Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGANTAR KONSERVASI DAN SUMBER DAYA ALAM


KAWASAN KONSERVASI DI INDONESIA
RIAU DAN JAMBI : BUKIT TIGA PULUH (B30)
Dosen Pengampu :
Ir. Mahmud M. Siregar, M.Pd

Disusun Oleh :
Citra Chairunnisa
11140161000005
Pendidikan Biologi 7A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
A. Tujuan
1. Mendeskripsikan kawasan konservasi di Indonesia
2. Menjelaskan spesifikasi kawasan dengan perbandingan antara kawasan
B. Landasan Teori
Menurut Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Taman
Nasional adalah salah satu kawasan konservasi yang relatif paling maju baik bentuk
maupun sistem pengelolaannya dibandingkan dengan Taman Hutan Raya, Taman Wisata
Alam, Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Taman Nasional bahkan memperoleh
perhatian yang lebih serius dalam pengembangannya dibandingkan dengan pengembangan
kawasan lindung ataupun pengembangan gagasan cagar biosfer. Departemen Kehutanan
juga berencana mengembangkan 21 Taman Nasional Model dan meningkatkan status
sebagian Balai Taman Nasional menjadi Balai Besar Taman Nasional. Taman Nasional
Model diartikan sebagai suatu taman nasionak yang dikelola sesuai dengan kondisi
spesifik lokasi, termasuk perubahan yang terjadi secara efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel menuju tercapainya taman nasional mandiri (Setyowati, dkk, 2008).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 1998 tentang
Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam disebutkan bahwa kawasan Taman
Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola
dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional adalah kawasan
pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budaya, pariwisata, dan rekreasi (Pasal 1 ayat 14 UU No.05 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya).
Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) secara resmi dibentuk pada tahun 1995
melalui SK. Menteri Kehutanan yang merupakan penggabungan kawasan Hutan Lindung
(HL) di wilayah Provinsi Riau dan Jambi serta alih fungsi sebagian kawasan Hutan
Produksi Terbatas (HPT) di wilayah Riau (SK Menhut Nomor 539/Kpts-II/1995).
Bukit Tigapuluh menghampar di kawasan perbukitan curam di tengahtengah dataran
rendah Sumatera. Geografi kawasan ini memang terpisah dari rangkaian pegunungan
Bukit Barisan yang membentang di sepanjang sisi barat Sumatera. Empat ekosistem
membentuk bentang alam Bukit Tigapuluh: hutan alam perawan,hutan alam bekas
tebangan, semak belukar dan kebun karet dan ladang (Winarni, 2016).
Pengamatan satwa dan panorama tersaji di Puputan Keling, atau air terjun yang
menyegarkan di Tembelung Berasap. Jejak pertambangan ada di Camp Granit dengan jalur
wisata sepanjang 8,6 km. Area Camp Granit cocok untuk berburu foto, pengamatan
burung, pendakian, maupun sekadar bersantai menikmati alam (Winarni, 2016).
C. Alat dan Bahan
Nama Alat Jumlah Nama Bahan Jumlah
Studi Literatur
Alat Tulis melalui buku,
jurnal, dan internet

D. Data Pengamatan
Data Kawasan Konservasi : Taman Nasional Bukit TigaPuluh (TNBT)
Provinsi/ Kabupaten/ Kota Riau dan Jambi
Surat Keputusan Menteri Kehutanan
Dasar Hukum Nomor 539/Kpts-II/1995 pada tanggal 05
Oktober 1995
Tipe Kawasan Taman Nasional
127.698 hektar berdasarkan pada SK
Menteri Kehutanan, SK No. 539/Kpts-
II/1995.
Luas Kawasan

144.223 hektar berdasarkan Sk Menteri
Kehutanan, SK No. 6407/Kpts-II/2002.
Kab. Indragiri Hulu dan Kab. Indragiri
Letak Geografis Hilir Provinsi Riau serta Kab. Bungo Tebo
dan Kab. Tanjung Jabung, Provinsi Jambi
Koordinat Kawasan 0°40’ – 1°30 LS, 102°13’ – 102°45’ BT
Hutan dataran rendah, hutan pamah dan
Tipe Ekosistem
hutan dataran tinggi.
Jelutung (Dyera costulata), getah merah
Flora (Palaquium sp.), pulai (Alstonia
scholaris), kempas (Koompassia excelsa),
rumbai (Shorea sp.), cendawan muka
rimau/raflesia (Rafflesia hasseltii), jernang
atau palem darah naga (Daemonorops
draco), dan berbagai jenis rotan.
 Memiliki 59 jenis mamalia, 6 jenis
primata, 151 jenis burung, 18 jenis
kelelawar, dan berbagai jenis kupu-
kupu.
 Disamping merupakan habitat
harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae), tapir (Tapirus indicus),
Fauna
ungko (Hylobates agilis), beruang
madu (Helarctos malayanus
malayanus), sempidan biru (Lophura
ignita), kuau (Argusianus argus
argus) dan lain-lain; juga sebagai
perlindungan hidroorologis Daerah
Aliran Sungai Kuantan Indragiri.

E. Hasil dan Analisis Pengamatan


1. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Bukit Tigapuluh merupakan hutan lindung yang telah diubah dan ditunjuk
menjadi taman nasional dengan SK. Menteri Kehutanan No. 539/Kpts-II/1995.
Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh mempunyai ekosistem hutan hujan tropika
dataran rendah yang merupakan peralihan antara hutan rawa dan hutan pegunungan.
Keanekaragaman flora di Taman Nasional Bukit Tigapuluh yakni sebesar 4,66 pada
skala keanekaragaman Shannon Indeks 0-5,23. Tidak kurang dari 1.500 jenis
tumbuhan terdapat di kawasan tersebut yang sebagian diantaranya berupa jenis-jenis
komersial penghasil kayu, getah, kulit, buah, pangan, obatobatan dan tumbuhan
langka yang dilindungi (Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh, 2001).
Desa-desa yang termasuk zona penyangga TNBT sebanyak 29 desa, yaitu : (1)
sembilan desa ada di sebelah selatan (Jambi) dengan kepadatan penduduk antara 2-15
jiwa/km2; (2) dua puluh desa di sebelah utara (Riau) dengan kepadatan penduduk rata-
rata 12 jiwa/km2. Luas wilayah yang termasuk zona penyangga TNBT adalah sekitar
2.900 km2 di sebelah selatan dan 2.250 km2 di sebelah utara TNBT (Kuswanda dan
Mukhtar, 2006).
Berdasarkan kondisi topografinya ekosistem hutan di Taman Nasional Bukit
Tigapuluh dikategorikan sebagai hutan hujan tropika dataran rendah, karena memiliki
iklim yang selalu basah, tanah kering dan ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Dilihat
dari segi penyebarannya, vegetasi di Taman Nasional Bukit Tigapuluh termasuk
dalam zona vegetasi indonesia bagian barat dengan jenis-jenis pohon yang dominan
suku Diterocarpaceae (Anonim, 2017)
Berdasarkan perbedaan struktur tegakan, komposisi jenis dan fisiognominya,
ekosistem Taman Nasional Bukit Tigapuluh terdiri dari 4 macam, yaitu: 1) Hutan alam
primer: hutan hujan tropika yang masih alami belum terganggu oleh aktivitas
pembalakan kayu. Jenis yang dominan di sub ekosistem ini umumnya dan suku
Dipterocarpaceae, yaitu jenis-jenis meranti (seperti Shorea abovoidadan S.
accummata ) 2) Hutan gangguan: kawasan hutan alam yang telah mengalami
penebangan. Pada sub ekosistem ini dikuasai oleh jenis-jenis yang berasal dari suku
Euphorbiaceae, antara lain Elastriopermum tapos dan Baccaurea racemosa. 3) Hutan
belukar (hutan sekunder): kawasan yang telah dibuka untuk dijadikan perladangan
kemudian ditinggalkan dan dijadikan ladang kembali pada periode berikutnya. Jenis-
jenis yang pada sub ekosistem ini adalah jenis-jenis pioner, seperti Macaranga
gigantea dan M. triloba. 4) Kebun karet: kawasan yang digunakan oleh masyarkat
untuk berkebun dengan jenis tanaman utama adalah karet (Hevea brasiliensis)
(Anonim, 2017).
2. Flora
Flora Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh memiliki keanekaragaman
jenis tumbuhan yang tergolong tinggi. Sesuai dengan letak tampilannya, tumbuhan
yang sama dengan tumbuh-tumbuhan hujan tropika dataran rendah yang ada di Pulau
Sumatera, Pulau Kalimantan dan Semenanjung Melayu. Namun demikian
berdasarkan Penelitian dan Eksplorasi Botani Yang Telah dilakukan Telah
terindentifikasi 176 Beroperasi tumbuhan Dan ditemukan beberapa spesies Yang unik
Dan diduga langka diantaranya: Cendawan Muka Rimau (Rafflesia hasseltii), salo
(daun payung altifrons), mapau (Pinanga multiflora), mapau Kalui (Iguanura
wallichiana), jelutung (Dyera costulata), jernang (Daemonorops draco), meranti (
Shorea peltata), kayu gaharu (Aquilaria malacensis), rotan (Calamus ciliaris dan
Calamus exilis), ramin (Gonistylus bancanus), kemenyan (Styrax benzoin), pasak
bumi (Eurycoma longifolia), pinang bacung (Nenga sp.) , kabau tupai (Archidendron
bubalinum), akar mendera (Phanera kochiana), keduduk rimba (Baccaurea
racemosa), dan silima tahun (Baccaurea stipulata). Cendawan muka rimau adalah
tumbuhan khas dan endemik Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Jenis flora lainya
antara lain getah merah (Palaquium sp.), pulai (Alstonia scolaris ), kempas
(Koompassia excelsa ), rumbai (Shorea sp. ), medang ( Litsea sp., Dehaasia sp.), kulit
sapat (Parashorea sp.), bayur ( Pterospermum javanicum) , kayu kelat ( Eugenia sp.),
dan kasai (Pometia pinnata).
Beberapa sumberdaya tumbuhan yang ada di dalam dan sekitar Taman Nasional
Bukit Tigapuluh telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan pengobatan.
Suku Melayu memanfaatkan 182 jenis tumbuhan untuk pengobatan 45 macam
penyakit, dan 8 jenis cendawan (jamur) untuk 8 macam penyakit. Suku Talang Mamak
dimanfaatkan 110 jenis tumbuhan obat untuk pengobatan 56 macam penyakit dan 22
jenis cendawan untuk perawatan 18 macam penyakit. Dari kekayaan alam yang
banyak itu, ada 51 tumbuhan obat, 8 cendawan obat dan 2 binatang obat yang memiliki
sangat baik untuk diteliti dan dikembangkan.
Jenis-jenis tumbuhan yang biasa digunakan untuk obat-obatan masyarakat asli
taman nasional, antara lain akar kunyit Dilenia sp.), Akar kelobosan (Rourea sp), kayu
manau (Canarium litorale), kemenyan (Stryrax benzoin ), cabai tempala (Piper
canium), lase putih, pasak bumi (Eurycoma longifolia), kulim (Scorodocarpus
borneensis), lumpang (Sterculia oblongata), dan palem batang isi (Arenga sp.).
Disamping sebagai obat sumberdaya tumbuhan juga digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tercatat 486 jenis tumbuhan hutan yang telah
dimanfaatkan dan 158 jenis tumbuhan hutan sudah dibudidayakan. Tumbuhan yang
telah dimanfaatkan itu terdiri atas 27 jenis sebagai tumbuhan hias, 16 jenis sebagai
bumbu masak, 10 jenis sebagai sumber karbohidrat, 5 jenis sebagai penghasil lateks
dan resin, 26 jenis untuk keperluan ritual dan magis, 18 jenis sebagai sumber papan
kayu, 21 jenis sebagai sumber tali-temali, dan 3 jenis sebagai sumber pewarna.
3. Fauna
Berdasarkan penelitian di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh
menemukan minimal 59 jenis mamalia, beberapa halogen terancam punah, yaitu
harimau sumatera ( Panthera tigris sumatraensis ) , Gajah Asia ( Elephas maximus ),
berang-berang ( Aonyx cinerea ) , macan dahan ( Neofelis nebulosa ) , kucing
keemasan ( Catopuma Temminckii ), kelelawar buah bersayap ( Balionycteris
maculate ), kelelawar buah putih berkerah ( Megaerops wetmorei ) dan tapir Melayu
( Tapirus indicus ) . Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatraensis ) memiliki
daerah jelajah yang luas, sampai memanfaatkan kawasan di sekitar Taman Nasional
Bukit Tigapuluh sering ditemukan di konsesi MPH PT. IFA, PT. Dalek Hutani Esa,
dan PT Natma Hutani. Karena fungsinya dalam ekosistem Taman Nasional Bukit
Tigapuluh dan daya tariknya, maka harimau Sumatera telah ditetapkan sebagai satwa
utama di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Sesuai temuan yang terekam
jebakan kamera, populasi harimau Sumatera di kawasan Taman Nasional Bukit
Tigapuluh diperkirakan sebanyak 20-30 ekor (PHKS, 2004). Di dalam dan di sekitar
kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh juga ditemukan 6 jenis primata, yaitu
simpai (Presbytis melalophos) , ekor monyet panjang (Macaca fascicularis) , beruk
(Macaca nemestrina) , ungko (Hylobates agilis) , siamang (Symphalangus
syndactylus), dan kokah ( Presbytis femoralis). Selain itu di kawasan Taman Nasional
Bukit Tigapuluh ada 193 jenis burung atau sepertiga jenis burung di Pulau Sumatera
(Danielsen & Heegaard, 1994).
Diantara jenis-jenis ini tergolong langka dan hampir langka, yaitu badai bangau
( Ciconia stormi ), bangau tongtong ( Leptoptilos javanicus ) , Anghinga melanogaster
, itik air ( Cairina scutulata), Puyuh hitam ( Melanoperdix nigra ), sempidan merah (
Lophura erythrophthalma ), sempidan biru ( Lophura ignita ), paruh kodok gede (
Batrachostamus auritius ), Rangkong gading ( Buceros vigil ) , PAOK delima ( Pitta
granatina ), Dan asi dada-Kelabu ( Melacopteron albogulare ). Beberapa jenisnya
adalah jenis endemik di Sumatera, yaitu itik air , rangkong papan , cucak kuning
(Pycnonotus melanicterus ), pelatuk ( Trichastoma tickelli ) dan bondol tunggir putih
( Lonchura striata ).Sentuhan minimal 134 jenis serangga di dalam dan sekitar
kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Melihat potensinya, kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh merupakan
salah satu kawasan penelitian serangga yang menarik di Pulau Sumatera.Keanekanian
jenis ikannya menurut Siregar dkk. (1994) mencakup 25 famili, 52 genus, dan 97
spesies. Selain itu 18 jenis kelelawar hidup di kawasan Taman Nasional Bukit
Tigapuluh.
Ancaman Utama Penebangan liar Di sekitar kawasan TNBT ditemukan
beberapa lokasi areal penebangan hutan secara liar, di kawasan Teluk Keritang-
Simpang Datai, Sungai Akar, Rantau Langsat, Usul, Alim, Puntianai, Pemayungan,
Suo-Suo dan Semambu. Penebangan pembohong ini dilakukan baik oleh
perseorangan maupun kelompok. Begitu jalur mengangkut kayu keluar bekas bekas
HPH. Kegiatan penebangan liar ini meningkat pada musim kemarau. Perburuan
pembohong Berdasarkan laporan WWF Tiger Project, harimau sering diburu oleh
masyarakat lokal bekerjasama dengan jaringan pengedar satwa ilegal. Selain harimau,
perburuan burung juga kerap. Perburuan lebih banyak dilakukan oleh masyarakat luar
taman nasional. Burung yang paling banyak diburu adalah murai batu dan beo (tiung).
Perburuan juga terjadi pada jenis labi-labi yang dilakukan oleh Orang Kubu dan
Talang Mamak. Perladangan berpindah Penduduk lokal di TNBT khususnya Talang
Mamak dan Melayu setiap tahunnya melakukan perladangan berpindah. Pembukaan
ladang berpindah yang dilakukan masyarakat per rata rata rata 1 - 2 ha / tahun / KK.
Ladang yang telah dibuka ditanami maksimal 2 kali atau 2 tahun. Akhir-akhir ini
mereka mengintegrasikan penanaman karet dan perladangan berpindah, sehingga
setiap saat membutuhkan lahan untuk menanam padi dengan kemampuan 1 - 2 ha /
tahun.
Transmigrasi Dari kawasan TNBT yang ditunjuk pada tahun 1995, ada
pemukiman transmigrasi yang ditempatkan berdekatan dengan kawasan TNBT yaitu
UPT Puntianai yang dibangun tahun 1996. orang yang terbagi dalam hal ini sebanyak
350 KK yang terdiri dari masyarakat Melayu, Jawa dan Batak. Adanya hak istimewa
yang diberikan bagi masyarakat Melayu yang berasal dari Desa Sipang dan Alim
untuk membuka hutan di sekitar areal transmigrasi untuk perladangan dan perkebunan
menjadi ancaman untuk keutuhan kawasan.
4. Peta Sebaran Kawasan

Gambar 1
Peta Zonasi Kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Sumber :
http://tfcasumatera.org/wp-content/uploads/2014/01/Taman-Nasional-Bukit-
Tigapuluh-TNBT.jpg
F. Kesimpulan
Bukit Tigapuluh merupakan hutan lindung yang telah diubah dan ditunjuk menjadi
taman nasional dengan SK. Menteri Kehutanan No. 539/Kpts-II/1995. TNBT memiliki
letak geografis di Kab. Indragiri Hulu dan Kab. Indragiri Hilir Provinsi Riau serta Kab.
Bungo Tebo dan Kab. Tanjung Jabung, Provinsi Jambi dengan koordinat 0°40’ – 1°30 LS,
102°13’ – 102°45’ BT.
Memiliki keanekaragaman flora yang terdiri dari Jelutung (Dyera costulata), getah
merah (Palaquium sp.), pulai (Alstonia scholaris), kempas (Koompassia excelsa), rumbai
(Shorea sp.), cendawan muka rimau/raflesia (Rafflesia hasseltii), jernang atau palem darah
naga (Daemonorops draco), dan berbagai jenis rotan. Sedangkan keanekaragaman
faunanya terdiri dari 59 jenis mamalia, 6 jenis primata, 151 jenis burung, 18 jenis
kelelawar, dan berbagai jenis kupu-kupu.

G. Daftar Pustaka
Anonim. Taman Nasional Bukit Tigapuluh. https://123slide.org/tn-bukit-tigapuluh-pdf.
2017 diakses pada 15 Oktober 2017 pukul 10:35 WIB
Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Taman Nasional Bukit Tigapuluh Tigapuluh.
Riau: Kementerian Kehutanan. 2001
Kuswanda, Wanda, Abdullah Syarief Mukhtar. Potensi Masyarakat dan Peranan
Kelembagaan di Zona Penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Jurnal
Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol. III, No. 4. 2006
Setyowati, Abidah Billah, dkk. Konservasi Indonesia: Sebuah Potret Pengelolaan &
Kebijakan. Jakarta: Pokja Kebijakan Konservasi. 2008
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 539/Kpts-II/1995
Tropical Forest Conservation Action-Sumatra. TN Bukit Tiga Puluh.
http://tfcasumatera.org/tn-bukit-tiga-puluh/ diakses pada 14 Oktober 2017 pukul
13:56 WIB
Undang-Undang No.05 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistem
Winarni, Tri. Pariwisata Alam 51 Taman Nasional Indonesia : Untaian Rimba Raya
Sumatera. Bogor: Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
2016

Anda mungkin juga menyukai