RAKYAT
Oleh :
Kelompok 1
FAKULTAS KEHUTANAN
BANJARBARU
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
makalah ini dengan judul “Dampak sertifikasi terhadap pengelolaan hutan rakyat”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sertifikasi Hutan.
Dalam makalah ini membahas tentang peranan dari sertifikasi hutan dalam
telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penyusun juga berharap semoga
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................
Latar Belakang.......................................................................................................
Rumusan Masalah........................................................................................................
Tujuan.....................................................................................................................
Pembahasan............................................................................................................
BAB 3 Penutup.......................................................................................................
Kesimpulan.............................................................................................................
Saran.......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerusakan Hutan
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan yang
dimaksud dengan sumberdaya hutan adalah benda hayati, non hayati dan jasa yang
terdapat di dalam hutan yang telah diketahui nilai pasar, kegunaan dan teknologi
cenderung berkurang seiring dengan kerusakan yang terus terjadi. Eksploitasi hutan
berlebihan, illegal logging, pembukaan lahan, kebakaran hutan, dan perebutan lahan
2009).
Pengelolaan Hutan
upaya yang dilakukan dengan menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup
konservasi, lindung, dan produksi), meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai,
perubahan sistem pemerintahan yang ada. Sebelum ada otonomi daerah maka segala
ijin pengelolaan hutan berada pada kewenangan pusat, namun sekarang daerah
kewenangan ini bertujuan agar pengelolaan hutan dapat lebih bermanfaat bagi
ijin ini hanya untuk menyenangkan masyarakat agar dapat dipilih kembali dalam
pemilihan kepala daerah (Tacconi, dkk. 2003). Lahirnya PP No. 38/2007 yang
bentuk kegiatannya adalah pemberdayaan masyarakat di dalam dan atau sekitar hutan
hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan atau kemitraan (Peraturan Pemerintah nomor
6 tahun 2007). Masyarakat dapat memiliki ijin untuk memanfaatkan sumber daya
hutan setelah mendapat fasilitasi pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai
areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri (Peraturan Menteri
melestarikan alam, lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya mereka. Sardjono (2004)
secara lestari. Banyak klaim tentang pengetahuan ilmiah oleh para ahli pengetahuan
dan sementara itu pengetahuan “masyarakat lokal” yang tradisional justru membawa
mereka terus menjaganya (Hinrichs dkk, 2008). Adanya pengelolaan hutan rakyat,
secara langsung maupun tidak langsung telah diakui memberi dampak positif bagi
ekonomi, sosial dan lingkungan di sekitarnya. Dalam arti yang lebih luas,
pengelolaan hutan oleh rakyat, memberikan jaminan kepada masyarakat atas akses
dan kontrol terhadap sumber daya hutan untuk penghidupan mereka di dalam dan di
Pengelolaan hutan rakyat juga tidak terlepas kebutuhan masyarakat itu sendiri,
karena dalam pengelolaan hutan rakyat terdapat istilah “tebang butuh”. Sifat
sesuai dengan kebutuhan keluarga, seperti untuk biaya sekolah, hajatan atau
memenuhi kebutuhan untuk konstruksi rumah sendiri. Masyarakat akan melakukan
mengendalikan kegiatan pemanenan di hutan rakyat, hal ini terkait dengan belum
adanya landasan hukum dalam kegiatan pemanenan tersebut. Jika dibiarkan begitu
saja maka akan berpengaruh kepada keberlanjutan hutan rakyat itu sendiri. Oleh
karena itu untuk menjamin pengelolaan hutan rakyat berkelanjutan maka pemerintah
Sertifikasi Hutan
(2006), melalui sertifikasi diharapkan ada insentif yaitu berupa harga kayu yang
cukup tinggi kepada pengelola hutan yang mampu menunjukkan bahwa mereka telah
Hinrichs (2008) dalam studinya menyatakan suatu hal yang nyata bahwa
Pengenalan serifikasi oleh para pendukung yang menjanjikan insentif pasar untuk
sertifikasi menjadi alasan utama bagi masyarakat untuk terlibat dalam semua aspek
diinterpretasikan sebagai alat yang efektif untuk meningkatkan kesadaran publik dan
pasar dalam tahap pengembangan agar dapat memastikan bahwa masyarakat lokal
Lestari (PHBML) akan memberikan dampak terhadap pengelolaan hutan rakyat yang
dikelola oleh Gabungan Organisasi Pelestari Hutan Rakyat Wono Lestari Makmur.
Maryudi (2005), sertifikasi hutan rakyat masih mempunyai beberapa kendala internal
seperti manajemen dan kelembagaan pengelolaan yang belum mantap. Oleh karena
itu perlu diketahui dampak dari Sertifikasi Hutan Rakyat terhadap pengelolaan hutan
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sertifikasi di hutan rakyat?
2. Apa saja tujuan dari sertifikasi di hutan rakyat?
3. Apa saja peran sertifikasi di hutan rakyat?
4. Apa saja dampak dari sertifikasi di hutan rakyat?
C. TUJUAN
1. Mengetahui peranan sertifikasi hutan
ISI
PEMBAHASAN
pasar yang dirancang untuk mempromosikan pemanfaatan sumber daya hutan secara
melalui verifikasi independen sesuai dengan prinsip, kriteria, dan indikator yang telah
dari pengelolaan hutan yang dapat diterima. Dampak sertifikasi yang diharapkan
meliputi:
ekosistem)
aset)
masyarakat.
kegiatan eksploitasi hutan, dimana adanya oknum korporat yang mampu melakukan
pelanggaran aturan maupun penebangan illegal baik dari perusahaan maupun
perorangan. Upaya yang ditetapkan oleh pemerintah agar setiap perusahaan kayu
untuk melakukan sistem eksploitasi tebang pilih Indonesia dan kewajiban untuk
memelihara tegakan dengan sistem silvikultur intensif. Hal ini merupakan beberapa
Dalam mengurangi pemanasan global, COP 13 telah sepakat atas peran penting
pengelolaan hutan lestari dalam menurunkan emisi karbon melalui skema REDD+.
dengan menargetkan pengurangan emisi karbon sebesar 26% pada 2020 dimana 14%-
nya diharapkan datang dari sektor kehutanan yang dikelola secara lestari.
“Pengurangan emisi dari pengelolaan hutan yang dikelola secara lestari dapat
menurunkan emisi sekitar 7% atau separo dari total target pengurangan emisi sektor
kehutanan (14 %) melalui proses perlindungan areal hutan dari konversi hutan alam
dan penebangan berdampak rendah ,” ujar Agung Prasetyo, Direktur Eksekutif LEI.
membuktikan hutan telah dikelola secara lestari. Manfaat jasa lingkungan melalui
perdagangan karbon dari hutan hanya dapat terasa dari hutan lestari yang terjaga
fungsinya, karena itu sertifikasi dapat digunakan sebagai instrumen dalam penurunan
Hasil dari adanya kebijakan sertifikasi hutan ini mampu menurunkan angka
2017-2018 sebesar 0,44 juta hektare. Luas deforestasi tertinggi terjadi di kelas hutan
sekunder yaitu sebesar 0,3 juta hektare, dimana 51,8% atau 0,16 juta hektare berada
dalam kawasan hutan dan sisanya seluas 0,15 juta hektare di luar kawasan hutan. Hal
masyarakat memberikan kabar baik bagi masyarakat baik secara langsung maupun
tidak langsung. Perbaikan dalam aspek ekologis dan sosiologis telah terjadi sehingga
sehingga dapat memperbaiki tata kelola air, iklim mikro, habitat satwa, penanaman
masyarakat. Penjagaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat lebih intensif dan
memiliki peluang besar dalam pencegahan illegal loging, hal ini didasari oleh usaha
dimana tidak ada lagi persaingan dalam memperoleh hasil hutan untuk dijual,
bahkan akan saling bekerjasama dalam tata kelola sumber daya hutan dan
pemeliharaan hutan. Proses sertifikasi hutan juga akan membantu masyarakat untuk
2. Sertifikasi Kayu dari Hutan Rakyat di Wonogiri, Jawa Tengah dan Gunung Kidul,
Mutu Agung Lestari. Bentuk sertifikasi dengan skema LEI ini dikembangkan di
Indonesia dengan sistem dan standar sertifikasi untuk hutan alam, hutan tanaman, dan
kata ketua Forum Komunitas Petani Sertifikasi Heribertus Siman. Desa Selopuro
merupakan hutan rakyat yang mendapatkan sertifikasi ekolabel pada tahun 2004,
bersama tetangga desanya Sumber Rejo dengan luas lahan 549,68 hektare. ''Setelah
sertifikasi, yang bisa dirasakan itu adalah sumber air. Dulu sewaktu hutan belum jadi
harus memikul air sejauh 1,5 km sekarang tidak. Setiap lahan kosong harus ditanami
Setelah mendapatkan sertifikasi ekolabel, pohon jati dari lahan masyarakat bisa
mendapatkan nilai jual lebih tinggi dan bisa dipasarkan di Eropa dan Amerika Serikat
dalam bentuk produk perabot rumah tanga. Meski demikian, tidak ada eksploitasi
yang berlebihan. Petani diwajibkan untuk menanam pohon sebagai ganti dari pohon
yang ditebang, seperti dijelaskan Surtantini, ''untuk pelestarian hutan rakyat itu, kalau
tebang satu harus menanam sepuluh pohon''. Selain menjaga hutan, sekitar 8 warga
Sertifikasi "Chain of Custody" (COC) atau lacak balak oleh Lembaga Ekolabel
Indonesia akan menjamin asal usul produk kayu dan non-kayu yang hanya berasal
dari hutan rakyat lestari dan diperoleh secara legal.Direktur PT. Furni Jawa Lestari
Jajag Suryoputro menjelaskan alasan penggunaan produk kayu dari hutan rakyat yang
bersertifikasi. ''Kalau kita bicara tentang produk sertifikasi dari kayu bersertifikasi itu
bukan didorong dari permintaan, harus didorong dari pemasok kayu, karena tujuan
kita adalah menyelamatkan atau melestarikan sumber daya alam yang ada. Tujuan
juga memberi contoh kepada masyarakat untuk tidak asal tebang, semua ada
konsekuensinya''.
Produk mebel PT. Furni Jawa Lestari sebagian besar diekspor ke negara-negara
Syarat untuk pencantuman logo tersebut adalah perusahaan dan sumber produk kayu
perusahaan, tanpa berfikir asalnya dari mana. Kalau perusahaan kami beda, kami
berfikir meski ekolabel tidak dikenal pasar, tetapi itu adalah kejujuran dari Indonesia.
Kami bisa diaudit secara terbuka, siapapun yang beli silahkan hubungi kami
berdasarkan nomor kode barang yang tertempel pada barang, dia akan tahu dari mana
asal kayu ini''. Selain dari Desa Selopuro, PT Furni Jawa Lestari juga mendapatkan
pasokan kayu sertifikasi dari Wonosari Kab. Gunung Kidul, Daerah Istimewa
A. Kesimpulan
yang terjadi adalah saling eratnya hubungan antar masyarakat, dimana tidak ada
lagi persaingan dalam memperoleh hasil hutan untuk dijual, dimanfaatkan dalam
B. Saran
Office.
Roby, Abdian Pratama, dkk. 2015.Pengelolaan Hutan Rakyat oleh Kelompok Pemilik