I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Kondisi Umum .............................................................................................. 1
B. Kondisi Saat Ini ............................................................................................. 17
C. Kondisi Yang Diinginkan .............................................................................. 32
rpjp tnbabul
ii
2016-2025
DAFTAR TABEL
Tabel 5. Izin Pemanfaatan Air (IPA) dan Izin Pemanfaatan Energi Air
(IPEA) di TN Bantimurung Bulusaraung ............................................... 27
rpjp tnbabul
iii
2016-2025
DAFTAR GAMBAR
rpjp tnbabul
iv
2016-2025
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 10. Peta Areal Pemanfaatan Air dan Energi Air di Kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung
Lampiran 11. Peta Sebaran Gua Alam dan Gua Purbakala TN Bantimurung
Bulusaraung
rpjp tnbabul
v
2016-2025
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kondisi Umum
1. Letak dan Luas
Secara geografis Taman Nasional (TN) Bantimurung Bulusaraung
terletak diantara 119 34 17 - 119 55 13 Bujur Timur (BT) dan antara 4
42 49 - 5 06 42 Lintang Selatan (LS) yang berkedudukan di wilayah
Pemerintahan Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan
(Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan. Batas-batas kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Kabupaten Pangkep, Barru dan Bone;
- Sebelah Timur : Kabupaten Maros dan Kabupaten Bone;
- Sebelah Selatan : Kabupaten Maros;
- Sebelah Barat : Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep.
Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung seluas 43.750 Ha ditunjuk
sebagai kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
Nomor SK.398/Menhut-II/2004.
rpjp tnbabul
1
2016-2025
2. Sejarah Kawasan
Alfred Russel Wallace, adalah naturalis berkebangsaan Inggris yang
pernah menjelajah Kepulauan Nusantara (The Malay Archipelago) dari tahun
1856 sampai dengan 1862. Sejak kembalinya ke Inggris sampai dengan tahun
1886, Wallace menerbitkan delapan belas dokumen, baik berupa catatan
maupun proceeding untuk Linnaean Zoological and Entomological Societies
yang menggambarkan atau mendeskripsikan koleksi speciemennya. Setelah
itu, ia kemudian menuliskan dan menerbitkan jurnal perjalanan eksplorasi
selama enam tahunnya yang berjudul The Malay Archipelago. Deskripsi
yang dibuat oleh Wallace pada saat itu menjadi pembuka tabir keunikan
khasanah keanekaragaman hayati nusantara dan menggugah kekaguman para
ilmuwan dan naturalis. Wallace sangat terpesona oleh keunikan ekosistem
Sulawesi dan pulau-pulau satelitnya, dan memberinya inspirasi pencetusan
teori biogeografi (Neo-Darwinism) yang menjadi sumbangan sangat berharga
buat sang pencetus teori evolusi Charles Robert Darwin. Wallace melakukan
eksplorasi flora dan fauna di kawasan Maros dari tanggal 11 Juli 1857 sampai
dengan awal Nopember 1857 dan berhasil mengumpulkan cukup banyak
koleksi speciemen di wilayah Maros. Wallace sendiri memberikan julukan
The Kingdom of Butterfly untuk kawasan Bantimurung dan sekitarnya.
Antara dekade 1970-1980, di kawasan Karst Maros-Pangkep telah
ditunjuk dan/atau ditetapkan 5 unit kawasan konservasi seluas 11.906,9 Ha.
Air terjun Bantimurung yang terkenal sejak kunjungan Wallace dijadikan
kawasan konservasi sejak tahun 1919 dengan luas 18 Ha berdasarkan
Gouvernements Besluits tanggal 21-2-1919 No. 6 Staatblad No. 90. Kawasan
Bantimurung karena potensi wisata tirta, panorama alam dan gua-gua
alamnya, ditunjuk kembali menjadi kawasan konservasi taman wisata alam
dengan nama TWA. Bantimurung seluas 118 Ha berdasarkan Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 237/Kpts/Um/3/1981 tanggal 30 Maret 1981.
Kawasan hutan di sekitar Pattunuang Asue ditetapkan menjadi kawasan
konservasi taman wisata alam dengan nama TWA. Gua Pattunuang seluas
1.506,25 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 59/Kpts-
II/1987 tanggal 12 Maret 1987. Sebagian kawasan karst Bantimurung,
rpjp tnbabul
2
2016-2025
ditunjuk menjadi kawasan konservasi cagar alam dengan nama CA.
Bantimurung seluas 1.000 Ha berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian
Nomor : 839/Kpts/Um/11/1980 tanggal 23 Nopember 1980. Tidak jauh
berbeda dengan pertimbangan tersebut di atas, kawasan karst dan hutan
pamah primer di wilayah sebelah Timur Bantimurung ditunjuk menjadi
kawasan konservasi cagar alam dengan nama CA. Karaenta seluas 1.000 Ha
berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 647/Kpts/Um/10/1976
tanggal 15 Oktober 1976. Berdasarkan hasil penataan batas CA. Karaenta
yang dilaksanakan pada tahun 1979/1980, luasnya definitifnya bertambah
menjadi 1.226 Ha. Kawasan konservasi yang lainnya adalah CA. Bulusaraung
ditunjuk menjadi kawasan konservasi berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 607/Kpts/Um/8/1980 tanggal 20 Agustus 1980.
Berdasarkan hasil penataan batas CA. Bulusaraung yang dilaksanakan pada
tahun 1999/2000, luasnya definitifnya berubah menjadi 8.056,65 Ha.
Penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung sendiri merupakan
perubahan fungsi dari beberapa kawasan hutan di Kab. Maros dan Kab.
Pangkep tersebut, yaitu kawasan dengan fungsi konservasi (CA. Karaenta,
CA. Bulusaraung, CA. Bantimurung, TWA. Bantimurung, TWA. Gua
Pattunuang), fungsi lindung, dan fungsi produksi. Setelah melalui kajian,
tahapan dan proses yang panjang dalam rangka penunjukan Kelompok Hutan
Bantimurung-Bulusaraung menjadi Taman Nasional, akhirnya pada tanggal
18 Oktober 2004 Menteri Kehutanan menerbitkan Keputusan Nomor
SK.398/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan pada
Kelompok Hutan Bantimurung-Bulusaraung seluas 43.750 Ha terdiri dari
Cagar Alam seluas 10.282,65 Ha, Taman Wisata Alam seluas 1.624,25
Ha, Hutan Lindung seluas 21.343,10 Ha, Hutan Produksi Terbatas seluas
145 Ha, dan Hutan Produksi Tetap seluas 10.335 Ha yang terletak di
Kabupaten Maros dan Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan menjadi Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung.
rpjp tnbabul
3
2016-2025
3. Progres Pengukuhan
Perkembangan penataan batas kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
sudah sepanjang 432,52 Km atau 90,44% dari total batas luar sepanjang
478,22 Km. Batas luar kawasan sepanjang 45,7 Km (9,56%) yang belum
dilaksanakan penataan secara definitif di lapangan hingga saat ini hanya
tersisa pada batas fungsi di sisi Utara (wilayah administratif Kabupaten
Pangkep) dan sisi Selatan (wilayah administratif Kabupaten Maros). Dengan
realisasi penataan batas yang belum temu gelang, maka proses penetapan
kawasan menjadi kawasan hutan tetap dengan keputusan Menteri Kehutanan
juga belum diterbitkan. Progres tata batas kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Progres Tata Batas Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
Total Panjang
No Progres Tata Batas
(km)
1. Sudah di tata batas dan direkonstruksi : 402,113
- Tahun 2006 sepanjang 62,88 km di Kec.
Minasatene dan Balocci di Kab. Pangkep
- Tahun 2007 sepanjang 200,87 km di Kec.
Minasatene dan Balocci di Kab. Pangkep
- Tahun 2008 sepanjang 138,363 km di Kec.
Tondong Tallasa, Kab. Pangkep
2. Sudah di tata batas tetapi BATB masih dalam 23,518
penyelesaian
3. Pemancangan batas sementara di lapangan 22,182
4. Sudah di tata batas tapi belum direkonstruksi 30,407
Total Panjang Batas 478,22
Sumber : TN Babul, 2015
4. Aksessibilitas
Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung dapat dicapai dari beberapa
sisi, yaitu dari sisi Selatan (Bantimurung, Kab. Maros) dan dari sisi Barat
(Balocci, Kab. Pangkep). Sisi Selatan atau tepatnya obyek wisata Air Terjun
Bantimurung berjarak 42 Km dari Kota Makassar, Ibukota Provinsi
Sulawesi Selatan. Jarak ini dapat ditempuh selama 60 menit. Untuk
pengunjung yang berasal dari luar provinsi atau pengunjung manca negara,
rpjp tnbabul
4
2016-2025
kawasan Bantimurung berjarak 21 Km dari Bandar Udara Internasional
Hasanuddin atau dapat dicapai dalam waktu 45 menit. Tersedia banyak
fasilitas angkutan umum untuk dapat mencapai lokasi ini sepanjang hari.
5. Kondisi Fisik
a) Topografi
Secara umum, kondisi fisik kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit sampai dengan bergunung.
Bagian kawasan yang bergunung terletak pada sisi Timur Laut kawasan
atau terletak pada Pegunungan Bulusaraung di Kecamatan Mallawa
Kabupaten Maros dan Gunung Bulusaraung sendiri di Kecamatan
Balocci Kabupaten Pangkep. Puncak tertinggi terletak pada ketinggian
1.565 m.dpl di sebelah Utara Pegunungan Bulusaraung. Puncak Gunung
Bulusaraung sendiri terletak pada ketinggian 1.315 m.dpl. Sisi ini
dicirikan oleh kenampakan topografi relief tinggi, bentuk lereng yang
terjal dan tekstur topografi yang kasar.
rpjp tnbabul
5
2016-2025
dan sedikit bergelombang, relief rendah dan tekstur topografi halus.
Bentuk permukaan seperti ini banyak dijumpai di antara perbukitan karst
yang berbentuk menara.
rpjp tnbabul
6
2016-2025
merupakan catchment area bagi beberapa sungai besar di Sulawesi
Selatan.
c) Iklim
Berdasarkan perhitungan data curah hujan yang dikumpulkan dari
beberapa stasiun yang ada di sekitar kawasan taman nasional, ditemukan
bahwa pada wilayah bagian selatan terutama bagian yang berdekatan
dengan kota Kabupaten Maros, seperti Bantimurung termasuk beriklim
tipe D (Schmidt dan Ferguson), sedangkan Bengo-Bengo, Karaenta,
Biseang Labboro, Tonasa dan Minasa Tene beriklim tipe C, sementara
pada bagian utara, terutama wilayah Kecamatan Camba dan Mallawa
termasuk kedalam tipe B.
Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung mengalami 4 empat zona
curah hujan, yakni curah hujan 2.250 mm, 2.750 mm, 3.250 mm dan
3.750 mm. Peta curah hujan memperlihatkan bahwa curah hujan 2.250
mm sampai 2.750 mm berada di bagian timur kawasan taman nasional.
Sebaliknya, curah hujan yang lebih tinggi yakni 3.250 mm sampai 3.750
mm, berada di bagian barat taman nasional dimana sekitar 75 % wilayah
cakupannya merupakan arael karst.
rpjp tnbabul
7
2016-2025
yakni yang pertama dikenal dengan kelompok Pangkajene dan yang
kedua disebut kelompok pegunungan bagian timur. Kedua lokasi ini
merupakan wilayah penyebaran vegetasi bukit karst dan lainnya
merupakan areal penyebaran vegetasi hutan dataran rendah.
Tingginya kandungan kalsium dan magnesium dari batuan kapur
yang mendominasi areal karst di wilayah tersebut, menyebabkan
terbatasnya jenis-jenis tumbuhan yang dapat hidup pada ekosistem
tersebut. Achmad (2011) melakukan penelitian vegetasi pada empat tipe
habitat, yakni daerah puncak, tebing, lereng dan lorong patahan di
wilayah yang dulu merupakan areal Taman Wisata Alam Gua
Pattunuang. Ia melaporkan adanya variasi jenis yang menyusun
kelompok vegetasi pada keempat tipe habitat tersebut. Bahkan ada jenis
yang ditemukan sangat spesifik berdasarkan tempat tumbuhnya.
Saat ini telah teridentifikasi sedikitnya 709 jenis tumbuhan yang
terdiri dari 14 family kelas monocotyledonae dan 86 family kelas
dicotyledonae. Di antaranya 43 jenis Ficus merupakan key species di
kawasan tersebut, 116 jenis Anggrek alam. Dari jumlah flora tersebut 6
jenis yang dilindungi, yaitu ebony (Diospyros celebica), palem (Livistona
chinensis, Livistona sp.), anggrek alam (Ascocentrum miniatum,
Dendrobium macrophyllum dan Phalaenopsis amboinensis).
Dari keluarga fauna, hingga saat ini tercatat sedikitnya 740 spesies
satwa liar di antaranya 33 jenis mamalia, 154 jenis burung, 17 jenis
Ailurops ursinus
taman nasional bantimurung bulusaraung
amphibia, 30 jenis reptil, 23 jenis ikan dan 240 jenisSulawesikupu-kupu
Selatan
rpjp tnbabul
8
2016-2025
jenis endemik antara lain adalah: Papilio blumei, Papilio polytes, Papilio
sataspes, Troides halyphron, Troides helena, Troides hypolithus, dan
Graphium androcles.
rpjp tnbabul
9
2016-2025
Diospyros celebica
Phalaenopsis amboinensis
Bostrychus sp
b) Potensi Ekowisata
Kekhasan dan keunikan ekosistem karst serta tingginya
keanekaragaman hayati kawasan menyimpan potensi yang dapat
dikembangkan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam. Julukan The
Kingdom of Butterfly yang diberikan oleh Alfred Russel Wallace
merupakan gambaran atas tingginya keanekaragaman jenis kupu-kupu di
Bantimurung dan sekitarnya. Kupu-kupu sendiri merupakan spesies
bendera (flag spesies) dan menjadi icon TN Bantimurung Bulusaraung.
Selain kupu-kupu terdapat jenis Macaca maura dan Tarisus fuscus yang
merupakan spesies endemik sulawesi yang terdapat di kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung. Potensi keanekaragaman hayati tersebut
menjadi salah satu obyek dan daya tarik wisata alam yang dapat
dikembangkan melalui kegiatan pengamatan satwa.
The Spectacular Tower Karst merupakan gambaran atas potensi
keindahan eksokarst yang menampilkan panorama alam yang indah dan
unik, serta endokarst dengan berbagai ornamen spleleothem juga
merupakan pesona alam yang indah dan menarik untuk tujuan wisata.
Sementara The Adventure Paradise merupakan gambaran atas potensi
rpjp tnbabul
10
2016-2025
wisata berbasis adventure tourism yang merupakan surga bagi para
petualang yang tidak banyak dijumpai ditempat lain seperti panjat tebing
(rock-climbing), penelusuran gua (caving), dan berbagai macam kegiatan
kepecintaan alam lainnya.
rpjp tnbabul
11
2016-2025
c) Potensi Air
Di kawasan Karst TN Bantimurung Bulusaraung terdapat potensi
cadangan air terutama endokarst yang memiliki jaringan gua berair yang
mengalirkan sungai bawah permukaan tanah (sun-terrain drainage)
antara lain Gua Salukkang Kallang, Leang Lompoa, Leang Lonrong,
Leang Kassi dan gua-gua lainnya. Keberadaan sumber daya air di
kawasan karst dimanfaatkan untuk menjamin ketersediaan air minum,
irigasi pertanian, wisata, industri dan sebagainya.
Secara ekonomi potensi air di kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung memiliki manfaat yang besar yaitu berkisar antara Rp 2,066
Triliun sampai 2,2 Triliun pertahun termasuk didalamnya pemanfaatan
untuk tujuan wisata.
Tabel 2. Total Nilai Manfaat Air di Kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung
rpjp tnbabul
12
2016-2025
Gambar 7. Potensi sumber air di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
rpjp tnbabul
13
2016-2025
etnis Makassar, sehingga masyarakat yang berada di wilayah tersebut
umumnya mampu berbahasa Bugis dan Makassar. Pada beberapa
kecamatan di Kabupaten Maros dan Pangkep, terdapat komunitas yang
menggunakan Bahasa Dentong dan Bahasa Makassar berdialek Konjo.
Sistem kepercayaan dan budaya masyarakat Maros, Pangkep dan Bone
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Bugis-Makassar dan Islam.
Nilai-nilai budaya yang berlaku masih dijunjung tinggi oleh sebagian
besar masyarakat di wilayah-wilayah ini.
Sebagai masyarakat agraris, dikenal berbagai kegiatan kebudayaan
yang berkaitan dengan aktifitas pertanian, mulai dari persiapan lahan,
penanaman dan panen. Semangat gotong royong dalam pembuatan atau
perbaikan saluran air, jalan desa dan ritual budaya masih terpelihara
dengan baik. Dalam penentuan waktu musim tanam dilakukan kegiatan
Tudang Sipulung yang dihadiri oleh masyarakat dan aparat desa.
Sedangkan kegiatan Mappadendang merupakan acara syukuran yang
dilaksanakan setelah musim panen padi. Disamping itu, dikenal berbagai
budaya lokal yang terkait dengan sistem kepemilikan (sanra, teseng, dan
pewarisan) dan perkawinan yang berkaitan dengan budaya agraris.
rpjp tnbabul
14
2016-2025
komponen-komponen lingkungan seperti : siklus hidrologi dan iklim
(komponen fisik/kimia), flora dan fauna (komponen hayati), serta
pengaruhnya terhadap sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat
(komponen sosekbud). Dengan demikian pengelolaan Kawasan Karst
Maros-Pangkep harus diarahkan pada sasaran tercapainya keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan antara manusia dengan kawasan tersebut;
tercapainya kelestarian fungsi kawasan karst; dan terkendalinya
pemanfaatan sumberdaya kawasan karst secara bijaksana. Dalam hal ini
perlu adanya keterpaduan di dalam pengelolaan kawasan Karst Maros-
Pangkep dengan mempertimbangkan kebijakan-kebijakan di sektor lain,
agar dampak lingkungan yang terjadi dari kegiatan-kegiatan di sektor lain
dapat memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
Sinergisitas pembangunan daerah Kabupaten Maros dan Pangkep
dengan upaya konservasi dan pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung
juga dapat dilihat dari beberapa peraturan dan kebijakan yang
dikeluarkan oleh Pemda Maros dan Pangkep, sebagaimana dirangkum
dalam Tabel 3.
Tabel 3. Peraturan dan kebijakan daerah yang mendukung pengelolaan
TN Bantimurung Bulusaraung
No Peraturan/kebijakan daerah Perihal
rpjp tnbabul
15
2016-2025
No Peraturan/kebijakan daerah Perihal
Selanjutnya direvisi dengan: Pembagian Hasil dan Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Bupati Maros Nomor 18 Penatausahaan Retribusi Masuk Taman Wisata
Tahun 2012 Bantimurung pada Kawasan Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung di kabupaten Maros
4 Keputusan Bupati Maros No. Pembentukan Tim Terpadu TN Bantimurung
172/KPTS/551.2/V/2011 Bulusaraung (untuk melaksana-kan kajian
dalam rangka pembuatan jaringan listrik ke
Dusun Tallasa dan pelebaran Jalan Poros
Maros-Bone)
Kabupaten Pangkep
1 Keputusan Bupati Pangkep No. 465 Penunjukan Desa Tompobulu Kecamatan
Tahun 2009 Balocci sbg Desa Wisata Berbasis Masyarakat
2 Peraturan Daerah Kabupaten Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Pangkep No. 12 Tahun 2011 Hidup
3 Keputusan Kepala Dinas Pengesahan Pengelola Jaringan Ekowisata
Kebudayaan & Pariwisata Dentong Desa Tompobulu, Kecamatan
Kabupaten Pangkep No. 255 tahun Balocci, Kabupaten Pangkajene dan kepulauan
2011 Periode Tahun 2011 2016
Sumber: Arsip Balai TN Bantimurung Bulusaraung
Di sisi yang lain, TN Bantimurung Bulusaraung juga memberikan
kontribusi pada pembangunan di Kabupaten Maros dan Pangkep, terutama
dari aktivitas penjagaan dan pengelolaan sumberdaya alam sebagai modal
pembangunan yang utama. Secara umum kontribusi pengelolaan TN
Bantimurung Bulusaraung terhadap pembangunan wilayah Kabupaten
Maros dan Pangkep dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kontribusi pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung terhadap
pembangunan wilayah Kabupaten Maros dan Pangkep
Nilai Guna Langsung Nilai Guna Tak Langsung
Obyek wisata alam (pemanfaatan obyek dan Sumberdaya pembangunan
daya tarik wisata): (Keanekaragaman hayati, sumber
Kab. Maros: plasma nutfah, estetika, budaya):
1. Pengelolaan wisata Bantimurung, Pattunuang, 1. Keanekaragaman jenis Flora
Karaenta, Bulusaraung. dan fauna
2. Wisata Bantimurung salah satu sumber 2. Potensi Plasma nutfah
PAD utama Kab. Maros 3. Potensi tanaman obat
3. Wisata budaya sejarah Leang-leang 4. Pendidikan konservasi dan
Kab. Pangkep: penelitian keanekaragaman
1. Pengembangan desa wisata Tompobulu hayati dan ekosistemnya
2. Wisata minat khusus pendakian Gunung 5. Potensi ekosistem karst
Bulusaraung 6. Warisan sejarah dan budaya
Seluruh wilayah: purba
1. Penetapan zona pemanfaatan yang dapat
dikembangkan bersama
2. Pengelolaan wisata minat khusus (susur gua,
atraksi satwa, trecking, hiking, climbing)
rpjp tnbabul
16
2016-2025
Nilai Guna Langsung Nilai Guna Tak Langsung
Potensi jasa lingkungan (Pemanfaatan jasa Fungsi ekologis (Pengatur system
lingkungan kawasan) : tata air, pencegah erosi dan
1. Potensi aliran air sungai untuk pengairan longsor, menyerap karbon,
lahan dan keperluan air bersih masyarakat pengatur iklim mikro, kawasan
(Sungai Bantimurung, S. Pattunuang, S. Pute, penyangga bagi daerah sekitar) :
dll.) 1. Perlindungan dan pengamanan
2. Potensi air untuk PDAM (Bantimurung & kawasan dari gangguan dan
Leang londrong) ancaman penebangan,
3. Potensi aliran air untuk mikrohidro perambahan, perburuan dan
4. Pemanfaatan & budidaya lebah madu kebakaran hutan dan lahan
5. Pemanfaatan buah kemiri, madu, nira aren, 2. Inventarisasi potensi jasa
oleh masyarakat lingkungan yang dapat
6. Potensi pengembangan pendanaan karbon dikembangkan
dari skema REDD 3. Rehabilitasi kawasan
Sumber : Diolah dari laporan TN Bantimurung Bulusaraung
rpjp tnbabul
17
2016-2025
serupa dengan karst yang ada di China Selatan dan Vietnam. Tipe Karst
Maros-Pangkep memang berbeda dengan karst yang ada di tempat lain yang
pada umumnya berbentuk Conicall Hill Karst atau perpaduan dari keduanya.
Karakteristik eksokarstnya dikatakan sebagai bentukan karst yang terindah
kedua setelah kawasan karst yang telah ditetapkan sebagai warisan alam
dunia di Halong Bay Vietnam. Karst Maros-Pangkep juga merupakan
kawasan karst terluas kedua setelah karst yang ada di China bagian Selatan.
Geomorfologi karst yang berbentuk karst menara tersebut kemudian dalam
beberapa referensi disebut sebagai The Spectacular Tower Karst.
Potensi eksokarst dan endokarst pada ekosistem tersebut selain dapat
dimanfaatkan untuk aktivitas wisata mass tourism seperti wisata tirta, juga
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata petualang (adventure tourism)
seperti caving, tracking, hiking, climbing, camping dan kegiatan wisata
petualangan lainnya. Gua merupakan objek yang sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai objek wisata minat khusus selain climbing.
Sebagaimana umumnya kawasan karst, kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung pun kaya akan gua-gua alam dengan ornamen unik dan khasnya.
Bahkan karst Maros-Pangkep disebut-sebut sebagai kawasan karst yang
paling terkenal di Indonesia karena lansekapnya yang spesifik dan ornamen
gua terindah dimana aktivitas caving atau selusur gua dapat dilakukan di
banyak tempat pada kawasan karst tersebut. Gua-guanya terkenal dengan
ukurannya yang besar dan terpanjang di Asia Tenggara dengan dekorasi
terbagus (Expedition Thai-Maros, 1985:1986). Diantaranya adalah Gua
Salukkang Kallang yang merupakan gua horisontal sepanjang 12.463 Meter
dengan berbagai keindahan stalaktit, stalagmit, pilar, canopy, drappery,
gourdam dan pantulan kilap kristal kalsit yang mengkilap di dalam gua.
Sementara Gua Leang Pute merupakan gua vertikal single pitch terdalam
dengan kedalaman 273 Meter. Potensi kekhasan dan keunikan eksositem
karst untuk tujuan aktivitas wisata petualang (adventure tourism) tersebut
telah menjadi idola bagi para petualang, yang kemudian mereka
menyebutanya sebagai The Adventure Paradise.
rpjp tnbabul
18
2016-2025
Gambar 8. Kegiatan Adventure Tourism TN Bantimurung Bulusaraung
rpjp tnbabul
19
2016-2025
Saat ini, kondisi kekhasan dan keunikan ekosistem karst TN
Bantimurung Bulusaraung masih relatif aman dan terjaga dengan baik
dibandingkan dengan ekosistem karst diluar kawasan taman nasional yang
telah terdapat kegiatan industri pertambangan (semen, marmer, dll), namun
demikian bukan berarti TN Bantimurung Bulusaraung aman dari gangguan
dan ancaman. Aktivitas pertambangan tersebut, berpotensi mengganggu
keanekaragaman hayati dan ekosistem karst bahkan akan berdampak pada
hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap spesies
penting ekosistem karst di masa mendatang. Potensi gangguan dan ancaman
lainnya adalah masih terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap
tahun bahkan frekuensi kejadiannya cenderung meningkat dalam 3 tahun
terakhir.
rpjp tnbabul
20
2016-2025
Aceros cassidix
Sus celebensis
Ailurosp ursinus
rpjp tnbabul
21
2016-2025
Gambar 11. Sebaran Spesies Prioritas TN Bantimurung Bulusaraung
rpjp tnbabul
22
2016-2025
Diantara spesies tersebut seperti kupu-kupu, angrek alam dan kayu
hitam memiliki nilai ekonomi cukup tinggi, sehingga cukup rentan dan
berpotensi untuk dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab. Data dan informasi flora dan fauna penting dan bernilai
ekonomi tersebut telah tersedia untuk beberapa jenis seperti kupu-kupu
(dilindungi), Macaca maura, Tarsius fuscus dan anggrek alam sementara
spesies lainnya baru ditahap data sebaran dan jumlah jenis, sehingga perlu
dilakukan penguatan data dan informasi terhadap spesies dimaksud.
Dalam rangka menjamin upaya pengawetan jenis flora dan fauna di
kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, upaya dan perlakuan khusus
terhadap flora fauna yang bernilai penting dan bernilai ekonomi tinggi
dilakukan melalui pengembangan sanctuary spesies maupun pengelolaan
demplot. Sanctuary spesies di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
diarahkan untuk jenis Tarsius fuscus dan jenis kupu-kupu, sementara
pengelolaan demplot dilakukan untuk jenis anggrek alam dengan fungsi
utama sebagai pusat pengembangan satwa endemik dan alternatif ODTWA.
3. Ekowisata
Pemanfaatan ekowisata kawasan TN Bantimurung Bulusaraung terletak
pada wilayah-wilayah yang saat ini ditetapkan sebagai zona pemanfaatan,
walaupun pada zona rimba dapat pula dilaksanakan kegiatan wisata terbatas
atau yang sifatnya minat khusus. Lokasi-lokasi tersebut ditetapkan
berdasarkan kriteria keunikan dan keindahan potensi serta berdasarkan
pertimbangan prioritas pengembangan obyek. Saat ini terdapat 7 site prioritas
yang akan dikembangkan untuk tujuan wisata atau lebih dikenal dengan The
Seven Wonders.
1) Kawasan Wisata Bantimurung seluas 48,60 Ha dengan obyek dan daya
tarik berupa Air Terjun Bantimurung, Gua Mimpi, Gua Batu, Telaga
Kassi Kebo, Telaga Toakala, Mata Air Bidadari (Jamala), serta
Penangkaran Kupu-kupu. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat
dilakukan di dalam kawasan ini antara lain wisata tirta, selusur gua,
pengamatan satwa, camping, hill walking, dan panjat tebing.
rpjp tnbabul
23
2016-2025
The Seven Wonders
taman nasional bantimurung bulusaraung
Sulawesi Selatan
rpjp tnbabul
24
2016-2025
kedalaman -273 m. Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di
dalam kawasan ini antara lain selusur gua, pengamatan satwa, dan
camping.
5) Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang seluas 2,25 Ha dengan obyek dan
daya tarik berupa Gua Prasejarah Leang Pettae dan Leang Petta Kere.
Kedua gua prasejarah ini adalah gua yang ditemukan pertama kali oleh
Sarasin bersaudara pada awal abad ke-19 dalam ekplorasi arkeologinya
di Sulawesi. Di dalam kedua gua terdapat peninggalan lukisan-lukisan
dinding gua serta benda-benda purbakala lainnya.
6) Kawasan Pegunungan Bulusaraung seluas 137,29 Ha dengan obyek dan
daya tarik berupa dengan obyek dan daya tarik berupa Desa Wisata
Tompobulu, dan Gunung Bulusaraung. Aktifitas wisata yang dapat
dilakukan di dalam kawasan ini antara lain hill walking, camping dan
pengamatan satwa.
7) Kawasan Permandian Alam Leang Londrong seluas 51,57 Ha dengan
obyek dan daya tarik berupa Gua Leang Londrong dan aliran sungai yang
berasal dari dalam gua. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan di dalam
kawasan ini antara lain wisata tirta, selusur gua, hill walking, camping
dan pengamatan satwa.
Empat site dari The Seven Wonders tersebut telah berkonstribusi positif
terhadap peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pertahun rata-
rata 1,2 Milyar dengan tingkat kunjungan wisatawan rata-rata 500.000 orang.
Dimana jumlah kunjungan dan PNBP tertinggi dari kawasan Bantimurung,
kemudian diikuti Pattunuang, Tompobulu, dan Karaenta. Sementara Leang
leang, Leang Lonrong dan Leang Pute masih tahap prakondisi. Atas
pengelolaan The Seven Wonders tersebut menjadikan TN Bantimurung
Bulusaraung sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara bukan pajak
terbesar dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi di
Indonesia.
Tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa lingkungan
tersebut masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam pengelolaannya, antara
lain adalah keterbatasan sumber daya pengelola site, keterbatasan sarana dan
rpjp tnbabul
25
2016-2025
prasarana, beberapa site masih dikelola oleh pemerintah daerah seperti leang-
leang dan leang lonrong, pola pemanfaatan melalui mekanisme Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) masih sangat terbatas. Selain itu,
tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam
tersebut masih didominasi oleh wisata massal (mass tourism) dibandingkan
dengan kegiatan ekotourism. Aktivitas wisata yang mendukung ekotourism
seperti wisata minat khusus berbasis kegiatan wisata petualang (adventure
tourism) yang merupakan ciri khas wisata karst belum berkembang dan
belum terkelola secara sistematis.
4. Catchment Area
Dari aspek tata air, kawasan karst merupakan reservoir air raksasa yang
sangat strategis kedudukannya dalam menunjang berbagai kepentingan.
Kemampuan bukit karst dan mintakat epikarst pada umumnya mampu
menyimpan air selama tiga hingga empat bulan setelah berakhirnya musim
penghujan, sehingga sebagian besar sungai bawah tanah dan mata air di
kawasan karst mengalir sepanjang tahun dengan kualitas air yang baik.
Dengan formasi geologi utama berupa batuan kapur, kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung merupakan catchment area bagi beberapa sungai
besar di Sulawesi Selatan.
rpjp tnbabul
26
2016-2025
dan dikelola secara bijak untuk memastikan ketersediaan debit air dalam
kawasan dan pola pemanfaatannya (komersial dan non komersial) secara
terkendali.
rpjp tnbabul
27
2016-2025
Sejumlah izin pemanfaatan air tersebut di atas dianggap masih kurang
dibandingkan dengan potensi sumber air dan banyaknya pihak yang
teridentifikasi memanfaatkan air dari kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.
5. Pemanfaatan Tradisional
Saat ini terdapat aktifitas pemanfaatan secara tradisional pada Zona
Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung antara lain adalah eks areal hutan
kemasyarakatan (HKm) di Dusun Pattiro Desa Labuaja Kec. Cenrana Kab.
Maros. Awalnya, Program Hutan kemasyarakatan yang dikelola dengan
sistem tumpangsari oleh BPDAS Jeneberang Walanae bekerjasama dengan
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Maros berada di hutan Produksi. Jenis
tanaman yang dikembangkan adalah penanaman jenis Kemiri (Aleurites
moluccana) yang merupakan tanaman penghasil buah yang bernilai ekonomi
dan telah menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat secara turun
termurun. Eks HKm yang terletak di hutan produksi tersebut menyisakan
permasalahan ketika kemudian dirubah fungsinya menjadi taman nasional.
Oleh karena itu, kemitraan pengelolaan zona tradisional areal hutan eks-HKm
tersebut diharapkan menjadi solusi dari keberlanjutan pemanfaatan dan
pengelolaan oleh masyarakat.
Zona tradisional lainnya yang menjadi target prioritas pengelolaan
adalah zona tradisional di Dusun Amarae dan Padang Loang untuk
mengakomodir aktifitas pengembalaan masyarakat yang telah ada sebelum
penunjukan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung.
rpjp tnbabul
28
2016-2025
lingkungan kawasan serta potensi keanekaragaman hayati yang
dihasilkannya. Nilai-nilai keekonomian tersebut antara lain berupa
pemanfaatan obyek dan daya tarik wisata alam, pemanfaatan sumberdaya
air dan pemanfaatan tradisional. Khusus wisata alam, TN Bantimurung
Bulusaraung telah mengembangkan 7 (tujuh) site wisata unggulan (The
Seven Wonders) dan telah menghasilkan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) yang cukup signifikan. Tingginya penerimaan negara atas
pemanfaatan jasa lingkungan tersebut masih terdapat kelemahan-
kelemahan dalam pengelolaannya, antara lain adalah pola pemanfaatan
melalui mekanisme Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) masih
sangat terbatas. Tingginya penerimaan negara atas pemanfaatan jasa
lingkungan wisata alam tersebut masih didominasi wisata massal (mass
tourism) dibandingkan dengan kegiatan ekotourism. Nilai keekonomian
lainnya adalah intensifikasi dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air
melalui perizinan (IPA/IUPA dan IPEA/IUPEA) masih terbatas, dan
sebagian besar berupa pemanfaatan untuk tujuan non komersil.
Begitupula dengan aktivitas pemanfaatan tradisional oleh masyarakat
yang baru berjalan pada satu lokasi, sementara lokasi lainnya
diwacanakan terlaksana dalam periode perencanaan ini.
2. Efektivitas Pengelolaan Kawasan. Optimalisasi pengelolaan kawasan
taman nasional yang telah diimplementasikan selama ini dianggap belum
efektif untuk menjaga dan menjamin keutuhan kawasan. Implementasi
pengelolaan taman nasional berbasis resort yang diterapkan baru
memasuki tahap perkembangan yang artinya bahwa tahap prakondisi
mendukung dan implementasinya intensif, namun demikian masih perlu
terus ditingkatkan. Kualitas dan kuantitas pegawai yang tidak merata,
sarana dan prasarana yang kurang memadai, serta anggaran terbatas yang
hanya mengandalkan APBN menjadi salah satu faktor penghambat dalam
optimalisasi pengelolaan kawasan. Hal lainnya yang menghambat belum
efektifnya pengelolaan kawasan adalah status hukum kawasan yang
belum definitif menyebabkan kurang kuatnya bargaining TN
Bantimurung Bulusaraung dalam berbagai permasalahan tenurial, sistem
rpjp tnbabul
29
2016-2025
Zonasi yang seharusnya dapat menjadi solusi dalam penyelesaian
permasalahan juga belum sepenuhnya mampu mengatasi konflik yang
terjadi. Perlu mendorong pemantapan pengelolaan berbasis resort,
percepatan penandaan zona dan implementasi tata kelola dalam zona
tertentu dengan masyarakat serta mendorong percepatan penetapan
kawasan secara definitif.
3. Kerentanan Keanekaragaman Jenis Spesies, Genetik dan
Ekosistemnya. Kawasan karst yang terlingkup dalam kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung merupakan satu kesatuan ekosistem dengan
kawasan karst Maros Pangkep. Pada kawasan karst Maros Pangkep
(diluar taman nasional) telah terdapat aktivitas industri pengolahan
semen dan indutri lainnya. Hal ini berpotensi mengganggu
keanekaragaman hayati dan ekosistem karst bahkan akan berdampak
pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik terhadap
spesies penting ekosistem karst di masa mendatang. Gangguan dan
ancaman lainnya adalah berkembangnya jenis tanaman invasif/eksotik
seperti jenis Kembang kecrutan (Spathodea campanulata P. Beauv.)
yang mengivansi kawasan dan mengganggu jenis tanaman asli ekosistem
TN Bantimurung Bulusaraung.
4. Data dan Informasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem.
Ekositstem (Karst) TN Bantimurung Bulusaraung menjadi rumah bagi
sekurang-kurangnya 709 spesies flora dan 740 spesies fauna dengan
berbagai potensi yang dimilikinya. Dari jumlah spesies tersebut terdapat
8 jenis yang merupakan spesies kunci ekosistem tersebut. Data dan
informasi masing-masing spesies kunci tersebut belum tersedia secara
sistematis dalam sebuah data base, kecuali jenis Macaca maura yang
telah dilakukan pemantauan secara intensif sejak tahun 2010. Data
jumlah jenis spesies lainnya yang telah terdokumentasi dengan baik
adalah Tarisus fuscus, dan jenis kupu-kupu baik melalui pengamatan
dilapangan maupun melalui demplot pengamatan. Data dan informasi
flora dan fauna masih perlu digali dan dilakukan penyempurnaan untuk
menyediakan data dan informasi yang valid dan reliable.
rpjp tnbabul
30
2016-2025
5. Perlindungan dan Pengamanan Keanekaragaman Hayati dan
Ekosistemnya. Sumber daya alam hayati dan ekosistem taman nasional
belum sepenunya bebas dari gangguan dan ancaman. Indikator
ganggungan dan ancaman tersebut adalah masih adanya temuan kasus
pelanggaran bidang kehutanan dan kejadian kebakaran di kawasan taman
nasional. Potensi ancaman dan ganguan lainnya adalah adanya konflik
dalam pengelolaan kawasan, yaitu konflik terkait dengan tata batas
kawasan dan konflik pemanfaatan Sumber Daya Alam Hayati (SDAH).
Konflik terkait dengan pemanfaatan SDAH antara lain klaim status
kepemilikan lahan dan tanaman tertentu oleh masyarakat, rendahnya
pemahaman masyarakat yang berinterkasi langsung dengan kawasan,
serta potensi karst sebagai bahan baku semen. Belum optimalnya
sosialisasi, koordinasi dan kerjasama antar pihak dalam upaya
perlindungan, pengamanan serta penegakan hukum yang dibarengi
dengan keterbatasan sumber daya (personil, anggaran dan sarpras)
dibidang perlindungan dan pengamanan turut menghambat upaya untuk
menekan gangguan dan ancaman sumber daya alam hayati dan ekosistem
taman nasional.
6. Kerjasama Penyelenggaraan. Kerjasama penyelenggaraan yang telah
berjalan baik dalam bentuk nota kesepahaman maupun penerbitan/
penandatanganan surat perjanjian kerjasama (MoU). Saat ini telah terjalin
kerjasama pengelolaan kawasan sebanyak 4 MoU baik dalam rangka
penguatan fungsi kawasan maupun pembangunan strategis yang tidak
dapat dielakkan. Sejumlah MoU tersebut dianggap masih kurang jika
dibandingkan dengan banyaknya pihak (stakeholder) yang memiliki
kepentingan dan pengaruh yang beragam dalam pengelolaan taman
nasional. Kepentingan dan pengaruh stakeholder tersebut perlu dipayungi
secara bijak melalui kerjasama pengelolaan kawasan.
7. Dukungan Manajemen. Aktivitas dukungan manajemen masih perlu
ditingkatkan, karena keberhasilan pencapaian upaya konservasi
keanekaragaman hayati dan ekosistem taman nasional sangat dipengaruhi
oleh faktor sumberdaya manusia, kelembagaan, sarana dan prasarana,
rpjp tnbabul
31
2016-2025
serta perencanaan dan evaluasi. Kapasitas personil pengelolan kawasan
perlu terus diupayakan melalui berbagai cara, antara lain melalui sistem
pola karier yang tertata dengan baik, standar kompetensi keahlian
(expertise), prasyarat jabatan yang memadai, serta distribusi beban kerja
yang merata. Selain itu perlu upaya peningkatan sarana dan prasarana
pengelolaan, sistem penganggaran yang tidak hanya mengandalkan
APBN, serta terus menjalin hubungan yang baik, serta meningkatkan
koordinasi dan konsultasi dengan stakeholder terkait.
rpjp tnbabul
32
2016-2025
a) Faktor Internal Bersifat Strategis
1) Kekuatan (Strenght)
Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen
kekuatan (strength) dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai
komponen kekuatan.
Nilai Pengaruh
Faktor Strategis
Bobot Nilai Jumlah
S.1 Bentang Alam berupa Ekosistem Karst dengan 0,25 4 1,0
Gejala dan Keunikan yang Khas
S.2 Terdapat 7 Site Wisata Alam yang siap 0,2 4 0,8
dikembangkan sebagai Destinasi Ekowisata
S.3 Sebagai Penyuplai Air (Sumber Air) berbagai 0,2 3 0,6
Aktivitas Masyarakat Disekitarnya
S.4 Memiliki Keanekaragaman hayati yang tinggi 0,2 4 0,8
berupa flora dan fauna endemik/flag spesies
S.5 Tingkat Efektifitas Pengelolaan Kawasan 0,15 3 0,45
Cukup Tinggi
Jumlah 1 3,65
2) Kelemahan (Weakness)
Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen
kelemahan (weakness) dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai
komponen kelemahan.
Nilai Pengaruh
Faktor Strategis
Bobot Nilai Jumlah
W.1 Terbatasnya Sumber Daya Pengelolaan 0,3 3 0,9
W.2 Belum Selesainya Proses Pengukuhan 0,3 2 0,6
Kawasan
W.3 Belum Optimalnya Pengelolaan Potensi 0,2 3 0,6
Kawasan
W.4 Masih Terbatasnya Kesepakatan Kerja 0,2 2 0,4
Sama Pengelolaan
Jumlah 1 2,5
rpjp tnbabul
33
2016-2025
b) Faktor Eksternal Bersifat Strategis
1) Peluang (Opportunity)
Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen
peluang (opportunity) dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai
komponen peluang.
Nilai Pengaruh
Faktor Strategis
Bobot Nilai Jumlah
O.1 Baiknya Sinergisitas Pengelolaan Wisata 0,3 4 1,2
Alam
O.2 Tingginya Animo Wisata dan Kebutuhan 0,3 4 1,2
Masyarakat terhadap sumber daya air
O.3 Meningkatnya Dukungan Para Pihak dalam 0,2 3 0,6
Penyelematan Ekosistem Karst Maros-
Pangkep
O.4 Adanya Kebijakan yang Mengatur 0,2 3 0,6
Kerjasama Pengelolaan Kawasan
Jumlah 1 3,6
2) Ancaman (Threat)
Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen
ancaman (threat) dalam pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai
komponen ancaman.
Nilai pengaruh
Faktor strategis
Bobot Nilai Jumlah
T.1 Masih adanya gangguan dan ancaman 0,4 3 1,2
terhadap keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya
T.2 Adanya Jalan Nasional yang Melintasi 0,2 2 0,4
Kawasan
T.3 Tingginya Akses dan Ketergantungan 0,4 3 1,2
Masyarakat terhadap SDA&E TN Babul
Jumlah 1 2,8
rpjp tnbabul
34
2016-2025
2. Proyeksi
Dari tabel tersebut didapatkan nilai IFAS (selisih kekuatan dan
kelemahan) sebesar 3,65 2,50 = 1,15, sedangkan nilai EFAS (selisih
peluang dan ancaman) sebesar 3,6 2,8 = 0,8 berdasarkan nilai tersebut maka
diperoleh posisi strategis pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung
sebagaimana terlihat pada Gambar 16.
Peluang
III I
(1,15;0,8)
Kelemahan Kekuatan
n
IV II
Ancaman
rpjp tnbabul
35
2016-2025
Tabel 10. Matriks strategi hasil Analisis SWOT
rpjp tnbabul
36
2016-2025
Berdasarkan hasil identifikasi faktor kekuatan, kendala, peluang dan
ancaman dengan menggunakan analisa SWOT, maka dirumuskan strategi
pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung, sebagai berikut :
1. Melakukan perlindungan ekosistem dan pengelolaan spesies bernilai penting
bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung;
2. Melakukan pengelolaan ekowisata berbasis potensi kekhasan dan keunikan
ekosistem (karst) pada 7 site prioritas (the seven wonders) dengan
memanfaatkan baiknya hubungan dan sinergitas pengelolaan wisata, dan
tingginya tingkat kunjungan wisatawan;
3. Melakukan penataan dan pengaturan pemanfaatan air untuk memenuhi
kebutuhan sumber air bagi aktivitas masyarakat dan pihak lainnya melalui
sistem perizinan;
4. Mengintensifkan kegiatan penelitian, pendidikan konservasi dan
pengembangan ilmu pengetahuan dalam pengelolaan potensi kawasan dengan
adanya dukungan para pihak dalam penyelamatan keanekaragaman hayati
dan ekosistem karts Maros-Pangkep.
Meskipun prioritas strategi yang dipilih adalah strategi agresif, namun
berbagai kelemahan dan ancaman yang ada tetap harus dihadapi dengan strategi
sebagai berikut :
1. Meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan
potensi kawasan;
2. Membangun kerjasama dalam rangka optimalisasi pengelolaan kawasan
dengan adanya kebijakan yang mengatur tentang kerjasama pengelolaan
kawasan;
3. Menjalin hubungan, komunikasi dan kerjasama yang baik dengan stakeholder
serta mendorong pecepatan proses pengukuhan kawasan (penetapan kawasan)
untuk meminimalkan ancaman dan gangguan kawasan;
4. Melakukan peningkatan sumber daya (SDM, Anggaran, dan Sarpras) dalam
pengelolaan potensi kawasan.
rpjp tnbabul
37
2016-2025
BAB II
VISI, MISI DAN TUJUAN PENGELOLAAN
A. Visi
Visi merupakan pernyataan sikap mengenai kondisi ideal kawasan yang
akan diwujudkan dalam jangka waktu tertentu di masa depan, dalam hal ini untuk
jangka waktu 10 tahun (2016-2025). Penentuan visi pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung tidak lepas dari nilai penting kawasan berdasarkan mandat
penunjukannya sebagai kawasan konservasi.
Berdasarkan sejarah penunjukan kawasan, Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung ditunjuk sebagai kawasan konservasi dengan pertimbangan
keberadaan ekosistem karst yang memiliki potensi sumberdaya alam dengan
keanekaragaman hayati yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam
dengan fenomena alam yang indah. Bentang alam yang unik tersebut dapat
dikembangkan sebagai laboratorium alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan
dan pendidikan konservasi alam serta kepentingan ekowisata. Ekosistem karst
tersebut juga merupakan daerah tangkapan air (catchment area) bagi kawasan di
bawahnya dan beberapa sungai penting di Provinsi Sulawesi Selatan.
Potensi kekhasan dan keunikan ekosistem karst dan keanekaragaman hayati
kawasan tersebut telah banyak dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pendidikan
konservasi, pengembangan ilmu pengetahuan serta pemanfaatan wisata alam.
Pemanfaatan jasa lingkungan kawasan (khususnya wisata alam) melalui
pengembangan 7 site prioritas The Seven Wonders TN Bantimurung
Bulusaraung telah berkonstribusi positif terhadap peningkatan penerimaan negara
bukan pajak (PNBP) pertahun rata-rata 1,2 Milyar dengan tingkat kunjungan
wisatawan rata-rata 500.000 orang. Hal tersebut menjadikan TN Bantimurung
Bulusaraung sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara bukan pajak
terbesar dari kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi di
Indonesia. Selain itu, ekosistem karst tersebut merupakan penyedia air bagi
aktivitas masyarakat disekitarnya termasuk aktivitas yang menunjang wisata alam
serta menjadi laboratorium alam bagi aktivitas penelitian, pendidikan konservasi
rpjp tnbabul
38
2016-2025
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kekhasan dan keunikan ekosistem berupa
bentang alam karst berbentuk tower, serta potensi gua karts yang tidak banyk
dijumpai ditempat lain menjadi surga bagi para petualang. TN Bantimurung
Bulusaraung juga dikenal ke segala penjuru dunia karena memiliki
keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang tinggi. Potensi tersebut dapat
dikembangkan untuk menunjang kegiatan wisata minat khusus di kawasan TN
Bantimurung. The Kingdom of Buterfly, The Spectacular Tower Karst dan The
Adventure Paradise merupakan julukan yang diberikan atas potensi kekhasan dan
keunikan ekosistem serta keanekaragaman hayati TN Bantimurung Bulusaraung.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka visi pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung adalah Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menjadi
Destinasi Ekowisata Karst Dunia. Melalui visi tersebut TN Bantimurung
Bulusaraung bercita-cita menjadi salah satu daerah tujuan ekowisata kelas dunia
berbasis kekhasan dan keunikan ekosistem (ekowisata karst) yang berkonstribusi
positif bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap
memegang prinsip-prinsip kelestarian ekosistemnya.
B. Misi
Berdasarkan visi tersebut, ditetapkan misi pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung, yaitu :
1. Mempertahankan keutuhan ekosistem karst dan keanekaragaman hayati
bernilai penting bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung;
2. Mengoptimalkan jasa lingkungan kawasan melalui pengembangan ekowisata
berbasis kekhasan dan keunikan ekosistem (ekowisata karst);
3. Meningkatkan fungsi ekosistem sebagai catchment area dan laboratorium
alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian dan pendidikan
konservasi; dan
4. Mewujudkan tata kelola ideal bagi Taman Nasional Bantimurung
Bulusaraung.
rpjp tnbabul
39
2016-2025
C. Tujuan Pengelolaan
Berdasarkan sejarah penunjukan kawasan, maka nilai penting kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung adalah keberadaan ekosistem karst yang memiliki
potensi sumberdaya alam dengan keanekaragaman hayati yang tinggi serta
keunikan dan kekhasan gejala alam dengan fenomena alam yang indah. Keunikan
dan kekhasan bentang alam tersebut akan dikembangkan sebagai laboratorium
alam untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan konservasi serta
kepentingan ekowisata. Ekosistem karst sebagai penyedia air bagi aktivitas
masyarakat di sekitaranya juga akan dioptimalkan dan diintensifkan
pemanfaatannya melalui sistem perizinan. Nilai penting ekosistem karst tersebut
perlu dijaga dan dipertahankan keberadaannya serta dimanfaatkan secara lestari
sesuai fungsi dan perannya. Nila penting kawasan tersebut jika dihubungkan
dengan visi dan misi yang ingin dicapai, maka arah dan tujuan pengelolaan TN
Bantimurung Bulusaraung dapat diilustrasi sebagaimana gambar 17.
Monitoring Aktifitas
Monitoring Mandat Pengelolaan
Manusia
Keutuhan dan
Aktivitas Manusia Pemanfaatan Karst Ekosistem Karst
rpjp tnbabul
40
2016-2025
Perlindungan ekosistem dan keanekaragaman hayati bernilai penting bagi
TN Bantimurung Bulusaraung ditujukan untuk mencegah dan membatasi
kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia, kebakaran hutan, invasi
tanaman jenis eksotik serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, investasi
serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaannya. Sementara pengawetan
tumbuhan dan satwa ditujukan untuk memepertahankan dan meningkatkan
populasi spesies bernilai penting bagi ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung
seperti jenis-jenis yang merupakan spesies kunci (key spesies), spesies bendera
(flag spesies), spesies endemik, spesies terancam punah dan spesies yang
dilindungi serta spesies lainnya yang bernilai ekonomi bagi masyarakat.
Dalam hal pemanfaatan, pengembangan ekowisata karst dianggap sebagai
konsep paling ideal dalam meningkatkan nilai keekonomian kawasan.
Pendekatan ekowisata berkelanjutan melalui pendekatan pengembangan kegiatan
pariwisata yang berorientasi pada kegiatan perjalanan wisata yang bertanggung
jawab di wilayah yang masih alami atau wilayah yang dikelola menurut kaidah
alam, yang menekankan aspek pembelajaran/ pendidikan, aspek kelestarian dan
peningkatan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Pengembangan wisata
ekologis diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan seoptimal mungkin unsur dan
material lokal, rancangan yang peka terhadap lingkungan serta partisipasi lokal
dalam pengembangan wisata alam. Pengembangan ekowisata karst tersebut
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta
menjadikan TN Bantimurung Bulusaraung sebagai salah satu daerah tujuan
wisata kelas dunia.
Pemanfaatan keanekaragaman hayati dan ekosistem TN Bantimurung
Bulusaraung lainnya adalah pemanfaatan yang menunjang aktivitas wisata,
pemanfaatan sumber daya air, pemanfaatan tradisional, pemanfaatan untuk
kegiatan penelitian, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
pemanfaatan untuk tujuan penguatan fungsi dan pembangunan strategis yang
tidak dapat dielakkan. Upaya-upaya pemanfaatan tersebut perlu dioptimalkan dan
diintensifkan melalui mekanisme perizinan maupun kerjasama pengelolaan.
Sementara aktivitas manusia terkait pemanfaatan keanekaragaman hayati
dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung merupakan tujuan sekunder dalam
rpjp tnbabul
41
2016-2025
pengelolaan TN Bantimurung Bulusaraung. Aktivitas pemanfaatan
keanekaragaman hayati dan ekosistem tersebut berpotensi mengganggu dan
mengancam keutuhan dan keberadaan ekosistem karst serta keanekaragaman
hayatinya, sehingga pemantauan, evaluasi serta kajian daya dukung kawasan perlu
diintensifkan untuk memastikan pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsi dan
peruntukannya.
rpjp tnbabul
42
2016-2025
BAB III
ZONA PENGELOLAAN
rpjp tnbabul
43
2016-2025
Tradisional, Zona Rehabilitasi, Zona Religi, Budaya dan Sejarah, serta Zona
Khusus. Zona dan revisi zona TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana tabel
11.
Tabel 11 Sistem zonasi TN Bantimurung Bulusaraung
Zonasi Awal Zonasi Menjadi +/-
No Jenis Zona/Kode Persentase Persentase
Luas (Ha) Luas (Ha)
(%) (%)
1 Zona Inti (ZI) 22.865,48 52,26 22.849,73 52,23 15,75
2 Zona Rimba (ZR) 9.997,21 22,85 10.435,84 23,85 (438,63)
3 Zona Pemanfaatan (ZP) 367,41 0,84 374,43 0,86 (7,02)
4 Zona Tradisional (ZTr) 4.349,77 9,94 4.374,05 10,00 (24,28)
5 Zona Rehabilitasi (Zre) 1.791,49 4,09 1.331,38 3,04 460,11
6 Zona Religi, Budaya dan 191,49 0,44 191,49 0,44 -
Sejarah (ZBS)
7 Zona Khusus (ZKh) 4.187,15 9,57 4.193,08 9,58 (5,93)
Jumlah 43.750 100 43.750 100 0
Zona Inti
Zona Inti adalah bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik
biota atau fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang
mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman
hayati. Zona Inti merupakan kawasan yang sangat sensitif dan memerlukan upaya
perlindungan secara ketat, terutama untuk perlindungan hidupan liar (flora dan
fauna) terpenting/kunci berikut habitatnya dan umumnya berupa habitat/hutan
rpjp tnbabul
44
2016-2025
primer. Zona ini merupakan bagian kawasan yang berada relatif jauh dari batas
kawasan dengan akses yang minimum.
rpjp tnbabul
45
2016-2025
menjadi taman nasional juga terwakili dengan baik di dalam Zona Inti. 66,11%
dari kawasan Karst seluas 19.767,33 ha yang ada di dalam kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung berada di dalam Zona Inti taman nasional.
Zona Rimba
Zona Rimba adalah adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi
dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada Zona Inti dan
Zona Pemanfaatan. Zona Rimba merupakan zona yang memerlukan upaya
perlindungan dan pelestarian serta merupakan zona peralihan antara Zona Inti
dengan Zona Pemanfaatan dan/atau zona lainnya, serta proses alami tetap menjadi
prioritas namun kegiatan manusia dalam batas tertentu masih diperkenankan dan
bahkan diperlukan dalam bentuk pembinaan habitat, pembinaan populasi dan
kegiatan pariwisata alam terbatas.
Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Rimba TN Bantimurung
Bulusaraung adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan dan pengamanan;
2. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya;
3. Pengembangan penelitian, pendidikan, wisata alam terbatas, pemanfaatan jasa
lingkungan dan kegiatan penunjang budidaya;
4. Pembinaan habitat dan populasi dalam rangka meningkatkan keberadaan
populasi hidupan liar;
5. Pembangunan sarana dan prasarana sepanjang untuk kepentingan penelitian,
pendidikan, dan wisata alam terbatas.
Zona Rimba TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas
10.435,84 ha atau sebesar 23,85% dari total luas taman nasional. Zona Rimba TN
Bantimurung Bulusaraung juga meliputi seluruh tipe ekosistem yang ada di dalam
kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam Zona Rimba adalah
ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 5.389,66 ha atau
sebesar 12,32% dari total luas kawasan taman nasional 4.554,06 ha atau sebesar
10,41% dari total luas kawasan taman nasional merupakan tipe ekosistem Karst
yang terwakili di dalam Zona Rimba. Adapun tipe ekosistem Hutan Pegunungan
rpjp tnbabul
46
2016-2025
Bawah terwakili di dalam Zona Rimba seluas 492,11 ha atau sebesar 1,12% dari
total luas kawasan taman nasional.
Zona Pemanfaatan
Zona Pemanfaatan adalah adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi
dan potensi alamnya, yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata
alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona Pemanfaatan merupakan zona
yang memiliki potensi fenomena alam yang menarik, dan secara fisik dan biologi
kurang sensitif untuk kepentingan pembangunan sarana dan prasarana fisik bagi
akomodasi pariwisata alam, jasa lingkungan dan pengelolaan taman nasional.
Zona Pemanfaatan ini merupakan pusat rekreasi dan kunjungan wisata serta jasa
lingkungan, yang dikembangkan pada lokasi-lokasi sesuai kondisi lingkungan
untuk kepentingan wisata alam dan jasa lingkungan.
Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Pemanfaatan TN
Bantimurung Bulusaraung adalah sebagai berikut:
1. Perlindungan dan pengamanan;
2. Inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya;
3. Penelitian, pengembangan pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya;
Pengembangan, potensi dan daya tarik wisata alam;
4. Pembinaan habitat dan populasi;
5. Pengusahaan pariwisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan;
6. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan,
wisata alam dan pemanfaatan kondisi/jasa lingkungan.
Zona Pemanfaatan TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas
374,43 ha atau sebesar 0,86% dari total luas taman nasional. Zona Pemanfaatan
TN Bantimurung Bulusaraung meliputi tipe ekosistem Karst seluas 235,47 ha
(0,54%), tipe ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 54,82
ha (0,13%), serta tipe Hutan Pegunungan Bawah seluas 84,15 ha (0,19%).
Pada zona pemanfaatan terdapat 7 situs ODTWA yang prioritas untuk
dikembangkan. Lokasi-lokasi dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Kawasan Wisata Bantimurung dan sekitarnya
rpjp tnbabul
47
2016-2025
Kawasan Wisata Bantimurung terletak di wilayah administratif kecamatan
Bantimurung, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional, kawasan ini
merupakan wilayah kerja Resort Bantimurung. Zona Pemanfaatan ini meliputi
area seluas 48,60 ha.
ODTWA yang terdapat di dalam Kawasan Wisata Bantimurung adalah Air
Terjun Bantimurung, Gua Mimpi, Gua Batu, Telaga Kassi Kebo, Telaga Toakala,
Mata Air Bidadari (Jamala), serta Penangkaran Kupu-kupu. Adapun aktifitas
wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain wisata tirta,
menikmati panorama alam, tracking, flying fox, selusur gua, mengamati flora dan
fauna.
2. Kawasan Wisata Pattunuang Asue
Kawasan Wisata Pattunuang Asue terletak di wilayah administratif
kecamatan Simbang, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional,
kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang. Zona Pemanfaatan ini
meliputi area seluas 101,16 ha..
ODTWA yang terdapat di dalam Kawasan Wisata Pattunuang Asue adalah
Sungai Pattunuang, Gua Pattunuang Asue, serta Biseang Labboro. Adapun
aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain wisata
tirta, menikmati panorama alam, tracking, rock climbing, mengamati flora dan
fauna.
3. Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta
Kawasan Pengamatan Satwa Karaenta terletak di wilayah administratif
kecamatan Cenrana, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional,
kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang. Zona Pemanfaatan ini
meliputi area seluas 8,90 ha. ODTWA yang terdapat di dalam Kawasan
Pengamatan Satwa Karaenta adalah keragaman species flora dan fauna terutama
jenis Macaca maura yang dapat berinteraksi secara langsung dengan manusia.
Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara
lain menikmati panorama alam, tracking, mengamati flora dan fauna.
4. Kawasan Gua Vertikal Leang Pute
Kawasan Gua Vertikal Leang Pute terletak di wilayah administratif
kecamatan Cenrana, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional,
rpjp tnbabul
48
2016-2025
kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Pattunuang. Zona Pemanfaatan ini
meliputi area seluas 15,19 ha. ODTWA yang terdapat di dalam kawasan ini
adalah Gua Vertikal Leang Pute dan Gua Dinosaurus. Leang Pute adalah gua
vertikal single pitch terdalam di Asia Tenggara, dengan kedalaman -273 m.
Adapun aktifitas wisata alam yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara
lain penelusuran gua vertikal, pengamatan flora dan fauna, panorama alam,
camping dan tracking.
5. Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang
Kawasan Situs Prasejarah Leang-leang terletak di wilayah administratif
kecamatan Bantimurung, kabupaten Maros. Dalam pengelolaan taman nasional,
kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Bantimurung. Zona Pemanfaatan ini
meliputi area seluas 2,25 ha. ODTWA yang terdapat di dalam kawasan ini adalah
Gua Prasejarah Leang Pettae dan Leang Petta Kere. Kedua gua prasejarah ini
adalah gua yang ditemukan pertama kali oleh Sarasin bersaudara pada awal abad
ke-19 dalam ekplorasi arkeologinya di Sulawesi. Di dalam kedua gua terdapat
peninggalan lukisan-lukisan dinding gua serta benda-benda purbakala lainnya.
6. Kawasan Pegunungan Bulusaraung
Kawasan Pegunungan Bulusaraung terletak di wilayah administratif
kecamatan Balocci, kabupaten Pangkep. Dalam pengelolaan taman nasional,
kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Balocci. Zona Pemanfaatan ini
meliputi area seluas 137,29 ha. ODTWA yang terdapat di dalam kawasan ini
adalah Desa Wisata Tompobulu, dan Gunung Bulusaraung. Aktifitas wisata yang
dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain pendakian gunung Bulusaraung
(hiking), pengamatan flora dan fauna, panorama alam dan camping.
7. Kawasan Permandian Alam Leang Londrong
Kawasan Permandian Alam Leang Londrong terletak di wilayah
administratif kecamatan Minasatene, kabupaten Pangkep. Dalam pengelolaan
taman nasional, kawasan ini merupakan wilayah kerja Resort Minasatene. Zona
Pemanfaatan ini meliputi area seluas 51,57 ha. ODTWA yang terdapat di dalam
kawasan ini adalah Gua Leang Londrong dan aliran sungai yang berasal dari
dalam gua. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan di dalam kawasan ini antara lain
rpjp tnbabul
49
2016-2025
wisata tirta, penelusuran gua horisontal, pengamatan flora dan fauna, panorama
alam, dan tracking.
Zona Tradisional
Zona Tradisional adalah adalah bagian taman nasional yang ditetapkan
untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat yang karena
kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam. Zona
Tradisional merupakan bagian kawasan taman nasional yang masih terdapat
kegiatan tradisional penduduk setempat dalam memanfaatkan sumberdaya alam
hayati untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari dan bersifat non
komersial.
Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Tradisional TN Bantimurung
Bulusaraung adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan dan pengamanan;
2. Inventarisasi dan monitoring potensi jenis yang dimanfaatkan oleh
masyarakat;
3. Pembinaan habitat dan populasi;
4. Penelitian dan pengembangan;
5. Pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam sesuai dengan
kesepakatan dan ketentuan yang berlaku.
Zona Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas
4.374,05 ha atau sebesar 10,00% dari total luas taman nasional. Zona Tradisional
TN Bantimurung Bulusaraung meliputi ketiga tipe ekosistem yang ada di dalam
kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam zona tradisional adalah
ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 3.860,21 ha atau
sebesar 8,82% dari total luas kawasan taman nasional. 469,79 ha atau sebesar
1,07% dari total luas kawasan taman nasional merupakan tipe ekosistem Karst
yang terwakili di dalam Zona Tradisional. Adapun tipe ekosistem Hutan
Pegunungan Bawah terwakili di dalam Zona Tradisional seluas 44,05 ha atau
sebesar 0,10% dari total luas kawasan taman nasional.
Sebagian besar area Zona Tradisional pada kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung terletak di wilayah administratif kabupaten Maros dan hanya
rpjp tnbabul
50
2016-2025
sebagian kecil yang berada di wilayah administratif kabupaten Pangkep. Zona
Tradisional ini pada umumnya merupakan areal yang ditumbuhi oleh tegakan
Kemiri (Aleurites moluccana) dan sebagian kecil lainnya merupakan tegakan
Pinus merkusii yang homogen. Kemiri tersebut telah dibudidayakan oleh
masyarakat setempat sejak beberapa generasi sebelumnya. Sebagian besar Zona
Tradisional TN Bantimurung Bulusaraung berada di ekosistem Hutan Hujan Non
Dipterocarpaceae Pamah karena kesesuaian kondisi lingkungan biofisiknya
dengan persyaratan tumbuh jenis Kemiri.
Zona Rehabilitasi
Zona Rehabilitasi adalah bagian dari taman nasional yang karena
mengalami degradasi dan/atau kerusakan, sehingga perlu dilakukan kegiatan
pemulihan komunitas hayati dan ekosistemnya. Zona Rehabilitasi merupakan
zona/bagian kawasan yang mengalami kerusakan akibat ulah/ kegiatan manusia
atau alam, dan perlu segera direhabilitasi/ dipulihkan kembali dengan
mempergunakan jenis-jenis asli setempat. Zona ini mencakup areal bekas
peladangan, pemukiman liar, bencana alam dan sebagainya.
Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Rehabilitasi TN Bantimurung
Bulusaraung adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan dan pengamanan;
2. Inventarisasi dan monitoring;
3. Rehabilitasi, restorasi, pembinaan habitat dan populasi;
4. Penelitian dan pengembangan.
Zona Rehabilitasi TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas
1.331,38 ha atau sebesar 3,04% dari total luas taman nasional. Zona Rehabilitasi
TN Bantimurung Bulusaraung meliputi dua dari tiga tipe ekosistem yang ada di
dalam kawasan. Tipe ekosistem terluas yang terwakili di dalam Zona Rehabilitasi
adalah ekosistem Hutan Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 740,41 ha
atau sebesar 1,69% dari total luas kawasan taman nasional. Adapun tipe ekosistem
Karst terwakili di dalam Zona Rehabilitasi seluas 590,96 ha atau sebesar 1,35%
dari total luas kawasan taman nasional. Areal-areal di dalam taman nasional yang
rpjp tnbabul
51
2016-2025
perlu dilakukan rehabilitasi ini terutama disebabkan oleh degradasi sumberdaya
akibat okupasi oleh masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan.
Zona Khusus
Zona Khusus adalah bagian dari taman nasional karena kondisi yang tidak
dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang
kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman
rpjp tnbabul
52
2016-2025
nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Zona
Khusus merupakan zona yang memiliki potensi sumberdaya alam dan kondisi
lingkungan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kepentingan khusus dengan
pengaturan yang bersifat khusus dengan tidak melakukan penebangan pohon dan
merubah bentang alam.
Zona Khusus berfungsi dan diperuntukkan bagi kepentingan aktifitas
kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sebelum
ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional dan sarana penunjang kehidupannya,
serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi,
fasilitas transportasi dan listrik.
Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam Zona Khusus TN Bantimurung
Bulusaraung adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan dan pengamanan;
2. Pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat;
3. Rehabilitasi;
4. Monitoring populasi dan aktivitas masyarakat serta daya dukung wilayah.
Zona Khusus TN Bantimurung Bulusaraung meliputi kawasan seluas
4.193,08 ha atau sebesar 9,58% dari total luas taman nasional. Zona Khusus TN
Bantimurung Bulusaraung berada pada kawasan dengan tipe ekosistem Hutan
Hujan Non Dipterocarpaceae Pamah seluas 3.501,31 ha atau sebesar 8,00% dari
total luas kawasan. 661,75 ha atau sebesar 1,51% dari luas kawasan merupakan
Zona Khusus yang berada pada kawasan dengan tipe ekosistem Karst, dan 30,02
ha atau sebesar 0,07% dari luas kawasan merupakan Zona Khusus yang berada
pada kawasan dengan tipe ekosistem Hutan Pegunungan Bawah. Zona Khusus TN
Bantimurung Bulusaraung terdiri atas 42 bagian yang terpisah di dalam kawasan
taman nasional.
rpjp tnbabul
53
2016-2025
BAB IV
STRATEGI DAN RENCANA AKSI
A. Prioritas Pengelolaan
1. Perencanaan
Perencanaan kawasan konservasi meliputi kegiatan inventarisasi
potensi kawasan, penataan kawasan dan penyusunan rencana pengelolaan.
Inventarisasi potensi kawasan dilakukan untuk memperoleh data dan
informasi potensi kawasan yang valid dan reliable meliputi aspek ekologi,
ekonomi dan sosial budaya. Dari aspek ekologi, inventarisasi potensi
dilakukan untuk mengetahui kondisi terkini ekosistem, kondisi lingkungan,
serta kondisi tumbuhan dan satwa liar.
Penataan kawasan merupakan upaya untuk mewujudkan pengelolaan
kawasan yang lebih efektif dan efisien meliputi penyusunan zonasi dan
penataan wilayah kerja. Zonasi yang telah ditetapkan, secara berkala dalam
rentang waktu tiga tahun dilakukan pemantauan dan evaluasi efektifitas
penggunaan ruang berdasarkan zonasi yang ada. Apabila dalam
perkembangan pengelolaan kawasan ditemukan adanya ketidaksesuaian
pengaturan penggunaan ruang dan/atau adanya kebijakan/ perubahan
kebijakan, maka zonasi kawasan dapat ditinjau kembali dan dilakukan
perubahan-perubahan sebagaimana mestinya. Atas sistem zonasi yang telah
disusun atau perubahannya tersebut dapat ditindaklanjuti dengan penyesuaian
rencana pengelolaan kawasan dan rencana teknis lainnya. Rencana
rpjp tnbabul
54
2016-2025
pengelolaan kawasan paling kurang sekali dalam lima tahun dilakukan
evaluasi/review untuk menyesuaikan dengan kondisi aktual dan perubahan
kebijakan pengelolaan kawasan. Semenatara rencana teknis lainnya salah
satunya adalah rencana tapak yang merupakan rencana pemanfaatan ruang
dalam rangka pengembangan ekowisata karst di TN Bantimurung
Bulusaraung.
rpjp tnbabul
56
2016-2025
aspek keamanan (rescue dan/atau pertolongan pertama) dan kenyamanan
wisatawan.
Secara umum promosi wisata dilaksanakan dengan menyebarkan
informasi melalui media massa (baik cetak maupun elektronik), leaflet,
booklet, maupun kegiatan pameran dan event-event khusus lainnya. Untuk
meningkatkan promosi wisata dalam bentuk paket-paket wisata, perlu
diintensifkan melalui kerja sama dengan travel agent atau biro perjalanan.
Agar pengelolaan dan pengembangan wisata alam tetap berjalan pada
arah yang benar secara efektif dan efisien, dibutuhkan monitoring dan
evaluasi secara berkala. Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap segala
aspek pengelolaan wisata dan setidaknya dilaksanakan setiap akhir atau awal
tahun. Pengembangan ekowisata karst di kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung tersebut nantinya akan berdampak pada kondisi ekosistem dan
keanekaragaman hayati yang terlingkup di dalamnya, sehingga secara berkala
dilakukan penelitian dan kajian terhadap kondisi objek-objek yang
dikembangkan.
4. Pemulihan Ekosistem
Di kawasan TN Bantimurung Bulusaraung (lokasi tertentu di Resort
Pattunuang Karaenta) dijumpai jenis tanaman eksotik seperti jenis Kembang
kecrutan (Spathodea campanulata P. Beauv.). Saat ini jenis tanaman tersebut
menginvasi kawasan dengan kemampuan invasi yang cukup radikal, hal ini
dapat dilihat dari diameter pohon yang sudah ada mencapai 115 cm dalam
kurun waktu 35 tahun sejak ditemukan tumbuh pada lokasi dimaksud serta
banyaknya jumlah anakan yang tumbuh secara alami di bawah tegakan
induknya. Fenomena tersebut di atas tentunya dapat mengganggu
keseimbangan ekosistem alami/asli TN Bantimurung Bulusaraung. Dengan
kemampuan invasinya yang radikal, lambat laun kembang kecrutan dapat
mendominasi komunitas tumbuhan asli yang ada.
Oleh karena itu, upaya untuk mengendalikan laju invasi kembang
kecrutan perlu segera dilakukan pemulihan ekosistem. Kegiatan pemulihan
ekosistem terhadap tanaman eksotik di kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung dilakukan melalui tahapan penyusunan rencana, pelaksanaan
pemulihan, pemantauan, penilaian, evaluasi, serta pembinaan dan
pengawasan.
rpjp tnbabul
59
2016-2025
Konservasi (KPHK) berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
SK.717/Menhut-II/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Penetapan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Taman Nasional
Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene
Kepulauan dan Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan seluas 43.750 Ha.
Meskipun belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, namun Surat
Keputusan tersebut menjadi dasar dalam penyelenggaran dan pengelolaan TN
Bantimurung Bulusaraung.
Belum ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi
disebabkan oleh progres penataan batas kawasan yang belum rampung.
Meskipun tata batas kawasan bukan menjadi tupoksi Balai TN Bantimurung
Bulusaraung akan tetapi upaya-upaya untuk mendorong percepatan
penyelesaian tata batas kawasan perlu dilakukan melalui peningkatan
koordinasi dengan pihak terkait.
Permasalahan pengelolaan kawasan yang belum rampung saat ini antara
lain tumpang tindih penggunaan lahan dan adanya klaim kepemilikan lahan
dan tanaman tertentu di dalam kawasan serta masih adanya temuan kasus
pelanggaran bidang kehutanan. Ancaman dan gangguan kawasan lainnya
adalah kawasan karst yang terlingkup dalam kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung merupakan satu kesatuan ekosistem dengan kawasan karst
maros pangkep. Pada kawasan karst maros pangkep (diluar taman nasional)
tersebut telah terdapat industri pertambangan untuk bahan baku industri
semen dan industri pertambangan lainnya. Jika tidak dilakukan upaya
pencegahan dan perlindungan, aktifitas pertambangan tersebut berpotensi
mengganggu keanekaragaman hayati dan ekosistem karst yang ada dalam
kawasan taman nasional, bahkan dalam jangka waktu yang panjang akan
berdampak pada hilangnya nilai-nilai keanekaragaman hayati dan genetik
terhadap spesies penting ekosistem karst.
Dengan kondisi tersebut, maka upaya perlindungan keanekaragaman
hayati dan ekosistem TN Bantimurung Bulusaraung lebih difokuskan pada
kegiatan preemtif, dan preventif (patroli rutin, sosialisasi, koordinasi, dll)
dibandingkan dengan upaya-upaya represif (operasi pengamanan).
rpjp tnbabul
60
2016-2025
Perlindungan dan pengamanan kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
dilakukan melalui patroli dan pemantauan di dalam dan sekitar kawasan serta
penjagaan pada tempat-tempat strategis.
Permasalahan kebakaran hutan dan lahan juga masih terjadi di kawasan
TN Bantimurung Bulusaraung mengingat sebagian besar kawasan TN
Bantimurung Bulusaraung adalah kawasan karst yang sangat rawan terjadi
kebakaran dimusim kemarau dan sangat sulit dilakukan upaya pemadaman.
Untuk keperluan pengendalian kebakaran hutan dan lahan di dalam dan
sekitar kawasan TN Bantimurung Bulusaraung, maka setidaknya diperlukan
personil yang terlatih untuk keperluan tersebut, sarana dan prasarana
pendukungnya serta dukungan pembiayaan yang memadai.
Terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia yang terbatas untuk
upaya perlindungan dan pengamanan serta pengendalian kebakaran hutan dan
lahan, maka salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk memenuhi
kebutuhan tersebut adalah dengan memanfaatkan masyarakat yang ada di
dalam dan di sekitar kawasan. Masyarakat mitra polisi kehutanan, Tenaga
pengamanan hutan lainnya, masyarakat peduli api dan personil manggala agni
non daops merupakan perangkat pendukung yang dapat digunakan untuk
membantu pelaksanaan perlindungan dan pengamanan hutan yang efektif.
6. Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu stakeholder primer dalam pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung adalah masyarakat yang hidup di 45 Desa/Kelurahan di dalam
dan sekitar kawasan. Stakeholder tersebut memiliki kepentingan dan
pengaruh yang beragam (positif dan negatif) yang dapat mempengaruhi
pencapaian tujuan pengelolaan taman nasional. Tingkat kepentingan dan
pengaruh yang beragam tersebut perlu diakomodir melalui kegiatan
pemberdayaan.
Upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TN Bantimurung
Bulusaraung masih perlu mendapat perhatian yang intensif, baik dari segi
pemerataan bantuan maupun cakupan kegiatannya. Dari 45 desa/kelurahan di
kawasan penyangga taman nasional, baru 3 desa yang menjadi target
rpjp tnbabul
61
2016-2025
pemberdayaan, sehingga upaya pemberdayaan terhadap desa lainnya kedepan
perlu dilakukan. Target lokasi pemberdayaan masyarakat diprioritaskan pada
lokasi-lokasi yang menjadi target pengembangan ekowisata karst seperti site
pengembangan Bantimurung, Pattunuang, Karaenta, Leang Pute, Leang-
leang, Tompobulu dan Leang Lonrong sementara lokasi lain dilakukan secara
selektif dan terbatas untuk pemberdayaan dalam rangka perlindungan,
pengawetan dan pemanfaatan lainnya. Upaya pemberdayaan masyarakat
dilakukan secara bertahap melalui Prakondisi Pemberdayaan Masyarakat,
Pembentukan dan Pembinaan Kelembagaan, Pendampingan Pemberdayan
Masyarakat, Pembinaan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif,
Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat,
Pengembangan Kemitraan/Kolaborasi, Penetapan Daerah Penyangga,
Monitoring dan Evaluasi.
B. Kelembagaan
1. Struktur Organisasi
Secara struktur, Balai TN Bantimurung Bulusaraung terdiri dari Sub
Bagian Tata Usaha yang berkedudukan di Bantimurung Kabupaten Maros,
Seksi Pengelolaan TN Wilayah I Balocci yang berkedudukan di Kecamatan
Minasatene Kabupaten Pangkep, Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Camba
yang berkedudukan di Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros, serta Kelompok
Jabatan Fungsional yang berkedudukan dan mengisi setiap lini pengelolaan.
Untuk memenuhi volume dan beban kerja di tingkat pemangkuan serta
karena tuntutan kebutuhan dan efektifitas dalam pencapaian visi dan misi
pengelolaan, maka stuktur organisasi dan tata kerja Balai TN Bantimurung
Bulusaraung tersebut perlu dikembangkan. Pengembangan Struktur organisasi
dan tata kerja Balai TN Bantimurung Bulusaraung sebagaimana gambar 18.
rpjp tnbabul
67
2016-2025
Gambar 18. Pengembangan Struktur organisasi dan tata kerja Balai TN Bantimurung Bulusaraung
KEPALA BALAI
KEPALA SUB
BAGIAN TU
POKJA KEPEGAWAIAN DAN
UMUM
KEUANGAN
POKJA PERLENGKAPAN
KEPALA SPTN KEPALA SPTN
DAN RUMAH TANGGA
WILAYAH I WILAYAH II
POKJA PERENCANAAN
DAN EVALUASI
POKJA PELAYANAN
RESORT
RESORT RESOR RESORT RESORT RESORT
TONDONG RESORT CAMBA
BALOCCI MINASATENE BANTIMURUNG TPATTUNUANG MALLAWA
TALLASA
KET :
KELOMPOK JABATA FUNGSIONAL Garis Komando
Garis Koordinasi
rpjp tnbabul
68
2016-2025
a) Sub Bagian Tata Usaha
Sub Bagian Tata Usaha merupakan pelaksana sebagian dari tugas dan
fungsi Balai TN Bantimurung Bulusaraung dalam hal melakukan urusan tata
persuratan ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kearsipan,
rumah tangga, perencanaan, kerjasama, data dan informasi, pemantauan,
evaluasi, pelaporan dan kehumasan, yang terdiri dari 6 kelompok kerja
(Pokja), yaitu : Kepegawaian dan Umum, Keuangan, Perlengkapan dan
Rumah Tangga, Perencanaan dan Evaluasi, serta Pelayanan.
rpjp tnbabul
69
2016-2025
dan 68 Pegawai Tidak Tetap dan ditempatkan secara proporsional pada setiap
lini pengelolaan. Keadaan pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung adalah
sebagai mana tabel 12.
Tabel 12. Keadaan Pegawai Balai TN Bantimurung Bulusaraung.
Golongan Pendidikan
Uraian
IV III II I Jml S2 S1 D3 SMA SMP SD Jml
Eselon III 1 - - - 1 1 - - - - - 1
Eselon IV - 3 - - 3 3 - - - - - 3
PEH - 15 3 - 18 1 13 - 4 - - 18
Polhut 1 14 8 - 23 1 - 3 19 - - 23
Penyuluh Kehutanan - 2 - - 2 - 2 - - - - 2
Pranata Komputer - 1 - - 1 - 1 - - - - 1
Non Struktural - 5 5 - 10 - 4 4 2 - - 10
Jumlah 2 40 16 - 58 6 20 7 25 - - 58
Total 2 40 16 - 58 6 28 7 79 2 4 126
rpjp tnbabul
70
2016-2025
C. Pendanaan
Saat ini, kondisi pendanaan dalam pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung masih mengandalkan pembiayaan pembangunan pemerintah melalui
APBN. Melalui APBN, dukungan anggaran dalam pengelolaan dianggap kurang
progresif dalam upaya pencapaian visi dan misi pengelolaan yang telah
ditetapkan, hal ini terlihat dari kerangka pendanaan jangka menengah yang
ditetapkan pemerintah setiap tahunnya tidak melebihi 10%. Sehingga perlu
alternatif penganggaran selain APBN yang dilakukan bersama para pihak
(stakeholder) melalui kerjasasama penyelenggaraan.
Secara indikatif, kebutuhan pendanaan pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan
TN Bantimurung Bulusaraung selama 2016-2025 melalui APBN dipredisksi
sebesar Rp. 293.180.274.000,-. (Dua Ratus Sembilan Puluh Tiga Milyar Seratus
Delapan Puluh Juta Dua Ratus Tujuh Puluh Empat Ribu Rupiah).
Tabel 13. Kebutuhan Pendanaan Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan Taman
Nasional Bantimurung Bulusaraung (dalam ribuan rupiah)
Jenis Kebutuhan Pendanaan Jumlah
Tahun Operasional
Belanja Kinerja Belanja Gaji
Perkantoran
2016 6.607.000,- 8.500.000,- 500.000,- 15.607.000,-
2017 7.267.700,- 9.350.000,- 550.000,- 17.167.700,-
2018 7.994.470,- 10.285.000,- 605.000,- 18.884.470,-
2019 8.793.917,- 11.313.500,- 665.500,- 20.772.917,-
2020 9.673.309,- 12.444.850,- 732.050,- 22.850.209,-
2021 10.640.640,- 13.689.335,- 805.255,- 25.135.230,-
2022 21.281.279,- 15.058.269,- 885.781,- 37.225.328,-
2023 23.409.407,- 16.564.095,- 974.359,- 40.947.861.-
2024 25.750.348.- 18.220.505,- 1.071.794,- 45.042.647,-
2025 28.325.383,- 20.042.555,- 1.178.974,- 49.546.912,-
Jumlah 149.743.452,- 135.468.109,- 7.968.712,- 293.180.274,-
rpjp tnbabul
71
2016-2025
BAB V
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
rpjp tnbabul
72
2016-2025
3. Alokasi sumberdaya (input), yang meliputi personil/staf; alokasi anggaran yang
tersedia; dan peralatan pendukung pengelolaan.
4. Kegiatan-kegiatan pengelolaan yang dilakukan sesuai dengan standar yang
bisa diterima (proses),
5. Produk dan jasa (output) yang dihasilkan sesuai yang direncanakan,
6. Dampak atau outcome yang dicapai, dalam hal ini disesuaikan dengan tujuan
pengelolaan.
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal KSDAE Nomor :
SK.357/KSDAE-SET/2015 tanggal 31 Desember 2015 tentang Penetapan Nilai
Awal Efektivitas Pengelolaan Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam
dan Taman Buru bahwa nilai efektivitas Kawasan TN Bantimurung Bulusaraung
(100245042) sebesar 72%, meliputi : Context (100%), Planning (78%), Input
(78%), Process (67%), Output (33%), dan Outcome (88,89%). Suatu hal yang
progresif, mengingat penunjukan TN Bantimurung Bulusaraung relatif baru
dibandingkan dengan taman nasional lainnya di Indonesia. Namun demikian
masih terdapat beberapa kelemahan-kelemahan yang harus tindaklanjuti, salah
satunya adalah status kawasan yang belum ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan TN Bantimurung
Bulusaraung berdasarkan Peraturan Dirjen KSDAE tersebut dengan melibatkan
para pihak terkait untuk memberikan keyakinan yang memadai atas capaian
pengelolaan yang telah dilakukan, para pihak tersebut adalah :
1. Balai TN Bantimurung Bulusaraung;
2. Institusi lainnya;
3. Masyarakat.
rpjp tnbabul
73
2016-2025
Penyampaian laporan disampaikan kepada pihak yang memiliki hak atau yang
berkewenangan meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Selain LAKIP, Balai TN Bantimurung Bulusaraung juga melaporkan hasil
kegiatan-kegiatan melalui Laporan Bulanan, Laporan Triwulanan, Laporan
Semesteran, Laporan Tahunan dan dalam kondisi tertentu yang bersifat insidentil
dapat dilakukan sewaktu-waktu. Acuan yang digunakan dalam pelaporan adalah
berdasarkan standar prosedur operasional yang berlaku pada lingkup Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tahapan dari penyampaian laporan dimulai
dari penyiapan format laporan, penyusunan bahan laporan dan resume telaahan
bahan laporan sampai ke pada tahap penyusunan. Laporan-laporan tersebut
disampaikan kepada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem sebagai atasan langsung dan pihak lain terkait sesuai kebutuhan.
rpjp tnbabul
74
2016-2025
BAB VI
PENUTUP
rpjp tnbabul
75
2016-2025
DAFTAR PUSTAKA
rpjp tnbabul
76
2016-2025
Suhardjono dan Yayuk R. 2007. Laporan Teknik 206. Inventarisasi dan
Karakterisasi Biota Karst dan Gua Pegunungan Sewu dan Sulawesi
Selatan. Proyek 212. Bidang Zologi (Museum Zologicum Bogoriense)
Pusat Penelitan Biologi LIPI, Bogor.
Rangkuti, Freddy. 1998. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Wallace, A.R. 1890. The Malay Archipelago. Periplus Editions (HK) Ltd.
Singapore.
Whitten, T., G.S. Henderson and M. Mustafa. 2002. The Ecology of Indonesia
Series (Volume IV), The Ecology of Sulawesi. Periplus Editions (HK)
Ltd. Singapore.
rpjp tnbabul
77
2016-2025
Lampiran 1. Rencana Aksi Pengelolaan Jangka Panjang Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Tahun 2016-2025.
No PRIORITAS PENGELOLAAN SASARAN 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 PIHAK TERKAIT
I PERENCANAAN
1. Inventarisasi potensi ekologi,
1) Inventarisasi sumber daya air Penyediaan - - - - - - - - Perguruan
2) Inventarisasi dan pemetaan alur Baseline data - - - - - - - - Tinggi, Litbang
hidrologi endokarst LHK, LIPI
STATUS
NO. NAMA ILMIAH NAMA INDONESIA/ LOKAL FAMILI
I II III IV
1 2 3 4 5 6 7 8
I MAMALIA
1 Ailurops ursinus Temminck, 1824 Kuskus beruang sulawesi, Memu Phalangeridae - VU S
2 Callosciurus notatus Boddaert, 1785 Bajing kelapa, Lampasa Sciuridae - - LC -
3 Callosciurus prevostii Desmarest, 1822 Bajing tiga warna Sciuridae - - LC -
4 Cervus timorensis Blainville, 1822 Rusa timor, Jonga Cervidae - VU -
5 Chaerephon plicatus Buchanan, 1800 Tayo kecil Molossidae - - LC -
6 Crocidura levicula Miller & Holister, 1921 Cecurut sulawesi Soricidae - - LC S
7 Dobsonia exoleta K. Andersen, 1909 Kubu sulawesi Pteropodidae - - LC S,M
8 Emballonura alecto Eydoux & Gervais, 1836 Kelelawar ekor trubus besar Emballonuridae - - LC -
9 Eonycteris spelaea Dobson, 1873 Lalai kembang Pteropodidae - - LC -
10 Hipposideros ater Templeton, 1848 Barong malaya Hipposideridae - - LC -
11 Hipposideros cervinus Gould, 1854 Barong gould Hipposideridae - - LC -
12 Hipposideros diadema E. Geoffroy, 1813 Barong raksasa Hipposideridae - - LC -
13 Hipposideros pelingensis Shamel, 1940 Barong sulawesi Hipposideridae - - NT S
14 Macaca maura H.R. Schinz, 1825 Monyet sulawesi, Dare, Lanceng Cercopithecidae II EN S
15 Macrogalidia musschenbroekii Schlegel, 1877 Musang sulawesi Viverridae - VU S
16 Maxomys musschenbroekii Jentink, 1879 Tikus duri Musschenbroek Muridae - - LC S
17 Megaderma spasma Linnaeus, 1758 Vampir palsu Megadermatidae - - LC -
18 Miniopterus schreibersii Kuhl, 1819 Tomosu biasa Vespertilionidae - - NT -
19 Paradoxurus hermaphroditus Pallas, 1777 Musang luwak Viverridae - III LC -
20 Paruromys dominator Thomas, 1921 Tikus ekor putih Muridae - - LC S
21 Rattus exulans Peale, 1848 Tikus ladang Muridae - - LC -
22 Rattus hoffmanni Matschie, 1901 Tikus rumah Muridae - - LC S
23 Rattus tanezumi Temminck, 1844 Tikus rumah Muridae - - LC -
24 Rhinolophus arcuatus Peters, 1871 Prokbruk ladam Rhinolophidae - - LC -
25 Rhinolophus celebensis K. Andersen, 1905 Prokbruk sulawesi Rhinolophidae - - LC -
26 Rhinolophus philippinensis Waterhouse, 1843 Prokbruk telinga panjang Rhinolophidae - - LC -
27 Rousettus amplexicaudatus E. Geoffroy, 1810 Nyap biasa Pteropodidae - - LC -
28 Rousettus celebensis K. Andersen, 1907 Nyap sulawesi Pteropodidae - - LC S,M
29 Strigocuscus celebensis Gray, 1858 Kuskus sulawesi Phalangeridae - VU S
30 Suncus murinus Linnaeus, 1766 Cecurut rumah Soricidae - - LC -
31 Sus celebensis Mller & Schlegel, 1843 Babi hutan sulawesi, Bawi Suidae - - NT S
32 Tarsius fuscus Fischer, 1804 Tarsius, Balao cengke Tarsiidae II VU S
33 Viverra tangalunga Gray, 1832 Tenggalung malaya, Jinak Viverridae - - LC -
II AVES
34 Aceros cassidix Temminck, 1823 Julang sulawesi, Rangkong, Allo Bucerotidae II VU S
35 Accipiter trinotatus Bonaparte, 1850 Elang-alap ekor-totol Accipitridae II LC S
36 Accipiter nanus Blasius, 1897 Elang-alap kecil Accipitridae II NT S
37 Actenoides monachus Bonaparte, 1850 Cekakak-hutan tunggir-hijau Alcedinidae - NT S
38 Aethopyga siparaja Raffles, 1822 Burung madu sepah-raja Nectariniidae - LC -
39 Alcedo atthis Linnaeus, 1758 Raja udang erasia Alcedinidae - LC -
40 Alcedo meninting Horsfield, 1821 Raja udang meninting Alcedinidae - LC -
41 Amaurornis isabellina Schlegel, 1865 Kareo sulawesi Rallidae - - LC S
42 Amaurornis phoenicurus Pennant, 1769 Kareo padi Rallidae - - LC -
43 Anthreptes malacensis Scopoli, 1786 Burung madu kelapa, Cui-cui bara api Nectariniidae - LC -
44 Aplonis minor Bonaparte, 1851 Perling kecil Sturnidae - - LC -
45 Aplonis panayensis Scopoli, 1786 Perling kumbang Sturnidae - - LC -
46 Apus affinis Gray, 1830 Kapinis rumah Apodidae - - LC -
47 Ardeola speciosa Horsfield, 1821 Blekok sawah Ardeidae - - LC -
48 Artamus leucorynchus Linnaeus, 1771 Kekep babi Artamidae - - LC -
49 Artamus monachus Bonaparte, 1851 Kekep Sulawesi Artamidae - - LC S,M
50 Anthus rufulus Vieillot, 1818 Apung Sawah Motacillidae - - LC -
51 Aviceda jerdoni Blyth, 1842 Baza jerdon Accipitridae II LC -
52 Basilornis celebensis Gray, 1861 Raja perling sulawesi Sturnidae - - LC S
53 Brachypteryx leucophrys Temminck, 1827 Cingcoang coklat Turdidae - - LC -
54 Bubulcus ibis Linnaeus, 1758 Kuntul kerbau Ardeidae III LC -
55 Butastur liventer Temminck, 1827 Elang sayap-cokelat Accipitridae II LC -
56 Butastur teesa Gaimard, 1823 Sikep mata-putih Accipitridae II LC -
57 Butorides striata Linnaeus, 1758 Kokokan laut Ardeidae - - LC -
58 Caloenas nicobarica Linnaeus, 1758 Junai mas Columbidae I NT -
59 Caprimulgus celebensis Ogilvie-Grant, 1894 Cabak Sulawesi Caprimulgidae - - LC S,M
60 Cataponera turdoides Hartert, 1896 Anis sulawesi Turdidae - - LC S
61 Centropus bengalensis Gmelin, 1788 Bubut alang-alang Cuculidae - - LC -
62 Centropus celebensis Quoy & Gaimard, 1830 Bubut sulawesi Cuculidae - - LC S
63 Ceyx erithaca Linnaeus, 1758 Udang-merah api Alcedinidae - LC -
64 Ceyx fallax Schlegel, 1866 Udang-merah sulawesi Alcedinidae - NT S
65 Cacomantis sepulcralis virescens Bruggemann, Wiwik uncuing Cuculidae
1876 - - LC -
66 Chrysococcyx russatus Gould, 1868 Kedasi gould Cuculidae - - LC -
67 Chalcophaps indica Linnaeus, 1758 Delimukan zamrud Columbidae - - LC -
68 Chalcophaps stephani Pucheran, 1853 Delimukan timur Columbidae - - LC -
69 Ciconia episcopus Boddaert, 1783 Bangau sandang-lawe Ciconiidae - LC -
70 Collocalia esculenta Linnaeus, 1758 Walet sapi Apodidae - - LC -
71 Collocalia fuciphaga Thunberg, 1812 Walet sarang putih, Sriti Apodidae - - LC -
72 Collocalia infuscata Salvadori, 1880 Walet maluku Apodidae - - LC S,M
73 Collocalia linchi Horsfield & F. Moore, 1854 Walet linci Apodidae - - LC -
74 Collocalia vanikorensis Quoy & Gaimard, 1830 Walet polos Apodidae - - LC -
75 Colluricincla sanghirensis Oustalet, 1881 (?) Anis-bentet Sangihe Turdidae - - CR S
76 Columba vitiensis Quoy & Gaimard, 1830 Merpati-hutan metalik Columbidae - - LC -
77 Coracias temminckii Vieillot, 1819 Tiong lampu sulawesi Coracidae - - LC S
78 Coracina abbotti Riley, 1918 Kepudang-sungai kerdil Campephagidae - - LC S
79 Coracina morio Mller, 1843 Kepudang-sungai sulawesi Campephagidae - - LC S
80 Coracina novaehollandiae Gmelin, 1789 Kepudang-sungai besar Campephagidae - - LC -
81 Corvus enca Horsfield, 1822 Gagak hutan, Kaok-kaok Corvidae - - LC -
82 Corvus typicus Bonaparte, 1853 Gagak sulawesi Corvidae - - LC S
83 Cryptophaps poecilorrhoa Brggemann, 1876 Merpati murung Columbidae - - LC S
84 Cuculus crassirostris Walden, 1872 Kangkong sulawesi Cuculidae - - LC S
85 Culicicapa helianthea Wallace, 1865 Sikatan matari Muscicapidae - - LC -
86 Cyornis rufigastra Raffles, 1822 Sikatan bakau Muscicapidae - - LC -
87 Dendrocopos temminckii Malherbe, 1849 Caladi sulawesi Picidae - - LC S
88 Dicaeum aureolimbatum Wallace, 1865 Cabai panggul-kuning Dicaidae - - LC S
89 Dicaeum celebicum Mller, 1843 Cabai panggul-kelabu Dicaidae - - LC S,M
90 Dicaeum monticolum Sharpe, 1887 Cabai panggul-hitam Dicaidae - - LC -
91 Dicaeum nehrkorni Blasius, 1886 Cabai sulawesi Dicaidae - - LC S
92 Dicrurus hottentottus Linnaeus, 1766 Srigunting jambut rambut, Ciko romang Dicruridae - - LC -
93 Dicrurus leucophaeus Vieillot, 1817 Srigunting kelabu Dicruridae - - LC -
94 Dicrurus montanus Riley, 1919 Srigunting sulawesi, Cibeng Dicruridae - - LC S
95 Ducula aenea Linnaeus, 1766 Pergam hijau Columbidae - - LC -
96 Ducula forsteni Bonaparte, 1854 Pergam tutu Columbidae - - LC S,M
97 Ducula luctuosa Temminck, 1825 Pergam putih Columbidae - - LC S,M
98 Ducula radiata Quoy & Gaimard, 1830 Pergam kepala-kelabu Columbidae - - LC S
99 Egretta garzetta Linnaeus, 1766 Kuntul kecil Ardeidae III LC -
100 Eudynamys melanorhyncha S. Muller, 1843 Tuwur sulawesi Cuculidae - - LC -
101 Eurostopodus diabolicus Stresemann, 1931 Taktarau iblis Caprimulgidae - - VU S
102 Eurostopodus macrotis Vigors, 1831 Taktarau besar Caprimulgidae - - LC -
103 Falco moluccensis Bonaparte, 1850 Alap-alap sapi Falconidae II LC -
104 Falco peregrinus Tunstall, 1771 Alap-alap kawah Falconidae I LC -
105 Ficedula hyperythra Blyth, 1843 Sikatan bodoh Muscicapidae - - LC -
106 Gallicolumba tristigmata Bonaparte, 1855 Delimukan Sulawesi Columbidae - - LC S
107 Gallus gallus Linnaeus, 1758 Ayam-hutan merah Phasinidae - - LC -
108 Gerygone sulphurea Wallace, 1864 Remetuk laut Acanthizidae - - LC -
109 Halcyon coromanda Latham, 1790 Cekakak merah Alcedinidae - LC -
110 Haliaeetus leucogaster Gmelin, 1788 Elang laut perut putih Accipitridae II LC -
111 Haliastur indus Boddaert, 1783 Elang bondol, Ba'ka toa Accipitridae II LC -
112 Hemiprocne longipennis Rafinesque, 1802 Tepekong jambul Hemiprocnidae - - LC -
113 Hieraaetus kienerii de Sparre, 1835 Elang perut-karat Accipitridae II LC -
114 Hirundo rustica Linnaeus, 1758 Layang-layang asia Hirundinidae - - LC -
115 Hirundo tahitica Gmelin, 1789 Layang-layang batu Hirundinidae - - LC -
116 Hypothymis azurea Boddaert, 1783 Kehicap ranting Monarchidae - - LC -
117 Ichthyophaga humilis Mller & Schlegel, 1841 Elang ikan kecil Accipitridae II NT -
118 Ictinaetus malayensis Temminck, 1822 Elang hitam Accipitridae II LC -
119 Lalage leucopygialis Walden, 1872 Kapasan sulawesi Campephagidae - - LC S,M
120 Lalage sueurii Vieillot, 1818 Kapasan sayap putih Campephagidae - - LC -
121 Lonchura molucca Linnaeus, 1766 Bondol kepala pucat Estrildidae - - LC -
122 Lonchura malacca Linnaeus, 1766 Bondol rawa Estrildidae - - LC -
123 Lonchura pallida Wallace, 1863 Bondol taruk Estrildidae - - LC -
124 Lonchura punctulata Linnaeus, 1758 Bondol peking Estrildidae - - LC -
125 Lophozosterops squamiceps Hartert, 1896 Opior sulawesi Zosteropidae - - LC S
126 Loriculus exilis Schlegel, 1866 Serindit paruh-merah Psittacidae II NT S
127 Loriculus stigmatus Mller, 1843 Serindit sulawesi Psittacidae - II LC S
128 Macropygia amboinensis Linnaeus, 1766 Uncal ambon Columbidae - - LC -
129 Macheiramphus alcinus Westermann, 1851 Elang kelelawar Accipitridae II LC -
130 Malia grata Schlegel, 1880 Malia sulawesi Timaliidaee - - LC S
131 Meropogon forsteni Bonaparte, 1850 Cirik-cirik sulawesi Meropidae - - LC S
132 Merops ornatus Latham, 1801 Kirik-kirik australia Meropidae - - LC -
133 Merops philippinus Linnaeus, 1766 Kirik-kirik laut, Cimo' Meropidae - - LC -
134 Milvus migrans Boddaert, 1783 Elang paria Accipitridae II LC -
135 Motacilla cinerea Tunstall, 1771 Kicuit batu Motacillidae - - LC -
136 Motacilla flava Linnaeus, 1758 Kicuit kerbau Motacillidae - - LC -
137 Mulleripicus fulvus Quoy & Gaimard, 1830 Pelatuk kelabu-sulawesi Picidae - - LC S
138 Muscicapa sodhii Sikatan sulawesi Muscicapidae - - LC S
139 Myza celebensis Meyer & Wiglesworth, 1895 Cikarak sulawesi Meliphagidae - LC S
140 Myzomela sanguinolenta Latham, 1801 Myzomela merah-tua, Cui-Cui Merah Meliphagidae - LC -
141 Nectarinia aspasia Lesson & Garnot, 1828 Burung madu hitam Nectrarniidae - LC -
142 Nectarinia jugularis Linnaeus, 1766 Burung madu kuning sriganti Nectrarniidae - LC -
143 Nisaetus lanceolatus Temminck & Schlegel, 1844 Elang sulawesi jambul Accipitridae
II LC S
144 Nycticorax nycticorax Linnaeus, 1758 Kowak-malam abu Ardeidae - - LC -
145 Oriolus chinensis Linnaeus, 1766 Kepudang kuduk hitam, Soreang Oriolidae - - LC -
146 Orthotomus cuculatus Temminck, 1836 Cinenen gunung Sylviidae - - LC -
147 Otus manadensis Quoy & Gaimard, 1830 Celepuk sulawesi, Kokoci Strigidae - II LC S,M
148 Pachycephala sulfuriventer Kancilan perut-kuning Muscicapidae - - LC S
149 Padda oryzivora Linnaeus, 1758 Gelatik jawa Estrildidae - - VU -
150 Passer montanus Linnaeus, 1758 Burung gereja erasia Passeridae - - LC -
151 Penelopides exarhatus Temminck, 1823 Kangkareng sulawesi, Br. Tolo-tolo Bucerotidae II VU S
152 Pernis celebensis Wallace, 1868 Sikep-madu sulawesi Accipitridae II LC -
153 Phaenicophaeus calyorhynchus Temminck, 1825 Kadalan sulawesi, Salessere Cuculidae - - LC S
154 Phylloscopus trivirgatus Strickland, 1849 Cikrak daun Sylviidae - - LC -
155 Pitta erythrogaster Temminck, 1823 Paok mopo Pittidae - LC -
156 Prioniturus flavicans Cassin, 1853 Kring-kring dada-kuning Psittacidae - II NT S
157 Prioniturus platurus Vieillot, 1818 Kring-kring bukit Psittacidae - II LC S,M
158 Ptilinopus fischeri Brggemann, 1876 Walik kuping-merah Columbidae - - LC S
159 Ptilinopus superbus Temminck, 1809 Walik raja Columbidae - - LC S,M
160 Ptilinopus melanospilus Salvadori, 1875 Walik kembang, Pune-pune Columbidae - - LC -
161 Pycnonotus aurigaster Vieillot, 1818 Cucak kutilang, Cikoleng Pycnonotidae - - LC -
162 Saxicola caprata Linnaeus, 1766 Decu belang Muscicapidae - - LC -
163 Scissirostrum dubium Latham, 1802 Jalak tunggir-merah Sturnidae - - LC S
164 Spilornis rufipectus Gould, 1858 Elang ular sulawesi Accipitridae II LC S
165 Streptocitta albertinae Schlegel, 1866 Blibong sula Sturnidae - - NT S,M
166 Streptocitta albicollis Vieillot, 1818 Blibong pendeta Sturnidae - - LC S
167 Stigmatopelia chinensis Scopoli, 1786 Tekukur biasa Columbidae - - LC -
168 Stigmatopelia tranquebaricaHermann, 1804 Dederuk merah Columbidae - - LC -
169 Surniculus lugubris Horsfield, 1821 Kedasi hitam Cuculidae - - LC S,M
170 Tanygnathus megalorynchos Boddaert, 1783 Betet-kelapa paruh-besar Psittacidae - II LC S,M
171 Tanygnathus sumatranus Raffles, 1822 Betet kelapa punggung biru Psittacidae II LC -
172 Todiramphus chloris Boddaert, 1783 Cekakak sungai, Ji'ki Alcedinidae - LC -
173 Todiramphus sanctus Vigors & Horsfield, 1827 Cekakak suci Alcedinidae - LC -
174 Treron griseicauda Wallace, 1863 Punai penganten Columbidae - - LC -
175 Treron vernans Linnaeus, 1771 Punai gading Columbidae - - LC -
176 Trichastoma celebense Strickland, 1849 Pelanduk sulawesi, Pote Timaliidaee - - LC S
177 Trichoglossus flavoviridis Wallace, 1863 Perkici kuning hijau Psittacidae - II LC S,M
178 Trichoglossus ornatus Linnaeus, 1758 Perkici dora Psittacidae II LC S
179 Turacoena manadensis Quoy & Gaimard, 1830 Merpati hitam sulawesi Columbidae - - LC S,M
180 Turnix suscitator Gmelin, 1789 Gemak loreng, puyuh, Karemmu Turnicidae - - LC -
181 Tyto alba Scopoli, 1769 Serak jawa Tytonidae - II LC -
182 Tyto rosenbergii Schlegel, 1866 Serak sulawesi Tytonidae - II LC S
183 Zoothera erythronota Sclater, 1859 Anis punggung-merah Turdidae - - NT S,M
184 Zosterops anomalus Meyer & Wiglesworth, 1896 Kacamata makassar Zosteropidae - - LC S
185 Zosterops atrifrons Wallace, 1864 Kacamata dahi-hitam Zosteropidae - - LC S,M
186 Zosterops chloris Bonaparte, 1850 Kacamata laut Zosteropidae - - LC -
187 Zosterops consobrinorum Meyer, 1904 Kacamata sulawesi Zosteropidae - - LC S
III REPTILIA
188 Ahaetulla prasina Boie, 1827 Ular pucuk, ular gadung Colubridae - - LC -
189 Boiga dendrophila Boie, 1827 Cincin emas Colubridae - - - -
190 Boiga irregularis Merrem, 1802 Ular coklat pohon Colubridae - - - -
191 Calamaria muelleri Boulenger, 1896 Calamariidae - - LC S
192 Cosymbatus sp. Tokek Gekkonidae - - - -
193 Cyclotyphlops deharvengi IN, 1994 Typhlopidae - - - S
194 Cylindrophis melanotus Wagler, 1830 Ular kepala dua Cylindrophiidae - - - S,M
195 Cyrtodactylus jellesmae Boulenger 1897 Tokek-tanah sulawesi Gekkonidae - - - S
196 Cyrtodactylus sp. (Cyrtodactylus marmoratus Gray, Tokek Gekkonidae
1831) - - - -
197 Dendrelaphis pictus Gmelin, 1789 Lidah api Colubridae - - - -
198 Draco walkeri Boulenger, 1891 Kadal terbang Agamidae - - - S
199 Gehyra mutilata Wiegmann, 1834 Cecak gula Gekkonidae - - - -
200 Elaphe erythrura celebensis De Lang & Vogel, 2005 Colubridae
- - - S
201 Enhydris plumbea Boie, 1827 Ular air Homalopsidae - - LC -
202 Eutropis multifasciata Kuhl, 1820 Kadal kebun Scincidae - - - -
203 Eutropis rudis Boulenger 1887 Kadal kasap Scincidae - - - -
204 Hemidactylus frenatus Schlegel in Dumril & Bibron, Cecak kayu Gekkonidae
1836 - - LC -
205 Hydrosaurus amboinensis Schlosser, 1768 Soa soa Agamidae - - -
206 Lamprolepis smaragdina Lesson, 1826 Kadal pohon hijau Scincidae - - - -
207 Oligodon waandersi Bleeker, 1860 Colubridae - - - -
208 Psammodynastes pulverulentus Boie, 1827 Ular viper palsu Colubridae - - - -
209 Python reticulatus Schneider, 1801 Ular sanca kembang Pythonidae - II - -
210 Ramphotyphlops braminus Daudin, 1803 Ular kawat Typhlopidae - - - -
211 Rhabdophis chrysargoides Gnther, 1858 Ular Gnther's Keelback Natricidae - - DD -
212 Sphenomorphus tropidonotus Boulenger, 1897 Scincidae - - LC S
213 Sphenomorphus variegatus Peters, 1867 Kadal hutan Scincidae - - - -
214 Tropidolaemus wagleri Boie, 1827 Ular punai irian Viperidae - - LC -
215 Tropidophorus baconi Hikida, Riyanto & Ota, 2003 Scincidae
- - - S
216 Xenochrophis trianguligera Cox Et Al., 1998 Colubridae - - - -
217 Varanus salvator Laurenti, 1768 Biawak air asia Varanidae - II LC -
IV AMPHIBIA
218 Bufo celebensis Gnther, 1859 Katak sulawesi Bufonidae - - LC S
219 Bufo melanostictus Schneider, 1799 Kodok buduk Bufonidae - - LC -
220 Fejervarya cancrivora Gravenhorst, 1829 Katak Sawah Dicroglossidae - - LC -
221 Fejervarya limnocharis Gravenhorst, 1829 Katak tegalan Dicroglossidae - - LC -
222 Hylarana macquardii (Werner, 1901) Ranidae - - LC S
223 Limnonectes grunniens Latreille, 1801 Dicroglossidae - - LC -
224 Limnonectes microtympanum Van Kampen, 1909 Dicroglossidae
- - EN S
225 Limnonectes modestus Boulenger, 1882 Dicroglossidae - - LC S,M
226 Occidozyga laevis Gnther, 1858 Dicroglossidae - - LC -
227 Occidozyga semipalmata Smith, 1927 Dicroglossidae - - LC S
228 Oreophryne sp.1 Microhylidae - - - -
229 Oreophryne sp.2 Microhylidae - - - -
230 Polypedates leucomystax Gravenhorst, 1829 Katak pohon bergaris Rhacophoridae - - LC -
231 Rana celebensis Peters, 1872 Katak sulawesi Ranidae - - LC S
232 Rana chalconota Schlegel, 1837 Kongkang kolam Ranidae - - - -
233 Rana erythraea Schlegel, 1837 Kongkang gading Ranidae - - - -
234 Rhacophorus monticola Boulenger, 1896 Katak pohon Rhacophoridae - - NT S
V PISCES (ACTINOPTERYGII)
235 Anabas testudineus Bloch, 1792 Ikan betok, ikan puyu Anabantidae - - DD -
236 Anguilla celebensis Kaup, 1856 Ikan sidat, ikan masapi Anguillidae - - - -
237 Aplocheilus panchax Hamilton, 1822 Ikan kepala timah Aplocheilidae - - - -
238 Barbonymus gonionotus Bleeker, 1850 Ikan tawes Cyprinidae - - LC -
239 Bostrychus microphthalmus Hoese & Kottelat, 2005 Ikan gua Eleotridae
- - - S
240 Bostrychus sp. Ikan gua Eleotridae - - - S
241 Channa striata Bloch, 1793 Ikan gabus Channidae - - LC -
242 Clarias batrachus Linnaeus, 1758 Ikan lele Clariidae - - LC -
243 Dermogenys orientalis Weber, 1894 Ikan julung-julung Hemiramphidae - - - S
244 Glossogobius giuris Hamilton, 1822 Gobiidae - - LC -
245 Lagusia micracanthus Bleeker, 1860 Terapontidae - - - S
246 Marosatherina ladigesi Ahl, 1936 Ikan pelangi maros, Beseng-beseng Telmatherinidae - - VU S
247 Mugilogobius sp. Gobiidae - - - -
248 Nomorhamphus brembachi Vogt, 1978 Hemiramphidae - - - S
249 Nomorhamphus liemi Vogt, 1978 Hemiramphidae - - - S
250 Nomorhamphus sp. Hemiramphidae - - - S
251 Oreochromis niloticus Linnaeus, 1758 Ikan mujair Cichlidae - - - -
252 Oryzias celebensis Weber, 1894 Adrianichthyidae - - - S
253 Osteochilus vittatus Valenciennes, 1842 Ikan nilem Cyprinidae - - LC -
254 Poecilia reticulata Peters, 1859 Ikan seribu Poeciliidae - - - -
255 Rhyacichthys aspro Valenciennes, 1837 Rhyacichthyidae - - DD -
256 Trichopodus trichopterus Pallas, 1770 Ikan sepat Osphronemidae - - LC -
257 Xiphophorus hellerii Heckel, 1848 Cinggir putri Poeciliidae - - - -
VI GASTROPODA
258 Alycaeus jagori Von Martens, 1859 Cyclophoridae - - - S
259 Amphidromus contrarius maculatus Futton, 1896 Camaenidae - - - S
260 Amphidromus peversus Linnaeus, 1758 Camaenidae - - - S
261 Cyclotus buginense Sarasin & Sarasin 1899 Cyclophoridae - - - S
262 Cyclotus fasciatus Martens, 1864 Cyclophoridae - - - S
263 Cyclotus jellesmae Sarasin & Sarasin 1899 Cyclophoridae - - - S
264 Cyclotus longipilus Martens, 1865 Cyclophoridae - - - S
265 Cyclotus politus fulminulatus Martens, 1865 Cyclophoridae - - - S
266 Cyclotus politus politus Sowerby, 1843 Cyclophoridae - - - S
267 Discartemon planus Fulton, 1899 Streptaxidae - - - S
268 Euphaedusa cumingiana simillima Smith, 1896 Clausiliidae - - - S
269 Filopaludina javanica Von Dem Busch, 1844 Keong lutut, keong sawah Viviparidae - - - -
270 Helicarion sp. Helicarionidae - - - S
271 Hemiplecta humpreysiana rugata Martens, 1804 Ariophantidae - - - S
272 Hemiplecta ribbei Dohrn, 1883 Ariophantidae - - - S
273 Hemiplecta weberi Sarasin & Sarasin, 1899 Ariophantidae - - - S
274 Lagochilus buginense Sarasin & Sarasin 1899 Cyclophoridae - - - S
275 Lagochilus pachytropis marosianum Sarasin & Cyclophoridae
Sarasin 1899 - - - S
276 Lamellaxis gracile Hutton, 1834 Subulinidae - - - -
277 Leptopoma celebesianum celebesianum Cyclophoridae
Moellendorff, 1896 - - - S
278 Leptopoma menadense menadense Pfeiffer, 1861 Cyclophoridae
- - - S
279 Leptopoma vexillum Sarasin & Sarasin 1899 Cyclophoridae - - - S
280 Melanoides tuberculata Mller, 1774 Thiaridae - - - S
281 Naninia cincta Lea, 1834 Ariophantidae - - - S
282 Paraphaedusa pyrrha Sykes, 1897 Clausiliidae - - - S
283 Planispira bulbulus Mousson, 1849 Camaenidae - - - S
284 Planispira falvidula Martens, 1867 Camaenidae - - - S
285 Planispira zodiacus tuba Sarasin & Sarasin 1899 Camaenidae - - - S
286 Pomacea canaliculata Lamarck, 1822 Keong mas Ampullariidae - - - -
287 Prosopeas achatinaceum Pfeiffer, 1876 Subulinidae - - - S
288 Subulina octona Bruguiere, 1792 Subulinidae - - - -
289 Tarebia granifera Lamarck, 1822 Thiaridae - - - -
290 Thiara scabra Mller, 1774 Thiaridae - - - -
291 Tylomelania perfecta Mousson, 1849 Pachychilidae - - - S
292 Tylomelania robusta Marten, 1897 Pachychilidae - - - S
293 Tylomelania sp.1 Pachychilidae - - - S
294 Tylomelania sp.2 Pachychilidae - - - S
295 Tylomelania wallacei Reeve, 1860 Pachychilidae - - - S
296 Xesta luctuosa porcellanica Sarasin & Sarasin, 1899 Ariophantidae
- - - S
297 Xesta semipartita semipartita Ferussac, 1820 Ariophantidae - - - S
298 Xesta steursii steursii Shuttleworth, 1852 Ariophantidae - - - S
VII OLIGOCHAETA
299 Drawida barwelli Beddard, 1886 Moniligastridae - - - -
300 Pheretima- group sp.1 Megascolecidae - - - S
301 Pheretima- group sp.2 Megascolecidae - - - S
302 Pheretima- group sp.3 Megascolecidae - - - S
303 Polypheretima elongata Perrier, 1872 Megascolecidae - - - -
304 Pontoscolex corethurus Mller, 1857 Glossoscolecidae - - - -
VIII MALACOSTRACA
305 Armadillid Armadillidae - - - S
306 Cancrocaeca xenomorpha Ng, 1991 Kepiting gua laba-laba palsu Hymenosomatidae - - - S
307 Caridina leclerci Cai & Ng, 2009 Udang Atyidae - - - S
308 Caridina gracilirostris De Man, 1892 Udang Atyidae - - - -
309 Caridina longifrons Cai & Ng, 2007 Udang Atyidae - - - S
310 Caridina pareparensis De Man, 1892 Udang Atyidae - - - S
311 Caridina typus H. Milne-Edwards, 1837 Udang Atyidae - - - -
312 Caridina parvidentata J. Roux, 1904 Udang Atyidae - - - S
313 Caridina rubella Fujino & Shokita, 1975 Udang Atyidae - - - -
314 Caridina sulawesi Cai & Ng, 2009 Udang Atyidae - - - S
315 Cirolana marosina Botosaneanu, 2003 Kecoa air Cirolanidae - - - S
316 Kastarma microphthalmus Naruse & Ng, 2007 Kepiting Sesarmidae - - - S
317 Macrobrachium equidens Dana, 1852 Udang Palaemonidae - - - -
318 Macrobrachium horstii De Man, 1892 Udang Palaemonidae - - - -
319 Macrobrachium lanchesteri De Man, 1911 Udang Palaemonidae - - - -
320 Marosina brevirostris Cai & Ng, 2005 Udang Atyidae - - VU S
321 Marosina longirostris Cai & Ng, 2005 Udang Atyidae - - VU S
322 Macrobrachium lar Fabricius, 1798 Udang Atyidae - - - -
323 Macrobrachium latidactylus Thallwitz, 1891 Udang Atyidae - - - -
324 Papuaphiloschia sp. Philosciidae - - - S
325 Philosciidae sp. Philosciidae - - - S
326 Parathelphusa celebensis De Man, 1892 Kepiting Gacarcinucidae - - - S
327 Parathelphusa crocea Schenkel, 1902 Kepiting Gacarcinucidae - - - S
328 Parathelphusa pareparensis De Man, 1892 Kepiting Gacarcinucidae - - - S
329 Parathelphusa sorella Chia & Ng, 2006 Kepiting Gacarcinucidae - - - S
330 Parisia deharvengi Cai & Ng, 2009 Udang Atyidae - - - S
IX DIPLOPODA
331 Hypocambala sp. Cambalopsidae - - - S
332 Polidesmida sp. Polydesmidae - - - S
X ARACHNIDA
333 Charon sp. Kalacemeti charon Charontidae - - - -
334 Chaerilus sabinae Loureno, 1995 Kalajengking gua Chaerilidae - - - S
335 Eukonenia maros Conde, 1992 Eukoeniidae - - - S
336 Heteropoda beroni Jger, 2005 Laba-laba beron Sparassidae - - - -
337 Leclercera spinata Deeleman-Reinhold, 1995 Laba-laba spinata Ochyroceratidae - - - S
338 Prokoenenia celebica Conde, 1994 Prokoeneniidae - - - S
339 Pseudoscorpionida sp. - - - S
340 Psiloderces leclerci Deeleman-Reinhold, 1995 Laba-laba leklerci Ochyroceratidae - - - S
341 Sarax sp. Kalacemeti sarax Charinidae - - - S
342 Schizomida spp. - - - S
343 Speocera caeca Deeleman-Reinhold, 1995 Laba-laba seka Ochyroceratidae - - - S
344 Speocera karkari Deeleman-Reinhold, 1995 Laba-laba karkari Ochyroceratidae - - - -
345 Spermophora maros Huber, 2005 Laba-laba maros Pholcidae - - - S
XI ENTOGNATHA
346 Acrocyrtus sp. Entomobryidae - - - -
347 Alloscopus sp. Entomobryidae - - - -
348 Arrhopalites sp. Arrhopalitidae - - - -
349 Ascocyrtus sp. Entomobryidae - - - -
350 Bourletiellidae gen. sp. Bourletiellidae - - - -
351 Brachystomella sp. Neanuridae - - - -
352 Callyntrura (2 sp.) Paronellidae - - - -
353 Cephalachorutes sp. Neanuridae - - - -
354 Ceratrimeria sp. Neanuridae - - - -
355 Coecobrya sp. Entomobryidae - - - -
356 Cryptopygus sp. Isotomidae - - - -
357 Cyphoderus sp. Entomobryidae - - - -
358 Dicranocentroides Paronellidae - - - -
359 Entomobrya (cf. ) sp. Entomobryidae - - - -
360 Folsomides centralis Denis 1931 Isotomidae - - - -
361 Folsomides exiguus Folsom, 1932 Isotomidae - - - -
362 Folsomina onychiurina Denis, 1931 Isotomidae - - - -
363 Folsomia candida Willem, 1902 Isotomidae - - - -
364 Friesea sp. Neanuridae - - - -
365 Harlomillsia oculata Mills, 1937 Oncopoduridae - - - -
366 Harlomillsia sp. Oncopoduridae - - - -
367 Hypogastrura sp. Hypogastruridae - - - -
368 Isotomiella gr.delamarei Isotomidae - - - -
369 Isotomiella gr.minor Isotomidae - - - -
370 Isotomiella gr.nummulifer Isotomidae - - - -
371 Isotomodes sp. Isotomidae - - - -
372 Lepidocyrtus sp. Entomobryidae - - - -
373 Lepidonella sp. Paronellidae - - - -
374 Megalothorax minimus Willem, 1900 Neelidae - - - -
375 Megalothorax sp. Neelidae - - - -
376 Neelus sp. Neelidae - - - -
377 Oncopodura sp. Oncopoduridae - - - -
378 Onychiuridae gen. sp. Onychiuridae - - - -
379 Paleonura sp. Neanuridae - - - -
380 Paranura sp. Neanuridae - - - -
381 Pararrhopalites sp. Sminthurididae - - - -
382 Paronellidae gen. sp. Paronellidae - - - -
383 Proisotoma sp. Isotomidae - - - -
384 Pseudachorutes (3 sp.) Neanuridae - - - -
385 Pseudachorutes longisetus (cf. ) (sic) Cassagnau, Neanuridae
P, 1974:309 - - - -
386 Pseudachorutinae sp. Neanuridae - - - -
387 Pseudosinella maros Deharveng & Suhardjono, Entomobryidae
2004 - - - S
388 Ptenothrix sp. Dicyrtomidae - - - -
389 Rambutsinella sp. Entomobryidae - - - -
390 Sinella sp. Entomobryidae - - - -
391 Sminthuridae gen. sp. Sminthurididae - - - -
392 Sphaeridia sp. Sminthurididae - - - -
393 Sphyrotheca (2 sp.) Sminthurididae - - - -
394 Sulobella sp. Neanuridae - - - -
395 Superodontella (2 sp.) Odontellidae - - - -
396 Tullbergiidae gen. sp. Tullbergiidae - - - -
397 Vitronura (cf. ) sp. Neanuridae - - - -
398 Xenylla yucatana Mills, 1939 Hypogastruridae - - - -
XII PARAINSECTA
399 Lepidocampa borneensis Silvestri, 1933 Campodeidae - - - -
400 Lepidocampa hypogaea Conde, 1992 Campodeidae - - - S
XIII INSECTA (LEPIDOPTERA)
A LEPIDOPTERA
401 Acraea moluccana dohertyi Holland, 1891 Nymphalidae - - - S
402 Abisara echerius celebica Rber, 1886 Riodinidae - - - S
403 Abisara kausambi sabina Stichel, 1924 Riodinidae - - - S
404 Acrophtalmia leuce C. & R. Felder, 1867 Nymphalidae - - - S,M
405 Acytolepis puspa kuehni Rber, 1886 Lycaenidae - - - S
406 Allotinus macassarensis Holland, 1891 Lycaenidae - - - S
407 Allotinus major C. & R. Felder, 1865 Lycaenidae - - - S
408 Allotinus unicolor zitema Fruhstorfer, 1915 Lycaenidae - - - S,M
409 Amathusia phidippus celebensis Fruhstorfer, 1899 Nymphalidae
- - - S
410 Amathusia virgata thoanthea Fruhstorfer, 1911 Nymphalidae - - - S
411 Amathuxidia plateni iamos Brooks, 1937 Nymphalidae - - - S
412 Amblypodia narada confusa Riley, 1922 Lycaenidae - - - S
413 Anthene licates Hewitson, 1874 Lycaenidae - - - S,M
414 Anthene lycaenina Felder, 1868 Lycaenidae - - - S
415 Anthene villosa Snellen, 1878 Lycaenidae - - - S
416 Aoa affinis Vollenhoven, 1865 Pieridae - - - S
417 Appias aegis aegina Fruhstorfer, 1899 Pieridae - - - S
418 Appias albina albina Boisduval, 1836 Pieridae - - - -
419 Appias hombroni Lucas, 1852 Pieridae - - - S
420 Appias ithome C. & R. Felder, 1859 Pieridae - - - S
421 Appias lyncida lycaste C. & R. Felder, 1865 Pieridae - - - S
422 Appias paulina albata Hopffer, 1874 Pieridae - - - S
423 Appias zarinda zarinda Boisduval, 1836 Pieridae - - - S
424 Appias zondervani Toxopeus, 1950 Pieridae - - - S
425 Arhopala acetes Hewitson, 1862 Lycaenidae - - - S
426 Arhopala alitaeus alitaeus Hewitson, 1862 Lycaenidae - - - S
427 Arhopala araxes araxes C. & R. Felder, 1869 Lycaenidae - - - S,M
428 Arhopala argentea Staudinger, 1888 Lycaenidae - - - S
429 Arhopala dohertyi Bethune-Baker, 1903 Lycaenidae - - - S
430 Arhopala eridanus lewara Ribbe, 1926 Lycaenidae - - - S
431 Arhopala fulla Hewitson, 1862 Lycaenidae - - - -
432 Arhopala hercules hercules Hewitson, 1862 Lycaenidae - - - -
433 Arhopala irregularis Bethune-Baker, 1903 Lycaenidae - - - S
434 Arhopala quercoide s Rber, 1886 Lycaenidae - - - S
435 Arhopala sp. Lycaenidae - - - -
436 Ariadne celebensis Holland, 1891 Nymphalidae - - - S
437 Athyma eulimene badoura Butler, 1866 Nymphalidae - - - S
438 Badamia exclamationis Fabricius, 1775 Hesperiidae - - - -
439 Bassarona labotas labotas Hewitson, 1864 Nymphalidae - - - S
440 Bletogona mycalesis mycalesis C. & R. Felder, 1867 Nymphalidae
- - - S
441 Caleta caleta caleta Hewitson, 1876 Lycaenidae - - - S
442 Caleta decidia Fruhstorfer, 1922 Lycaenidae - - - -
443 Caleta rhode rhodana Fruhstorfer, 1918 Lycaenidae - - - S
444 Caleta roxus afranius Fruhstorfer, 1922 Lycaenidae - - - S
445 Callidula evander Stoll, 1780 Callidulidae - - - -
446 Castalius fasciatus Rber, 1887 Lycaenidae - - - S,M
447 Castalius rosimon Fruhstorfer, 1922 Lycaenidae - - - S
448 Catochrysops strabo celebensis Tite, 1959 Lycaenidae - - - S
449 Catopsilia pomona flava Butler, 1869 Pieridae - - - S
450 Catopsilia pyranthe pyranthe Linnaeus, 1758 Pieridae - - - -
451 Catopsilia scylla asema Staudinger, 1885 Pieridae - - - -
452 Catopyrops ancyra subfestivus Rber, 1886 Lycaenidae - - - -
453 Catopyrops rita bora Eliot, 1956 Lycaenidae - - - S
454 Cepora celebensis celebensis Rothschild, 1892 Pieridae - - - S
455 Cepora fora fora Fruhstorfer, 1897 Pieridae - - - S
456 Cepora timnatha filia Fruhstorfer, 1902 Pieridae - - - S
457 Cethosia biblis picta C. & R. Felder, 1867 Nymphalidae - - - S
458 Cethosia myrina sarnada Fruhstorfer, 1912 Nymphalidae - - S
459 Charaxes affinis affinis Butler, 1865 Nymphalidae - - - S
460 Charaxes nitebis luscius Fruhstorfer, 1914 Nymphalidae - - - S
461 Charaxes solon hannibal Butler, 1869 Nymphalidae - - - S
462 Chersonesia rahria celebensis Rothschild, 1892 Nymphalidae - - - S
463 Chilades boopis boopis Fruhstorfer, 1915 Lycaenidae - - - S
464 Cirrochroa eremita Tsukada, 1985 Nymphalidae - - - S
465 Cirrochroa semiramis C. & R. Felder, 1867 Nymphalidae - - - S
466 Cirrochroa thule C. & R. Felder, 1860 Nymphalidae - - - S
467 Coladenia kehelatha Hewitson, 1878 Hesperiidae - - - S,M
468 Cupha arias celebensis Fruhstorfer, 1900 Nymphalidae - - - S
469 Cupha maeonides rovena Fruhstorfer, 1912 Nymphalidae - - - S
470 Curetis tagalica celebensis C. & R. Felder, 1862 Lycaenidae - - - S
471 Cyrestis heracles heracles Staudinger, 1896 Nymphalidae - - - S,M
472 Cyrestis strigata strigata C. & R. Felder, 1867 Nymphalidae - - - S
473 Cyrestis thyonneus celebensis Staudinger, 1896 Nymphalidae - - - S
474 Dacalana anysiades Rber, 1887 Lycaenidae - - - S
475 Dacalana anysis anysis Hewitson, 1865 Lycaenidae - - - S
476 Danaus affinis fulgurata Butler, 1866 Nymphalidae - - - S
477 Danaus chrysippus gelderi Snellen, 1891 Nymphalidae - - - S
478 Danaus genutia Cramer, 1779 Nymphalidae - - - -
479 Danaus genutia leucoglene C. & R. Felder, 1865 Nymphalidae - - - S
480 Danaus ismare fulvus Ribbe, 1890 Nymphalidae - - - S
481 Delias rosenbergi rosenbergi Vollenhoven, 1865 Pieridae - - - S
482 Deudorix epijarbas megakles Fruhstorfer, 1911 Lycaenidae - - - S
483 Discolampa ethion ulyssides Grose Smith, 1895 Lycaenidae - - - S
484 Discolampa ilissus ilissus Felder, 1859 Lycaenidae - - - S
485 Discophora bambusae celebensis Holland, 1891 Nymphalidae - - - S
486 Doleschallia polibete celebensis Fruhstorfer, 1899 Nymphalidae
- - - S
487 Dophla evelina dermoides Rothschild, 1892 Nymphalidae - - - S
488 Elodina sota Eliot, 1956 Pieridae - - - S
489 Elymnias cumaea C. & R. Felder, 1867 Nymphalidae - - - S
490 Elymnias hewitsoni atys Fruhstorfer, 1907 Nymphalidae - - - S
491 Elymnias hicetas hicetina Fruhstorfer, 1904 Nymphalidae - - - S
492 Elymnias mimalon nysa Fruhstorfer, 1907 Nymphalidae - - - S
493 Erebus ephesperis Hbner, 1827 Noctuidae - - - -
494 Euchrysops cnejus Fabricius, 1798 Lycaenidae - - - S
495 Euploea algea horsfieldi C. & R. Felder, 1865 Nymphalidae - - - S
496 Euploea configurata C. & R. Felder, 1865 Nymphalidae - - - S
497 Euploea eleusina vollenhovii C. & R. Felder, 1865 Nymphalidae
- - - S
498 Euploea eupator Hewitson, 1858 Nymphalidae - - - S
499 Euploea hewitsonii hewitsonii C. & R. Felder, 1865 Nymphalidae
- - - S
500 Euploea latifasciata latifasciata Weymer, 1885 Nymphalidae - - - S
501 Euploea phaenareta Schaller, 1785 Nymphalidae - - - -
502 Euploea redtenbacheri redtenbacheri C. & R. Nymphalidae
Felder, 1865 - - - S
503 Euploea sp. Nymphalidae - - - -
504 Euploea sylvester Fabricius, 1793 Nymphalidae - - - -
505 Euploea westwoodii meyeri Hopffer, 1874 Nymphalidae - - - S
506 Eurema alitha C. & R. Felder, 1862 Pieridae - - - -
507 Eurema blanda odinia Fruhstorfer, 1910 Pieridae - - - S,M
508 Eurema celebensis celebensis Wallace, 1867 Pieridae - - - S
509 Eurema hecabe latimargo Hopffer, 1874 Pieridae - - - S
510 Eurema tominia tominia Vollenhoven, 1865 Pieridae - - - S
511 Euripus robustus Wallace, 1869 Nymphalidae - - - S
512 Euthalia aconthea bakrii Mller, 1994 Nymphalidae - - - S
513 Euthalia amanda amanda Hewitson, 1862 Nymphalidae - - - S
514 Euthalia sp. Hbner, 1819* Nymphalidae - - - -
515 Faunis menado menado Hewitson, 1863 Nymphalidae - - - S
516 Flos apidanus Cramer, 1779 Lycaenidae - - - -
517 Gandaca butyrosa samanga Fruhstorfer, 1910 Pieridae - - - S
518 Graphium agamemnon comodus Fruhstorfer, 1903 Papilionidae
- - - S
519 Graphium androcles androcles Boisduval, 1836 Papilionidae - - - S
520 Graphium antiphates kurosawai Igarashi, 1979 Papilionidae - - - S
521 Graphium codrus celebensis Wallace, 1865 Papilionidae - - - S
522 Graphium deucalion deucalion Boisduval, 1836 Papilionidae - - - S
523 Graphium encelades Boisduval, 1836 Papilionidae - - - S
524 Graphium eurypylus pamphylus C. & R. Felder, Papilionidae
1865 - - - S
525 Graphium meyeri meyeri Hopffer, 1874 Papilionidae - - - S
526 Graphium milon milon C. & R. Felder, 1864 Papilionidae - - - S
527 Graphium rhesus rhesus Boisduval, 1836 Papilionidae - - - S
528 Halpe beturia Hewitson, 1868 Hesperiidae - - - S
529 Hebomoia glaucippe celebensis Wallace, 1863 Pieridae - - - S
530 Helcyra celebensis celebensis Martin, 1913 Nymphalidae - - - S
531 Hypolimnas anomala stellata Fruhstorfer, 1912 Nymphalidae - - - S,M
532 Hypolimnas bolina bolina Linnaeus, 1758 Nymphalidae - - - -
533 Hypolimnas diomea diomea Hewitson, 1861 Nymphalidae - - - S
534 Hypolimnas diomea fraterna Wallace, 1869 Nymphalidae - - - S
535 Hypolimnas misippus Linnaeus, 1764 Nymphalidae - - - -
536 Hypolycaena erylus gamatius Fruhstorfer, 1912 Lycaenidae - - - S
537 Hypolycaena sipylus giscon Fruhstorfer, 1912 Lycaenidae - - - S,M
538 Hypolycaena xenia Grose Smith, 1895 Lycaenidae - - - S
539 Hypothecla honos de Nicville, 1898 Lycaenidae - - - S
540 Idea blanchardii marosiana Fruhstorfer, 1903 Nymphalidae - - - S
541 Ideopsis juventa ishma Butler, 1869 Nymphalidae - - - S
542 Ideopsis vitrea arachosia Fruhstorfer, 1910 Nymphalidae - - - S
543 Iraota rochana johnsoniana Holland, 1890 Lycaenidae - - - S
544 Jamides alecto Snellen, 1878 Lycaenidae - - - -
545 Jamides aratus lunata de Nicville, 1898 Lycaenidae - - - S
546 Jamides celeno optimus Rber, 1886 Lycaenidae - - - -
547 Jamides cyta zelia Fruhstorfer, 1916 Lycaenidae - - - S
548 Jamides festivus festivus Rber, 1886 Lycaenidae - - - S
549 Jamides fractilinea Tite, 1960 Lycaenidae - - - S
550 Jamides philatus philatus Snellen, 1878 Lycaenidae - - - S
551 Jamides snelleni Rober, 1886 Lycaenidae - - - S
552 Junonia almana battana Fruhstorfer, 1906 Nymphalidae - - - S
553 Junonia atlites acera Fruhstorfer, 1912 Nymphalidae - - - S
554 Junonia erigone gardineri Fruhstorfer, 1902 Nymphalidae - - - S
555 Junonia hedonia intermedia C. & R. Felder, 1867 Nymphalidae - - - S
556 Junonia orithya Linnaeus, 1758 Nymphalidae - - - -
557 Kupu-kupu malam (?) Hedylidae - - - -
558 Kupu-kupu malam (?) Hedylidae - - - -
559 Kupu-kupu malam (?) Hedylidae - - - -
560 Kupu-kupu malam (?) Hedylidae - - - -
561 Kupu-kupu malam (?) Hedylidae - - - -
562 Kupu-kupu malam (?) Hedylidae - - - -
563 Kupu-kupu malam (?) Hedylidae - - - -
564 Kupu-kupu malam (?) Hedylidae - - - -
565 Kupu-kupu malam (?) Hedylidae - - - -
566 Lamasia lyncides notus Tsukada, 1991 Nymphalidae - - - S
567 Lamproptera meges akirai Tsukada & Nishiyama, Papilionidae
1980 - - - S
568 Lasippa neriphus tawayana Fruhstorfer, 1899 Nymphalidae - - - S
569 Leptosia lignea Vollenhoven, 1865 Pieridae - - - S
570 Leptosia nina dione Wallace, 1867 Pieridae - - - S
571 Lethe europa arcuata Butler, 1868 Nymphalidae - - - S
572 Lethe violae Tsukada & Nishiyama, 1979 Nymphalidae - - - S
573 Lexias aeetes phasiana Butler, 1870 Nymphalidae - - - S
574 Libythea geoffroy celebensis Staudinger, 1889 Nymphalidae - - - S
575 Lohora decipiens Martin, 1929 Nymphalidae - - - S
576 Lohora dinon Hewitson, 1864 Nymphalidae - - - S
577 Lohora unipupillata Fruhstorfer, 1898 Nymphalidae - - - S
578 Megisba malaya sikkima Moore, 1884 Lycaenidae - - - S
579 Melanitis boisduvalia ernita Fruhstorfer, 1911 Nymphalidae - - - S
580 Melanitis leda celebicola Martin, 1929 Nymphalidae - - - S
581 Melanitis phedima linga Fruhstorfer, 1908 Nymphalidae - - - S
582 Melanitis pyrrha hylecoetes Holland, 1890 Nymphalidae - - - S
583 Melanitis velutina ribbei Rber, 1886 Nymphalidae - - - S
584 Milionia everetti Rothschild, 1896 Geometridae - - - S
585 Moduza libnites Hewitson, 1859 Nymphalidae - - - -
586 Moduza lycone lyconides Fruhstorfer, 1913 Nymphalidae - - - S
587 Moduza lymire lymire Hewitson, 1859 Nymphalidae - - - S
588 Monodontides kolari Ribbe, 1926 Lycaenidae - - - S
589 Mycalesis horsfieldi Moore, 1892 Nymphalidae - - - -
590 Mycalesis itys remulina Fruhstorfer, 1897 Nymphalidae - - - S
591 Mycalesis janardana opaculus Fruhstorfer, 1908 Nymphalidae - - - S
592 Nacaduba angusta pamela Grose Smith, 1895 Lycaenidae - - - S
593 Nacaduba berenice eliana Fruhstorfer, 1916 Lycaenidae - - - S
594 Nacaduba kurava kurava Moore, 1858 Lycaenidae - - - -
595 Nacaduba pactolus pactolides Fruhstorfer, 1916 Lycaenidae - - - S
596 Neptis celebica celebica Moore, 1899 Nymphalidae - - - S
597 Neptis ida ida Moore, 1858 Nymphalidae - - - S
598 Notocrypta paralysos yaya Fruhstorfer, 1911 Hesperiidae - - - S
599 Nyctemera baulus nigrovena , Swinhoe 1903 Arctiidae - - - -
600 Odontoptilum angulatum helias Felder & Felder, Hesperiidae
1867 - - - -
601 Orsotriaena jopas jopas Hewitson, 1864 Nymphalidae - - - S
602 Ourapteryx sp. Geometridae - - - -
603 Pachliopta polyphontes polyphontes Boisduval, Papilionidae
1836 - - - S
604 Pantoporia antara pytheas Fruhstorfer, 1913 Nymphalidae - - - S
605 Papilio ascalaphus ascalaphus Boisduval, 1836 Papilionidae - - - S
606 Papilio blumei fruhstorferi Rber, 1897 Papilionidae - - - S
607 Papilio demoleus Linnaeus, 1758 Papilionidae - - - -
608 Papilio fuscus pertinax Wallace, 1865 Papilionidae - - - -
609 Papilio gigon gigon C. & R. Felder, 1864 Papilionidae - - - S
610 Papilio peranthus adamantius C. & R. Felder, 1864 Papilionidae
- - - S
611 Papilio polytes alcindor Oberthr, 1879 Papilionidae - - - S
612 Papilio sataspes sataspes C. & R. Felder, 1864 Papilionidae - - - S
613 Papilio veiovis Hewitson, 1865 Papilionidae - - - -
614 Parantica cleona luciplena Fruhstorfer, 1892 Nymphalidae - - - S
615 Parantica menadensis Moore, 1883 Nymphalidae - - - S
616 Pareronia tritaea bargylia Fruhstorfer, 1910 Pieridae - - - S
617 Parthenos sylvia salentia Hopffer, 1874 Nymphalidae - - - S
618 Phaedyma daria albescens Rothschild, 1892 Nymphalidae - - - S
619 Phalanta alcippe celebensis Wallace, 1869 Nymphalidae - - - S
620 Pithecops corvus Fruhstorfer, 1919 Lycaenidae - - - -
621 Pithecops phoenix Rber, 1886 Lycaenidae - - - S
622 Polyura alphius piepersianus Martin, 1924 Nymphalidae - - - S
623 Polyura cognata cognata Vollenhoven, 1861 Nymphalidae - - - S
624 Pratapa icetoides Moore, 1881 Lycaenidae - - - -
625 Prosotas dubiosa Piepers & Snellen, 1918 Lycaenidae - - - -
626 Prosotas ella Toxopeus, 1930 Lycaenidae - - - S
627 Prosotas nora Felder, 1860 Lycaenidae - - - -
628 Pseudergolis avesta toalarum Fruhstorfer, 1912 Nymphalidae - - - S
629 Pseudocoladenia dan eacus Latreille, 1823 Hesperiidae - - - -
630 Psychonotis piepersii Snellen, 1878 Lycaenidae - - - S
631 Rapala dioetas Hewitson, 1869 Lycaenidae - - - S
632 Rapala enipeus Staudinger, 1888 Lycaenidae - - - S
633 Rapala manea manea Hewitson, 1863 Lycaenidae - - - S,M
634 Rapala ribbei Rber, 1886 Lycaenidae - - - S
635 Rapala sp. Lycaenidae - - - -
636 Rapala varuna olivia Druce, 1895 Lycaenidae - - - S
637 Remelana jangala orsolina Hewitson, 1865 Lycaenidae - - - S
638 Rhinopalpa polynice megalonice C. & R. Felder, Nymphalidae
1867 - - - S
639 Rohana macar macar Wallace, 1869 Nymphalidae - - - S
640 Saletara panda nigerrima Holland, 1891 Pieridae - - - S
641 Sinthusa verena Grose-Smith, 1895 Lycaenidae - - - S
642 Sp.10 (?) Lycaenidae - - - -
643 Sp.11 (?) Lycaenidae - - - -
644 Sp.12 (?) Lycaenidae - - - -
645 Spalgis epius substrigatus Snellen, 1878 Lycaenidae - - - S
646 Surendra vivarna samina Fruhstorfer, 1904 Lycaenidae - - - S
647 Symbrenthia anna Semper, 1888 Nymphalidae - - - -
648 Symbrenthia hippoclus clausus Fruhstorfer, 1904 Nymphalidae - - - S
649 Symbrenthia lilaea utakata Tsukada & Nishiyama, Nymphalidae
1985 - - - S
650 Symbrenthia platena Staudinger, 1897 Nymphalidae - - - S
651 Tagiades japetus prasnaja Fruhstorfer, 1910 Hesperiidae - - - -
652 Tagiades trebellius trebellius Hopffer, 1874 Hesperiidae - - - S
653 Tajuria cyrillus Hewitson, 1865 Lycaenidae - - - S
654 Tajuria iapyx iapyx Hewitson, 1865 Lycaenidae - - - S
655 Tajuria mantra jalysus C. & R. Felder, 1865 Lycaenidae - - - S
656 Tarattia lysanias lysanias Hewitson, 1859 Nymphalidae - - - S
657 Terinos taxiles poros Fruhstorfer, 1906 Nymphalidae - - - S
658 Tetragonus catamitus Geyer, 1832 Callidulidae - - - -
659 Tirumala choaspes choaspes Butler, 1886 Nymphalidae - - - S
660 Tirumala hamata goana Martin, 1910 Nymphalidae - - - S
661 Troides celebensis Wallace, 1865 Papilionidae - - - S
662 Troides haliphron haliphron Boisduval, 1836 Papilionidae II - S
663 Troides helena hephaestus Felder, 1865 Papilionidae II - S
664 Troides hypolitus cellularis Rothschild, 1895 Papilionidae II - S
665 Vindula dejone celebensis Butler, 1879 Nymphalidae - - - S
666 Vindula erota banta Eliot, 1956 Nymphalidae - - - S
667 Yoma sabina nimbus Tsukada, 1985 Nymphalidae - - - S,M
668 Ypthima kalelonda celebensis Rothschild, 1892 Nymphalidae - - - S
669 Ypthima nynias nynias Fruhstorfer, 1911 Nymphalidae - - - S
670 Zethera incerta tenggara Roos, 1992 Nymphalidae - - - S
B COLEOPTERA
671 Aegus sp. Lucanidae - - - -
672 Anillini Carabidae - - - -
673 Batocera sp. Cerambycidae - - - -
674 Chloridolum promissum Pascoe, 1869 Cerambycidae - - - S
675 Eustra saripaensis Deuve, 2002 Carabidae - - - S
676 Laccophilus pseudanticatus Toledo, Hendrich and Dytiscidae - - - S
Stastn, 2002
677 Mateuellus troglobioticus Deuve, 1990 Carabidae - - - S
678 Mateuellus troglobioticus faillei Deuve, 2010 Carabidae - - - S
679 Speonoterus bedosae Spangler, 1996 Noteridae - - - S
680 Tmesisternus (Arrhenotus) wallacei Pascoe, 1858 Cerambycidae
- - - S
C DICTYOPTERA
681 Blatta sp. Kecoa blatta Blattidae - - - S
682 Nocticola spp. Kecoa gua buta Nocticolidae - - - S
D HEMIPTERA
683 Enicocephalidae Enicocephalidae - - - -
684 Polydictya bantimurung Constant, 2015 Fulgoridae - - - S
E HYMENOPTERA
685 Aulojoppa spilocephala Cameron, 1907 Ichneumonidae - - - -
687 Dolichoris n.sp. Agaonidae - - - -
689 Eccoptosage praedatoria Smith, 1859 Ichneumonidae - - - -
691 Eccoptosage schizoaspis Cameron, 1902 Ichneumonidae - - - -
693 Parapolybia v. varia Fabricius, 1787 Vespidae - - - -
695 Ropalidia mathematica Smith, 1860 Vespidae - - - -
697 Sycoscapter n.sp. Pteromalidae - - - -
699 Thyreus sp. (?) Apidae - - - -
701 Trichospilus striatus sp. nov. Ubaidillah, 2006 Eulophidae - - - S
703 Vespa velutina celebensis Prez, 1910 Vespidae - - - -
F ORTHOPTERA
704 Cardiodactylus sp. Gryllidae - - - -
705 Lebinthus villemantae Robillard 2010 Gryllidae - - - S
706 Podoscirtinae sp. Gryllidae - - - -
707 Rhaphidophora sp. Jangkrik gua Rhaphidophoridae - - - S
G TRICHOPTERA
708 Agapetus sp. Glossosomatidae - - - -
709 Cheumatopsyche sp. Hydropsychidae - - - -
710 Chimarra sp. Philopotamidae - - - -
711 Hydropsyche sp. Hydropsychidae - - - -
712 Lepidostoma sp. Lepidostomatidae - - - -
713 Setodes sp. Leptoceridae - - - -
H ODONATA
714 Aciagrion femina oryzae - - - -
715 Agriocnemis pygmaea - - - -
716 Brachythemis contaminata - - - -
717 Celebothemis delecollei - - - -
718 Crocothemis servilia - - - -
719 Diplacodes trivialis - - - -
720 Drepanosticta quadrata - - - -
721 Ictinogomphus sp. - - - -
722 Ischnura senegalensis - - - -
723 Lathrecista asiatica - - - -
724 Libellago aurantiaca - - - -
725 Libellago lineata - - - -
726 Nannophlebia eludens - - - -
727 Neurothemis ramburii - - - -
728 Neurothemis stigmatizans - - - -
729 Orthetrum glaucum - - - -
730 Orthetrum pruinosum - - - -
731 Orthetrum sabina - - - -
732 Pantala flavescens - - - -
733 Potamarcha congener - - - -
734 Pseudagrion microcephalum - - - -
735 Pseudagrion pilidorsum - - - -
736 Rhinocypha monochroa - - - -
737 Teinobasis rufithorax - - - -
738 Tholymis tillarga - - - -
739 Trithemis aurora - - - -
740 Trithemis festiva - - - -
Sumber : Data Primer BTN Babul dan dihimpun dari berbagai sumber
KETERANGAN :
I Status dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
II CITES (I=Appendix I; II, Appendix II; III, Appendix III)
III IUCN (NE= Not Evaluated; DD= Data Deficient; LC= Least Concern; NT= Near Theatened; VU= Vulnerable; EN= Endangered; CR= Critically
Endangered; EW= Extinct In The Wild; EX= Extinct)
IV Endemik (S=Sulawesi; M=Maluku)
MENTERI KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
MENTERI KEHUTANAN,
Menimbang: a. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 890/Kpts-
II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 telah ditunjuk areal hutan di Provinsi Sulawesi
Selatan seluas 3.879.771 (tiga juta delapan ratus tujuh puluh sembilan ribu tujuh
ratus tujuh puluh satu) hektar sebagai kawasan hutan diantaranya Cagar Alam,
Taman Wisata Alam, Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Produksi
Tetap pada Kelompok Hutan Bantimurung - Bulusaraung di Kabupaten Maros dan
Pangkep;
b. bahwa kawasan hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung - Bulusaraung seluas
43.750 (empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) hektar tersebut butir a
merupakan ekosistem karst yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dengan
keanekaragaman yang tinggi serta keunikan dan kekhasan gejala alam dengan
fenomena alam yang indah;
c. bahwa ekosistem karst Maros - Pangkep tersebut butir b memiliki berbagai jenis
flora, antara lain : Bintangur (Calophyllum sp.), Beringin (Ficus sp.), Nyato
(Palaquium obtusifolium), dan flora endemik Sulawesi Kayu hitam (Diospyros
celebica), berbagai jenis satwa liar yang khas dan endemik diantaranya Kera hitam
(Macaca maura), Kuskus sulawesi (Phalanger celebencis), Musang sulawesi
(Macrogolidia mussenbraecki), Rusa (Cervus timorensis), burung Enggang hitam
(Halsion cloris), Raja udang (Halsion cloris), Kupu-kupu (Papilio blumei, Papilio
satapses, Troides halipton, Troides helena), berbagai jenis amfibia dan reptilia
seperti Ular phyton (Phyton reticulates), Ular daun, Biawak besar (Paranus sp.),
Kadal terbang, dan lainnya;
d. bahwa ekosistem karst Maros - Pangkep tersebut butir b selain memiliki lansekap
karst yang unik, gua-gua dengan ornamen stalaktit dan stalakmit, gua-gua yang
bernilai historis/situs purbakala, panorama alam yang indah, air terjun, yang dapat
dikembangkan sebagai laboratorium alam untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan
konservasi alam serta kepentingan ekowisata, juga merupakan daerah tangkapan
air bagi kawasan di bawahnya dan beberapa sungai penting di Provinsi Sulawesi
Selatan seperti S. Walanea, S. Pangkep, S. Pute, dan S. Bantimurung;
e. bahwa dalam rangka perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam hayati dan ekosistem tersebut di atas, maka berdasarkan Berita
Acara Hasil Pengkajian dan Pembahasan Tim Terpadu tanggal 8 Oktober 2004,
kawasan hutan di Kelompok Hutan Bantimurung - Bulusaraung seluas 43.750 ha
(empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) hektar memenuhi syarat untuk
diubah fungsi menjadi Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi Taman Nasional;
f. bahwa berhubung dengan itu, untuk menjamin perlindungan, kelestarian dan
pemanfaatan potensi kawasan hutan tersebut, sesuai dengan ketentuan Peraturan
Pemerintah Nomor 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan
Pelestarian Alam maka dipandang perlu untuk mengubah fungsi kawasan hutan di
Kelompok Bantimurung - Bulusaraung seluas 43.750 (empat puluh tiga ribu tujuh
ratus lima puluh) hektar terdiri dari Cagar Alam seluas 10.282,65 (sepuluh ribu dua
ratus delapan puluh dua enam puluh lima perseratus) hektar, Taman Wisata Alam
seluas 1.624,25 (seribu enam ratus dua puluh empat dua puluh lima perseratus)
hektar, Hutan Lindung seluas 21.343,10 (dua puluh satu ribu tiga ratus empat puluh
tiga sepuluh perseratus) hektar, Hutan Produksi Terbatas seluas 145 (seratus empat
puluh lima) hektar, dan Hutan Produksi Tetap seluas 10.355 (sepuluh ribu tiga ratus
lima puluh lima) hektar terletak di Kabupaten Maros dan Pangkep, Provinsi Sulawesi
Selatan sebagai Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi Taman Nasional, dengan
Keputusan Menteri Kehutanan.
Memperhatikan:1.Surat Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 660/27/Set tanggal 5 Januari 2004, dan
rekomendasi Nomor 660/472/SET tanggal 7 Pebruari 2003.
2.Rekomendasi Bupati Maros Nomor 660.1/532/Set tanggal 13 Nopember 2002.
3.Surat Bupati Pangkep Nomor 430/13/DLHK tanggal 15 Maret 2003.
4.Keputusan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 27 tahun 2003 tanggal 19
Desember 2003.
5.Rekomendasi DPRD Kabupaten Maros Nomor 660.1/347/DPRD/2002 tanggal 17
Desember 2002.
6.Surat Ketua DPRD Kabupaten Pangkep Nomor 005/194/Sek-DPRD tanggal 30 Juli
2003.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERTAMA : Mengubah fungsi kawasan hutan pada Kelompok Hutan Bantimurung - Balusaraung
seluas 43.750 (empat puluh tiga ribu tujuh ratus lima puluh) hektar terdiri dari Cagar
Alam seluas 10.282,65 (sepuluh ribu dua ratus delapan puluh dua enam puluh lima
perseratus) hektar, Taman Wisata Alam seluas 1.624,25 (seribu enam ratus dua puluh
empat dua puluh lima perseratus) hektar, Hutan Lindung seluas 21.343,10 (dua puluh
satu ribu tiga ratus empat puluh tiga sepuluh perseratus) hektar, Hutan Produksi
Terbatas seluas 145 (seratus empat puluh lima) hektar, dan Hutan Produksi Tetap
seluas 10.355 (sepuluh ribu tiga ratus lima puluh lima) hektar terletak di Kabupaten
Maros dan Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Taman Nasional Bantimurung -
Bulusaraung.
KEDUA : Batas sementara Taman Nasional Bantimurung - Bulusaraung tersebut diktum
PERTAMA, adalah sebagaimana terlukis pada peta lampiran keputusan ini, sedangkan
batas tetapnya akan ditentukan setelah diadakan penataan batas di lapangan.
KETIGA : Memerintahkan kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
untuk melakukan pengelolaan atas Taman Nasional Bantimurung - Bulusaraung.
KEEMPAT : Memerintahkan kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan untuk mengatur
pelaksanaan pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini.
KELIMA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J A K A R T A
Pada tanggal : 18 Oktober 2004
MENTERI KEHUTANAN,
ttd.
MUHAMMAD PRAKOSA