Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

KONSERVASI SUMBER DAYA LAUT


(IOC21411)

ASPEK HIDRO-OSEANOGRAFI DALAM KAWASAN


KONSERVASI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

Disusun oleh Kelompok 4:


Abby Zharfan M. 26050118140048
Anis Nur Rahmawati 26050118130055
Dia Marganita 26050117140031
Natanael Agung Riyo P. 26050118120044
Yavin Zacharia Hadi Utama 26050118130090

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan karunia-Nya, laporan praktikum mata kuliah Konservasi Sumber Daya
Laut telah selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih atas bantuan
dari pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Laporan ini
membahas mengenai aspek hidro-oseanografi yang mempengaruhi karakteristik
dan kondisi tiga ekosistem pesisir dan laut Taman Nasional Karimunjawa.

Laporan ini disusun untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca agar


dapat mengetahui tentang hubungan antara oseanografi dengan ekosistem
mangrove, ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang yang terdapat
di Perairan Karimunjawa, Jawa Tengah. Dengan adanya laporan ini, diharapkan
pembaca dapat mengerti dan memahami serta dapat mengembangkan
pengetahuan ini kepada orang lain dan ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan ini agar menjadi lebih baik lagi.

Saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan


laporan ini sangat kami harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Tim penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Semarang, 12 Mei 2021

Tim Penulis
I. PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya laut.
Sayangnya, saat ini sumber daya laut di Indonesia mengalami degradasi akibat
perubahan iklim dan aktivitas manusia. Oleh sebab itulah, banyak usaha yang
dilakukan untuk mengkonservasikan sumber daya laut dan salah satunya
dilakukan dengan penetapan kawasan konservasi.
Kawasan konservasi, atau Protected Area (PA), didefinisikan oleh
International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebagai: “Ruang
geografis yang didefinisikan dengan jelas, diakui, didedikasi dan dikelola, melalui
cara hukum atau cara efektif lainnya, untuk mencapai konservasi alam jangka
panjang dengan jasa ekosistem dan nilai budaya yang terkait”. Di Indonesia
sendiri, terdapat kurang lebih 521 kawasan konservasi dengan: 221 cagar alam,
75 suaka alam, 50 taman nasional, 23 taman hutan raya, 115 taman wisata alam,
dan 13 taman buru (Siswanto, 2017).
Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) merupakan salah satu taman nasional
laut yang berada di Indonesia. Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No. 74/Kpts-II/2001 menyatakan bahwa kawasan Cagar Alam
Karimunjawa memiliki total area 110.117,30 ha yang ditetapkan sebagai Kawasan
Perlindungan Laut. Kemudian pada tanggal 28 Oktober 2020, Kawasan
Karimunjawa ditetapkan sebagai cagar biosfer oleh UNESCO. Penetapan ini
merupakan bentuk penegasan bahwa Karimunjawa termasuk ke dalam ekosistem
unik yang perlu dilestarikan dan dilindungi untuk tujuan penelitian dan
pendidikan.
Dalam merumuskan strategi pengelolaan kawasan konservasi, perlu
dilakukan pengkajian berbagai bidang ilmu yang terkait. Untuk kawasan
konservasi yang meliputi wilayah pesisir dan laut, bidang ilmu yang menjadi
dasar adalah oseanografi. Oseanografi merupakan ilmu yang mempelajari
dinamika faktor-faktor seperti fisika, kimia, biologi, dan geologi di perairan laut
(Surbakti et al., 2014). Dalam paper ini akan dibahas mengenai hasil studi
literatur mengenai aspek hidro-oseanografi yang mempengaruhi dan/atau
dipengaruhi oleh ketiga ekosistem pesisir dan laut di Taman Nasional
Karimunjawa.

II. ISI

II.1 Ekosistem Mangrove


2.1.1 Ekosistem Mangrove di Taman Nasional Karimunjawa
Sekitar 11,177 ha lahan ekositem mangrove bisa ditemukan di Taman
Nasional Karimunjawa dan hal ini menjadikannya hutan mangrove terluas di Jawa
Tengah (Kamal et al., 2016). Pulau Kemujan merupakan daerah yang memiliki
ekosistem mangrove yang dominan di daerah konservasi Karimunjawa. Pulau
Kemujan terletak di sebelah utara Pulau Karimunjawa (Marfai et al., 2021).
Kurang lebih 50% dari jumlah kekayaan Indonesia akan spesies mangrove
bisa ditemukan di Taman Nasional Karimunjawa dengan 24 jenis mangrove sejati
yang telah berhasil teridentifikasi. Selain ditemukan jenis mangrove sejati, di
Taman Nasional Karimunjawa juga bisa ditemukan jenis mangrove ikutan atau
mangrove asosiasi paling tidak sebanyak 17 jenis (BTNK, 2015). Kawasan
konservasi mangrove di Taman Nasional Karimunjawa menjadi habitat ekologis
yang tepat untuk berbagai jenis biota. Bahkan pada tahun 2010, pernah teramati
Burung Trinil dengan penanda dari China dengan tanda berwarna hitam dan putih
di bagian kaki. Ini menunjukkan bahwa daerah ekosistem mangrove di Taman
Nasional Karimunjawa adalah tempat yang masih terjaga. Ekosistem mangrove di
Karimunjawa menjadi sangat penting karena memilki banyak manfaat bagi
lingkungan ekologis. Bagi lingkungan pesisir, mangrove mampu menjadi
pelindung pantai dari adanya abrasi. Mangrove mampu menjadi penyerap CO 2
serta menahan hempasan angin dan gelombang di daerah pesisir.

2.1.2 Aspek Hidro-Oseanografi Eksositem Mangrove di Taman Nasional


Karimunjawa
Ekosistem mangrove termasuk dalam ekosistem yang rentan terhadap
perubahan lingkungan pesisir. Hal ini karena habitatnya yang berada di daerah
peralihan antara daratan dan lautan sehingga sangat dipengaruhi oleh dinamika
elevasi muka air laut. Pasang surut mempengaruhi pertumbuhan dari mangrove,
ini karena keberadaan pasang surut juga mempengaruhi kelimpahan dari air payau
pada habitat mangrove yang mana akhirnya akan mepengaruhi kadar salinitasnya.
Ketinggian pasang surut berpengaruh terhadap kerentanan ekosistem mangrove.
Semakin tinggi muka air laut, dengan rentang waktu yang lama maka akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas-tunas mangrove. Ketika akar mangrove
terendam terlalu lama, maka pasokan oksigen akan berkurang. Kondisi pasang
surut di Kepulauan Karimunjawa termasuk dalam tipe pasang surut campuran
condong harian tunggal, dimana dalam waktu 15 hari di pertengahan bulan terjadi
pasang dengan ketinggian maksimal mencapai 1,5 meter. Ini termasuk dalam
kategori rentan untuk tunas-tunas mangrove (Anurogo et al., 2018; Indrayanti et
al., 2020).
Salinitas menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tepat atau tidaknya
suatu habitat mangrove untuk pertumbuhannya. Luas area, kondisi pasang surut,
serta intruisi dari air merupakan faktor yang sangat mempengaruhi nilai salinitas.
Kadar toleransi salinitas dari tiap spesies mangrove berbeda-beda. Kadar salinitas
yang terlalu tinggi akan sangat berpengaruh terhadap adaptasi tumbuhan
mangrove, yaitu berdampak negatif terhadap tekanan osmotik (Schaduw, 2018).
Menurut penelitian Maharani et al., (2020) nilai salinitas di substrat berkisar 32 -
33,15 ppt. Kisaran nilai salinitas tersebut merupakan kondisi yang tepat untuk
pertumbuhan mangrove, terutama untuk jenis Avicenna sp. Kelebihan kadar
garam pada mangrove akan dibuang melalui serasah daun dan kulit batang.
Gelombang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pertumbuhan
mangrove. Ini berhubungan dengan lahan tempat mangrove untuk tumbuh.
Dengan semakin besarnya gelombang, maka potensi abrasi dan erosi di pesisir
akan semain besar, sehingga luasan lahan untuk tempat mangrove tumbuh
semakin berkurang. Pergerakan dan kekuatan gelombang di Kepulauan
Karimunjawa sangat dipengaruhi oleh angin moonsun. Menurut penelitian
Purbani et al., (2019), tinggi gelombang rata-rata tahunan 9 tahun berkisar 0,5 –
2,55 m. Namun secara umum nilai tinggi gelombang di perairan Kepulauan
Karimunjawa masih termasuk rendah. Wilayah pesisir Pulau Kemujan, Pulau
Karimunjawa, Pulau Menjangan Besar dan Menjangan Kecil memiliki tingkat
ancaman yang tinggi dengan luasan mencapai 80,67%, dengan hutan mangrove
yang terancam sekitar 23,27%.
Substrat menjadi media utama dalam pertumbuhan ekosistem mangrove.
Melalui substrat ini, mangrove mendapatkan nutrisi untuk proses pertumbuhan
dan perkembangan. Substrat berlumpur menjadi media yang tepat untuk
pertumbuhan mangrove (Abidin, 2020). Ini karena ekosistem mangrove berada di
daerah estuaria yang mana sepanjangwaktu bisa terendam oleh air laut. Substrat
lumpur mampu menangkap buah mangrove yang jatuh. Sehingga ketika terjadi
perubahan elevasi muka air menuju surut, buah mangrove akan tetap terperangkap
di substrat dan akhirnya akan mengalami persemaian. Berbeda dengan substrat
yang didominasi oleh pasir, maka tingkat kerapatan mangrove akan semakin kecil
(Masruroh & Insafitri, 2020). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Winata &
Rusdiyanto (2016), mangrove di taman nasional banyak tumbuh di daerah pantai
dengan vegetasi berpasir dan dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasi pasir
mendominasi karena di lokasi tersebut jarang ada sungai yang bermuara ke laut.
Purnomo (2020) menjelaskan bahwa spesies mangrove yang paling mendominasi
di Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa adalah jenis Ceriops tegal dan
Lumnitzera racemosa. Kerapatan pohon mangrove yang tinggi ini dipengaruhi
oleh substrat liat dan ukuran batang pohon. Batang pohon yang kecil membuat
mangrove bisa tumbuh dengan rapat.

II.2 Ekosistem Lamun


2.2.1 Ekosistem Lamun di Taman Nasional Karimunjawa
Padang lamun merupakan salah satu dari tiga ekosistem yang ada pada
Kawasan Konservasi Karimunjawa. Padang lamun merupakan salah satu
produktivitas primer yang cukup tinggi di kawasan ini. Padang lamun ini menjadi
tempat pemijahan, perkembangbiakan, pertumbuhan biota yang ada di laut. Selain
itu juga digunakan sebagai pelindung dari predator bagi biota-biota yang hidup
pada daerah padang lamun ini (Sulistyawan et al. 2019)
Biodiversity atau keanekaragaman yang ada pada padang lamun dijumpai
oleh biota yang berasosiasi dengan padang lamun. Menurut Yunita et al. (2019),
biota yang yang berasosiasi dengan ekosistem lamun beranekaragam, yaitu ikan,
Mollusca, Arthropoda, penyu, dugong, dan Echinodermata. Hubungan biota
dengan padang lamun sangat bertimbal baik yang menguntungkan salah satunya
adalah pada Echinodermata. Biota ini menjadi pendaur ulang nutrient dengan
memakan detritus yang bermanfaat bagi padang lamun. Demikian juga
sebaliknya, biota ini mendapatkan perlindungan dan tempat tinggal dari padangan
lamun
Selain itu, Biota ini juga dijadikan sebagai penyimpanan karbon dari proses
fotosintesis. Sehingga, pada bagian akar, akar, dan rhizoma dapat dijadikan
sebagai media penyimpanan karbon hasil fotosintesis seperti pada tumbuhan pada
umumnya. Namun karena adanya pengaruh perubahan iklim akan berdampak
pada jumlah karbon pada padang lamun. Menurut penelitian dari Dewi et al.
(2021), kadar biomassa lamun pada bagian bawah dan atas substrat lebih banyak
pada bagian bawah substrat. Hal ini terjadi karena adanya gabungan akar dan
rhizoma pada bagian bawah substrat, sedangkan bagian atas adalah oleh daun saja.
Selain itu, dari nilai biomassa tersebut dapat terlihat bahwa simpanan karbon lebih
banyak pada bagian substrat. Terlihat dari estimasi simpanan karbon menurut
penelitian Dewi et al. (2021), yaitu nilai estimasi simpanan karbon pada lamun
adalah 52,60 – 339,81 gC/m dan 86,85 – 1329,08 gC/m. Nilai range 86,85 –
1329,08 gC/m terjadi pada kondisi lingkungan dengan nutrien yang tinggi.

2.2.2 Aspek Hidro-Oseanografi Eksositem Lamun di Taman Nasional


Karimunjawa
Menurut Rustam et al. (2019), kondisi substrat di daerah konservasi ini
adalah berupa pasir dan pasir halus. Bila terjadi turbulensi akibat arus yang ada di
jenis substrat ini, maka akan mengakibatkan pengadukan sedimen di kolom air
sehingga perairan tidak menjadi cerah. Substrat sedimen jenis liat/lumpur lebih
padat daripada pasir, sehingga lebih baik saat penyerapan nutrien di dasar, serta
dengan struktur sedimen yang lebih kuat daripada pasir sehingga lebih tahan
terhadap turbulensi arus.
Lamun memiliki toleransi yang cukup tinggi terhadap perubahan salinitas
air laut. Jangkaun toleransi dari lamun berbeda pada setiap spesiesnya. Menurut
Hidayah et al. (2019), hasil penelitian mengenai spesies lamun di Taman Nasional
Karimunjawa memiliki empat jenis spesies lamun, yaitu: Enhalus acoroides,
Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii. Dengan luasan
tutupan lamun yang cukup rendah, yaitu lokasi A 17,61% dan lokasi B 29,24%.
Hal ini karena tingginya kadar salinitas yang mempengaruhi kehidupan lamun, di
mana kadar salinitas lebih besar dari batas toleransi lamun dengan batasan
toleransinya yaitu sekitar 24 - 35 ppt.
Peran oseanografi pada daerah konservasi padang lamun di Karimunjawa ini
dipengaruhi oleh arus pasang surut. Bulan November adalah akhir dari musim
peralihan yang mana akan menuju ke musim barat. Pada musim barat ini, nilai
kecepatan arus cenderung kuat dengan rata-rata hasil model menurut Nurulita et
al. (2018) dalam Rustam et al. (2019) adalah rata-rata sebesar 0,08 sampai 0,48
meter/detik. Dari kecepatan arus yang tinggi menunjukkan sebaran suspended
sedimen yang tinggi pada kolom perairan. Sebaran suspended sedimen ini akan
mempengaruhi kehidupan lamun yang ada, sehingga luasan tutupan karang
semakin berkurang karena tertutupi oleh suspended sedimen dan lamun kesulitan
untuk berfotosintesis.

II.3 Ekosistem Terumbu Karang


2.3.1 Ekosistem Terumbu Karang di Taman Nasional Karimunjawa
Terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa ditemukan tutupan karang
hidup sebesar 7 ‐ 69% hampir di seluruh pulau dengan ata‐rata tutupan karang
hidup yaitu 54,6%. Munasik et al. (2020) menyatakan bahwa jumlah genera
karang keras yang menyusun ekosistem terumbu karang di Karimunjawa adalah
69 genera karang keras (Ordo Scleractinia) dan 3 ordo non‐Scleractinia.
Terumbu karang di Karimunjawa didominasi oleh karang tepi dan gosong
karang dengan dinamika oseanografi yang tidak terlalu ekstrim, membuat
kekayaan jenis karang di Karimunjawa relatif tinggi. Sekitar 72 genera karang
dari 19 famili dapat ditemukan di daerah dangkal sampai kedalaman 8 – 12 meter
Perairan Karimunjawa. Acropora dan Porites merupakan genera karang yang
paling mendominasi di keseluruhan gugusan pada terumbu dengan berbagai
bentuk pertumbuhan seperti branching, tabulate, dan digitate (Yuliana et al.,
2017).
2.3.2 Aspek Hidro-Oseanografi Eksositem Terumbu Karang di Taman
Nasional Karimunjawa
Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor fisika, di antaranya adalah
kedalaman, suhu, dan salinitas. Persyaratan hidup karang batu adalah perairan
yang cerah, salinitas tinggi, dan suhu yang hangat. Kedalaman maksimum
perairan Karimunjawa adalah 50 meter, dan terumbu karang hidup pada perairan
di sekitar pulau pada kedalaman kurang dari 50 m (Yuliana et al., 2017). Kisaran
suhu yang masih dapat ditoleransi oleh karang berkisar antara 26 - 34 °C dan
salinitas 30 - 35‰ menjadikan wilayah perairan Karimunjawa sebagai daerah
yang ideal untuk terumbu karang (Munasik et al., 2020).
Selain faktor fisika, pertumbuhan karang juga dipengaruhi oleh faktor
kimia. Beberapa di antaranya yaitu pH, DO, kadar nitrat dan fosfat. Nilai pH
perairan di seluruh stasiun pengamatan masih sesuai dalam kadar antara 7,0 - 8,5
tergolong baik dan ideal untuk biota laut. Karang dapat tumbuh pada kondisi DO
dengan kadar di atas 3,5 mg/L. Kadar nitrat yang normal umumnya berkisar
antara 0,001 - 0,007 mg/L. Kadar fosfat untuk parameter kimia di wilayah
terumbu karang berkisar antara 0,27 - 5,51 mg/L (Moira et al., 2020).
Sebagai ekosistem terluar, terumbu karang juga sangat dipengaruhi oleh
kondisi arus perairan. Arus dan sirkulasi air diperlukan untuk suplai makanan dan
oksigen yang diperlukan dalam proses pertumbuhan karang. Kondisi arus di
Karimunjawa dikatakan ideal untuk ekosistem karang karena tidak berada di
daerah perairan terbuka yang langsung menghadap ke laut lepas dengan ombak
yang besar sepanjang masa (Rizqika et al., 2018).
Keberadaan terumbu karang di perairan ternyata juga mempengaruhi
gelombang laut yang melewatinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Purbani et al. (2019), tinggi gelombang di perairan Karimunjawa berada pada
kisaran 0,3 - 1 meter. Nilai tersebut dapat menjadi lebih kecil lagi karena terumbu
karang yang mampu merambatkan dan melemahkan gelombang yang
melewatinya.
III. KESIMPULAN

Taman Nasional Karimunjawa merupakan salah satu kawasan konservasi di


Indonesia yang termasuk ke dalam Kawasan Perlindungan Laut dan Cagar
Biosfer. Di Taman Nasional Karimunjawa terdapat tiga ekosistem laut, yaitu
ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu karang.
Karakteristik dan perkembangan ekosistem mangrove di Karimunjawa
dipengaruhi oleh jenis subsrat, tinggi gelombang, salinitas, dan pasang surut.
Untuk ekosistem lamun sendiri dipengaruhi oleh jenis substrat, salinitas, dan
kecepatan arus. Sedangkan ekosistem terumbu karang dipengaruhi oleh
kedalaman, suhu, salinitas, pH, DO, kadar nitrat, kadar fosfat, dan kondisi arus.
Namun dengan fungsi ekologisnya, terumbu karang juga mampu mempengaruhi
tinggi gelombang laut yang melewatinya.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, J. (2020). Pengaruh Substrat Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan


Kelulushidupan Mangrove Bruguiera Sp. di Pantai Desa Kampung Baru
Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah. Munggai: Jurnal Ilmu
Perikanan dan Masyarakat Pesisir, 6(1), 11-18.
Anurogo, W., Lubis, M. Z., Khakhim, N., Prihantarto, W. J., & Cannagia, L. R.
(2018). Pengaruh Pasang Surut Terhadap Dinamika Perubahan Hutan
Mangrove di Kawasan Teluk Banten. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal
of Marine Science and Technology, 11(2), 130-139.
BTNK. (2015). Interpretasi Trekking Mangrove Taman Nasional Karimunjawa.
BTNK.
Dewi, S. K., Setyati, W. A., & Riniatsih, I. (2021). Stok Karbon pada Ekosistem
Lamun di Pulau Kemujan dan Pulau Bengkoang Taman Nasional
Karimunjawa. Journal of Marine Research, 10(1), 39-47.
Hidayah, A. N. K. R., Ario, R., & Riniatsih, I. (2019). Studi Struktur Komunitas
Padang Lamun Di Pulau Parang, Kepulauan Karimunjawa. Journal of
Marine Research, 8(1), 107-116.
Husein, S., & Oetama, D. (2017). Studi kepadatan dan distribusi Keong Bakau
(Telescopium telescopium) di perairan mangrove Kecamatan Kaledupa
Kabupaten Wakatobi. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan, 2(3).
Indrayanti, E., Wijayanti, D. P., & Siagian, H. S. R. (2020). Pasang Surut, Arus dan
Gelombang Berdasarkan Data Pengukuran Acoustic Doppler Current
Profiler di Perairan Pulau Cilik, Karimunjawa. Buletin Oseanografi Marina,
9(1), 37-44.
Kamal, M., Hartono, H., Wicaksono, P., Adi, N. S., & Arjasakusuma, S. (2016).
Assessment of Mangrove Forest Degradation Through Canopy Fractional
Cover in Karimunjawa Island, Central Java, Indonesia. Geoplanning:
Journal of Geomatics and Planning, 3(2), 107-116.
Maharani, M., Mujiyanto, M., & Riska, R. (2020). Komposisi Jenis Juvenil Ikan di
Perairan Ekosistem Mangrove Pulau Parang Kepulauan Karimunjawa
Kabupaten Jepara. Jurnal Laot Ilmu Kelautan, 2(2), 89-103.
Marfai, M. A., Mardiatno, D., Wibowo, A. A., Utami, N. D., Jihad, A., Sudarno,
A., ... & Lubis, N. A. Z. (2021). Kajian Pengelolaan Pesisir Berbasis
Ekowisata di Kepulauan Karimunjawa. UGM Press.
Masruroh, L., & Insafitri, I. (2020). Pengaruh Jenis Substrat Terhadap Kerapatan
Vegetasi Avicennia marina di Kabupaten Gresik. Juvenil: Jurnal Ilmiah
Kelautan dan Perikanan, 1(2), 151-159.
Moira, V. S., Luthfi, O. M., & Isdianto, A. (2020). Analysis of Relationship
between Chemical Oceanography Conditions and Coral Reef Ecosystems in
Damas Waters, Trenggalek, East Java. Journal of Marine and Coastal
Science, 9(3).
Munasik, M., Helmi, M., Siringoringo, R. M., & Suharsono, S. (2020). Pemetaan
Kerusakan Terumbu Karang Akibat Kandasnya Kapal Tongkang di Taman
Nasional Karimunjawa, Jawa Tengah. Journal of Marine Research, 9(3),
343-354.
Nurulita, V. K., Purba, N. P., & Harahap, S. A. (2018). Pergerakan Larva Karang
(Planula) Acropora Di Kepulauan Seribu, Biawak, dan Karimunjawa
Berdasarkan Kondisi Oseanografi. Jurnal Perikanan Kelautan, 9(2).
Purbani, D., Salim, H. L., Kusuma, L. P. A. S. C., Tussadiah, A., & Subandriyo, J.
(2019). Ancaman Gelombang Ekstrim dan Abrasi pada Penggunaan Lahan
di Pesisir Kepulauan Karimunjawa (Studi Kasus: Pulau Kemujan, Pulau
Karimunjawa, Pulau Menjangan Besar dan Pulau Menjangan Kecil). Jurnal
Kelautan Nasional, 14(1), 33-45.
Purnomo, E. (2020). Potensi Karbon Tersimpan Pada Ekosistem Mangrove Alami
Taman Nasional Karimun Jawa. Biologica Samudra, 2(2), 121-127.
Rizqika, C. N. A., Supriharyono, S., & Latifah, N. (2018). Laju Pertumbuhan
Terumbu Karang Acropora formosa di Pulau Menjangan Kecil, Taman
Nasional Karimunjawa. Management of Aquatic Resources Journal
(MAQUARES), 7(4), 315-322.
Rustam, A., Ningsih, Y. P. R., Suryono, D. D., Daulat, A., & Salim, H. L. (2019).
Dinamika Struktur Komunitas Lamun Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten
Jepara. Jurnal Kelautan Nasional, 14(3), 179-190.
Schaduw, J. N. W. (2018). Distribusi dan karakteristik kualitas perairan ekosistem
mangrove pulau kecil Taman Nasional Bunaken. Majalah Geografi
Indonesia, 32(1), 40-49.
Siswanto, W. (2017). Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia: Pengelolaan
Saat Ini, Pembelajaran dan Rekomendasi.
Sulistiawan, R., Solichin, A., & Rahman, A. (2019). Hubungan Kerapatan Lamun
dengan Kelimpahan Bulu Babi (Echinoidea) di Pantai Pancuran Taman
Nasional Karimunjawa, Jepara Management of Aquatic Resources Journal
(MAQUARES), 8(1), 28-36.
Surbakti, H., Agus, S. B., & Sunuddin, A. (2014). Dinamika Oseanografi Sebagai
Komponen Kunci dalam Menyusun Strategi Konservasi untuk Rumusan
Pengelolaan Berbasis Ekosistem. Mini Simposium Pengelolaan Kawasan
Konservasi Untuk Perikanan Berkelanjutan; Side Event Konferensi
Kelautan Nasional (KONAS) IX.
Winata, A., & Rusdiyanto, E. (2016) Keanekaragaman Vegetasi Mangrove dan
Permudaan Alaminya di Area Tracking Mangrove Pulau Kemujan Taman
Nasional Karimunjawa. Dewan Redaksi, 81.
Yuliana, E., Boer, M., Fahrudin, A., & Kamal, M. M. (2017). Biodiversitas Ikan
Karang Di Kawasan Konservasi Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis, 9(1), 29-43
Yunita, R. R., Suryanti, S., & Latifah, N. (2019). Biodiversitas Echinodermata pada
Ekosistem Lamun di Perairan Pulau Karimunjawa, Jepara. Jurnal Kelautan
Tropis, 23(1), 47-56.

Anda mungkin juga menyukai