Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

Praktek Lapangan Pemasangan Pal Batas

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Hutan


Dosen Pengampu : Ir. Prasetyo Widodo

Oleh :
Arifah Mulyani
NIM. 4122217110002

PROGAM STUDI ILMU KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha esa atas berkat dan rahmatNya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Hutan..

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan
memberikan bimbingan dalam penyusunan Laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Penyusun dengan senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan Laporan ini.

Semoga hasil dari penyusunan laporan ini dapat bermanfaat. Akhir kata melalui kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih.

Jatinangor, 24 Januari 2019

Penyusun
Daftar Isi
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................................4
1.2 Tujuan Praktek Lapangan..................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................................................5
2.1 Perencanaan Hutan.............................................................................................................................5
2.2 Kegiatan Perencanaan Hutan.............................................................................................................7
BAB III.....................................................................................................................................................14
Hasil dan Pembahasan............................................................................................................................14
BAB IV.....................................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................................16
Kesimpulan..............................................................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan adalah seluruh lahan yang berhubungan dengan masyarakat tumbuhan yang
didominasi oleh pohon-pohon dari berbagai ukuran, dieksploitasi atau tidak, dapat menghasilkan
kayu atau hasil-hasil hutan lainnya, dapat memberikan pengaruh terhadap iklim atau siklus air,
atau menyediakan perlindungan untuk ternak dan satwa liar (Loetsch dan Haller 1964).
Hutan adalah suatu kumpulan bidang-bidang lahan yang ditumbuhi (memiliki) atau akan
ditumbuhi tumbuhan pohon dan dikelola sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan
pemilik lahan berupa kayu atau hasil-hasil lain yang berhubungan (persamaan kata untuk hutan
adalah kesatuan kepemilikan, kesatuan pengelolaan, kesatuan perencanaan) (Davis dan Johnson
1987).
Manajemen hutan adalah upaya untuk membangun dan memelihara hutan dengan tujuan
mendapatkan manfaat atau keuntungan sebesar besarnya secara lestari. Oleh karena itu
dibutuhkan pengelolaan hutan pada tingkat tapak, melalui pembentukan unit pengelolaan hutan
atau KPH (Lestarietal., 2012).
Perencanaan hutan adalah suatu bagian proses pengelolaan hutan untuk memperoleh
landasan kerja dan landasan hukum agar terwujud ketertiban dan kepastian hukum dalam
pemanfaatan hutan sehingga menunjang diperolehnya manfaat hutan yang optimal, berfungsi
serbaguna dan pendayagunaan secara lestari.

1.2 Tujuan Praktek Lapangan


Tujuan dilakukannya kegiatan praktek lapangan dari mata kuliah Perencanaan Hutan ini adalah
untuk mengetahui serta memahami bagaimana cara pemasangan pal batas di Kebun Jati, Buah
Dua Sumedang, Jawa Barat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Hutan


Perencanaan hutan adalah suatu bagian proses pengelolaan hutan untuk memperoleh
landasan kerja dan landasan hukum agar terwujud ketertiban dan kepastian hukum dalam
pemanfaatan hutan sehingga menunjang diperolehnya manfaat hutan yang optimal, berfungsi
serbaguna dan pendayagunaan secara lestari.
Hal yang pertama harus ditentukan dalam suatu proses perencanaan adalah tujuan.
Tujuan akan mendasari potensi atau sumberdaya apa saja yang dapat digunakan dan kegiatan apa
saja yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Hal inipun berlaku dalam
perencanaan pengelolaan hutan. Tujuan pengelolaan hutan pada dasarnya diarahkan pada
pencapaian fungsi dan manfaat hutan yang optimal, dimana fungsi dan manfaat optimal
termaksud hanya mungkin dicapai atau diwujudkan jika pengelolaan dan atau pendayagunaan
sumberdaya hutan diselenggarakan tanpa melampaui potensi atau daya dukungnya. Untuk
mewujudkan pemanfaatan sumberdaya hutan yang optimum termaksud di atas, secara umum
terdapat sejumlah alternatif kegiatan atau rangkaian kegiatan yang dapat dipilih untuk dilakukan
oleh pihak pengelola. Dalam kaitan dengan hal ini, pihak pengelola akan memilih kegiatan atau
rangkaian kegiatan yang diyakininya merupakan pilihan prioritas yang dapat menjamin
tercapainya tujuan pengelolaan yang diinginkan. Mudah dipahami bahwa kesalahan dalam
memilih dan menentukan kegiatan pengelolaan hutan yang perlu diberi skala prioritas yang lebih
tinggi, pada dasarnya akan berkonsekuensi pada tidak tercapainya tujuan pengelolaan hutan
secara optimal.
Berdasarkan fungsí penggunaannya, hutan dikelompokkan atas : Hutan Lindung, Hutan
Konservasi, dan Hutan Produksi. Setiap bentuk fungsi penggunaan hutan tersebut memiliki
fungsi pokok (fungsi utama) tertentu sebagai berikut :
a) Hutan Lindung : memiliki fungsi pokok untuk perlindungan sistem penyangga
kehidupan, yaitu untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,
mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

b) Hutan Konservasi : memiliki fungsi pokok sebagai kawasan tempat pelestarian


keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan Konservasi terdiri atas :
Kawasan Hutan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru.
 Kawasan HSA adalah kawasan untuk pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
HSA dibedakan lagi atas Cagar Alam dan Suaka Margasatwa
 Kawasan Hutan Pelestarian Alam adalah kawasan untuk perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan
secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. KHPA dibedakan atas Taman
Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
 Taman Buru : kawasan hutan konservasi yang diperuntukkan bagi kepentingan wisata
buru.

c) Hutan Produksi : Kawasan hutan dengan fungsi pokok untuk memproduksi hasil hutan,
yaitu benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.
Hutan Produksi dibedakan atas Hutan Produksi Terbatas, Hutan Produksi Biasa dan
Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi, dengan fungsi pokok masingmasing sebagai
berikut :
1. Hutan Produksi Terbatas : hutan produksi yang dapat dimanfaatkan secara terbatas (intensitas
tertentu), yaitu pada tingkat pemanfaatan yang masih meninggalkan keadaan tegakan hutan
dengan kualitas minimal tertentu yang dapat berfungsi dalam memberikan perlindungan terhadap
tata air, erosi tanah, dan pemeliharaan kesuburan tanah pada wilayah di sekitarnya.
2. Hutan Produksi Biasa : hutan produksi yang dapat dimanfaatkan secara maksimal pada tingkat
yang masih dapat menjamin kelestarian hutan.
3. Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi : hutan produksi yang dapat dimanfaatkan dan
dikonversi peruntukannya untuk keperluan di luar kehutanan, misalnya untuk perkebunan,
transmigrasi dll.
Fungsi-fungsi hutan yang uraikan di atas adalah fungsi-fungsi utama dari masingmasing
KPH sesuai dengan peruntukannya. Selain fungsi-fungsi utama tersebut, setiap KPH pada
dasarnya dituntut untuk memberikan fungsi-fungsi ekonomi, ekologi dan sosial secara simultan.
Sehubungan dengan itu, perumusan tujuan pengelolaan hutan pada hakekatnya diarahkan pada
optimalisasi fungsi ekosistem hutan, yang meliputi fungsi ekonomi, ekologi dan sosial.
2.2 Kegiatan Perencanaan Hutan
Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan:
1. Inventarisasi hutan

 Inventarisasi hutan tingkat nasional


Tingkat nasional mempunyai cakupan areal hutan di seluruh Indonesia
 Inventarisasi hutan tingkat wilayah
Tingkat wilayah mempunyai cakupan areal hutan di provinsi dan atau kabupaten/kota.
 Inventarisasi hutan tingkat Daerah Aliran Sungai
Tingkat Daerah Aliran Sungai mempunyai cakupan areal hutan pada Daerah Aliran
Sungai.
 Inventarisasi hutan tingkat unit pengelolaan.
Tingkat unit pengelolaan mempunyai cakupan areal hutan pada unit pengelolaan hutan.
Inventarisasi hutan adalah kegiatan dalam sistem pengelolaan hutan untuk mengetahui
kekayaan yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu (Simon, 1996). Istilah
inventarisasi hutan ini biasa juga disebut perisalahan hutan/timber cruising/cruising/timber
estimation. Secara umum inventarisasi hutan didefinisikan sebagai pengumpulan dan
poenyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk perencanaan pengelolaan
sumberdaya tersebut bagi kesejhteraan masyarakat secara lestari dan serbaguna (Departemen
Kehutanan dan Perkebunanan, 1999).
Berdasarkan tujuan penggunaan serta kedalaman dan cakupan data yang akan digunakan
inventariosasi hutan dibagi menjadi empat tinhgkatan, aitu:
1. Inventarisasi hutan nasional (IHN)
2. Inventarisasi hutan untuk rencana pengelolaan (IHRP)
3. Inventraisasdi hutan untuk rencana operasional (IHRO)
4. Inventarisasai hasil huan non-kayu (IHHNK)
Tujuan inventarisasi hutan adalah:
1. Mendapatkan data untuk diolah menjadi informasi yang dipergunakan sebagai bahan
perencanaan dan perumusan kebijaksanaan strategis jangka panjang, jangla menengah dan
operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalaman inventarisasi yang
dilaksanakan.
2. Pemantauan atas perubahan kuantitatif sumberdaya hutan, baik yang bersifat pertumbuhan
maupun pengurangan karena terjadinya gangguan alami maupoun gangguan manusia.
Inventarisasi hutan untuk rencana pengelolaan (IHRP) adalah kegiatan inventarisasi pada
tingkat unit atau sub-unit pengelolaan hutan seperti bagian hutan, hak pengusahaan hutan (HPH),
hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI), areal rencana karya lima tahunan (RKL) dan
lainnya. Kegiatan IHRP meliputi kegiatan persiapan dan pelaksanaan, serta persiapan rencana
kerja dan peta kerja Persiapan pelaksanaan IHRP meliputi penyiapan peta dasar (peta interpretasi
sitra satelit bumi, peta tematik, peta tanah dan peta iklim), rescoring dan evaluasi areal, persiapan
alat dan bahan (GPS, kompas, hagameter, clinometer, pita ukur, hypsometer, christenmeter, tabel
konversi jarak lapang ke jarak datar, alat pembuat herbarium, alat tulis, alat hitung, kanera, alat
camping dan obat-obatan), persiapan tenaga regu kerja, stratifikasi dan bagan penarikan contoh.
Pelaksanaan IHRP di lapangan dimulai dengan pencarian titik awal, pembuatan unit
contoh/jalur, pengumpulan data pohon maupun data penunjang, pengolahan data serta
pembuatan laporan. Kegiatan pencarian titik awal terdiri dari pembuatan unit contoh,
pengumpulan data pohon, pencacahan jenis pohon, pengukuran diameter pohon, pengukuran
tinggi pohon dan pencacahan/ pengukuran permudaan.
Kegiatan pengumpulan data penunjang terdiri dari data luas dan letak, topografi, bentang
alam spesifik, geologi dan tanah, iklim, fungsi hutan, tipe hutan, flora dan fauna yang dilindungi,
pengusahaan hutan serta penduduk, kelembagaan dan sarana-prasarana. Kegiatan pengolahan
data terdiri dari penyususnan daftar nama jenis pohon dan dominasi, perhitungan masa tegakan,
perhitungan luas bidang dasar pohon dan perhitungan volume pohon. Laporan yang dibuat dalam
pelaksanaan IHRP adalah lapaoran hasil evaluasi dan laporan hasil inventarisasi. Inventarisasi
hasil hutan non-kayu (IHHNK) dilakukan untuk mengumpulkan data potensi dan penyebaran
hasil-hasil hutan non kayu yang pada saat ini mempunyai nilai ekonomi tinggi, seperti rotan,
bambu, sagu dan nipah. IHHNK dikakukan pada areal yang berisi hasil-hasil hutan tersebut baik
secara murni maupun bagian dari ekosistem hutan.
Beberapa jenis hasil hutan non-kayu yang biasa diinventarisasi adalah rotan dan bambu.
Metode inventarisasai rotan terdiri dari stratifikasi, pola inventarisasi, persiapan, pelaksanaan di
lapangan dan pengolahan data. Pola inventarisasi terdiri dari pengenalan jenis rotan dan
pengumpulan data mengenai jenis rotan, potensi per jenis, potensi seluruh jenis dan potensi
permudaan.
Kegiatan persiapan terdiri dari persiapan peta 9peta topografi, peta tata guna hutan
kesepakatan dan peta vegetasi), persiapan bahan dan alat (alat tulis, kompas, tali ukur, golk, alat
ukur lereng, alat ukur berat, alat ukur diameter, tally sheet, obat-obatan dan personal use), dan
persiapan bagan sampling. Pelaksanaan di lapangan terdiri dari penentuan titik awal, pembuatan
jalur ukur, pengumpulan rotan contoh, pengukuran dan pencatatan data. Pengolahan data terdiri
dari identifikasi jenis rotan, penaksiran panjang dan berat basah rotan, penaksiran panjang rotan
dan penaksiran potensi rotan tiap hektar.
Metode inventarisasi bambu terdiri dari pola inventarisasi bambu, persiapan,
pengumpulan data dan pengolahan data. Dalam inventarisasi bambu, data yang dikumpulkan
adalah data primer dan skunder. Data primer seperti pengambilan jenis contoh bambu untuk
mengetahui jenis, jumlah rumpun, jumlah batang dalam rumpun dan permudan. Data skunder
antara lain seperti kedaan hutan (massa tegakan bambu, jenis, penyebaran, tringkat permudaan,
jenis flora dan fauna), keadaan fisik (luas dan letak hutan, hidrologi, bentang alam spesifik,
geologi dan tanah serta iklim) dan data penduduk dan perhubungan (jumlah dan kepadatan
penduduk, mata pencaharian, kesehatan, interaksi penduduk dengan hutan abambu dan sarana
prasarana perhubungan darat, laut dan udara).
Kegiatan persiapan terdiri dari persiapan peta (peta pencadangan area, peta topografi, peta
dasar sesuai SK Menhut No 3 tahun 1989, peta penafsiran potret udara, peta tanah dan geologi,
peta ilkim dan peta kerja), persiapan bahan dan alat (plainimeter, timbangan, tally sheet,
kuisioner, alat tulis, perlengkapan kemah dan personal use) dan pembuatan bagan pengambilan
contoh. Kegiatan pengambilan data terdiri dari penentuan titik awal, pembuatan jalur ukur,
perhitungan rumpun bambu dan potensi biomassa. Kegiatan pengolahan data terdiri dari
perhitungan masa tegakan, perhitungan tegakan bambu pada areal dengan keragaman rendah,
perhitungan tegakan bambu pada areal dengan keragaman tinggi dan analisis permudaan.

2. Pengukuhan kawasan hutan


Pengukuhan kawasan hutan diselenggarakan oleh Menteri untuk memberikan kepastian
hukum mengenai status, fungsi, letak, batas dan luas kawasan hutan. Berdasarkan hasil
inventarisasi hutan, Menteri menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan dengan
memperhatikan rencana tata ruang wilayah. Kriteria dan standar pengukuhan kawasan hutan
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Dalam rangka perencanaan hutan, pemerintah menyusun rencana umum yang memuat
peruntukan, penyediaan, pengadaan dan penggunaan hutan di seluruh Indonesia. Berdasarkan
rencana umum tersebut disusun rencana pengukuhan hutan dan rencana penatagunaann hutan.
Pengukuhan hutan adalah kegiatan yang berhubungan dengan penataan batas suatu wilayah yang
telah ditunjuk sebagai wilayah hutan, guna memperolah kepastian hukum mengenai status dan
batas kawasan hutan. Penatagunaan hutan adalah kegiatan perencanaan tata guna hutan,
pemanfaatan hutan dan pengendalian pemanfaatan hutan sesuai dengan fungsinya kawasan hutan
suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa), kawasan hutan pelstarian alam (taman nasional,
taman hutan raya dan taman wisata alam), kawasan hutan taman buru, kawasan hutan lindung,
kawasan hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap dan hutan produksi yang
dapat dikonversi). Perencanaan hutan dimaksudkan untuk memberikan landasan kerja dan
hukum guna terwujudnya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan hutan sehingga
menjamin diperolehnya manfaat yang sebesar-besarnya dari hutan yang berfungsi serbaguna dan
didayagunakan secra lestari.
Pengukuhan hutan bertujuan untuk terwujudnya kepastian hukum mengenai status, batas dan
luas wilayah hutan. Penatagunaan hutan bertujuan:
1. Terselenggaranya perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemanfaatan hutan sesuai
fungsinya secara serbaguna dan berkelanjutan bagi berbagai kegiatan pembangunan yang
diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun masyarakat sesuai rencana tata guna hutan yang
telah ditetapkan.
2. Terselenggaranya pemanfaatan hutan yang berwawasan lingkungan di kawasan lindung dan
kawasan budidaya.
3. Terwujudnya tertib pemanfaatan hutan yang meliputi peruntukan, penyediaan, pengadaan,
penggunaan dan pemeliharaan hutan.
4. Terwujudnya kepastian hukum untuk menggunakan hutan bagi masyarakat yang mempunyai
hubungan hukum dengan hutan.

3. Penatagunaan kawasan hutan


Penataan hutan adalah kegiatan penataan ruang hutan sebagaimana dipersyaratkan oleh
prinsip pengelolaan hutan lestari didasarkan atas identifikasi areal dan kualitas lahan dari suatu
areal kerja pengusahaan hutan agar terselenggara kegiatan pengelolaan hutan yang lestari, efisien
dan berwawasan lingkungan. Berdasarkan kegiatan penataan hutan dapat disusun rencana karya
yang meliputi penanaman hutan, pemeliharaan hutan, pemungutan hasil hutan dan pemasaran
hasil hutan.
Tujuan penataan hutan adalah untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang potensi dan
keadaan hutan serta menentukan cara pengaturan pemanfaatan dan pembinaannya untuk
menjamin azas kelestarian dan hasil optimum. Penataan hutan dilaksanakan oleh pengelola
kesatuan pengusahaan hutan produksi (KPHP), dengan dapat menggunakan jasa konsultan dan
disahkan oleh Departemen Kehutanan. Kegiatan penataan hutan terdiri dari invetarisasi hutan,
penataan batas, pembagian hutan, pengukuran dan pemetaan, serta kompartemenisasi.
Hasil dari pemetaan hutan adalah dibuatanya rencana karya pengusahaan, yaitu suatu
dokumen yangg memuat rencana pengelolaan areal hutan secara lengkap yang meliputi rencana
jangka panjang, jangka mengenah, dan jangka pendek (tahunan). Menurut Peraturan
Pemerintahno. 21 tahun 1970 bab II pasal 3 ayat 3, pemegang pengusahaan hutan (HPH) wajib
membuat rencana karya yang terdiri dari:
1. Rencana karya pengusahaan hutan (RKPH)
2. Rencana karya pengusahaan hutan tanaman industri (RKP-HTI)
3. Rencana karya lima tahun pengusahaan hutan (RKT-PH)
4. Rencana karya tahunan pengusahaan hutan (RKT-PH)

4. Pemetaan Hutan
Peta adalah gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara
kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsur-unsur alam dan buatan
serta informasi lain yang diinginkan. Jenis-jenis peta terdiri dari peta dasar, peta tematik dan peta
kehutanan.
Pemetaan adalah proses penggambaran informasi yang ada di permukaan bumi mulai dari
pengambilan data secara terestris maupun penginderaan jauh, pengolahan data dengan metode
dan acuan tertentu serta penyajian data berupa peta secara manual ataupun digital. Tujuan
pemetaan hutan adalah untuk membuta atau mengadakan peta dasar maupun peta tematik
sebagai salah satu dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan khususnya
di bidang kehutanan. Salah satu teknologi untuk mendukung pemetaan adalah Sistem Informasi
Geografis (SIG). SIG digunakan untuk membentuk basis data kehutanan yang mantap sebagai
bahan pengambilan keputusan kebijakan yang berkaitan dengan areal atau kawasan hutan.
Dengan adanya SIG maka data daan informasi kehutanan baik yang bersifat deskriptif maupun
numerik/angka akan tertata dengan baik dan terpetakan secara rapi menggunakan teknologi
digital, serta mempergunakannya secara akurat dan cepat untuk keperluan analisis.
Prosedur input data secara digital dala SIG adalah:
1. Persiapan, yang meliputi pengecekan peta, pengecekan antar lembar peta,
mempersiapkan titik ikat beserta koordinat, pemilahan layer, menyiapkan kodifikasi
pada setiap layer, dan penyiapan sistematika penyimpanan coverage.

2. Digitasi, dengan metode streamline atau metode point.

3. Edgematching atau penyambungan sisi peta yang satu dengan sisi peta lainnya.

4. Editing, untuk mengkoreksi poligon dan garis, penyusunan topologi, dan pengecekan
label error.

5. Atributing, yaitu memasukkan data non-spasial yang berkaitan dengan kodifikasi


penampakan (legenda)

5. Pengaturan Produksi
Inti dari pengaturan produksi adalah penentuan etat. Etat adalah besarnya porsi
luas atau massa kayu atau jumlah batang yang boleh dipungut setiap tahun selama jangka
pengusahaan yang menjamin kelestarian produksi dan sumber daya.
Prinsip-pronsip yang harud diperhatikan dalam etat penebangan adalah:

1. Etat volume tidak diperkenankan melebihi pertumbuhan tegakan (riap)


2. Pemanfaatan semua jenis kayu komersil secara optimalMenjamin kelestarian produksi
dan kelstarian hutan
3. Memperhatikan kebijaksanaan pemerintah di bidang pengusahaan hutan
4. Menjamin fungsi perlindungan hutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi etat tebangan adalah:
1. Sistem silvikultur yang digunakan
2. Rotasi tebangan yang digunakan
3. Diameter minimum yang diijinkan untuk ditebang
4. Luas areal berhutan yang dapat dilakukan penebangan
5. Massa tegakan
6. Jenis pohon
7. Kriteria pohon inti
8. Kriteria pohon induk
9. Faktor pengaman (fp) dan faktor eksploitasi (fe).

Perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk HPH baru:


Etat Luas =(Luas areal berhutan–Luas kawasan lindung dlm areal berhutan etat)
Rotasi tebang
Etat Jumlah Batang = Etat luas x Jumlah batang tiap ha x fp x fe

Etat Volume = Etat luas x Volume kayu tiap ha x fp x fe

Perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk SK HPH Addendum


penambahan/pengurangan:
Etat Luas = (Luas VF yang kompak–Luas kawasan lindung dlm VF yang kompak)
Rotasi tebang – Umur perusahaan

Etat Jumlah Batang = Etat luas x Jumlah batang tiap ha x fp x fe

Etat Volume = Etat luas x Volume kayu tiap ha x fp x fe

Keterangan:
fp = faktor pengaman
fe = faktor eksploitasi
VF = virgin forest

Perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk HPH perpanjangan sama
dengan perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk SK HPH Addendum
penambahan/pengurangan. Perhitungan etat dalam sistem silvikultur hutan payau
(mangrove) HPH baru sama dengan perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk
HPH baru.
Perhitungan etat dalam sistem silvikultur hutan payau (mangrove) untuk SK HPH
Addendum penambahan/pengurangan sama dengan perhitungan etat dalam sistem
silvikultur TPTI untuk SK HPH Addendum penambahan/pengurangan. Perhitungan etat
dalam sistem silvikultur hutan payau (mangrove) untuk HPH perpanjangan sama dengan
perhitungan etat dalam sistem silvikultur TPTI untuk SK HPH Addendum
penambahan/pengurangan.
6. Tabel Volume Pohon
Perangkat pendugaan volume pohon (berupa model, rumus/persamaan, maupun tabel) adalah
salah satu perangkat penting dalam perencanaan pengelolaan hutan. Salah satu jenis data yang
diperlukan dalam pengelolaan hutan adalah dugaan potensi atau massa tegakan. Pengumpulan
massa tegakan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi yang selalu melibatkan pendugaan
volume pohon per pohon. Karena bentuk pohon bervariasi menurut jenis atau kelompok jenis
dan dari satu lokasi ke lokasi lain, maka dalam penyusunan perangkat pendugaan volume pohon
perlu memperhatikan karakteristik tersebut.
Perangkat pendugaan volume pohon yang bersifat umum untuk berbagai jenis pohon dan
lokasi hutan dapat menyebabkan hasil dugaan yang kurang teliti, tidak akurat, dan bias sehingga
informasi massa tegakan yang dihasilkan menjadi over estimate atau under estimate.
Tujuan penyusunan tabel volume pohon adalah untuk menyediakan perangkat pendugaan
volume pohon berdiri untuk keperluan inventarisasi massa tegakan. Alat dan bahan yang
digunakan untuk penyusunan tabel volume pohon antara lain: tally sheet pengukuran pohon
contoh, laporan hasil cruising (LHC), cat atau kapur pohon, pohon contoh, chainsaw, kaliper
pohon, pita keliling (meetband), haga hypsometer atau christenmeter, meteran, sigmat (kaliper
kecil), parang dan kapak, alat tulis, alat hitung, komputer, kompas, peta kerja, obatobatan
(PPPK), dan peralatan kemping.
Kegiatan pengambilan data dari lapangan adalah pemilihan pohon contoh dan pengukuran
pohon contoh meliputi pengukuran diameter, tinggi pohon total, tinggi batang bebas cabang,
diameter proyeksi tajuk, dan tebal kulit pohon.

7. Kriteria dan Indikator Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan secara Lestari


Pengelolaan hutan produksi lestari merupakan sistem pengelolaan hutan produksi yang
menjamin keberlanjutan fungsi produksi, fungsi ekologis/lingkungan, dan fungsi sosial dari
hutan. Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari telah dikembangkan di Indonesia
menggunakan pedoman Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk menjamin pelaksanaan
sertifikasi yang efisien, efektif, serta didasarkan atas kriteria dan indikator yang menjamin
kesetaraan penilaian unsur-unsurnya. Standar acuan pengelolaan hutan produksi lestari
didasarkan pada seri Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang sistem pengelolaan hutan lestari.
Pelaksanaan pengelolaan hutan produksi lestari dapat dinilai dari dua aspek dimensi, yaitu:
1. Dimensi hasil, yang terdiri dari kelestarian produksi, kelestarian ekologis/lingkungan, dan
kelestarian sosial.
2. Dimensi manajemen (strategi pencapaian hasil), yang terdiri dari manajemen kawasan,
manajemen hutan, dan penataan kawasan.
BAB III

Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil

No No Pal Arah Pal Azimut Jarak X Y Keterangan


1 A1 A1 - 2 34 ᵒ 35 m 824135 9260941
2 2 2-3 50ᵒ 23 m 824154 9260969
3 3 3-4 60ᵒ 25 m 824169 9260981
4 4 4 - A2 60ᵒ 17 m 824189 9260991
5 A2 A2 - 5 100ᵒ 13 m 824202 9261003
6 5 5-6 90ᵒ 20 m 824214 9261006
7 6 6 -7 145ᵒ 15 m 824233 9261003
8 7 7- 8 75ᵒ 10 m 824240 9260991
9 8 8- 9 105ᵒ 10 m 824249 9260993
10 9 9 - A3 125ᵒ 12 m 824252 9260990
11 A3 A3 - 9 185ᵒ 25 m 824271 9260980
12 9 9 -10 205ᵒ 20 m 824267 9260956
13 10 10 - 11 185ᵒ 20 m 824258 9260939
14 11 11- 12 120ᵒ 20 m 824257 9260920
15 12 12- 13 40ᵒ 10 m 824274 9260912
16 13 13 - A4 120ᵒ 12 m 824281 9260919
17 A4 A4 - 15 200ᵒ 30 m 824291 9260913
18 15 15 - 17 210ᵒ 30 m 824270 9260877
19 17 17- A5 240ᵒ 23 m 824254 9260855
20 A5 A5 - A6 310ᵒ 45 m 824241 9260854
21 A6 A6 - 18 345ᵒ 30 m 824211 9260887
22 18 18- 19 305ᵒ 15 m 824206 9260915
23 19 19 – 1 275ᵒ 40 m 824295 9260925
24 1 1 - A1 295ᵒ 25 m 824256 9260929
3.2 Pembahasan

Tata batas hutan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pengelolaan hutan. Pal
batas merupakan suatu tanda pembatas kawasan hutan dengan areal penggunaan lain (APL),
yang berbentuk slinder dan terbuat dari bahan beton dengan rangka bertulang besi dengan
ukuran 10 cm x 10 cm x130 cm yang ditanamkan di tanah sedalam 60 cm dan tampak diatas
tanah 70 cm. Bagian atasnya sepanjang 20 cm di cat putih dan ditulisi huruf dan nomor pal.
Berdasarkan hasil praktek lapangan pemasangan pal batas, dapat diketahui ada 24 pal
batas yang berhasil di pasang di kawasan hutan jati tersebut, tetapi hanya 6 pal batas yang
dipasang menggunakan tanda pembatas beton, sisanya ditandai dengan cat merah disetiap batas
yang sudah ditentukan, dengan jarak terjauh yang diperoleh ada pada Nomor Pal A5 dengan
Azimut 310° dan jaraknya 45 meter.
Pal batas secara umum berfungsi sebagai tanda batas kawasan hutan dengan Area
Penggunaan Lainya (APL). Terjadinya pembangunan permukiman, tempat bercocok tanam, dan
penebangan liar oleh masyarakat sekitar hutan sering terjadi akibat ketidaktahuan masyarakat
terhadap batas mana mereka dapat beraktivitas. Dengan adanya pal batas maka batas kawasan
hutan dengan APL seperti perkebunan dan permukiman, masyarakat dapat mengetahui dengan
jelas batas-batas di sekitar wilayah mereka yang nantinya memudahkan kegiatan pengukuhan
kawasan hutan untuk dilakukan.
Pengukuhan kawasan hutan merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penataan
batas suatu wilayah yang telah ditunjuk sebagai wilayah hutan guna memperoleh kepastian
hukum mengenai status dan batasan kawasan hutan secara jelas. Oleh sebab itu, inventarisasi pal
batas sangat penting untuk dilakukan guna mengindari konflik anatara negara (perhutani) dengan
masyarakat sekitar kawasan hutan dengan cara pengecekan dan pemeliharaan pal batas dalam
proses pengukuhan kawasan hutan.
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktek lapangan ini dapat diketahui bahwa ada 24 batas yang sudah
ditentukan dan di pasang pal batas nya pada kawasan hutan jati tersebut, walaupun hanya 6 yang
benar dipasang menggunakan pal batas beton, dikarenakan jarak yang jauh dan SDM yang
sedikit, dengan jarak terjauh yang diperoleh ada pada Nomor Pal A5 dengan Azimut 310° dan
jaraknya 45 meter.

4.2 Saran
Seharusnya semua pal batas dipasang menggunakan tanda pembatas berbentuk slinder yang
terbuat dari bahan beton dengan rangka bertulang besi dengan ukuran 10 cm x 10 cm x130 cm,
tidak ada yang menggunakan cat, tetapi kerena kondisi dilapangan yang tidak memungkinkan
untuk membawa pal batas beton sebanyak 24 jadi sisanya harus menggunakan cat atau pilok
berwarna merah.
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai