Anda di halaman 1dari 23

Silvikultur Lanjutan

REZIM SILVIKULTUR TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) PADA


BONITA IV UNTUK KAYU PERTUKANGAN DAN AGROFORESTRY
Dosen : Prof. Dr. Ir. Baharuddin Nurkin, M. Sc.

OLEH :

M012171005 RADHIATUNNISA S.SAMAD


M012171006 ANDI HILDHA FATIMAH PUTRI

PROGRAM STUDI ILMU KEHUTANAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
Tabel 1. Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) pada Bonita IV untuk Kayu Pertukangan

Tegakan
Tegakan Tetap (TT)
Penjarangan (TP)
Jumlah Riap rata- Riap
Bonita/ Penin Rata- Bidan Volume
Juml Rata- Volum Volume volume rata tahunan
Umur ggi rata g kayu
ah rata e kayu kayu (TT+TP) tahunan berjalan
(tahun) (m) S% diame dasar/ tebal
poho tingg tebal/h tebal/ha (m3/ha) (m3/ha) (m3/ha)
ter ha kumulatif
n/Ha i (m) a (m3) (m3)
(cm) (m2) /ha (m3)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

5 15.4 1110 21 14 11.6 11.7 73 22 22 95 19 -


10 22.6 400 23.8 21 21.8 14.9 148 37 59 207 20.7 22.4
15 27 250 26.2 26.1 29.1 15.3 212 44 103 315 21 21.6
20 30.5 160 27.9 30.1 39.2 19.3 264 46 149 413 20.6 19.6
25 33.5 125 29 32.9 46.3 21.1 309 47 196 505 20.2 18.4
30 35.2 110 29.3 34.9 51.2 22.7 349 46 242 591 19.7 17.2
35 36.9 100 29.3 36.7 55.5 24.2 386 44 286 672 19.2 16.2
40 33.5 90 29.4 38.3 59.9 25.4 419 42 328 747 18.7 15

Jumlah Volume
Jumlah D Volume/ Volume TT + Volume/
Tahun Pohon Tinggi Diameter D2 Total MAI PAI
Pohon (m) pohon Penjarangan TP pohon/ha
Dijarangi Penjarangan
5 1110 14 11.6 0.116 0.0135 0.118 95 0.086 0 19 -
10 400 710 21 21.8 0.218 0.0475 0.627 444.99 207 0.518 367.4 20.7 22.4
15 250 150 26.1 29.1 0.291 0.0847 1.388 208.20 315 1.260 189 21 21.6
20 160 90 30.1 39.2 0.392 0.1537 2.905 261.42 413 2.581 232.3 20.65 19.6
25 125 35 32.9 46.3 0.463 0.2144 4.429 155.02 505 4.040 141.4 20.2 18.4
30 110 15 34.9 51.2 0.512 0.2621 5.745 86.18 591 5.373 80.6 19.7 17.2
35 100 10 36.7 55.5 0.555 0.3080 7.099 70.99 672 6.720 67.2 19.2 16.2
40 90 38.3 59.9 0.599 0.3588 8.630 0.00 747 8.300 747 18.675 15
Tabel 2. Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) pada Bonita V untuk Rezim Agroforestry dengan Jagung (Zea mays L.)

Tegakan
Tegakan Tetap (TT)
Penjarangan (TP) Jumlah Riap rata- Riap
Bonita/
Peninggi Volume Volume Volume volume rata tahunan
Umur Rata-rata Bidang
(m) Jumlah Rata-rata kayu kayu kayu tebal (TT+TP) tahunan berjalan
(tahun) S% diameter dasar/ha
pohon/Ha tinggi (m) tebal/ha tebal/ha kumulatif/h (m3/ha) (m3/ha) (m3/ha)
(cm) (m2)
(m3) (m3) a (m3)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
5 15.4 666 21 14 11.6 11.7 73 22 22 57 11.4 -
10 22.6 240 23.8 21 21.8 14.9 148 37 59 124.2 12.42 13.44
15 27 150 26.2 26.1 29.1 15.3 212 44 103 189 12.6 12.96
20 30.5 96 27.9 30.1 39.2 19.3 264 46 149 247.8 12.39 11.76
25 33.5 75 29 32.9 46.3 21.1 309 47 196 303 12.12 11.04
30 35.2 66 29.3 34.9 51.2 22.7 349 46 242 354.6 11.82 10.32
35 36.9 60 29.3 36.7 55.5 24.2 386 44 286 403.2 11.52 9.72
40 33.5 54 29.4 38.3 59.9 25.4 419 42 328 448.2 11.205 9

Jumlah Volume
Jumlah D Volume/ Volume TT + Volume/
Tahun Pohon Tinggi Diameter D2 Total MAI PAI
Pohon (m) pohon Penjarangan TP pohon/ha
Dijarangi Penjarangan
5 666 14 11.6 0.116 0.0135 0.118 57 0.086 0 11.4 -
10 240 426 21 21.8 0.218 0.0475 0.627 266.99 124.2 0.518 220.5 12.42 13.44
15 150 90 26.1 29.1 0.291 0.0847 1.388 124.92 189 1.260 113.4 12.6 12.96
20 96 54 30.1 39.2 0.392 0.1537 2.905 156.85 247.8 2.581 139.4 12.39 11.76
25 75 21 32.9 46.3 0.463 0.2144 4.429 93.01 303 4.040 84.84 12.12 11.04
30 66 9 34.9 51.2 0.512 0.2621 5.745 51.71 354.6 5.373 48.4 11.82 10.32
35 60 6 36.7 55.5 0.555 0.3080 7.099 42.60 403.2 6.720 40.32 11.52 9.72
40 54 38.3 59.9 0.599 0.3588 8.630 0.00 448.2 8.300 448.2 11.205 9
REZIM SILVIKULTUR TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) PADA BONITA IV
(REZIM KAYU PERTUKANGAN)
UMUR PENINGGI PERLAKUAN SILVIKULTUR
TEGAKAN (m)
P+0 0 1. Pada periode pertama dilakukan persipan lahan. Kegiatan
persiapan lahan antara lain meliputi : pembersihan lahan dari
semak dan akar-akar gulma, pembongkaran tunggak,
pembalikan tanah, penghancuran bongkahan tanah dan
penyingkiran batu. Persiapan lahan diperlukan agar lahan
menjadi tempat tumbuh yang baik untuk Jati.
2. Kegiatan persiapan penanaman adalah pengaturan jarak
tanam, pembuatan dan pemasangan ajir, serta pembuatan
lubang tanam. Jarak tanam yang teratur akan memudahkan
pemeliharaan dan pengawasan serta memberikan kesan rapi
dan bersih. Jarak tanam yang teratur memberikan ruang yang
cukup kepada pohon agar dapat memaksimalkan pertumbuhan
tajuk, batang dan akar. Jarak tanam yang teratur mengurangi
persaingan antar pohon dalam mendapatkan air dan makanan
(hara) dari dalam tanah sehingga pohon dapat tumbuh dengan
maksimal. Juga mengurangi persaingan antar pohon dalam
mendapatkan cahaya dan memperbaiki sirkulasi (pertukaran)
udara sehingga batang dan tajuk tumbuh sehat. Selain itu
mengurangi kemungkinan kerusakan pohon akibat terpaan
angin yang keras. Jumlah tanaman 1.600 pohon/ha dengan
jarak tanam 2,5 m x 2,5 m.
3. Ukuran lubang tanam sebaiknya 30 x 30 x 30 cm. Untuk
daerah yang berbatu, lubang tanam dapat dibuat dengan lebar
10-20 cm, dengan menggunakan linggis. Disetiap lubang
tanam ditancapkan ajir terbuat dari bilahan bambu atau kayu
yang berfungsi untuk menandai lokasi lubang tanam.
4. Bibit siap ditanam pada musim hujan atau ketika curah hujan
sudah mencukupi. Sebelum penanaman, setiap lubang tanam
diberi pupuk dasar terlebih dahulu dengan menggunakan 10
kg kompos atau pupuk kandang + 10 gr TSP. Penanaman
dilakukan 2-4 minggu setelah pemberian pupuk dasar.
5. Penanaman jati dilakukan dengan mengeluarkan bibit dari
kantung semai secara hati-hati agar media tanam tetap utuh
kemudian bibit dimasukkan pada lubang tanam, dan ditimbun
dengan tanah yang sebelumnya adalah tanah lapisan
atas/humus. Selanjutnya masukkan tanah yang berasal dari
lapisan bawah. Tanah dipadatkan dengan cara bibit dipegang
pada bagian batangnya dan tanah disekitar bibit diinjak
perlahan.
P+1 s/d P+3 0 Pemeliharaan tahun I-III meliputi penyiangan, pendangiran,
pemupukan, penyulaman, dan pemberantasan hama dan
penyakit.
1. Penyiangan dan pendangiran dilakukan minimal tiga kali
setahun pada tahun pertama dan tahun ke dua penyiangan
total agar tanaman jati dapat terbebas dari gulma. Pada
tanaman Jati muda, gulma (tanaman pengganggu) perlu
dibersihkan secara rutin, karena gulma merupakan saingan
tanaman dalam memperoleh cahaya, air dan unsur hara dalam
tanah, dan tumbuhan merambat juga mengganggu
pertumbuhan Jati, bahkan bisa mematikan.
2. Pemupukan dilakukan pada umur 1, 2 dan 3 tahun dengan
pupuk NPK. Dosis pupuk pada tahun pertama 50 gr, tahun
kedua 100 gr dan tahun ketiga 150 gr per pohon. Dapat pula
digunakan pupuk kandang/kompos dengan takaran 10 kg per
lubang tanam. Pada lahan yang asam (pH rendah) dan kurang
kapur (Ca), areal di sekitar tanaman perlu diberi kapur
tanaman (kapur dolomit) agar pHnya naik. Teknik pemberian
pupuk dapat dengan cara membuat lubang dengan gejik
(pasak kayu) di sebelah kanan kiri tanaman. Dapat pula
dengan membuat lubang sedalam 10-15 cm, melingkari
tanaman pokok dengan jarak 50 cm- 1,5 m dari batang Jati
(melingkar selebar tajuk).
3. Penyulaman diperlukan untuk mempertahankan jumlah
tanaman atau kerapatan pohon Jati dalam luasan tertentu.
Penyulaman juga berguna untuk mengganti tanaman yang
patah, tidak sehat, atau pertumbuhannya buruk. Penyulaman
dilakukan saat musim hujan pada waktu 1-2 bulan sesudah
penanaman, penyulaman berikutnya setelah tanaman berumur
1-2 tahun.
4. Pemangkasan dilakukan mulai tahun ke-3. Setengah bagian
bawah (50%) dari tinggi total pohon dibersihkan dari cabang
dan ranting. Pemangkasan cabang yang berlebihan (lebih dari
50%) dapat menghambat pertumbuhan pohon Jati.
Pemangkasan sebaiknya dilakukan ketika cabang atau ranting
masih berumur muda (berukuran kecil). Pemangkasan
biasanya dilakukan ketika memasuki awal musim hujan, yaitu
sekitar bulan Agustus. Pemotongan cabang sebaiknya sedekat
mungkin dengan batang utama, namun tidak sampai
memotong leher cabang. Pemangkasan dilakukan dengan
menggunakan gergaji/gunting wiwil. Untuk ranting
kecil/muda pewiwilan dapat menggunakan sabit atau golok
yang tajam. Agar tidak menjadi tempat masuknya hama dan
penyakit, bekas pangkasan dapat ditutup dengan cat atau ter.
5. Di area penanaman Jati, serangan hama yang sering dijumpai
adalah penggerek batang dan penggerek daun. Hama yang
sering menggerek batang Jati adalah Neotermes tectonae,
Hyblaera purea, Cossus cadambae, Endoclita chalybeata,
Idarbela quadranotata, Asphondylia tectonae dan
Anoplocnemis taistator. Hama yang sering menyerang
tanaman Jati antara lain rayap Jati/inger-inger (Neotermes
tectonae), hama bubuk (Xyleborus destruens), oleng-oleng
(Xyleutes ceramicus), ulat daun Jati (Pyrausta machaeralis),
enthung Jati (Hyblaera puera) dan belalang kayu (Valanga
nigricornis). Pengendalian hama tersebut dapat dilakukan
dengan menyemprotkan insektisida. Insektisida dapat
digunakan dengan dosis 10 cc/pohon. Pengendalian hama
oleng-oleng mengunakan insektisida fumigan, dosis : 1/8 butir
dimasukkan ke dalam liang gerek serangga hama, kemudian
lubang ditutup dengan lilin malam. Aplikasi insektisida ini
digunakan pada serangan di bawah ketinggian 2 meter.
P+5 s/d P+9 13,4 Pemangkasan awal dari umur 5 tahun sampai 9 tahun. S% =
20,5%. Jumlah pohon 1.515 pohon/ha dengan diameter rata-rata
9,4 cm (0,094 m), tinggi rata-rata 11,8 m, dan luas bidang dasar
(LBD) = 10,4 m2/ha sehingga diperoleh volume per batang 0,07
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8), riap rata-rata tahunan (MAI) = 14,0 m3/ha
dan belum menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI).
P+10 19,6 NCT 1: Penjarangan Non Komersial (NCT). Penjarangan
dilakukan dengan intensitas S% = 20,6% dari jumlah pohon
1.515 menjadi 915 (1.515 - 600 = 915 pohon). Penjarangan
dilakukan dengan metode selektif (selective method).
Penjarangan dilakukan untuk mengeluarkan pohon yang kurang
sehat dan tumbuh tidak optimal, dan sehingga memberikan
ruang tumbuh yang baik untuk tegakan tinggal agar dapat
tumbuh optimal. Hasil penjarangan dapat digunakan sebagai
kayu energi karena ukuran diameter kayu masih kecil sehingga
kurang baik untuk digunakan sebagai kayu pertukangan.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
16,8 cm (0,168 m), tinggi rata-rata 18,1 m, dan luas bidang
dasar (LBD) = 13,3 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon
0,32 m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan
sebesar 915 x 0,32 = 292,80 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan
(MAI) = 15,9 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan
(PAI) = 17,8 m3/ha.
P+15 23,6 TB 1: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 22,6% dari jumlah pohon 600 menjadi 350
(600 - 350 = 250 pohon). Penjarangan dilakukan dengan
metode selektif (selective method). Penjarangan dilakukan
untuk mengeluarkan pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak
tumbuh optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh yang
baik untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal. Hasil
penjarangan dapat digunakan sebagai kayu pertukangan karena
kayu hasil penjarangan memiliki diameter cukup besar untuk
digunakan sebagai kayu pertukangan.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
22,0 cm (0,22 m), tinggi rata-rata 22,1 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 15,4 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 0,67
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 250
x 0,67 = 167,50 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
16,1 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
16,4 m3/ha.
P+20 26,6 TB 2: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 25,6% dari jumlah pohon 350 menjadi 250
(350 - 250 = 100 pohon). Penjarangan dilakukan dengan
metode selektif (selective method). Penjarangan dilakukan
untuk mengeluarkan pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak
tumbuh optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh yang
baik untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal. Hasil
penjarangan dapat digunakan sebagai kayu pertukangan karena
kayu hasil penjarangan memiliki diameter cukup besar.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
29,4 cm (0,294 m), tinggi rata-rata 26,0 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 17,0 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 1,41
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 100
x 1,41 = 141,00 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
16,3 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
17,0 m3/ha.
P+25 28,3 TB 3: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 26,4% dari jumlah pohon 250 menjadi 200
(250 - 200 = 50 pohon). Penjarangan dilakukan dengan metode
selektif (selective method). Penjarangan dilakukan untuk
mengeluarkan pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak tumbuh
optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh yang baik
untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal dan
memungkinkan pertambahan diameter lebih besar. Hasil
penjarangan dapat digunakan sebagai kayu pertukangan karena
kayu hasil penjarangan memiliki diameter cukup besar.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
34,2 cm (0,342 m), tinggi rata-rata 28,2 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 18,4 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 2,07
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 50
x 2,07 = 103,50 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
16,2 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
16,0 m3/ha.
P+30 30,6 TB 4: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 26,9% dari jumlah pohon 200 menjadi 170
(200 - 170 = 30 pohon). Penjarangan dilakukan dengan metode
selektif (selective method). Penjarangan dilakukan untuk
mengeluarkan pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak tumbuh
optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh yang baik
untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal dan
memungkinkan pertambahan diameter lebih besar. Hasil
penjarangan dapat digunakan sebagai kayu pertukangan karena
kayu hasil penjarangan memiliki diameter cukup besar.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
38,4 cm (0,384 m), tinggi rata-rata 30,1 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 19,7 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 2,79
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 30
x 2,79 = 83,70 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
16,0 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
15,0 m3/ha.
P+35 32,1 TB 5: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 27,8% dari jumlah pohon 170 menjadi 145
(170 - 145 = 25 pohon). Penjarangan dilakukan dengan metode
selektif (selective method). Penjarangan dilakukan untuk
mengeluarkan pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak tumbuh
optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh yang baik
untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal dan
memungkinkan pertambahan diameter lebih besar. Hasil
penjarangan dapat digunakan sebagai kayu pertukangan karena
kayu hasil penjarangan memiliki diameter cukup besar.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
42,5 cm (0,425 m), tinggi rata-rata 31,8 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 20,6 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 3,61
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 25
x 3,61 = 90,25 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
15,9 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
14,8 m3/ha.
P+40 33,5 Penebangan Akhir (CF). Penebangan dilakukan pada semua
tegakan tinggal yang berjumlah 130 pohon/ha. Pohon tersebut
memiliki diameter rata-rata 45,9 cm (0,459 m), tinggi rata-rata
33,2 m dan luas bidang dasar (LBD) = 21,5 m2/ha sehingga
diperoleh volume per pohon 4,39 m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan
jumlah volume tebangan akhir sebesar 130 x 4,39 = 626,0 m3/ha
dengan riap rata-rata tahunan (MAI) = 15,6 m3/ha dan
menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) = 14,2 m3/ha. Hasil
panen pada penebangan akhir dapat digunakan untuk kayu
pertukangan.

19

18
RIAP PERTUMBUHAN/m3

17

16

MAI
15
PAI
14

13

12
5 10 15 20 25 30 35 40
UMUR

Grafik Riap Pertumbuhan Jati (Tectona grandis L.f) Bonita IV

Berdasarkan grafik CAI dan MAI tersebut maka diketahui bahwa daur produksi maksimum
dapat diperoleh dari pengusahaan jati yaitu pada tahun ke 25.
REZIM SILVIKULTUR TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) PADA BONITA IV
(REZIM AGROFORESTRY DENGAN TANAMAN)
UMUR PENINGGI PERLAKUAN SILVIKULTUR
TEGAKAN (m)
P+0 0 1. Pada periode pertama dilakukan persipan lahan. Kegiatan
persiapan lahan antara lain meliputi : pembersihan lahan dari
semak dan akar-akar gulma, pembongkaran tunggak,
pembalikan tanah, penghancuran bongkahan tanah dan
penyingkiran batu. Persiapan lahan diperlukan agar lahan
menjadi tempat tumbuh yang baik untuk Jati.
2. Kegiatan persiapan penanaman adalah pengaturan jarak
tanam, pembuatan dan pemasangan ajir, serta pembuatan
lubang tanam. Jarak tanam yang teratur akan memudahkan
pemeliharaan dan pengawasan serta memberikan kesan rapi
dan bersih. Jarak tanam yang teratur memberikan ruang yang
cukup kepada pohon agar dapat memaksimalkan pertumbuhan
tajuk, batang dan akar. Jarak tanam yang teratur mengurangi
persaingan antar pohon dalam mendapatkan air dan makanan
(hara) dari dalam tanah sehingga pohon dapat tumbuh dengan
maksimal. Juga mengurangi persaingan antar pohon dalam
mendapatkan cahaya dan memperbaiki sirkulasi (pertukaran)
udara sehingga batang dan tajuk tumbuh sehat. Selain itu
mengurangi kemungkinan kerusakan pohon akibat terpaan
angin yang keras. Jumlah tanaman 757 pohon/ha dengan jarak
tanam 4 m x 3 m.
3. Ukuran lubang tanam sebaiknya 30 x 30 x 30 cm. Untuk
daerah yang berbatu, lubang tanam dapat dibuat dengan lebar
10-20 cm, dengan menggunakan linggis. Disetiap lubang
tanam ditancapkan ajir terbuat dari bilahan bambu atau kayu
yang berfungsi untuk menandai lokasi lubang tanam.
4. Bibit siap ditanam pada musim hujan atau ketika curah hujan
sudah mencukupi. Sebelum penanaman, setiap lubang tanam
diberi pupuk dasar terlebih dahulu dengan menggunakan 10
kg kompos atau pupuk kandang + 10 gr TSP. Penanaman
dilakukan 2-4 minggu setelah pemberian pupuk dasar.
5. Penanaman jati dilakukan dengan mengeluarkan bibit dari
kantung semai secara hati-hati agar media tanam tetap utuh
kemudian bibit dimasukkan pada lubang tanam, dan ditimbun
dengan tanah yang sebelumnya adalah tanah lapisan
atas/humus. Selanjutnya masukkan tanah yang berasal dari
lapisan bawah. Tanah dipadatkan dengan cara bibit dipegang
pada bagian batangnya dan tanah disekitar bibit diinjak
perlahan.
P+1 0 a. Pemeliharaan tahun I meliputi penyiangan, pendangiran,
pemupukan, penyulaman, dan pemberantasan hama dan
penyakit.
1. Penyiangan dan pendangiran dilakukan minimal tiga kali
setahun pada tahun pertama dan tahun ke dua penyiangan
total agar tanaman jati dapat terbebas dari gulma. Pada
tanaman Jati muda, gulma (tanaman pengganggu) perlu
dibersihkan secara rutin, karena gulma merupakan saingan
tanaman dalam memperoleh cahaya, air dan unsur hara dalam
tanah, dan tumbuhan merambat juga mengganggu
pertumbuhan Jati, bahkan bisa mematikan.
2. Pemupukan dilakukan pada umur 1, 2 dan 3 tahun dengan
pupuk NPK. Dosis pupuk pada tahun pertama 50 gr, tahun
kedua 100 gr dan tahun ketiga 150 gr per pohon. Dapat pula
digunakan pupuk kandang/kompos dengan takaran 10 kg per
lubang tanam. Pada lahan yang asam (pH rendah) dan kurang
kapur (Ca), areal di sekitar tanaman perlu diberi kapur
tanaman (kapur dolomit) agar pHnya naik. Teknik pemberian
pupuk dapat dengan cara membuat lubang dengan gejik
(pasak kayu) di sebelah kanan kiri tanaman. Dapat pula
dengan membuat lubang sedalam 10-15 cm, melingkari
tanaman pokok dengan jarak 50 cm- 1,5 m dari batang Jati
(melingkar selebar tajuk).
3. Penyulaman diperlukan untuk mempertahankan jumlah
tanaman atau kerapatan pohon Jati dalam luasan tertentu.
Penyulaman juga berguna untuk mengganti tanaman yang
patah, tidak sehat, atau pertumbuhannya buruk. Penyulaman
dilakukan saat musim hujan pada waktu 1-2 bulan sesudah
penanaman, penyulaman berikutnya setelah tanaman berumur
1-2 tahun.
4. Di area penanaman Jati, serangan hama yang sering dijumpai
adalah penggerek batang dan penggerek daun. Hama yang
sering menggerek batang Jati adalah Neotermes tectonae,
Hyblaera purea, Cossus cadambae, Endoclita chalybeata,
Idarbela quadranotata, Asphondylia tectonae dan
Anoplocnemis taistator. Hama yang sering menyerang
tanaman Jati antara lain rayap Jati/inger-inger (Neotermes
tectonae), hama bubuk (Xyleborus destruens), oleng-oleng
(Xyleutes ceramicus), ulat daun Jati (Pyrausta machaeralis),
enthung Jati (Hyblaera puera) dan belalang kayu (Valanga
nigricornis). Pengendalian hama tersebut dapat dilakukan
dengan menyemprotkan insektisida. Insektisida dapat
digunakan dengan dosis 10 cc/pohon. Pengendalian hama
oleng-oleng mengunakan insektisida fumigan, dosis : 1/8 butir
dimasukkan ke dalam liang gerek serangga hama, kemudian
lubang ditutup dengan lilin malam. Aplikasi insektisida ini
digunakan pada serangan di bawah ketinggian 2 meter.
b. Penanaman tumpang sari tanaman sela jagung dengan jarak
tanam 70 cm x 20 cm. Bibit jagung yang digunakan harus
benih unggul agar tingkat keberhasilan tumbuh lebih dari
95%.
1. Pembuatan lubang tanam menggunakan tugal dengan
kedalaman lubang sekitar 3-5 cm. Dalam 1 lubang,
dimasukkan 2 benih jagung kemudian ditutup dengan
tanah tetapi tidak dipadatkan.
2. Pemupukan dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam satu masa
tanam. Jenis pupuk yang digunakan yaitu Urea = 350
kg/ha, SP-36 = 200 kg/ha, dan KCL = 100 kg/ha.
3. Tanaman jagung dipanen sekitar 100 hari setelah tanam.
Sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan sebanyak 3
kali penanaman dan pemanenan dengan produktivitas 8,5
ton/ha/masa panen (3-3,5 bulan). Jadi jumlah jagung yang
diperoleh setiap tahun sebesas 8,5 x 3 = 25,5 ton/ha/tahun.
P+2 0 a. Pemeliharaan jati tahun II meliputi penyiangan, pendangiran,
pemupukan, penyulaman, dan pemberantasan hama dan
penyakit. Kegiatan-kegiatan tersebut sama dengan tahun
pertama.
b. Penanaman tumpang sari tanaman sela jagung dengan jarak
tanam 70 cm x 20 cm. Bibit jagung yang digunakan harus
benih unggul agar tingkat keberhasilan tumbuh lebih dari
95%.
1. Pembuatan lubang tanam menggunakan tugal dengan
kedalaman lubang sekitar 3-5 cm. Dalam 1 lubang,
dimasukkan 2 benih jagung kemudian ditutup dengan tanah
tetapi tidak dipadatkan.
2. Pemupukan dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam satu masa
tanam. Jenis pupuk yang digunakan yaitu Urea = 350
kg/ha, SP-36 = 200 kg/ha, dan KCL = 100 kg/ha.
3. Tanaman jagung dipanen sekitar 100 hari setelah tanam.
Sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan sebanyak 3 kali
penanaman dan pemanenan dengan produktivitas 8,5
ton/ha/masa panen (3-3,5 bulan). Jadi jumlah jagung yang
diperoleh setiap tahun sebesas 8,5 x 3 = 25,5 ton/ha/tahun.
P+3 0 a. Pemeliharaan jati tahun III meliputi penyiangan, pendangiran,
pemupukan, penyulaman, pemberantasan hama dan penyakit
serta pemangkasan. Kegiatan-kegiatan tersebut sama dengan
tahun pertama dan ke dua. Pemangkasan dilakukan mulai
tahun ke-3. Setengah bagian bawah (50%) dari tinggi total
pohon dibersihkan dari cabang dan ranting. Pemangkasan
cabang yang berlebihan (lebih dari 50%) dapat menghambat
pertumbuhan pohon Jati. Pemangkasan sebaiknya dilakukan
ketika cabang atau ranting masih berumur muda (berukuran
kecil). Pemangkasan biasanya dilakukan ketika memasuki
awal musim hujan, yaitu sekitar bulan Agustus. Pemotongan
cabang sebaiknya sedekat mungkin dengan batang utama,
namun tidak sampai memotong leher cabang. Pemangkasan
dilakukan dengan menggunakan gergaji/gunting wiwil. Untuk
ranting kecil/muda pewiwilan dapat menggunakan sabit atau
golok yang tajam. Agar tidak menjadi tempat masuknya hama
dan penyakit, bekas pangkasan dapat ditutup dengan cat atau
ter.
b. Penanaman tumpang sari tanaman sela jagung dengan jarak
tanam 70 cm x 20 cm. Bibit jagung yang digunakan harus
benih unggul agar tingkat keberhasilan tumbuh lebih dari
95%.
1. Pembuatan lubang tanam menggunakan tugal dengan
kedalaman lubang sekitar 3-5 cm. Dalam 1 lubang,
dimasukkan 2 benih jagung kemudian ditutup dengan tanah
tetapi tidak dipadatkan.
2. Pemupukan dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam satu masa
tanam. Jenis pupuk yang digunakan yaitu Urea = 350
kg/ha, SP-36 = 200 kg/ha, dan KCL = 100 kg/ha.
3. Tanaman jagung dipanen sekitar 100 hari setelah tanam.
Sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan sebanyak 3 kali
penanaman dan pemanenan dengan produktivitas 8,5
ton/ha/masa panen (3-3,5 bulan). Jadi jumlah jagung yang
diperoleh setiap tahun sebesas 8,5 x 3 = 25,5 ton/ha/tahun.
P+4 0 a. Pemeliharaan jati tahun IV meliputi penyiangan, pendangiran,
pemupukan, penyulaman, pemberantasan hama dan penyakit
serta pemangkasan. Kegiatan-kegiatan tersebut sama dengan
tahun ke empat.
b. Penanaman tumpang sari tidak dilakukan lagi karena tajuk
pohon mulai rapat sehingga intensitas penetrasi cahaya
matahari sudah tidak optimal sehingga tidak dapat
mendukung pertumbuhan tanaman (jagung) di bawah tegakan
jati.
P+5 s/d P+9 13,4 Pemangkasan dilakukan dari umur 5 tahun sampai 9 tahun. S%
= 20,6%. Jumlah pohon 757 pohon/ha dengan diameter rata-rata
9,4 cm (0,094 m), tinggi rata-rata 11,8 m, dan luas bidang dasar
(LBD) = 10,4 m2/ha sehingga diperoleh volume per batang 0,07
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8), riap rata-rata tahunan (MAI) = 7,00 m3/ha
dan belum menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI).
P+10 19,6 NCT 1: Penjarangan Non Komersial (NCT). Penjarangan
dilakukan dengan intensitas S% = 20,6% dari jumlah pohon 757
menjadi 300 (757 - 300 = 457 pohon). Penjarangan dilakukan
dengan metode selektif (selective method). Penjarangan
dilakukan untuk mengeluarkan pohon yang kurang sehat dan
tumbuh tidak optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh
yang baik untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal.
Hasil penjarangan dapat digunakan sebagai kayu energi karena
ukuran diameter kayu masih kecil sehingga kurang baik untuk
digunakan sebagai kayu pertukangan.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
16,8 cm (0,168 m), tinggi rata-rata 18,1 m, dan luas bidang
dasar (LBD) = 13,3 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon
0,32 m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan
sebesar 457 x 0,32 = 146,24 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan
(MAI) = 7,95 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan
(PAI) = 8,90 m3/ha.
P+15 23,6 TB 1: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 24,3% dari jumlah pohon 300 menjadi 175
(300 - 175 = 125 pohon). Penjarangan dilakukan dengan
metode selektif (selective method). Penjarangan dilakukan
untuk mengeluarkan pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak
tumbuh optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh yang
baik untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal. Hasil
penjarangan dapat digunakan sebagai kayu pertukangan karena
kayu hasil penjarangan memiliki diameter cukup besar untuk
digunakan sebagai kayu pertukangan.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
22,0 cm (0,22 m), tinggi rata-rata 22,1 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 15,4 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 0,67
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 125
x 0,67 = 83,75 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
8,03 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
8,20 m3/ha.
P+20 26,6 TB 2: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 25,6% dari jumlah pohon 175 menjadi 125
(175 - 125 = 50 pohon). Penjarangan dilakukan dengan metode
selektif (selective method). Penjarangan dilakukan untuk
mengeluarkan pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak tumbuh
optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh yang baik
untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal. Hasil
penjarangan dapat digunakan sebagai kayu pertukangan karena
kayu hasil penjarangan memiliki diameter cukup besar.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
29,4 cm (0,294 m), tinggi rata-rata 26,0 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 17,0 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 1,41
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 50
x 1,41 = 70,50 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
8,15 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
8,50 m3/ha.
P+25 28,3 TB 3: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 26,4% dari jumlah pohon 125 menjadi 100
(125 - 100 = 25 pohon). Penjarangan dilakukan dengan metode
selektif (selective method). Penjarangan dilakukan untuk
mengeluarkan pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak tumbuh
optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh yang baik
untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal dan
memungkinkan pertambahan diameter lebih besar. Hasil
penjarangan dapat digunakan sebagai kayu pertukangan karena
kayu hasil penjarangan memiliki diameter cukup besar.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
34,2 cm (0,342 m), tinggi rata-rata 28,2 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 18,4 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 2,07
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 25
x 2,07 = 51,75 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
8,12 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
8,00 m3/ha.
P+30 30,6 TB 4: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 26,9% dari jumlah pohon 100 menjadi 85 (100
- 85 = 15 pohon). Penjarangan dilakukan dengan metode
selektif (selective method). Penjarangan dilakukan untuk
mengeluarkan pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak tumbuh
optimal, dan sehingga memberikan ruang tumbuh yang baik
untuk tegakan tinggal agar dapat tumbuh optimal dan
memungkinkan pertambahan diameter lebih besar. Hasil
penjarangan dapat digunakan sebagai kayu pertukangan karena
kayu hasil penjarangan memiliki diameter cukup besar.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
38,4 cm (0,384 m), tinggi rata-rata 30,1 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 19,7 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 2,79
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 15
x 2,79 = 41,85 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
8,02 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
7,50 m3/ha.
P+35 32,1 TB 5: Penjarangan Komersil. Penjarangan dilakukan dengan
intensitas S% = 27,8% dari jumlah pohon 85 menjadi 72 (85 -
72 = 13 pohon). Penjarangan dilakukan dengan metode selektif
(selective method). Penjarangan dilakukan untuk mengeluarkan
pohon yang kurang sehat, cacat dan tidak tumbuh optimal, dan
sehingga memberikan ruang tumbuh yang baik untuk tegakan
tinggal agar dapat tumbuh optimal dan memungkinkan
pertambahan diameter lebih besar. Hasil penjarangan dapat
digunakan sebagai kayu pertukangan karena kayu hasil
penjarangan memiliki diameter cukup besar.
Penjarangan dilakukan pada pohon dengan diameter rata-rata
42,5 cm (0,425 m), tinggi rata-rata 31,8 m dan luas bidang dasar
(LBD) = 20,6 m2/ha sehingga diperoleh volume per pohon 3,61
m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan jumlah volume penjarangan sebesar 13
x 3,61 = 46,93 m3/ha dengan riap rata-rata tahunan (MAI) =
7,93 m3/ha dan menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) =
7,40 m3/ha.
P+40 33,5 Penebangan Akhir (CF). Penebangan dilakukan pada semua
tegakan tinggal yang berjumlah 65 pohon/ha. Pohon tersebut
memiliki diameter rata-rata 45,9 cm (0,459 m), tinggi rata-rata
33,2 m dan luas bidang dasar (LBD) = 21,5 m2/ha sehingga
diperoleh volume per pohon 4,39 m3 (1/4𝜋d2.tbc.0,8) dan
jumlah volume tebangan akhir sebesar 65 x 4,39 = 313,0 m3/ha
dengan riap rata-rata tahunan (MAI) = 7,83 m3/ha dan
menghasilkan riap tahunan berjalan (PAI) = 7,10 m3/ha. Hasil
panen pada penebangan akhir dapat digunakan untuk kayu
pertukangan.

8.5
RIAP PERTUMBUHAN/m3

7.5
MAI

7 PAI

6.5

6
5 10 15 20 25 30 35 40
UMUR

Grafik Riap Pertumbuhan Jati (Tectona grandis L.f) Bonita IV

Berdasarkan grafik CAI dan MAI tersebut maka diketahui bahwa daur produksi maksimum
dapat diperoleh dari pengusahaan jati pada rezim agroforestry yaitu pada tahun ke 25.
Rangkuman :

Rezim Silvikultur Tegakan Jati (Tectona grandis L.f.) Bonita IV


(Rezim Kayu Pertukangan dan Rezim Agroforestry)

Rezim
No. Hasil
Kayu Pertukangan Agroforestry
1. Hasil Tanaman Semusim Agroforestry
a. Tanaman Semusim I - 25,5 ton/ha/tahun
b. Tanaman Semusim II - 25,5 ton/ha/tahun
c. Tanaman Semusim III - 25,5 ton/ha/tahun
2. Penjarangan
a. NCT 1 (penjarangan non komersial) 292,80 m3/ha 146,24 m3/ha
b. TB 1 (penjarangan komersial 1) 167,50 m3/ha 83,75 m3/ha
c. TB 2 (penjarangan komersial 2) 141,00 m3/ha 70,50 m3/ha
d. TB 3 (penjarangan komersial 3) 103,50 m3/ha 51,75 m3/ha
e. TB 4 (penjarangan komersial 4) 83,70 m3/ha 41,85 m3/ha
f. TB 5 (penjarangan komersial 5) 90,25 m3/ha 46,93 m3/ha
3. Penebangan Akhir
Kayu Pertukangan 626,00 m3/ha 313,00 m3/ha
DAFTAR PUSTAKA

Bakhri, S. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Jagung dengan Konsep Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT). Departemen Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Sulawesi Tengah.
Kementerian Kehutanan. 2014. Produksi Bibit (Tectona grandis L.f.) dari Klon dan
Budidayanya. IPB Press. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai