HENDRI PUJIYANI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
KARAKTERISTIK POHON TEMPAT BERSARANG
ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii Lesson, 1827)
DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU,
KABUPATEN TAPANULI UTARA - SUMATERA UTARA
HENDRI PUJIYANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN
HENDRI PUJIYANI. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera
(Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli
Utara - Sumatera Utara. Dibawah bimbingan Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir.
Dones Rinaldi, MSc.F.
Habitat alami Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) yang semakin
berkurang dan perburuan menyebabkan semakin menurunnya jumlah populasi satwa
primata tersebut. Kawasan Hutan Batang Toru memiliki nilai penting karena kawasan
tersebut merupakan habitat bagi Orangutan Sumatera yang terpisah dari habitat utamanya
di Ekosistem Leuser di Aceh. Orangutan merupakan satwa langka yang memiliki
preferensi dalam memilih pohon tempat bersarang, mulai dari pemilihan lokasi sampai
penentuan jenis pohon yang sesuai untuk membangun sarang. Tujuan penelitian adalah
untuk mengetahui karakter pohon tempat bersarang Orangutan di Kawasan Hutan Batang
Toru.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober sampai dengan 22 Desember 2008
yang berlokasi di Stasiun Penelitian Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan
Conservation Program (YEL-SOCP) dengan luas lokasi 12,75 km2 di Kawasan Hutan
Batang Toru blok barat, Kabupaten Tapanuli Utara-Sumatera Utara. Alat yang digunakan
selama penelitian adalah pita ukur keliling, pita ukur 30 meter, tambang plastik 20 meter,
golok, kompas, flagging tape, kamera digital, camera trap, thermo-hygrometer, jam
tangan, dan alat tulis. Data primer yang diambil adalah struktur dan komposisi vegetasi,
suhu dan kelembaban, ketersediaan air, profil pohon sarang (jenis pohon, tinggi total,
diameter, luas tajuk, dan bentuk tajuk), tinggi sarang, posisi sarang pada pohon, dan
keberadaan satwa lain. Data sekunder yang diambil adalah data mengenai kondisi umum
lokasi penelitian dan bio-ekologi Orangutan Sumatera. Pengambilan data mengenai
sarang dilakukan dengan Nest Survey yaitu dengan metode jalur.
Selama penelitian berhasil dijumpai sebanyak 154 pohon sarang yang terdiri dari
20 jenis pohon. Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang
Orangutan adalah jenis Hoting (Lithocarpus spp.) yaitu dengan persentase 33,77% (52
pohon). Pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang adalah pohon
dengan tinggi antara 16-20 meter (34%) dan rata-rata tinggi dari semua pohon sarang
adalah 20,35 meter. Rata-rata Orangutan membangun sarang pada ketinggian 17,24
meter. Pada ketinggian pohon dan sarang tersebut dapat diketahui bahwa Orangutan lebih
banyak menggunakan strata C (4-20 m) sehingga sarang masih mendapat naungan dari
pohon lain yang lebih tinggi. Orangutan cenderung menggunakan pohon dengan diameter
antara 10-19 cm dan rata-rata diameter dari semua pohon adalah 23,71 cm. Pohon yang
paling banyak digunakan adalah pohon dengan luas tajuk kurang dari 11 m2 dan rara-rata
luas tajuk dari semua pohon adalah 15,64 m2. Sarang Orangutan banyak yang dibangun
pada tajuk yang berbentuk bola yaitu sebanyak 28%. Sarang yang berada di dekat sungai
mengindikasikan pemilihan lokasi sarang tersebut dikarenakan fisik lokasi di dekat
sungai yang lebih rendah (lereng atau lembah). Di lokasi penelitian satwa yang berpotensi
sebagai kompetitor adalah Siamang (Symphalangus syndactilus), Ungko (Hylobates agilis
ungko), Beruk (Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), Bajing kelapa
(Callosciurus notatus) dan burung Rangkong.
Kesimpulannya adalah karakter pohon tempat Orangutan bersarang di Hutan
Batang Toru memiliki tinggi 16-20 meter, diameter 10-19 cm, luas tajuk kurang dari 11
m2, dan pohon dengan bentuk tajuk bola. Hoting (Lithocarpus spp.) merupakan jenis
pohon yang memenuhi karakter pohon sarang tersebut, sehingga penggunaan jenis ini
oleh Orangutan di Hutan Batang Toru lebih banyak digunakan sebagai tempat
membangun sarang dibandingkan dengan jenis pohon lain. Lokasi pohon sarang yang
disukai adalah lokasi yang terlindung dari terpaan angin dan hujan.
SUMMARY
HENDRI PUJIYANI. The Nesting Tree Characteristics of Sumatran Orangutan
(Pongo abelii Lesson, 1827) in Batang Toru Forest, North Tapanuli of North
Sumatera. Under supervision of Ir. Haryanto R. Putro, MS. and Ir. Dones Rinaldi,
MSc.F.
The decline of natural habitat of Sumatran Orangutan (Pongo abelii Lesson, 1827)
and persecution causing it's population decline. Batang Toru Forest has an important
value as a habitat of Sumatran Orangutan which is separated from it's main habitat in
Leuser Ecosystem (Aceh). Orangutan is rare species and it has preferention of choosing
the nest location and the species of nesting tree with spesific characteristics. The
objective of this research is to discover the characteristics of Sumatran Orangutan's
nesting tree in Batang Toru Forest.
The research conducted at October 23th until December 22th 2008 in Research
Station Yayasan Ekosistem Lestari – Sumatran Orangutan Conservation Program (YEL-
SOCP) in the 12,75 km2 area of West Block of Batang Toru Forest, in North Tapanuli of
North Sumatera. Equipment that used are girth measuring tape, 30 m measuring tape, 20
m rope, machete, compas, flagging tape, digital camera, camera trap, thermo-hygrometer,
watch, and stationary. Primary data are vegetation structure and composition, temperature
and humidity, water availability, and profil of nesting tree (species of tree, total height,
diameter, crown width, and crown shape), nest height, nest position, and the existence of
other animals. This primary data are colected by nest survey method and vegetation
analysis. Secondary data are general condition of research site and bio-ecology of
Sumatran Orangutan.
During the research found 154 nesting trees, it’s content 20 tree species. 33,74%
(52 trees) of it is Hoting (Lithocarpus spp.). The tree height of nesting tree is about 16-20
m (34%) with average tree height from all trees is 20,35 m and average nest height in
17,24 m. In such as low nest and tree height the Orangutan's nest is covered by the taller
crown of other trees from rain and wind. Orangutan tend to build their nest at tree with
diameter 10-19 cm and average diameter from all the trees is 23,71 cm. The crown width
less than 11 m2 with average from all the trees 15,64 m2. Orangutan's nest near the river
indicated that nest location preferention caused by the location near the river is lower (the
slope area). In the research location, potential competitor animal are Siamang
(Symphalangus syndactilus), Gibbon (Hylobates agilis ungko), Pig-tailed monkey
(Macaca nemestrina), Binturong (Arctictis binturong), squirrel (Callosciurus notatus)
and Hornbill.
The concultion of nesting tree characteristics are total height 16-20 m, diameter 10-
19 cm, crown width less then 11 m2, and ball shape crown. Hoting (Lithocarpus spp.) is
tree species that qualify with that tree characteristics, for that reason Orangutan in Batang
Toru Forest prefer to use this tree species than other tree. The location preferention is
location which is covered from rain and wind.
PERNYATAAN
Hendri Pujiyani
NIM E34104086
Judul Skripsi : Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera
(Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru,
Kabupaten Tapanuli Utara – Sumatera Utara
Nama : Hendri Pujiyani
NIM : E34104086
Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
Mengetahui:
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Tanggal :
RIWAYAT HIDUP
Skripsi ini merupakan wujud keberhasilan yang bukan saja milik penulis
namun juga milik semua pihak yang dengan segala upaya baik itu doa maupun
tenaga telah membantu selama proses skripsi ini tercipta. Penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Orang tua dan kakak tercinta, yang dengan do'a dan air mata telah
menciptakan semangat serta kekuatan kepada.
2. Ir. Haryanto R. Putro, MS. dan Ir. Dones Rinaldi, MSc.F selaku dosen
pembimbing yang begitu sabar menghadapi segala ketidakpahaman penulis
selama menjalani proses bimbingan.
3. Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. dosen wakil dari Departemen Hasil Hutan
dan Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, MS. dosen wakil dari Depertemen
Silvikultur yang telah membantu selama proses ujian komprehensif.
4. Yayasan Ekosistem Lestari, Gabriella Fredriksson, Mirza Indra, Helga Peters,
Gregorio Bruno, Khaerul Effendi, Imam Siswanto, dan keluarga Haerullah
Ritonga yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menginjakkan
kaki di tanah Sumatera dan telah memberikan arahan selama penelitian.
5. Kak Renita, Bang Con, Kak Pipit, dan Kak Ade yang telah sangat baik dan
tulus memberikan bantuan serta perhatian selama berada di Pandan.
6. Bapak Amri dan Ibu Masniari yang senantiasa memotifasi penulis.
7. Persahabatan yang menjelma menjadi sebuah keluarga besar KSH 41 yang
selama lebih dari 4 tahun menjadi sumber keceriaan dan inspirasi bagi penulis.
8. Nisa Syachera, Azhari Purbatrapsila, Priska Rini, Alamanda SP, Dwi
Suryana,Yogi Prasetyo, teman-teman IC dan Asrama Sylva Sari terima kasih
atas bantuan dan kerjasamanya.
9. Lanjar Wijiarti terima kasih atas kebersamaan dan persahabatan selama ini.
10. Keluarga besar Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) yang menjadi pintu
masuk mengenal dunia kehutanan.
11. Slamet Fatchul Hidayat yang dengan sabar dan penuh perhatian menghadapi
keluh kesah dari penulis.
12. Seluruh pihak yang pada saat ini tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada
bulan Oktober-Desember 2008 adalah karakteristik pohon tempat bersarang
Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru,
Kabupaten Tapanuli Utara - Sumatera Utara. Lama pelaksanaan tugas akhir ini
mulai dari penyusunan proposal sampai penulisan karya ilmiah adalah tujuh
bulan. Sumber dana pelaksanaan penelitian ini adalah dari Yayasan Ekosistem
Lestari.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Haryanto R. Putro, MS.
dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, MSc.F. selaku dosen pembimbing. Selain itu,
penghargaan penulis disampaikan pula kepada Ibu Gabriella Frediriksson dari
Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang telah memberikan bantuan dana
penelitian, dan kepada Bapak Ir. Mirza Indra, Bapak Ir. Chaerullah Ritonga,
Bapak Iman Siswanto, Bapak Chairul Effendi Silitonga, serta Ibu Helga Peter dan
Gregorio Bruno yang telah membantu selama pengambilan data di lokasi
penelitian serta semua pihak yang telah ikut membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
No.
Halaman
1. Data kondisi lingkungan di sekitar pohon sarang................................ 49
2. Peta jalur pengamatan di lokasi penelitian Hutan Batang Toru........... 53
3. Data pohon sarang yang ditemukan di lokasi penelitian Hutan
Batang Toru.......................................................................................... 54
4. Suhu, kelembaban dan curah hujan harian di lokasi penelitian Hutan
Batang Toru pada bulan Oktober-November 2008.............................. 61
5. Indeks Nilai Penting (INP) pada setiap formasi hutan......................... 63
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan Hutan Batang Toru (KHBT) merupakan kawasan hutan di
Sumatera Utara yang bernilai tinggi, baik dalam aspek keanekaragaman hayati
maupun aspek ekonomi serta memiliki fungsi hidrologi yang penting. KHBT
terdiri dari Hutan Batang Toru Blok Barat dan Hutan Batang Toru Blok Timur
(Sarulla). Pada kawasan hutan ini terdapat hutan primer seluas 136.284 ha. Di
kawasan Hutan Batang Toru terdapat daerah tangkapan air untuk 10 DAS
(Daerah Aliran Sungai). Sepuluh DAS tersebut adalah : Sipansipahoras, Aek
Raisan, Batang Toru Ulu, Sarulla Timur, Aek Situmandi, Batang Toru Ilir
(Barat dan Selatan), Aek Garoga, Aek Tapus, dan Sungai Pandan. Nilai penting
keberadaan KHBT lainnya adalah pemanfaatan panas bumi sebagai Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Sarulla yang akan menyediakan pasokan
listrik sebesar 300 MW untuk keperluan listrik Sumatera Utara (Fredriksson &
Indra, 2007).
Kekayaan bahan tambang di KHBT sangat berpotensi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, sampai saat ini telah ada perusahaan pertambangan
emas yang sedang beroperasi yaitu PT. Agincourt Oxiana. Kebaradaan KHBT
juga bernilai penting dalam hal penyedia jasa lingkungan sangat penting. Jasa
lingkungan yang merupakan potensi dari KHBT adalah berupa penyedia air baik
bagi kebutuhan masyarakat di bagian hilir sampai hulu maupun sebagai
penyedia energi bagi PLTP. Keindahan alam Hutan Batang Toru yang masih
alami dapat menjadi modal bagi pengembangan ekowisata di daerah Sumatera
Utara.
Kondisi hutan alam Batang Toru yang masih alami sangat penting bagi
kehidupan masyarakat, karena dari dalam hutan inilah aliran Sungai Batang
Toru berasal. Selain itu nilai penting Hutan Batang Toru adalah kekayaan jenis
flora dan fauna yang dimilikinya. Hutan Batang Toru juga menjadi salah satu
lokasi yang merupakan habitat dari Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson,
1827), sehingga kelestarian hutan ini akan sangat berpengaruh terhadap
keberadaan Orangutan Sumatera yang terancam punah. Berdasarkan hasil
penelitian van Schaik pada tahun 2004 Orangutan Sumatera pertama kali
diketahui terdapat habitat Orangutan Sumatera di KHBT. Diperkirakan ada 400
ekor Orangutan Sumatera yang kini mendiami KHBT Blok Barat, dan sekitar
150 ekor di kawasan hutan Batang Toru Blok Timur (Sarulla) (Witch, Meijaard,
Marshall, Husson, Ancrenaz, Lacy, van Schaik, Sugartjito, Simorangkir,
Treylor-Hozler, Doughty, Supriatna, Dennis, Gumal, Knott, Singelton 2008).
Ancaman kepunahan Orangutan Sumatera merupakan dampak negatif dari
semakin besarnya laju kerusakan hutan dataran rendah Sumatera yang
merupakan habitat bagi kehidupan Orangutan, selain itu maraknya perburuan
terhadap satwa ini juga memperparah kondisi populasi Orangutan di habitat
alaminya.
Berdasarkan Red List of Threatened Species IUCN (International Union
for Conservation of Nature) tahun 2007, Orangutan Sumatera merupakan satwa
yang tergolong sebagai critical endangered species, sedangkan menurut CITES
(Convention on International Trade of Endangered Species of Flora and Fauna)
Orangutan Sumatera masuk ke dalam kategori Appendix I. Orangutan juga
merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999
(Maryanto; Achamadi dan Kartono, 2008). Orangutan adalah satu-satunya
primata yang termasuk jenis kera besar yang ada di Asia dan hidup secara
arboreal. Sama seperti jenis kera basar lainnya di Afrika, Orangutan juga
membuat sarang di atas pohon sebagai tempat tidur. Fungsi lain sarang
Orangutan adalah untuk digunakan sebagai tempat istirahat pada siang hari,
namun dalam beberapa kasus lain dijumpai sarang yang digunakan sebagai
tempat bermain dan perkawinan (van Schaik, 2006). Keberadaan Orangutan
Sumatera di Hutan Batang Toru dapat diketahui dengan banyak ditemukannya
sarang Orangutan di lokasi tersebut.
Prilaku bersarang Orangutan sangat unik, sehingga perlu dilakukan studi
untuk mempelajari hal tersebut. Orangutan memiliki preferensi dalam membuat
sarangnya, mulai dari pemilihan lokasi sampai dengan penentuan jenis pohon
yang sesuai untuk dibangun sarang di atasnya. Pemilihan pohon tempat
bersarang diketahui melalui pengamatan terhadap pohon-pohon yang digunakan
sebagai pohon tempat bersarang. Melalui pengamatan tersebut akan dapat
diketahui karakter pohon sarang Orangutan yang ada di kawasan hutan Batang
Toru. Studi mengenai karakteristik pohon sarang Orangutan ini dapat menjadi
salah satu tindakan yang merupakan suatu upaya dalam konservasi Orangutan
Sumatera di Indonesia.
B. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik
pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera (P. abelii).
C. Manfaat
Manfaat penelitian adalah memberikan kontribusi data dan informasi
mengenai karakteristik pohon tempat bersarang Orangutan Sumatera di kawasan
Hutan Batang Toru. Penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
perencanaan pengelolaan kawasan Hutan Batang Toru sebagai kawasan
konservasi.
II . TINJAUAN PUSTAKA
2. Morfologi
Ciri fisik famili Pongoidea adalah lengannya 200% dari panjang
tubuh, kaki pendek hanya 116% dari panjang tubuh. Jari telunjuk lebih kecil
daripada ibu jari. Ukuran rata-rata kepala dan tubuh jantan 956 mm serta
betina 776 mm. Tinggi saat berdiri tegak adalah 1.366 mm pada jantan dan
1.149 mm pada betina. Berat badan rata-rata adalah 75 kg pada jantan dan
37 kg pada betina (Groves, 1971 dalam Maple, 1980).
Menurut Supriatna dan Edy (2000), jika dibandingkan dengan
Orangutan di Kalimantan, rambut Orangutan Sumatera lebih terang yaitu
berwarna coklat kekuningan serta lebih tebal dan panjang. Ukuran tubuh
rata-rata Orangutan jantan dewasa yaitu berkisar antara 125-150 cm, dua
kali lebih besar daripada Orangutan betina. Berat badan rata-rata Orangutan
jantan di alam yaitu berkisar antara 50-90 kg. Orangutan jantan memiliki
kantung suara untuk mengeluarkan suara yang berupa seruan panjang.
Menurut Rijksen (1978) perbedaan morfologi Orangutan berdasarkan
kelas umur dan jenis kalamin adalah sebagai berikut :
a. Bayi berumur 0-2,5 tahun dengan berat badan 2-6 kg memiliki rambut
berwarna lebih terang pada bagian mulut dan lebih gelap pada bagian
muka.
b. Anak berumur 2,5-5 tahun dengan berat badan 6-15 kg memiliki warna
rambut yang tidak jauh berbeda dengan bayi Orangutan, namun pada
kelas umur anak, Orangutan sudah mampu mancari makan sendiri
walaupun masih bergantung pada induknya.
c. Remaja berumur 5-8 tahun dengan berat badan 15-30 kg memiliki
rambut yang panjang disekitar muka.
d. Jantan setengah dewasa berumur 8-13/15 tahun dengan barat badan 30-
50 kg memiliki rambut berwarna lebih gelap dan rambut janggut sudah
mulai tumbuh serta rambut di sekitar wajah sudah lebih pendek.
e. Betina dewasa 8+ tahun dengan berat badan 30-50 kg sudah memiliki
janggut dan sangat sulit dibedakan dengan betina setengah dewasa.
f. Jantan dewasa berumur 13/15+ tahun dengan berat badan 50-90 kg.
Jantan dewasa memiliki kantung suara, bantalan pipi dan berjanggut
serta berambut panjang.
B. Konsep Bersarang
Sarang merupakan sesuatu yang sengaja atau tidak disengaja dibangun
untuk digunakan sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai tempat
istirahat atau tidur. Pada setiap sarang memiliki letak yang berbeda untuk setiap
jenis satwa, misalnya (1) sarang yang letaknya di atas pohon pada bagian
batang, ranting atau cabang pohon; (2) sarang juga ada yang terletak di pohon
yang dibuat lubang-lubang; dan (3) sarang yang terletak pada tanah, baik yang
dipermukaan tanah, lubang di dalam tanah ataupun di dalam gua (Alikodra,
1990).
Prilaku membangun sarang pada Orangutan diindikasikan sebagai suatu
prilaku yang menunjukan kecerdasan kera besar (Grzimerk, 1972). Orangutan
membangun sarang harian untuk tempat tidur malam dan untuk waktu tidur
tambahan di siang hari. Jumlah sarang dapat dijadikan dasar perhitungan untuk
mengetahui jumlah Orangutan di habitatnya. Sekurang-kurangnya Orangutan
membangun 1 sarang dalam satu hari. Menurut MacKinnon (1974), Orangutan
membangun sarangnya akan memilih tempat yang berdekatan dengan pohon
buah sumber pakannya, selain itu juga topografi daerah di sekitarnya.
Menurut MacKinnon (1974), kegiatan pembutan sarang Orangutan terdiri
dari beberapa tahap yaitu :
1. Rimming (melingkarkan) yaitu melekukkan dahan secara horizontal sampai
membentuk lingkaran sarang kemudian ditahan dengan melekukkan dahan
lainnya sehingga membentuk kuncian jalinan dahan.
2. Hanging (menggantung) yaitu melekukkan dahan ke dalam lingkaran sarang
sehingga membentuk kantung sarang.
3. Pillaring (menopang) yaitu melekukkan dahan ke bawah sarang sebagai
penopang sarang.
4. Loose (melepaskan) yaitu memutus beberapa dahan dari pohon dan
diletakkan ke dalam sarang sebagai alas atau di bagaian atas sebagai atap.
C. Keterancaman Orangutan
Kerusakan hutan dataran rendah Sumatera berpengaruh besar terhadap
penurunan kualitas habitat Orangutan Sumatera, sehingga populasi Orangutan pun
semakin berkurang. Kerusakan hutan yang terjadi di Sumatera disebabkan adanya
penebangan hutan, pertambangan, kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan
serta tekanan populasi penduduk (Soehartono; Susilo; Andayani; Atmoko; Sihite;
Saleh; dan Sutrisno, 2007). Selain itu menurut Nellemann (2007) kerusakan
tersebut juga dikarenakan adanya perburuan ilegal, pembangunan infrastruktur
dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Antara tahun 1985-1997 hutan di
Sumatera berkurang sampai 61%, dengan berkurangnya jumlah hutan tersebut
populasi Orangutan Sumatera semakin berkurang terutama jika habitat utama di
Gunung Leuser terfragmentasi. Di beberapa daerah di Sumatera Orangutan diburu
dan dibunuh untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan.
III. METODE PENELITIAN
D E F
A B C
Gambar 3. Bentuk tajuk pohon. (a) tajuk bola, (b) tajuk silinder, (c) tajuk kerucut,
(d) tajuk payung, (e) tajuk kosong pada satu sisi, dan (f) tajuk tidak beraturan
2.Analisis Vegetasi
Pengumpulan data primer kondisi habitat di sekitar pohon sarang adalah
dengan melakukan inventarisasi vegetasi dengan metode jalur berpetak pada
tiga formasi hutan yaitu hutan gambut, hutan peralihan (ecoton) dan hutan
Dipterocarpaceae atas. Pada setiap formasi hutan dibuat jalur dengan luas 0,2
ha, yaitu lebar 20 m dan panjang 100 m seperti terlihat pada Gambar 5
(Soerianegara & Indrawan, 1988). Jumlah plot yang dibuat adalah lima plot
untuk setiap jalur analisis vegetasi. Inventarisasi vegetasi dilakukan untuk
mengetahui struktur dan komposisi vegetasi habitat Orangutan Sumatera.
c d
b
a
Arah jalur
a 20 m
b
10 m
c d
Keterangan :
a :Petak tingkat semai dan tumbuhan
bawah (2 m x 2 m)
b :Petak tingkat pancang (5 m x 5 m)
c :Petak tingkat tiang (10 m x 10 m)
d :Petak tingkat pohon (20 m x 20 m)
Gambar 5. Perencanaan analisis vegetasi dengan metode jalur berpetak
Data dari analisis vegetasi tersebut digunakan untuk mengetahui
struktur dan komposisi setiap asosiasi vegetasi yang merupakan habitat
Orangutan. Dari data analisis vegetasi ini akan dihasilkan Nilai Indeks Panting
(INP) suatu jenis yang menujukan dominasi jenis dari masing-masing asosiasi
vegetasi.
3.Studi Literatur
Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi literatur yang
diambil dari berbagai sumber bacaan. Data sekunder juga diperoleh dari
instansi yang terkait dengan Kawasan Hutan Batang Toru. Data sekunder ini
digunakan sebagai data pendukung, landasan teori dan dasar penulisan hasil
penelitian.
E. Analisis Data
1.Indeks Nilai Penting (INP)
Analisis vegetasi adalah suatu cara untuk mempelajari komposisi jenis
dan struktur vegetasi yang hasilnya dihitung untuk didapatkan Indeks Nilai
Penting (INP) dengan rumus berikut :
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan (K) =
Luas unit contoh
Kerapatan suatu jenis
Kerapatan Relatif (KR) = × 100%
Kerapatan seluruh jenis
Jumlah plot ditemukan suatu jenis
Frekuensi (F) =
Jumlah seluruh jenis
Frekuensi suatu jenis
Frekuensi Relatif (FR) = 100%
Frekuensi seluruh jenis ×
Jumlah bidang dasar
Dominansi (D) =
Luas petak contoh
Dominansi suatu jenis
Dominansi Relatif (DR) = × 100%
Dominansi seluruh jenis
Hutan Batang Toru Blok Barat Hutan Batang Toru Blok Timur (Sarulla)
Gambar 6. Peta hutan Batang Toru blok barat dan blok timur (Sarulla).
Sumber: YEL-SOCP
B. Kondisi Fisik
Kawasan hutan alam di dalam kawasan Hutan Batang Toru memiliki
ketinggian mulai dari 400-1.803 m dpl, dimana titik terendahnya berada di
Sungai Sipansihaporas (dekat Kota Sibolga) dan titik tertingginya berada pada
Dolok Lubuk Raya di bagian selatan kawasan. Kelerengan antara lebih dari
40%, di wilayah ini didominasi dengan bentuk topografi yang berbukit dan
bergunung. Curah hujan di kawasan Hutan Batang Toru cukup tinggi yaitu
berkisar antara 4.500-5.000 mm per tahun. Kawasan ini terletak di pegunungan
maka suhu udara pada malam hari dapat turun sampai 14 oC.
Di kawasan Hutan Batang toru terdapat daerah tangkapan air untuk 10
DAS (Daerah Aliran Sungai). Kawasan DAS di Hutan Batang Toru memiliki
fungsi hidrologi penting dan daerah hulunya masih memiliki tutupan hutan yang
utuh. Kawasan DAS ini berfungsi sebagai penyangga dan pengatur tata air serta
pencegah bencana banjir. Sepuluh DAS tersebut adalah : Sipansihaporas, Aek
Raisan, Batang Toru Ulu, Sarulla Timur, Aek Situmandi, Batang Toru Ilir
(Barat dan Selatan), Aek Garoga, Aek Tapus, dan Sungai Pandan.
C. Kondisi Biologi
Kawasan Hutan Batang Toru merupakan kawasan transisi biogeografis
antara kawasan biogeografis Danau Toba bagian utara dan Danau Toba bagian
selatan. Kondisi transisi ini mengakibatkan kawasan memiliki keunikan dan
keragaman hayati yang tinggi. Keunikan Hutan Batang Toru juga dikarenakan
kondisi topografinya yang berbukit-bukit dan bergelombang, sehingga Hutan
Batang Toru memiliki tipe vegetasi yang beragam dan khas. Terdapat hutan
gambut pada ketinggian 900-1.000 m dpl., hutan batu kapur dan terdapat
beberapa rawa yang terletak pada ketinggian 800 m dpl. Banyaknya areal
berawa dan gambut, maka tingkat keasaman (pH) tanah di kawasan Hutan
Batang Toru cukup tinggi yaitu berkisar antara 4-5 (Indra dan Fredriksson,
2007).
Dominasi vegetasi di Hutan Batang Toru terdiri dari jenis Cemara gunung
(Casuarina sp.), Sampinur tali (Dacrydium spp.) dan jenis Mayang (Palaquium
spp.). Pada umumnya kawasan hutan ini memiliki kerapan vegetasi yang tinggi,
namun dengan diameter pohon yang relatif kecil. Jenis tumbuhan lain yang
dapat ditemui adalah dari jenis-jenis epifit, lumut serta dapat ditemukan juga
beberapa jenis anggrek dan Kantong semar (Nephentes spp.) seperti terlihat
pada Gambar 7 (Indra & Fredriksson, 2007).
Gambar 7. Beberapa jenis Nepenthes spp. yang ada di Hutan Batang Toru
60
52
50
40
Jumlah
30
20 16
11
7 8 7 6
10 4 5 4 4 4 4
3 3 2 3 3 3 2
0
Jenis 1
Pohon
a b
Posisi 2 Sarang berada pada cabang yang tidak
menggunakan batang utama sebagai
penopang sarang. Variasi pada posisi 2
adalah (a) sarang dapat berada pada
cabang yang paling rendah atau (b)
cabang lain.
a b
Posisi 3 Sarang yang berada pada cabang namun
menggunakan batang utama sebagai
penopang sarang. Variasi posisi 3 adalah
(a) sarang dapat berada pada cabang yang
paling rendah atau (b) cabang lain.
a b
Posisi Sarang Keterangan
Posisi 4 Sarang yang menggunakan lebih
dari 1 pohon. Variasi posisi 4
adalah (a) sarang berada pada
pertemuan 2 cabang; (b) sarang
pada puncak pohon yang lebih
kecil sebagai pohon utama dengan
tambahan cabang dari pohon kedua
yang lebih besar; dan (c) sarang
yang menggunakan 3 pohon
a b sekaligus.
60
49
50 45
40 36
Jumlah
30 24
20
10
0
1 2 3 4
Posisi Sarang
Gambar 10. Jumlah pohon pada setiap posisi sarang
Gambar 10 menunjukan bahwa jumlah sarang terbanyak adalah pada
posisi 1 yaitu 49 buah sarang, sedangkan sarang pada posisi 2 berjumlah 36
buah sarang. Pada posisi 3 terdapat 45 buah sarang yang merupakan posisi
terbanyak kedua digunakan oleh Orangutan dan posisi yang paling sedikit
digunakan adalah posisi 4 yaitu hanya 24 sarang. Pada posisi 1, sarang
Orangutan akan lebih mudah terkena hujan dan terpaan angin, selain itu kayu
pada puncak tajuk (posisi 1) merupakan kayu muda yang belum terlalu kuat,
sehingga sangat beresiko bagi Orangutan untuk jatuh akibat kayu pohon
sarang yang patah. Namun kelebihan sarang pada posisi 1 bagi Orangutan
adalah pandangan dari posisi tersebut lebih leluasa dan memudahkan
Orangutan untuk memperhatikan daerah sekelilingnya. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa Orangutan yang menggunakan posisi 1 akan memilih
jenis pohon yang berkayu kuat dan fleksibel. Ada 6 jenis pohon yang
digunakan sebagai pohon sarang dengan jumlah terbanyak (Tabel 2).
Tabel 2. Jenis pohon yang paling banyak digunakan sebagai pohon sarang
oleh Orangutan di Kawasan Hutan Batang Toru
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Jumlah Sarang
1. Hoting Lithocarpus spp. Fagaceae 52
2. Medang Batu Adinandra deciyanta Theaceae 16
3. Medang Kunyit Alseodaphne spp. Lauraceae 11
4. Jambu-jambu - - 8
5. Akar Tiga - - 7
6. Mayang Putih Palaquium spp. Sapotaceae 7
50
40 Posisi 4
Ju m lah
Posisi 3
30
Posisi 2
20 Posisi 1
10
0
Hoting Medang Medang Mayang Jambu- Akar Tiga
kunyit Batu Putih jambu
Jenis Pohon
Gambar 11. Jenis pohon dan jumlah sarang sesuai posisi sarang
Buah dari pohon Hoting juga dapat dimakan oleh primata termasuk
Orangutan. Orangutan tidak mengunakan pohon Hoting yang sedang berbuah
untuk tempat bersarang sebagai strategi untuk menghindari perjumpaan
dengan satwa lain yang juga memanfaatkan pohon pakan yang sama, sehingga
beresiko timbul persaingan untuk mendapatkan pakan. Hal ini didukung oleh
pernyataan Rijksen (1978) bahwa Orangutan tidak membuat sarang pada
pohon pakan yang sedang berbuah, namun akan lebih memilih pohon lain
didekat pohon pakan tersebut sebagai pohon tempat bersarang. Orangutan
pada penelitian ini mengambil buah pohon Hoting dari pohon lain yang bukan
tempatnya bersarang.
< 11 m
> 25 m
4%
15%
11-15 m
25%
21-25 m
22%
16-20 m
34%
Gambar 13. Persentase tinggi pohon sarang Orangutan di Hutan Batang Toru
Pohon
sarang
Gambar 14. Ilustrasi letak sarang pada pohon dengan naungan dari pohon lain
Tinggi sarang yang dibangun oleh Orangutan dapat dilihat pada Gambar
15. Tinggi sarang dengan persentase terbesar adalah pada ketinggian 16-20
meter yaitu sebesar 35% sedangkan pada ketinggian 11-15 meter sebesar 32%.
Persentase sarang yang berada pada ketinggian 21-25 m dan < 11 m yaitu
14%. Sarang Orangutan paling sedikit ditemukan pada ketinggian > 25 m
yaitu sebesar 5%. Menurut Rijksen (1978), Orangutan pada umumnya
memiliki preferensi dalam membangun sarang yaitu pada ketinggian 13-15
meter, namun hal ini tergantung pada struktur hutan tempat Orangutan
tersebut berada. Berdasarkan hasil penelitian Muin (2007) rata-rata tinggi
sarang Orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting adalah 2,5-3,6 meter
dari puncak tajuk. Rata-rata sarang Orangutan di Batang Toru berada pada
ketinggian 17,24 meter.
> 25 m < 11 m
5% 14%
21-25 m
14%
11-15 m
16-20 m 32%
35%
45 41
40
35
30 27
25
20 15 15
15 10
8
10 5 5
3 2
5 0
0
< 10 cm 10-19 cm 20-29 cm 30-39 cm 40-49 cm > 49 cm
Diameter (cm)
Gambar 16. Diagram diameter pohon sarang Orangutan di Hutan Batang Toru
16-20 m 2
21%
11-15 m 2
23%
Gambar 17. Persentase luas tajuk pohon sarang di Hutan Batang Toru
Pemilihan pohon tempat bersarang yang disukai oleh Orangutan terlihat
bahwa Orangutan lebih banyak memilih pohon dengan tajuk yang sempit,
yaitu pada luas tajuk rata-rata 15,64 m2. Terkadang ditemukan sarang
Orangutan dilengkapi dengan jalinan ranting dan daun yang berfungsi sebagai
atap, namun hal tersebut lebih sering terjadi pada sarang Orangutan yang
berada di tempat terbuka (tidak terdapat pohon dengan tajuk pelindung yang
lebih tinggi dari pohon sarang). Hal demikian membuktikan bahwa Orangutan
membutuhkan naungan pada pohon saranggnya yang cenderung bertajuk
sempit.
Sesuai hasil pengamatan di lapangan ternyata pada pohon yang memiliki
tajuk sempit dengan komposisi daun yang tidak merata dan tidak lebat,
Orangutan akan mencari daun atau ranting dari pohon lain sebagai bahan
untuk membangun sarangnya di pohon yang telah dipilihnya. Menurut Rijksen
(1978), Orangutan di Ketambe akan mengumpulkan ranting sebagai bahan
membuat sarang dari lokasi yang jaraknya sekitar 15-30 meter dari lokasi
pohon sarang yang telah dipilih. Akan sangat menguntungkan bagi Orangutan
dalam membangun sarang apabila menemukan pohon dengan tajuk yang
sempit, namun memiliki daun yang lebat dan tersebar merata pada cabang
tajuk yang sempit tersebut, dengan alasan inilah maka Orangutan memilih
pohon Hoting (Lithocarpus spp.).
Tidak
beraturan Silinder
17% 18%
Kosong satu
sisi
20% Bola
28%
Kerucut
3%
Payung
14%
Gambar 18. Persentase bentuk tajuk pohon sarang di Hutan Batang Toru
a b
Gambat 19. Model arsitektur pohon Leeuwenberg (a) menurut Halle (1975)
dalam Samingan (1989) dan (b) menurut Bell (1991)
35
30
25
20
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Tinggi Sarang (m )
Pada gambar terlihat bahwa jumlah sarang terbanyak yaitu pada pohon
dengan tinggi antara 15-20 meter dengan tinggi sarang 10-20 meter. Apabila
diperhatikan ada beberapa sarang yang tepat berada pada puncak tajuk pohon,
namun rata-rata sarang Orangutan di Batang Toru berada pada ketinggian 2,67
meter dari puncak tajuk pohon.
60
50
40
Jumlah
30
20
10
0
1-5 m 6-10 m 11-15 m 16-20 m 21-25 m 26-30 m 31-35 m 35-40 m
Tinggi Sarang
70
60
50
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Gambar 22. Hubungan antara tinggi sarang Orangutan dengan diameter pohon
3. Tinggi Sarang dengan Luas Tajuk
Hubungan antara tinggi sarang Orangutan dengan luas tajuk pohon
sarang berdasarkan Gambar 23 adalah pada sarang dengan luas tajuk kurang
dari 11 m2 tinggi sarang Orangutan berada pada 7-25 meter. Jadi pada luas
tajuk pohon di bawah 11 m2 yang merupakan pohon yang paling banyak
digunakan sebagai tempat bersarang, Orangutan membangun sarang paling
rendah adalah 7 meter dan paling tinggi pada 25 meter diatas permukaan
tanah.
80
70
L u as T aju k (m 2 )
60
50
40
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Tinggi Sarang
Gambar 23. Hubungan antara tinggi sarang dengan luas tajuk pohon sarang
2. Ketersedian air
Kebutuhan air bagi Orangutan lebih sering dipenuhi dari air hujan
atau embun yang ada di dedaunan ataupun batang pohon (Maple, 1980).
Memang beberapa pohon sarang tercatat berada di dekat sungai atau anak
sungai namun keberadaan sungai, danau atau genangan air di permukaan
tanah selama penalitian tidak dijumpai pemanfaatannya secara langsung oleh
Orangutan di Hutan Batang Toru. Letak pohon sarang yang berada di dekat
sungai lebih mengindikasikan bahwa pemilihan lokasi sarang tersebut
dikarenakan fisik lokasi di dekat sungai yang merupakan daerah lebih
rendah (lereng atau lembah) belum diketahui alasan pemilihan lokasi
tersebut, namun ada pernyataan bahwa Orangutan biasanya membuat sarang
di tepi sungai (Pardede, 2000 dalam Ginting, 2006). Pada Lampiran 1 dapat
dilihat data kondisi lokasi pohon sarang yang berhasil ditemukan.
3. Struktur Vegetasi
Pada lokasi penelitian terdapat tiga formasi hutan yang berbeda yaitu
formasi hutan gambut, hutan Dipterocarpacea atas dan hutan yang
merupakan formasi hutan peralihan (ecoton) antara hutan gambut dengan
hutan Dipterocarpaceae atas. Masing-masing formasi hutan tersebut
memiliki perbedaan pada struktur dan komposisi vegetasinya.
b
Gambar 24. Pohon ficus raksasa. (a) tajuk pohon, (b) akar pohon yang menjuntai
A. Kesimpulan
1. Karakter pohon sarang di areal penelitian (Research Station) kawasan hutan
Batang Toru yang disukai oleh Orangutan Sumatera (P. abelii) adalah pohon
dengan tinggi 16-20 meter, berdiameter 10-19 cm dan luas tajuk kurang dari
11 m2 dengan bentuk tajuk bola.
2. Jenis pohon di Hutan Batang Toru yang memenuhi karakter pohon sarang
tersebut adalah dari jenis Hoting (Lithocarpus spp.) yang merupakan jenis
pohon yang paling banyak digunakan sebagai tempat bersarang.
3. Lokasi pohon sarang yang disukai adalah pohon yang berada di lereng, tepi
jurang dan berada dekat pohon yang lebih besar dengan tajuk yang menaungi
pohon sarang.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik pohon sarang Orangutan di
Kawasan Hutan Batang Toru dari segi jarak pohon sarang dengan
sumberdaya.
2. Penelitian mengenai pengaruh keberadaan sumber air terhadap penentuan
lokasi pohon sarang.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap sifat dan struktur kayu Hoting
(Lithocarpus spp.) yang merupakan jenis pohon paling disukai Otangutan
sebagai penunjang upaya konservasi Orangutan Sumatera di Hutan Batang
Toru.
4. Keberadaan prodator alami Orangutan di Hutan Batang Toru yang mungkin
mempengaruhi pemilihan pohon sarang sehingga perlu dilakukan kajian lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Bell AD. 1991. Palnt Form An Illustrated Guide to Flowering Plant Morphology.
Oxford University Press. New York.
Fredriksson G dan M Indra. 2007. Hutan Batang Toru Harta Karun Tapanuli.
YEL-SOCP.
Galdikas BFM. 1984. Adaptasi Orang Utan di Suaka Tanjung Putting Kalimantan
Tengah. Universitas Insonesia. Jakarta.
Maple TL. 1980. Orang-utan Behavior. Von Nostrand Reinhold. New York.
Napier J R and P H Napier. 1985. The Natural History of The Primates. The MIT
Press. Cambriage.
Nowak RM. 1999. Primates of The World. The John Hopkins University Press.
Baltimore.
Rijksen HB. 1978. Afield Study on Sumatran Orang Utan (Pongo pygmaeus
abelii Lesson, 1827). Ecology, Behavior and Conservation. H. Veeman
& Zomen, B. V. Wegeningen.
Rowe N. 1996. The Pictorial Guide To The Living Primates. Pogonias Press.
Charlestown.
Supriatna J dan Edy HW. 2000. Panduan Lapang Primata Indonesia. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Wich SP, Meijaard E, Marshal AJ, Husson S, Ancrenaz M, Lacy RC, van Schaik
C, Sugardjito J, Simorangkir T, Traylor-Holzer K, Doughty M,
Supriatna J, Dennis R, Gumal M, Kont CD, Singleton I. 2008.
Distribution and Conservation Status of The Orangutan (Pongo spp.) on
Borneo and Sumatera: How Many Remain? CII and ICRAF: 331-335.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data komdisi lingkungan di sekitar pohon sarang
Total 573.9 673.9 2924 3000 127.1 578.6 777.4 2567 3004 111.3
Min 15.3 19.1 86 95 0 15.3 22.6 59 96 0
Max 20 23.9 97 97 20.4 20.8 28.2 94 97 20.8
Rt-2 18.51 21.74 94.32 96.77 4.10 18.66 25.08 82.81 96.90 3.59
Lampiran 4. (lanjutan)
Bulan : November 2008
Morning 06:00-06:30 Afternoon 18:00-18:30
Temperature Humidity Temperature Humidity
Date (oC) (%) Rainfall (oC) (%) Rainfall
Min Max Min Max mm Min Max Min Max mm
1 19.3 20.5 96 97 4.0 19.2 21.7 88 97 38.2
2 17.3 19.3 97 97 0.4 17.2 21.9 94 97 8.6
3 17.4 19.4 96 97 0.2 17.6 26.1 70 97 0.0
4 17.6 21.6 92 96 0.3 17.7 25.8 74 97 0.4
5 19.3 21.3 93 97 3.6 19.3 25.8 76 97 0.5
6 19.0 21.5 95 97 1.0 19.1 25.0 82 97 18.2
7 18.0 20.2 96 97 0.4 18.7 24.0 86 97 1.9
8 19.0 21.1 95 97 9.0 19.3 24.6 97 97 0.0
9 19.9 21.4 93 97 0.8 19.0 21.5 96 97 2.8
10 18.6 20.5 96 97 14.6 19.4 23.9 83 98 5.2
11 18.2 20.0 96 97 0.2 18.0 25.5 72 97 0.0
12 17.6 22.0 94 96 0.0 17.5 25.6 75 97 0.0
13 18.9 22.9 94 96 0.1 18.8 25.4 86 97 0.0
14 20.5 22.5 94 97 6.6 19.3 22.3 95 97 34.2
15 18.0 19.4 97 97 0.8 18.2 24.3 88 97 0.6
16 18.4 20.6 95 97 1.0 18.4 24.2 82 97 0.6
17 19.8 20.7 95 97 17.8 19.8 22.2 96 98 8.0
18 19.6 20.7 97 97 0.8 19.6 24.8 85 97 0.2
19 19.4 21.4 94 97 0.0 19.4 24.4 84 97 2.8
20 19.1 21.2 95 97 2.2 19.1 26.0 76 97 0.2
21 19.5 22.1 93 97 11.2 19.4 25.9 78 97 25.8
22 19.7 21.8 97 97 13.6 19.8 24.1 84 97 1.8
23 17.4 21.0 95 97 0.2 18.5 24.5 83 97 26.2
24 19.3 21.0 97 97 0.8 19.6 24.3 89 97 19.0
25 19.3 20.5 97 97 1.8 19.4 20.7 94 97 4.4
26 18.9 20.6 97 98 1.0 19.5 22.9 92 98 0.2
27 18.9 20.6 96 97 2.6 18.8 23.5 86 97 0.2
28 18.9 21.5 95 97 3.8 18.9 22.9 95 97 7.0
29 19.7 21.2 96 98 36.0 19.7 22.7 94 98 3.1
30 19.2 20.5 97 97 5.6 19.1 22.5 89 97 6.8
31
Total 565.7 629.0 2860 2909 140.4 567.3 719.0 2569 2914 216.9
Min 17.3 19.3 92 96 0 17.2 20.7 70 97 0
Max 20.5 22.9 97 98 36 19.8 26.1 97 98 38.2
Rt-2 18.86 20.97 95.33 96.97 4.68 18.91 23.97 85.63 97.13 7.23
Lampiran 2 Peta jalur pengamatan di lokasi penelitian Hutan Batang Toru
Sungai
Camp
Lampiran 3 Data pohon sarang yang ditemukan di lokasi penelitian Hutan Batang Toru
Nama
Nama Latin Ind F FR K KR D DR INP
Lokal
Mayang Palaquium 33 1 23,81 165 52,38 5824,04 51,71 127,90
Merah spp
Mayang 18 1 23,81 90 28,57 3229,80 28,68 81,06
Ganua spp.
Susu
Baja-baja - 4 0,8 19,05 20 6,35 832,01 7,39 32,78
Callophyllum 2 0,4 9,52 10 3,17 215,37 1,91 14,61
Bintangur
spp.
Jambu- 2 0,4 9,52 10 3,17 216,56 1,92 14,62
Eugenia spp.
jambu
Lithocarpus 1 0,2 4,76 5 1,59 210,59 1,87 8,22
Hoting
spp.
Medang Alseodaphne 2 0,2 4,76 10 3,17 465,76 4,14 12,07
Kunyit spp.
Mayang 1 0,2 4,76 5 1,59 269,11 2,39 8,74
-
Putih
TOTAL 63 4,2 100,00 315 100,00 11263,24 100,00 300,00
Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi
Relatif; (D) Dominansi; (DR) Dominansi relatif; (INP) Indeks Nilai Penting
Lampiran 5 (Lanjutan)
Nama
Nama Latin Ind K KR F FR D DR INP
Lokal
Mayang Palaquium spp 22 110 17,46 1 10,20 25348,33 9,28 36,94
Merah
Malu Tua Tristania spp. 12 60 9,52 0,8 8,16 35986,86 13,17 30,85
Mayang Ganua spp. 30 150 23,81 1 10,20 72829,82 26,65 60,66
Susu
Rengas Gluta spp 13 65 10,32 0,8 8,16 33298,17 12,18 30,66
Jambu- Eugenia spp. 8 40 6,35 0,8 8,16 12235,67 4,48 18,99
jambu
Bintangur Callophyllum 1 5 0,79 0,2 2,04 917,20 0,34 3,17
spp.
Atur Casuarina 8 40 6,35 0,6 6,12 24994,82 9,15 21,62
mangan Sumatrana
Sampinur Dycradium 6 30 4,76 0,6 6,12 25945,06 9,49 20,38
Tali junghuhnii
Baja-baja - 2 10 1,59 0,4 4,08 1509,95 0,55 6,22
Hoting Lithocarpus 4 20 3,17 0,8 8,16 2577,23 0,94 12,28
spp.
Terentang Campnosperma 3 15 2,38 0,6 6,12 6828,82 2,50 11,00
spp.
Mayang - 5 25 3,97 0,8 8,16 10698,65 3,91 16,05
Putih
Malaka Tetramerista 1 5 0,79 0,2 2,04 7471,74 2,73 5,57
spp.
Medang Alseodaphne 2 10 1,59 0,4 4,08 1766,32 0,65 6,32
Kunyit spp.
Handolok Eugenia spp. 2 10 1,59 0,2 2,04 2169,19 0,79 4,42
Medang Adinandra spp. 7 35 5,56 0,6 6,12 8718,55 3,19 14,87
Batu
TOTAL 126 630 100 9,8 100 273296,40 100,00 300,00
Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi Relatif;
(D) Dominansi; (DR) Dominansi relatif; (INP) Indeks Nilai Penting
Lampiran 5 (Lanjutan)
Tabel 10. INP tingkat vegetasi semai di daerah ecoton
Nama
Nama Latin Ind F FR K KR D DR INP
Lokal
Simpur - 1 0,2 3,33 5 1,56 78,03 0,73 5,63
Lithocarpus
Hoting 11 0,8 13,33 55 17,19 1855,10 17,35 47,87
spp.
Medang Alseodaphne
13 0,8 13,33 65 20,31 2151,67 20,12 53,77
Kunyit spp.
Kemenyan Styrax spp. 1 0,2 3,33 5 1,56 78,03 0,73 5,63
Baja-baja - 13 1 16,67 65 20,31 1957,40 18,31 55,28
Jambu- Eugenia spp.
4 0,6 10,00 20 6,25 875 8,18 24,43
jambu
Medang Litsea sp
5 0,6 10,00 25 7,81 792,60 7,41 25,22
Sengit
Myristica
Dara-dara 6 0,8 13,33 30 9,37 832,40 7,78 30,49
spp.
Mayang Ganua spp.
8 0,6 10,00 40 12,50 1585,19 14,82 37,32
Susu
Medang Adinandra
1 0,2 3,33 5 1,56 128,98 1,21 6,10
Batu spp.
Callophyllum
Bintangur 1 0,2 3,33 5 1,56 358,28 3,35 8,25
spp.
TOTAL 64 6 100,00 320 100,000 10692,68 100 300
Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi
Relatif; (D) Dominansi; (DR) Dominansi relatif; (INP) Indeks Nilai Penting
Lampiran 5 (Lanjutan)
Tabel 17. INP tingkat vegetasi pohon di hutan Dipterocarpaceae atas
Nama
Nama Latin Ind K KR F FR D DR INP
Lokal
Medang Alseodaphne
26 130 18,44 1 11,36 72429,54 17,80 47,61
Kunyit spp.
Jambu Eugenia spp. 11 55 7,80 1 11,36 29681,93 7,30 26,46
Lithocarpus
Hoting 48 240 34,04 1 11,36 114647,29 28,18 73,58
spp.
Medang Adinandra
2 10 1,42 0,4 4,54 5785,43 1,42 7,39
Batu spp.
Myristica
Dara-dara 17 85 12,06 1 11,36 33104,30 8,14 31,56
spp.
Jotik-jotik - 1 5 0,71 0,2 2,27 605,49 0,15 3,13
Medang
Litsea sp 3 15 2,13 0,6 6,82 23071,66 5,67 14,62
Sengit
Baja-baja - 8 40 5,67 0,6 6,82 6305,33 1,55 14,04
Kandis Garcinia spp 4 20 2,84 0,4 4,54 24259,16 5,96 13,34
Rengas Gluta spp 3 15 2,13 0,4 4,54 6716,56 1,65 8,32
Callophyllum
Bintangur 3 15 2,13 0,4 4,54 6054,54 1,49 8,16
spp.
Mayang
Ganua spp. 6 30 4,25 0,4 4,54 7853,10 1,93 10,73
Susu
Akar Tiga - 2 10 1,42 0,4 4,54 10479,70 2,58 8,54
Arthocarpus
Cempedak 1 5 0,71 0,2 2,27 8957,01 2,20 5,18
rigidus
Nephelium
Rambutan 3 15 2,13 0,2 2,27 5361,86 1,32 5,72
spp.
Meranti Shorea spp. 2 10 1,42 0,4 4,54 50199,04 12,34 18,30
Medang
- 1 5 0,71 0,2 2,27 1339,17 0,33 3,31
landit
TOTAL 141 705 100,000 8,8 100,00 406851,11 100,00 300,00
Keterangan: (Ind) Individu; (K) Kerapatan; (KR) Kerapatan Relatif; (F) Frekuensi; (FR) Frekuensi
Relatif; (D) Dominansi; (DR) Dominansi relatif; (INP) Indeks Nilai Penting