PENGENALAN ALAT
Disusun oleh :
Kelompok 3
JATINANGOR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk mendapat hasil yang baik dan akurat, maka seorang pengamat harus
dapat mengenali alat dengan baik, baik cara penggunannya maupun kelebihan dan
kekurangan dari alat itu sendiri. Karena itu, mahasiswa jurusan rekayasa
kehutanan ITB diperkenalkan pada praktikum biometri hutan. Tujuannya, agar
kita dapat menjadi pengamat yang baik, dan memudahkan mahasiswa dalam
perencanaan hutan, pemeliharaan hutan dan pemanfaatan hutan dengan baik dan
tepat .
1.2 Tujuan
1. Menentukan kegunaan dan cara kerja dari berbagai alat ukur: diameter
pohon, tinggi pohon, dan luas bidang dasar (LBDS) dan tegakan.
2. Menentukan prinsip yang digunakan pada berbagai alat ukur kehutanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Prinsip lainnya adalah prinsip geometri, yang mana prinsip ini menggunakan
konsep segitiga sebangun. Pada alat ukur yang menerapkan prinsip geometri
biasanya terdapat skala, yang pada setiap alat berbeda namun semua
perhitungannya menggunakan konsep segitiga sebangun. Alat-alat yang
menggunakan prinsip geometri diantaranya adalah cristen meter dan tongkat ukur.
(Mardiatmoko, 2014).
METEODOLOGI
Praktikum pengenalan alat bimoetri hutan ini menggunakan alat berupa Phi
band, pita ukur, Biltmore stick, Bitterlich stick, Spiegel Relascope Bitterlich
(SRB), Cristen meter, Walking stick, Haga hypsometer, Clinometer, kompas
Brunton, dan Global Positioning System (GPS).Tidak ada bahan yang digunakan
selama praktikum ini berlangsung.
3.2 Metode
Cara menggunakan Haga hypsometer yaitu pertama ukur jarak datar yang
akan dipakai dan putarlah skala pada alat sesuai dengan jarak datar yang
digunakan, kemudian tempelkan visier bidik alat di dekat mata, kemudian
bidiklah tinggi pohon (puncak/ujung pohon atau tinggi bebas cabang) dan tekan
tombol pengunci serta bacalah skalanya (misal : a meter), sambil visier bidik
ditempelkan kembali ke mata, lepaskan tombol pengunci kemudian bidiklah
pangkal pohon dan tekan tombol pengunci serta bacalah skalanya (misal : b
meter). Hasil pengukurannya yaitu = a – b
Keterangan :
Skala panjang A’B’ dan A’C’ dapat ditentukan sekehendak pembuat alatnya.
Menggunakan persamaan sebangun, maka tinggi pohon dapat dicari sebagai
berikut :
A’B’ ÷ A’C’ = AB ÷ AC
Selanjutnya bidikan mata ke arah tanda skala pendek (B’) pada alat sejajarkan
dengan pohon.
Tandai titik bidikan B’ sehingga menjadi titik B pada pohon, dengan dibantu
seorang pembantu yang sebelumnya sudah berdiri dekat pohon yang sedang
diukur.
Ukur tinggi titik B dari pangkal pohon, sehingga didapat tinggi AB.
Tinggi pohon adalah tinggi AB dikalikan dengan persamaan skala alat yang
dibuat.
10 : 50 = AB : AC
Kelebihan alat ini adalah cukup sederhana dan cenderung murah. Kekurangan
alat ini adalah memerlukan banyak orang dan tidak bisa digunakan di hutan yang
rapat.
Menurut Raj (2013), cristen meter adalah alat sederhana dengan ukuran atau
skala dengan panjang sekitar sepuluh inci yang menggunakan prinsip kerja
goniometri atau kesebangunan. Alat ini terbuat dari besi, kayu tipis, atau kardus
dengan ketebalan 2.5 cm dan terdapat dua flensa. Terdapat tali pada flensa atas
dan pemberat pada flensa bawah untuk mencegah guncangan. Alat ini berdasar
pada segitiga sebangun dan dibantu galah setinggi 3.6 m atau 12 kaki.
Cara penggunaannya adalah dengan pengamat menghadap pohon pada jarak yang
disesuaikan, dimana pengamat dapat melihat ujung dan pangkal pohon, dan
memegang cristen meter secara vertikal. Asisten atau satu orang lainnya
memegang galah sepanjang 4 meter secara tegak pada pangkal pohon. Pengamat
mendekatkan atau menjauhkan skala dari mata, atau pengamat maju mundur
sehingga ujung skala cristen meter membidik ujung pohon dan pangkal skala
cristen meter membidik pangkal pohon. Setelah tepat, ujung galah dilihat dan
diproyeksikan ke skala pada angka berapa. Kemudian didapatkan tinggi pohon.
Rumus yang digunakan adalah :
Phiband dan pita ukur merupakan alat yang berpentuk seperti meteran kain
yang digunakan untuk mengukur diameter batang pohon. Pada phiband, terdapat
nilai diameter dari lingkaran pohon tertentu. Alat ini menggunakan prinsip kerja
geometri. Pita ukur mengukur keliling pohon dan hasilnya dibagi dengan PI untuk
mendapatkan angka diameter. Hubungan antara jari-jari (r), diameter (D) dan
keliling adalah sebagai berikut (Kemendikbud, 2013) :
D = 2 r
Keliling = π× d
dengan π = 3 . 1 4 1 5 9 3
Kelebihan alat ini adalah sederhana dan mudah dibawa kemana-mana dan
lebih akurat. Sedangkan kelemahannya adalah terbatas, biasanya di lingkar satu
sampai lima meter.
4.5 Biltmore Stick
Keterangan :
A. Pembacaan skala
B. Jarak/panjang lengan
C. Tempat pegangan
Kelebihan dari Biltmore stick adalah bisa dilihat di lokasi dan Mudah dibawa
kemana-mana karena ringan. Sedangkan kekurangannya adalah subjektif dan
harus dilakukan duplo.
Bitterlich stick merupakan alat sederhana dan mudah dibuat yang terdiri
atas sebuah tongkat dengan panjang bervariasi, dengan sebuah lubang sebagai
visier bidik pada salah satu ujungnya, dan bagian berlekuk seperti huruf U sebagai
celah bidik pada ujungnya yang lain (Kemendikbud, 2013). Bentuk alat dapat
diihat pada gambar 4.6.1. Variasi antara celah bidik dengan panjang tongkat
menurut Kemendikbud (2013) berupa perbandingan celah bidik dengan panjang
tongkat 1/50 dalam satuan cm seperti gambar 4.6.2. Pada praktikum kali ini,
jari-jari lubang visier bidik bitterlich stick dibuat sebesar 0,5 cm dan panjang
tongkatnya sepanjang 50 cm. Alat ini berfungsi untuk mengukur luas bidang dasar
tegakan menggunakan prinsip kerja kesebangunan (geometri) yang dapat dilihat
pada gambar 4.6.3. Cara kerja alat ini yaitu dengan ditentukannya plot sebagai
titik pusat lingkaran area tegakan, alat dipegang sejajar mata dan pohon (objek
bidik) oleh pembidik dan berdiri tepat di titik pusat plot. Cara penilaian dan
perhitungan hasil bidik alat ini ditunjukkan oleh gambar 4.6.4. Alat ini memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya, kelebihannya yaitu mudah
dibuat; praktis; dan ringan, sedangkan kekurangannya adalah pengukurannya
yang subjektif; sulit digunakan di area tegakan rapat; dan perlu pengulangan
pengukuran (duplo) yang menghabiskan waktu.
A B C
. . .
Gambar 4.6.4 Posisi pohon di celah bidik : A posisi “Out” bernilai 0, B posisi “Border Line”
bernilai ½, dan C posisi “In” bernilai 1 dan rumus perhitungan LBDS (NIn : jumlah pohon In; NBL :
jumlah pohon Border line dan Basal Area Factor)
Global Positioning System atau GPS adalah alat atau system navigasi yang
awalnya dibentuk oleh departemen pertahanan amerika untuk kebutuhan militer.
GPS memiliki nama asli NAVSTAR GPS, nama NAVSTAR sering dianggap
sebagai akronim namun, NAVSTAR bukanlah akronim melainkan nama yang
diberikan langsung oleh John Walsh (Parkinson, 1996). GPS sendiri memiliki 3
segmen yaitu segmen angkasa, segmen kontrol, dan segmen pengguna. Segmen
angkasa berupa kumpulan satelit, segmen kontrol berupa stasiun kontrol
diseluruh dunia, dan segmen pengguna berupa GPS receiver yaitu alat yang
sering dibawa dan dapat diinteraksikan dengan pengguna.
Gambar 4.7.1 GPS Garmin
(Sumber : https://www.bhinneka.com/garmin-gps-73-sku3318407734)
Fungsi dari GPS sebagai sebuah sistem atau proses untuk menentukan suatu
posisi manapun di seluruh permukaan bumi, sebagai navigasi, juga sebagai alat
untuk tracking berdasarkan empat faktor yaitu: garis bujur, garis lintang,
ketinggian, dan waktu (Firdaus, 2013). Prinsip penentuan posisi dengan GPS
yaitu menggunakan metode resepsi jarak, resepsi jarak adalah dimana
Pengukuran jarak dilakukan secara simultan ke beberapa satelit (Maulana, 2014).
Cara menggunakan GPS termasuk sederhana yang pertama kali kita lakukan
setelah menekan tombol daya adalah mengkalibrasi GPS receiver dengan
mengayun GPS membentuk angka delapan yang diputar. Setelah itu buka menu
satelit, untuk akurasi diharapkan agar menunggu sampai jumlah satelit yang
terdeteksi minimal mencapai 4 satelit. GPS juga memiliki kompas di dalamnya.
Sama halnya dengan kemiringan, alat itu juga dapat digunakan dalam mengukur
ketinggian pohon dengan cara mengatur celah bidik membentuk sudut 45o dan
menyatukannya dengan lipatan bidik, lalu mulai membidik bagian ujung dan
pangkal pohon yang akan diukur bergantian diikuti dengan pengaturan gelembung
pada klinometer. Setelahnhya dapat dilihat dari skala yang tersedia dengan
䇅 ⺁ 䇅
menggunakan rumus 䇅 , dengan jarak datar yaitu jarak
Kelebihan dari alat ini diantaranya adalah multifungsi, dan tidak tergantung pada
kondisi signal. Dan kekurangannya adalah harga yang mahal dan kurangnya
tingkat keakuratan apabila digunakan pada hutan dengan tutupan yang rapat.
4.9 Spiegel-Relascope Bitterlich
Spiegel-Relascope Bitterlich atau SRB adalah suatu alat biometri hutan. Alat
ini pertama kali diciptakan pada tahun 1955 dan tidak ada perubahan pada
mekanismenya sejak saat itu (Bitterlich, 1990)
Pada gambar 4.9.2 dapat dilihat bagian bagian dari SRB yaitu: A adalah
visier bidik (subjektif), B adalah visier bidik (objektif), C adalah peneduh, D
adalah lubang cahaya, E adalah pengunci, dan F adalah sekrup. SRB sendiri
berfungsi sebagai pengukur diameter pohon, tinggi pohon, dan luas bidang dasar
(LBDS). Prinsip pengukuran SRB adalah dengan Based Area Factor (BAF).
Cara menggunakan alat ini adalah dibutuhkannya dua orang dan tentukan jarak
antara objek yang akan diamati dan pengamat. Lalu untuk mengukur diameter
pohon maka pengamat berdiri dan mengukur berdasarkan DBH lalu pohon
dilihat melalui visier bidik dan di ratakan ke kiri di skala diameter kemudian
digunakan persamaan sebagai berikut : RU x Jarak Datar x 2% x 100 cm =
diameter. Untuk mengukur tinggi adalah dengan menggunakan persamaan :
Tinggi = Angka skala di puncak – angka skala di pangkal
Gambar 4.3 Gambar skala dari SRB untuk diameter (Hijau), Ketinggian (Biru), LBDS (Merah)
Kelebihan dari alat ini adalah multifungsi dan tidak membutuhkan daya dan internet untuk
beroperasi. Alat ini juga terbilang praktis. Namun kekurangan alat ini adalah biayanya yang
mahal dan kemampuannya yang berkurang di daerah yang minim cahaya.
4.10 Klinometer
Tree Caliper atau yang biasa disebut kaliper pohon merupakan alat untuk
mengukur diameter pohon yang cukup akurat (Mardiatmoko dkk., 2014).
Kemendikbud (2013) menyatakan bahwa kaliper adalah mistar yang memiliki
skala (satuan ukur) yang dilengkapi dengan lengan geser. Lengan geser ini
memiliki fungsi sebagai pembaca skala pada mistar. Satuan ukur yang digunakan
adalah cm dengan satuan ukur terkecil dalam mm. Alat ini dapat terbuat dari kayu
maupun logam yang masing-masing ada mempunyai kelemahan maupun
kelebihan (Mardiatmoko dkk., 2014).
Dengan keterangan; (A) merupakan lengan tetap, (B) Lengan statis, (C)
Skrup, dan (D) Mistar (pembaca skala). Cara menggunakankaliper dalam
pengukuran diameter batang yang pertama adalah mengapitkan kedua lengan pada
ketinggian dada dengan meletakan lengan tetap pada sisi batang pohon lalu lengan
statis digerakkan pada sisi lain batang pohon sesuai besar kecilnya diameter
batang pohon, dan setelah itu dikunci dengan memutar skrup. Selanjutnya dapat
dibaca pada skala yang ada pada mistar tersebut besar diameter pohon tersebut.
Lakukan pengukuran sebanyak dua kali (duplo) pada sisi tegak lurus pengukuran
diameter sebelumnya karena bentuk batang pohon tidak selalu silinder. Lalu
diambil nilai rata-rata dari dua nilai pengukuran diameter yang dihitung.
Bidik bagian atas batang (C) dan ke pangkal pohon (A). Saat sasaran
ditemukan; perhatikan apakah gelembung udara apakah masih terletak
ditengah-tengah. Jika tidak, maka pembidikan di ulang.
Ukur jarak antara si pengukur dan pohon yang dibidik (Jd). (4) Tinggi pohon
(T = AC) dihitung dengan rumus berikut.
T = Jd x (tg α – tg β)
T = Jd x (%MC−%MA):100
Kelebihan alat ini adalah pengunaannya yang mudah digunakan, praktis, dan
mudah dibawa.sedangkan kekurangan dari alat ini adalah harganya yang relatif
mahal,dan harus digunakan oleh orang yang ahli untuk perhitungan menggunakan
rumus.
Bark gauge terbagi menjadi dua macam tipe yaitu tipe paruh dan tipe pahat.
Bark gauge tipe paruh terdiri atas bagian kepala yang terbuat dari ebonit, besi atau
kayu untuk pemegang, tangkai yang bagian ujungnya seperti berparuh, logam
kecil (extractor) yang dapat bergerak ketika paruh dipukulkan pada kayu, dan
paruh berlubang. Sedangkan bark gauge tipe pahat bagian kepala dari bahan
ebonit sebagai pegangan untuk menekan, bagian tangkai pahat disertai skala
dalam mm, tabung tempat tangkai bergerak, perisai dan penunjuk skala. Kedua
alat ini digunakan untuk mengukur ketebalan kulit kayu (Kemendikbud, 2013).
Bagian alat dan bentuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.13
dibawah ini. Cara kerja bark gauge tipe paruh yaitu, alat dipukulkan ke batang
pohon sehingga kulit kayu masuk ke dalam bagian paruh dan extractor menonjol
ke arah luar, ketika alat dicabut dari pohon bagian extractor ditekan hingga kayu
keluar dari paruh dan diukur dengan mistar atau pita ukur. Pengukuran bark gauge
tipe pahat dengan cara ratakan bagian tangkai pahat dengan tabung perisai agar
menunjukan skala angka 0 di bagian penunjuk skala tekan alat ke pohon hingga
menembus kulit pohon dan baca skala yang ditunjukkan oleh bagian pembaca
skala. Kelebihan penggunaan kedua alat ini adalah mudah tetapi harga alat ini
cukup mahal dan tidak kuat dipakai untuk kayu yang memiliki struktur kulit
keras.
Gambar 4.13.1 Bagian Bark Gauge Tipe Paruh di sebelah kiri atas; tengah dan Tipe Pahat di
sebelah kanan atas
Keterangan Bark Gauge Tipe Paruh: Keterangan Bark Gauge Tipe Pahat:
Jika dilihat dari gambar 4.14.1 OP adalah jarak antara titik sudut garpu
dengan titik singgung batang dan kaki garpu dan d sebagai diameter yang ingin
diketahui, maka : OP = ½ d 3 dan OP = 0,866 d. Kelebihan alat garpu pohon ini
adalah mudah digunakan dan paling cocok untuk dipergunakan pengukuran
diameter dengan tujuan pembuatan tabel distribusi diameter pohon. Sedangkan
untuk kekurangan alat ini adalah alatnya berat sehingga susah dibawa-bawa,
ketelitiannya kurang, sulit digunakan untuk pohon berdiameter besar, dan
pengukuran harus dilakukan dua kali (Daud, 2009).
4.15 Visiermesswinkel
4.16 Weise
5.1 Kesimpulan
1. Alat ukur kehutanan terdiri dari phiband, pita ukur, garpu pohon (tree fork),
biltmore stick, caliper tree yang berfungsi untuk mengukur diameter pohon,
bitterlich stick berfungsi untuk mengukur luas bidang dasar (LBDS) dan
tegakan, walking stich, cristen meter, haga hysometer, clinometer, abney
meter, dan kompas Brunton, yang berfungsi untuk mengukur tinggi pohon,
serta spiegel relascope bitterlich (SRB) berfungsi untuk mengukur diameter
pohon, tinggi pohon, tegakan, dan kelerengan pohon.
5.2 Saran
3. Alat-alat yang dipelajari pada praktikum ini lebuh modern sehingga pada
prakteknya dapat mempermudah dan juga mengikuti perkembangan teknologi
saat ini.
Jr., John A. Kershaw., Mark J. Ducey, Thomas W. Beers and Bertram Husch.
2017. Forest Mensuration Fifth Edition. NJ : John Wiley and Sons.
Kadri Wartono Ir., DKK. 1992. Buku Ajar Inventarisasi Hutan. Universitas
Mardiatmoko, Gun dkk. 2014. Ilmu Ukur Kayu dan Inventaris Hutan. Ambon:
BPFP Universitas Pattimura.
Maulana, Imam. 2014. “Pengukuran GPS Geodetik dan Terrestial Laser (TSL)
Untuk Pembangunan Rel Kereta Api Baru di Menteng Jaya Jakarta.”
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Murdawa,B.1994.Pengenalan dan Pengukuran Karakteristik Pohon. Gadjah
P.W. West. 2009. Tree and Forest Measurement 2nd edition. New York:
Springer Dordrecht Heidelberg.
Tim Kemendikbud. 2013. Buku Teks Ajaran Siswa : Ilmu Ukur Kayu. Jakarta:
Kemendikbud.
Tim Kemendikbud. 2013. Buku Teks Bahan Ajar Siswa: Ilmu Ukur Kayu.
Jakarta: Kemendikbud
Tim Kemendikbud. 2013. Buku Teks Bahan Ajar Siswa: Inventarisasi Hutan.
Jakarta: Kemendikbud.
LAMPIRAN