Anda di halaman 1dari 9

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT LESTARI

A. Pendahuluan

Kayu dari hutan rakyat merupakan salah satu bahan baku utama penunjang industri hasil
hutan dibandingkan kayu dari hutan alam yang semakin menipis persediaannya. Untuk itu
minat atau animo masyarakat cukup tinggi dalam memanfaatkan lahannya dengan ditanami
tanaman kayu-kayuan. Namun tanaman kayu-kayuan ini bukan komoditi utama dilahannya
biasanya merupakan komoditi sampingan selain tanaman semusim yang lebih cepat diambil
hasilnya.

Provinsi Banten mempunyai potensi hutan rakyat yang cukup tinggi dengan luasan kurang
lebih 136.190 ha yang tersebar diseluruh Kabupaten/Kota. Hutan rakyat mempunyai
berbagai jenis macam tanaman kayu-kayuan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat
antara lain sengon, sobsi, durian, jabon dan sebagainya. Hal ini tentunya diperlukan
manajemen yang baik sehingga kelestarian hutan rakyat dapat terjaga dan ekonomi
masyarakat.

B. Pengertian

Pengelolaan hutan melliputi kegiatan (UU 41 pasal 21) yaitu


1. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
2. pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan,
3. rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan
4. perlindungan hutan dan konservasi alam

Pengelolaan Hutan Lestari adalah pengurusan dan penggunaan hutan dan lahan hutan
melalui cara dan pada tingkat yang dapat mempertahankan keanekaragaman hayati, beserta
produktivitas, kapasitas regenerasi, serta kemampuan mempertahankan hidup dan
potensinya, untuk memenuhi fungsi-fungsi ekologi yang sesuai, ekonomi dan sosial pada
saat ini dan di masa mendatang, serta tidak menyebabkan kerusakan bagi ekosistem lainnya
(Hasil Konferensi Perlindungan Hutan Tingkat Menteri di Eropa, Helsinki, 1993)
Pengelolaan Hutan Lestari adalah proses mengelola hutan untuk mencapai satu atau lebih
tujuan pengelolaan tertentu secara tegas, dalam menghasilkan barang dan jasa hutan yang
diperlukan secara berkelanjutan, tanpa menyebabkan pengurangan nilai dan
produktivitas hutan di masa yang datang dan tanpa menimbulkan dampak yang tidak
diharapkan terhadap lingkungan fisik dan sosial (Internastional Tropical Timber
Organization, ITTO, 1998)

C. Beberapa Prinsip pengelolaan hutan lestari


1. Pengelolaan hutan diarahkan untuk penggunaan sumberdaya ekosistem yang
berkelanjutan (sustainable use of ecosystem resources)
2. Pengelolaan hutan bersifat menyeluruh (holistic) adalah suatu pendekatan yang
memandang
bahwa manusia dan lingkungannya harus diperlakukan sebagai suatu kesatuan.
3. Pengelolaan hutan berbasis ekosistem (ecosystem based forest management). Ekosistem
pada hakekatnya adalah keterkaitan dan interaksi antar komponen-kompnen
penyusun ekosistem dengan lingkungannya.
4. Pengelolaan hutan dilakukan berlandaskan perspektif bentang alam (landscape
perspective). Sebuah ekosistem lokal pada hakekatnya tidaklah bersifat tertutup,
melainkan
merupakan sebuah bagian dari ekosistem yang lebih besar dan berada dalam suatu
tatanan interaksi dengan sejumlah ekosistem lain di dalam suatu kesatuan bentang alam.
5. Pengelolaan hutan diarahkan pada pencapaian tujuan multikriteria (multiple
objectives). Pengelolaan ekosistem hutan pada dasarnya bertujuan untuk memperoleh
manfaat ekologi, ekonomi dan sosial (multiple objectives). Manfaat optimum hanya
dimungkinkan jika pengelolaan ekosistem dilakukan berdasarkan daya dukung dari
ekosistem yang bersangkutan
6. Pengelolaan hutan dilaksanakan dengan berlandaskan keterpaduan (integrated).
pendekatan yang bersifat terpadu (integrated) dalam
pengelolaan yang ditujukan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya manfaat dari yang
mungkin diperoleh, dalam batas-batas dampak sosial dan lingkungan yang masih dapat
diterima serta dengan meminimalkan terjadinya resiko konflik dan biaya
7. Pengelolaan hutan melibatkan partisipasi seluruh pihak terkait (includes participation
of all stakeholders). Keterlibatan para pihak (stakeholders) dalam pengelolaan hutan
diperlukan
untuk lebih menjamin tercapainya kepuasan pihak-pihak yang berkepentingan pada
tingkat tertentu, khususnya dalam perumusan keseimbangan fungsi-fungsi ekologi,
ekonomi, dan sosial dari ekosistem hutan
8. Pengelolaan hutan berlandaskan pada proses monitoring (based on monitoring resuls).
Monitoring yang efektif akan :
(1) membantu pengelola untuk menindaklanjuti konsekuensi terhadap suatu tindakan
manajemen tertentu,
(2) mendapatkan informasi-informasi tentang kejadian-kejadian yang tidak diharapkan,
serta
(3) mengukur besarnya penyimpangan dari tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan
9. Pengelolaan hutan bersifat adaptif (adaptive) dimaksudkan dalam Pengelolaan
sumberdaya alam hayati senantiasa diperhadapkan pada permasalahan-permasalahan
yang berkenaan dengan kompleksitas ekosistem, proses yang bersifat jangka panjang,
serta adanya gangguan alam dan pengaruh tindakan manusia yang tidak dapat diprediksi
10. Pengelolaan hutan berlandaskan ilmu pengetahuan yang logis dan penilaian yang baik
(based on sound science and good judgement). pengelolaan ekosistem sangat tergantung
pada :
(1) kuantitas dan kualitas informasi tentang ekosistem yag menjadi obyek atau sasaran
pengelolaan, yang tersedia, serta
(2) konsep ilmu pengetahuan yang dipahami dan dikuasai yang dapat digunakan unhtuk
melandasi sebagai kebijakan dan keputusan-keputusan yang akan dibuat.
11. Pengelolaan hutan dilakukan dengan mempertimbangkan pengetahuan, emosi, dan
reaksi moral para pihak dalam pengambilan keputusan (takes cognitive, emotional and
moral reactions into account in decision making proces) Pengelolaan hutan yang
bertujuan untuk mendapatkan barang dan jasa serta
menciptakan keadaan yang diharapkan biasanya memerlukan adanya manipulasi
ekosistem melalui serangkaian tindakan, seperti pemanenan, pembuatan jalan,
pembuatan bangunan-bangunan yang diperlukan dan lain-lain.
12. Pengelolaan hutan berlandaskan pada prinsip pencegahan dan kehati-hatian (based
on the precautionary principle) pada dasarnya mewajibkan setiap negara, dengan
kewenangan dan
kemampuan yang dimiliki untuk melakukan pencegahan degradasi dan perlindungan
terhadap lingkungan dalam wilayahnya.

D. Pelaksanaan

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan hutan diperlukan pembentukan wilayah


pengelolaan hutan dan dilaksanakan pada tingkat propinsi, kabupaten dan unit pengelolaan.
Jaminan pengelolaan hutan lestari jangka panjang (selama jangka benah kesatuan
pengelolaan hutan atau daur kelas hutan ), yang meliputi :

a. Kelola kawasan
b. Kelola hutan
c. Kelola pasar dan konsumen
d. Penataan Kelembagaan
e. Kelayakan investasi, keuangan dan ekonomi

Kesatuan pengelolaan hutan dibentuk sebagai unit pengelola hutan, untuk kawasan hutan
Negara dikenal dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL).
Sedangkan untuk hutan rakyat dikenal dengan unit manajemen pengelolaan hutan
rakyat/forest manajemen unit.

Peningkatan kapasitas kelompok tani menjadi unit manejemen pengelolaan hutan rakyat
sangat diperlukan dalam mewujudkan pengelolaan hutan rakyat lestari. Karena
profesionalisme dan konsistensi dari pelaksanaan proses harus terus terjaga sehingga
kelangsungan akan hasil dari pengelolaan hutan rakyat ini dapat diperoleh dan diterima
secara adil oleh seluruh anggota kelompok tani atau masyarakat yang ikut andil dalam
kegiatan pengelolaan hutan rakyat.
Dengan demikian tahapan awal dalam pengelolaan hutan rakyat lestari yaitu pembentukan
unit manajemen hutan rakyat.

Prinsip-prinsip yang harus dianut dalam melaksanakan manajemen hutan rakyat yaitu :

1. Transparansi atau keterbukaan.

2. Kebersamaan

3. Keadilan

Pembagian kewenangan antara pengelolan hutan dan pemerintah


E. Manajemen pengelolaan hutan rakyat

Pengelolaan hutan rakyat dengan sistem bergulir adalah untuk mengatur pemanfaatan hutan
rakyat serta meningkatkan nilai hutan baik kualitas maupun kuantitas pada areal bekas
tebangan. Dengan adanya rotasi tebangan, agar areal hutan rakyat yang telah terbentuk
diharapkan dapat berfungsi sebagai penghasil kayu buat industry atau kebutuhan lainnya
secara lestari.

Rangkaian kegiatan pengelolaan hutan rakyat dapat di gambarkan tahapan dan tata waktu
pelaksanaannya sebagai berikut :

No Tahapan kegiatan hutan Waktu Keterangan


rakyat Pelaksanaan
(dalam tahun)
1 Penataan areal kerja ET-2 Penataan batas blok,
petak
2 Inventarisasi tegakan sebelum ET-1 Potensi pohon dan
penanaman dan areal/lahan lahan kosong
kosong
3 Pengadaan bibit ET Tanaman cepat tumbuh
(misalnya sengon,
Jabon)
4 Penanaman ET
5 Pemeliharaan tanaman tahap ET + 1 Pohon binaan 400 bt/ha
pertama
6 Pemeliharaan tanaman tahap ET + 2 Pohon binaan 400 bt/ha
kedua
7. Penjarangan tegakan tinggal ET + 3, 4, 5 Pohon binaan 300 bt/ha

8. Penebangan ET + 6, 7,8 Tebang pilih diameter >


50 cm
9. Penanaman Lahan bekas ET,6,7,8 Jenis pohon sesuai
tebangan untuk panen berikutnya

ET + = Tahun Tebang setelah, ET - = Tahun Tebang Sebelum

Etat tebangan tahunan (jatah penebangan tahunan) disesuaikan dengan rotasi tebang dan
volume cadangan tegakan kayu yang tersedia.
Ilustrasi sebaran wilayah pengelolaan hutan rakyat yang dikelola oleh unit manajemen
pengelolaan hutan rakyat

F. Pengaturan Hasil Hutan Rakyat

Sebagai ilustrasi pengaturan hasil hutan rakyat berdasarkan kelas umur yang sama,
dengan memiliki luas areal atau volume yang sama disetiap panen dan metode
pemanenannya yaitu metode berdasarkan luas.
Metode berdasarkan luas adalah suatu metode untuk menentukan panen tahunan atau
panen berkala dari suatu hutan berdasarkan alokasi areal.
Dengan rumus :

Areal Tebangan Tahunan = Areal hutan total


Rotasi
CONTOH Kawasan hutan rakyat seluas 24 Ha, dengan daur 8 tahun, akan dibagi
menjadi 8 petak yang masing-masing luasnya 24/8 ha = 3 Ha. Untuk memudahkan setiap
petak diberi nomor urut sebagai tanda petak tersebut akan ditebang.
Ilustrasi pembagian hasil dari tebangan kayu untuk masing anggota kelompok/orang yang
terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat sebagai berikut :
Misalnya dari kegiatan tebangan petak 1 seluas 3 ha, perkiraan biaya eksploitasi dan
biaya penanaman = 25 %, perhitungannya :
a. Asumsi hasil penjualan kayu untuk 3 ha = 250 m3 x Rp.500.000,- /m3 =
Rp. 125.000.000,-
b. Biaya eksploitasi dan penanaman = 25 % x Rp.125.000.000,- = Rp.31.250.000,-
c. Hasil bersih penjualan = Rp.125.000.000,- - Rp.31.250.000,- = Rp.93.750.000,-
d. komposisi pembagian :
jumlah luas lahan yang dimiliki = A
luas areal hutan rakyat
Contoh Lahan milik seorang anggota = 2 ha :
2 Ha = 0,083
24 Ha
e. Hasil penjualan jatah tebangan petak 1 yang diterima oleh seorang anggota =
0,083 x Rp.93.750.000,- = Rp.7.781.250,-

Hal-hal yang perlu diperhatikan :


• Masing-masing angota kelompok mempunyai luasan yang berbeda.
• Pembagian hasil tebangan diberikan setiap periode jatah penebangan.
• Pembagian hasil keuntungan dari tebangan pohon diberikan secara proporsional atau
adil merata. Diberikan sesuai dengan jumlah lahan yang dimiliki sehingga semua
anggota kelompok menerima sesuai besaran jumlah luasannya.
• Luasan hutan rakyat secara keseluruhan merupakan tanggung jawab semua anggota
kelompok.
Kelebihan dengan menggunakan metode luas yaitu :
a. Diperolehnya distribusi umur - luar areal yang sempurna pada rotasi kedua tanpa
melihat keadaan saat ini.
b. Program penebangan jelas dan sederhana, kita dapat menentukan waktu dan tempat
penebangan untuk seluruh masa rotasi.
c. Hasil tahunan dapat melonjak tidak beraturan pada rotasi yang pertama dilakukan,
namun akan teratur pada rotasi kedua.

Anda mungkin juga menyukai