Anda di halaman 1dari 24

BAB VI.

KEGIATAN DALAM PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR

Kompetensi umum : Pada akhir semester, mahasiswa diharapkan mampu


menerapkan tindakan-tindakan praktek silvikultur di dalam
pengelolan hutan dengan baik dan benar.
Kompetensi Khusus : Setelah mengikuti pertemuan ke-6 mahasiswa mampu
6.1 Menguraikan kegiatan dalam pelaksanaan sistem
silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) dengan
baik dan benar
6.2 Menguraikan kegiatan dalam pelaksanaan sistem
silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB)
dengan baik dan benar
Pokok Bahasan 6.1 Kegiatan dalam pelaksanaan sistem silvikultur Tebang
Pilih Tanam Indonesia (TPTI)
6.2 Kegiatan dalam pelaksanaan sistem silvikultur Tebang
Habis Permudaan Buatan (THPB)
Pertemuan :6

6.1 Pendahuluan
Secara umum terdapat banyak sistem-sistem silvikultur, tetapi untuk Indonesia
ternyata yang diterapkan secara luas hanyalah dua sistem yaitu sistem tebang pilih
(Tebang Pilih Tanam Indonesia = TPTI) dan Tebang Habis (Tebang Habis dengan
Permudaan Bauatan = THPB).
Sekilas sejarah Tebang Pilih Tanam Indonesia yang di singkat TPTI semula
bernama Tebang Pilih Indonesia (TPI) dan ditetapkan pada tahun 1972 dengan ketetapan
Dirjen Kehutanan sebagai sistem pengelolaan hutan alam produksi dataran rendah di luar
pulau Jawa dan waktu itu Kehutanan di bawah Departemen Pertanian. Pada tahun 1989
semasa Menteri Kehutanan di jabat oleh Ir. Hasrul Harahap diubah menjadi TPTI karena
dirasa kegiatan penanaman kurang mendapat perhatian yang cukup dan sebagian besar
HPH tidak melakukannya dengan tertib tahapan kegiatan TPI yang ditetapkan. Dengan
demikian setelah terbitnya keputusan untuk melaksanakan TPTI para HPH dengan tertib
dinilai sebagai hutang dan diminta untuk menyelesaikan selama tiga tahun.
Sistem TPI diterapkan pada hutan alam produksi dataran rendah dengan tujuan
agar terwujud kelestarian hutan dan kelestarian usaha bidang kehutanan. Untuk menjamin
ketertiban pelaksanaannya ditetapkanlah tahapan-tahapan kegiatan oleh Departemen
Kehutanan. Tahapan kegiatan TPTI tersebut harus dilaksanakan secara tertib (urutannya
dan pelaksanaannya ), lengkap dan benar-benar terwujud di lapangan. Dalam bidang

70
Kehutanan kegiatan ini sangat penting karena kegiatan silvikultur sama dengan kegiatan
agronomi/budidaya tanaman pada bidang pertanian. Kegiatan penanaman merupakan
awal kesunguhan dalam pengelolaan hutan. Kegiatan silvikultur dalam pengelolaan hutan
tentu bukan hanya menanam tetapi sesuai dengan sistem pengelolaan hutan yang
diterapkan.
Topik ini merupakan topik yang penting karena berkaitan erat dengan modul
praktek tentang perencanaan, penanaman dan pemeliharaan hutan. THPB pada
kenyataannya merupakan praktek-praktek di hutan tanaman. Kalau Anda berasal atau
pernah tinggal di desa/kampung tentu pernah melihat atau bahkan mengalami sendiri apa
yang dilakukan masyarakat terhadap pohon-pohon di sana, Anda dapat melihat pohon-
pohonan yag besar diperkarangan /tegakan/di kebun atau bahkan di lingkungan kampus
Anda. Pertanyaan yang muncul di pikiran kita, dari mana pohon-pohon tersebut ada ?
datang sendiri secara alami atau ditanam ? yang pasti sebagian besar pohon-pohon
tersebut ada karena ditanam orang!
6.1.1 Deskripsi singkat
Muatan materi kegiatan dalam pelaksanaan sistem silvikultur ini meliputi dua sistem
silvikultur yaitu untuk hutan alam maupun hutan tanaman. Pada bab terdahulu telah
dipelajari banyak sistem silvikulkutur baik di sistem silvikultur di dunia maupun sistem
silvikultur hutan alam tropika. Khusus dalam topik ini akan diketengahakan dua sistem
yaitu sistem tebang pilih (Tebang Pilih Tanam Indonesia = TPTI) dan Tebang Habis
(Tebang Habis dengan Permudaan Buatan = THPB).
6.1.2 Relevansi singkat
Untuk lebih mempercepat dalam memahami tebang habis dengan permudaan
buatan (THPB) maka perlu menginggat kembali apa yang telah diuraikan dalam modul
sistem-sistem silvikultur tentang apa pengertian sistem silvikultur THPB ? Dengan
pengetahuan ini anda akan dapat menjelaskan jenis-jenis kegiatan secara detail dalam
melaksanakan tebang habis permudaan buatan.
Sebagai rimbawan yang akan bergerak dibidang kehutan terutama sebagai
penyuluh kehutanan, dua sistem silvikultur tersebut menjadi penting karena diterapkan
secara luas, sehingga tugas-tugas yang relevan bagi penyuluh di lapangan nantinya akan
dapat diemban dengan baik. Dengan demikian tanpa mendalami dua sistem silvikultur
TPTI dan THPB para penyuluh akan mengalami kesulitan dalam bekerja di lapangan
terutama yang berkaitan dengan pengelolaan hutan alam/tanaman dan berkenaan dengan
masyarakat. Di masa mendatang tentunya tugas penyuluh kehutanan akan menangani
kegiatan penyuluhan yang berkaitan dengan kawasan hutan baik yang dikelola oleh HPH,
masyarakat maupun negara.

71
6.1. Penyajian
6.1.1. Kegiatan dalam pelaksanaan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia
(TPTI)
1. Tahapan Dan Tata Waktu Kegiatan TPTI
Kegiatan-kegiatan silvikultur yang diuraikan kedalam langkah-langkah atau
tahapan-tahapan kegiatan yang pada dasarnya mengikuti keputusan Direktorat
Jendral Pengusaha Hutan No.151/kpts/IV-BPHH/1993 (Anonymus,1993).
Berdasarkan surat keputusan tersebut di atas terdapat 12 tahapan kegiatan
TPTI yang harus dilaksanakan oleh para pemegang HPH yaitu:
Tabel 7.1. Tahapan dan Tata Waktu kegiatan TPTI
No Tahapan kegiatan Waktu
1 Penataan areal kerja Et -3
2 Inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) Et -2
3 Pembukaan wilayah hutan (PWH) Et -1
4 Penebangan Et
5 Perapihan Et
6 Inventarisasi tegakan tinggal (ITT) Et + 1
7 Pembebasan tahap pertama Et + 2
8 Pengadaan bibit Et + 2
9 Pengayaan/rehabilitasi Et + 3
10 Pemeliharaan tanaman Et + 3, 4, 5
11 Pembebasan tahap kedua dan ketiga Et + 4, 6
12 Penjarangan tegakan tinggal Et + 10, 15, 20
Catatan : Et adalah exploitasi atau waktu /tahun penebangan
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kegiatan TPTI secara keseluruhan
lengkap ada 12 tahap, dan dimulai sejak tiga tahun sebelum kegiatan dapat dilakukan. Di
samping itu sebelum kegiatan tersebut sebenarnya sudah ada harus ada kegiatan
Rencana Kerja Lima Tahun (RKL). Pada kegiatan RKL sudah harus menunjukkan
kejelasan lokasi mana yang akan dapat dimasukkan dalam Rencana Karya Tahunan
(RKT).
Dari tabel tersebut di atas juga dapat dilihat adanya kegiatan pengadaan bibit dan
penanaman/rehabilitasi pada tahun kedua dan ketiga setelah penebangan. Waktu
penanaman tersebut terasa terlambat karena baru tahun ketiga tanaman
pengayaan/rehabilitasi dapat dilakukan. Seharusnya dapat dilakukan secara lebih awal
misalnya tahun kedua agar sarana dan prasarana untuk kegiatan tersebut masih cukup
baik karena prakteknya setelah penebangan selesai sarana prasarana HPH yang ada tidak
terurus. Hal ini menunjukkan kurang seriusnya HPH untuk memelihara permudaan karena
mereka kurang memahami dan komitmen terhadap kelestarian hutan.
Baiklah tahapan-tahapan kegiatan silvikultur tersebut diuraikan satu persatu;
1). Penataan Areal Kerja (PAK)

72
Maksud kegiatan PAK adalah untuk memberi tanda batas yang nyata di
lapangan pada areal kerja tahunan dan petak kerja sehingga setiap kegiatan dapat
dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Tujuannya adalah agar kegiatan penebangan dn pembinaan lebih tertib dapat
dilaksanakan dengan lancar, lebih efisien dan efektif.
2). Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP)
Tujuan Kegiatan ITSP adalah
a. Untuk mengetahui keadaan penyebaran pohon dalam tegakan yang
meliputi jumlah komposisi jenis dan volume pohon yang akan ditebang, jumlah dan
penyebaran pohon inti, pohon yang dilindungi.
b. Menetapkan target produksi tahunan pada blok kerja yang bersangkutan
berdasarkan komposisinya serta letak pohonnya.
c. Menentukan jumlah dan komposisi pohon yang akan di tinggal di lapangan
untuk dipelihara tebang sebagai pohon inti dan pohon induk.
3). Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)
Tujuan kegiatan PWH adalah pembuatan jalan dan prasarana lain yang
berkaitan dengan pengusahaan hutan PWH harus meningkatkan kelancaran proses
produksi dan memelihara hutan pada setiap blok tebang.
4). Penebangan
Maksud kegiatan adalah melaksanakan pemanfaatan kayu secara optimal dari
blok tebangan yang telah disahkan atas pohon-pohon yang berdiameter lebih besar
dari batas diameter yang ditetapkan, dan meminimalkan kerusakan terhadap tegakan
tinggal.
Tujuan kegiatan penebangan adalah untuk mendapatkan hasil /keuntungan
perusahaan berupa hasil penjualan kayu dengan jumlah yang cukup dan mutu yang
memenuhi persyaratan baik.
Penebangan pohon dimulai dengan membuat arah rebah dan taktik rebah
dengan memperhatikan hal –hal sebagai berikut:
(1). Membuat arah rebah pohon yang tepat, yaitu:
Diusahakan agar rebah sesedikit mungkin merusak pohon inti . diarahkan ke arah
bukit atau tempat yang datar dan searah dengan jalan sarad yang telah disiapkan
dengan maksud untuk mempermudah penyaradan kayu dari tempat tebangan ke
Tempat Pengumpulan (Tpn). Diupayakan agar arah rebah menghindari arah
rebah ke jurang atau tempat yang curam, karena akan menyebabkan kayu hasil
penebangan terbanting patah, pecah, dan sulit dan atau tidak dapat disarad oleh
traktor.

73
Takik rebah dibuat serendah mungkin sehingga kayu dari pohon yang ditebang
dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
(2). Setiap pohon yang telah ditebang agar dicatat dalam buku ukur,
dan cara pencatatannya dilakukan sesuai ketentuan dalam tata usaha kayu
(TUK) hasil hutan.
Catatan dalam menentukan arah rebah
Menghindari arah rebah terhadap tunggak, batang,, batu dan selokan agar
kayu tidak rusak (pecah, patah)

Kerusakan batang akibat salah rebah

Akibat pohon rebah menimpa tunggak

Kerusakan batang akibat salah rebah

Akibat pohon rebah menimpa batu

Kerusakan batang akibat salah rebah

Akibat pohon rebah menimpa selokan

Kerusakan batang akibat salah rebah

Akibat pohon rebah menimpa batang lain maka kayu patah

74
5). Perapihan
Penebasan semak belukar dan hama penggangu ditujukan untuk mengurangi /
menghilangkan semak belukar/pohon pengganggu permudaan agar tidak menaungi
atau menghalangi jatuhnya biji pohon jenis niagawi pada tempat-tempat yang kosong
permudaannya.
Maksud dari perapihan adalah
a.) Memudahkan kegiatan silvikultur berikutnya seperti inventarisasi tegakan tinggal,
pembebasan, dan pemeliharaan pohon binaan;
b.) Mempertahankan permudaan dalam jumlah yang cukup dan menyiapkan kehadiran
permudaan pada area hutan yang kosong.
Tujuan dari perapihan adalah:
a.) Memperbaiki kondisi tegakan sehingga memiliki produktivitas tinggi;
b.) Mempermudah pelaksanaan kenyamanana kerja kegiatan silvikultur lainnya.
6). Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT)
Maksud kegiatan ITT adalah;
a) Untuk mengetahui komposisi, penyebaran jumlah, jenis dan
kualitas pohon inti dan permudaan lainnya.
b) Mengetahui jenis, jumlah pohon inti yang rusak dan tingkat
kerusakan masing-masing pada petak-petak kerja setelah dilaksanakannya
kegiatan penebangan dan perapihan.
c) Untuk mengetahui lokasi dan luas tempat-tempat yang
terbuka atau kurang permudaannya pada petak-petak kerja setelah
dilaksanakannnya penebangan dan perapihan.
Tujuan kegiatan ITT yaitu; teridentifikasinya perlakuan silvikultur pada petak-
petak kerja tahunan sesudah kegiatan penebangan dan perapihan dilaksanakan, dapat
ditentukan keperluan jenis dan jumlah bibit yang diperlukan untuk penanaman dan
pengayaan perlu tidaknya dilakukan kegiatan pengayaan luas penanaman rehabilitasi
yang harus dilaksanakan pada petak kerja tersebut.
7). Pembebasan Tahap Pertama
Maksud Kegiatan pembebasan tahap pertama yaitu memberi ruang tumbuh
yang optimal bagi pohon binaan. Tujuan Kegiatan ini yaitu tumbuhnya pohon binaan
yang besar sehingga memperlebar produktivitas tegakan tinggal yang akan
memaksimumkan keuntungan perusahaan.
8). Pengadaan Bibit
Tujuan Kegiatan ini yaitu untuk memperoleh bibit yang bermutu tinggi dalam
jumlah dan jenis sesuai dengan yang waktu diperlukan dan menyediakan bibit untuk
keperluan pengayaan dan rehabilitas

75
9). Pengayaan dan Rehabilitasi
Tujuan Kegiatan ini yaitu;
(1). Menambah jumlah tanaman pada bagian areal bekas tebangan
yang tidak atau kurang memiliki permudaan jenis komersial sebanyak yang
dipersyaratkan.
(2). Penanaman pada areal terbuka seperti bekas Tpn, TPK yang tidak
berfungsi lagi serta areal terbuka/kosong lainnya.
(3). Memperbaiki komposisi jenis dan penyebaran permudaan jenis
pohon komersil.
(4). Mengupayakan peningkatan mutu, produktifitas tegakan tinggal
dan nilai tegakan.
10). Pemeliharaan Tanaman Pengayaan Dan Rehabilitasi
Maksud kegiatan adalah pemeliharaan tanaman hasil pengayaan dan
rehabilitasi adalah menghilangkan pengganggu/gulma dan memberikan ruang/tempat
tumbuh lebih baik. Tujuan kegiatan adalah meningkatkan mutu pertumbuhan untuk
tanaman pohon niagawi mewujudkan tegakan yang bernilai tinggi.
11). Pembebasan Tahap Kedua dan Ketiga
Maksud dari kegaiatan ini yaitu; untuk memelihara pohon binaan agar
tumbuh maksimum. Sedangkan tujuannya yaitu terwujudnya riap tegakan pohon-
pohon secara maksimum sehingga memiliki nilai tegakan yang baik.
12). Penjarangan Tegakan Tinggal
Kegiatan penjarangan dimaksudkan untuk menghilangkan/menebang baik
pohon binaan atau pohon lain untuk meningkatkan pertumbuhan pohon terpelihara.
Sedangkan tujuan penjarangan adalah untuk memusatkan riap tegakan tinggal
kepada pohon-pohon terbaik dalam tegakan tinggal.

6.1.2 Kegiatan dalam pelaksanaan sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan


Buatan (THPB)
1. PERENCANAAN
Sebelum menguraikan perencanaan penanaman dalam kegiatan silvikultur,
maka uraian ini akan dijelaskan terlebih dahulu tentang kaitan perencanaan dengan
keberhasilan pekerjaan. Kegiatan perencanaan pada setiap pekerjaan sangat penting
karena perencanaan yang baik akan menentukan keberhasilan pelaksanaan. Oleh
karena itu, perencanaan harus disusun dengan berorientasi pada pelaksanaan. Sudah
barang tentu perencanaan yang baik harus disusun oleh orang yang memiliki
pengalaman dan pemahaman pelaksanaan yang cukup.

76
Apabila suatu perencanaan disusun oleh seseorang yang tidak memiliki
pengalaman danpemahaman yang baik tentang pelaksanaan lapangan akan terjadi
perkiraan-perkiraan yang lepas dengan realita, sehingga akhirnya sulit di dalam
implementasinya. Pengalaman dan pemahaman seseorang paling baik berasal dari
pengalaman mengerjakan sendiri atau menggerakkan orang yang mengerjakan,
pengalaman mengevaluasi/menilai/memeriksa pekerjaan dan pengalaman
mengorganisir/mengatur pekerjaan tertentu. Sehingga kalau dicermati urutan dalam
fungsi-fungsi manajemen menempatkan perencanaan pada posisi paling atas adalah
sangat tepat. Para mahasiswa tentu memahami bahwa dalam fungsi manajemen
sangat mudah diingat karena biasa disingkat dengan POAC yaitu Planing Organization
Actuating and Controlling.
Perencanaan pada kegiatan silvikultur THPB. Yang termasuk dalam tahapan
perencanaan pada kegiatan silvikultur seperti ditulis pada panduan Kehutanan
Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan (Anonymous, 1993).
Meliputi;
a.) Penetapan Dan Pemancangan Batas Areal
Yang dimaksud dengan penetapan di sini adalah suatu proses menetapkan
area hutan/lahan oleh pejabat yang berwenang untuk kepentingan tertentu
sehingga syah secara hukum.
Keabsyahan hukum tersebut harus diikuti dengan kegiatan pemancangan
batas di lapangan, karena pada tahap penetapan sering masih tingkat administrasi.
Proses penetapan penggunaan lahan secara “Top down” atau dari atas masih
sering terjadi dan belum semuanya diawali dengan penetapan dari lapangan. Perlu
disadari bahwa kawasan hutan/lahan yang ada di Indonesia kondisinya sangat
bervariasi yang antar lain karena berasal dari sistem pemilikan lahan yang
bermacam-macam.
Sesuai dengan penetapan areal menjadi syah dan aman secara riil bila
dilanjutkan dengan suatu proses pemancangan batas secara baik dengan mengikut
sertakan masyarakat sehingga mendapatkan pengakuan dari masyarakat lokal.
Dalam proses pelaksanaan yang diikuti dengan pengakuan oleh masyarakat lokal
juga sering sangat berbeda dari tempat ke tempat lain atau satu suku dengan suku
lain. Oleh karena pengakuan keabsyahan dan penepatan areal untuk penggunaan
hutan perlu mengikuti proses yang berlaku pada aturan lokal kemudian
diadministrasikan baik pada lembaga adat dan pemerintah agar dimasa mendatang
tidak terjadi perselisihan lahan. Proses ini dikenal dengan Tata batas secara
partisipatif.

77
Untuk pemancangan batas pada konteks ini sebenarnya terfokus
pemancangan batas untuk memperoleh pengakuan pihak luar dan bukan yang ada
dalam kawasan. Ada beberapa kriteria yang digariskan oleh Departemen
Kehutanan Melalui SK Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi lahan No 14/kpts/V/1997
tentang Pedoman Pola Budidaya Pohon serbaguna/ Multi Purpose Tree Spesies.
Pola ini menunjang pelaksanaan Reboisasi dan Rehabilitasi Hutan terhadap areal
yang dapat dipergunakan untuk hutan tanaman. Prioritas pertama areal yang dapat
dipergunakan untuk hutan tanaman atau terutama hutan tanaman industri adalah
tanah kosong, padang alang-alang, semak belukar dan hutan rawang yang berada
pada kawasaan hutan produksi tetap. Tetapi hutan tanaman yang berupa hutan
kemasyarakatan dan hutan rakyat dapat berada pada tanah-tanah milik/hak, adat
maupun hutan lindung konservasi.
b.) Pembagian Lahan Menurut Unit Pengelolaan
Suatu areal hutan dalam kawasan luasan yang besar pasti terdapat variasi
kondisi lokasi, misalnya karena topografi, ketinggian, jenis tanahnya, curah hujan
maupun kondisi sosial ekonominya. Jadi faktor-faktor kondisi lahan tersebut
sebagai pertimbangan dalam cara menerapkan kegiatan silvikultur agar tegakan
terbentuk dan tumbuh dengan baik sehingga nilai fungsi dan produksi hutan
menjadi lebih baik.
Selanjutnya untuk program hutan tanam Industri (HTI) diperlukan
pembagian lahan untuk tanam (pokok), konservasi, perkantoran, dan prasarana
lainnya. Untuk mengguakkan/mengintroduksi/melestarikan jenis-jenis pohon
setempat dan untuk kehidupan masyarakat perlu disediakan area/lokasi untuk
penanaman pola kehidupan.
c.) Penilaian Kesesuaian Lahan
Areal hutan yang akan ditanami akan dapat memberikan hasil yang optimal
bila terdapat kecocokan antara sifat-sifat jenis tanaman dengan ketersediaan hara
dan tekstur tanah yang ada serta kondisi lain yang diperlukan bagi kehidupan
pohon.
Sebenarnya dalam konsep penanaman dapat mengikuti “Supply and
demand” . “demand” adalah permintaan tanaman yang dicerminkan oleh sifat-sifat
atau persyaratan tumbuh tanaman dan “Supply” adalah kondisi kemampuan lahan
menyediakan kebutuhan yang diperlukan untuk tumbuhnya tanaman/pohon
tersebut. Kalau permintaan (persyaratan tumbuh) cocok dengan apa yang tersedia
pada lahan maka tanaman akan tumbuh optimal.
d.) Penataan Areal

78
Kegiatan ini sebenarnya merupakan tindak lanjut dari kegiatan pembagian
areal unit pengelolaan yang telah dilakukan. Setelah dilakukan pembagian-
pembagian areal maka perlu dilakukan penataan sesuai dengan keperluan
kegiatan pengelolaannya, dan untuk itulah biasanya dibuatlah petak-petak
(compartemenisasi). Selanjutnya dilakukan pemancangan batas di lapangan
dengan tanda-tanda yang diperlukan, misalnya untuk blok dan petak serta kawasan
perlindungan, dan konservasi. Setiap penandaan batas di lapangan harus juga
dituangkan dalam peta kerja secara baik dan jelas, sehingga setiap pelaksanaan
atau bahkan orang yang datang ke hutan dengan membawa peta kerja tersebut
dapat benar-benar memahami posisinya dan mudah mencari lokasi yang mereka
perlukan.
e.) Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)
Kegiatan PWH ini bertujuan untuk membuat jaringan jalan dan sarana
lainnya sehingga dapat digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan
dengan lancar.
Jaringan jalan tersebut dapat berupa jalan utama, jalan cabang maupun
jalan periksa. Sedang sarana lain dapat berupa tempat pengumpulan kayu (TPN)
maupun Tempat Penimbunan Kayu (TPK). Sarana-sarana untuk pengendalian
kebakaran hutan juga harus mendapat akses jalan sehingga sewaktu-waktu
dibutuhkan dapat dioperasikan dengan lancar. Pertanyaan kita adalah apa
bedanya jalan-jalan untuk di kampung/di kota dengan jalan-jalan di hutan sebagai
sarana pengelolaan hutan ?
f.) Pembentukan Organisasi dan Pengadaan Tenaga
Di dalam kenyataannya para pengusaha hutan sering kurang secara
sunguhan merencanakan ketenagaan pengelola hutan, kecuali beberapa
pengusaha yang benar-benar serius menanam hutan.
Permasalahan yang dihadapi dalam program ketenagaan di bidang usaha
kehutanan antara lain adalah:
1). Sifat pekerjan di kehutanan dipersepsi sebagai kegiatan/pekerjaan keras
2). Areal atau lokasi kerja yang sepi dan jauh
3). Para pekerja harus pisah dengan keluarga
4). Gaji atau upah tidak berbeda secara nyata dibanding dengan pekerjaan lain di
kota.
g.) Rencana Biaya
Penyusunan biaya untuk melaksanakan kegiatan sangat penting karena
tanpa ada biaya kegiatan tidak berjalan. Penyusunan angaran biaya diharapkan
dilakukan orang yang memahami secara baik tentang kegiatan dan prosedur

79
penganggaran. Didalam penyusunan anggaran biaya lazimnya dimulai dengan
jenis kegiatan dan harga satuan per unit kegiatan serta volume kegiatan. Unit
administrasi pengelolaan hutan terkecil terletak pada petak hutan sebagai unit
satuan, artinya biaya kegiatan silvikultur di hitung untuk setiap petak. Contoh tabel
untuk penyusunan biaya dapat menggunakan tabel pada lembar berikut in

2. PENANAMAN
Di dalam topik perencanaan telah diuraikan area yang mana pada tahap tersebut
sudah ditunjuk petak-petak dan sistem tanam yang akan diterapkan telah
ditetapkan.oleh karena itu tahap selanjutnya adalah menentukan jenis yang akan
ditanam, jarak tanaman dan kebutuhan bibit, pengangkutan bibit, pembuatan lubang
tanam dan penanaman bibit.

a.) Penentuan Jenis


Detail kegiatan ini akan dibahas secara tersendiri pada kegiatan belajar
pemilihan jenis. Pada bagian ini akan di bahas secara singkat sebagai pengantar
dalam kegiatan penanaman.hal yang prinsip dalam pemilihan jenis ini adalah
kecocokannya dengan tujuan penanaman, ketersediaan benihnya, kepekaan
terhadap hama dan penyakit, kesesuaian terhadap lahan yang akan ditanami dan
penguasaan teknis budidayanya.
Sudah barang tentu dalam menanam kita memilih jenis-jenis yang unggul
diantara jenis yang memenuhi syarat untuk mendukung tujuan penanaman.
Kemudian untuk menyediakan bibit yang baik perlu dibuat persemaian sehingga
kualitas bibit yang ditanam benar-benar memenuhi syarat.
b.) Jarak Tanam dan Kebutuhan Bibit
Satuan kegiatan penanaman di Indonesia biasanya adalah hektar (ha) dan
petak dipakai sebagai unit administrasi terkecil. Jadi dalam pengelolaan hutan
setiap petak administrasikan tersendiri dan petak satu dengan petak lain mungkin
akan menggunakan jarak tanam yang berbeda karena jenis tanamnya berbeda.
Faktor-faktor apa sebenarnya yang menentukan jarak tanam ?
Jadi bila kita cermati ada beberapa faktor penting yang perlu di perhatikan
dalam mengatur jarak tanam yaitu : (a) Tipe pertumbuhan tajuk, (b) Kecepatan
tumbuh, (c) Daya kemampuan pemangkasan alami (self prunning), (d) Rotasi
tebang, (e) Tujuan penanaman, (f) Bahaya erosi, (g) Pertumbuhan semak/belukar,
(h) Perlakuan dan pemeliharaan, (h) Kepentingan lahan oleh masyarakat
c.) Pengangkutan Bibit
Pengangkutan bibit adalah kegiatan membawah bibit dari persemaian atau
area pembesaran bibit ke tempat bibit ditanam. Beberapa tempat penanaman juga

80
dibangun penampungan sementara untuk bibit yang telah sampai tetapi tidak dapat
langsung ditanam. Bahkan di beberaa lokasi dibangun untuk pemeliharaan bibit
yang berumur satu bulan. Jadi dipersemaian central hanya memelihara satu bulan
dan yang 1½-2 bulan dipelihara di tempat persemaian yang dekat dengan lokasi
persemaian. Sistem ini sudah merupakan kombinasi tipe persemaian permanen
dan non permanen.
Bila dicermati cara pengangkutan bibit untuk ditanam terdapat dua cara :
a. Bibit diangkut dari persemaian permanen dibawa ke penampungan sementara,
kemudian di angkut ke lapangan tempat lokasi tanam dan baru dibawah
kelubang tanam oleh para tukang tanam.
b. Bibit diangkut dari persemaian ke lokasi penanaman dan baru di bawah
kelubang tanaman oleh para tukang tanam.
Bibit yang diangkut dari persemaian ke lokasi tanaman harus diperhatikan
kondisinya terutama kebutuhan airnya. Untuk menjaga sters dan kekurangan air
maka bibit harus diletakkan pada daerah dekat sumber air dan ternaungi. Untuk
mengangkut bibit ke lubang tanaman dapt dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan dipikul atau digendong dengan dibungkus/diwadah secara khusus
desainnya.

d.) Pembuatan Larikan Tanaman


Larikan tanaman biasanya dibuat dengan titik awal pada pinggir jalan pada
sudut petak areal.larikan dapat dibuat dengan sabuk gunung bila memang akan dibuat
teras dan atau tanaman pencegah erosi. Tetapi bila kedua hel tersebut tidak ada maka
larikan dapat dibuat dengan diawali dengan larikan-larikan yang tegak lurus jalan
utama agar mudah mengontrolnya.
Prakteknya untuk larikan yang tidak diikuti dengan tanaman sela atau teras,
maka sistem menyabuk gunung tidak begitu bermanfaat. Disamping itu larikan
menyabuk gunung sering sulit penyerapannya di lapangan, karena bukit/gunung yang
ada tidak beraturan. Apabila cara-cara menyabuk gunung dan teras dibuat, maka cara
mengerjakannya dibantu dengan alat ondol-ondol atau angka A guna mengatur kontur.
Baik kerangka A dan ondol-ondol sangat praktis dan mudah dibuat, cara pembuatan
kerangka A sebagai berikut:

81
Skala
Pemberat
1m
2m

A 1m B

Gambar 9.7. Pembuatan kerangka A untuk mengukur kontur secara praktis

Sediakan 3 batang kayu diameter 4 cm sepanjang 210 cm sebanyak 2 buah


dan sepanjang 120 cm satu buah. Ikatlah kayu yang panjang pada ujungnya sehingga
terbentuk seperti gambar. Tali dengan bandul (pemberat) akan bergoyang dan jika
pada kaki satu dengan yang lain tidak pada ketinggian yang sama tali bandul tidak
pada posisi titik tengah ini sebagai patokan.
Cara penggunaan kerangka A dalam mengukur kontur dalam kegiatan
penanaman sebagai berikut:
Letakan patok pertama pada titik awal kontur
akan buat
Himpitkan satu kaki kerangka A pada patok
pertama
Kakikedia dari kerangak diletakan pada posisi
di mana tali pemberat berada pad titik tengah
yang menandakan pijakan kaki satu dan kaki
dua ketinggiannya sama
Pasanglah patok kedua pada pijakan kaki
Patok kerangka A
Pindhkan kaki kerangka A pada oatok yang
Garis Kontor
kedua, dan pindahlah kaki kedua nkerangka A
ke tempat dimana dali bandul berada pada
posisi tengah.

Gambar 9.8. Penggunaan kerangka dalam menentukan kontur

Pasanglah patok pada posisi kaki kerangka A tersebut seterusnya dapat


dilakukan cara yang sama seperti orang berjalan dan setiap kali patok dipasang.
e.) Pemasangan Ajir Tanaman
Ajir dipasang mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Ajir merupakan tanda dimana bibit tanaman berada, baik yang


sudah ditanam atau belum.
b. Dengan adanya ajir menandakan bahwa areal tersebut akan
atau sudah ditanam.
c. Pada areal yang sudah ditanami ajir sebagai tempat meletakkan
kantong plastik sebagai tandanya. Bila pembungkus tanaman tidak ditinggal seperti
tabung maka hanya beberapa ajir saja yang diberi tanda agar pengawas/pihak

82
tertentu telah mengetahui bahwa pada lokasi tersebut penanaman sudah
dilaksanakan.
f.) Pembuatan Lubang Tanaman
Lubang tanaman merupakan tempat dimana bibit di tanam di lapangan. Lubang
tanaman biasanya dibuat dengan ukuran 30 x 30 cm dengan kedalaman antara 20 cm
sampai 30 cm.
Cara pembuatan lorong tanam yang baik harus memisahkan tanah yang akan
diletakkan pada perakaran seperti humus dan atau tanah yang gembur. Guna lebih
jelasnya lihatlah cermati gambar di bawah ini.
Tanah lapisan bawah kurang subur tidak boleh ditaruh p
Tanah lapisan yang dipisahkan untuk diletakan pada perakaran
yang berupa humus atau tanah gembur

20-30 cm

30 cm

Gambar 9. 11 .Lubang tanam dan penempatan tanah galian

3. PEMELIHARAAN HUTAN
Kegiatan pemeliharanan hutan sering dimengerti lebih sempit sehingga hanya
meliputi penyulaman, penyiangan, dan pendangiran, pemupukan, “prunning”, dan
wiwilan serta singling, sedang pembebasan hama/penyakit, perlindungan dari
kebakaran dan satwa sering tidak dimasukkan dalam kegiatan pemeliharaan. Pada hal
menurut Manan (1976) dinyatakan bahwa pemeliharaan hutan semua campur tanam
manusia terhadap tegakan hutan mulai dari penanaman hingga penebangan
selanjutnya disampaikan bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan cara mengatur
proses pertumbuhan pohon hingga tujuan penanaman hutan tercapai, misalnya untuk
produksi, rekreasi, perlindungan dan sebagainya memang diakui tidak semua kegiatan
pemeliharaan hutan yang tersebut di atas diterapkan pada suatu tegakan hutan
tertentu. Hal ini disadari karena kenyataannya pemeliharaan terhadap penanaman
pohon pada umumnya di Indonesia ini memang tidak intensif.
Kegiatan pemeliharaan hutan yang secara langkap yaitu meliputi:
a.) Penyulaman

83
Kegiatan penyulaman sebenarnya telah dijelaskan pada kegiatan
penanaman karena mengikuti proses kontrak penanaman biasanya berjalan
hingga tanaman berumur tiga bulan lalu disulam oleh penanggung jawab
penyulam. Kegiatan penyulaman seperti ini dilakukan oleh penanam. Tetapi kalau
ada pohon yang mati setelah tiga bulan bukan lagi dilaksanakan oleh penanam,
tetapi harus dilakukan lagi walaupun sudah lepas dari penanam. Kegiatan
penyulaman seperti inilah yang dimaksudkan dalam topik ini. Intinya tentu saja
sama dengan kegiatan penyulaman pada tanaman yang berumur kurang dari tiga
bulan yaitu untuk melengkapi jumlah dan posisi yang diharapkan. Kegiatan
penyulaman ini bisa dilakukan bulan ke 4, 5, 6 atau ke 12. tetapi sebaiknya jangan
lebih dari 1 tahun atau bulan ke 12 setelah tanam agar tidak terjadi perbedaan
pertumbuhan yang mencolok.
Kriteria tanaman yang diganti.disulam adalah:
a. Tidak ada tanaman/hilang pada lubang tanam/tempat yang
seharusnya
b. Tanaman mati atau tumbuh tidak memberikan harapan
c. Diserang hama/penyakit/satwa sehingga tumbuh jelak, misalnya
cabang banyak tapi kerdil, bengkok atau cacat.
Tanaman dengan kondisi tersebut sesegera mungkin diganti dengan bibit
yang baru dengan kondisi yang baik. Sulaman yang ditanam sebaiknya merupakan
bibit yang sama dengan yang ditanam terdahulu tetap terawat dalam wadah yang
baik yang dirawat dipersemaian/tempat penyimpanan. Usahakan ukurannya lebih
besar dan tinggi tetapi tetap memilki daya hidup tinggi. Karena jumlah sulaman
tentu tidak banyak, maksimal 25% maka walaupun ukurannya lebih besar masih
mungkin diangkut dengan tali, terlalu membebani biaya.
b.) Penyiangan, Pembebasan,dan pendangiran serta pemupukan
Penyiangan adalah kegiatan perawatan tanaman berupa penghilangan
rumput-rumputan yang mengganggu pertumbuhan tanaman/pohon yang dengan
cara mencabut hingga perakaran sehingga tidak dapat tumbuh lagi. Pada
umumnya penyiangan ini dilakukan waktu tanaman muda, bahkan Manan (1976)
malah mengatakan bahwa penyiangan dilakukan waktu kecambah. Kegiatan
penyiangan lebih menekankan pada individu rumput yang mengganggu karena
persaingan makanan/akar saat tanaman muda.
Sedang pembebasan lebih pada penghilangan gangguan dibagian atas
misalnya lilitan liana, belukar, maupun tumbuhan pengganggu pada bagian atas
tanaman pokok. Persaingan dalam mendapatkan sinar matahari dan ruang tumbuh

84
perlu diberikan agar pertumbuhan pohon lebih leluasa dan terbebas dari penyakit.
Manan (1976)menanamkan kegiatan ini dengan nama pembersihan. Biasanya
kegiatan penyiangan dan pembebasan diikuti dengan pendangiran bila memang
diperlukan. Pendangiran adalah menggemburkan tanah disekitar tanaman agar
aerasi dan pertumbuhan akar lebih baik. Untuk pemupukan dengan NPK akan lebih
baik karena lengkap tetapi hal ini tergantung kondisi tanahnya. Jenis dan tekniknya
akan dipelajari pada topik tanah dan kesuburan tanah.
c.) Pendangiran dan Mulching
Mulcing adalah kegiatan memberikan penutupan mulsa pada permukaan
tanah pada sekitar tanaman pokok agar penguapan tidak terlalu tinggi dan
sekaligus bisa menjadi pupuk. Kegiatan ini sering/perlu dilakukan pada area
dimana panas terik matahari terjadi dan tanah sekitar pohon keras tetapi kegiatan
pendangiran tidak dilakukan. Mulsa sendiri berupa daun-daunan atau seresah yang
ada disekitar area tanaman.
d.) Prunning, singling, dan wiwilan
Tiga kegiatan tersebut di atas merupakan kegiatan yang mirip-mirip.
Prunning adalah kegiatan pemangkasan cabang-cabang pohon yang tumbuh pada
batang pohon yang dipelihara agar diperoleh kwalitas yang baik dan kwantitas yang
cukup.dengan adanya pemangkasan maka diharapkan batang akan tumbuh
dengan sedikit mata kayu yang sering merupakan cacat. Disamping itu dengan
cabang-cabang dihilangkan diharapkan konsentrasi pertumbuhan pada batang
pokok. Tentu saja tidak semua cabang dipotong tetapi kira-kira 60 % ditinggalkan
untuk pertumbuhan. Memang sangat sulit berapa pastinya yang harus ditinggalkan
dalam pemangkasan. Tetapi perlu diketahui cabang-cabang yang sekitarnya kalau
dipotong tidak mengganggu pertumbuhan batang pokok dapat dihilangkan. Cabang
harus dipotong mepet dengan batang (dapat ditinggalkan 2 – 5 cm) agar tidak
muncul cabang lagi tetapi dapat menutup sehingga cacat mata kayu tidak ada.
Kegiatan singling adalah suatu kegiatan merawat pohon agar tumbuh
”Single” atau tunggal. Cara yang dilakukan adalah memotong cabang sejak dini
sehingga hanya satu batang pokok yang dipelihara. Cara ini dilakukan dengan
pemikiran bahwa satu lubang satu batang lebih bagus hasilnya daripada dua, tiga
atau empat. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kebiasaan rimbawan memproduksi
kayu pertukangan yang selalu mengingginkan kayu besar, lurus dan tanpa cacat.
Padahal untuk tegakan yang diperuntukkan kayu pulp/kertas tentu saja volume
lebih penting daripada kwalitas/kelurusan (dalam toleransi) karena tidak akan
dicacah.

85
Sedang kegiatan wiwilan adalah kegiatan membersihkan trubusan kecil
pada batang pohon jati yang berumur muda agar kosentrasi pertumbuhan pada
batang pokok.
Di perhutani (Jawa) sebagian pohon jatimuda berumur 2-3 tahun dilakukan
wiwilan. Cabang yang di wiwil biasanya sangat pendek jadi trubusan yang tidak
lebih dari 25 cm pelaksanaannya cukup dengan tangan saja.
e.) Pengendalian hama/penyakit
Kegiatan ini sebenarnya terdiri dari dua kegiatan yaitu pencegahan dan
pemberantasan. Seperti pada bidang-bidang lain kegiatan pencegahan lebih efektif
daripada pemberantasan hama.
Kegiatan pencegahan dapat dilakukan dengan cara tanam misalnya
pengaturan jarak tanam, kombinasi/campuran jenis maupun pemulihan lokasi
penanaman. Penanaman dengan jarak tanam yang rapat akan lebih peka terhadap
penyakit, sedang tegakan murni lebih sensitive terhadap hama dan penyakit. Untuk
mencegah serangan mati pucuk oleh Hypsiphilla pada mahoni (Swietenia
mahagoni) dapat dikombinasikan dengan misalnya Khaya autotheya. Hutan alam
campuran di Kalimantan, Sumatera, Maluku- Irian/Papua jauh lebih tahan terhadap
hama dan penyakit daripada tanaman murni yang dikembangkan disana, misalnya
jenis Acacia mangium murni yang sering terserang jamur akar putih setelah
berumur 4 tahun atau 5 tahun sehingga sporadic mengelompok Acacia mangium
pucuknya mongering dan akhirnya sejumlah pohon kering.
f.) Perlindungan terhadap pengembalaan/satwa
Pada daerah-daerah tertentu tanaman hutan mendapat serangan binatang
baik secara langsung maupun tidak. Serangan langsung dapat terjadi karena
binatang tersebut memakan tanaman pokok, sedang serangan tidak langsung
karena binatang memakan rumput sehingga tanaman pokok terinjak atau untuk
mengosok-gosok badannya sehingga roboh/patah. Oleh karena itu, untuk
mencegahnya adalah memilih jenis tanaman yang tidak disukai binatang yang ada
ditanam. Sedang untuk daerah pengembalaan misalnya jenis tanaman berduri
dapat menggurangi terjadinya serangan.

g.) Penjarangan
Penjarangan merupakan kegiatan penebangan tanaman pokok karena
terlalu rapat sehingga mengganggu perkembangan tajuk dan diameter batang.
Penjarangan dapat merupakan tindakan pengaturan pertumbuhan diameter batang
dan tingginya.

86
Pada awal penanaman jati dengan jarak tanam (3 x 1) m dapat mendorong
pertumbuhan meninggi lebih cepat. Setelah umur 4 tahun dilakukan penjarangan
30-50%, sehingga pertumbuhan diameter terdorong karena tajuk tidak bersentuhan
lagi, sehingga ruang tumbuhnya tersedia. Di samping itu penjarangan dapat
menghasilkan kayu. Pada buku silvikultur yang dikarang Manan (1976) topik
tentang penjarangan ini dikupas secara mendalam, hampir 30% dari isi buku
tersebut. Ditekankan penjarangan ditunjukkan untuk memberikan ruang tumbuh
pohon yang ditinggalkan sehingga tajuk dan perakaran dapat berkembang baik dan
memungkinkan memberikan hasil ekonomi yang maksimal. Dinyatakan pula oleh
Manan (1993)bahwa penjarangan di Indonesia dituangkan dalam instruksi
Penjarangan tahun 1973 dimana tujuan penjarangan adalah untuk memelihara
tegakan sehingga diperoleh tegakan yang dapat memberikan hasil yang setinggi
mungkin dengan memperhatikan kesuburan tanah.
Ada beberapa faktor suatu pohon ditebang dalam penjarangan yaitu:
(a) Posisi relatif tajuknya, (b) Kondisi tajuknya, (c) Kesehatan pohon, (d) Kondisi
batangnya, (e) Posisi tumbuhnya
Manan (1993) mengutip pernyataan Hawley dan Smith (1969) yang
menyatakan bahwa ada 5 penjarangan yaitu: (1) Penjarangan rendah, (2)
Penjarangan tajuk, (3) Penjarangan seleksi, (4) Penjarangan mekanik, (5)
Penjarangan bebas
Penjarangan rendah didasarkan pada kondisi tajuk yang terjelek sebagi
ukuran untuk prioritas ditebang.
Penjarangan tajuk ini membuat pohon –pohon dari kelas codominan,
beberapa kelas pertengahan dan kelas dominan yang merintangi pertumbuhan
pohon yang dikehendaki. Perbedaan antara penjarangan rendah dan penjarangan
tajuk adalah bahwa penjarangan tajuk membuang kelas tajuk paling atas dan
meninggalkan pohon kelas tajuk pertengahan dan tertekan tapi sehat.
Penjarangan seleksi ini menghilangkan pohon dominan agar pohon di
bawahnya dapat tumbuh lebih cepat. Dalam hal ini kegiatan penjarangan
cenderung memperoleh hasil kayu sebelum penebangan akhir daur.
Penjarangan mekanik dilakukan berdasarkan jarak antar pohon jadi, tidak
mempertimbangkan tajuk. Biasanya diterapkan pada tegakan muda. Dalam
penjarangan ini ada dua cara, yaitu penjarangan selang dan penjarangan jalur.
Praktek penjarangan ini mudah dilaksanakan, di mana penjarangan selang
dilakukan menebang secara selang seling sedang penjarangan jalur dengan cara
menebang terhadap jalur yang sempit.

87
Penjarangan bebas merupakan gabungan cara penjarangan-penjarangan di
atas secara bersama-sama. Dengan demikian yang dituju adalah bagaimana
caranya unmuk mendapatkan tegakan yang baik karena pertumbuhan pohonnya
maksimal. Oleh karena itu, pelaksanaannya sangat tergantung dari kemampuan
pelaksananya terhadap kemungkinan memberi ruang tumbuh yang baik bagi pohon
yang ditinggalkan. Kegiatan penjarangan di Indonesia biasanya menggunakan 3
jenis penjarangan menurut Manan (1976), yaitu: (a) Penjarangan kelas pohon, (b)
Penjarangan bebas, (c) Penjarangan jumlah batang
Pada penjarangan kelas pohon dilakukan pengelompokkan kriteria kualita
tajukdan posisinya dalam tegakan. Ada 5 tajuk yaitu pohon yang menguasai, pohon
yang berkuasa, pohon yang turut berkuasa, pohon yang dikuasai dan pohon yang
sama sekali tertindas. Dalam prakteknya cara ini sangat sulit dilakukan di lapangan
sehingga petugas menentukan lebih dahulu pohon-pohon mana yang ditinggalkan
baru menebang pohon yang tidak diinginkan.
Penjarangan jumlah batang berpedoman pada pemikiran bahwa
penjarangan harus objektif dan berprinsip pada;
a. Penjarangan dilakukan menurut jumlah batang dan pohon peninggi dibanding
dengan ruang tumbuh.
b. Pohon yang baik diberi ruang tumbuh yang cukup
c. Kekerasan penjarangan ditentukan oleh perbandingan jarak dan tinggi pohon
d. Bila perbandingan besar, maka penjarangan diperkeras lagi
h.) Pengamanan terhadap pencurian/perusakan oleh manusia
Pada kenyataan pencurian kayu pada akhir-akhir ini (masa reformasi tahun
1998 dan sesudahnya) cukup besar dan merugikan pengusaha hutan. Di Pulau
Jawa Perhutani mengalami kerugian besar akibat pencurian kayu ini. Masalah
sosial ekonomi ini memang disinyalir menjadi penyebab utama. Di Luar Jawa
permasalahannya lebih kompleks karena kepemilikan lahan yang belum teratur dan
tanda-tanda di lapangan memang tidak ada. Disamping itu masalah “ legal dan
illegal” kayu sering menjadi kontroversi, karena kabupaten atau masyarakat
dipersepsi juga memiliki hak mengatur pemberian hak
pengusahaan/pemanfaatan/pemungutan hasil hutan disamping HPH yang sudah
ada sejak lama.
Dipasaran kayu “ legal dan illegal” telah bercampur sehingga harga kayu
menjadi murah atau turun yang semula $ 100 US pada tahun 1997 –1998 menjadi
$ 40 – 50 US pada tahun 2002.

88
Pembukaan wilayah hutan telah menyebar di Wilayah Hutan Indonesia.
Penebangan dan pengangkutan kayu juga lebih cepat dilakukan. Dan kenyataan
pemberantasannya tidak pernah menunjukkan keberhasilan.
i.) Pengendalian kebakaran hutan
Istilah pengendalian di sini mengandung dua kegiatan yaitu pencegahan
kebakaran hutan dan pemadaman kebakaran.
Kebakaran hutan secara spektakuler telah mulai terjadi pada tahun 1982 –
1983 di Kalimantan Timur (pada Hutan Alam) yang diperkirakan mencapai
kerusakan hutan hingga 3 juta ha.
Secara periodik rupanya kebakaran hutan terjadi setiap tahun. Pada tahun-
tahun tertentu terutama panas terik panas terik panjang datang (El Nino) maka
kebakaran bisa terjadi, misalnya pada tahun 1997 terjadi kebakaran hutan ratusan
ribu ha hutan baik di Kalimantan, Sumatera maupun Sulawesi.
Pemadam kebakaran tidak pernah sukses pada api yang telah besar dan
meluas. Kondisi ini juga dialami negara maju di Australia maupun Amerika Serikat.
Kiranya pencegahan kebakaran hutan lebih diutamakan agar kejadian kebakaran
dapat dihindari atau ditekan sedikit mungki. Dan kalau kebakaran hutan terjadi
sedini mungkin dapat dipadamkan. Kemungkinan yang paling efektif adalah
pencegahan dengan pemadaman.
4. EVALUASI KEBERHASILAN PENANAMAN
a. Kaitan Evaluasi teknik dan Keuangan
Perlu diingat kembali apa yang dimaksud dengan evaluasi. Evaluasi adalah
suatu penilaian terhadap suatu kondisi proyek, kegiatan, pekerjaan atau prestasi
guna kepentingan tertentu.
Suatu evaluasi terhadap tanaman hutan merupakan penilaian terhadap
pekerjaan yang telah dilakukan dalam rangka mencapai keberhasilan penanaman.
Pada proyek-proyek reboisasi, penghijauan dan Hutan Tanaman Industri penilaian
kemajuan dan keberhasilan penanaman dipergunakan dasar untuk pembayaran
kontrak kerja pemborongannya. Proyek reboisasi mengkombinasikan konsep teknis
keberhasilan penanaman sebagai dasar pembayaran. Cara seperti ini dapat
menyesatkan tanggung jawab keuangan. Sebagai contoh pada tahun 1983 ada
ketentuan yang mensyaratkan keberhasilan tanaman reboisasi kalau pada akhir
tahun ketiga dicapai prosen keberhasilan tanaman 62,5 % dengan jarak tanam (3 x
1) m. Dengan persyaratan seperti ini kontrak dibayar 100 %. Dari segi teknis
kehutanan dapat diterima karena dengan jarak tanam (3 x 1) m jumlah tanaman
3333 batang dan apabila pada tahun ketiga ada 62,5 % berarti jumlahnya ± 2.100

89
pohon/ha dan ini sudah cukup menutup lahan. Apabila dipelihara terus dan pada
tahun ke-10 mungkin sudah harus dijarangi hingga tinggal 50% atau ± 1.050
pohon/ha, jumlah tersebut sudah cukup merupakan tegakan yang memadai. Tetapi
apabila jumlah 2.100 pohon/ha tersebut harus dipertanggung jawabkan keuangan
dengan sejumlah 3333 batang dikalikan harga per batang maka menjadi tidak
rasional dan tidak bisa terima. Oleh karena itu antara pertanggungjawaban
keuangan dengan nilai kontrak harus dipisahkan dengan argumen ilmiah teknis
kehutanan. Artinya uang yang harus dibayar kepada pelaksana pekerjaan adalah
diperhitungkan harga per batang atau per ha. Sedangkan apabila ada argumen
teknis kehutanan bahwa dalam satu ha cukup memadai dengan jumlah
pohon/batang tertentu adalah diliuar pertanggungjawaban keuangan.
b. Teknik Penilaian Lapangan
Pada proyek-proyek pemerintah atau penbayaran pekerjaannya oleh
pemerintah teknik penilaian tanaman biasanya dengan cara sistematika sampling
dengan intensitas tertentu. Bentuk sampel/petak ukur biasa berbentuk persegi
panjang, bujur sangkar, lingkaran ataupun baris. Bentuk-bentuk Sampel dalam
Penilaian Tanaman Hutan .
Sampel berbentuk baris dengan cara mengukur jumlah tanaman pada baris
sepanjang 50 m kemudian berpindah ke berikutnya 50 m lagi hingga ujung petak.
Setelah di ujung berselang sekian baris atau meter dibuat sampel berikutnya
dengan cara yang sama.
Pada kegiatan reboisasi yang dilakukan dengan sistem jalur maka sampel
dibuat selebar jalur tanaman sepanjang 50 – 100 m berselang 200 m. ukuran
dengan selang antar sampel/petak ukur tergantung intensitas sampling yang
diinginkan.Cara penilaian lain yang digunakan untuk menilai penanaman pada
kegiatan HTI dilakukan dengan memberikan bobot setiap komponen kegiatan
misalnya untuk perencanaan, pembuatan tanaman, pemeliharaan, sarana
prasarana dan lain-lain. Masing –masing komponen dibuat rincian tahapan
pekerjaan yang harus dilalui/dikerjakan. Masing-masing tahapan pekerjaan diberi
nilai sesuai dengan prestasinya. Setelah itu lalu dinilai skor dan nilai mutunya. Nilai
mutu inilah yang dipergunakan untuk memberikan nilai mutu HTI.

Latihan

90
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silahkan Anda
mengerjakan latihan berikut ini!
1) Sebutkan 12 tahapan dalam sistem silvikultur TPTI ?
2) Jelaskan masing-masing tujuan kegiatan penataan areal kerja dan ITSP ?
3) Jelaskan tujuan dari kegiatan Pembukaan Wilayah Hutan ?
4) Sebutkan apa saja yang dilakukan pada kegiatan ITT ?
5) Sebutkan jenis-jenis pohon yang ditanam dalam TPTI ?
6) Sebutkan kegiatan perencanaan dalam THPB
7) Mengapa kegiatan pemancangan batas di lapangan diperlukan pada hutan
tanaman?
8) Faktor-faktor apa saja yang dipertimbangkan dalam menentukan jarak tanam?
9) Coba jelaskan cara kerja kerangka A yang biasanya dipakai untuk menentukan
kontur.
10) Coba jelaskan cara melaksanakan prunning/pemengkasan cabang yang baik

Daftar Pustaka
Anonimus, (1993). Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia, Jakarta: Direktorat
Jendral Pengusahaan Hutan.

--------, (1998). Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan


Perkebunan Republik Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan dan perkebunan.
Manan, S. (1976). Silvikultur. Bogor. Proyek Pengembangan/Peningkatan Perguruan
Tinggi - Institut Pertanian Bogor.
Senarai
1. Penebangan adalah kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon jenis terpilih yang
berdiameter sama dengan atau lebih besar dari diameter batas yang
ditetapkan untuk kepentingan dijual maupun digunakan kepentingan
kelancaran kegiatan HPH
2. Kegiatan penebangan meliputi pekerjaan penentuan arah rebah, pelaksanaan
penebangan, pembagian batang, penyandaran, pengupasan, dan
pengangkutan kayu bulat dari tempat pengumpulan (Tpn) ke Tempat
Pengumpulan Kayu (TPK)
3. Perapihan adalah kegiatan pada areal bekas tebangan agaar tegakan tinggal dan
permudaan diinvestarisasi, diperbaiki, dan ditingkatkan produktivitasnya.
4. Tanaman/pohon permudaannya adalah semai, pancang, dan tiang dari jenis-jenis
pohon niagawi/komersil.
5. Inventarisasi Tegakan Tinggal (ITT) adalah kegiatan pencatatan dan pengukuran
pohon dan permudaan alam pada areal tegakan tinggal untuk mengetahui
komposisi jenis, penyebaran dan kerapatan permudaan serta jumlah dan
tingkat kerusakan pohon inti.
6. Tegakan tinggal adalah tegakan hutan yang tertinggal setelah ditebang pilih dan akan
dipelihara sampai saat penebangan berikutnya.

91
7. Pohon inti adalah pohon jenis niagawi berdiameter 20-49 cm yang membentuk tegakan
utama dan akan ditebang pada rotasi berikutnya.
8. Penggantian pohon inti adalah pohon dari jenis niagawi berdiameter lebih 50 cm yang
ditunjuk sebagai pohon pengganti inti. Apabila pohon inti dari jenis niagawi
bernilai tinggi kurang dari 25 pohon per hektar.
9. Permudaan tingkat tiang adalah pohon muda yang berdiameter 10-19 cm.
10. Permudaan tingkat pancang adalah permudaan jenis komersial yang berukuran tinggi
lebih dari 1,5 m dengan diameter kurang dari 10 cm.
11. Permudaan tingkat semai adalah permudaan komersial yang tingginya 0,3- 1,5 m.
12. Jalur ITT adalah suatu jalur pengamatan yang dibuat dengan lebar 20 m berada ada
petak yang telah ditebang pilih.
13. Petak ukur adalah suatu petak pengamatan pohon inti dan permudaan, berukuran 20
m x 20 m, 10 m x 10 m, 5 mx 5 m, 2 m x 2 m yang dibuat dalam jalur ITT
untuk pengukuran pohon inti, tiang, panjang dan semai.
14. Pembebasan pertama adalah kegiatan pemeliharaan tegakan tinggal yang berupa
pekerjaan membebaskan binaan jenis niagawi (pohon inti dan permudaan)
dari pohon pengganggu.
15. Jenis pohon niagawi/komersil adalah jenis-jenis pohon yang menghasilkan kayu
perdagagan.
16. Pohon binaan adalah pohon inti dan permudaan yang dibebaskan. Pembebasan
dilakukan dengan cara mematikan pohon penyaring yang berdiameter lebih
kecil dari 10 cm dengan cara memotong batangnya sampai putus dengan
menggunakan kapak atau parang.
17. Peneresan adalah pekerjaan membunuh pohon penyaring dengan cara membuang
kulit termasuk kayu gubal sedalam 1 cm secara bersih sehingga tidak ada
kambium tertinggal.
18. Peracunan pohon adalah pekerjaan membunuh pohon penyaring dengan cara
menuangkan aborisida kedalam teresan.
19. Arborisida adalah herbisida yang digunakan untuk membunuh pohon atau tumbuhan
yang tidak dikehendaki, agar pohon tersebut mati. Arborisida yang dianjurkan
sementara untuk kegiatan TPTI adalah garam organic isopropyl-amin-glyfosat
yang dilarutkan dalam air dengan kosentrasi 12 % (dihitung dari larutan yang
dijual di pasar bebas).
20. Pengadaan bibit adalah kegiatan yang meliputi penyiapan tempat pengadaan benih,
penyemaian, pengadaan sarana dan prasarana, kegiatan lain yang
berhubungan.
21. Pembibitan adalah suatu kegiatan di mana biji, atau bibit yang berasal dari
hutan/kebun bibit/kebun pangkas dikumpulkan dan dipelihara pada suatu
lokasi yang bertata dengan baik.
22. Bedeng tabur adalah suatu bedengan yang berisi media/tanah guna mengecambahkan
biji/menumbuhkan kuncup dan akar tanaman.
23. Bedeng sapih adalah bedengan tempat letaknya wadah bibit untuk dipelihara sampai
siap tanam.
24. Pembiakan vegetatif adalah pembibitan yang menggunakan bahan tanaman stek yang
diproduksi dari kebun pangkas
25. Pengayaan adalah kegiatan penanaman pada areal bekas tebangan yang kurang
cukup mengandung permudaan jenis niagawi, dengan tujuan untuk
memperbaiki komposisi jenis, jumlah permudaan, penyebaran dan nilai
tegakan.
26. Rehabilitasi adalah penanaman bidang-bidang kosong dalam kawasan hutan agar
setiap bidang hutan memiliki produktivitas dan nilai tinggi.
27. Lokasi pengayaan adalah pada jalur-jalu ryang tidak atau kurang memiliki permudaan
alam jenis niagawi, sedangkan jalur penanaman rehabilitasi adalah jalur-jalur
yang terbuka /kosong bekas Tpn bekas TPK.

92
28. Pemeliharaan tanaman pengayaan dan rehabilitasi adalah pekerjaan perawatan
tanaman dengan cara membersihkan jalur penanaman, membunuh gulma,
dan pohon penaung, menyiangi, memangkas, mendangir, dan atau memupuk
(bila diperlukan) serta dilakukan minimal selama 3 tahun berturut-turut, yaitu
Et + 3, Et + 4, dan atau Et +5.
29. Penyiangan adalah tindakan pemeliharaan untuk membebaskan tanaman baru dari
persaingan tumbuhan pengganggu, dengan cara melakukan pembabadan
rerumputan atau membersihkan tanaman penggaggu lainnya disekitar
tanaman.
30. Penyulaman adalah tindakan pemeliharaan untuk mengganti tanaman baru terhadap
tanaman yang mati atau merana yang diperkirakan tidak tumbuh dengan baik.
31. Pendangiran adalah tindakan pemeliharaan untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman baru dengan cara menggemburkan tanah sekeliling tanaman
dengan mencangkul agar terjadi perbaikan sifat tanah.
32. Pembebasan kedua dan ketiga ini adalah kelanjutan dari pembebasan pertama, agar
tajuk pohon binaan selalu menerima sinar matahari langsung dari atas atau
samping atas, dan memiliki ruang tumbuh tajuk secukupnya ke samping dan
atas.
33. Pembebasan kedua dan ketiga bersifat pembebasan vertical dan pembebasan tajuk
pohon binaan.
34. Pohon binaan adalah 200 pohon niagawi terpilih yang sekurang-kurangnya 25 batang
pohon inti, tiang pancang, dan semai.
35. Penjarangan adalah kegiatan pengurangan jumlah pohon binaan bilamana pohon
binaan telah berupa tingkat tiang dan pohon, atau diameter lebih besar dari
10 cm.
36. Penjarangan tegakan tinggal dilakukan pada tahub ke 10, 15 dan 20 setelah
pemanenaan terlebih dahulu (Wt + 10, Et + 15, Et + 20),yang masing-masing
disebut penjaranganI, penjarangan II, dan penjarangan III

93

Anda mungkin juga menyukai