Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

DAN EKOWISATA TAMAN NASIONAL TAKA BONE RATE

Kelompok 4/B2
1. Arif Zulfa Pratama (J3M116012)
2. Ayu Ni Matul Maula (J3M116015)
3. Della Monia p (J3M116025)
4. Muhammad Faiz Adjita (J3M116079)
5. Puput Ariesta Nadia (J3M116104)
6. Donna Fitriyana G (J3M216166)

PROGRAM STUDI TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konservasi adalah suatu upaya pelestarian, perlindungan, dan pemenfaatan sumber daya secara
berkelanjutan. Kepentingan konservasi di Indonesia khususnya sumber daya sudah dimulai sejak
tahun 1970 an melalui mainstream konservation global yaitu suatu upaya perlindungan terhadap
jenis-jenis hewan dan tumbuhan langka. UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan beserta
perubahannya (UU No.45 Tahun 2009) dan UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengarahkan bahwa pemerintah dan seluruh stakeholder
pembangunan kelautan dan perikanan lainnya untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan
dan lingkungannya secara berkelanjutan. PP No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber
Daya Ikan menjabarkan arahan kedua undang-undang tersebut dengan mengamanahkan
pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melaksanakan konservasi
sumber daya ikan, dan salah satunya adalah melalui penetapan dan pengelolaan kawasan
konservasi perairan. Selanjutnya, selaras dengan penyelenggaraan otonomi daerah yang
diamanahkan oleh UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, tanggung jawab
pengelolaan kawasan konservasi perairan, termasuk kawasan konservasi perairan pesisir dan
pulau-pulau kecil (KKP3K), dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hingga
kini, pemerintah pusat dan daerah telah melahirkan tidak kurang dari 16 juta hektar luasan
kawasan konservasi perairan dan akan menggenapkan luasan kawasan konservasi perairan
tersebut menjadi 20 juta hektar pada Tahun 2020.
Sejarah konservasi menegaskan, titik krusial keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran
konservasi terletak pada efektivitas pengelolaan yang dilakukan terhadap sebuah kawasan
konservasi. Untuk mencapai hal tersebut, ditetapkan Peraturan Menteri Kelautan Nomor 30
Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Lebih
lanjut, pada tahun 2011 Dit.KKJI juga telah menyusun Pedoman Evaluasi Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (E-KKP3K).
Kebijakan pengelolaan kawasan konservasi selama ini terfokus pada konservasi
sumberdaya alam. Meskipun kawasan konservasi mempunyai tujuan utama pada upaya
konservasi sumberdaya alam, tetapi secara normatif perlu diupayakan untuk memenuhi
tujuan yang lebih luas untuk merekonsiliasi ketegangan antara sistem alam dengan sistem
manusia. Perubahan politik yang lebih demokratis dan otonomi daerah memberikan
konsekuensi bahwa pemerintah pusat tidak lagi menjadi satu-satunya institusi yang
bertanggung jawab dalam mengelola kawasan konservasi

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami keadaan ekosistem, flora dan fauna serta peran
pemerintah terhadap keberlangsungan hidup masyarakat di sekitar Taman Nasional Taka Bone
Rate.

1.3 Manfaat
a. Menambah wawasan mahasiswa terhadap pentingnya konservasi lingkungan hidup.
b. Mahasiswa diharapkan dapat ikut berperan serta melaksanakan konservasi.
c. Mahasiswa dapat lebih menghargai keberlangsungan lingkungan hidup.

KONDISI UMUM
2.1 Sejarah
Status kawasan Taka Bonerate bermula sebagai cagar alam berdasarkan SK Menteri
Kehutanan No. 100/Kpts-II/1989.  Kemudian ditunjuk menjadi Taman Nasional berdasarkan SK
Menteri Kehutanan No. 280/KPTS-II/1992, tanggal 26 Februari 1992 dan ditetapkan dengan SK
Menteri Kehutanan No. 92/KPTS-II/2001, tanggal 15 Maret 2001 dengan luas kawasan 530.765
ha. Tahun 1997, Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibentuk Untuk melakukan pengelolaan kawasan
Taman Nasional, dengan SK Menteri Kehutanan Nomor: 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret
1997. Sejak tanggal 10 Juni 2002 berubah menjadi Balai Taman Nasional Tipe C setingkat Eselon
III, sesuai dengan SK Menhut No. 6186/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Taman Nasional. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007
tanggal 1 Pebruari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman
Nasional berubah menjadi Balai Taman Nasional Tipe B yang terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha,
Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I dan II serta Kelompok Jabatan Fungsional dengan
tugas pokok melakukan penyelenggaraan konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
dan pengelolaan kawasan taman nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
2.2 Letak Geografis
Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan salah satu di antara 24 Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan yang letaknya di ujung selatan Pulau Sulawesi dan memanjang dari
Utara ke Selatan. Daerah ini memiliki kekhususan yakni satu-satunya Kabupaten di Sulawesi
Selatan yang seluruh wilayahnya terpisah dari daratan Sulawesi dan terdiri dari gugusan
beberapa pulau sehingga membentuk suatu wilayah kepulauan. Secara geografis, Kabupaten
Kepulauan Selayar berada pada koordinat (letak astronomi) 5°42' - 7°35' Lintang Selatan dan
120°15' - 122°30' bujur timur.

2.3 Aksesibilitas
Dari Makassar pengunjung harus berkendara dengan mobil sejauh 200 Km kurang lebih
selama 5 jam ke Kabupaten Bulukumba, tepatnya ke pelabuhan Bira Bulukumba, sebelum
akhirnya menyebrang ke pelabuhan Pamatata Selayar. Perjalanan dari Bira ke Pamatata
membutuh kan waktu 2 jam. Dari Pamatata ke ibukota kabupaten Selayar harus berkendaraan
lagi selama 1 jam. Untuk menuju TN Takabonerate belum ada transportasi reguler, sehingga
harus menggunakan speed boot dengan biaya 5 juta selama 3 hari termasuk ongkos
penginapan, retribusi dan keliling spot penyelaman yang diinginkan.
2.4 Iklim
Tipe iklim di Kawasan Taman Nasional Taka Bone Rate termasuk tipe B dan C, musim
hujan terjadi pada bulan November hingga Juni dan sebaliknya musim kemarau pada bulan
Agustus hingga September. Secara umum curah hujan yang terjadi cukup tinggi dan sangat
dipengaruhi oleh angin musiman.
2.5 Flora dan Fauna
Terdapat sekitar 295 jenis ikan karang dan berbagai jenis ikan konsumsi yang bernilai
ekonomis tinggi seperti kerapu (Epinephelus spp.), cakalang (Katsuwonus spp.), Ikan Napoleon
(Cheilinus undulatus), dan baronang (Siganus sp). Sebanyak 244 jenis moluska di antaranya lola
(Trochus niloticus), kerang kepala kambing (Cassis cornuta), triton (Charonia tritonis), batulaga
(Turbo spp.), kima sisik (Tridacna squamosa), kerang mutiara (Pinctada spp.), dan nautilus
berongga (Nautilus pompillius). Jenis-jenis penyu yang tercatat termasuk penyu sisik
(Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), dan penyu lekang (Dermochelys
coriacea). Terumbu karang yang sudah teridentifikasi sebanyak 261 jenis dari 17 famili di
antaranya Pocillopora eydouxi, Montipora danae, Acropora palifera, Porites cylindrica, Pavona
clavus, Fungia concinna, dan lain-lain. Sebagian besar jenis-jenis karang tersebut telah
membentuk terumbu karang atol (barrier reef) dan terumbu tepi (fringing reef). Semuanya
merupakan terumbu karang yang indah dan relatif masih utuh.
2.6 Ekosistem
Ekosistem yang terdapat di TN Takabonerate terdiri dari ekosistem terumbu karang,
ekosistem pantai, dan ekosistem padang lamun. Di kawasan TN Takabonerate terdapat 3
kategori terumbu karang yaitu terumbu karang penghalang, terumbu karang tepi, dan atol.
Keanekaragaman jenis biota penyusun ketiga kategori terumbu karang tersebut cukup tinggi
serta terdapat beberapa lokasi terumbu karang yang sangat terjal. TN Takabonerate juga
memiliki ekosistem padang lamun yang merupakan ekosistem laut dangkal di perairan hangat
dengan dasar pasir dan di dominasi oleh tumbuhan lamun. Keberadaannya bersifat ekstensif di
semua bagian kawasan terutama pada daerah-daerah pantai dengan substrat pasir berlumpur.
Selain itu TN Takabonerate memiliki ekosistem pantai yang terdiri dari 15 pulau.
2.7 Potensi Wisata
Terdapat 15 pulau yang ada di kawasan TN Takabonerate dengan potensi wisata berupa
hamparan pasir putih yang luas, pulau tempat berkumpulnya burung laut, terumbu karang
dengan biota lautnya, keragaman ikan hias dan objek wisata budaya di luar kawasan. Bahkan TN
Takabonerate masuk dalam kawasan atoll terbesar ke tiga dunia setelah kepulauan Marshal dan
Suwadiva di Maldives.
Berdasarkan potensi yang ada, maka beberapa kegiatan wisata bahari yang dapat
dikembangkan antara lain, snorkelling, Scubadiving, katamaran (perahu berdasar kaca),
berjemur di pasir putih, wisata budaya, berkemah, menikmati makanan laut sambal menikmati
panorama lau lepas dan menikmati proses sunset.
2.8 Zonasi
Pengelolaan kawasan TNTBR dilaksanakan dengan sistem zonasi. Penetapan zonasi
dalam kawasan TNTBR didasarkan pada Keputusan Direktorat Jenderal PHKA Nomor: SK. 150/IV-
SET/2012 tanggal 17 September 2012 tentang Zonasi Taman Nasional Taka Bonerate. Zonasi
dalam kawasan TNTBR terdiri dari 4 zona yaitu Zona Inti (8.341 Ha), Zona Perlindungan Bahari
(21.188 Ha), Zona Pemanfaatan (500.879) yang terbagi atas 4 peruntukan yaitu zona yang
diperuntukkan bagi masyarakat dalam kawasan, zona yang diperuntukkan bagi masyarakat
sekitar kawasan, zona yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dan zona yang
diperuntukkan bagi aktivitas wisata dan Zona Khusus (357 Ha).

Pembahasan
1. Sosial Budaya

Jumlah dan Penyebaran Penduduk

Terdapat 7 (tujuh) buah pulau yang berpenghuni dalam kawasan TN Taka Bonerate, yang secara
administratif terbagi ke dalam 6 desa yaitu :

1. Desa Tarupa meliputi Pulau Tarupa


2. Desa Rajuni meliputi Pulau Rajuni Besar dan Pulau Rajuni Kecil
3. Desa Latondu meliputi Pulau Latondu Besar
4. Desa Jinato meliputi Pulau Desa Jinato
5. Desa Tambuna meliputi Pulau Pasitallu Tengah
6. Desa Khusus Pasitallu Raya meliputi Pulau Pasitallu Timur

Semua pemukiman telah ada sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai Taman Nasional. Struktur
kependudukan pada 5 tahun terakhir tidak banyak perubahan namun untuk Tahun 2013 jumlah
penduduk dalam kawasan TN Taka Bonerate berjumlah 6.771 jiwa.  Kalau dilihat dari kepadatan
penduduk terlihat seolah-olah kepadatan penduduk rendah, tetapi dari beberapa pulau yang
berada dalam satu desa hanya pulau-pulau tertentu saja yang ditempati untuk pemukiman
masyarakat sehingga kepadatan penduduk pulau-pulau tersebut cukup tinggi

Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat dalam kawasan TN Taka Bonerate relatif rendah.


Umumnya masyarakat cuma mengenyam pendidikan setingkat SD. Jumlah penduduk yang
menyelesaikan tingkat pendidikannya ke jenjang lebih tinggi masih sangat sedikit. Kurangnya
fasilitas pendidikan baik formal maupun informal serta faktor motivasi untuk bersekolah menjadi
faktor penyebab taraf pendidikan masyarakat dalam kawasan TN Taka Bonerate tergolong
rendah.

Sarana pendidikan yang tersedia dalam kawasan hanya Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sekolah Dasar (SD) terdapat disemua pulau berpenghuni
yaitu Pulau Tarupa, Pulau Latondu, Pulau Rajuni Besar, Pulau Rajuni Kecil, Pulau Pasitallu
Timur, Pulau Pasitallu Tengah sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) hanya
terdapat dibeberapa pulau yaitu Pulau Rajuni Kecil, Pulau Tarupa, Pulau Pasitallu Timur, dan
Pulau Jinato.

Mata Pencaharian

Umumnya masyarakat dalam kawasan TN Taka Bonerate menggantungkan hidupnya


pada aktivitas kenelayanan. Mata pencaharian masyarakat dalam kawasan adalah nelayan dan
pedagang hasil laut atau pengumpul, pedagang kelontong, aparat pemerintah desa, PNS guru,
tenaga medis, polisi, tentara yang ditugaskan dalam kawasan TN Taka Bonerate.

Tradisi dan Adat Istiadat

Penduduk dalam kawasan didominasi oleh suku Bugis dan suku Bajo dan selebihnya
etnis lain seperti Makassar, Selayar dan Flores. Dalam pergaulan sehari-hari mereka
menggunakan bahasa Bugis, bahasa Bajo atau bahasa Selayar.Rumah penduduk umumnya
merupakan rumah tipe panggung yang terbuat dari kayu dengan atap dari daun kelapa atau seng.
Namun juga terdapat beberapa rumah yang semi permanen dan permanen.

2. Permasalahan
Illegal fishing merupakan permasalahan yang cukup menonjol di Kabupaten Kepulauan
Selayar khususnya didalam kawasan TN Takabonerate. Adapu permasalahan yang ditemui di
lapangan antara lain penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah
lingkungan seperti pukat harimau dan bom ikan. Konflik penggunaan alat tangkap didalam
kawasan TN Takabonerate. Kegiatan illegal fishing mengakibatkan kerugian yang besar bagi
perairan TN Takabonerate, seperti ancaman kelestarian sumber daya ikan, iklim perikanan yang
tidak kondusif, serta kerugian yang sangat terkait dengan harga diri bangsa berupa rusaknya citra
Indonesia pada kancah internasional karena dianggap tidak mampu mengelola perikanannya
dengan baik.

3. Solusi
Pihak pemerintah di Kepulauan Selayar tepatnya Bupati Kepulauan Selayar telah membentuk
forum pengawasan dan penangananillegal fishing yang ditetapkan pada suatu Surat Keputusan
Nomor : 685/XI/Tahun 2017 tanggal 20 November yang memuat 4 poin yaitu:
a. Membentuk forum pengawasan dan penanganan illegal fishing
b. Forum tersebut bertugas menyiapkan rencana kerja, jadwal pengawasan, dan evaluasi
kegiatan dalam hal pengendalian illegal fishing.
c. Melaksanakan penyuluhan, pencegahan, dan penindakan serta penangan kepada
masyarakat yang berkaitan dengan illegal fishing.
d. Instansi wajib mendukung segala sarana dan prasarana serta pendanaan yang
dibutuhkan forum dalam melaksanakan tugas pengawasan dan penanganan illegal
fishing.

PENUTUP

Kesimpulan

Kawasan TN Takabonerate merupakan kawasan konservasi yang masih bersifat alami. Perencanaan
pengembangannya memerlukan koordinasi dan integrasi dari semua instansi terkait, yang tidak kalah
penting adalah melibatkan masyarakat sekitar dalam pengelolaan kawasannya. Pengembangan kawasan
TN Takabonerate harus memberikan manfaat terutama bagi upaya perlindungan dan pelestarian serta
pemanfaatan potensi dan jasa lingkungan sumber daya kelautan.

DAFTAR PUSTAKA

. UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

PP No. 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan

UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Menteri Kelautan Nomor 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan

Anda mungkin juga menyukai