Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN

“ANALISIS NILAI EKONOMI DAN SOSIAL SERTA TINGKAT


KUNJUNGAN PADA OBYEK WISATA ALAM MANGROVE REWATA’A DI
DESA LALAMPANUA KEC. PAMBOANG”

ILMAWATI
A0216346

PRODI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN

UNIVERSITAS SULAWESI BARAT

2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai lebih dari 8.100
km serta memiliki luas laut sekitar 5,8 km2 dan memiliki lebih dari 17.508 pulau,
sehingga Indonesia dikenal sebagai Negara dengan kekayaan dan keanekaragaman
hayati laut dengan memiliki ekosistem pesisir. Ekosistem pesisir merupakan
wilayah yang dinamis karena merupakan pertemuan antara daratan, lautan dan
udara. Ekosistem pesisir terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti
terumbu karang, padang lamun dan mangrove yang didalamnya terdapat
keanekaragaman hayati keragaman hasil perikanan seperti ikan, udang, kepiting,
dan kerang (Muryani,2020).
Indonesia sebagai Negara tropis yang mempunyai area mangrove terluas di
dunia, yaitu sekitar 19% total area mangrove dunia (FAO 2007, dalam Saputro et
al.,2009). Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total
mangrove di Asia Tenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia
(Dahuri,2003). Namun demikian, keberadaan ekosistem mangrove semakin
berkurang dari tahun ke tahun. Disebutkan bahwa mangrove di Indonesia menurun
sebesar 4,25 juta ha pada tahun 1982 menjadi 3,9 juta ha pada tahun 2000
kemudian berkurang lagi menjadi 3.3 juta ha pada tahun 2009 (Saputro et al.,
2009). Diperkirakan laju kerusakan ekosistem mangrove di Indonesia mencapai
200.000 ha/tahun (Ghufran,2012).
Hutan mangrove pada perkembangannya mengalami suatu proses perluasan
dan degradasi. Proses ini sering diakibatkan baik oleh kondisi alam maupun akibat
faktor manusia. Faktor kondisi alam umumnya karena adanya proses sedimentasi,
ataupun kenaikan permukaan air laut. Proses perluasan dan degradasi hutan
mangrove juga di pengaruhi oleh faktor manusia yaitu aforestari, konvers dan
eksploitasi hutan mangrove yang tidak terkendali dan polusi di perairan, pantai
loasi tumbuhnya mangrove (Kusmana,1997 dalam kustanti 2011).
Hutan mangrove memiliki peranan cukup penting yakni sebagai sumber
mata pencaharian, karena dapat menghasilkan berbagai produk bernilai ekonomi
terutama sebagai penghasil produk kayu, ikan, kepiting, kerang dan lain-lain, serta
sebagai wahana rekreasi dan wisata alam maupun pendidikan. Dewasa ini, peranan
mangrove bagi lingkungan sekitarnya dirasakan semakin besar, oleh karena
adanya berbagai dampak merugikan yang dirasakan diberbagai tempat akibat
hilangnya hutan mangrove, seperti tsunami, intrusi air laut, dan lain-lain.
Hutan mangrove memiliki berbagai fungsi yang sangat penting, beberapa
diantaranya ialah fungsi ekologis, fungsi ekonomis dan fungsi pariwisata.
Indonesia memiliki hutan sebaran hutan mangrove yang sangat luas yaitu sekitar
27% dari total keseluruhan dunia, namun hutan mangrove di Indonesia banyak
yang telah mengalami kerusakan. Untuk menekan angka kerusakan mangrove di
Indonesia, maka banyak pihak baik pemerintah maupun pihak swasta yang
menjadikan hutan mangrove sebagai tempat ekowisata yang berbasis konservasi
dengan tujuan untuk tetap menjaga kelestarian hutan mangrove.
Sebagai sumberdaya alam yang memiliki potensi ekonomi, pemanfaatan
hutan mangrove perlu dilakukan sebaik-baiknya sehingga dapat memberikan
manfaat bagi kesejahteraan dengan tetap memperhatikan kelestarian, sehingga
manfaat yang diperoleh pun dapat berkelanjutan (sustainable). Namun, terkadang
pemanfaatan tersebut tidak memperhatikan batas-batas kemampuan atau daya
dukung lingkungan baik secara biologis, fisik, ekologis maupun secara ekonomis,
sehingga menimbulkan dampak yang merugikan masyarakat. Masalah mendasar
dalam pengelolaan sumberdaya alam menurut Fauzi, A. (2004) adalah upaya
mengelola sumberdaya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi manusia tanpa mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu
sendiri.
Wisata berbasis alam atau ekowisata pada saat ini berkembang pesat. Salah
satu tempat wisata yang berbasis alam dalam hal ini hutan mangrove adalah
ekowisata mangrove Rewataa Pamboang. Hutan mangrove ini sudah lama ada,
namun dulu sedikit orang yang memperhatikan keberadaannya, hingga pada tahun
2018 sudah mulai dilakukan Pengerjaan dan penataan mangrove selama tiga bulan
(17 Juli – 17 Oktober 2018), namun sempat molor enam bulan, dikarnakan
kurangnya material yang dibutuhkan dan juga faktor cuaca karna hujan yg cukup
intens membuat proses pengerjaan terhambat. Pada Sabtu, 02 Maret 2019 secara
resmi dibuka oleh Bupati Majene yang turut disaksikan beberapa pejabat lainnya
sebagai tempat wisata alam mangrove rewata’a.
Untuk mengetahui upaya perkembangan lokasi ekowisata tersebut sangat
penting untuk mengetahui penilaian ekonomi baik dari segi pengembangan jasa
hingga pengelolaan mangrove ataupun yang pantas di kelola di sekitaran
mangrove tanpa merusaknya sedikit pun. Selain nilai ekonomi kita juga akan
mengetahui nilai sosial serta tingkat kunjungan nya baik dalam waktu bulanan
maupun tahunan. Karena wisata hutan mangrove ini belum lama ada. Maka dari
itu, perlu diadakan penelitian lebih lanjut. Berdasarkan latar belakang di atas,
maka peneliti tertarik mengambil judul “ANALISIS NILAI EKONOMI DAN
SOSIAL SERTA TINGKAT KUNJUNGAN PADA OBYEK WISATA ALAM
MANGROVE REWATA’A DI DESA LALAMPANUA KEC. PAMBOANG”

1.2 Rumusan Masalah


Dalam upaya pengendalian kerusakan ekosistem mangrove pada kawasan
ekowisata mangrove rewata’a dilakukan dengan cara mengembangkan kawasan
tersebut sebagai kawasan ekowisata. Hal tersebut dilakukan sebab dalam konsep
ekowisata mengandung unsur pendidikan dan konservasi sumber daya alam dan
lingkungan. Melihat kembali hutan mangrove pada kawasan Ekowisata mangrove
rewata’a yang baru saja di buka pada 1 tahun yang lalu,maka dari itu penting
untuk mengestimasi nilai ekonomi dan sosial serta tingkat kunjungannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di
rumuskan sebagai berikut :
1. Berapa besar keseluruhan nilai ekonomi dari Kawasan Ekowisata Mangrove
Rewata’a?
2. Bagaimana nilai sosial yang ada di Kawasan ekowisata Mangrove Rewataa?
3. Bagaimana gambaran Tingkat kunjungan tiap bulan ataupun tiap tahun nya
pada Ekowisata Mangrove Rewata’a ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui nilai-nilai ekonomi dan sosial serta seberapa banyak
tingkat kunjungan pada Ekowisata mangrove Rewataa di setiap bulan serta tiap
tahunnya.

1.4 Manfaat
- Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan tentang
perkembangan mangrove terutama pada nilai ekonomi dan sosialnya.
- Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui
perkembangan mangrove rewata’a yang ada di Desa Lalampanua kec.
Pamboang maupun di luar Desa Lalampanua itu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Mangrove


Asal kata mangrove tidak diketahui secara jelas dan terdapat pendapat
mengenai asal usul. Macnae(1968) menyebutkan kata mangrove merupakan
perpaduan antara bahasa portugis mangue dan bahasa inggris grove. Sementara itu,
menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa melayu kuno mangi-
mangi yang digunakan untuk menerangkan marga avicennia dan masih digunakan
sampai saat ini di Indonesia bagian timur. Beberapa ahli mendefinisikan istilah
“mangrove” secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang
sama. Tomlinson (1986) dan Wightman (1989) mendefinisikan mangrove baik
sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas.
Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di
pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung (Saenger dkk, 1983). Sementara
itu Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang
terutama tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang
dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria. (Hamzah,
2010).
Mangrove merupakan salah satu ekosistem langka dan khas di dunia, karena
luasnya hanya 2% permukaan bumi. Indonesia merupakan kawasan ekosistem
mangrove terluas di dunia. Ekosistem ini memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi,
dan sosial-budaya yang sangat penting.
1) Fungsi ekologi hutan mangrove meliputi tempat sekuestrasi karbon,
remediasi bahan pencemar, menjaga stabilitas pantai dari abrasi, intrusi air
laut, dan gelombang badai, menjaga kealamian habitat, menjadi tempat
bersarang, pemijahan dan pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang,
burung dan fauna lain, serta pembentuk daratan.
2) Fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove meliputi kayu bangunan, kayu bakar,
kayu lapis, bubur kertas, tiang telepon, tiang pancang, bagan penangkap ikan,
dermaga, bantalan kereta api, kayu untuk mebel dan kerajinan tangan, atap
rumah, tannin, bahan obat, gula, alkohol, asam asetat, protein hewani, madu,
karbohidrat, dan bahan pewarna.
3) Fungsi sosial-budaya sebagai areal konservasi, pendidikan, ekoturisme dan
identitas budaya.
Tingkat kerusakan ekosistem mangrove dunia, termasuk Indonesia, sangat cepat dan
dramatis. Ancaman utama kelestarian ekosistem mangrove adalah kegiatan
manusia, seperti pembuatan tambak (ikan dan garam), penebangan hutan, dan
pencemaran lingkungan. Di samping itu terdapat pula ancaman lain seperti
reklamasi dan sedimentasi, pertambangan dan sebab-sebab alam seperti badai.
Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pesisir adalah menjadi penyambung
darah dan laut, serta peredam gejala-gejala alam yang ditimbulkan oleh perairan ,
seperti abrasi, gelombang, badai, dan juga menjadi penyangga bagi kehidupan biota
lainnya yang merupakan sumber penghidupan masyarakat sekitarnya.
Tumbuhan mangrove adalah tipe tumbuhan yang khas terdapat di sepanjang
pantai atau muara sungai, yang telah menyesuaikan diri dari terpaan ombak yang
kuat dengan tingkat salinitas yang tinggi serta tanah yang senantiasa digenangi air.
Hutan pantai tersebut tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Istilah mangrove
digunakan untuk masyarakat tumbuh-tumbuhan dari beberapa jenis tumbuhan
pantai dan hutan itu disebut hutan pantai atau pasang surut. (Atmajaya, 1986).
Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas sesuai dengan habitat
yang dipengaruhi oleh pasang surut dan salinitas. Adaptasi terhadap genangan air
dicerminkan dengan pembentukan akar napas, akar lutut, akar tunjang, dan
perkecembahan biji pada waktu buah masih menempel di pohon.
Seperti halnya di Hutan Mangrove yang berada di Desa Lalampanua, Kec.
Pamboang Kab. Majene. Memiliki beragam jenis mangrove. Mulai dari mangrove
yang baru tumbuh hingga mangrove yang sudah tumbuh besar dengan berbagai
pembentukan akarnya, akar mangrove disana dominan dengan akar napas di
sepanjang pinggiran hingga di tengah bawah jembatan. Dengan terbentuknya
objek wisata tersebut. pada awalnya Lurah pamboang melakukan pertemuan
dengan masyarakat pamboang yang terdapat 4 desa yaitu Desa Bababulo, Desa
Bonde dan Desa lalampanua. Pada pertemuan itu, pak lurah menyampaikan bahwa
di di kecamatan Pamboang akan diadakan 1 tempat wisata yang bisa di kunjungi
banyak orang setiap waktunya. Pada saat itu, setiap perwakilan desa memasukkan
tanggapan/ide dan sarannya, di tengah-tengah pertemuan itu sempat akan
mengalami keributan, karena perwakilan dari desa lalampanua mengatakan bahwa
“Bagaimana kalau di desa kami saja karena disana terdapat tumbuhan mangrove
yang sangat lebat, bagaimana kalau kita mengelolanya saja seperti wisata
mangrove yang ada di Baluno sendana”. Kemudian perwakilan dari desa bonde
kembali memasukkan ide nya, bahwa di desa bonde memang tidak ada tempat
wisata, bagaimana kalau kita menciptakan wisata saja seperti wahana-wahana
yang bisa di kunjungi oleh semua kalangan. Setelah pak Lurah mendengar semua
tanggapan/ide masyarakatnya, pak lurah setuju dengan masukan ide dari Desa
Lalampanua, namun masyarakat desa bonde tidak setuju akan ide itu. Pertemuan
saat itu di hentikan dan akan di lanjutkan ke pertemuan seanjutnya. Setelah di
adakan nya pertemuan selanjutnya dengan waktu pertemuan yang lumayan lama,
masyarakat Kecamatan Pamboang akhirnya sepakat dan setuju bahwa akan di
adakan nya objek wisata Mangrove yang ada di Desa Lalampanua dan semua
masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam mengelola mangrove tersebut. Hasil
observasi dan wawancara dengan beberapa pihak tokoh masyarakat maupun
instansi sangat merespon baik dengan dijadikannya Hutan mangrove di Desa
Lalampanua sebagai tempat wisata. Dari tahun ke tahun semakin bertambah
fasilitas yang ada di hutan mangrove tersebut, yaitu Jembatan Gazebo sebanyak 3
dan di setiap gazebo di sediakan listrik bagi pengunjung yang ingin men-
charge,spot foto, dan Warung Makan. Objek Wisata ini berada dalam wilayah
administratif Desa Lalampanua Kecamatan pamboang dengan jarak tempuh dari
ibukota kecamatan 2 km, jarak tempuh ke ibukota kabupaten 31 km sedangkan
jarak tempuh dari Ibukota Provinsi Sulawesi Barat 123 km atau waktu tempuh 2 –
2,5 jam.

2.2 Morfologi Mangrove


Karakter morfologi merupakan ciri yang umum digunakan untuk
mengklasifikasikan tumbuhan. Morfologi tumbuhan berdasarkan kesamaan ciri
dapat dikelompokkan dalam kelompok taksa tertentu. Karakter morfologi pada
Pteridophyta dan Spermatopyhta yang dapat diamati adalah semua organ tumbuhan,
yaitu akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji beserta bagian-bagian dan bentuk-
bentuknya, sedangkan dalam penelitian ini yang akan dikarakterisasi hanya organ
daun, batang, dan akar.
a. Daun
Daun merupakan struktur pokok tumbuhan yang penting. Daun mempunyai
fungsi antara lain sebagai resopsi (pemecahan), mengolah makanan melalui
fotosintesis, serta sebagai alat transpirasi (penguapan air) dan respirasi
(pernapasan dan pertukaran gas).Daun sebenarnya adalah batang yang telah
mengalami modifikasi yang kemudian berbentuk pipih dan juga terdiri dari sel-
sel yang dan jaringan seperti yang terdapat pada batang. Organ pembuat
makanan ini berbentuk pipih lebar, agar dapat melaksanakan tugas utamanya,
yaitu fotosintesis dengan efektif. (Tjitrosomo,2007)
b. Batang
Batang berfungsi untuk membentuk dan menyangga daun. Daerah pada batang
yang menumbuhkan daun disebut nodus (buku), sedangkan daerah antara dua
nodus disebut internodium (ruas). Berdasarkan kenampakan batang, tumbuhan
dibedakan menjadi tumbuhan yang tidak berbatang (planta acaulis), seperti
lobak (Rhapanus sativus L.), dan sawi (Brassica juncea L.), dan tumbuhan
yang jelas berbatang, yang terdiri atas batang basah (herbaceus), batang
berkayu (lignosus), batang rumput (calmus), dan batang mending (calamus).
(Tjitrosomo, 2007)
c. Akar
Akar tidak berfungsi untuk membawa daun, jadi akar tidak beruas atau
berbuku. Fungsi akar ialah untuk menegakkan berdirinya tumbuhan dan untuk
mengisap air beserta garam-garam dari tanah, dan menyalurkan air ini ke
batang. Akar harus menembus tanah dengan partikel-partikelnya yang keras,
maka titik vegetasi pada ujungnya dilindungi oleh calyptra (tudung akar).
Bagian-bagian akar meliputi leher akar atau pangkal akar (collum), ujung akar
(apex radix), batang akar (corpus radicis), cabang-cabang akar (radix lateralis),
serabut akar (fibrilla radicalis), dan rambut-rambut akar atau bulu-bulu (pilus
radicalis). Sedangkan sistem perakaran dapat dibedakan menjadi sistem akar
tunggang yang terdapat pada tumbuhan dikotil dan sistem akar serabut yang
terdapat pada tumbuhan monokotil. Akar tunggang hanya dapat dijumpai pada
tumbuhan yang ditanam dari biji.

2.3 Macam – macam tumbuhan mangrove


Adapun macam-macam tumbuhan mangrove yang tumbuh di Rewata’a
mangrove pamboang :
a. Avicennia (Api-Api)
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnolyophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Acanthaceae
Genus : Avicenia
Spesies : Avicenia sp.
Deskripsi :
Avicennia merupakan pohon mangrove pionir, jadi mudah sekali dikenal.
Tumbuhnya selalu di tepi laut maupun di tepi sungai. Avicennia merupakan
pohon tinggi yang berukuran sedang sampai besar. Avicennia dikenal pula
dengan nama apiapi. Getah yang keluar dari kulit batangnya dilaporkan
mempunyai khasiat sebagai aphrodisiac (pembangkit gairah), kontraseptif dan
obat sakit gigi. Biji mudanya digunakan sebagai obat untuk mematangkan bisul.
Buah dan bijinya apabila direbus dapat dimakan. Apabila ditumbuk halus dan
dicampur dengan salep dapat menjadi obat luka yang manjur, terutama luka
karena terbakar. Daun muda dan pucuk atau sirung rasanya sangat enak sebagai
lalap atau dibuat sayur lodeh. Selain itu, abu dari kayu jenis-jenis Avicennia
dapat digunakan sebagai sabun.

b. Acanthus (Jeruju)
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnolyophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Magnoliales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Acanthus
Spesies : Acanthus sp
Deskripsi :
Jenis-jenis Acanthus yang bermanfaat sebagai obat adalah ilicifolius dan
embracteatus. Ciri khasnya terletak pada daun yang meruncing tajam bagaikan
duri. Jeruju tumbuh mengelompok pada tempat-tempat yang becek dan terbuka,
atau di tepi parit alam di hutan mangrove. Buah ilicifolius yang dihaluskan di
dalam air dapat dipakai untuk menghentikan pendarahan yang keluar dari luka
dan juga untuk mengobati luka karena gigitan ular. Daunnya digunakan sebagai
obat gosok untuk menghilangkan rasa nyeri dan menyembuhkan luka karena
terkena racun. Daun yang direbus dengan kulit kayu manis dapat diminum
untuk menyembuhkan perut kembung. Jenis-jenis Acanthus lainnya dapat pula
digunakan sebagai obat, tetapi harus dicampur dengan tumbuhan bakau lainnya
agar lebih berkhasiat. Semua jenis Acanthus tidak dapat dimakan mentah-
mentah karena beracun, jadi harus diolah terlebih dahulu. Tanaman ini juga
dapat digunakan untuk obat batuk dengan cara merebus biji embracteatus
bersama dengan bunga belimbing, gula dan kayu manis. Selain itu, jika kamu
mengalami bengkak pada tubuh, ambillah bijinya, tumbuk, lalu gosok pada
bagian yang bengkak. Air perasan dari daunnya juga berkhasiat sebagai penguat
rambut.

c. Rhizophora (Bakau)
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnolyophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizoporaceae
Genus : Rhizopora
Spesies : Rhizopora sp.
Ada tiga jenis yang tergolong dalam marga ini, yaitu Rhizopora mucronata,
Rhizopora apiculata dan Rhizopora stylosa. Jenis-jenis ini dikenal dengan
nama bakau, dan merupakan jenis yang umum di hutan mangrove. Pohon-
pohon jenis ini mudah dikenal karena bentuk perakarannya yang menyerupai
jangkar, tinggi pohon dewasa dapat mencapai 30 — 40 m, batangnya besar dan
daunnya selalu hijau mengkilap permukaannya. Semua bagian tumbuhan jenis
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat dan pangan. Daun, buah dan akar yang
masih muda apabila direbus bersama dengan kulit muda Kandelia candel dapat
digunakan sebagai obat pencuci luka-luka yang mujarab dan dapat mengusir
nyamuk agar tidak mendekati tubuh kita. Air rebusan kulit yang masih muda
dan bagian ujung dari akar jangkar yang masih muda dapat dipakai untuk
mengobati mencret, disentri dan sakit perut lainnya. Buahnya yang muda
biasanya dapat dipakai sebagai campuran minuman penyegar. Nektar dari
bunganya mengandung madu, apabila nektar ini dicampur dengan buah dan
kulit batang muda Kandelia candel berkhasiat untuk obat batuk dan tonikum.
(Giesen, 1993).

d. Sonneratia sp.
Klasifikasi :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnolyophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Magnoliales
Famili : Sonneratiaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneratia sp.
Deskripsi :
Pohonnya selalu hijau, kulit kayunya berwarna putih tua hingga coklat,
tangkai bunga pohon ini tumpul, daun mahkota warnanya putih, mudah rontok.
Buahnya seperti bola, ujung bertangkai dan terbungkus kelopak bunga.
Akarnya berbentuk kerucut tumpul. Daunnya berkulit, bentuknya bulat telur
terbalik ujungnya membundar.

2.4 Kandungan Tanaman Mangrove


Mangrove merupakan tumbuhan yang berungsi sebagai biofilter zat pencemar.
Bagian tubuh mangrove yang bisa mengakumulasi logam berat adalah bagian
akarnya. Akar mangrove dapat mengakumulasi logam berat lebih banyak
dibandingkan bagian lainnya. Hal ini disebabkan karena bagian akar mangrove
berhubungan langsung dengan sedimen. Logam berat merupakan suatu zat
pencemar yang banyak ditemukan di kehidupan sehari–hari. Keberadaan logam
berat diperairan dapat terakumulasi pada sedimen maupun akar mangrove. Pb dan
Cu merupakan logam berat yang paling banyak ditemukan di alam. Kandungan
reratalogam berat Cu dan Pb mencapai 37, 68 ppm dan 59,16 pada akar Avicennia
marina, sedangkan pada akar Rhizhophora mucronata mencapai 12,17 ppm logam
berat Cu dan 53,89 ppm untuk logam berat Pb. (Hamzah, 2010).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Lalampanua Kecamatan Pamboang.
Secara umum kegiatan penelitian ini terdiri atas 2 tahap. Yakni Wawancara
dengan pengelola dengan pertanyaan langsung dan Wawancara dengan
pengunjung melalui Koesioner.

3.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen tertulis hasil
wawancara, alat yang di gunakan terdiri atas panduan wawancara, notebook,
kamera digital,alat rekam dan alat tulis menulis serta adapun Objek dalam
penelitian ini adalah hutan mangrove Rewata’a dan masyarakat sekitar hutan
mangrove.

3.3 Jenis dan Sumber data


3.3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
menekankan pada perolehan data asli atau natural conditional. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dan
penelahaan dokumentasi.
Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif anakitik. Data yang diperoleh
seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis
dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti dilokasi penelitian, tidak
dituangkan dalam bentuk angka. Peneliti melakukan analisis data dengan
memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan,
menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasikan dalam
bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi
yang diteliti yang disajikan dalam uraian naratif.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data menyatakan dari mana data penelitian itu diperoleh. Dalam
penelitian kualitatif sumber data yang diperoleh berasal dari kata-kata
atau tindakan dan selebihnya merupakan data.
1) Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperlukan dalam penelitian ini.
Sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata. Dan
tindakan (wawancara atau pengamatan), catatan tertulis melalui
rekaman video/audio tapes, foto, data statistik.data yang diperoleh
dari hasil penelitian yaitu wawancara dengan pengelola sebanyak 6
responden, dokumentasi jenis tanaman mangrove, data monograf
kondisi sosial masyarakat kelurahan lalampanua.
2) Data sekunder
Data ini merupakan data penunjang bagi penyusun proposal ini.
Data ini diperoleh dari informasi referensi jurnal, artikel, beserta
data-data dari instansi-instansi terkait.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Metode observasi
Observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan
pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh
alat indera. Kemudian peneliti mendeskripsikan keadaan ekosistem hutan
mangrove yang akan diteliti guna mendapatkan data primer.
2. Wawancara
Wawancara sebagai metode pengumpulan data dengan Tanya jawab sepihak
yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan kepada tujuan
penelitian. Wawancara suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu dan merupakan proses Tanya jawab lisan dimana dua
orang atau lebih berhadapan secara fisik. Tanya jawab yang dilakukan
menggunakan daftar pertanyaan umum atau kuesioner.
Wawancara kepada orang-orang yang dipandang tahu situasi sosial.
Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai dilakukan secara
purposive, yaitu dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu.
Wawancara yang dilakukan untuk mengetahui kondisi dalam
pembudidayaan mangrove, kondisi nilai ekonomi mangrove bagi masyarakar
sekitar, tingkat kunjungan, kegiatan penanaman/pleanting mangrove di
pesisir pantai.
3. Studi pustaka
Merupakan metode pengumpulan data dengan cara membaca dan mengutip
teori yang berasal dari buku dan tulisan lain yang relevan dengan penelitian
untuk mendapatkan data sekunder.

3.5 Teknik Analisis Data


Verifikasi data yang terkumpul, baik melalui observasi, interview dan
dokumentasi maka selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisis data
adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategori dan satuan uraian dasar.
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, dengan
mereduksi data-data untuk mengungkapkan dan memahami kebenaran yang
diperoleh dari sejumlah pengamatan dan pernyataan dari sumber-sumber
penelitian yang ditarik dari hal-hal yang bersifat teknis menuju ke hal-hal yang
bersifat umum. Interpretasi data yang diperoleh penulis menggunakan analisis non
statistic, yaitu nenggunakan analisis deksriptif kualitatif.
Adapun analisis data yang di gunakan pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan data kualitatif. Analisis data kualitatif adalah proses mencari serta
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan bahan-bahan lainnya sehingga mudah dipahami dan di informasikan
kepada orang lain (Trianto,2008)
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rakhfid dan Rochmady. 2014. ANALISIS NILAI EKONOMI HUTAN


MANGROVE DI KABUPATEN MUNA (Studi Kasus di Desa Labone
Kecamatan Lasalepa dan Desa Wabintingi Kecamatan Lohia)
Ani faridhatul khusni. 2018. Karakterisasi morfologi tumbuhan mangrove di pantai
mangkang mangunharjo dan desa bedono demak sebagai sumber belajar
berbentuk herbarium pada mata kuliah sistematika tumbuhan, fakultas sains
dan teknologi Universitas islam negeri walisongo Semarang.
Anugrah Humas. 2019. Peresmian Jalan Titian Obyek Wisata Mangrove Rewataa
Program Pisew (Program Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah) 2018.
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan.
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Ghufran, M. dan Kordi, K.M. 2012. Ekosistem Mangrove: potensi, fungsi, dan
pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.
Hamzah.(2010). Tumbuhan Mangrove.Jakarta :Erlangga
Hayati, N. (2015). Taksonomi Tumbuhan. Semarang: CV Karya Abadi.
Hasil wawancara dengan salah satu pengelola Mangrove Rewata’a pamboang 20
Februari 2020
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori Dan Praktik,.(Jakarta:Bumi
Aksara,2013), hlm.87.
Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor.
Lexy J, Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif, hlm. 160
Muryani, C. 2017. Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Di Desa Tanggul Tlare
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Jurnal Ilmu Lingkungan.
Nugroho, I. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta. 362p.
Novia rahmawati 2018, Estimasi Nilai Ekonomi dan Analisis Keberlanjutan Kawasan
Ekowisata Mangrove Pantai Indah Kapuk (PIK), Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yokyakarta, Pustaka Pelajar, 1997), hlm.21.
Saputro, GB., S. Hartini, S. Sukardjo, Al. Susanto & A. Poniman (Penyunting), 2009.
Peta Mangroves Indonesia. Pusat Survey Sumber Daya Alam Laut, Badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTA- NAL) 329 hlm
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif Dan R&D, cetakan ke 8,
(Bandung:CV.ALFABETA,2009), HLM 217-218
Suharsimi Arikunto, prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, edisi revisi VI,
(Jakarta:Rineka Cipta,2006), hlm.16

Anda mungkin juga menyukai