Anda di halaman 1dari 2

Nama : Nurul khaerah

Nim : Stk220015

Prodi : Ilmu kelautan

EKOSISTEM MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS ESTETIKA DAN EDUKASI DI LANTEBUNG


KELURAHAN BIRA KECAMATAN TAMALANREA KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

A. Latar Belakang
Hutan mangrove sebagai sumber daya alam hayati mempunyai keragaman potensi yang memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat yang dirasakan dapat berupa produk, jasa, estetika dan juga
informasi edukasi yang dapat mendukung terselenggaranya proses pendidikan yang relevan di wilayah
sekitar. Pemanfaatan potensi tersebut apabila dimaksimalkan akan memberikan tambahan pendapatan
dan bahkan merupakan penghasilan utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.

Ekosistem mangrove sebagai pariwisata merupakan sarana untuk mendukung konservasi lingkungan
yang sesuai dengan kondisi dimana wisatawan saat ini cukup peka terhadap masalah lingkungan, maka
konsep-konsep pariwisata harus ada upaya untuk dikembangkan sehingga timbul inovasi-inovasi baru
dalam kepariwisataan. Salah satu konsep parawisata yang sedang marak adalah ekowisata, dengan
berbagai teknik pengelolaan sumber daya pesisir yang berbasiskan estetika dan edukasi yang di
laksanakan secara terpadu.

Ekosistem Mangrove memiliki fungsi yang sangat kompleks dari segi fisik, ekologi, ekonomi dan sosial
budaya antara lain fungsi fisik sebagai peredam gelombang laut, angin badai, penahan lumpur, penjerat
sedimen dan pelindung pantai dari proses abrasi; fungsi ekologi sebagai penghasil detritus, tempat
pemijahan (spawning grounds), tempat pengasuhan (nursery grounds) dan tempat mencari makan
(feeding grounds) bagi biota laut tertentu; fungsi ekonomi berpotensi sebagai tempat rekreasi dan mata
pencarihan bagi masyarakat sekitar; sedangkan fungsi sosialbudaya sebagai areal pengembangan
budaya, konservasi dan pendidikan.

Ekowisata merupakan salah satu pendekatan untuk mewujudkan pembangunan wilayah pesisir yang
berkelanjutan. Menurut Hadinoto (1996), dan ekowisata adalah suatu bentuk kegiatan pariwisata yang
memanfaatkan keaslian lingkungan alam, dimana terjadi interaksi antara lingkungan alam dan aktivitas
rekreasi, konservasi dan pengembangan, serta antara penduduk dan wisatawan. Dari definisi tersebut
dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekowisata mengintegrasikan kegiatan pariwisata, konservasi, dan
pemberdayaan masyarakat lokal, sehingga masyarakat setempat dapat ikut serta menikmati keuntungan
dari kegiatan wisata tersebut melalui pengembangan potensi- potensi lokal yang dimiliki

Pengembangan ekowisata mangrove perlu dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat sekaligus memberikan edukasi tentang pentingnya konservasi hutan mangrove. Konsep
ekowisata yang diterapkan di hutan mangrove dapat dijadikan sebagai pendekatan dalam
memanfaatkan sumberdaya yang berwawasan lingkungan (Salakory, 2016). Bentuk pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya yang optimal merupakan teknik yang tepat untuk melestarikan sumberdaya
alam (Takarendehang et al., 2018).

Luas Mangrove di Pulau Sulawesi sangat rendah jika dibandingkan dengan Pulau Papua, Sumatera,
Kalimantan dan Maluku. Luas Mangrove di Papua sebesar 1.497.724 Ha, di Sumatera 666.439 Ha, di
Kalimantan 735.887 Ha dan di Maluku 221.560 Ha. Sedangkan Luas Mangrove di Sulawesi hanya sebesar
118.891 Ha. Ini menunjukkan bahwa Mangrove di Sulawesi bila dibandingkan pulau-pulau tersebut
terbilang cukup rendah. Hutan Mangrove di Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Data dari Dinas
Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014 luas nya 28.945,3 Ha tapi hanya 5.238 Ha yang masih
masuk dalam kategori baik sisanya dalam kondisi rusak. Luas wilayah hutan mangrove di Kota Makassar
ini semakin menyusut dari tahun ke tahun disebabkan oleh tekanan berbagai pihak dalam pemanfaatan
Salah satu ekosistem mangrove di Kota Makassar adalah Mangrove Lantebung. Lantebung sendiri
terletak di kawasan pesisir utara Makassar, disana terdapat 379 KK yang bermukim. Luas hutan
Mangrove di Lantebung yaitu seluas 25 Hektare. Sebelah Utara luasnya sekitar 1.000 x 250 m dan
sebelah Selatan sekitar 700 x 50 m. Di sana di tumbuhi dengan tanaman bakau dan api-api. Luas hutan
Mangrove di Kawasan Lantebung ini menyusut setiap tahun karena adanya reklamasi yang dilakukan
setiap tahun. Kerusakan pada hutan Mangrove Lantebung ini berdampak pada masyarakat sekitar yang
semakin minim air bersih dan rumahnya terendam banjir saat air laut pasang.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu untuk melakukan penilitian mengenai “Ekosistem
Mangrove sebagai Ekowisata berbasis Estetika dan Edukasi di lantebung Kelurahan bira Kecamatan
tamalanrea sulawesi selatan."
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka permasalahan pada penilitian ini adalah :

1. Bagaimana potensi ekosistem mangrove sebagai ekowisata


mangrove berbasis estetika yang ada di lantebung ?
2. Bagaimana potensi ekosistem mangrove sebagai ekowisata mangrove
berbasis edukasi di lantebung ?

Anda mungkin juga menyukai