Anda di halaman 1dari 31

Praktikum ke : 2 Hari/tanggal:Rabu/28 Januari 2020

PRAKTIKUM BIOMETRI BW-2204

PENGENALAN ALAT

Disusun oleh :

Raka putra pradana 11517041

Fauzia Marwaiffah Alis 11518003

Devi Risma Vioni 11518014

Vera Santika 11518022

Servina Nabila 11518033

Rizky Akbar 11518042

Melinda Anggraeni 11518048

Muhammad Biharul Anwar 11518055

Kelompok 3

PROGRAM STUDI REKAYASA HAYATI

SEKOLAH DAN ILMU TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

JATINANGOR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris


yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang
telah ditentukan (Cangelosi, 1995). Sedangkan menurut Sridadi (2007)
pengukuran adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk
memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan
alat ukur yang baku.

Pengukuran pohon dilakukan melalui beberapa metode, yaitu pengukuran


diameter pohon, pengukuran luas bidang dasar (LBDS), pengukuran diameter
tajuk,dan pengukuran tinggi pohon. Untuk mempermudah pengukuran, diperlukan
beberapa alat yang memiliki jenis dan cara penggunaan yang berbeda-beda.
Semakin bagus dan presisi suatu alat, maka hasil pengukurannya akan semakin
akurat. Kemampuan pengamat dalam mengukur, mempengaruhi hasil pengukuran,
semakin baik pengamat menggunakan alat maka semakin baik juga data yang
diperoleh (Simon, 2007).

Biometrika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memadukan


unsur ilmu matematika, kimia, fisika dan biologi. Sedangkan biometrika
kehutanan adalah pengembangan dan penerapan metode-metode statistika untuk
menilai, menduga, dan mengevaluasi karakteristik-karakteristik biologis dan
proses-proses di dalam hutan.

Untuk mendapat hasil yang baik dan akurat, maka seorang pengamat harus
dapat mengenali alat dengan baik, baik cara penggunannya maupun kelebihan dan
kekurangan dari alat itu sendiri. Karena itu, mahasiswa jurusan rekayasa
kehutanan ITB diperkenalkan pada praktikum biometri hutan. Tujuannya, agar
kita dapat menjadi pengamat yang baik, dan memudahkan mahasiswa dalam
perencanaan hutan, pemeliharaan hutan dan pemanfaatan hutan dengan baik dan
tepat .
1.2 Tujuan
1. Menentukan kegunaan dan cara kerja dari berbagai alat ukur: diameter
pohon, tinggi pohon, dan luas bidang dasar (LBDS) dan tegakan.
2. Menentukan prinsip yang digunakan pada berbagai alat ukur kehutanan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pengukuran

Pengukuran, secara definisi merupakan pemberian angka terhadap suatu


atribut atau karakteristik menurut aturan yang jelas (Raka, 1994). Pengukuran
biasa dilakukan dalam proses pengambilan data baik secara saintifik maupun
sosial. Perbedaan utama dari suatu pengukuran dengan yang lain adalah proses
pengambilan data dan tipe data yang diambil seperti berat, kedalaman, dan lain
sebagainya.

2.2 Peinsip Pengukuran Dalam Biometri

Pengukuran dalam biometri menggunakan dua prinsip, yaitu prinsip


trigonometri dan prinsip geometri. Menurut Mardiatmoko (2014), sebelum
melakukan pengukuran tinggi pohon, ketika menggunakan alat ukur yang
menggunakan prinsip trigonometri harus terlebih dahulu mengukur jarak berdiri
dari pohon yang akan diukur. Mengukur tinggi pohon dengan alat berprinsip
trigonometri dilakukan dengan membidik ujung pohon dan pangkal pohon. (Jr.,
2017). Alat yang menggunakan prinsip trigonometri diantaranya adalah
clinometer dan haga hypsometer.

Prinsip lainnya adalah prinsip geometri, yang mana prinsip ini menggunakan
konsep segitiga sebangun. Pada alat ukur yang menerapkan prinsip geometri
biasanya terdapat skala, yang pada setiap alat berbeda namun semua
perhitungannya menggunakan konsep segitiga sebangun. Alat-alat yang
menggunakan prinsip geometri diantaranya adalah cristen meter dan tongkat ukur.
(Mardiatmoko, 2014).

2.3 Aspek yang Diukur di Hutan

Pohon sebagai penciri utama hutan perlu diukur melalui aspek-aspek


pengukuran seperti diameter batang, tinggi pohon, kelerengan, diameter tajuk,
ketebalan kulit pohon, luas bidang dasar tegakan, dan lainnya (P.W. west, 2009)
2.4 Kegunaan Alat Ukur di Bidang Kehutanan

Alat ukur pada bidang kehutanan memiliki kegunaan yang bervariasi


sesuai aspek yang diukurnya. Secara umum tujuan pengukuran dibidang
kehutanan adalah sebagai alat bantu utama dalam kegiatan-kegiatan dibidang
kehutanan terutama untuk memperoleh data kuantitatif (Mardiatmoko dkk.,
2014).Diameter pohon merupakan salah satu parameter pohon yang mudah untuk
diukur, dan melalui diameter pohon pula, kita dapat mengetahui potensi tegakan
suatu komunitas hutan. Variabel-variabel lain seperti tinggi dan LBDS juga
berpengaruh dalam menentukan potensi tegakan, yang nantinya akan berguna
untuk pemetaan hutan secara keseluruhan (Pilatus dkk, 2015).

Pengukuran ini dapat dipergunakan dalam berbagai keperluan, antara lain


penentuan volume suatu tegakan hutan dalam rangka pelaksanaan perencanaan
pengelolaan hutan tersebut, perhitungan harga jual/penjualan, perhitungan laba
rugi dari suatu perusahaan, perhitungan upah buruh, perhitungan
pungutan-pungutan pemerintah, penyusunan rencana operasional (pelaksanaan
produksi), penyusunan statistik hasil hutan dan sebagainya (Mardiatmoko dkk.,
2014).
BAB III

METEODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi

Praktikum biometri hutan dengan kode BW-2204 dengan topik pengenalan


alat dilaksanakan pada tanggal 29 Januari 2020 dalam rentang waktu dari pukul
13.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Praktikum biometri kehutanan ini
dilaksanakan di dalam dan sekitar labtek V A Institut Teknologi Bandung,
secara administratif labtek V A terletak di Desa Sayang, Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang. Secara geografis labtek V A terletak di 6°55'52.9"LS dan
107°46'15.8"BT.

3.2 Alat dan Bahan

Praktikum pengenalan alat bimoetri hutan ini menggunakan alat berupa Phi
band, pita ukur, Biltmore stick, Bitterlich stick, Spiegel Relascope Bitterlich
(SRB), Cristen meter, Walking stick, Haga hypsometer, Clinometer, kompas
Brunton, dan Global Positioning System (GPS).Tidak ada bahan yang digunakan
selama praktikum ini berlangsung.

3.2 Metode

Praktikum ini menggunakan metode post to post yaitu metode yang


penempatan alat disusun secara tersebar tiap pos. Terdapat enam alat yang
ditempatkan di dalam labtek V A dan lima sisanya ditempatkan diluar labtek V
A. Praktikan dibagi kedalam delapan kelompok yang nantinya akan mengamati
dan memahami kegunaan, prinsip, mekanisme penggunaan, kelebihan, dan
kekurangan dari alat di masing masing pos secara bergantian. Praktikum
berlangsung selama tiga jam dari pukul 13.00 WIB sampai 16.00 WIB. Kegiatan
dimulai dengan pembukaan dan pemberian arahan oleh penanggung jawab topik
praktikum lalu pemberian materi praktikum oleh dosen pengampu mata kuliah
Biometri Hutan. Setelah itu, praktikan diarahkan untuk segera menuju pos
masing masing untuk menjalankan praktikum. Metode post to post memakan
waktu paling dominan diantara yang lainnya. Praktikan kemudian diberi waktu
untuk berdiskusi sambil mengulang kembali kegiatan dan ilmu yang sudah
didapatkan di hari itu dengan asisten praktikum. Praktikum ditutup dengan tes
akhir dan evaluasi oleh penanggung jawab praktikum.
BAB IV

PRINSIP DAN CARA KERJA ALAT

4.1 Haga Hypsometer

Haga Hypsometer merupakan alat untuk mengukur ketinggian pohon. Prinsip


kerjanya yaitu trigonometri. Haga Hypsometer dapat menentukan jarak panjang
dasar dengan cepat dan tepat dari jarak 15, 20, 25 atau 30 meter.

Gambar 4.1.1 Bagian Haga Hypsometer


https://indo-digital.com/alat-pengukur-tinggi-pohon-haga-altimeter.html

Cara menggunakan Haga hypsometer yaitu pertama ukur jarak datar yang
akan dipakai dan putarlah skala pada alat sesuai dengan jarak datar yang
digunakan, kemudian tempelkan visier bidik alat di dekat mata, kemudian
bidiklah tinggi pohon (puncak/ujung pohon atau tinggi bebas cabang) dan tekan
tombol pengunci serta bacalah skalanya (misal : a meter), sambil visier bidik
ditempelkan kembali ke mata, lepaskan tombol pengunci kemudian bidiklah
pangkal pohon dan tekan tombol pengunci serta bacalah skalanya (misal : b
meter). Hasil pengukurannya yaitu = a – b

Kelebihan dari Haga hypsometer adalah praktis dan tidak membutuhkan


ketinggian tertentu sedangkan kekurangannya adalah mahal, peka terhadap
lingkungan dan membutuhkan jarak tertentu.
4.2 Walking Stick

Walking stick merupakan alat ukur tinggi sederhana berbentuk tongkat.


Selain komponennya sederhana juga dapat dibuat dengan mudah. Panjang tongkat
kurang lebih 30 – 50 cm, yang terbagi menjadi dua bagian panjang. Prinsip kerja
walking stick menggunakan prinsip geometrik, berdasarkan perbandingan antara
dua buah segitiga sebangun (gambar 4.2.1) (Kemendikbud, 2013)

Gambar 4.2.1 Pengukuran dengan Walking stick


https://html2-f.scribdassets.com/1jhwmealz468hb69/images/9-4863a69096.jpg

Keterangan :

 Bentuk segitiga OA’C’ sebangun dengan segitiga OAC

 A’C’ adalah panjang walking stick

 Skala panjang A’B’ dan A’C’ dapat ditentukan sekehendak pembuat alatnya.
Menggunakan persamaan sebangun, maka tinggi pohon dapat dicari sebagai
berikut :

A’B’ ÷ A’C’ = AB ÷ AC

Cara Mengunakan Walking stick (gambar 4.2.2) :

 Walking stick dipegang tegak lurus setinggi mata pengukur dibidikan ke


arah pohon yang hendak diukur tingginya.
 Bagian pangkal dan ujung pohon diarahkan sedemikian rupa sehingga
tepat berimpit dengan skala bawah dan skala atas pada walking stick, skala
A’C’ tepat dengan AC (tinggi pohon).

 Selanjutnya bidikan mata ke arah tanda skala pendek (B’) pada alat sejajarkan
dengan pohon.

 Tandai titik bidikan B’ sehingga menjadi titik B pada pohon, dengan dibantu
seorang pembantu yang sebelumnya sudah berdiri dekat pohon yang sedang
diukur.

 Ukur tinggi titik B dari pangkal pohon, sehingga didapat tinggi AB.

 Tinggi pohon adalah tinggi AB dikalikan dengan persamaan skala alat yang
dibuat.

10 : 50 = AB : AC

 Tinggi pohon adalah (AC) = 5 x AB

Gambar 4.2.2 Cara Menggunakan Walking Stick


https://html1-f.scribdassets.com/1jhwmealz468hb69/images/10-15b8a5af2f.jpg

Kelebihan alat ini adalah cukup sederhana dan cenderung murah. Kekurangan
alat ini adalah memerlukan banyak orang dan tidak bisa digunakan di hutan yang
rapat.

4.3 Cristen Meter

Menurut Raj (2013), cristen meter adalah alat sederhana dengan ukuran atau
skala dengan panjang sekitar sepuluh inci yang menggunakan prinsip kerja
goniometri atau kesebangunan. Alat ini terbuat dari besi, kayu tipis, atau kardus
dengan ketebalan 2.5 cm dan terdapat dua flensa. Terdapat tali pada flensa atas
dan pemberat pada flensa bawah untuk mencegah guncangan. Alat ini berdasar
pada segitiga sebangun dan dibantu galah setinggi 3.6 m atau 12 kaki.

Gambar 4.3.1 Alat Ukur Cristen Meter


https://sangkualita.blogspot.com

Cara penggunaannya adalah dengan pengamat menghadap pohon pada jarak yang
disesuaikan, dimana pengamat dapat melihat ujung dan pangkal pohon, dan
memegang cristen meter secara vertikal. Asisten atau satu orang lainnya
memegang galah sepanjang 4 meter secara tegak pada pangkal pohon. Pengamat
mendekatkan atau menjauhkan skala dari mata, atau pengamat maju mundur
sehingga ujung skala cristen meter membidik ujung pohon dan pangkal skala
cristen meter membidik pangkal pohon. Setelah tepat, ujung galah dilihat dan
diproyeksikan ke skala pada angka berapa. Kemudian didapatkan tinggi pohon.
Rumus yang digunakan adalah :

Tinggi pohon (AC) = (DF x BC) : EF dengan EF adalah panjang galah (4


meter) dan AC ditetapkan.

Gambar 4.3.2 Prinsip Kerja Cristen Meter


https://sangkualita.blogspot.com
Kelebihan alat ini adalah penggunaannya mudah serta alatnya ringan
sehingga mudah dibawa sedangkan kekurangannya adalah semakin tinggi pohon,
hasil pengukuran semakin tidak teliti karena skalanya semakin sempit. Selain itu,
alat ini sulit digunakan pada tegakan yang rapat.

4.4 Phiband dan Pita Ukur

Phiband dan pita ukur merupakan alat yang berpentuk seperti meteran kain
yang digunakan untuk mengukur diameter batang pohon. Pada phiband, terdapat
nilai diameter dari lingkaran pohon tertentu. Alat ini menggunakan prinsip kerja
geometri. Pita ukur mengukur keliling pohon dan hasilnya dibagi dengan PI untuk
mendapatkan angka diameter. Hubungan antara jari-jari (r), diameter (D) dan
keliling adalah sebagai berikut (Kemendikbud, 2013) :

D = 2 r

Keliling = π× d

dengan π = 3 . 1 4 1 5 9 3

Gambar 4.3.2 Alat Pita Ukur


https://delpujiero.files.wordpress.com/2012/06/phi-band.jpg

Kelebihan alat ini adalah sederhana dan mudah dibawa kemana-mana dan
lebih akurat. Sedangkan kelemahannya adalah terbatas, biasanya di lingkar satu
sampai lima meter.
4.5 Biltmore Stick

Biltmore stick berbentuk mistar berskala (panjang 60 – 90 cm) yang dibuat


dengan prinsip “segitiga sebangun” dengan tujuan menghitung DBH (Diameter
Breast Height)

Gambar 4.5.1 Bagian dari Biltmore stick


https://delpujiero.wordpress.com/

Keterangan :

A. Pembacaan skala
B. Jarak/panjang lengan
C. Tempat pegangan

Cara menggunakan Biltmore stick yaitu, yang pertama dekatkan stick ke


pohon, kemudian mata dan tangan harus tegak lurus, Bidik pinggir kiri (0 cm) ke
arah sisi kiri batang, Bidik sisi kanan batang searah dengan skala yang
ditunjukkannya, kemudian catat hasil pengukurannya. Pengukuran ini dilakukan
dua kali.

Kelebihan dari Biltmore stick adalah bisa dilihat di lokasi dan Mudah dibawa
kemana-mana karena ringan. Sedangkan kekurangannya adalah subjektif dan
harus dilakukan duplo.

4.6 Bitterlich Stick

Bitterlich stick merupakan alat sederhana dan mudah dibuat yang terdiri
atas sebuah tongkat dengan panjang bervariasi, dengan sebuah lubang sebagai
visier bidik pada salah satu ujungnya, dan bagian berlekuk seperti huruf U sebagai
celah bidik pada ujungnya yang lain (Kemendikbud, 2013). Bentuk alat dapat
diihat pada gambar 4.6.1. Variasi antara celah bidik dengan panjang tongkat
menurut Kemendikbud (2013) berupa perbandingan celah bidik dengan panjang
tongkat 1/50 dalam satuan cm seperti gambar 4.6.2. Pada praktikum kali ini,
jari-jari lubang visier bidik bitterlich stick dibuat sebesar 0,5 cm dan panjang
tongkatnya sepanjang 50 cm. Alat ini berfungsi untuk mengukur luas bidang dasar
tegakan menggunakan prinsip kerja kesebangunan (geometri) yang dapat dilihat
pada gambar 4.6.3. Cara kerja alat ini yaitu dengan ditentukannya plot sebagai
titik pusat lingkaran area tegakan, alat dipegang sejajar mata dan pohon (objek
bidik) oleh pembidik dan berdiri tepat di titik pusat plot. Cara penilaian dan
perhitungan hasil bidik alat ini ditunjukkan oleh gambar 4.6.4. Alat ini memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya, kelebihannya yaitu mudah
dibuat; praktis; dan ringan, sedangkan kekurangannya adalah pengukurannya
yang subjektif; sulit digunakan di area tegakan rapat; dan perlu pengulangan
pengukuran (duplo) yang menghabiskan waktu.

Gambar 4.6.1 Bagian penyusun Bitterlich stick


Keterangan:
A : Visier Bidik
B : Celah Bidik
C : Tongkat

Gambar 4.6.2 Perbandingan Celah Bidik dengan Panjang Tongkat 1/50 cm


Gambar 4.6.3 Prinsip kerja geometri Bitterlich Stick

LBDS tegakan = (NIn + 1/2NBL) x


BAF

A B C
. . .

Gambar 4.6.4 Posisi pohon di celah bidik : A posisi “Out” bernilai 0, B posisi “Border Line”
bernilai ½, dan C posisi “In” bernilai 1 dan rumus perhitungan LBDS (NIn : jumlah pohon In; NBL :
jumlah pohon Border line dan Basal Area Factor)

4.7 Global Positioning System (GPS)

Global Positioning System atau GPS adalah alat atau system navigasi yang
awalnya dibentuk oleh departemen pertahanan amerika untuk kebutuhan militer.
GPS memiliki nama asli NAVSTAR GPS, nama NAVSTAR sering dianggap
sebagai akronim namun, NAVSTAR bukanlah akronim melainkan nama yang
diberikan langsung oleh John Walsh (Parkinson, 1996). GPS sendiri memiliki 3
segmen yaitu segmen angkasa, segmen kontrol, dan segmen pengguna. Segmen
angkasa berupa kumpulan satelit, segmen kontrol berupa stasiun kontrol
diseluruh dunia, dan segmen pengguna berupa GPS receiver yaitu alat yang
sering dibawa dan dapat diinteraksikan dengan pengguna.
Gambar 4.7.1 GPS Garmin
(Sumber : https://www.bhinneka.com/garmin-gps-73-sku3318407734)

Fungsi dari GPS sebagai sebuah sistem atau proses untuk menentukan suatu
posisi manapun di seluruh permukaan bumi, sebagai navigasi, juga sebagai alat
untuk tracking berdasarkan empat faktor yaitu: garis bujur, garis lintang,
ketinggian, dan waktu (Firdaus, 2013). Prinsip penentuan posisi dengan GPS
yaitu menggunakan metode resepsi jarak, resepsi jarak adalah dimana
Pengukuran jarak dilakukan secara simultan ke beberapa satelit (Maulana, 2014).
Cara menggunakan GPS termasuk sederhana yang pertama kali kita lakukan
setelah menekan tombol daya adalah mengkalibrasi GPS receiver dengan
mengayun GPS membentuk angka delapan yang diputar. Setelah itu buka menu
satelit, untuk akurasi diharapkan agar menunggu sampai jumlah satelit yang
terdeteksi minimal mencapai 4 satelit. GPS juga memiliki kompas di dalamnya.

GPS memiliki kelebihan yaitu tidak membutuhkan internet untuk beroperasi,


GPS juga praktis karena ukurannya yang cenderung kecil, dan juga merupakan
alat yang multifungsi. Namun, GPS ini dipengaruhi oleh posisi satelit yang
seiring waktu tidak selalu tetap dan adanya penundaan sinyal seperti jeda.
Kecepatan sinyal GPS ini juga tak jarang berubah tergantung dengan keaadaan
atmosfir pada saat tertentu. Sinyal GPS juga mudah berinteferensi dengan
gelombang elektromagnetik lainnya. Selain itu, GPS menggunakan baterai yang
sewaktu waktu dapat habis.

4.8 Kompas Geologi (Brunton)

Kompas Geologi pada umumnya sama walaupun memiliki bentuk yang


berbeda-beda. Bagian-bagian yang paling utama pada Kompas Geologi adalah
bulatan bidang datar sebagai alat pembacaan azimut atau arah lapisan batuan,
jarum magnet sebagai alat penunjuk untuk menentukan azimut, dan klinometer
untuk menunjukan besarnya sudut miring lapisan batuan (Sutardi, 2007). Selain
itu terdapat komponen lain seperti celah bidik, bullseye, kaca, dan jendela bidik.
Prinsip yang digunakan dalam alat ini adalah prinsip Trigonometri.

Gambar 4.8.1 Kompas Geologi (Brunton)

Sutardi (2007) menyatakan kegunaan dari Kompas Geologi cukup banyak,


diantaranya sebagai penunjuk arah dari setiap lintasan yang dilalui, penunjuk arah
lapisan batuan, dan ungtuk mengetahui sudut kemiringan lapisan batuan dan
kemiringan tanah yang berfokus pada fungsi kerja klinometer didalamnya.

Sama halnya dengan kemiringan, alat itu juga dapat digunakan dalam mengukur
ketinggian pohon dengan cara mengatur celah bidik membentuk sudut 45o dan
menyatukannya dengan lipatan bidik, lalu mulai membidik bagian ujung dan
pangkal pohon yang akan diukur bergantian diikuti dengan pengaturan gelembung
pada klinometer. Setelahnhya dapat dilihat dari skala yang tersedia dengan
䇅 ⺁ 䇅
menggunakan rumus 䇅 , dengan jarak datar yaitu jarak

antara objek dan pembidik.

Kelebihan dari alat ini diantaranya adalah multifungsi, dan tidak tergantung pada
kondisi signal. Dan kekurangannya adalah harga yang mahal dan kurangnya
tingkat keakuratan apabila digunakan pada hutan dengan tutupan yang rapat.
4.9 Spiegel-Relascope Bitterlich

Spiegel-Relascope Bitterlich atau SRB adalah suatu alat biometri hutan. Alat
ini pertama kali diciptakan pada tahun 1955 dan tidak ada perubahan pada
mekanismenya sejak saat itu (Bitterlich, 1990)

Gambar 4.9.2 Bagian-bagian SRB


(Sumber : https://delpujiero.files.wordpress.com/2012/06/srb.jpg)

Pada gambar 4.9.2 dapat dilihat bagian bagian dari SRB yaitu: A adalah
visier bidik (subjektif), B adalah visier bidik (objektif), C adalah peneduh, D
adalah lubang cahaya, E adalah pengunci, dan F adalah sekrup. SRB sendiri
berfungsi sebagai pengukur diameter pohon, tinggi pohon, dan luas bidang dasar
(LBDS). Prinsip pengukuran SRB adalah dengan Based Area Factor (BAF).
Cara menggunakan alat ini adalah dibutuhkannya dua orang dan tentukan jarak
antara objek yang akan diamati dan pengamat. Lalu untuk mengukur diameter
pohon maka pengamat berdiri dan mengukur berdasarkan DBH lalu pohon
dilihat melalui visier bidik dan di ratakan ke kiri di skala diameter kemudian
digunakan persamaan sebagai berikut : RU x Jarak Datar x 2% x 100 cm =
diameter. Untuk mengukur tinggi adalah dengan menggunakan persamaan :
Tinggi = Angka skala di puncak – angka skala di pangkal
Gambar 4.3 Gambar skala dari SRB untuk diameter (Hijau), Ketinggian (Biru), LBDS (Merah)
Kelebihan dari alat ini adalah multifungsi dan tidak membutuhkan daya dan internet untuk
beroperasi. Alat ini juga terbilang praktis. Namun kekurangan alat ini adalah biayanya yang
mahal dan kemampuannya yang berkurang di daerah yang minim cahaya.

4.10 Klinometer

Klinometer merupakan alat ukur sederhana yang penggunaannya juga


praktis, yaitu dengan mengarahkan ujung klinometer pada objek kemudian lihat
pada skala berapa benang terjatuh, dan hasilnya terbaca pada busur derajat di
dalam klinometer. (Ariyanti, 2017).Alat ini menggunakan prinsip trigonometri.
Klinometer berfungsi untuk mengukur tinggi pohon, terdiri dari beberapa bagian
yaitu lingkaran berskala dapat bergerak bebas, jarum penunjuk skala, knop, lensa
bidik/okuler, dan tali. Skala yang digunakan pada klinometer adalah persen (%)
dan derajat. Cara penggunaannya yaitu pertama skala yang akan digunakan dipilih,
persen atau derajat. Kemudian jarak pengukur dengan pohon ditentukan. Setelah
itu puncak dan pangkal pohon dibidik dan dilihat skalanya lewat lensa bidik, lalu
tinggi pohon diukur dengan rumus :

Tinggi pohon : S (a% + b%) atau S (tan ao + tan bo)


Gambar 4.10.1 Alat ukur Klinometer
https://www.forestry-suppliers.com/product_pages/products.php?mi=13161&itemnum=43830

Kelebihan dari klinometer adalah praktis, penggunaannya mudah, dan ringan


sehingga mudah dibawa. Sedangkan kekurangannya adalah peka terhadap cuaca,
harganya relatif mahal, dan hasil bacaannya subjektif.

4.11 Kaliper Pohon

Tree Caliper atau yang biasa disebut kaliper pohon merupakan alat untuk
mengukur diameter pohon yang cukup akurat (Mardiatmoko dkk., 2014).
Kemendikbud (2013) menyatakan bahwa kaliper adalah mistar yang memiliki
skala (satuan ukur) yang dilengkapi dengan lengan geser. Lengan geser ini
memiliki fungsi sebagai pembaca skala pada mistar. Satuan ukur yang digunakan
adalah cm dengan satuan ukur terkecil dalam mm. Alat ini dapat terbuat dari kayu
maupun logam yang masing-masing ada mempunyai kelemahan maupun
kelebihan (Mardiatmoko dkk., 2014).

Gambar 4.11.1 Kaliper Pohon.

Dengan keterangan; (A) merupakan lengan tetap, (B) Lengan statis, (C)
Skrup, dan (D) Mistar (pembaca skala). Cara menggunakankaliper dalam
pengukuran diameter batang yang pertama adalah mengapitkan kedua lengan pada
ketinggian dada dengan meletakan lengan tetap pada sisi batang pohon lalu lengan
statis digerakkan pada sisi lain batang pohon sesuai besar kecilnya diameter
batang pohon, dan setelah itu dikunci dengan memutar skrup. Selanjutnya dapat
dibaca pada skala yang ada pada mistar tersebut besar diameter pohon tersebut.
Lakukan pengukuran sebanyak dua kali (duplo) pada sisi tegak lurus pengukuran
diameter sebelumnya karena bentuk batang pohon tidak selalu silinder. Lalu
diambil nilai rata-rata dari dua nilai pengukuran diameter yang dihitung.

Menurut Mardiatmoko dkk. (2014), Kelebihan dari kaliper pohon ini


diantaranya pengukuran tidak memakan waktu yang lama, mudah dalam
pembacaan dan tingkat ketelitiannya cukup tinggi. Namun terdapat beberapa
kekurangan yaitu alat cukup besar sehingga kurang praktis untuk dibawa, sulit
digunakan apabila diameter pohon lebih besar dari 100 cm dan terkadang sulit
digerakkan apabila telah kotor akibat getah pohon yang ada.

4.12 Abney Meter

Abney Level sebenarnya adalah alat untuk mengukur kelerengan, namun


seringkali digunakan untuk mengukur tinggi pohon. Alat ini menggunakan prinsip
Trigonometri. Hasil pembacaan sudut berupa derajat dan persen yang dihitung
dari bidang datar. Interval besaran skala sudut bidik untuk (Kemendikbud,
2013) :

i. skala derajat dari –90° s/d +90°

ii. skala persen dari – 100% s/d +100%

Gambar 4.12.1 Alat Abney Meter


https://html1-f.scribdassets.com/1jhwmealz468hb69/images/17-adc1b6c772.jpg
Cara penggunaan Abney Level:

 Buka kunci K agar penunjuk skala S dapat bergerak bebas.

 Bidik bagian atas batang (C) dan ke pangkal pohon (A). Saat sasaran
ditemukan; perhatikan apakah gelembung udara apakah masih terletak
ditengah-tengah. Jika tidak, maka pembidikan di ulang.

 Ukur jarak antara si pengukur dan pohon yang dibidik (Jd). (4) Tinggi pohon
(T = AC) dihitung dengan rumus berikut.

Dasar kerja alat berdasarkan Rumus Dasar Tinggi, yaitu :

T = Jd x (tg α – tg β)

T = Jd x (%MC−%MA):100

Kelebihan alat ini adalah pengunaannya yang mudah digunakan, praktis, dan
mudah dibawa.sedangkan kekurangan dari alat ini adalah harganya yang relatif
mahal,dan harus digunakan oleh orang yang ahli untuk perhitungan menggunakan
rumus.

4.13 Bark Gauge

Bark gauge terbagi menjadi dua macam tipe yaitu tipe paruh dan tipe pahat.
Bark gauge tipe paruh terdiri atas bagian kepala yang terbuat dari ebonit, besi atau
kayu untuk pemegang, tangkai yang bagian ujungnya seperti berparuh, logam
kecil (extractor) yang dapat bergerak ketika paruh dipukulkan pada kayu, dan
paruh berlubang. Sedangkan bark gauge tipe pahat bagian kepala dari bahan
ebonit sebagai pegangan untuk menekan, bagian tangkai pahat disertai skala
dalam mm, tabung tempat tangkai bergerak, perisai dan penunjuk skala. Kedua
alat ini digunakan untuk mengukur ketebalan kulit kayu (Kemendikbud, 2013).

Bagian alat dan bentuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.13
dibawah ini. Cara kerja bark gauge tipe paruh yaitu, alat dipukulkan ke batang
pohon sehingga kulit kayu masuk ke dalam bagian paruh dan extractor menonjol
ke arah luar, ketika alat dicabut dari pohon bagian extractor ditekan hingga kayu
keluar dari paruh dan diukur dengan mistar atau pita ukur. Pengukuran bark gauge
tipe pahat dengan cara ratakan bagian tangkai pahat dengan tabung perisai agar
menunjukan skala angka 0 di bagian penunjuk skala tekan alat ke pohon hingga
menembus kulit pohon dan baca skala yang ditunjukkan oleh bagian pembaca
skala. Kelebihan penggunaan kedua alat ini adalah mudah tetapi harga alat ini
cukup mahal dan tidak kuat dipakai untuk kayu yang memiliki struktur kulit
keras.

Gambar 4.13.1 Bagian Bark Gauge Tipe Paruh di sebelah kiri atas; tengah dan Tipe Pahat di
sebelah kanan atas

Keterangan Bark Gauge Tipe Paruh: Keterangan Bark Gauge Tipe Pahat:

P : Kepala Pegangan besi K : Kepala Pegangan


T : Tangkai S : Tangkai Pahat
E : Extractor R : Pahat bagian tajam
L : Paruh T : Perisai
P : Penunjuk skala

4.14 Garpu Pohon

Garpu Pohon merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur diameter


suatu pohon. Bagian-bagian dari alat ini (A) Ujung, (B) Skala ( 0-5, 5-10,dst ),
dan (C) Pegangan terbuat dari kayu. Prinsip kerja alat garpu pohon adalah
trigonometri.
Cara menggunakan alat ini cukup mudah. Pertama-tama, jepitkan garpu
pohon pada batang pohon. Kemudian lihat pada skala berapa kedua sisi batang
pohon yang bersentuhan. Skala yang terdapat pada garpu pohon terdiri dari kelas
diameter dengan interval 5 cm. Sehingga kelas 1 = 0-5 cm, kelas 2 = 5-10 cm,
kelas 3 = 10-15 cm, kelas 4 = 15-20 cm. Sudut garpu yang biasanya digunakan
600.

Gambar 4.14.1 Pengunaan alat garpu pohon

Jika dilihat dari gambar 4.14.1 OP adalah jarak antara titik sudut garpu
dengan titik singgung batang dan kaki garpu dan d sebagai diameter yang ingin
diketahui, maka : OP = ½ d 3 dan OP = 0,866 d. Kelebihan alat garpu pohon ini
adalah mudah digunakan dan paling cocok untuk dipergunakan pengukuran
diameter dengan tujuan pembuatan tabel distribusi diameter pohon. Sedangkan
untuk kekurangan alat ini adalah alatnya berat sehingga susah dibawa-bawa,
ketelitiannya kurang, sulit digunakan untuk pohon berdiameter besar, dan
pengukuran harus dilakukan dua kali (Daud, 2009).

4.15 Visiermesswinkel

Visiermessinkel merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur diameter


suatu pohon. Bagian-bagian dari alat ini (A) Kaki yang tetap dan bersatu dengan
pegangan B, (B) Pegangan, (C) Kaki dapat dilipat dan membuat sudut dengan
kaki A 1200 , (D) Skrup pengunci, (E) Pembidik yang berbentuk jarum tegak lurus
pegangan B dan merupakan pusat dari busur F, (F) Busur pada kaki A yang
memuat pembagian skala garis tengah/diameter dan timabangan Wanner, untuk
lbds. Prinsip kerja alat Visiermessinkel adalah trigonometri.

Gambar 4.15.1 Alat Visiermessinke

Cara menggunakan alat ini cukup mudah. Pertama-tama, Peganglah alat


dengan tangan kiri. Letakkan alat tersebut pada lingkaran pohon ditempat yang
akan diukur garis tengahnya atau timbangan warnernya sehingga kedua kaki
menyinggung lingkaran pohon. Setelah itu, bidiklah lingkaran pohon melalui
pembidik sehingga garis bidik yang terjadi menyinggung lingkaran pohon.
Kemudian, besarnya garis tengah atau timbangan wanner dari pohon yang diukur
adalah skala pada busur pembagian skala ditempat perpotongan antara garis bidik
dan busur tersebut. Untuk mendapatkan pengukuran yang lebih teliti, lakukanlah
pengukuran itu pada dua atau tiga arah yang berlainan.

Kelebihan alat Visiermessinkel ini adalah cocok dipergunakan untuk


pengukuran banyak pohon terutama untuk tegakan yang berdiameter kecil dan
dapat digunakan untuk mengetahui kelas garis menengah (kelas diameter).
Sedangkan untuk kekurangan alat ini adalah tidak dapat digunakan untuk
mengukur diameter secara teliti. (Kadri, 1992).

4.16 Weise

Gambar 4.16.1 Alat Weise


Weise merupakan alat yang berfungsi untuk mengukur tinggi suatu pohon.
Bagian-bagian dari alat ini (A) Pembidik/visir, (B) Tabung pembidik, (C) Bilah
skala jarak datar, (D) Bilah bergerigi berskala tinggi, dan (E) Bandul. Prinsip
kerja alat Weise adalah trigonometri. Cara menggunakan alat ini cukup mudah.
Pertama-tama, posisikan bilah C sesuai denan jarak datar yang dipilih. Kemudian,
bidik puncak pohon melalui A, usahakan bandul E bebas setelah itu miringkan ke
bilah bergerigi D agar terhenti, baca angka yang tertera pada skala. Lalu, bidik
pangkal pohon melalui A, usahakan bandul E bebas setelah itu miringkan ke bilah
bergerigi D agar terhenti, baca angka yang tertera pada skala. Terakhir, tinggi
pohon merupakan selisih dari bacaan kedua skala. Kelebihan alat Weise ini adalah
alat praktis mudah dibawa dalam kemasan dan penggunaannya relatif mudah.
Sedangkan untuk kekurangan alat ini adalah pembacaannya subyektif dan
menunggu bandul berhenti agak lama. (Murdawa, 1994).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Alat ukur kehutanan terdiri dari phiband, pita ukur, garpu pohon (tree fork),
biltmore stick, caliper tree yang berfungsi untuk mengukur diameter pohon,
bitterlich stick berfungsi untuk mengukur luas bidang dasar (LBDS) dan
tegakan, walking stich, cristen meter, haga hysometer, clinometer, abney
meter, dan kompas Brunton, yang berfungsi untuk mengukur tinggi pohon,
serta spiegel relascope bitterlich (SRB) berfungsi untuk mengukur diameter
pohon, tinggi pohon, tegakan, dan kelerengan pohon.

2. Alat-alat ukur kehutanan yang digunakan untuk mengukur diameter dan


tinggi pohon menggunakan prinsip trigonometri dan juga goniometri atau
kesebangunan

5.2 Saran

3. Alat-alat yang dipelajari pada praktikum ini lebuh modern sehingga pada
prakteknya dapat mempermudah dan juga mengikuti perkembangan teknologi
saat ini.

4. setiap praktikan diberi kesempatan untuk mencoba dan mengukur langsung


menggunakan alat yang ada setelah diberi arahan oleh asisten agar memiliki
pengalaman dalam menggunakan alat ukur
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, Novi. 2017. Penggunaan Klinometer Dalam Menentukan Tinggi


Matahari Awal Waktu Dzuhur dan Ashar. Skripsi Strata 1, UIN Walisongo
Semarang : 2017.

Bitterlich, Walter. 1990. THE SPIEGEL-RELASKOP (Manual). Relaskop


Technik Vertriebsges.M.B.H. Austria.

Calongesi, James S. (1995). Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa.


Bandung : ITB

Deikme, Pilatus. (2013). Motivasi Kerja dan Budaya Organisasi Pengaruhnya


terhadap Kinerja Pegawai Bagian Keuangan Sekda Kabupaten Timika
Provinsi Papua, Jurnal EMBA, 980-986

Firdaus, Oktri Mohammad. 2013. “Analisis Implementasi Global Positioning


System (GPS) Pada Moda Transportasi di PT. “X”” Laboratorium
Perancangan Sistem Kerja & Ergonomi Program Studi Teknik Industri
Universitas Widyatama. Bandung. B-84

Jr., John A. Kershaw., Mark J. Ducey, Thomas W. Beers and Bertram Husch.
2017. Forest Mensuration Fifth Edition. NJ : John Wiley and Sons.

Kadri Wartono Ir., DKK. 1992. Buku Ajar Inventarisasi Hutan. Universitas

Mada University Press.Yogyakarta

Mardiatmoko, Gun dkk. 2014. Ilmu Ukur Kayu dan Inventaris Hutan. Ambon:
BPFP Universitas Pattimura.

Mardiatmoko, Gun., J. H. Pietersz, A. Boreel. 2014. Ilmu Ukur Kayu dan


Inventarisasi Hutan. Ambon : BPFP – Unpatti.

Maulana, Imam. 2014. “Pengukuran GPS Geodetik dan Terrestial Laser (TSL)
Untuk Pembangunan Rel Kereta Api Baru di Menteng Jaya Jakarta.”
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung
Murdawa,B.1994.Pengenalan dan Pengukuran Karakteristik Pohon. Gadjah

P.W. West. 2009. Tree and Forest Measurement 2nd edition. New York:
Springer Dordrecht Heidelberg.

Parkinson, B.W. 1996. Global Positioning System: Theory and Applications,


chap. 1: Introduction and Heritage of NAVSTAR, the Global Positioning
System. American Institute of Aeronautics and Astronautics. Washington,
D.C.

Raj, A. J., S. B. Lal. 2013. Forestry Principles and Applications. India :


Scientific Publishers.

Sridadi (2007). Diktat Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran Penjas. Yogyakarta:


FIK UNY

Sutardi, Idi. 2017. Ilmu Ukur Tanah. Bandung.Tanjungpura.

Tim Kemendikbud. 2013. Buku Teks Ajaran Siswa : Ilmu Ukur Kayu. Jakarta:
Kemendikbud.

Tim Kemendikbud. 2013. Buku Teks Bahan Ajar Siswa: Ilmu Ukur Kayu.
Jakarta: Kemendikbud

Tim Kemendikbud. 2013. Buku Teks Bahan Ajar Siswa: Inventarisasi Hutan.
Jakarta: Kemendikbud.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai