Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PRAKTIK INDUSTRI

DI KAMPUS LAPANGAN FAKULTAS KEHUTANAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TENGAH

DISUSUN OLEH :

RISTANIA RUSLI
201600086/0013463481

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) KEHUTANAN
NEGERI PEKANBARU
2018
PENGESAHAN PEMBIMBING

Judul : LAPORAN PRAKTIK INDUSTRI DI KAMPUS LAPANGAN


FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
KABUPATEN BLORA PROVINSI JAWA TIMUR
Nama : RISTANIA RUSLI

NIS/NISN : 201600086/0013463481

Laporan ini Disusun Sebagai Pertanggung Jawaban Praktik Industri Sekolah


Menengah Kejuruan (SMK) Kehutanan Negeri Pekanbaru Tahun Ajaran
2018/2019

Telah Diperiksa dan Disetujui


Tanggal, 12 Oktober 2018

Wakasek Bid. Kerjasama Pembimbing Laporan,

Tri Mayasari, S.Hut, M.Si Galih Fajar Wijaya, S.Pd


NIP. 19870125 200912 2 005

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya laporan praktik industri di Kampus Lapamgan
Fakultas Kehutanan Univerisitas Gadja Mada ini dapat terselesaikan. Laporan ini
disusun guna menyajikan hasil dari praktik industri yang telah dilaksanakan
selama dua bulan lalu. Laporan ini berisi tentang kegiatan yang dilakukan selama
pelaksanaan praktik industri di Kampus Lapangan Fakultas Kehutanan
Universitas Gadjah Mada.

Penulis berterima kasih kepada para co.Ass dan dosen yang telah
memberi bimbingan dalam pelaksanaan praktik industri, serta kepada guru
pembimbing yang telah memberi bimbingan dalam penyusunan laporan ini,
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
pembaca sangat diperlukan. Penulis ucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 12 Oktober 2018


Penulis

Ristania Rusli

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
DAFTAR TABEL.........................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................1
B. Tujuan dan Manfaat............................................................2
BAB II. PERSIAPAN
A.Rencana Kegiatan................................................................3
B. Jadwal Kegiatan..................................................................4
C. Potensi wilayah...................................................................9
BAB III. PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat...........................................................11
B. Keadaan Lokasi................................................................11
C. Kegiatan............................................................................12
BAB IV. MASALAH DAN PEMECAHANNYA
A. Masalah............................................................................48
B. Pemecahan........................................................................49
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.......................................................................51
B. Saran.................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................52
LAMPIRAN.................................................................................................53

iii
DAFTAR TABEL

No Uraian Halaman
1. Jadwal rencana kegiatan jurusan produksi hasil hutan..........................3
2. Jadwal kegiatan di Kampus Lapangan UGM.......................................5
3. Tafsiran Potensi Produksi Instruksi 1938............................................44

iv
DAFTAR GAMBAR

No Uraian Halaman
1 Gambar 1. Peta kawasan getas......................................................11
2 Gambar 2. Peta evaluasi petak 53.................................................14
3 Gambar 3. Peta perencanaan manual............................................16
4 Gambar 4. Peta perencanaan digital..............................................17
5 Gambar 5. Grafik jlan (healing)....................................................21
6 Gambar 6. Hasil prestasi kerja......................................................24
7 Gambar 7. Layout tanaman...........................................................28
8 Gambar 8. Penandaan kapling......................................................33
9 Gambar 9. Mesing pengolahan kayu.............................................37
10 Gambar 10. Diagram sebara umur responden...............................38
11 Gambar 11. Diagram pendidikan..................................................39
12 Gambar 12. Diagram pendapatan non usahatani..........................39
13 Gambar 13. Diagram komoditas petani........................................40
14 Gambar 14. Diagram jumlah kepemilikan ternak.........................40
15 Gambar 15. Diagram kepemilikan lahan......................................41
16 Gambar 16. Diagram tingkat pendapatan responden....................41
17 Gambar 17. Hasil perhitungan penjaranagan................................46

DAFTAR LAMPIRAN

v
No Uraian Halaman
1 Dokumentasi Kegiatan Praktik Industri.........................................53

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru merupakan salah satu Sekolah
Menengah Kejuruan di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan serta Dinas Pendidikan yang ada di Indonesia regional Sumatera.
SMK Kehutanan sebagai Institusi pendidikan berusaha menyiapkan peserta
didiknya agar sukses berkompetisi di dunia kerja. Untuk itu diperlukan upaya
nyata untuk meningkatkan keterampilan peserta didik. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah melalui program praktik industri. Praktik Industri merupakan
bagian dari program pengajaran yang dilaksanakan di luar sekolah dan
merupakan aktifitas praktik yang dilaksanakan oleh siswa sebagai kerja nyata
yang dijadwalkan. Integrasi dan partisipasi dengan masyarakat di luar kegiatan
Praktik Industri dilakukan dalam rangka pengabdian terhadap masyarakat.
Dalam kegiatan ini, siswa dibimbing oleh pembimbing internal dan
pembimbing eksternal.
Pembimbing internal adalah guru/karyawan yang ditunjuk oleh kepala
sekolah untuk membimbing pembuatan laporan dan sebagai penguji dalam
kegiatan presentasi seminar hasil Praktik Industri siswa/i. Pembimbing
eksternal adalah pembimbing yang berasal dari pihak fakultas kehutanan
UGM yang ditunjuk untuk memberikan bimbingan Praktik Industri sekaligus
pengajar di lokasi praktik, serta memberikan penilaian hasil praktik terhadap
siswa/i setelah berakhirnya masa praktik di lapangan.
Praktik Industri dilaksanakan selama 2 bulan (untuk persiapan,
kegiatan lapangan, penyusunan laporan dan evaluasi) pada semester 5 dengan
mengutamakan kegiatan untuk mendapatkan keterampilan dilapangan dan ilmu
teknis. Praktik Industri dilaksanakan secara bulat utuh dan tuntas, terkait
dengan mata pelajaran yang telah diberikan di sekolah. Setiap siswa
diwajibkan mengintegrasikan diri dan berpartisipasi dalam kegiatan praktik dan
bermasyarakat.

1
B. Tujuan dan Manfaat
1. Memantapkan dan mengembangkan pengalaman belajar siswa/i di tempat
praktik serta meningkatakan komepetensi di bidang kehutanan khususnya di
bidang produksi
2. Melatih siswa untuk menghayati kehidupan bermasyarakat di tempat praktik
3. Membina kerjasama antara SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru dengan
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

BAB II

2
3

PERSIAPAN

A. Rencana Kegiatan

Adapun rencana kegiatan yang akan dilakukan pada jurusan


Teknik Produksi Hasil Hutan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Rencana kegiatan jurusan teknik produksi hasil huatan

Paket Keahlian Materi

Teknik Produksi Hasil a. Perencanaan pembukaan wilayah hutan


Hutan (TPHH) (PWH), (Parameter PWH dan
perhitungan biaya)
b. Pembanguann jalan hutan (perencanaan
dipeta dan trase jalan dilapangan)
c. Kanal
d. Pembangunan banguanan PWH (Camp,
kantor, TPN/TPK, Menara, dll)
e. Pemeliharaan sarana PWH
f. Perencanaan penebangan ( tebang pilih
dan tebang habis)
g. Persiapan areal (kontrak kerja dan
target waktu)
h. Penebangan (arah rebah dan
perhitungan produktivitas)
i. Perapihan ( Tegakan tinggal kelayakan
untuk ditanam)
j. Pembagian batang( Optimalisasi
volume, mutu dan minimalisasi limbah)
k. Penumpukan ( Manual dan mekanik)
l. Penyaradan ( Manual dan mekanik)
m. Operasi TPn ( Manual dan mekanik)
n. Pengangkutan
4

o. Perhitungan kebutuhan personil/keg


p. Pengenalan alat pemanenan
q. LHC/Pengukuran pohon
r. LHP/Pengukuran KBB/KBS/KBK
(Volume dan mutu)
s. Dokumen angkutan ( Hutan Negara dan
hutan hak)
t. SIPUHH Online dan perhitungan PNBP
( PSDH dan DR)
u. Perbedaan PUHH hutan jati dan hutan
rimba
v. IHMB
w. Enumerasi, re-Enumerasi
x. Inventarisasi diHA dan HT
y. Perhitungan potensi produksi
z. -Penyiapan areal tanam,penanaman, dan
pemupukan
-Penilaian hasil tanaman dan
penyulaman

B. Jadwal Kegiatan

Adapun jadwal kegiatan praktik industri yang dilakukan di


Kampus Lapangan Fakultas Kehutanan UGM dimulai dari tanggal 13
Agustus – 11 Oktober 2018 adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Jadwal kegiatan di Kampus Lapangan Fakultas UGM


5

No. Hari/Tanggal Kegiatan


6

1 Senin,13 Agustus Keberangkatan menuju kampus lapangan


2018 fakultas kehutanan UGM
2 Selasa, 14 Agustus Pembukaan dan penerimaan siswa/i oleh
2018 dosen
3 Rabu, 15 Agustus Praktik lapangan pengenalan alat
2018 (clino,kompas,cristenmeter,dan GPS)
4 Kamis, 16 Agustus Praktik pengukuran di petak 79
2018
5 Jum’at, 17 Agustus a. Upacara 17 agustus
2018 b. Pengolahan data peta dengan excel
6 Sabtu, 18 Agustus Pengolahan data peta dengan arcgis dan
2018 pembuatan laporan kepada co.Ass
7 Minggu, 19 Agustus Pemberian materi IHMB oleh dosen UGM
2018
8 Senin, 20 Agustus Membuat peta perencanaan IHMB–HT
2018
9 Selasa, 21 Agustus Praktik IHMB–HT di petak 101 dan 106
2018
10 Rabu, 22 Agustus Libur hari raya idul adha
2018
11 Kamis,23 Agustus Membuat peta perencanaan digital petak
2018 102 dan 103

12 Jum’at, 24 Agustus Praktik IHMB–HT di petak 102 dan 103

13 Sabtu, 25 Agustus Pengambilan titik di sekitar kampus


2018 lapangan
14 Minggu, 26 Agustus Libur
2018
15 Senin, 27 Agustus Pendataan hasil inventarisasi hutan
2018 tanaman jati
16 Selasa, 28 Agustus Pendataan hasil inventarisasi hutan
2018 tanaman jati
17 Rabu, 29 Agustus Membuat laporan inventarisai hutan
2018 kepada koas
18 Kamis, 30 Agustus Menghitung persen pembukaan wilayah
2018 hutan
19 Jum’at, 31 Agustus Materi PWH oleh dosen UGM
7

2018
20 Sabtu, Praktik PWH
01 September 2018
21 Minggu, Evaluasi laporan
02 September 2018
22 Senin, Perkenalan dengan co.Ass baru
03 September 2018
23 Selasa, Materi pemanenan hasil hutan oleh co.Ass
04 September 2018
24 Rabu, Latihan menghitung elemen kerja
05 September 2018 pemanenan hasil hutan
25 Kamis, Menghitung elemen waktu pemanenan
06 September 2018 hasil hutan di petak 65F
26 Jum’at, Memindahkan data elemen pemanenan
07 September 2018 hasil hutan pada microsoft excel
27 Sabtu, Pembuatan laporan pemanenan hasil hutan
08 September 2018
28 Minggu, Membantu membagikan bibit kepada
09 September 2018 masyarakat sekitar Desa Getas
29 Senin, Materi proses pemanenan hasil hutan
10 September 2018
30 Selasa, Materi proses pemanenan hasil hutan oleh
11 September 2018 mandor tebang perhutani
31 Rabu, Pembuatan makalah proses pemanenan
12 September 2018 hasil hutan dan materi inventarisasi sosial
32 Kamis, Wawancara terhadap masyarakat Desa
13 September 2018 Getas dan materi inventarisasi sosial oleh
dosen UGM
34 Sabtu, Pembuatan laporan inventarisasi sosial
15 September 2018 masyarakatat Desa Getas
35 Minggu, Materi metode penanaman tanaman hutan
16 September 2018
36 Senin, Materi biaya pembuatan tanaman hutan
17 September 2018
37 Selasa, Praktik menghitung persen jadi tanaman di
18 September 2018 petak 125
38 Rabu, Praktik menghitung persen jadi tanaman di
19 September 2018 petak 101
8

39 Kamis, a. Kurvei
20 September 2018 b. Wawancara kepada kepala BKPH
mengenai pembuatan tanaman
40 Jum’at, Membuat laporan total biaya keseluruhan
21 September 2018 pembuatan tanaman
41 Sabtu, Membuat laporan materi tanaman hutan
22 September 2018
42 Minggu, Membuat power point materi inventarisasi
23 September 2018 hutan tanaman jati dan inventarisasi sosial
43 Senin, Juknis materi TPK oleh dosen UGM
24 September 2018
44 Selasa, Praktik pengujian dan pengaplingan di
25 September 2018 TPK Banjarejo
45 Rabu, Membuat laporan materi pengujian,
26 September 2018 pengaplingan, dan TUHH
46 Kamis, Praktik materi Industri Pengolahan Kayu
27 September 2018 Gergajian di PGM Randublatung
47 Jum’at, Membuat laporan materi Industri
28 September 2018 Pengolahan Kayu Gergajian
48 Sabtu, Membuat laporan materi Industri
29 September 2018 Pengolahan Kayu Gergajian
49 Minggu, Libur
30 September 2018
50 Senin, Juknis materi penjarangan oleh dosen
01 Oktober 2018 UGM
51 Selasa, Juknis materi penjarangan oleh co.Ass
02 Oktober 2018
52 Rabu, Praktik penjarangan di petak 101
03 Oktober 2018
53 Kamis, Juknis materi perhitungan pohon yang
04 Oktober 2018 akan dijarangi dan perhitungan biaya serta
pendapatan penjarangan
54 Jum’at, Membuat power point materi pembuatan
05 Oktober 2018 tanaman hutan
55 Sabtu, Membuat laporan penjarangan dan power
06 Oktober 2018 point penjarangan
56 Minggu, Libur
9

07 Oktober 2018
57 Senin, Presentasi pembuatan tanaman hutan
08 Oktober 2018
58 Selasa, Presentasi materi TPK dan PWH
09 Oktober 2018
59 Rabu, Ujian responsi dan pertanggungjawaban
10 Oktober 2018
60 Kamis, Kembali menuju SMK Kehutanan Negeri
11 Oktober 2018 Pekanbaru

C. POTENSI WILAYAH

1. Keadaan sosial ekonomi kampus lapangan fakultas kehutanan UGM

Berdasarkan pada Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan


Hidup dan Kehutanan RI nomor 632/Menlhk/Setjen/PLA.0/8/2016
yang dikeluarkan pada tanggal 9 Agustus 2016, Universitas Gadjah
Mada (UGM) Yogyakarta diberikan hak kelola hutan seluas 10.901 ha
di wilayah BKPH Getas – Ngandong KPH Ngawi.
Hutan seluas itu berada di 16 desa, 9 desa masuk wilayah
Kecamatan Kradenan, Randublatung dan Jati (Blora, Jateng) dan 7 desa
di wilayah Kecamatan Pitu (Ngawi, Jatim). Dimana hutan tersebut
ditetapkan oleh Kementerian LHK sebagai Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus (KHDTK) yang dikelola oleh Universitas Gadjah Mada,
khususnya fakultas kehutanan sebagai hutan pendidikan dan pelatihan.
2. Sejarah Desa
Menurut perkiraan Desa Getas pada waktu Nenek Moyang saat
itu masih pedalaman yang belum bernama, tokoh yang membuka Desa
Getas dikenal dengan nama Raden Sukmo Endro. Raden Sukmo Endro
merupakan seorang pangeran yang berasal dari daerah istimewa
Yogyakarta kemudian dating di wilayah yang sekarang disebut Desa
Getas. Raden Sukmo Endro bertemu seseorang dan beliau bertanya
kepada orang tersebut arah yang menuju ke utara kemana? Orang
tersebut menjawab dengan suara yang keras atau Getas maka Raden
10

Sukmo Endro dengan membawa teken atau tongkat kayu jati langsung
di tancapkan dengan maksud sebagai tanda bahwa besuk apabila
menjadi dusun atau desa di beri nama getas dan tongkat atau teken
tersebut sampai sekarang masih berwujud hidup yaitu pohon jati (JATI
PUNDEN) di dusun getas.
3. Kondisi Desa
Desa Getas terdiri dari Sembilan dusun dengan luas wilayah
815 Ha. Wilayah desa Getas termasuk dataran tinggi dengan ketinggian
±700 sampai 1200 M diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 23
sampai 26°C. Letak topografi tanahnya perbukitan, dengan luas lahan
persawahan dengan irigasi setengah teknis seluas 49 ha, tadah hujan 30
ha, serta lainnya merupakan lahan pertanian kering dan pemukiman.
Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani untuk lahan pertanian
dan perkebunan.
4. Potensi Desa
Desa Getas adalah salah satu dari 14 desa yang ada di
Kecamatan Kaloran Letaknya di sebelah Timur Ibukota Kecamatan
Kaloran, selain pemukiman dan pekarangan lahan seluas ±79 ha
digunakan untuk pertanian basah (sawah) beririgasi non teknis.
masyarakat di desa ini mayoritas Petani. Desa Getas juga memiliki
potensi hutan rakyat, karena masyarakat menggunakan lahan
pertaniannya untuk ditanami tanaman sengon, disamping itu tanaman
industry yang ada di desa ini adalah tanaman singkong, Jagung, Kopi
dan Sayur sebagai makanan pokok penduduk desa.
BAB III

PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan praktik industri SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru


Tahun Ajaran 2018/2019 jurusan Teknik Produksi Hasil Hutan
dilaksanakan di Kampus Lapangan Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada Desa Getas, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Timur dimulai
dari tanggal 13 Agustus – 11 Oktober 2018.

B. Kondisi Geografis

Getas Pejaten, secara geografis Desa Getas Pejaten berada antara


garis 7° 4” - 7° 8” Lintang Selatan LS dan garis 110° 38” - 110° 44” Bujur
Timur BT dengan baris batas sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Wilayah kecamatan kota


2. Sebelah Timur : Desa Loram Kulons
3. Sebelah Barat : Desa Jati Kulon
4. Sebelah Selatan : Desa Tanjung Karang
Wilayah Desa Getas terletak pada ketinggian rata-rata 17 m diatas
permukaan laut, dengan iklim tropis serta bertemperatur sedang. Luas
wilayah Desa Getas mencapai 152,191 ha.

Gambar 1. Peta kawasan getas

11
12

C. Kegiatan

1. Penataan dan Pengorganisasian Kawasan

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan ini adalah


peta kawasan hutan petak 79, kompas, pita meter, clinometer, laptop
dan GPS.

b. Pelaksanaan

1) Mengetahui kondisi batas kawasan anak petak 79 dari penafsiran


citra foto udara

2) Melakukan evaluasi kondisi alur dan kondisi batas anak petak


melalui foto citra udara

3) Melakukan pengukuran terhadap petak dan membandingkan


dengan hasil pemotretan foto udara sebelumnya, serta pengecekan
pal batas

4) Membuat laporan hasil akhir penataan kawasan hutan

c. Pembahasan

Dalam Undang–Undang Pokok Kehutanan (UUPK) No. 41


tahun 1999 disebutkan bahwa kegiatan pengukuhan kawasan hutan
dilaksanakan untuk memberikan kepastian hukum atau kawasan
hutan. Tujuan penataan dan pengorganisasian kawasan hutan adalah
untuk menata dan mengatur bentuk pemanfaatan, unit terkecil
pengolahan dan konfigurasi penggunaan lahan di dalam kawasan
hutan. Termasuk didalamnya peruntukan kawasan tersebut diikuti
dengan pembentukan organisasi dan strukturnya yang bertugas untuk
menjadi pelaksana dan pengendali mandat penataan kawasan hutan
sampai dengan tingkat unit organisasi kawasan terkecil. Penataan
areal merupakan kegiatan mengatur areal kerja tahunan ke dalam
13

petak–petak kerja guna memudahkan dalam perencanaan,


pelaksanaan dan pengawasan dalam setiap kegiatan pengusahaan
yang dilakukan. Petak merupakan bagian terkecil dari bagian hutan
yang berfungsi sebagai wadah pelaksanaan dan penyelesaian
tindakan manajemen langsung (kesatuan manajemen), yaitu kegiatan
penanaman, pemeliharaan dan pemungutan hasil, dan juga sebagai
satu kesatuan administrasi.

Pada materi ini kami melakukan praktik pengukuran dan


pemetaan hutan serta pengecekan pal batas di petak 79, pal batas
berfungsi sebagai pembatas suatu petak dengan petak lainnya.
Pengambilan data di lapangan dilakukan dengan metode terestris dan
metode extraterestris. Metode terestris yaitu pengambilan data
dengan alat sederhana, seperti clinometer, kompas dan teodolit.
Sedangkan metode extraterestris yaitu pengambilan data dengan alat
moderen, seperti GPS. Dalam kegiatan praktik penulis menggunakan
kedua metode tersebut, alat yang digunakan yaitu clino, kompas dan
GPS. Clinometer digunakan untuk mengukur kelerangan, kompas
digunakan untuk menentukan azimuth (sudut kompas) dan GPS
digunakan untuk menentukan koordinat titik X dan Y. Namun setiap
alat mempunyai kelebihan dan kekurangan yang harus
dipertimbangkan demi keefektifan dan keefisiensian kegiatan di
lapangan maupun hasil peta yang didapatkan.

Data yang sudah dikumpulkan dari lapangan, yaitu pada


petak 79 selanjutnya diolah dengan digital baik dengan microsoft
excel untuk data yang diambil dengan alat sederhana ataupun dengan
aplikasi arcgis untuk data yang diambil oleh GPS. Dari hasil yang
sudah didapatkan perbandingan luasan peta yang diolah
menggunakan microsoft excel atau dengan aplikasi arcgis berbeda.
Tingkat keakuratan peta lebih tinggi dengan data yang diolah dengan
arcgis dikarenakan selisih luasan peta arcgis dengan peta hasil citra
foto udara sebelumnya tidak terlalu besar.
14

Gambar 2. Peta evaluasi petak 79

2. Inventarisasi Pada Hutan Tanaman Jati

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan ini adalah


peta kerja areal BKPH Getas skala 1:10.000, kertas milimeter, kalkir,
gunting, busur derajat, lem, tally sheet, kompas, pita meter,
cristenmeter, tali, parang, kalkulator, tabel norma, tabel WvW dan
alat tulis.

b. Pelaksanaan

1) Membuat peta perencanaan penentuan petak ukur secara manual


dan digital

2) Menentukan titik ikat petak ukur dan titik koordinat setiap


petak ukur

3) Melakukan pengukuran tinggi, keliling, diameter, lbds, serta


pengamatan risalah hutan

4) Lakukan analisis data, sehingga diperoleh data potensi (volume


kayu/hektar) dan kelas hutannya sebagai dasar pembuatan
rencana pengelolaan hutan selanjutnya.

5) Membuat laporan inventarisasi hutan tanaman jati


15

c. Pembahasan

Inventarisasi hutan jati (khususnya di Jawa) mengacu pada


SK Dirjen Kehutanan No. 143/ Kpts/Dj/I/74 tanggal 10 Oktober
1974 tentang “Peraturan Inventarisasi Hutan Jati”. Pelaksanaan di
lapangan dilakukan dengan cara “Description of Unit Area” atau
lebih dikenal dengan istilah “Perisalahan Hutan”. Deskripsi atau
perisalahan dilakukan dengan terhadap tegakan, tanah, lapangan,
dan tumbuhan bawah. Data hasil deskripsi dapat digunakan untuk
menentukan kelas hutan masing–masing unit petak/anak petak dan
akhirnya dapat dihitung “potensi produksi” kawasan hutan yang
diinventarisasi.

Dalam kegiatan praktik di lapangan digunakan peta


perencanaan sebagai petunjuk dalam penentuan titik plot ukur yang
dibuat secara manual maupun digital. Langkah langkah dalam
membuat peta perencanaan secara manual yaitu :

1) Jiplak peta kerja skala 1:10.000 dengan kertas kalkir dan


tempelkan diatas milimeter

2) Tentukan koordinat titik X dan Y peta tersebut

3) Cari angka random dengan kalkulator

4) Kalikan angka random dengan titik X dan Y dan


dapatlah Xmax dan Ymax.

5) Buat suatu titik pada pada koordinat titik Xmax dan


Ymax yang sudah didapatkan (sebagai titik awal)

6) Dari titik awal tersebut buatlah titik–titik yang berjarak 2


cm, karena jarak sebenarnya antar petak ukur dilapangan
adalah 200 m.

7) Bandingkan titik plot yang ada di peta dengan


perhitungan
16

8) Apabila sudah cocok tentukan titik ikat dan jalur yang


tepat agar semua plot dapat diinventarisasi

Gambar 3. Peta perencanaan manual

Sedangkan langkah–langkah membuat peta perencanaan


inventarisasi hutan tanaman secara digital adalah sebagai
berikut :

1) Connect folder project


2) Ambil peta shp petak ebagai project
3) Export data petak Project
4) Search, Fishnet, creat fishnet data
5) Pilih Tempat penyimpanan, Nama File Fishnet_Petak 106
6) Masukkan ukuran Widht dan Height 200 m
7) Columnya dan Barisnya Masukkan 5. Klik Create.
8) Sesuaikan berapa titik yang bisa masuk kedalam petak
tersebut, jika ada yang tidak masuk hapus titiknya.
9) Jika perlu export juga petak yang ada di sekeliling petak
yang akan di inventarisasi, sebagai informasi
10) Layout peta dengan memberi informasi petak berapa, arah
mata angin, skala, legenda, dll.

11) Tambahkan juga pada informasi titik kordinat setiap titik


kordinat x,y yang telah masuk ke dalam petak perencanaan,
17

agar memudahkan dilapangan untuk menuju titik plot


tersebut

Gambar 4. Peta perencanaan digital

Perbedaan pembuatan perencanaan plot secara digital


maupun manual untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari
masing–masing metode. Kelebihan dari perencanaan plot secara
manual adalah dapat mengetahui proses pembuatan perencanaan
plot secara sistematik dan alat yang dibutuhkan sederhana,seperti
kertas kalkir, milimeter block dan alat tulis, namun kekurangannya
adalah membutuhkan waktu yang lama untuk pengerjaannya.
Sedangkan kelebihan dari pembuatan perencanaan plot secara
digital yaitu mempersingkat waktu dan lebih mudah menentukan
titik plot di lapangan karena titik koordinat setiap plot sudah dapat
diketahui, dan kekurangannya adalah membutuhkan alat modern,
yaitu laptop.

Peta perencanaan inventarisasi tersebut dijadikan petunjuk


saat berada di lapangan untuk menentukan plot ukur–plot ukur
pada suatu petak. Bentuk plot ukur pada inventarisasi hutan
tanaman adalah lingkaran dengan ukuran plot ukur bervariasi
tergantung pada kelas umurnya.

KU I – II : Luas PU 0,02 ha (jari-jari, r = 7,98 m)


18

KU III - IV : Luas PU 0,04 ha (jari-jari, r = 11,28 m)

KU V ke atas : Luas PU 0,1 ha (jari–jari, r = 17,84 m)

Jarak antar plot ukur di lapangan adalah 200 m x 200 m dengan


arah jalur utara – selatan.

Setelah data terkumpul, data diolah pada microsoft excel


untuk mencari setiap PK, ada 3 macam PK, PK 1 terdiri dari
tinngi pohon, lbds, diameter, dan keliling atau berisi data dimensi
pohon, PK 2 terdiri dari tabel norma (per ha), DK (derajat
kesempurnaan), dan KBD, dan PK 2 terdiri dari risalah hutan
yang diwakili 1 PU, umur tanaman, bonita, Oh (peninngi), dkn, dan
kbds yang sebelumnya sudah diolah pada tabel rata–rata per hektar.
Data yang sudah diolah dijadikan sebagai data update inventarisasi
hutan tanaman jati yang dilakukan setiap 10 tahun sekali.

3. Pembukaan Wilayah Hutan

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan ini adalah peta
RPH Getas dengan skala 1:10.000, kertas kalkir, benang, alat tulis,
clinometer, kompas, penggaris, pita meter, parang dan tally sheet.

b. Pelaksanaan

1) Menjiplak peta getas

2) Menghitung dan membandingkan prosen pembukaan wilayah hutan


menggunakan metode dogrit dan metode sabuk imajiner

3) Melakukan praktik di petak 53, dengan mengevaluasi profil jalan


(jarak lapangan, azimuth, dan healing), standar jalan, konstruksi
gorong–gorong, dan jembatan.

4) Membuat grafik jalan berdasarkan data azimut dan healing


19

5) Membuat laporan pembukaan wilayah hutan

c. Pembahsan

Pembukaan wilayah hutan (PWH) merupakan langkah awal


dalam pengelolaan hutan yang lestari (Sustaineble Forest
Management). Fungsi PWH diusahakan tidak hanya untuk kegiatan
eksploitasi, tetapi mencakup seluruh aspek pengelolaan hutan termasuk
perencanaan, penanaman, pemeliharaan dan pengawasan. Dalam
praktik ini penulis mengamati aspek pemeliharaan pada kegiatan PWH
yaitu pemeliharaan jalan hutan guna memperlancar seluruh kegiatan di
dalam hutan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengupdate kondisi jalan
dengan melakukan pengamatan dan pengukuran segmen–segmen jalan
hutan yang selanjutnya akan dibuat grafik untuk mengetahui perubahan
yang terjadi pada jalan hutan. Ada dua macam grafik yang akan dibuat
yaitu grafik dengan mengolah data kelerengan (healing) untuk
mengetahui kondisi topografi jalan dan grafik untuk mengetahui
belokan-belokan yang ada di jalan hutan dengan mengolah data azimut
dan jarak lapangan. Setelah mengolah grafik azimut dan jarak lapangan,
tentukan besar kecepatan yang harus dilalui kendaraan pada saat
melewati tikungan tersebut. Besar kecepatan yang sudah didapatkan
pada peta dapat digunakan sebagai acuan rambu–rambu untuk memberi
tahu kepada para pengendara agar mengatur kecepatan kendaraannya
pada saat melewati belokan pada jalan hutan yang tertera pada rambu–
rambu. Belokan harus dikonstruksi dengan radius yang cukup karena
untuk mengantisipasi truk yang bermuatan kayu cukup besar, sehingga
belokan jalan hutan tidak boleh terlalu tajam dan juga kecepatan truk
yang harus sesuai dengan aturan rambu–rambu. Hal ini guna
menghindari kerusakan yang terjadi pada jalan hutan apabila kecepatan
setiap kendaraan melebihi standar yang seharusnya. Data yang
didapatkan penulis terdapat tiga belokan yang mempunyai hasil 25 dan
30, dalam predikat yang sudah ditentukan dari hasil tersebut pengendara
harus mnegatur kecepatannya yaitu 30km/jam dan 50km/jam pada
20

ketiga belokan tersebut. Selain mengamati dan mengukur jalan hutan,


penulis juga mengevaluasi keadaan gorong–gorong dan jembatan yang
terdapat di areal jalan hutan tersebut, gorong-gorong (culvert) adalah
suatu istilah yang berada dibawah permukaan jalan yang arahnya
melintang dari arah jalan tersebut, lebar maksimumnya adalah selebar
jalan dimana saluran itu dibuat, fungsi dari gorong–gorong itu sendiri
untuk membawa aliran air irigasi sedangkan jembatan berfungsi
sebagai sarana infrastruktur penghubung satu jalan dengan jalan yang
lain, gorong–gorong dan jembatan merupakan bagian penting dalam
pembuatan jalan hutan. Namun pembukaan jalan hutan ini mempunyai
dampak negatif terhadap produktivitas kawasan hutan dan penurunan
kualitas air apabila jalan hutan dipadatkan dengan aspal atau beton
sehingga menyebabkan air tidak bisa menembus ke tanah. Jalan hutan
dapat diklasifikasikan menjadi jalan utama, jalan cabang, jalan ranting
dan jalan sarad. Jalan utama adalah jalan yang membagi areal kawasan
hutan menjadi dua sama besardan menghubungkan bagian–bagian
hutan dengan areal luar hutan, jalan cabang adalah jalan yang
menghubungkan bagian di dalam hutan dengan jalan utam, jalan ranting
adalah jalan yang menghubungkan areal dalam hutan delan jalan
cabang, dan jalan sarad adalah jalan yang menghubungkan individu
pohon dengan jalan ranting/cabang/utama. Pembangunan jaringan jalan
hutan harus dipertimbangkan baik dari segi teknis, ekonomis maupun
ekologis. Dari segi teknis, jalan hutan idealnya harus dibangun secara
permanen, dapat dilalui oleh kendaraan berkapasitas angkut besar
dengan kecepatan tinggi, jaringannya tersebar luas dan merata.dari segi
ekonomis, pembuatan jaringan jalan harus dapat dibiayai oleh hasil
kayu yang akan ditebang, sehingga mendapat manfaat yang setinggi–
tingginya dari pembangunan jalan tersebut. Sedangkan dari segi
ekologis, pembangunan jalan hutan harus dapat memberikan
sumbangan terhadap infrastruktur, sehingga meningkatkan
pengembangan wilayah daerah. Jalan hutan yang akan dibangun
21

biasanya direncanakan sampai sejauh fungsinya, fungsi setiap ruas jalan


hutan akan sangat erat kaitannya dengan standar jalan.

Gambar 5. Grafik jalan (healing)

4. Pemanenan Hasil Hutan

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah stopwatch, tally


sheet, alat tulis, alat dokumentasi dan lapotop.

b. Pelaksanaan

1) Menyusun elemen–elemen kerja kegiatan pemanenan hasil hutan

2) Melakukan pengamatan dan menghitung waktu elemen–elemen


kerja pada petak 65F

a) Pencatatan informasi tentang pekerjaan yang akan diamati dan


operator yang akan melaksanakan pekerjaan tersebut

b) Penyusunan langkah kerja yang akan diamati dalam elemen–


elemen kerja

c) Pengamatan waktu kerja yang digunakan operator

3) Menghitung prestasi kerja dari data yang sudah didapatkan

4) Membuat laporan pemanenan hasil hutan


22

c. Pembahasan

Pemanenan hasil hutan merupakan kegiatan mengeluarkan


hasil hutan (non kayu & kayu) dari dalam areal hutan ke
konsumen/industri pengolahan kayu dengan cara meminimalkan
kerusakan sekitar areal penebangan. Tujuan dari kegiatan pemanenan
hasil hutan adalah :

1) Mendapatkan hasil/produksi, dengan kegiatan pemasaran


dapat dihasilkan pendapatan yang dimanfaatkan untuk
membiayai seluruh kegiatan pengelolaan hutan

2) Meningkatkan produktivitas, tegakan yang sudah tua harus


dipanen untuk memberikan pertumbuhan yang lebih baik
kepada tegakan yang masih muda

3) Regenerasi hutan, untuk mengembangkan regenerasi hutan


sesuai sistem silvikultur

4) Penyelamatan (salvage cutting)

5) Memelihara kelestarian hutan

Kegiatan pemanenan dapat berdampak negatif terhadap


kawasan hutan, untuk menanggulangi masalah tersebut diadakan sistem
RIL (reduce impact logging), RIL merupakan satu set pedoman
pemanenan kayu yang dirancang untuk mengurangi dampak kerusakan
lingkungan dari penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. Penerapan
RIL dilakukan karena mencegah kerusakan lingkungan besar akibat
pemanenan dan agar perencanaan pemanenan lebih terencana. Berikut
adalah prinsip penerapan RIL :

1) Planning

2) Doing

3) Controlling
23

4) Evaluation

5) Action

Pada materi Pemanenan Hasil Hutan (PHH), penulis


melaksanakan praktik pengamatan waktu kerja di petak tebangan 65F.
Pengamatan waktu kerja (time study) itu sendiri adalah suatu cara untuk
menemukan waktu yang dibutuhkan oleh pekerja dalam menyelesaikan
suatu pekerjaan tertentu dan memberikan output berupa menit atau
detik. Manfaat atau kegunaan time study dalam pemanenan hasil hutan
adalah untuk membuat penjadwalan dan perencanaan kerja,
menentukan besar ongkos produksi, serta menentukan jumlah operator.

Dalam kegiatan pemanenan terdapat elemen–elemen kerja.


Elemen kerja terbagi menjadi elemen kerja utama dan elemen kerja
allowance. Elemen utama yaitu suatu kegiatan yang memberikan
perubahan terhadap rangkaian proses pemanenan, seperti menuju ke
pohon, penentuan arah rebah, pembuatan takik rebah, pembuatan takik
balas, pembersihan cabang, pembersihan pangkal, pengukuran panjang
sebelum pembagian batang, penomoran/letering dan penyaradan.
Sedangkan elemen kerja allowance yaitu suatu kegiatan yang
mempunyai pengaruh pemanenan tetapi tidak menghasilkan perubahan
dalam proses pemanenan, seperti persiapan alat, pengsian BBM dan
waktu istirahat para pekerja. Dalam perhitungan prestasi kerja
dibutuhkan waktu normal dengan menentukan leveling factor operator.
Leveling faktor merupakan koefisien yang digunakanuntuk mengubah
rata–rata waktu yang dipakai oleh seorang ahli/kurang ahli menjadi
waktu untuk orang normal. Angka leveling factor didapatkan dari data
operator, seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, pengalaman bekerja,
jumlah keluarga dan jarak rumah ke lokasi pemanenan.

Hasil perhitungan time study merupakan lamanya waktu


pekerja dalam kegiatan proses pemanenan. Fungsi melakukan
perhitungan time study untuk mengetahui prestasi kerja operator.
24

Gambar 6. Hasil Prestasi Kerja

5. Pembuatan Tanaman Hutan

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah cristenmeter,


pita meter, GPS, clinometer, alat tulis dan tally sheet.

b. Pelaksanaan

1) Mempelajari proses pembuatan tanaman hutan mulai dari


perencanaan sampai pelaksanaan di lapangan

2) Melakukan praktik di petak 125 dan petak 100 dengan membuat


petak ukur 20 x 40 m

3) Hitung pohon dan amati tata ruang bidang tanaman dari setiap jenis
tanaman

4) Menghitung prosen jadi tanaman dan skoring keberhasilan tanaman,

5) Menaksir biaya apabila dilakukan pembuatan tanaman pada petak


100 dan 125 dengan luas petak yang sudah diketahui

6) Membuat laporan dan layout tanaman hutan

c. Pembahasan
25

Salah satu upaya dalam mempertahankan kelestarian sumber


daya hutan yang dikelola berdasarkan sistem silvikultur tebang habis
dengan permudaan buatan adalah dengan dibuatnya tanaman hutan.
Pembuatan tanaman hutan merupakan awal dari kegiatan berproduksi
dan merupakan investasi yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
kayu untuk masyarakat.

Sistem pembuatan tanaman oleh perhutani biasanya dilakukan


dengan dua cara, yaitu sistem banjar harian dan sistem tumpangsari.
Pada sistem banjar harian, pesanggem diberi upah tetapi tidak boleh
melakukan penanaman dengan jenis tanaman pertanian di lokasi yang
bersangkutan, sedangkan untuk tanaman tumpangsari pesanggem tidak
diberi upah namun diberi hak untuk menanami lokasi tersebut dengan
tanaman pertanian.

Pada sistem tanaman tumpangsari terdapat lima macam


tanaman dengan fungsi yang berbeda–beda :

1) Tanaman pokok

Tanaman yang diusahakan sesuai dengan kelas


perusahaan (jati) yang merupakan jenis dengan tujuan utama.

2) Tanaman pengisi

Tanaman jenis lain yang penanamannya berelang pada


larikan tanaman pokok, umumnya 4 jati kemudian 1 pengisi.
Fungsinya untuk mengurangi sifat buruk dari tanaman
monokultur dan untuk. Jenis yang digunakan adalah jenis–jenis
yang mampu berdampingan hidup dengan jati, seperti mahoni,
mimba, mindi, kesambi, dll.

3) Tanaman sela

Tanaman yang ditanam diantara larikan jati secara rapat


(tidak terputus). Fungsi tanaman sela adalah penghasil HMT,
26

sebagai penahan erosi dan meningkatkan tingkat kesuburan


tanah. Jenis tanaman yang digunakan umumnya dari
leguminoseae, seperti lamtoro.

4) Tanaman tepi

Tanaman yang ditanam pada tepi petak/anak petak (di


dalam tanaman pagar), yang berfungsi sebagai pembatas antar
tanaman dengan tahun tanam yang berbeda dan juga untuk segi
keindahan. Jenisnya biasanya mahoni atau kesambi.

5) Tanaman pagar

Tanaman yang ditanam paling tepi, fungsinya sebagai


pembatas antar petak dan pelindung tanaman yang masih muda
khususnya dari gangguan hewan ternak. Jenis tanaman yang
digunakan biasanya tanaman berduri, seperti secang, pilang atau
klampis.

Adapun faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan


pembuatan tanaman hutan adalah metode penanaman, persiapan
lahan, teknik penanaman, jarak tanam, kualitas bibit dan
pemeliharaan tanaman. Metode penanaman banyak dilakukan
berdasarkan pengupahan dan berdasarkan kulturnya. Untuk
metode pengupahan terdapat beberapa kegiatan seperti borongan
dan banjar harian, para pekerja diupah mulai dari awal
penanaman sampai pemeliharaan dan banjar harian para pekerja
dibayar sesuai harian kerjanya, untuk kegiatan tumpangsari
masyarakat/pesanggem diikutsertakan untuk pengolahan hutan
dengan luas 2 – 3 ha, pesanngem yang memakai lahan tersebut
juga harus memelihara tanaman pokoknya (jati), tanaman yang
ditanami para pesanggem adalah tanaman musiman seperti padi
dan jagung, dan kegiatan komplangan yaitu kegiatan menggarap
lahan pertanian di luar kawasan hutan. Sedangkan pembuatan
27

tanaman berdasarkan kulturnya terdapat kegiatan seperti


cemplungan, tugul, jalu, dan jalur penyekat.

Persiapan lahan merupakan salah satu faktor terpenting


yang perlu dilakukan dalam memulai usaha budi daya. Persiapan
lahan yang baik berpengaruh besar terhadap produktivitas
tanaman dan bisa meningkatkan hasil panen hingga 30%.
Persiapan lahan meliputi beberapa kegiatan, mulai dari
pembersihan (land clearing), pengolahan tanah, dan penggaruan
lahan. Land clearing adalah pembersihan lahan yang akan
dijadikan area pertanaman. Land clearing dengan manual
dilakukan dengan tangan manusia langsung menggunakan alat
sederhana seperti cangkul, parang, dll. Sedangkan land clearing
yang dilakukan dengan mekanis dilakukan menggunakan
berbagai macam mesin pertanian seperti traktor.

Pengolahan tanah merupakan cara untuk memeperbaiki


kondisi fisik, kimia maupun biologi tanah. Setelah tanah diolah,
dilakukan penggaruan, penggaruan dapat dilakukan menggunakan
cangkul/traktor dengan tujuan menghancurkan gumpalan–
gumpalan tanah yang keras sehingga struktur dan tekstur tanah
memungkinkan untuk ditanami.

Jarak tanam yang ideal untuk tanaman pokok jati adalah


3m x 3m, diantara tanaman pokok tersebut dapat ditanami
tanaman sela. Penanaman dilakukan dengan arah larikan dari
timur ke barat, hal tersebut dilakukan agar sinar matahari dapat
menerobos masuk sepanjang hari sesuai dengan arah peredaran
matahari dari timur ke barat.

Kualitas bibit yang unggul juga merupakan faktor


keberhasilan suatu tanaman. Jati Plus Perhutani (JPP) merupakan
jenis tanaman jati unggul produk dari perhutani yang diperoleh
dari pemilihan jati unggul kualitas terbaik. Dalam
28

pembudidayaannya JPP dikembangkan dengan 2 metode, yaitu


dengan cara vegetatif (kultur jaringan dan stek pucuk) dan dengan
cara generatif yaitu menggunakan biji jati plus yang berasal dari
kebun benih klonal.

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi :

1) Penyiangan dan pembersihan lahan dari gulma

2) Pendangiran atau penggemburan tanah

3) Singling atau kegiatan pemotongan beberapa


cabang agar pohon tumbuh lurus

4) Wiwil daun utntuk menghilangkan tunas

Pada materi ini penulis melaksanakan praktik di petak


100 dan petak 125. Setiap petak diukur 25 m x 40 m per
kelompok, dan dihitung tegakan yang ada didalamnya. Untuk
petak 100 didapatkan prosen jadi tanaman pokok adalah 91,0%,
tanaman pengisi 43,5%, tanaman tepi 46,5%, tanaman pagar 50%,
tanaman sela 0% dan tinggi rata–ratanya adalah 6,54 m.
Sedangkan pada petak 125 didapatkan prosen jadi tanaman pokok
adalah 70%, tanaman pengisi 35%, tanaman tepi 50%, tanaman
pagar 72%, tanaman sela 0% dan tinggi rata–ratanya adalah 6,46
m. Berikut adalah tata ruang tanamann (layout) pada petak 125 :

Gambar 7. Layout tanaman


29

Taksiran total biaya pembuatan tanaman dengan mengetahui


luasan petak 100 yaitu 2,2 ha dan 125 yaitu 28 ha dihitung dari biaya
persiapan lapangan, biaya pengadaan dan pengangkutan benih dan bibit,
biaya pengadaan sarana prasarana, dan biaya pelaksanaan penanaman.
Berdasarkan prediksi perhitungan biaya penanaman yang didapatkan
untuk petak 100 sebesar Rp. 6.781.763, dan untuk petak 125 sebesar
Rp. 120.932.920 .

6. Tempat Penimbunan Kayu ( TPK)

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada kegiatan ini adalah kuesioner, alat


dokumentasi, petunjuk pengujian kayu dan alat tulis.

b. Pelaksanaan

1) Mengunjungi TPK Banjarejo

2) Menerima materi terkait TPK Banjarejo oleh ketua TPK

3) Praktik pengujian dan pengaplingan kayu oleh penguji pelaksana

4) Mengetahui organisasi TPK Banjarejo

5) Membuat laporan dan layout TPK Banjarejo

c. Pembahasan

TPK Banjarejo yang terletak di JL. Raya Sonde, Kecamatan


Pitu, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur merupakan satu–satunya
TPK yang ada di KPH Ngawi dengan jumlah 14 unit BKPH. TPK ini
memiliki luas 12,5 ha yang mampung menampung kayu hingga 20.000
m³, terdiri dari kayu jati dan kayu rimba yang memiliki sortimen A1,
A2, dan A3.

Tempat Penimbunan Kayu (TPK) adalah suatu tempat untuk


menyimpan kayu sebelum kayu dirakit, diangkut, diolah, dan
30

dipasarkan. Tempat penimbunan kayu biasanya dekat dengan tempat


pengolahan/pemasaran. Kayu berada di tempat penimbunan relatif
lebih lama dibanding dengan di tempat pengumpulan. Kayu di tempat
penimbunan ini disusun sedemikian rupa, sehingga tidak banyak
mengalami kerusakan. Menurut kepala TPK Banjarejo, syarat lokasi
untuk dijadikan TPK yaitu memiliki topografi landai dengan tujuan
agar kayu dapat dihamparkan dan kegiatan pengujian lebih mudah,
memiliki naungan yang baik agar kayu tidak terkena sinar matahari
sehingga kayu tidak mudah berubah mutu, pohon yang menjadi
naunagan adalah pohon trembesi, serta keamanan yang terkendali dari
pencurian kayu.

TPK Banjarejo merupakan tipe TPK B, karena memiliki


kapasitas penimbunan kayu diatas 10.000 m³, sedangkan tipe TPK C
memiliki kapasitas penimbunan dibawah 5.000 m³, serta tipe TPK D
yang memiliki kapasitas penimbunan dibawah 5.000 m³. Tipe TPK B
setingkat dengan ASPER. Faktor yang menentukan tipe TPK adalah
jumlah kapasitas produksi yang mampu ditampung oleh TPK. Sistem
pengolahan TPK dilakukan oleh para pegawai TPK Banjarejo yang
masing–masing mempunyai tugas dan wewenang dalam
pelaksanaannya.

Pada TPK Banjarejo, kayu yang masuk harus lewat pintu


pengarah, didampingi oleh mandor yang bertugas dalam mengatur arah
dan letak kayu. Tugas mandor pengarah tersebut adalah mencatat
jumlah batang (dokumen), register kayu, dan jumlah kayu yang masuk.
Setelah kayu masuk, kayu diterima oleh mandor penerima. Semua hasil
hutan yang masuk harus disertai surat yang sah yaitu DK 304 A untuk
kayu yang bernomor dan 304 untuk kayu yang tak bernomor. Kayu
yang sudah sah diterima lalu dibongkar dari truk pengangkutan dan
kayu dihamparkan di okasi TPK.

Kayu–kayu yang dihamparkan, akan dilakukan pengujian.


Pengujian merupakan kegiatan menetapkan, jenis, ukuran, dan mutu
31

akhir kayu yang akan menentukan besarnya PSDH yang akan


dibayarkan kepada pemerintah dan menentukan harga jual kayu
tersebut. Pengujian dilakukan oleh penguji tingkat 1, penguji tingkat 2,
dan penguji pelaksana. Pengujian kayu dilakukan setelah dokumentasi
yang masuk ke TPK sudah lengkap dicatat, kemudian kayu dibedakan
atas mutu, status, serta kualitasnya. Status kayu dibagi menjadi status
veenir, hara, industri dan lokal. Cacat yang ada pada kayu sangat
mempengaruhi mutu kayu, cacat dibedakan menjadi cacat bontos, cacat
badan, dan cacat bentuk. Penetapan mutu akhir kayu berasal dari mutu
yang paling rendah. Dilakukan penandaan pada bontos kayu setelah
penetapan mutunya, mutu U memiliki tanda segitiga merah, mutu P
memiliki tanda titik satu, mutu D memiliki tanda titik dua, mutu T
memiliki tanda min, mutu M memiliki tanda plus satu,dan mutu L
memiliki tanda plus dua. Setelah mengetahui jenis, ukuran, dan mutu
kayu, dilakukan pembuatan LHP (Laporan Hasil Pemanenan),
pembuatan LHP dilakukan dengan ketentuan satu LHP berisi dari DKB
dengan tujuan pengangkutan ke TPK yang sama, jenis kayu yang sama,
dan berasal dari bentuk tebangan yang sama. LHP merupakan hasil
verifikasi dan validasi data dengan rencana penebangan pada dokumen
RTT. LHP berasal dari tebangan yang berada pada 2 wilayah
kabupaten/kota atau lebih. LHP pada ERP PRODUKSI
diinterkoneksikan dengan SI-PUHH dan SIPNBP Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pembayaran PSDH dilakukan berdasarkan data LHP yang


telah terinterkoneksi pada SIPNBP. Kasi Madya bidang keuangan,
SDM dan umum/KSS keuangan melaksanakan pelunasan PSDH
melalui bank persepsi yang sudah diperintahkan oleh
Administratur/KKPH yang sebelumnya Kasi Madya sudah membuat
daftar rekapitulasi tagihan pembayaran PSDH yang dialporkan kepada
Administrator/KKPH. Setelah PSDH lunas, akan dilakukan penandaan
pada fisik kayu yang dilakukan oleh Ganis–PHPL–PKB menggunakan
cat biru.
32

Kayu yang telah lunas PSDH diserahkan kepada kepala TPK


untuk menjadi persediaan di TPK, dan dilakukan verifikasi terhadap
KHP, kemudian melakukan approval. Kayu yang sudah tersedia di TPK
selanjutnya dikapling. Pengaplingan merupakan pembagian blok–blok
pada kayu dengan tujuan untuk membagi petak–petak kayu berdasarkan
sortimen, diameter, status dan mutu kayu. Pada tumpukan kayu yang
sudah dikapling dilakukan penandaan dan penomoran pada fisik kayu
menggunakan cat berwarna putih untuk penomoran kapling, tanda
sabuk kapling, dan tanda sabuk kayu (satu garis untuk tanda lelang dan
tiga garis untuk tanda penjualan kontrak atau langsung). Selanjutnya
Operator ERD Pemasaran melakukan entry daftar kapling (DK 308) di
ERD Sar. Setelah daftar kapling tercatat dalam DK 308/1, kepala TPK
akan melakukan koreksi terhadap hasil entry kapling Operator ERD
Pemasaran, apabila terjadi kesalahan pengaplingan akan dilakukan
pembetulan oleh operator. Daftar kapling yang sudah dikoreksi
kemudian dilakukan approval/disetujui oleh kepala TPK. Kapling yang
sudah siap jual deserahkan ke KBM penjualan disertai dengan dokumen
register daftar kapling yang ditandatangani kepala TPK dan asisten
manager penjualan.

Berdasarkan pengamatan di TPK Banjarejo, pada nomor


kapling 16142 dan nomor kayu 903 dengan bulan tebang Juli 2018
merupakan jenis sortimen A3 dengan diameter 35 cm dan panjang 160
cm, sehingga menghasilkan volume 0,15 m³ dan memiliki mutu T,
penetapan mutu T dikarenakan kayu ini memiliki cacat mata kayu.
33

Gambar 8. Penandaan kapling

Dalam rangka memperbaiki tata kelola kehutanan di Indonesia


pemerintah telah melakukan kebijakan dalam Penatausahaan Hasil
Hutan (PUHH) dan Iuran Kehutanan (PSDH, DR, PNT, IUPHH) dari
Official Assessment secara manual menjadi Self Assessment secara
elektronik melalui Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SI-
PUHH).

Kegiatan penatausahaan hasil hutan meliputi perencanaan


produksi, pemanenan atau penebangan, penandaan, pengukuran dan
pengujian, pengangkutan, penimbunan, pengolahan, dan pelaporan.
Tujuan dalam penatausahaan hasil hutan untuk memberikan kepastian
hukum dan pedoman kepada semua pihak yang melakukan usaha atau
kegiatan pada bidang kehutanan. Diharapkan penatausahaan hasil hutan
dapat berjalan dengan baik, agar kelestarian hutan, pendapatan negara,
serta pemanfaatan hasil hutan dapat berjalan secara optimal.

TPK disebut juga showroom bagi kayu hasil hutan. Untuk


mempermudah pembelian kayu di Perhutani, kini pihak perhutani
menawarkan 4 cara yang bisa dipilih dalam proses pembelian kayu,
yaitu :

1) Dengan cara sistem kontrak

Pembelian dengan sistem kontark dilakukan khusus


untuk pembelian kayu dengan volume besar, minimal 200 m³.
34

Pada sistem kontrak pembeli mengajukan rencana kontrak


pembelian terhadap kepala unit melalui kepala biro pemasaran
yang ada di salah satu unit berikut : Unit I di Semarang – Jawa
Tengah, Unit II di Surabaya – Jawa Timur dan Unit III di
Bandung–Jawa Barat.

2) Pembelian secara langsung

Pembelian secara langsung dilakukan jika volume


pembelian kayu dibawah 200 m³, dengan cara pembeli
menghubungi KBM Sar kayu, ada 6 jumlah KBM di Pulau Jawa
yang melayani pembelian kayu secara langsung, yaitu di Tegal,
Cepu, Madiun, Bojonegoro, Probolinggo dan Bandung.

3) Pembelian melalui lelang konvensional

Pembeli dapat mengikuti lelang kayu yang dilakukan


oleh pihak perhutani 2 kali seminggu, yakni setiap hari senin
dan kamis. Biasanya jadwal pelelangan diinformasikan kepada
masyrakat melalui surat kabar.

4) Pembelian melalui lelang online

Pembelian secara lelang online dapat dilakukan dengan


mendaftar menjadi anggota terlebih dahulu ke website
www.ipasar.co.id.

7. Industri Pengolahan Kayu Gergajian

a. Alat dan Bahan

Alat yang digunkan pada kegiatan ini adalah kuesioner, alat


dokumentasi dan alat tulis.

b. Pelaksanaan

1) Mengunjungi pabrik pengolahan kayu gergajian di PGM


Randublatung
35

2) Mengetahui proses penerimaan kayu di PGM Randublatung

3) Mengetahui proses pengoperasian alat pengolahan kayu gergajian

4) Mengetahui proses pemeliharaan alat, yaitu pengasahan

5) Membuat laporan industri pengolahan kayu gergajian

c. Pembahasan

Pada materi industri pengolahan kayu gergajian, penulis


mengunjungi pabrik PGM Randublatung yang terletak di Desa Wulung,
Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah.
PGM Randublatung merupakan bagian dari Project Management Unit
Revitalisasi Industri Kayu Divisi Regional Jawa Tengah. Pendirian
PGM Randublatung bertujuan untuk :

1) Mengolah kayu jati berupa log menjadi bahan baku setengah


jadi, sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah dalam
mengehntikan eksport kayu kasar/log secara bertahap

2) Melaksanakan program pemerintah dalam pembangunan


sektor industri

3) Menciptakan lapangan pekerjaan

4) Mendapatkan nilai tambah

PGM Randublatung dibangun pada tahun 1954 yang


merupakan bagian dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Randublatung. Pada tahun 2018 ini KBM hasil industri hasil hutan
dipecah menjadi KBM industri kayu dan KBM industri non kayu. PGM
Randublatung merupakan kepemilikan dari Badan Usaha Milik Negara
(BUMN).

Produksi yang ada di PGM Randublatung diawali dari TPK


Log/TPK Intake dan berakhir di TPK RST. Untuk menunjang proses
produksi, PGM Randublatung memiliki 1 unit pengasahan, TPK
36

Log/TPK Intake, 3 unit Log TPK RST, 1 unit bengkel teknik mesin dan
listrik, serta administrasi berada di kantor PGM Randublatung.

TPK Log berkewajiban menyediakan kayu log sebagai Bahan


Baku Industri (BBI) yang dipasok oleh TPK–TPK terdekat dengan
alokasi sesuai target yang ditetapkan Perum Perhutani Divisi Regional
Jawa Tengah. TPK–TPK pemasok antara lain dari wilayah (KPH)
Cepu, Randublatung, Blora, Mantingan, Kebonhardjo dan Purwodadi.
Penggergajian mesin mempunyai tugas menggergaji kayu log menjadi
jeblosan maupun untuk memenuhi order Komponen/RST.

Penggergajian mesin mempunyai tugas menggergaji kayu log


menjadi jeblosan maupun untuk memenuhi order Komponen/RST.
Kapasitas produksi terpasang per-pabrik ± 1.125 m³ perbulan atau
13.500 m³ pertahun. Mesin–mesin utama untuk proses produksi :

1) Log Bandsaw 3 buah (masing–masing 1 Bh per PG)

2) Band Resaw 9 buah (masing–masing 3 Bh per PG)

3) Cross Cut 9 buah (masing–masing 3 Bh per PG)

Di PGM Randublatung, mesin–mesin pengolahan kayu


gergajian membutuhkan pembangkit yang besar. Untuk menggerakkan
semua alat, penyalaan mesin–mesin gergajian membutuhkan waktu 15
menit dengan biaya 2 – 3 juta. Dalam satu hari mesin–mesin tersebut
mengolah 15 m³ sampai 45 m³ apabila ketiga alat bekerja dan
menghasilkan 3 – 9 m³. Pemotongan kayu dilakukan berdasarkan
orderan, misalnya pemotongan 14 x 64, 64 untuk tebal kayu, dan 14
adalah jumlah potongannya.

Pemasaran serta penjualan hasil produksi PGM Randublatung


saat ini dilayani melalui KBM Pemasaran yang berada di kantor Divisi
Regional Jawa Tengah, Semarang. Penjualan dapat melalui pesanan
(order) melalui proses kontrak maupun penjualan langsung. Untuk
pelayanan penjualan luar negeri/eksport dilaksanakan melalui Kantor
37

Pusat Perum Perhutani. Adapun negara tujuan eksport yang pernah


dilaksanakan antara lain beberapa negara yaitu Asia, Eropa, Amerika
dan Timur Tengah.

Dalam penanganan limbah pabrik, pihak PGM Randublatung


mengizinkan masyarakat mengambil sisa–sisa potongan kayu gergajian
yang biasanya dimanfaatkan masyarakat untuk memasak ataupun
dimanfaatkan untuk yang lain. Kegiatan ini merupakan dampak positif
dari keberadaan pabrik bagi masyarakat disekitarnya. Adapun masalah
yang sering terjadi di pabrik yaitu pekerja yang mengalami kecelakaan
ringan, seperti terjepit kayu dan terkena gergaji, serta demo para pekerja
untuk dinaikkan gajinya.

Gambar 9. Mesin pengolahan kayu

8. Inventarisasi Sosial Masyarakat Desa Hutan

a. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada kegiatan ini adalah


kuesioner, interview guide, alat dokumentasi, alat perekam, laptop dan
alat tulis.

b. Pelaksanaan

1) Menyiapkan kuesioner dan interview guide

2) Melakukan survei ke desa dengan mewawancarai 15 responden dan


5 informan
38

3) Membuat rekapitulasi data dan diagram analisis kehidupan


masyarakat Desa Getas

4) Membuat laporan inventarisasi sosial masyarakat desa hutan

c. Pembahasan

Pada praktek materi inventarisasi sosial ekonomi masyarakat


desa hutan dilakukan di di Desa Getas, Kecematan Kradenan,
Kabupaten Blora. Desa ini bersebelahan secara langsung dengan hutan
konsesi milik perhutani yang termasuk ke dalam BKPH Getas. Untuk
mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat di desa ini, penulis
melakukan wawancara terhadap 15 responden dan 5 informan yang
terdi dari kepala desa, kepala organisasi tani, mantri/mandor, RT/RW,
dan ketua LMDH.

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di Desa


Getas sebagian besar responden yang kami jumpai berumur antara 49-
57 tahun dengan presentase 32% sedangkan umur terendah ada pada
rentang 76 – 84 tahun dengan presentase 2%. Hampir pada setiap
rumah responden yang kami kunjungi, mempunyai “Mbah”
nenek/kakek tua yang memilki umur lebih dari 60 tahunan.
39

Gambar 10. Sebaran umur responden

Tingkat pendidikan masyarakat di desa ini bisa dikatakan


belum terlalu bagus, karena dari hasil wawancara kami memperoleh
hampir 50% dari responden memiliki tingkat pendidikan terakhir
sekolah dasar, hanya 4% yang mencapai gelar sarjana. 8% orang
bahkan tidak sekolah sama sekali.

Gambar 11. Diagram pendidikan

Dilihat dari mata pencaharian masyarakat, dapat digolongkan


menjadi usaha tani dan non tani. Untuk usaha tani itu hampir lebih dari
70% dari masyarakat memiliki pekerjaan pokok sebagai petani, namun
sebagian masyarakat. Pekerjaan pokok masyarakat pada usaha non tani
yang tertinggi adalah sebagai peternak.
40

Gambar 12. Diagram pendapatan non usaha tani

Komoditas yang paling digemari oleh masyarakat untuk


ditanam di lahan mereka adalah padi, jagung dan tebu. Jenis-jenis ini
lebih digemari karena perawatannya yang gampang dan cocok dengan
tipikal tanah di sini yang berbatuan kapur dan kering pada musim
panas. Hasil panen berupa jagung biasanya akan dijual dalam kedaain
kering dengan tujuan meningkatkan nilai tambahnya. Jagung kering
dihargai Rp4100/kg dibandingkan dengan agung basah yang hanya
Rp2.900/kg. Hasil panen berupa padi biasanya dimanfaatkan untuk
kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat. Ada juga masyarakat yang
menjual hasil gabahnya seharga Rp4000/kg. Jenis komoditi yang paling
digemari adalah jagung yaitu 59% sedangkan yang paling rendah
adalah jati yaitu 6%.

Gambar 13. Diagram komoditas petani

Selain sebagai petani, sebagian besar masyarakat juga


memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak. Hewan favorit yang
paling banyak diternakkan adalah ayam. Ayam adalah hewan yang
mudah dirawat namun harga jualnya masih relatif rendah. Jumlah ayam
41

yang dimiliki oleh responden yang kami ambil adalah 99 ekor. Ternak
yang paling sedikit adalah sapi berjumlah 61 ekor.

Gambar 14. Diagram jumlah kepemilikan ternak

Kepemilikan lahan masyarakat Desa Getas dibagi menjadi 2


yaitu lahan pinjaman dari perhutani sebagai usaha tumpang sari petani
atau disebut juga lahan negara dan lahan milik yang diperoleh oleh dari
hasil membeli atau warisan keluarga. Dari hasil wawancara lebih dari
50% lahan yang dimiliki warga untuk bertani merupakan lahan negara
atau perhutani.

Gambar 15. Diagram kepemilikan lahan

Berdasarkan UMR Kabupaten Blora tahun 2017, sejumlah


Rp1.438.100 maka pendapatan masyarakat dapat digolongkan ke dalam
pendapatan di atas UMR dan di bawah UMR. Masyarakat Desa Getas
yang memiliki pendapatan di bawah UMR sebanyak 31 responden.
Responden dengan pendapatan di atas UMR berjumlah 29 orang.
42

Gambar 16. Diagram tingkat pendapatan responden

9. Penaksiran Potensi Produksi dan Perhitungan Etat

a. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang di gunakan adalah buku register risalah
hutan hasil inventarisasi terakait pada bagian hutan tempat praktek,
blangko perhitungan mulai dari PK 3 sampai taksiran potensi
produksi, peta perusahaan skala 1:10.000 pada bagian hutan tempat
praktek, hasil perhitungan fk untuk table tegakan jati pada bagian
hutan tempat praktek.

b. Pelaksanaan
1) Melakukan pengelolaan data untuk mengetahui struktur tegakan
pada tingkat RPH dan BH.
2) Menghitung rata–rata umur, bonita dan KBD masing–masing
kelas hutan dalam tingkat bagian hutan
3) Menghitung UTR, dan potensi produksi kawasan hutan dan
Menghitung etat tebangan tahunan (etat luas dan etat volume)
4) Membuat laporan potensi produksi dan perhitungan etat

c. Pembahasan
Pada praktek ini dilakukan penaksiran potensi produksi dan
memperkirakan besarnya etat. Secara umum, etat adalah besarnya
tebangan maksimum pada suatu unit kawasan hutan yang dikelola
berdasarkan asas kelestarian hutan. Etat dapat dinyatakan dengan dua
variabel, yaitu luas dan volume. Apabila menggunakan etat luas, maka
43

hasil yang didapatkan adalah luasan areal hutan yang akan ditebang,
sedangkan bila menggunakan etat volume maka diperoleh data
mengenai banyaknya volume yang boleh ditebang.Perhitungan etat
dapat ditentukan menggunakan Intruksi ´38 dan Intruksi ´74, diantara
dua intruksi tersebut terdapat perbedaan, yaitu :
1) Intruksi ´38 taksiran potensi produksi dihitung pada akhir
daur tegakan tersebut. Hal ini disebabkan oleh kondisi hutan
yang masih sangat baik dan kebutuhan akan kayu masih
relative lebih rendah dari pada potensi hutan yang ada,
sehingga menebang diakhir daur masih memungkinkan dan
permudaan yang diterapkan masi permudaan alam atau
permudaan buatan secara terbatas.
2) Intruksi ´74 taksiran potensi produksi dihitung pada umur
tebang rata–rata (UTR). Intruksi ´74 dikeluarkan untuk
menutupi kekurangan dari intruksi ´38 karena kondisi hutan
alamnya tidak sebaik waktu lampau, sehingga dibutuhkan
langkah–langkah untuk meningkatkan pendapatan
pengelola hutan dengan asumsi penerapan penebangan pada
UTR akan mendapatkan kayu yang tidak berbeda jauh
kualitasnya dengan kayu pada akhir daur

Dalam perhitungan penaksiran potensi produksi dan etat,


penulis menggunakan kedua instruksi. Dari hasil perhitungan intruksi
´38 didapatkan etat luas sebesar 103,75 ha/tahun dan etat volume
sebesar 3734,88 m3/ tahun. Sedangkan untuk intruksi ´74 didapatkan
hasil bahwa UTR–nya adalah sebesar 65,17 tahun dengan besarnya
etat luas adalah 62,94 ha/tahun serta etat volume sebesar 10.557,05
m3/tahun. Jika kedua intruksi dibandingkan maka nilai etat luas dan
volume yang besar yaitu pada intruksi ´74 karena usia pohon yang
dapat ditebang adalah UTR dimana lebih rendah dari pada umur pada
daur normal, sehingga mengakibatkan semakin banyak jumlah pohon
yang dapat ditebang. Etat luas dan volume pada intruksi ´74 yang
44

besar dapat menyebabkan kondisi understok, dimana permintaan pasar


lebih besar dari pada yang dapat dihasilkan hutan, sehingga untuk
memenuhinya harus dilakukan penebangan dalam jumlah besar (over–
cutting).
Dari kedua metode penentuan potensi produksi dan
perhitungan etat (intruksi ´38 dan intruksi ´74) memiliki kelebihan dan
kekurangan masing–masing :
1) Pada intruksi ´38 dengan penebangan pada akhir daur 70
tahun, kelemahannya yaitu resiko ketidakpastian cukup tinggi
karena adanya kemungkinan pencurian kayu dan dapat juga
berupa bencana alam atau kebakaran. Namun, kualitas yang
dihasilkan baik karena struktur kayu pada umur tersebut telah
terbentuk dengan baik.
2) Pada intruksi ´74 dengan penerapan UTR, maka jaminan akan
keberlangsungan hidup perusahaan akan menjadi jelas.
Namun, UTR akan sangat bergantung pada kondisi tegakan.
Jika kondisi tegakan didominasi oleh umur muda, maka UTR
akan lebih rendah dibandingkan apabila didominasikan umur
tua.
Tabel 3. Taksiran potensi produksi instruksi 1938
Luas Rata – rata Vst Volume tebang
KH UAD fk
(ha) umur bonita KBD UAD per ha Total
KU I 1529.70 6.00 3.00 0.82 70.00 1.06 143.40 125.00 191206.45
KU II 381.90 16.00 3.50 0.89 70.00 1.06 171.90 162.63 62108.18
KU III 295.20 25.00 3.00 0.77 70.00 1.06 143.40 117.37 34648.90
KU IV 255.80 34.00 3.00 0.80 70.00 1.06 143.30 121.86 31172.38
KU V 156.10 47.00 3.50 0.75 70.00 1.06 171.90 137.05 21393.08
KU VI 65.20 53.00 3.50 0.79 70.00 1.06 171.90 144.36 9412.04
KU VII 193.70 65.00 3.50 0.88 70.00 1.06 171.90 160.80 31147.37
KU VIII 147.20 74.00 3.50 0.74 70.00 1.06 171.90 135.22 19904.38
MR 138.60 65.00 4.00 0.45 70.00 1.06 208.90 99.93 13849.93
Jumalh 3163.40  - - - - 9.57 1498.50 1204.22 414842.72

10. Penjarangan

a. Alat dan Bahan


45

Alat yang digumakan pada kegiatan ini adalah cristenmeter,


kompas, cinometer, GPS, meteran, laptop, kapur, tally sheet dan tabel
WvW.

b. Pelaksanaan

1) Membuat blok 200 x 200 m

2) Menentukan pohon pusat dalam blok (pohon yang paling


baik)

3) Membuat petak ukur dengan jari jari lingkaran 17,8


m

4) Menandai pohon–pohon yang masuk di dalam petak ukur


dengan kapur

5) Mengukur tinggi pohon, TBC, keliling, proyeksi tajuk dan


membuat keterangan pohon

6) Menentukan 10 pohon peninggi

7) Menentukan lay out pohon (azimuth)

8) Melakukan perhitungan penjarangan dengan metode N, KBD, dan


S%

9) Melakukan perhitungan biaya dan pendapatan


penjarangan

10) Membuat laporan penjarangan hutan tanaman

c. Pembahasan

Penjarangan tanaman merupakan perawatan tanaman hutan


yang bertujuan untuk pemeliharaan pohon-pohon dalam tegakan, yaitu
memberikan tempat dan ruang tumbuh yang cukup bagi pohon-pohon
harapan sehingga diperoleh tegakan hutan yang bermassa dan bermutu
tinggi dengan mengatur kerapatan dan jarak antar pohon melalui
46

penebangan pohon-pohon yang tertekan, sakit atau berkualitas buruk,


sehingga persaingan untuk mendapat cahaya dan hara dapat terjadi
dengan baik. Metode penjarangan ini juga bertujuan untuk memberi
jarak antar tanaman dengan ketetapan dan memperhatikan
pertumbuhan dari produktivitas kayu. Penjarangan dilakukan untuk
mengoptimalkan pertumbuhan tegakan jati. Penjarangan dilakukan
pada tegakan yang berhimpit dan kurang sehat. Penjarangan ini juga
akan meningkatkan produktivitas kayu jati.

Sebelum melaksanakan penjarangan, ketentuan dan cara-


caranya sudah ada di dalam RKT yang disusun T-2. Penjarangan
dilaksanakan untuk memberikan tempat dan ruang tumbuh yang
optimal sehingga diperoleh kayu konstruksi dan kayu industri dengan
kualitas tinggi. Kegiatan penjarangan sebaiknya dilakukan saat musim
kemarau untuk memudahkan pengerjaan penjarangan. Kriteria pohon
yang dijarangi adalah pohon yang memilki penyakit, mati, rusak yang
berbentuk jelek/cacat, tertekan, tumbuh abnormal, bentuk batang tidak
baik, batang berbentuk garpu, jarak terlalu rapat dan lebih kecil dari
jarak-jarak yang sudah diatur, kecuali apabila pohon-pohon yang telah
disebutkan tersebut diperlukan untuk menutup areal terbuka (open
area). Pembuatan Petak Coba Penjarangan (PCP) dibuat dengan
desain articificial stratified sampling yaitu dengan membagi
petak/anak petak kedalam blok-blok seluas 4 ha dan membuat
lingkaran dengan jari-jari 17,8 m atau intensitas sampling 2,5% (luas
lingkaran PCP 0,1 Ha). PCP dibuat pada tempat yang mewakili atau
memberi gambaran rata-rata tegakan didalam blok tersebut.

Pada materi penjarangan penulis melakukan kegiatan praktik


di petak 101, dari data lapangan yang didapatkan terdapat 16 pohon
dalam petak ukur. Berdasarkan data dari lapangan tersebut dibuat
perhitungan penjarangan dengan metode N, metode KBD, dan metode
S%, didapatkan hasil perhitungan penjarangan sebagai berikut :
47

Gambar 17. Hasil perhitungan penjarangan

Dari hasil perhitungan penjarangan tanaman hutan dengan


ketiga metode tersebut dapat diketahui bahwa pada petak ukur tesebut
tidak ada pohon yang dijarangi dikarenakan jumlah pohon di lapangan
lebih sedikit dari jumlah pohon pada tabel WvW.
48

BAB IV

MASALAH DAN PEMECAHANNYA

A. Masalah
1. Penataan dan Pengorganisasian Kawasan
Masalah yang dihadapi yaitu sulitnya mnenemukan pal batas,
dimana banyak pal batas yang hilang dan rusak karena faktor topografi
maupun manusia.
2. Inventarisasi Hutan Tanaman Jati
Masalah yang dihadapi yaitu pada perhitungan DK, dimana
tabel WvW yang digunakan hanya berlaku untuk tegakan jati
konvensional sehimgga tidak sesuai dengan tegakan jati plus perhutani
saat ini.
3. Pembukaan Wilayah Hutan
Masalah yang dihadapi yaitu kesulitan pada saat mengevaluasi
standar gorong–gorong yang berada di jalan hutan, karena tertutup oleh
semak–semak belukar.
4. Pemanenan hasil hutan
Masalah yang dihadapi yaitu tidak adanya Alat Perlindungan
Diri (APD) yang digunakan oleh para pekerja.
5. Pembuatan tanaman hutan.
49

Masalah yang dihadapi yaitu kurangnya informasi dari mandor


tentang tarif pembuatan tanaman sehingga sulit dalam melakukan
perhitungan biaya pembuatan tanaman.
6. Tempat Penimbunan Kayu (TPK)
Masalah yang dihadapi yaitu kesulitan saat pendataan kayu
kapling disebabkan penandaan pada kayu kapling yang sudah tidak
jelas karena kayu sudah terlalu lama berada di TPK.
7. Industri Pengolahan Kayu Gergajian
Masalah yang dihadapi yaitu tidak adanya kegiatan pengolahan
kayu di industri PGM sehingga kami tidak bisa melihat secara langsung
proses pengolahan kayu.

8. Inventarisasi Sosial Masyarakat Desa Hutan


Masalah yang dihadapi yaitu penggunaan bahasa yang berbeda
sehingga menyulitkan saat berkomunikasi oleh masyarakat, serta terjadi
penolakan dari beberapa calon narasumber.
9. Perhitungan Potensi Produksi dan Perhitungan Etat
Masalah yang dihadapi yaitu terjadi banyak kesalahan dalam
perhitungan etat pada kedua instruksi karena banyak sekali rumus yang
digunakan.
10. Penjarangan
Masalah yang dihadapi yaitu pohon yang terdapat dalam petak
ukur tidak mencapai 10 pohon yang akan dijadikan sebagai pohon
peninggi sehingga harus menggeser petak ukur.

B. Pemecahan
1. Penataan dan Pengorganisasian Kawasan
Sebaiknya dilakukan perbaikan pal–pal yang sudah rusak atau
hilang dengan data evaluasi pal yang sudah dilakukan sehingga lebih
memudahkan untuk mnetahui batasan setiap petak.
2. Inventarisasi Hutan Tanaman Jati
50

Sebaiknya dilakukan penelitian ulang untuk pembuatan tabel


wvw yang berlaku untuk tegakan jati plus perhutani sehingga
perhitungan inventarisasi dapat lebih sesuai.
3. Pembukaan Wilayah Hutan
Sebaiknya dilakukan pemeliharaan terhadap gorong–gorong
agar proses pengairan kawasan hutan berlangsung dengan baik.
4. Pemanenan Hasil Hutan
Sebaiknya pihak perhutani menyediakan Alat Perlindungan
Diri (APD) agar mengurangi tingkat kecelakaan kepada para pekerja.
5. Pembuatan Tanaman
Sebaiknya mencari informasi dari pihak lain mengenai tarif
biaya pembuatan tanaman hutan agar dapat dilakukan perhitungan.

6. Tempat Penimbunan Kayu (TPK)


Sebaiknya pihak TPK melakukan penandaan ulang terhadap
kayu kapling yang sudah lama berada di TPK untuk memperjelas
identitas kayu kapling.
7. Industri Pengolahan Kayu Gergajian
Sebaiknya coas melakukan komunikasi terhadap pihak PGM
Randublatung untuk menentukan jadwal kunjungan pada saat terjadi
pengolahan kayu gergajian.
8. Inventarisasi Sosial Masyarakat Desa Hutan
Sebaiknya setiap kelompok latihan untuk berbahasa jawa agar
komunikasi terhadap responden berjalan dengan baik.
9. Perhitungan Potensi Produksi dan Perhitungan Etat
Sebaiknya perhitungan etat menggunakan satu instruksi saja,
agar tidak terlalu banyak rumus yang harus digunakan sehingga tidak
terjadi banyak kesalahan pada perhitungan etat.
10. Penjarangan
Sebaiknya coas melakukan pengecekan titik koordinat agar
petak ukur yang akan dijadikan praktik penjarangan memenuhi syarat.
51
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pengembangan materi di bidang Produksi Hasil Hutan seperti materi


penataan dan pengorganisasian kawasan, inventarisasi hutan tanaman
jati, pembukaan wilyah hutan, pemanenan hasil hutan, pembuatan
tanaman hutan, TPK, industri pengolahan kayu gergajian, inventarisasi
sosial masyarakat desa hutan, potensi produksi dan perhitungan etat,
dan penjarangan sudah dapat ditingkatkan dengan adanya kegiatan
praktik dan pengajaran yang diberikan oleh pihak UGM

2. Di lokasi praktik industri siswa/i diberikan ilmu tambahan, yaitu ilmu


bermasyarakat, seperti cara menyapa dan berinteraksi kepada warga
masyarakat sekitar, serta pengenalan bahasa jawa dan adat yang ada di
lokasi pratik tersebut

3. Dengan diadakannya praktik ini, diharapkan pihak Universitas Gadjah


Mada dapat bekerja sama dengan pihak SMK Kehutanan Negeri
Pekanbaru dalam pelaksanaan kegiatan praktik industri tahun
berikutnya

B. Saran

1. Untuk lebih mempermudah dalam kegiatan praktik, pihak instansi


sebaiknya menyediakan alat dan bahan yang dibutuhkan dengan
lengkap dan kondisi yang baik
2. Diharapkan praktika siswa/siswi dapat menjaga kekompakan kelompok
dengan baik
3. Diharapkan hubungan SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru dengan pihak
Universitas Gadjah Mada khususnya fakultas kehutanan dapat berjalan
dengan baik kedepannya

52
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kehutanan Jawa Tengah. 2009. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.


Semarang: Lumbung Media.
Anonym. 2018. Petunjuk Praktek Industri SMK Kehutanan Negeri Pekanbaru.
UGM, Yogyakarta.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. IPB–Press. Bogor.

53
54

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai