Anda di halaman 1dari 47

Manual

Pembukaan Wilayah Hutan di KPH

Proyek II Forest Investment Program


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Penanggungjawab:
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Penerbit:
Direktorat Rencana, Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

Pengarah:
Ir. Roosi Tjandrakirana, M.SE.

Penyusun:
Lukman Imam Syafii

Tim Penyunting:
Ir. Yana Juhana, M.Sc., Forest.Trop.
Gitri Prawijiwuri, S.Si, M.Si.
Ir. Bowo Heri Satmoko
Ir. Chaeruddin Mangkudisastra, M.Sc.
Cardi Riswandi, S.P.
Siti Zulaifah, S.Si., M.Si.
Giska Parwa Manikasari, S.Hut.
Adli Kusumawinata, S.Hut.
Nila Rosa Purwanti, S.Hut., M.E., MPMA.
Astrid Palupi, S.Si., M.Si.
Bayu Adhi Nugroho, S.Hut

ISBN:

Dicetak Oleh:
Direktorat Rencana, Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

Distribusi Oleh:
Direktorat Rencana, Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan

Jakarta, Tahun 2021


KATA PENGANTAR
Pengelolaan hutan di tingkat tapak melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan
(KPH) merupakan komitmen penting pemerintah dalam desentralisasi
pengurusan hutan sebagaimana diamanatkan pada Undang-Undang Nomor
41 Tentang Kehutanan yang telah dirubah melalui Undang-Undang Nomor
11 Tentang Cipta Kerja. Pembentukan KPH menjadi bagian penting dari
penguatan sistem Pemerintahan Daerah Provinsi. Penguasaan hutan oleh
Negara dimaksud dalam arti pengurusan hutan nasional berkaitan dengan
hutan, kawasan hutan dan hasil hutan untuk tujuan memperoleh manfaat
yang sebesar-besarnya serta serbaguna secara lestari untuk kemakmuran
rakyat.

Dalam mendukung pelaksanaan tanggung jawab, tugas dan fungsi KPH


sebagaimana di atas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
dengan bantuan pendanaan dari Proyek Forest Investment Program II (FIP II)
dalam kegiatan “Strengthen Legislation, Policy and Institutional Capacity in
Decentralized Forest Management”, melaksanakan penyusunan
Manual/Pedoman Teknis Perencanaan dan Pengelolaan Hutan pada KPH.
Pelaksanaan penyusunan Manual/Pedoman Teknis ini dilakukan oleh
Direktorat Rencana, Penggunaan dan Pembentukan Wilayah Pengelolaan
Hutan (Dit. RPPWPH) sebagai salah satu Implementation Agency (IA) Proyek
FIP II, melalui serangkaian kegiatan Dialog, Focus Group Discussion (FGD)
dan Rapat Pembahasan yang melibatkan Eselon 1 terkait lingkup

i
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan baik tingkat pusat dan
daerah, Dinas Provinsi yang membidangi kehutanan, KPH dan komite
konsultatif (yang berisikan perwakilan akademisi dan para pihak di daerah)
di provinsi target Proyek FIP II, pengelola hutan baik badan usaha milik
negara maupun swasta, akademisi dan pemerhati pengelolaan hutan.

Penyusunan dan penerbitan Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH


merupakan bagian dari seri Manual Perencanaan dan Pengelolaan Hutan
pada KPH yang berisi pedoman atau prosedur kerja penyiapan sarana dan
prasarana hutan, antara lain jalan hutan, jembatan di dalam hutan, Tempat
Penimbunan Kayu (TPK) di dalam hutan termasuk bangunan yang ada di
dalamnya. Kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam
penyusunan buku ini kami ucapkan terima kasih, dan semoga buku ini
bermanfaat.

Direktur,

Roosi Tjandrakirana

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. TUJUAN ....................................................................... 1
B. RUANG LINGKUP ......................................................... 1
C. PENGERTIAN ............................................................... 2
BAB II PROSEDUR KERJA .......................................................... 7
A. PROSES USULAN PEMBUATAN JALAN ...................... 7
B. PERIODE PELAKSANAAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN 8
C. PENILAIAN DAN PENGESAHAN RENCANA (T-1) ........ 10
D. PELAKSANAAN KEGIATAN (T- 0) ............................... 10
E. PELAKSANAAN PENGUKURAN ................................. 11
F. PEMBUATAN JALAN .................................................. 18
REFERENSI ............................................................................... 31
LAMPIRAN ............................................................................... 32

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Bagan Usulan Pembuatan Jalan Hutan pada T-3 ...... 7
Gambar 2. Bagan Pembuatan Jalan Hutan pada T-0 .................. 8
Gambar 3. Sudut pada Belokan ................................................. 15
Gambar 4. Ilustrasi Besaran R .................................................... 16
Gambar 5. Tali Busur Bersambung ............................................ 18
Gambar 6. Penampang Melintang Jalan Tanah ......................... 21
Gambar 7. Penampang Melintang Jalan Makadam .................... 22
Gambar 8. Penampang Melintang Kerangka Jembatan Kayu .... 23
Gambar 9. Rangka Pondasi Jembatan Kayu .............................. 23
Gambar 10. Jembatan Kayu Lantai Beton ................................. 24
Gambar 11. Tampak Atas Jembatan Kayu Lantai Beton ............ 24

iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Blangko Contoh Pengesahan Rencana Prasarana Hutan
.............................................................................. 32

Lampiran 2. Blangko Contoh Rencana Anggaran Biaya Pembuatan jalan


.............................................................................. 33

Lampiran 3. Blangko Contoh Daftar Perhitungan Pengerasan Jalan


.............................................................................. 34

Lampiran 4. Gambar Penampang Melintang Jalan Pedesaan Pengerasan


Minimal ................................................................ 35

Lampiran 5. Gambar Jembatan Lantai Beton Bertulang Rangka Pondasi


dari kayu ............................................................... 36

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Buku Manual ini disusun sebagai acuan kepada pelaksana dalam
melaksanakan kegiatan pembukaan wilayah hutan, untuk:
1. Mempermudah pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan, yaitu
penataan hutan, pembinaan hutan (penanaman, pemeliharaan,
penjarangan), perlindungan hutan dan pemanenan Hasil Hutan;
2. Sebagai sarana sosial, yaitu untuk menghubungkan antar wilayah (desa
atau pemukiman di sekitar hutan atau di dalam hutan), sehingga dapat
meningkatkan perekonomian di wilayah tersebut;

B. RUANG LINGKUP
1. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) meliputi kegiatan penyiapan sarana
dan prasarana hutan, yaitu jalan hutan, jembatan di dalam hutan,
Tempat Penimbunan Kayu (TPK) di dalam hutan termasuk bangunan
yang ada di dalamnya;
2. Perencanaan untuk pengusulan (persiapan, pengukuran, perhitungan,
pembuatan dokumen usulan);

1
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
3. Pelaksanaan pembuatan jalan hutan, jembatan dan bangunan
pendukung (pengukuran trase ulang, pengukuran garis perataan,
perhitungan detail, lelang/swakelola, pelaksanaan
pembangunan/pembuatan);
4. Penggambaran dan perpetaan.

C. PENGERTIAN
1 Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan;
2 Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai Hutan tetap;
3 Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disingkat KPH adalah
wilayah pengelolaan Hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya,
yang dikelola secara efisien, efektif, dan lestari;
4 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat KPHP
adalah KPH yang luas wilayah seluruhnya atau sebagian besar terdiri
dari Kawasan Hutan Produksi;
5 Hutan Produksi adalah Kawasan Hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil Hutan;
6 Resort Pengelolaan Hutan adalah Unit Pengelolaan terkecil KPH dan
ditangani unit pengelola tersendiri;

2
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
7 Petak adalah bagian dari Blok dengan luasan tertentu sebagai unit
pengelolaan terkecil berdasarkan perlakuan Pengelolaan Hutan yang
sama/sejenis;
8 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disingkat
PBPH adalah Perizinan Berusaha yang diberikan kepada pelaku usaha
untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan Pemanfaatan
Hutan;
9 Perencanaan prasarana hutan adalah kegiatan perencanaan untuk
membuka suatu kelompok hutan dengan membangun jaringan jalan
hutan yang berfungsi untuk kegiatan pengelolaan hutan;
10 Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) adalah kegiatan pembuatan jaringan
jalan hutan yang terbentang di dalam kawasan hutan;
11 Intensitas Pembukaan Wilayah Hutan (IPWH) adalah perbandingan
antara panjang jalan hutan terhadap luas kawasan hutan yang
dinyatakan dengan satuan m/ha;
12 Trace tetap adalah hasil pengukuran detail rencana jalan (alur) yang
dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur;
13 Talud adalah tebing yang terbentuk oleh galian urugan badan jalan;
14 Penampang panjang adalah membuat garis perataan pada
penampang panjang yang merupakan permukaan badan jalan;
15 Penampang melintang adalah membuat badan jalan yang merupakan
bentuk badan jalan, saluran air ( drainage ) dan tebing jalan;
16 Pekerjaan tanah untuk mengetahui besar volume pekerjaan tanah
berupa galian dan urugan;
3
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
17 Perkerasan Jalan adalah Stabilisasi badan jalan dengan menambahkan
bahan lain untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan badan jalan
terhadap beban yang nantinya lewat di atas badan jalan tersebut;
18 Bangunan Air (Jembatan) adalah semua bentuk bangunan yang
berfungsi sebagai penyeberangan aliran air yang melewati badan jalan.
19 Analisa BOW (Bow Onderlag Werk) adalah analisa upah dan bahan
komponen kegiatan konstruksi dan bangunan yang merupakan suatu
penentuan harga satuan tiap jenis pekerjaan;
20 Koefisien Analisa Harga Satuan Standar Nasional Indonesia Adalah
angka-angka jumlah kebutuhan bahan maupun tenaga yg diperlukan
untuk mengerjakan suatu pekerjaan dalam satu satuan tertentu sebagai
pedoman awal perhitungan RAB;
21 Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata Hutan dan
penyusunan rencana Pengelolaan Hutan; Pemanfaatan Hutan;
Penggunaan Kawasan Hutan; Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
22 Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan Kawasan
Hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan Hasil Hutan
Kayu dan bukan kayu, memungut Hasil Hutan Kayu dan bukan kayu
serta mengolah dan memasarkan hasil Hutan secara optimal dan adil
untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya;
23 Pemanfaatan Jasa Lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan
potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan
mengurangi fungsi utamanya;
4
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
24 Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu adalah kegiatan untuk
memanfaatkan dan mengusahakan hasil Hutan berupa bukan kayu
dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi
pokoknya;
25 Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan
dan mengusahakan hasil Hutan berupa kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya;
26 Pemungutan Hasil Hutan Kayu dan/atau Bukan Kayu adalah kegiatan
untuk mengambil hasil Hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu;
27 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang selanjutnya disingkat
RPHJP adalah rencana pengelolaan Hutan untuk seluruh wilayah kerja
unit KPHL atau unit KPHP dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun;
28 Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek yang selanjutnya disingkat
RPHJPd adalah rencana pengelolaan Hutan untuk kegiatan unit KPHL
atau unit KPHP dalam jangka waktu 1 (satu) tahun;
29 Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disingkat
RKUPH adalah rencana kerja untuk seluruh areal kerja PBPH dengan
jangka waktu 10 (sepuluh) tahunan, antara lain memuat aspek
kelestarian Hutan, kelestarian usaha, aspek keseimbangan lingkungan
dan pembangunan sosial ekonomi masyarakat setempat;
30 Rencana Kerja Tahunan Pemanfaatan Hutan yang selanjutnya disingkat
RKTPH adalah rencana kerja dengan jangka waktu 12 (dua belas) bulan
yang disusun berdasarkan RKUPH;

5
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
31 Tempat Penimbunan Kayu Hutan selanjutnya disebut TPK Hutan adalah
tempat milik Pemegang PBPH/persetujuan pemerintah yang berfungsi
untuk menimbun Kayu Bulat hasil penebangan, yang lokasinya berada
dalam areal perizinan/persetujuan yang bersangkutan;
32 Tempat Penimbunan Kayu Antara selanjutnya disebut TPK Antara
adalah tempat milik Pemegang PBPH/persetujuan pemerintah yang
berfungsi untuk menimbun Kayu Bulat hasil penebangan, yang
lokasinya berada di luar areal perizinan/persetujuan yang bersangkutan;
33 Tempat Penimbunan Kayu Antara selanjutnya disebut TPK Antara
adalah tempat milik Pemegang PBPH/persetujuan pemerintah yang
berfungsi untuk menimbun Kayu Bulat hasil penebangan, yang
lokasinya berada di luar areal perizinan/persetujuan yang bersangkutan.

6
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
BAB II
PROSEDUR KERJA
A. PROSES USULAN PEMBUATAN JALAN

Gambar 1. Bagan Usulan Pembuatan Jalan Hutan pada T-3

7
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
Gambar 2. Bagan Pembuatan Jalan Hutan pada T-0

B. PERIODE PELAKSANAAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN


1. Penyusunan Rencana pembuatan jalan hutan (T-3)
a. Cermati data rencana pemanfaatan hasil hutan kayu, hasil hutan
bukan kayu (HHBK) dan hasil hutan lainnya yang tertuang dalam
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) dan Rencana
Pengelolaan Hutan Jangka Pendek (RPHJPd);
b. Perhatikan volume (m3 atau tonase) rencana pemanfaatan hasil
hutan kayu, rencana pemanfaatan HHBK, maupun rencana
pemanfaatan hasil hutan lainnya;

8
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
c. Perhatikan penyebaran rencana pemanfaatan hutan tersebut,
cermati kondisi lingkungan di areal rencana pemanfaatan hasil
hutan tersebut;
d. Perhatikan lokasi-lokasi yang harus dihindari dalam pembuatan
jalan dalam rangka Pembukaan Wilayah Hutan (PWH);
e. Lokasi-lokasi yang harus dihindari adalah situs yang dipercaya oleh
penduduk setempat, kuburan, rawa-rawa, daerah tanah becek,
terendam saat hujan, tanah mudah longsor, tebing yang curam,
atau di pinggir sungai. Hindari membangun jembatan, minimalkan
menebang pohon;
f. Gambarkan pada peta lokasi-lokasi larangan atau yang perlu
dihindari.
2. Penggambaran trase rencana jalan dan penyusunan konsep Rencana
Prasarana Hutan meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. Orientasi lapangan untuk koreksi gambar trase jalan yang sudah
dibuat;
b. Pencermatan topografi lapangan dan identifikasi lokasi-lokasi
ekstrim, seperti jurang;
3. Buat rintisan dan pengukuran rencana trase jalan:
a. Babat tumbuhan bawah untuk jalur pengukuran;
b. Koreksi konsep gambar trase jalan.
4. Perhitungan volume dan anggaran;
5. Penyusunan dokumen rencana pembuatan jalan;
6. Pengusulan Rencana pembuatan jalan hutan pada T-1.
9
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
C. PENILAIAN DAN PENGESAHAN RENCANA (T-1)
1. Pembuatan jalan di wilayah KPH yang belum ada pemegang perizinan
bidang kehutanan:
a. Dokumen rencana pembuatan jalan disusun oleh Kepala KPH;
b. Rencana pembuatan jalan dinilai oleh Kepala Bagian Perencanaan
di kantor Dinas Provinsi yang membawahi kehutanan;
c. Rencana pembuatan jalan disahkan oleh Kepala Dinas Provinsi
yang membawahi kehutanan.
2. Pembuatan jalan di wilayah KPH yang ada pemegang perizinan bidang
kehutanan:
a. Rencana jalan dibuat oleh pemegang ijin;
b. Rencana jalan dinilai dan disahkan oleh Kepala KPH.

D. PELAKSANAAN KEGIATAN (T- 0)


1. KPH menyusun kembali gambar rencana, rencana anggaran, dan
syarat-syarat teknis untuk dimasukkan sebagai persyaratan dalam
dokumen Pengadaan;
2. KPH memproses pengadaan baik dengan cara pelelangan atau
seleksi terbuka, Pemilihan Langsung, Penunjukan Langsung, ataupun
dengan cara Swakelola;
3. Pelaksanaan pembuatan jalan di areal pemegang ijin dilaksanakan
mengikuti kebijakan pemegang ijin;
4. Pembuatan jalan atau prasarana lainnya di areal pemegang ijin, KPH
hanya memfasilitasi pelaksanaan kegiatan tersebut;
10
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
E. PELAKSANAAN PENGUKURAN
1. Pembuatan Trase Jalan Tahap Pembuatan
a. Peta Topografi skala 1 : 50.000
b. Peta Hutan skala 1 : 25.000
c. Peta Geologi skala 1 : 50.000
d. Peta Ihktisar jalan skala 1 : 25.000
e. Data desain trace jalan di atas peta
2. Orientasi lapangan
a. Tujuan orientasi lapangan adalah untuk mengukur kembali usulan
trace jalan yang telah disetujui. Selain itu adalah membuat trace
alternatif yang mungkin lebih baik dari trace semula;
b. Trace yang telah disetujui diukur dan digambar ulang, begitu juga
trace alternatif diukur dan digambar;
c. Membuat rintisan sementara trace jalan;
d. Menyelidiki tempat–tempat aliran sungai untuk melihat dan
menghitung kemungkinan adanya bangunan air dan posisi jalan
terhadap sungai;
e. Menyelidiki kondisi struktur tanah, yaitu batu, cadas, tanah
lembek, tanah berbatu;
f. Memperhitungkan kemungkinan persilangan dengan jalan lain
(jalan raya, kereta api) terhadap badan jalan yang akan dibuat;
g. Memperkirakan galian, urugan, banyaknya bangunan;

11
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
h. Melakukan pengukuran sementara untuk memperjelas trace
dan pasang patok kayu untuk tanda sementara guna pengukuran
selanjutnya;
3. Penetapan Trase
Hasil pengukuran sementara yang sudah dikoreksi ditetapkan sebagai
trace difinitif dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Pemasangan patok tetap terbuat dari kayu atau bambu, jarak
antar patok maksimal 20 m, untuk lokasi berkelok mengikuti
kondisi lapangan;
b. Ukuran patok kayu diameter sekitar 5 cm, patok bambu diameter 5
atau lebih dan Panjang 50 cm, ujung dicat warna merah;
c. Pemancangan patok dicatat dan diberi keterangan di setiap posisi
patok tentang situasinya;
4. Pengukuran Trase Tetap (Definitif)
Pengukuran trase definitif dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Mengukur dan mencatat jarak optik, azimuth dan helling
masing-masing patok (penampang memanjang);
b. Mengukur dan mencatat penampang melintang setiap patok
(penampang melintang) masing-masing minimal 6 meter kiri kanan
as jalan dengan mempertimbangkan kondisi kontur di lapangan;
c. Mengukur dan mencatat belokan jalan (titik awal, titik akhir dan
titik-titik pada busur belokan). Jarak antar titik pada busur
belokan 10 m untuk R > 100 m dan 5 m untuk R < 100 m;

12
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
d. Tanjakan maksimum dibuat 7 %, sedangkan pada tikungan tajam
jalan diperlebar ditambah sekitar 4 m;
e. Pengukuran dan pencatatan penampang basah sungai:
1) Untuk daerah sekitar sungai kurang dari 1 km² cukup dilakukan
pengukuran minimal 2 profil penampang sungai tepat pada
sumbu trase jalan.
2) Untuk daerah sekitar sungai lebih dari 2 km² diperlukan
pengukuran profil sungai 100 m di atas maupun di bawah trase
jalan. Tahapan pengukuran yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut :
a) Pengukuran penampang memanjang as sungai 100 m dari
as jalan kearah hulu dan hilir;
b) Pengukuran penampang melintang sungai ditambah
100 m masing-masing kiri kanan bibir sungai (penampang
basah) pada setiap interval 25 m sampai mencapai jarak
100 m masing-masing hilir dan hulu as jalan;
c) Melakukan pencatatan TAB ( Tinggi Air Banjir ) dan TAR
(Tinggi Air Rendah) 5 tahun dan 10 tahun terakhir;
f. Dalam hal trase jalan melalui tanah milik masyarakat pengukuran
penampang melintang, penampang memanjang, penampang
basah sampai diketahui daerah milik jalan sebagai dasar
penggantian.

13
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
5. Pembuatan belokan
Pada setiap perubahan arah trace terjadi belokan, yang merupakan tali
busur lingkaran dan memiliki titik pusat lingkaran dengan jari-jari
tertentu.
Di lapangan dijumpai dua jenis perpotongan dua arah trase yaitu yang
dapat didatangi dan tidak dapat didatangi (terhalang jurang, gunung,
dll)
a. Membuat belokan yang merupakan perpotongan dua trase yang
berasal dari arah trase yang berbeda dengan rumus sebagai
berikut :
AP = AM = R tg½α
AT = R (sec½α-1)
Dimana titik M adalah awal belokan dan titik P adalah akhir
belokan, T disebut titik tengah tali busur lingkaran (titik bantu arah
trase), R disebut radius lingkaran, α (alpha) merupakan sudut yang
dibentuk oleh perpotongan dua jari-jari dalam satu lingkaran yang
ditarik tegak lurus dari dua arah trase yang berbeda, sudut A yang
terbentuk dapat diukur di lapangan, sehingga α( alpha) dapat
diketahui yaitu 180° - sudut A (a), aM dan aP dapat dihitung.
Lihat gambar di bawah ini:

14
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
Gambar 3. Sudut pada Belokan

b. Membuat belokan yang mana perpotongan dua arah trase yang


tidak dapat dijangkau atau tidak dapat didatangi.
Garis b dan c merupakan pelurusan garis trace yang berbeda arah
namun tidak dapat didatangi (dijangkau) karena lokasi di jurang,
sehingga alat ukur tidak bisa berdiri sempurna pada titik yang
seharusnya, yaitu pada titik pertemuan garis b dan c (titik a).
1) Buat garis yang memotong trase tersebut pada titik D dan
F, garis ini dibuat secara grafis dari data lapangan yang
selanjutnya titik-titik ini digunakan untuk penghitungan R. Bila
nilai R lebih kecil dari R minimum maka titik D, F yang telah
ditetapkan sebelumnya digeser sampai ditemukan R yang
memenuhi syarat.
2) Buat busur lingkaran menyinggung garis DB, DF dan FC
berturut–turut pada titik M, E, dan P sehingga diperoleh garis:
DM = DE dan FE = FP
15
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
3) Besarnya R ditentukan dengan rumus:
DF
𝑅=
𝐭𝐠 ½ 𝛂 + 𝐭𝐠 ½ Ϫ
Lihat gambar di bawah:

Gambar 4. Ilustrasi Besaran R

Apabila diperoleh R lebih kecil R minimum, maka pemilihan


titik E diulang kembali sampai ditemukan R lebih besar dari R
minimum. Apabila R lebih besar dari R minimum maka R
tersebut dapat dipakai Sudut D, F, dan juga garis D sampai F
perlu dilakukan pengukuran cermat. Dengan pengukuran
sudut D dan F tersebut dapat diketahui α dan δ selanjutnya R
dapat dihitung. Untuk menentukan titik M dan P digunakan
rumus:
16
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
DM = DE = R tg ½ α, dan
FE = FP = R tg ½ δ
c. Mencari titik–titik antara didalam busur tikungan dilapangan
Dengan diketemukan titik M, P dan T seperti tersebut pada butir a
dan b diatas belum dapat dilukiskan busur lingkaran belokan secara
cermat, sehingga perlu dicari titik-titik antara.
Cara mendapatkan titik–titik antara adalah dengan cara
membentuk tali busur bersambung, metode ini sangat tepat untuk
lapangan medan bergelombang maupun datar.
Pelaksanaan pembentukan tali busur bersambung adalah:
1) Jarak titik-titik antara ditetapkan 5 m ( k ) untuk R kurang dari
100 m dan 10 m ( k ) untuk R 100 m keatas. Besarnya y untuk
jarak titik antara 5 m adalah :
Y = 25 / 2R
sedangkan untuk jarak titik 10 m adalah
Y = 50 / R
2) Pada sumbu trase dua arah berbeda yang sudah diperoleh titik
M, P, dan T, untuk R < 100 m dari titik M sebagai awal busur
ditarik 5 m pada sumbu trase (Ma) dan dari Ma ditarik 100 m
tegak lurus sumbu trase (y) dan dinamakan a’, selanjutnya dari
titik M ditarik garis lurus melalui a’ sampai pada titik b yang
berjarak 5 m dari titik a’.
3) Dari titik b ditarik tegak lurus menuju b’ sejauh 2 y, selanjutnya
dari a’ ditarik garis lurus melalaui b’ sampai pada titik c yang
17
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
berjarak 5 m dari titik b’. Proses ini dilanjutkan sampai titik T,
untuk sisi selanjutnya pekerjaan dilakukan dengan tahapan
yang sama dimulai dari titik P.
4) Dari masing-masing tali busur tersebut dibentuk busur- busur
yang akan tergambar / terbentuk busur-busur besar dari titik M
sampai dengan P dan merupakan busur lingkaran belokan.
5) Apabila busurnya panjang, kegiatan tersebut terus dilakukan
sampai dengan titik bn melalui titik T.
6) Setelah titik pokok dan titik antara ditemukan di lapangan dan
diberi tanda pokok sumbu, maka akan kelihatan busur belokan.

Gambar 5. Tali Busur Bersambung

F. PEMBUATAN JALAN
1. Pekerjaan Pembersihan:

18
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
a. Pembersihan tumbuhan, tunggak, batu besar yang ada di badan
jalan yang sekiranya mengganggu pelaksanaan pembangunan
jalan;
b. Babat rumput, semak belukar, tebang pohon, cabut akar;
c. Dongkel tunggak dengan cara digali sampai dengan akarnya habis;
d. Singkirkan batu besar yang ada di badan jalan dipindah ke luar dari
badan jalan;
e. Buang dan bersihkan tanah permukaan bekas endapan.
2. Pekerjaan Tanah:
a. Tujuan pekerjaan tanah adalah untuk membentuk badan jalan;
b. Gali drainage untuk pembuatan saluran air;
c. Urugan dilakukan untuk tempat-tempat yang berlobang atau tidak
rata atau tempat-tempat yang perlu diurug;
d. Urugan untuk badan jalan harus dikerjakan bertahap, sebelum
dilakukan pengurugan badan jalan yang akan diurug harus
dipadatkan lebih dahulu, setelah padat baru diurug;
e. Urugan lapis berikutnya maksimum setebal 15, selanjutnya
dipadatkan lagi;
f. Tanah galian dapat digunakan untuk mengurug badan jalan;
g. Pemadatan menggunakan alat berat, vibrator atau manual;
h. Di sebelah kiri dan kanan sepanjang jalan dibuat berm atau bahu
jalan, lebarnya sekitar 1 m;
i. Bahu jalan biasanya dipadatkan atau diperkeras dengan batu dan
dipadatkan.
19
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
3. Pekerjaan Drainage:
a. Permukaan badan jalan dibuat miring beda tinggi antara sumbu
jalan (As) dengan bagian pinggir jalan dibuat sekitar 6 cm (As lebih
tinggi dari bagian pinggir), sehingga air bisa mengalir keluar dari
badan jalan;
b. Air yang mengalir ditampung dan dialirkan oleh saluran air;
c. Pada sisi kiri dan atau kanan badan jalan harus dibuat saluran air
sesuai kondisi situasi lapangan;
d. Pada saluran air dibuat tanggul-tanggul kecil untuk menahan laju air
dan menampung endapan tanah.
4. Perkerasan Badan Jalan :
a. Perkerasan badan jalan tujuannya agar permukaan badan jalan
menjadi padat dan kuat, sehingga air sulit untuk masuk;
b. Perkerasan dilakukan dengan melapis dengan batuan alam;
c. Komposisi lapisan adalah batu, pasir dan tanah liat.
Perbandingannya batu = 35 % - 60 %, pasir = 20 % - 40 % dan tanah
liat = 10 % - 25 %;
d. Batu yang digunakan untuk badan jalan adalah batu pecah;
e. Ukuran batu yang digunakan biasanya untuk pondasi ukuran 17 cm
sampai dengan 20 cm, untuk pengunci ukuran 5 cm sampai dengan
7 cm dan pelapis atau digunakan sirtu.

20
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
Gambar 6. Penampang Melintang Jalan Tanah
5. Pekerjaan Pemadatan :
a. Pemadatan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin atau
manual;
b. Pemadatan dengan mesin gilas, vibrator, atau manual dengan cara
ditumbuk;
c. Setelah batu pondasi dan batu pengunci pada badan jalan digilas
dengan mesin gilas, dilanjutkan dengan pemadatan pelapis berupa
sirtu;
d. Jalan hutan biasanya hanya sampai dengan pemadatan sirtu dan
tidak dilanjutkan dengan pengaspalan;
e. Jalan yang tidak dilanjutkan dengan pelapisan dengan aspal disebut
dengan jalan makadam (Mac Adam);
f. Perkerasan pada jalan Makadam bisa dibuat hanya pada tapak roda
saja. Lebar tapak roda yang diperkeras disesuaikan dengan
kebutuhan lapangan;

21
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
g. Jalan hutan di Kalimantan maupun Sumatra biasanya tidak
diperkeras menggunakan batu atau sirtu, tetapi hanya diperkeras
sampai dengan pemadatan tanah saja;
h. Ukuran lebar jalan hutan tergantung situasi dan kondisi besarnya
alat angkut (truk) yang digunakan;
i. Lebar jalan hutan di Pulau Jawa sekitar 3 m sampai dengan 6 m,
sedangkan di luar Pulau Jawa bisa sampai dengan 8 m – 10 m;

Gambar 7. Penampang Melintang Jalan Makadam

6. Pembuatan Jembatan Kayu :


a. Jembatan di hutan di luar Pulau Jawa, pada umumnya dibuat dari
kayu;
b. Pertimbangannya adalah biayanya lebih murah dan bahan cukup
tersedia;
c. Lantai jembatan biasanya juga dibuat dari papan kayu atau dibuat
dari cor beton;
d. Tiang jembatan biasanya ditancapkan pada lantai sungai dan
ditumbuk secara terukur;

22
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
e. Dimensi kayu untuk tiang jembatan maupun untuk gelagar
jembatan biasanya digunakan ukuran minimal 10 cm x 10 cm;
f. Tiang jembatan bisa juga dirangkai kombinasi dengan plat cor
beton;

Gambar 8. Penampang Melintang Kerangka Jembatan Kayu

Gambar 9. Rangka Pondasi Jembatan Kayu


23
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
Gambar 10. Jembatan Kayu Lantai Beton

Gambar 11. Tampak Atas Jembatan Kayu Lantai Beton

7. Pembangunan Tempat Penimbunan Kayu (TPK) di Darat


a. Pemilihan Lokasi:
1) Lokasi dipilih di pinggir hutan dan masuk dalam Kawasan
hutan, relative dekat dengan lokasi pemanenan, dekat jaringan
jalan;

24
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
2) Lokasi TPK bisa juga berada di luar Kawasan hutan, yaitu
sebagai TPK Antara. TPK Antara lokasi merupakan milik PBPH;
3) TPK Hutan maupun TPK Antara harus mengajukan ijin kepada
pemerintah;
4) Lokasi bebas banjir, tanahnya relatif padat, diupayakan berada
pada tanah yang tinggi;
5) Luas TPK disesuaikan dengan kapasitas produksi kayu per
tahun dan intensitas angkutan kayu keluar dari TPK;
6) Kapasitas atau daya tampung kayu sekitar 25.000 m3 per
tahun, diperlukan TPK luas sekitar 15 ha sampai dengan 20 ha.
b. Persyaratan teknis dan administrasi lokasi TPK
1) Di TPK harus dilengkapi dengan bangunan kantor luas sekitar
45 m2 atau lebih dan dilengkapi toilet yang memadai untuk
para pekerja dan karyawan;
2) Kantor TPK harus dilengkapi SDM dan Struktur Organisasi,
peralatan kantor dan administrasi, peralatan TPK, obat-obatan
(P3K);
3) Bangunan TPK dipagar permanen dengan kawat berduri, atau
bahan lainnya, dipasang jaringan listrik dan diberi lampu
penerangan;
4) Di dalam areal TPK dibagi menjadi blok-blok, setiap blok
digunakan untuk menampung kayu kelompok sortimen dan
kelompok kualitas kayu tertentu. Luas setiap blok disesuaikan
dengan kebutuhan lapangan;
25
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
5) Setiap blok diberi papan blok dan tanahnya harus dipadatkan;
6) Di dalam TPK dibuat jaringan jalan angkutan menuju ke
masing-masing blok, juga dibuat saluran air untuk mengalirkan
air hujan ke luar TPK;
7) Jaringan jalan di dalam TPK harus diperkeras dengan batu atau
diperkeras dengan bahan lainnya;
8) Jalan di dalam TPK dibuat lebar biasanya lebih dari 6 m, agar
pergerakan truk lebih leluasa, sedangkan ukuran saluran air
menyesuaikan dengan kebutuhan lapangan;

9) Di dalam area TPK ditanami pohon peneduh, misalnya pohon


trembesi;
10) Pohon trembesi tajuknya cukup lebar, sehingga mampu
berfungsi sebagai peneduh tumpukan kayu yang ada di
bawahnya. Peneduh ini sangat penting untuk melindungi kayu
dari panas matahari, dan menjaga mutu kayu sehingga tidak
mudah pecah.

8. Syarat- Syarat Teknis Pelaksanaan Pekerjaan


Uraian Teknis Pelaksanaan Pekerjaan:
a. Pekerjaan persiapan
1) Pembersihan areal lokasi pekerjaan.
2) Pembabadan tumbuhan yang ada di rencana badan jalan dan
kiri kanan badan jalan.

26
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
b. Papan nama proyek yang berisi nama KPH, lokasi proyek, nomor
surat keputusan, tahun anggaran, volume proyek, jangka waktu
proyek, pelaksana.
c. Ketetapan duga bangunan badan jalan (peil)
d. Bangunan Pelengkap Pekerjaan
1) Pelaksana wajib membuat bangunan pelengkap pekerjaan dan
los kerja ukuran bangunan minimal 4x6 m2 terbuat dari kayu,
atap seng, lantai dari pasangan dan diperkirakan air hujan tidak
masuk menggenangi.
2) Bangunan dijadikan 2 ruangan, yaitu untuk menyimpan bahan-
bahan atau alat-alat dan untuk ruang kantor proyek.
3) Bangunan dilengkapi meja, kursi, papan tulis dan P3K yang
berisi obat-obatan.
e. Pelaksanaan pekerjaan tanah Badan Jalan
1) Rencana badan jalan harus bersih dari pohon, semak-semak
dan sampah.
2) Batas luar badan jalan harus dipasang patok dan dicat warna
merah.
3) Badan jalan yang akan diurug harus bebas dari sampah dan
humus, dipasang profil.
f. Pekerjaan galian dan urugan tanah badan jalan
1) Patok sumbu as jalan tidak boleh berubah.
2) Urugan pada badan jalan harus dibuat berlapis, yaitu setiap 15
cm.
27
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
3) Urugan pada badan jalan yang melebihi 60 cm, pada tepi kiri
kanan badan jalan harus dipasang trucuk.
4) Selokan pada kiri dan kanan badan jalan harus dibuat sesuai
rencana, ukuran selokan lebar atas 60 cm, lebar bawah 30 cm
dan tinggi 50 cm.
g. Pekerjaan Badan Jalan
1) Pada sepanjang badan jalan harus dibuat bahu jalan (berm),
ukurannya minim 40 cm atau sesuai gambar rencana.
2) Pada kiri dan kanan badan jalan setiap 20 m harus dibuat
sodetan pembuangan air.
h. Pemasangan Pal Hm dan Pal Km
1) Ukuran pal Hm = 100 cm x 12 cm x 12 cm, ditanam ukuran dalam
= 50 cm.
2) Ukuran Pal Km = 120 cm x 20 cm x 20 cm, ditanam ukuran dalam
= 55 cm.
3) Pal Hm dan Pal Km terbuat dari beton bertulang dengan
campuran semen = 1, pasir = 2, split = 3.
i. Pekerjaan pengerasan badan jalan
1) Evaluasi garis perataan, kekurangannya harus dibetulkan dan
dipadatkan;
2) Pemasangan batu pecah ukuran 17/20 cm (17 cm sd 20 cm),
bagian lebar diletakkan pada bagian bawah, sedangkan bagian
yang tajam diletakkan pada bagian atas dan tegak lurus As
jalan;
28
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
3) Pada tepi badan jalan dipasang batu pinggir, ukuran 17/20 cm,
pemasangannya harus ditarik dengan benang;
4) Pemasangan batu pecah ukuran 5/7 cm (5 cm sd 7 cm), dipasang
di sela-sela batu pecah ukuran 17/20 cm sampai dengan rata,
digilas dengan mesin gilas berat 10 ton;
5) Dihampar dengan sirtu dan digilas sampai dengan padat.
Ukuran sirtu harus beragam, tidak boleh berisi batu porous
(batu berlubang yang beratnya ringan), tidak boleh
mengandung banyak lumpur, lumpur maksimal 5 %;
6) Pada setiap jarak 10 Hm (1 km) dibuat tempat persimpangan,
ukurannya 1,5 m kiri kanan jalan sepanjang 20 m.
j. Uraian Umum
1) Harus ada pengukuran kembali untuk penentuan terakhir
pekerjaan yang akan dilaksanakan Bersama;
2) Membuat dan pasang papan pengenal.
3) Membuat Gudang bahan dan alat-alat kerja, bedeng kerja dan
kantor lapangan.
k. Buku Harian, Laporan Mingguan dan Buku Tamu
1) Buku harian diisi : jumlah pekerja dan absensi, pekerjaan yang
dikerjakan dan hasilnya, bahan-bahan yang masuk, kondisi
cuaca;
2) Laporan mingguan harus dibuat dan dilaporkan kepada
pemberi pekerjaan, isi laporan mingguan adalah progress

29
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
pekerjaan pada minggu laporan dan komulatif sampai dengan
minggu laporan;
3) Setiap minggu harus dibuat foto progress pelaksanaan
pekerjaan dan dilampirkan dalam laporan mingguan.
l. Pengukuran Bersama, bila terdapat keraguan terhadap volume
pekerjaan, maka dapat dilakukan pengukuran bersama antara
pemberi proyek dan pelaksana proyek. Biaya pengukuran bersama
ditanggung oleh pelaksana proyek.

30
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
REFERENSI
1. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Kehutanan;
2. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun
2021 Tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan
Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Serta
Penggunaan Kawasan Hutan;
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 Tahun
2021 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi;
4. Prosedur Kerja Perencanaan Prasarana Hutan Perum Perhutani Tahun
2013.
5. Peraturan Umum Pemeriksaan Bahan Bangunan Indonesia (PUPBBI).
6. Analisa Pekerjaan Sipil, Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh BSN
Jakarta.

31
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
LAMPIRAN
Lampiran 1. Blangko Contoh Pengesahan Rencana Pembangunan Jalan

No :
KPH :
RPH :
Blok :
Petak :

No Jenis Uraian Satuan Jumlah Keterangan


Kegiatan Fisik
1 2 3 4 5 6

Jumlah

Tanggal,
Disahkan Tanggal,
Kepala KPH, Dibuat Oleh:

Nama: Nama:
NIP. NIP.

32
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
Lampiran 2. Blangko Contoh Rencana Anggaran Biaya Pembuatan Jalan

Panjang Jalan :
KPH :
RPH :
Blok :
Petak :

No Uraian Pekerjaan Satuan Volume Harga Jumlah Jumlah


Satuan Satuan Semua
Rp Rp Rp
1 2 3 4 5 6 7
1 Pekerjaan persiapan Hm
2 Pekerjaan tanah M3
3 Pekerjaan pemadatan tanah M2
4 Bikin pasang Pal Hm Buah
5 Bikin pasang Pal Km Buah
6 Pasang sirtu M3
7 Pasang batu 5/7 cm M3
8 Pasang batu 17/20 cm M3
Jumlah
Tanggal,
Mengetahui: Tanggal,
Kepala KPH, Dibuat Oleh:

Nama: Nama:
NIP. NIP.
33
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
Lampiran 3. Blangko Contoh Daftar Perhitungan Pengerasan Jalan

KPH :
RPH :
Blok :
Petak :

No Lebar Patok No Panjang Luas Jumlah Jumlah Luas


(m) (m) (m2) (m2) dibulatkan (m2)
1 2 3 4 5 6

Tanggal,
Mengetahui: Tanggal,
Kepala KPH, Dibuat Oleh:

Nama: Nama:
NIP. NIP.

34
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
Lampiran 4. Gambar Penampang Melintang Jalan Pedesaan Pengerasan
Minimal

35
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH
Lampiran 5. Gambar Jembatan Lantai Beton Bertulang Rangka Pondasi
dari Kayu

36
Manual Pembukaan Wilayah Hutan di KPH

Anda mungkin juga menyukai