mangrove merupakan vegetasi yang kemampuan tumbuh terhadap


salinitas air laut baik. Mangrove juga memiliki keunikan tersendiri dibandingkan
lain keunikannya diantaranya dari formasinya yang tersusun rapih dari daratan
hingga pinggir pantai, keunikan lainya terletak pada kenaekaragaman flora,
fauna, dan habitat tempat hidup mangrove itu sendiri (Kustanti, 2013). Menurut
Wijayanti (2009), mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu
individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang
surut, hutan mangrove atau yang sering disebut hutan bakau merupakan sebagian
wilayah ekosistem pantai yang mempunyai karakter unik dan khas dan memiliki
potensi kekayaan hayati.

Hutan Mangrove merupakan suatu ekosistem perpaduan antara ekosistem


lautan dan ekosistem daratan dan berkembang terutama di daerah tropika dan sub
tropika yaitu pada tanah-tanah yang landai, muara sungai dan teluk terlindung
dari hampasan gelombang air laut (Harahab, 2010). Menurut Raymond, Nurdin,
dan Soemarno (2010), hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di
daerah pantai dan sekitar muara sungai (selain dari formasi hutan pantai) yang
selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut serta dipengaruhi pasang surut.
Formasi vegetasi yang berada ada hutan mangrove Desa Pulau Pahawang terdiri
atas beberapa jenis diantaranya tumbuhan bakau (Rhizophora sp.), api-api
(Avicenia spp.), prepat (Sonnerateria spp.), dan tanjung (Bruguiera spp.) dan
lainnya. Definisi lainnya Menurut Mangkay, Harahab, Bobby, dan Soemarno
(2012), mangrove merupakan suatu ekosistem yang mempunyai peranan penting
ditinjau dari sisi ekologis maupun aspek sosial ekonomi.

Manfaat mangrove memiliki manfaat ganda dan merupakan mata rantai


yang penting dalam memelihara siklus biologi di suatu perairan. Manfaatnya
dapat dibagi menjadi manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat

3
langsung adalah manfaat yang langsung dapat dirasakan oleh manusia seperti
hasil hutan kayu maupun non kayu. Manfaat secara tidak langsung adalah
manfaat yang yang tidak dirasakan langsung oleh manusia, meskipun manfaat
sesungguhnya mempunyai nilai strategis yang menentukan dalam penunjangan
kebutuhan manusia, seperti plasma nutfah, ilmu pengetahuan, iklim, hidrologi,
pendidikan, dan sebagainya (Hilmanto, 2012).

2.1.2 Ekosistem Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang


dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan laut dangkal. Semua lamun adalah
tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang
(rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh
yang tumbuh di darat. Lamun senantiasa membentuk hamparan permadani di laut
yang dapat terdiri dari satu species (monospesific; banyak terdapat di
daerah temperate) atau lebih dari satu species (multispecific; banyak terdapat
di daerah tropis) yang selanjutnya disebut padang lamun Menurut Sheppard et
al (1996), Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang
ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan serta mampu hidup
secara permanen di bawah permukaan air laut (Khairina, 2016).

Ekosistem padang lamun merupakan suatu ekosistem yang kompleks


dan mempunyai fungsi dan manfaat yang sangat panting bagi perairan
wilayah pesisir. Secara taksonomi lamun (seagrass) termasuk dalam
kelompok Angiospermae yang hidupnya terbatas di lingkungan laut yang
umumnya hidup di perairan dangkal wilayah pesisir. Distribusi lamun
sangatlah luas, dari daerah perairan dangkal Selandia baru sampai ke Afrika.
Dari 12 genera yang telah dikenal, 7 genera diantaranya berada dan tersebar
di wilayah tropis (Den Hartog, 1970). Diversitas tertinggi ialah di daerah Indo
Pasifik Barat. Komunitas lamun di wilayah ini mempunyai diversitas yang lebih
kompleks dibanding yang berada di daerah sedang (Poiner & Robert., 1986).

4
McRoy & Hefferich (1977) menyatakan bahwa, padang lamun di
daerah tropis merupakan ekosistem alam yang paling produktif. Data yang
pernah diperoleh, produktifitasnya bisa sampai 1.300 sampai dengan 3000 gr
berat kering /m2/ tahun (Zieman 1975). Selain produktifitasnya yang tinggi,
lamun juga mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi (Wood, et al., 1969).

2.1.3 Ekosistem Karang

Organisme penyusun terumbu karang (Scleractinia) hidup bersimbiosis


denganalga Zooxanthellae yang dalam proses biologisnya alga mendapat
karbondioksida (CO2) untuk proses fotosintesis dan zat hara dari hewan-hewan
terumbu karang (Haruddin et al, 2011).

Menurut bentuk dan letaknya, pertumbuhan ekosistem terumbu


karangdikelompokkan menjadi tiga tipe terumbu karang (Nybakken 1992) yaitu:

• Terumbu karang tepi (fringing reefs)


Terumbu karang ini berkembang di pantai dan mencapai kedalaman tidak
lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh keatas dan kearah laut.
Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat di bagian yang cukup arus.
Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung
mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan banyak yang mati
karena sering mengalami kekeringan dan banyaknya endapan yang datang
dari darat.
• Terumbu karang penghalang (barrier reefs)
Terumbu karang ini terletak agak jauh dari pantai dan dipisahkan dari
pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam untuk pertumbuhan
karang batu (40-70 meter). Terumbu karang ini berakar pada kedalaman
yang melebihi kedalaman maksimum dimana karang batu pembentuk
terumbu dapat hidup. Umumnya terumbu tipe ini memanjang menyusuri
pantai dan biasanya berputar seakan-akan merupakan penghalang bagi
pendatang yang datang dari luar.
• Terumbu karang cincin (atoll)

5
Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari suatu goba
(Lagon). kedalaman rata-rata goba didalam atol sekitar 45 meter, jarang
sampai 100 meter. Terumbu karang ini juga bertumpu pada dasar laut yang
dalamnya diluar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang
hidup.

Ekosistem terumbu karang adalah bagian dari ekosistem pesisir dan lautan
secara keseluruhan. Karena itu, terumbu karang merupakan salah satu pendukung
ekosistem pesisir dan lautan. Demikian sebaliknya, ekosistem pesisir dan lautan
terhadap terumbu karang, negatif maupun positif. Sebagai habitat, ekosistem
terumbu karang merupakan tempat hidup, mencari makan, pemijahan,
pengasuhan, dan pembesaran berbagai biota laut, baik biota terumbu karang
maupun biota laut lainnya. Suatu pulau biasanya dikelilingi oleh karang tepi
(fringing reef), paparan terumbunya landai yang terdiri dari zona-zona terumbu
seperti rataan terumbu (reef flat), puncak terumbu (reef crest), dan tubir (reef
slope) (Septyadi, 2013).

2.2 Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati atau sering disebut kehati merupakan


keanekaragaman mahluk hidup yang berasal dari berbagai macam mahluk hidup,
atau dari berbagai ekosistem yang ada di alam seperti ekosistem pesisir, ekosistem
air, udara dan laut serta berbagai ekosistem pendukung didalamnya yang memiliki
keterkaitan dan komunikasi dengan ekosistem lainnya. Menurut Convention on
Biological Diversity (CBD), keanekaragaman hayati juga dapat meliputi
keanekaragaman jenis, antar jenis dan ekosistem. Keberadaan keanekaragaman
secara tidak langsung merujuk kepada berbagai jenis kehidupan yang ada di muka
bumi ini seperti keanekaragaman flora, fauna, mikrobiologi dalam suatu spesies,
juga membicarakan tentang berbagai macam ekosistem seperti ekosistem pesisir,
ekosistem padang pasir, ekosistem hutan dan sebagainya.

6
Keanekaragaman hayati memiliki tingkatan antara lain adalah (a)
Keanekaragaman hayati tingkat Gen, merupakan variasi genetik dalam satu
spesies, dalam hal ini masing-masing individu dalam satu populasi individu dalam
satu populasi memiliki perbedaan genetik yang diakibatkan oleh perbedaan
kromosom dan unik gen dari induk, (b) Keanekaragaman hayati tingkat Spesies
merupakan keanekaragaman hayati yang mencakup tentang spesies-spesies yang
ditemuka dimuka bumi ini baik itu hewan, tumbuhan dan mikroorganisme,(c)
Keanekaragaman hayati tingkat ekosistem merupakan komunitas biologi yang
berbeda serta asosiasinya dengan lingkungan tempat mereka masing-masing
hidup dan tinggal.

Keanekaragaman hayati memiliki fungsi bagi manusia dan alam keanekaragaman


hayati juga memiliki peran dalam perkembangan hidup umat manusia. Manusia
tidak akan bisa hidup tanpa komoditas hewan dan tumbuhan yang terdapat di
alam. Fungsi keanekaragaman hayati bermacam-macam diantaranya adalah
sebagai berikut:

• Meningkatkan produktivitas ekosistem dalam keanekaragaman hayati masing-


masing spsecies memiliki peran dalam setiap ekosistem seperti contoh semakin
banyak spesies tanaman dalam ekosistem dapat memberikan dampak lebih bagi
keberlangsungan dalam ekosistem tersebut seperti berfungsi sebagai tanaman
obat, mengurangi dampak perubahan iklim, sebagai sumber pangan.
• Keanekaragaman spesies juga dapat membantu keberlanjutan alam untuk
mendukung semua jenis bentuk ekosistem, seperti pohon bakau yang digunakan
untuk mencegah abrasi dan sebagai tempat untuk mahluk hidup seperti ikan dan
mahluk hidup lainnya.
• Terkelolanya sumber daya alam dengan baik dan dapat juga meningkatkan
kesehatan manusia
• Keanekaragaman hayati juga secara tidak langsung dapat memberikan jasa
lingkungan bagi manusia seperti menjaga sumber daya air, perlindungan tanah

7
dari longsor dan banjir, selain itu keanekaragaman hayati juga dapat berperan
sebagai zat penyerap bagi pencemar lingkungan.

Keterbatasan keanekaragaman hayati di alam dapat dicegah ketika manusia dapat


bekerja sama dalam mengelola lingkungannya seperti mengurangi pencemaran
lingkungan, menjaga keanekaragaman hayati yang hampir punah dengan
mendomestikasi hewan tersebut serta membuat perlindungan-perlindungan bagi
satwa tertentu yang menjadi ancaman predator seperti telur penyu agar dibuatkan
penangkaran. Keanekaragaman hayati perlu pengelolaan harus melingkupi 3
sektor diantaranya Ekologi, Ekonomi dan Sosial selain itu peran dari masyarakat,
LSM dan stakeholder diperlukan dalam menjaga keanekaragaman hayati agar
dapat berkelanjutan demi generasi yang akan datang.

2.3 Prinsip Pengelolaan Ekosistem dan Sumberdaya Hayati

Istilah pengelolaan merupakan terjemahan dari istilah management, yang


mencakup kegiatan-kegiatan perencanaan, penataan, pelaksanaan atau
pemanfaatan, dan pengawasan. Dalam konteks materi tulisan ini, terdapat sebuah
definisi yang mendekati pokok persoalan yang dibahas, yaitu dalam Undang-
undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 1
butir (2) undang-undang ini mengemukakan perumusan tentang pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu:

“Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi


lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian
lingkungan hidup”

Prinsip pengelolaan sumber daya alam, sesungguhnya sudah ditetapkan


dalam Deklarasi Stockholm 1972 (Declaration of the United Nations Conference
on the Human Environment). Prinsip 17 dari Deklarasi tersebut menyinggung
masalah pengelolaan sumber daya alam, dengan menyatakan:

8
“Appropriate national institutions must be entrusted with the task of planning,
managing or controlling the environmental resources of States with a view to
enchancing environmental quality”

“Institusi nasional yang tepat harus dipercayakan dengan tugas merencanakan,


mengelola atau mengendalikan sumber daya lingkungan Negara dengan maksud
untuk meningkatkan kualitas lingkungan”

Secara garis besar sumber daya kelautan (marine resources) dibagi dalam
tiga kelompok: (1) sumber daya dapat pulih (renewable resources), (2) sumber
daya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan (3) jasa-jasa lingkungan
(environmental services). Termasuk dalam kelompok sumber daya dapat pulih,
antara lain, adalah :

• Perikanan laut, baik perikanan budidaya maupun perikanan tangkap


• Terumbu karang (coral reef)
• Hutan bakau (mangrove)
• Padang lamun dan rumput laut (seagrass)
• Bahan-bahan bioaktif (bioactive substances)

Sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resources) meliputi seluruh


sumber daya mineral dan geologi. Mineral terdiri dari tiga kelas yaitu kelas A
(mineral strategis: minyak bumi, gas alam, dan batubara), kelas B (mineral vital:
emas, timah, nikel, bauksit, bijih besi, dan cromite); dan kelas C (mineral industri:
meliputi bahan bangunan dan galian seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin dan
pasir).

Sedangkan jasa-jasa lingkungan (environmental services) meliputi fungsi


kawasan lingkungan pesisir dan lautan sebagai sarana rekreasi, media transportasi
dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan
keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim (climate regulator), kawasan
perlindungan (konservasi dan preservasi), dan sistem penunjang kehidupan serta
fungsi ekologis lainnya.

9
Sumber daya kelautan juga sering diklasifikasikan dalam dua kelompok,
yaitu (a) sumber daya hayati (living resources), dan sumber daya non-hayati (non-
living resources). Pengelompokan semacam ini dijumpai dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pasal 1 butir
(a) dan (b) UU No. 5 Tahun 1983 memberikan definisi sebagai berikut :

a) Sumber daya alam hayati adalah semua jenis binatang dan tumbuhan
termasuk bagian-bagiannya yang terdapat di dasar laut dan ruang air zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.
b) Sumber daya alam non hayati adalah unsur alam bukan sumber daya alam
hayati yang terdapat di dasar laut dan tanah dibawahnya serta ruang Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia.

2.4 Peran dan Manfaat Kawasan Konservasi Perairan

Kawasan konservasi perairan adalah suatu ruang yang dibatasi secara


geografis dengan jelas, diakui, diabadikan dan dikelola, menurut aspek hukum
maupun aspek lain yang efektif, untuk mencapai tujuan pelestarian
keanekaragaman hayati laut dalam jangka panjang, lengkap dengan fungsi-
funngsi ekosistem dan nilai-nilai budaya terkait.

- Perikanan

Pemanfaatan sumber daya ikan tidak cukup didasarkan pada potensi dan unit
penangkapan ikan, namun harus mempertimbangkan keseimbangan antara tingkat
pemanfaatan dan dampak yang ditimbulkannya sehingga dapat dihindari
eksternalitas negatif melalui pengendalian (forces) environmental rent dan social
rent, serta suistability berbagai aktivitas penangkapan ikan dengan memperhatikan
kesamaan hak, efisiensi dan alokasi upaya pemanfaatan potneis dan ruang
(zonasi), serta relolusi konflik dan aksi kolektif untuk menghindari ekstraksi
berlebihan dan kerusakan ekosistem. Kawasan konservasi perairan yang dikelola
secara efektif dapat meningkatkan ketersediaan stock sumber daya ikan dan
menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati laut, selain itu
dapat meningkatkan kelimpahan dan keragaman sumber daya ikan sebesar dua

10
kali lipat dan biomass ikan sebesar tiga kali lipat dari stok ikan sehingga kawasan
konservasi merupakan daerah perlindungan yang dapat mengekspor larva
dan spill overbagi perairan di sekitarnya. Selain perikanan tangkap, kawasan
konservasi secara langsung dapat meningkatkan produksi dan produktivitas usaha
budidaya laut terutama budidaya Mutiara, rumput laut, dan biddidaya ikan
karang. Pembatasn jumlah tangkapan di kawasan konservasi perairan sebesar 50
% dari standing stock dan hanya dibatas pada zonasi perikanan berkalanjutan
sehingga dengan pembatasn tersebut maka kawasan konservasi perairan benar-
benar berfungsi sebagai indicator keberhasilan keberlanjutan sumberdaya ikan,
keanekaragaman hayati laut dan ekosistemnya.

- Pariwisata Alam Perairan

Kawasan konservasi perairan dikelilingi oleh pulau-pulau kecil dan ekosistem


yang memiliki nilai ekologis, estetika dan nilai sosial budaya sehingga kawasan
ini memiliki potensi pariwisata bahari yang sangat besar. Kawasan konservasi
merupakan kontrol untuk menjaga konsisten dan keberlanjutan nilai ekologis,
nilai ekonomi dan sosial budaya yang secara langsung dapat mendukung potensi
wisata bahari. Wisata bahari di kawasan konservasi dapat membuka aksesibilitas
dan interkoneksitas antar pulau dalam suatu wilayah sekaligus membuka lapangan
pekerjaan, meningkatkan pendapatan dan nilai tambah usaha ekonomi,
pengembangan desa pesisir sekaligus menjaga dan mempertahankan nilai-nilai
budaya dan kearifan lokal.

Pengembangan destinasi pariwisata pada dasarnya merupakan perpaduan


pengembangan pada 2 (dua) aspek, yaitu aspek produk dan pasar. Aspek produk
terkait dengan penyediaan unsur-unsur penawaran supply sideyang didalamnya
mencakup: atraksi, amenitas, aksesibilitas, SDM, dan unsur penunjang lainnya.
Sedangkan aspek pasar berkaitan dengan permintaan demand side yang di
dalamnya mencakup demografi dan psikografi pasar (persepsi, motivasi, dan
ekspektasi). Keberhasilan pengembangan pariwisata yaitu apabila pasar merespon
pengembanan suatu kawasan wisata yang ditunjukkan dengan tingkat kunjungan

11
wisatawan dalam jumlah dan pertumbuhan yang signifikan. Untuk menarik
kunjungan ini, maka diperlukan kecermatan pengelolaan dalam memahami
karakter pasar yang selanjutnya dijadikan acuan dalam pengembangan produk dan
layanan serta fasilitas pendukung wisata yang terkait didalamnya.

- Perlindungan Plasma Nutfah

Plasma nutfah merupakan bagian dari tumbuhan, hewan maupun mikroorganisme


yang memiliki fungsi dan kemampuan untuk mewariskan sifat. Plasma nutfah
dapat berguna untuk merakit varietas unggul dari sebuah spesies agar dapat rentan
terhadap penyakit maupun memiliki produktivitas yang tinggi serta akan dapat
mewariskan mutu sifat dari generasi ke generasi selanjutnya. Di masa yang akan
datang, plasma nutfah ini memiliki peranan yang penting dalam pembangunan
dikarenakan kebutuhan dunia dari bahan-bahan hayati untuk obat, varietas baru
tanaman pertanian dan ternak maupun proses industri dan pengolahan akan
semakin meningkat. Tinggi dan beragamanya plasma nuftah di luat hanya dapat
dipertahankan melalui upaya perlindungan dan pelestarian, maka peran kawasan
konservasi menjadi benteng area perlindungan dan pelestarian, serta
pengembangbiakan plasma nuftah secara alami di alam.

- Pendidikan dan Penelitian

Tujuan pengembangan dan pengelolaan konservasi dan keankaragaman hayati


laut adalah center of excellent pendidikan dan penelitian konservasi dan kehati
laut di Indonesia. Kegiatan pendidikan dan penelitian yang dilakukan harus dapat
memberikan manfaat bagi upaya peningkatan efektivitas pengelolaan konservasi
dan kehati laut melalui scientific based management. Pendidikan konservasi dan
kehati laut ditujukan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku pihak-
pihak yang berinteraksi dengan lingkungan kawasan konservasi kearah
pengetahuan, sikap dan perilaku yang lebih mengapresiasikan dan menghargai
lingkungan alam. Manfaat dari pendidikan konservasi dan keanekaragaman hayati
laut adalah munculnya penghargaan dan rasa cinta terhadap lingkungan dan

12
sumberdaya laut sehingga dapat meminimalkan perilaku mengganggu dan perusak
lingkungan laut.

- Pembangunan Masyarakat

Masyarakat pulau-pulau kecil karena geofgrafis wilayahnya menyebabkan


masyarakat di desa pesisir dan pulau-pulau kecil secara sosial memiliki berganing
position yang lemah dalam transaksi ekonomi maupun kehidupan sosial. Dengan
adanya kawasan konservasi dan lembaga yang mengelolanya maka secara
langsung terjadi interaksi sosial antara pengelola kawasan dengan masyarakat di
sekitar kawasan. Melalui interaksi sosial tersebut akan terjadi perubahan perilaku
masyarakat baik perilaku pemanfaatan sumberdaya dan menjaga keanekaragaman
hayati laut, perilaku sosial ekonomi, dan pengembangan kearifan lokal dalam
mengelola sumber daya laut dalam kawasan konservasi perairan. Pembuktian
kawasan konservasi perairan yang dikembangkan telah memberikan pengaruh
bagi pengembangan perubahan perilaku masyarakat dari kebiasaan menggunakan
alat tangkap dan bahan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan ke
aktivitas yang ramah lingkungan. Pengeolaan akses area perikanan dan
pengelolaan kawasan konservasi berbasis masyarakat untuk periwisata alam
perairan laut merupakan program pemberdayaan masyarakat kawasan konservasi
untuk meningkatkan struktur sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat.
Kontribusi peningkatan pendapatan masyarakat dari kawasan konservasi perairan
mencapai 50 % untuk kegiatan perikanan dan 65 % dari aktivitas pariwisata alam
perairan.

- Membuka Aksesibilitas

Kawasan konservasi perairan secara gegrafis berada di wilayah pulau-pulau kecil


yang terbatas aksesibilitasnya baik transportasi maupun telekomunikasi apalagi
akses komunikasi online. Dengan adanya pengelolaan kawasan konservasi
perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mengembangkan aktivitas
wisata telah mempercepat proses arus barang dan jasa dari wilayah hinterland ke
wilayah pulau-pulau kecil, penyediaan transportasi laut, seperti speed boat,

13
liveboat, cruise, yatch dan lainnya, serta penyediaan home stay, resort dan hotel
bagi wisatawan merupakan salah satu faktor membuka isolasi wilayah pulau-
pulau kecil menjadi wilayah ekonomi baru. Pengembangan pariwisata
berkelanjutan berbasis potensi keanekaragaman hayati laut, meliputi wisata
bahari snorkeling, diving, wisata pesisir sea, sun, sand, dan wisata minat
khusus whale and dolphin watching, serta wisata budaya lokal, misalnya di
Lamakera dapat dikembangkan wisata paus berbasis budaya lokal.

- Penerimaan Negara Bukan Pajak

Kawasan konservasi perairan dan keanekaragaman hayati laut secara ekonomi


dapat memberikan kontribusi besar terhadap PNBP khususnya melalui kegiatan
perikanan dan pariwisata alam perairan. Beberapa kawasan konservasi perairan
yang dikelola secara efektif telah berkontribusi bagi pendapatan negara dan
ekonomi wilayah. Kawasan konservasi perairan nasional, seperti Taman Wisata
Perairan Gili Matra, Raja Ampat, dan Nusa Penida merupakan kawasan
konservasi perairan yang telah memberikan manfaat sangat besar bagi
pengembangan ekonomi wilayah dan penerimaan negara.

2.5 Pengelolaan Efektif Kawasan Konservasi

Tujuan utama pengelolaan kawasan konservasi sesungguhnya adalah


pengelolaan efektif melalui pengelolaan berdasarkan sistem zonasi yang dapat
dilakukan berbagai upaya pengelolaan sumberdaya kawasan maupun pengelolaan
sosial budaya dan ekonomi yang keduanya memberikan umpan balik terhadap
penguatan kelembagaan dan tatakelola kawasan konservasi. Upaya-upaya tersebut
sedikitnya dapat melalui tiga strategi pengelolaan, yaitu: (1) Melestarikan
lingkungannya, melalui berbagai program konservasi, (2) menjadikan kawasan
konservasi sebagai penggerak ekonomi, diantaranya melalui program perikanan
budidaya ramah lingkungan, penangkapan ikan ramah lingkungan, pariwisata
alam perairan dan pendanaan mandiri yang berkelanjutan, dan (3) pengelolaan
kawasan konservasi sebagai bentuk tanggungjawab sosial yang mensejahterakan
masyarakat.

14
Pengelolaan kawasan konservasi dapat tercapai secara efektif sesuai
dengan tujuannya jika didukung dengan sistem zonasi dan rencana pengelolaan
yang disusun dengan baik. tatacara Penyusunannya telah diatur dengan Permen
KP No. Per.30/Men/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan. Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan adalah
dokumen kerja yang dapat dimutakhirkan secara periodik, sebagai panduan
operasional pengelolaan kawasan konservasi perairan. Pra-Syarat penting dalam
penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi adalah mengidentifikasi dan
menentukan prioritas/target konservasinya. Hal ini sedikitnya menyangkut 2 (dua)
hal yaitu target sumberdaya, diantaranya meliputi: Populasi, Spesies, Habitat,
dan/atau Ekosistem dan target sosial budaya dan ekonomi, diantaranya meliputi:
mata pencaharian alternatif, partisipasi, perubahan perilaku, dan lain-lain.

Setiap rencana pengelolaan kawasan konservasi harus memuat zonasi.


Rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil
disusun oleh satuan unit organisasi pengelola. Rencana Pengelolaan KKP/
KKP3K terdiri atas: (a). rencana jangka panjang, berlaku selama 20 (dua puluh)
tahun sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun sekali. Rencana jangka panjang memuat kebijakan pengelolaan kawasan
konservasi perairan, yang meliputi: visi dan misi; tujuan dan sasaran pengelolaan;
strategi pengelolaan; (b). rencana jangka menengah, berlaku selama 5 (lima) tahun
yang merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan, sasaran pengelolaan, dan
strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan; dan (c). rencana kerja tahunan,
disusun berdasarkan rencana jangka menengah dalam bentuk rencana kegiatan
dan anggaran yang disusun satu tahun sekali. Rencana kegiatan dan anggaran ini
sekurang-kurangnya memuat uraian kegiatan, penanggung jawab, waktu
pelaksanaan, alokasi anggaran dan sumber pendanaan.

Pengelolaan berkelanjutan merupakan upaya yang dilakukan pengelola


kawasan dengan memperhatikan kaidah-kaidah pemanfaatan dan pengelolaan
yang menjamin ketersediaan dan kesinambungan dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya yang ada. Adapun

15
upaya-upaya pokok pengelolaan kawasan konservasi meliputi: koordinasi dan
pembinaan, peningkatan infrastruktur, penyusunan NSPK, review dan
implementasi rencana pengelolaan, sosialisasi, konsultasi publik, Peningkatan
kapasitas, operasionalisasi lembaga pengelola, Rehabilitasi kawasan, monitoring
sumberdaya kawasan, monitoring sosial ekonomi dan budaya, kegiatan
pemanfaatan sumberdaya untuk peningkatan ekonomi masyarakat, evaluasi
pengelolaan, pengawasan sumberdaya ikan, penegakan hukum dan pengelolaan
batas kawasan dan lain sebagainya.

Upaya pengelolaan efektif selama kurun waktu 2010-2014, terutama


melalui asistensi dan pembinaan kepada para pengelola kawasan konservasi
perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil terus dilakukan. Diantaranya asistensi
penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi KKP/3K daerah, serta evaluasi
rencana pengelolaan dan zonasi pada 10 (sepuluh) kawasan konservasi perairan
nasional (KKPN) yang selanjutnya diteruskan melalui upaya legislasi. Selain
evaluasi rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan nasional,
juga telah dilaksanakan evaluasi usulan penetapan kawasan konservasi perairan

Daerah untuk ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Hasil yang
dicapai antara lain:

• Penetapan KKP3KD Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang,


seluas 4.015,2 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor KEP.29/MEN/2012 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang di Provinsi Jawa
Tengah.

• Penetapan KKPD Suaka Alam Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Kota Sabang,
seluas 3.207,98 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 57/KEPMEN-KP/2013 tentang Kawasan Konservasi Perairan Pesisir
Timur Pulau Weh Kota Sabang di Provinsi Aceh.

16
• Penetapan KKPN Taman Nasional Perairan Laut Sawu seluas 3.355.352,82
Hektar berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
5/KEPMEN-KP/2014 tentang Kawasan Konservasi Perairan Nasional Laut
Sawu dan Sekitarnya Di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

• Pengesahan Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP laut Sawu, berdasarkan


Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/KEPMEN-KP/2014
tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu
dan Sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2014 – 2034.

• Penetapan KKPD Taman Wisata Perairan Nusa Penida seluas 20.057 Hektar
berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 24/KEPMEN-
KP/2014 Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung di
Provinsi Bali.

Tahun 2014 sedang dalam proses evaluasi untuk penetapan KKP/3K


Daerah melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, antara lain KKPN
TWP Kepulauan Anambas, KKP3K Raja Ampat, KKPD Alor, KKP3KD
Sukabumi, KKPD Lombok Tengah, KKPD Selayar, KKPD Kep. Mentawai dan
beberapa daerah lainnya. Sedangkan Evaluasi Rencana Pengelolaan dan Zonasi
KKPN TWP Pulau Pieh telah siap diproses legislasi pengesahannya, menyusul
berikutnya untuk 7 (tujuh) KKPN lainnya, yakni: TWP Gili Matra, TWP
Kapoposang, TWP Padaido, TWP Laut Banda, SAP Raja Ampat, SAP Waigeo
Sebelah Barat dan SAP Aru Bagian Tenggara.

Untuk mengevaluasi tingkat efektivitas kawasan konservasi tersebut, telah


disusun alat ukur yang dinamakan E-KKP3K berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Nomor Kep.44/KP3K/2012 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Evektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-
KKP3K). Pedoman E-KKP3K memuat tata-cara atau panduan untuk
mengevaluasi tingkat keberhasilan pengelolaan berkelanjutan suatu kawasan
konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Pada tingkat makro, E-KKP3K

17
digunakan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menilai tingkat
pengelolaan kawasan konservasi perairan yang ada di Indonesia. Sementara pada
tingkat mikro, E-KKP3K dapat pula digunakan swa-evaluasi terhadap kinerja
pengelolaan suatu kawasan konservasi perairan sekaligus membuat perencanaan
dalam rangka peningkatan kinerja.

Gambar: Aspek Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan pulau-


pulau Kecil

E-KKP3K membagi tingkatan pengelolaan efektif sebuah kawasan


konservasi perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil dalam 5 (lima) level, berurut
dari level terendah pengelolaan yakni : Level 1 (merah), Level 2 (kuning), Level 3
(hijau), Level 4 (Biru) dan Level 5 (emas). Level-level tersebut ditentukan dengan
17 (tujuh belas) kriteria yang diuraikan dalam 74 (tujuh puluh empat) pertanyaan.
Sejumlah parameter digunakan dalam proses evaluasi efektivitas tersebut untuk
menilai bagaimana status pencadangan kawasan, status kelembagaan, SDM dan
pendanaan, status rencana pengelolaan dan zonasi, ketersediaan infrastruktur
kawasan, kegiatan pengawasan, monitoring dan evaluasi, status pengelolaan
sumberdaya kawasan, status pengelolaan sosial-budaya dan ekonomi. Adapun

18
substansi materi evaluasi mencakup aspek-aspek tata kelola (penguatan
kelembagaan), konservasi/sumberdaya dan sosial-ekonomi-budaya yang relevan
dengan pengelolaan kawasan konservasi. Dalam prakteknya, penggunaan E-
KKP3K juga didukung dengan perangkat lunak (software) E-KKP3K untuk lebih
mempermudah evaluasi di lapangan. Lebih lengkap mengenai E-KKP3K dan
status pengelolaan KKP3K dapat mengunjungi situs resmi Direktorat Konservasi
Kawasan dan Jenis ikan : kkji.kp3k.kkp.go.id.

Untuk mendukung kinerja pengelolaan KKP/3K, pada tahun 2013 telah


disusun Suplemen pendukung Panduan E-KKP3K yang bertujuan memberikan
pedoman teknis untuk membekali pengelola KKP/3K, antara lain berupa: (1)
Panduan inisiasi/merah, meliputi seluruh aspek pada tahapan inisiasi hingga
pencadangan KKP/KKP3K; (2) Panduan Rencana Pengelolaan dan Zonasi; (3)
Panduan Kelembagaan; (4) Panduan Infrastruktur (Sarana dan Prasarana); (5)
Panduan Pendanaan; (6) Panduan Penetapan KKP/KKP3K; (7) Panduan Penataan
Batas; (8) Panduan Monitoring Biofisik (Sumberdaya Kawasan); dan (9) Panduan
Monitoring Sosial Budaya dan Ekonomi.

Kriteria yang digunakan untuk melakukan evaluasi efektivitas pengelolaan


kawasan konservasi pada tingkat makro, sebagaimana disajikan berikut ini:

Jumlah
Peringkat KRITERIA
Pertanyaan

KKP/KK
MERAH 1Usulan Inisiatif
P3K
DIINISIA 8
1 2Identifikasi & inventarisasi kawasan
SI
3Pencadangan kawasan
KKP/KK
KUNING 4Unit organisasi pengelola dengan SDM
P3K
DIDIRIK
2 5Rencana pengelolaan dan zonasi 11
AN
6Sarana dan prasarana pendukung pengelolaan

7Dukungan pembiayaan pengelolaan

19
KKP/KK
HIJAU 8Pengesahan rencana pengelolaan & zonasi
P3K
DIKELO
3 9Standar Operasional Prosedur (SOP) pengelolaan 21
LA
MINIMU 1
Pelaksanaan rencana pengelolaan dan zonasi
M 0
1
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan
1
KKP/KK 1
BIRU Penataan batas kawasan
P3K 2
DIKELO 1
4 Pelembagaan 28
LA 3
OPTIMU 1
Pengelolaan sumberdaya kawasan
M 4
1
Pengelolaan sosial ekonomi dan budaya
5
KKP/KK 1
EMAS Peningkatan kesejahteraan masyarakat 6
P3K 6
MANDIR 1
5 Pendanaan berkelanjutan
I 7

E-KKP3K: Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi, Perairan,


Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

20
Penilaian efektivitas secara nasional selain untuk mengetahui status
efektivitas pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau
kecil, juga sekaligus dijadikan ajang pemberian penghargaan yang mampu
mendorong peningkatan pengelolaan efektif KKP3K. Anugerah E-KKP3K (E-
KKP3K Awards) merupakan bentuk penghargaan yang diberikan kepada
pemerintah daerah/kepala daerah/pengelola KKP3K yang konsisten
mengembangkan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil.
Penghargaan terdiri atas kategori Favorit 1 penghargaan, kategori percontohan 5
penghargaan, dan kategori percepatan 17 penghargaan. Kegiatan yang
diagendakan setiap 2 (dua) tahun sekali tersebut diharapkan dapat menjadi
cambuk bagi pengelola kawasan untuk terus bekerja keras mewujudkan kawasan
konservasi yang dikelola secara efektif dan berkelanjutan.

Anugerah E-KKP3K (E-KKP3K Awards) 2013 diselenggarakan di Hotel


Pullman pada 17 Desember 2013, Penerima Anugerah E-KKP3K 2013 Kategori
Percontohan, diantaranya meliputi KKPD SAP Pesisir Timur Pulau Weh Kota
SABANG, KKP3KD Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Kabupaten
SUKABUMI, KKP3KD Taman Pesisir Ujungnegoro-Roban Kabupaten
BATANG, KKPD TWP Nusa Penida Kabupaten KLUNGKUNG, KKPD

21
Kabupaten ALOR, dan KKP3KD Taman Pulau-pulau Kecil Kabupaten RAJA
AMPAT. Penyerahan penghargaan disampaikan oleh Menteri kelautan dan
Perikanan Sharif C. Sutardjo.Ditingkat regional, upaya pengelolaan efektif
KKP/3K dalam koridor kerjasama Coral Triangle Initiative (CTI) telah disusun
sebuah sistem pengelolaan kawasan konservasi di segitiga karang yang
memberikan manfaat bagi ekosistem terumbu karang di 6 negara CTI dan
keuntungan bagi masyarakat yang berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi
masyarakat lokal. Panduan Coral Triangle Marine protected Area System
(CTMPAS) telah diluncurkan pada gelaran World Coral Reef Conference
(WCRC) dan Senior Official Meeting (SOM) – CTI yang ke-5 di Manado, 13 Mei
2014. Indonesia menjadi bagian dari 13 Nominasi kawasan konservasi CTMPAS.
untuk kategori 3 (Priority Development Sites) antara lain: KKPN TWP kapulauan
Anambas, KKPN TNP laut Sawu dan KKP3KD TP Pangumbahan – Sukabumi.
Sedangkan TNL Wakatobi menjadi bagian kategori 4 (Flagship). Tiga prioritas
kawasan pengembangan tersebut akan digenjot pengelolaan efektifnya, dan satu
lokasi yang menjadi flagship tentunya menjadi percontohan pemgembangan
pengelolaan efektif bagi 6 negara anggota CTI. Indonesia telah memiliki jaringan
kawasan konservasi laut terbesar di dunia, dengan luas 15,76 juta hektar yang
meliputi 131 lokasi KKP/3K. Pengelolaan efektif melalui E-KKP3K dan sistem
MPA CTMPAS terus dipompa efektivitasnya, utamanya untuk memberikan
manfaat optimal bagi lingkungan perairan, perikanan, dan ketahanan pangan bagi
kesejahteraan masyarakat lokal.

Tahapan berikutnya pasca Penetapan KKP/3K adalah sosialisasi kawasan


dan pembentukan panitia tata batas untuk melakukan kegiatan penataan batas
kawasan. Untuk hal ini, telah disusun Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria
(NSPK), antara lain Peraturan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil No. 02/Per-DJKP3K/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Penataan
Batas Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Demikian
pula telah dilaksanakan kegiatan guna mendukung implementasi ekonomi biru
(blue economy) di Lombok Timur melalui kegiatan rehabilitasi habitat mangrove

22
di sekitar kawasan konservasi perairan Trenggini Sambelia. Kegiatan serupa juga
telah dilaksanakan di Kabupaten Batang, Percontohan Perlindungan dan
Pelestarian di Taman Pesisir Pangumbahan Sukabumi untuk mendukung
pengelolaan efektif kawasan konservasi. Dukungan Kegiatan bertajuk Ekonomi
Biru juga dilakukan di KKPD Lombok Tengah dan KKPD Nusa Penida –
Klungkung.

Dalam target pengelolaan efektif KKP/3Knya, Renstra Kementerian


Kelautan dan Perikanan yang dirancang tahun 2009 menyasar 21 lokasi fokus
pengelolaan yang meliputi 9 Kawasan Konservasi Perairan Nasional dan 12
Kawasan Konservasi Perairan Daerah, dengan keseluruhan luas rancangan sekitar
4,5 juta hektar. Dalam perkembangan selanjutnya, rencana pengelolaan efektif
menjadi 24 lokasi, melalui pencadangan TWP Kepulauan Anambas pada Tahun
2011 serta 2 lokasi kebijakan Blue Economy yakni Lombok Timur (NTB) dan
Nusa Penida-Klungkung (Bali) pada rentang tahun 2011-2013.

Status Pengelolaan efektif kawasan konservasi yang diukur dengan alat E-


KKP3K tersebut, Dalam catatan ringkasnya pada tahun 2013 telah terjadi
peningkatan status KKP/3K dengan peringkat MERAH (level 1) berkurang dari
63 menjadi 54 Kawasan, sedangkan KUNING (level 2) bertambah dari 18
menjadi 24 kawasan; dan terdapat 3 Kawasan konservasi yang masuk Peringkat
HIJAU (level 3). Walaupun fakta pengelolaan yang terjadi telah banyak
prosentase pengelolaan kawasan dalam peringkat BIRU maupun EMAS yang
tentunya hal ini memberi gambaran capaian Konservasi yang telah memulai
paradigma barunya, yang tak hanya sekedar melindungi dan melestarikan saja
namun lebih penting lagi mendorong pemanfaatan berkelanjutan yang
berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.

No Lokasi 2012 2013 Target 2014

(Lakip 2012)

23
KKPN/TNP Laut Sawu,
1 Merah 100% Merah 100%
NTT

Kuning 75% Kuning 100%

Hijau 25%

KKPN/TWP Gili
2 Merah 100% Merah 100%
Matra, NTB

Kuning 75% Kuning 100%

Hijau 35%

KKPN/TWP Laut
3 Merah 100% Merah 100%
Banda, Maluku

Kuning 75% Kuning 100%

Hijau 25%

Merah
KKPD/Raja Ampat,
4 Merah 100% 100%Kuning
Papua Barat
100%

Kuning 50%

Hijau 25%

KKPD/Sukabumi, Jawa
5 Merah 100% Merah 100%
Barat

Kuning
Kuning 100%
100%Hijau 50%

Hijau 50%

24
Biru 15%

6 KKPD/Berau, Kaltim Merah 100% Merah 100%

Kuning 50% Kuning 75%

Hijau 25%

KKPD/Pesisir Selatan,
7 Merah 100% Merah 100%
Sumbar

Kuning 50% Kuning 75%

KKPD/Bonebolango,
8 Merah 100% Merah 100%
Gorontalo

Kuning 25% Kuning 75%

KKPN/TWP P. Pieh,
9 Merah 100% Merah 100%
Sumbar

Kuning 75% Kuning 100%

Hijau 35%

KKPN/TWP Padaido,
10 Merah 100% Merah 100%
Papua

Kuning 75% Kuning 100%

Hijau 25%

KKPN/TWP
11 Merah 100% Merah 100%
Kapoposang, Sulsel

Kuning 75% Kuning 100%

25
Hijau 35%

KKPN/SAP Aru Merah 100%


12 Merah 100%
Tenggara, Maluku Kuning 50%

Kuning 75%

KKPN/SAP Raja
13 Merah 100% Merah 100%
Ampat, Papua Barat

Kuning 75% Kuning 100%

KKPN/SAP Waigeo,
14 Merah 100% Merah 100%
Papua Barat

Kuning 75% Kuning 100%

Hijau 35%

KKPD/Batang, Jawa Merah


15 Merah 100%
Tengah 100%

Kuning
Kuning 100%
100%

Hijau
Hijau 35%
35%

Biru 15%

KKPD/Lampung Barat, Merah


16 Merah 100%
Lampung 100%

Kuning
Kuning 50%
25%

26
Merah
17 KKPD/Alor, NTT Merah 100%
100%

Kuning
Kuning 50%
50%

KKPD/Indramayu, Merah
18 Merah 100%
Jawa Barat 100%

Kuning
Kuning 50%
50%

19 KKPD/Batam, Kepri Merah 100% Merah 100%

Kuning 50% Kuning 100%

20 KKPD/Bintan, Kepri Merah 100% Merah 100%

Kuning 50% Kuning 100%

21 KKPD/Natuna, Kepri Merah 100% Merah 100%

Kuning 50% Kuning 75%

22 KKPN Kep. Anambas Merah 100%

Kuning 50%

23 KKPD Lombok Timur Merah 100%

Kuning 50%

Hijau 15%

24 KKPD Klungkung Merah 100%

Kuning 75%

27
Hijau 25%

422,395.
Total Tahun 2013
17

Total Tahun 2012 3,225,122.00

CAPAIAN
3,647,51
KUMULATIF hingga
7.17
2013

Sumber: Dit. KKJI, bahan LAKIP 2013

Kawasan konservasi satu dan lainnya saling terkait secara biofisik dalam satu
kesatuan jejaring KKP/3K. Kerjasama Jejaring KKP dapat dilakukan untuk
pengelolaan 2 (dua) atau lebih kawasan konservasi perairan secara sinergis, baik
secara lokal, nasional maupun regional. Kerjasama Jejaring KKP/3K juga dapat
memberikan nilai tambah lebih dibandingkan beberapa KKP yang berdiri sendiri
karena: (1) jejaring melindungi sumberdaya, ekosistem dan habitat secara terpadu;
dan (2) jejaring mendorong pembagian kapasitas dan pengelolaan yang merata .
Jejaring KKP/3K telah diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kalutan dan
Perikanan Nomor. 13/PERMEN-KP/2014 tentang Jejaring Kawasan Konservasi
Perairan. Pun demikian, upaya pemanfaatan kawasan konservasi, kerjasama dan
kemitraan dalam pengelolaan kawsan konservasi menjadi bagian penting upaya
pengelolaan efektif sebuah kawasan konservasi dapat ditingkatkan. Saat ini
sedang dalam finalisasi Peraturan menteri kelautan dan Perikanan tentang
Kemitraan, serta Peraturan Menteri kelautan dan perikanan tentang Pemanfaatan
Kawasan Konservasi Perairan untuk berbagai kegiatan, antara lain: Penangkapan
dan Pebudidayaan Ikan, Pariwisata Alam Perairan, Pendidikan dan Penelitian.
Sebuah payung program efektivitas dan keekonomian kawasan konservasi tengah

28
dijalankan melalui Program Harmonisasi Pengembangan Ekonomi berbasis
Konservasi (PROSPEK).

Penatakelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil


yang efektif dapat tercapai melalui perencanaan pengelolaan dan manajemen
zonasi yang baik, tersedianya sumberdaya manusia dan lembaga pengelola yang
kompeten, tersedianya infrastruktur dan sarana pendukung yang baik, maupun
upaya-upaya pengelolaan kawasan yang dilakukan secara sinergis dan terpadu.
Semoga Perwujudan Pengelolaan Kolaboratif Kawasan Konservasi Perairan yang
Efektif untuk Mendukung Perikanan Berkelanjutan bagi Kesejahteraan
Masyarakat bukan hanya ucapan semata namun segera dapat tercapai.

29
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Dibuatnya Peraturan Perundang-undangan yang bertujuan untuk


mengelola ekosistem dan sumberdaya yang ada dilaut. Peraturan peraturan
tersebut mengatur segala bentuk pemanfaatan, pencegahan dan juga pengaturan
yang nantinya akan menentukan bagaimana dalam melestarikan sambil menjaga
kondisi lingkungan yang diaturnya.

3.2 Saran

Dilakukan penyuluhan peraturan perundang-undangan yang lebih masif


dan terencana lagi sehingga dapat diketahui fungsi serta manfaatnya bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar.

30
Daftar Pustaka

Davinsy, Rynaldo. 2015. Kajian Pengelolaan Hutan Mangrove Di Desa Pulau


Pahawang Kecamatan Marga Punduh Kabupaten Pesawaran. Jurusan
Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Lampung.

Haruddin, A., Purwanto, E & Budiastuti, S. 2011. Dampak Kerusakan Ekosistem


Terumbu karang Terhadap Hasil Penangkapan Ikan Oleh Nelayan Secara
Tradisional di Pulau Siompu Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tengah.
Journal Ekosains. 3(3): 21-24

Hilmanto, R. 2012. Buku penuntun praktikum manajemen hutan mangrove.


Jurusan Kehutanan Universitas Lampung. Bandar Lampung

Iriana, Bambang. 2005. Harmonisasi Hukum Pengelolaan Sumber Daya Kelautan


Dalam Kerangka Desentralisasi. Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Ri, Jakarta.

Khairina, Siti. 2016. Struktur Komunitas Ikan Pada Lamun Jenis Enhalus
Acoroides Dan Cymodocea Rotundata Di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Departemen Ilmu Dan Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mangkay, S., N. Harahab., P. Bobby., dan Soemarno. 2012. Analisis strategi


pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Kecamatan Tatapaan,
Minahasa Selatan, Indonesia. J-PAL. Vol. 3 (1): 8-18.

31
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. Dari
Marine Biology: an Ecological Approach, Oleh Eidman, M., Koesoebiono,
D.G., Bengen, M., Hutomo, S. Sukardjo. 1992. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Raymond, G., H. Nurdin., dan Soemarno. 2010. Pengelolaan hutan mangrove


berbasis masyarakat di Kecamatan Gending, Probolinggo. Jurnal agritek.
Vol. 18 (2): 186-187.

Septyadi, K. A., Widyorini, N & Ruswahyuni. 2013. Analisis Perbedaan


Morfologi dan Kelimpahan Karang pada Daerah Rataan Terunbu (Reef
Flate) dengan Daerah Tubir (Reef Slope) di Pulau Panjang, Jepara. Journal
of management of aquatic resources. Vol. 2(3): 22-29

Ruhardjo, M. F, Sjafei, D. S, Affandi, R, Sulistiono. 2011. Iktiology. Bandung:


Lubuk Agung. 66-82.

Wijayanti, T. 2009. Konservasi hutan mangrove sebagai wisata pendidikan.


Jurnal teknik lingkungan. Vol 1. Edisi khusus

Undang-Undang No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

32

Anda mungkin juga menyukai