Oleh :
KELOMPOK V
EKA APRILIANA
CCA 116 041
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya laporan Sifat-Sifat Dasar Kayu ini dapat di selesaikan
dengan tepat waktu. Dalam menyelesaikan Laporan Praktikum Sifal-Sifat Dasar
ini karena atas penyertaan serta bantuan Tuhan yang menuntun saya dan bantuan
dari pihak yang lain, karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih banyak kepada :
1). Ibu Ir. Sarinah, MP
2). Bapak Dr. Renhart Jemi, S.Hut., MP
3). Bapak Ir. Gimson Luhan, MP.
4). Bapak Endra Cipta, S.Hut
Semua pihak yang turut membantu baik kritik dan saran dalam pembuatan
laporan praktikum Sifal-Sifat Dasar Kayu ini. Kepada anggota kelompok V yang
telah menjalin kekompakan dan kerjasama untuk praktikum Sifat-Sifat Dasar
Kayu ini.
Dalam laporan praktikum ini penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan, baik materi, pembahasan maupun penulisan. Oleh karena itu saran
dan kritik yang membangun kami harapkan dari pembaca, guna penyempurnaan
laporan praktikum Sifat- Sifat Dasar Kayu ini agar lebih baik lagi dan dapat
bermanfaat bagi semua pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terimah kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
3.4.3. Perubahan Dimensi Kayu........................................................... 21
3.4.4. Sifat Mekanika Kayu ................................................................ 23
3.4.5. Kandungan Ekstraktif ............................................................... 24
3.4.6. Kandungan Abu Kayu ................................................................ 26
3.5. Analisis Data ................................................................................. 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kadar Air ...................................................................................... 29
4.2. Berat Jenis ..................................................................................... 33
4.3. Kerapatan ...................................................................................... 36
4.4. Perubahan Dimensi ....................................................................... 40
4.5. Sifat Mekanika Kayu .................................................................... 48
4.6. Kekerasan ..................................................................................... 52
4.7. Kandungan Ekstraktif Kayu ......................................................... 56
4.8. Kandungan Abu ............................................................................ 64
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ................................................................................. 67
5.2. Saran ........................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 70
DAFTAR LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
iv
Tabel 29 Analisis Varian Kekerasan ....................................................... 55
Tabel 30 Uji Lanjut Analisis BNJ Kekerasan ......................................... 55
Tabel 31 Nilai Rata-rata Kadar Air Serbuk, KAN dan MF .................... 56
Tabel 32 Analisis Kadar Air Serbuk ....................................................... 58
Tabel 33 Uji Lanjut Analisis BNJ Kadar Air Serbuk ............................ 58
Tabel 34 Analisis KAN ........................................................................... 59
Tabel 35 Uji Lanjut Analisis BNJ KAN ................................................. 59
Tabel 36 Analisis Varian MF .................................................................. 60
Tabel 37 Uji Lanjut Analisis BNJ MF .................................................... 60
Tabel 38 Nilai Rata-rata Kadar Ekstraktif Air Panas dan Air Dingin..... 61
Tabel 39 Analisis Zat Ekstraktif Air Panas ............................................. 63
Tabel 40 Analisis Zat Ekstraktif Air Dingin ........................................... 63
Tabel 41 Nilai Rata-rata Kandungan Abu Kayu Kaja ............................ 64
Tabel 42 Analisis Varian Kandungan Abu ............................................. 65
v
DAFTAR GAMBAR
vi
1
I. PENDAHULUAN
pohon yang menghasilkan kayu dengan berat jenis rendah dipengaruhi oleh
rongga sel yang besar, jumlah dan ukuran pori jenis ini cocok sebagai bahan baku
pembuatan pulp dan kertas..
Banyak jenis kaja yang menghasilkan kayu pertukangan dan bahan
bangunan yang baik. Dalam perdagangan internasional kayunya dikenal dengan
nama simpoh, sedangkan menurut daftar kayu komersial di Indonesia tercatat
sebagai kaja. Kayu kaja tergolong kayu menengah hingga berat, dengan kerapatan
kayu (pada kadar air 15%) antara 560 – 930 kg/m3. Kayu kaja cocok digunakan
untuk konstruksi, tiang-tiang, pintu, jendela serta kusennya, panil-panil dekoratif,
lantai, furnitur, rangka dan lantai perahu, venir serta kayu lapis. Meskipun
keawetan kayu ini tergolong rendah hingga sedang, kayu kaja mudah diawetkan
dengan kreosot atau bahan pengawet lain. Kaja rentan terhadap serangan rayap
kayu kering dan jamur perusak kayu. Kayu jenis kaja juga baik untuk
dijadikan arang dan mungkin masih banyak manfaat kayu kaja yang masih perlu
di teliti dan di manfaatkan. Jadi, sifat dasar kayu ini penting dipahami agar
didalam proses pengolahan, pengangkutan, maupun penggunaannya dapat
dilakukan secara saksama sehingga tidak terjadi pengorbanan bahan, waktu,
tenaga maupun biaya yang sia-sia
ini diakibatkan oleh kelompok hidroksil yang ada di dalam selulosa maupun
hemiselulosa kayu yang menarik molekul air melalui ikatan hidrogen. Selain itu,
juga tergantung dari temperatur, kelembaban atmosfir, dan jumlah air yang ada di
dalam kayu. Hal ini dipertegas oleh Haygreen dan Bowyer (1989), sifat fisika
kayu dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu (1) volume rongga sel; (2) struktur sel; dan
(3) kadar air. Menurut Panshin dan De Zeeuw (1980), pergerakan air dalam kayu
tergantung dengan waktu dan arah potongan kayu. Pada arah longitudinal,
bergeraknya air 12-15 kali lebih cepat dibandingkan pada arah melintang karena
memiliki bentuk sel yang terbuka. Akibat perbedaan kecepatan pergerakan air
dalam kayu maka terjadi gradien kadar air. Bergeraknya air tidak hanya melalui
noktah pada dinding sel yang disebabkan oleh gaya kapiler, adanya perbedaan
kelembaban relatif dan adanya kadar air.
Air dalam kayu terletak pada dinding sel dan rongga sel. Air yang terdapat
di dalam dinding sel disebut air terikat (bound water)dan yang terdapat di dalam
rongga sel disebut air bebas (free water). Kayu dikatakan jenuh air atau kadar air
maksimal, apabila dinding sel dan rongga sel semua jenuh dengan air. Selanjutnya
Ginoga (1970) menyatakan bahwa kadar air kayu segar adalah kadar air pada saat
kayu baru ditebang. Di dalam kayu segar kadar air bervariasi antara 30-200%.
Kemudian apabila kayu dikeringkan, air bebas di dalam kayu menguap lebih
dahulu setelah itu air terikat. Kadar air pada saat air bebas telah menguap dan
dinding sel masih jenuh dengan air disebut titik jenuh serat (Fiber Saturation
Point) berkisar 25-30%. Di atmosfir terbuka, kadar air kayu akan mencapai titik
tertentu. Kadar air kering udara (Equilibrium Moisture Content) adalah keadaan
kadar air kayu telah seimbang dengan kelembaban udara sekitarnya. Bila kadar air
dinding sel dan rongga sel sudah dianggap nol dengan cara mengeringkan kayu
pada suhu 103±2°C sampai beratnya konstan disebut kadar air kering tanur,
sedangkan kadar air maksimum (Maximum Moisture Content) akan tercapai jika
semua rongga sel dan dinding sel jenuh air (Soenardi, 1976).
8
c. Perbedaan struktur dinding sel, letak sel dan susunan dalam zona-zona kayu
awal dan kayu akhir, karena persentase kayu awal lebih besar dari pada kayu
akhir, sedangkan kayu awal penyusutannya kecil maka perubahan dimensi
dalam arahradial lebih kecil dari pada arah tangensial.
dari pengaruh gaya yang mengenai dikenal dengan istilah regangan (strain) yang
nilainya menunjukan deformasi per unit luas atau volume. Besarnya beban yang
diperlukan sampai mengakibatkan kayu rusak atau patah disebut modulus patah
(Modulus of Rupture), sedangkan keuletan benda untuk melawan deformasi dan
mempertahankan bentuk dan ukuran semula bila dikenai muatan disebut modulus
elastisitas (Modulus of Elasticity).
2. Kekerasan (Hardness)
Mardikanto et al, (2011) menyatakan kekerasan kayu merupakan
kemampuan kayu untuk menahan kikisan dan perusakan pada permukaannya.
Sifat kekerasan ini dapat dikatakan sebagai kemampuan kayu untuk menahan
kikisan (abrasi) pada permukaanya. Apabila sifat ini digabungkan dengan sifat
keuletan, merupakan gabungan sifat yang sangat menentukan dalam pemakaian
kayu utnuk bahan bangunan. Pada dasarnya sifat kekerasan kayu dipengaruhi oleh
13
kerapatannya, tetapi selain itu ditentukan pula oleh ukuran serat, daya ikat antar
serat serta susunan serat kayunya.
Abu adalah hasil proses pemisahan dimana bahan senyawa organik yang
lain meluap dan tertinggal abu, proses pemisahan tersebut melalui proses
pembakaran. Kandungan abu yang terdapat dalam kayu berkisar 0,2-1%.
Komposisi abu dari kayu yaitu : kalsium karbonat (CaCo3) merupakan unsur
utama, kalsium oksida (CaO), besi (Fe).
Abu kayu merupakan bahan anorganik dan senyawa dengan berat melekul
rendah dalam jumlah kecil (jarang lebih dari 1% dari berat kayu kering). Mineral
ini berasal dari berbagai garam yang diindapkan dalam dinding sel. Garam-
garam yang khas adalah garam logam seperti karbonat, silikat, oksalat dan
fosfat. Komponen logam yang paling banyak adalah kalsium, kalium dan
magnesium. Jika kadar silikat yang rendah sudah mampu untuk menumpulkan
alat-alat pengerjaan kayu. Dalam pembuatan pulp, ion-ion logam berpengaruh
negatif terhadap pengelentangan dan derajat putih pulp.
14
Dlb-Dlk
Penyusutan arah longitudinal = × 100 %
Dlb
Drb-Drk
Penyusutan arah radial = × 100 %
Drb
Dtb-Dtk
Penyusutan arah tangensial = × 100 %
Dtb
23
Keterangan :
Dlb = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondidi basah
Drb = Dimensi kayu arah radial pada kondisi basah
Dtb = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi basah
Dik = Dimensi kayu arah longitudinal pada kondidi kering tanur
Drk = Dimensi kayu arah radial pada kondisi kering tanur
Dtk = Dimensi kayu arah tangensial pada kondisi kering tanur
Drb-Drk
Pengembangan arah radial = × 100 %
Drb
Dtb-Dtk
Pengembangan arah tangensial = × 100 %
Dtb
= (N/mm ²)
²
Keterangan:
MoR = Keteguhan patah (N/mm2 )
F = Beban sampai patah (N)
a = Tebal kayu (mm)
b = Jarak dua penyangga (mm)
L³⍙F
= (N/mm ²
4 ³⍙f
Keterangan:
MoE = Keteguhan lentur (N/mm ² )
⍙f
b = Lebar kayu (mm)
= Defleksi pada batas proposional (mm)
2. Kekerasan (Hardness)
Sebuah bola berisi berdiameter 10 mm ditekankan pada spesimen.
Beban maksimum F akan dicapai dalam 15 detik, ditahan selama 30 detik,
dan kemudian beban dikurangi secara perlahan-lahan (dalam 15 detik
berikutnya) sampai mencapai nol. Pengujian kekerasan dapat dilihat pada
gambar 11 dihitung dengan rumus sebagai berikut:
F
= ( N/mm²)
A
Keterangan:
Hj = Kekerasan kayu (N/mm²)
F = Beban sampel setengah bola masuk kedalam kayu ( N )
A = Luas penampang setengah bola ( mm²)
1. Cawan porselin kosong dipanaskan dalam tanur abu pada suhu 6000C.
kemudian dinginkan dalam desikator dan timbang dengan teliti.
2. Memasukkan serbuk kayu sebanyak 2 g dalam cawan tersebut, panaskan
dalam tanur pada suhu 6000C hingga karbon nya lenyap.
3. Selanjutnya cawan dimasukkan dalam desikator, didinginkan dan
ditimbang.
4. Mengulangi pemanasan selama ½ jam hingga beratnya konstan dalam batas
0,2 mg.
5. Mengitunglah kadar abu dalam persen dari berat kayu kering.
1. Jika KK besar (> 10%), uji lanjutnya adalah Uji Jarak Nyata Terdekat
Duncan (JNTD).
2. Jika KK sedang (5%-10%), uji lanjutnya adalah uji Beda Nyata terkecil
(BNT).
3. Jika KK kecil (<5%), uji lanjutnya adalah uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
28
Secara grafis distribusi kadar air basah dan kadar air kondisi kering udara,
kayu Kaja dapat dilihat pada Gambar berikut :
KADAR AIR
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Pangkal Tengah Ujung
KAB 89.89 74.93 65.48
KAKU 21.05 22.79 20.96
Gambar 1. Grafik Kadar Air Basah Dan Kadar Air Kering Udara (%)
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa kandungan air tertinggi pada
kadar air basah terdapat pada bagian pangkal yaitu (89,89%), diikuti pada bagian
tengah yaitu (74,93%) dan kemudian bagian ujung yaitu (65,48%). Dilihat dari
diagram diatas Kadar air paling tinggi terdapat pada kadar air basah. Hal ini
29
dikarenakan pada kondisi kadar air basah dinding sel maupun rongga selnya
masih terisi oleh air dikarenakan kondisi kayu yang masih segar.
Nilai kadar air basah tersebut sesuai dengan pendapat Kollmann (1975)
yang menyatakan bahwa kayu yang baru ditebang mengandung air dalam jumlah
besar yaitu berkisar 35% - 200%. Dilihat dari diagram diatas Kadar air paling
tinggi terdapat pada kadar air basah. Hal ini dikarenakan pada kondisi kadar air
basah dinding sel maupun rongga sel nya masih terisi oleh air dikarenakan kondisi
kayu yang masih segar.
Kadar Air Kering Udara memiliki nilai rata-rata paling tinggi pada bagian
tengah (22,79%), pangkal (21,05%), dan ujung (20,96%). Menurut Oey Djoen
Seng (1990) menyatakan bahwa kadar air seimbang di Indonesia dicapai melalui
pengeringan udara dan kadar airnya berkisar antara 12% - 30 %. Kayu kaja
tersebut mempunyai kadar air seimbang dan 12-30% hal ini disebabkan karena
kayu kaja kerapatannya sangat tinggi. Menurut Iskandar (2005) menyatakan
bahwa, biasanya kayu akan bertambah kuat apabila terjadi penurunan kadar air,
terutama bila terjadi dibawah titik jenuh serat. Pada kondisi kering udara air yang
terdapat pada rongga sel telah menguap, yang tersisa hanya air yang tersimpan di
dinding sel.
Menurut Soenardi (1976) adanya perubahan temperature atau kelembapan
udara disekitar kayu, menyebabkan perubahan jumlah air di dalam kayu dalam
keadaan tersebut yang berubah pertama-tama adalah air bebas baru kemudian air
terikat. Diperkuat dengan pendapat Brown et al (1952), yang menyatakan bahwa
jumlah air yang diserap atau dikeluarkan oleh kayu pada kondisi tertentu
sekurang-kurangnya diperoleh oleh keadaan permukaan serap, tekanan uap
relative, temperatur dan komposisi kimia dari kayu yang bersangkutan.
Sesuai dengan pernyataan yang mengatakan Air yang terdapat di dalam
dinding sel disebut air terikat (bound water). Pada kayu basah yang baru ditebang,
kadar air dapat mencapai 40% hingga 200%. Kondisi dimana dinding sel jenuh
dengan air sedangkan rongga sel kosong dinamakan kondisi kadar air titik jenuh
serat. Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi
semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat.
30
Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa turunnya kadar air mengakibatkan
bertambahnya kekuatan kayu. (Simpson et al, 1999).
Pengaruh perlakuan pada pohon kaja dilakukan analisis yang disajikan
pada tabel dibawah ini:
Tabel 3. Analisis Kadar Air Basah/Maksimum
Analisis Sidik Varian Pada Kadar Air Maksimum
F.Tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F.hitung
5% 1%
Perlakuan 2 1.63 0.81
Galat 12 0.27 0.02 36.59** 3.89 6.93
Total 14 1.90
Ket: **= berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% ( Jika F hitung > F. Tabel )
Dari tabel analisis kadar air basah tersebut nilai yang diperoleh F.hitung
yaitu 36.59** menunjukkan bahwa nilai kadar air basah berpengaruh sangat nyata
pada taraf 1% , sehingga perlu dilakukan uji lanjut untuk melihat beda nilai rata-
rata setiap perlakuan dengan koefisien keseragaman (KK) = 3,44 % . Dilihat dari
KK maka uji beda nilai rata-rata kadar air basah kering tanur dilakukan dengan uji
Beda Nyata Jujur (BNJ).
Ket: **= berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% (Jika F hitung > F. Tabel)
*= berpengaruh nyata pada taraf 5% (Jika F hitung > F. Tabel)
Berdasarkan tabel 4 hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada kayu kaja
menunjukkan nilai rata-rata kadar air basah yang berpengaruh sangat nyata pada
31
BERAT JENIS
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
BJB BJKU BJKT
Pangkal 0.79 0.70 0.88
Tengah 0.90 0.71 0.84
Ujung 0.88 0.74 0.74
Gambar 2. Grafik Berat Jenis Basah, Kering Udara dan Kering Tanur
Hasil praktikum Berat Jenis Basah (BJB) pada bagian pangkal diperoleh
0,79, tengah 0,90, dan ujung 0,88, sedangkan Berat Jenis Kering Udara (BJKU)
diperoleh nilai pada bagian pangkal 0,70, tengah 0,71, dan ujung 0,74 dan Berat
Jenis Kering Tanur (BJKT) pada bagian pangkal 0,88, tengah 0,84 dan ujung
0,74. Adanya variasi berat jenis tersebut adalah dipengaruhi oleh sifat kayu
hidroskopis yaitu sifat yang menyerap atau melepaskan air, atau kelembapan.
Semakin lembab udara sekitar, kayu juga semakin rendah masuknya air ke dalam
kayu menyebabkan berat kayu berubah sifat ini berhubungan dengan sifat
mengembang dan menyusutnya kayu yang nantinya akan mempengaruhi berat
jenis kayu. Pada berat jenis volume basah Pengaruh perlakuan pada pohon ,
dilakukan analisis yang disajikan pada berikut.
Tabel 7. Analisis Berat Jenis Basah
Analisis Sidik Varian Berat Jenis Volume Basah
F.Tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F.hitung
5% 1%
Perlakuan 2 0.03 0.02
Galat 12 0.12 0.01 1.70tn 3.89 6.93
Total 14 0.16
Ket: tn=tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% ( Jika F hitung < F. Tabel )
33
Dari tabel analisis Berat Jenis Basah tersebut nilai yang di peroleh yaitu
tn
1,70 dan tn tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% ( F. Hitung < F. Tabel)
Sehingga tidak perlu dilakukan diuji lanjut. Berat jenis suatu contoh uji naik jika
kandungan air yang menjadi dasarnya berkurang, dibawah titik jenuh serat hal ini
terjadi karena berat kering tetap konstan sedangkan volume berkurang selama
pengeringan.
Tabel 8. Analisis Berat Jenis Kering Udara
Analisis Sidik Varian Berat Jenis Kering Udara
F.Tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F.hitung
5% 1%
Perlakuan 2 0.00147 0.0007 3.89 6.93
Galat 12 0.00515 0.0004 0,28 tn
Total 14 0.00663
Ket: tn= tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% ( Jika F hitung < F. Tabel )
Analisis F.hitung dari Berat Jenis Kering Udara diperoleh hasil 0,28tn
maka dari data tersebut menyatakan tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% ( F.
Hitung < F. Tabel) oleh sebab itu tidak perlu lagi dilakukan uji lanjut.
4.3 Kerapatan
Hasil perhitungan rata-rata dan grafik kerapatan kondisi basah, kerapatan
kering udara dan kerapatan kering tanur pada kayu kaja ditampilkan pada tabel
berikut.
Tabel 10. Nilai Rata-rata Kerapatan Kondisi Basah, Kerapatan Kering Udara dan
Kerapatan Kering Tanur.
Perlakuan
Kerapatan P T U
KKB 1,03 0.29 1,19
KKU 0.85 0.88 0.84
KKT 0.71 0.72 0.83
Secara grafis distribusi kerapatan volume kering udara, kerapatan volume normal,
dan kerapatan volume kering tanur kayu Tumih dapat dilihat pada Gambar 3.
KERAPATAN
1.5
1
0.5
0
Pangkal Tengah Ujung
KKB 1.03 1.29 1.19
KKU 0.85 0.88 0.84
KKT 0.71 0.72 0.83
Hasil nilai Kerapatan Kondisi Basah (KKB) pada bagian pangkal 1,03,
tengah 1,29 dan ujung 1,19. Kerapatan Kering Udara (KKU) pada bagian pangkal
0.85 tengah 0.88 dan ujung 0.84, serta Kerapatan Kering Tanur (KKT) pada
bagian pangkal 0.71, tengah 0.72 dan ujung 0.83.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1982) kerapatan kayu bervariasi nyata
dalam satu pohon, Variasi perbedaan kerapatan pada bagian pangkal, tengah dan
ujung kayu terjadi karena faktor-faktor seperti umur pohon, kecepatan tumbuh,
perbedaan letak tinggi pada batang, adanya pertumbuhan eksentrik, adanya kayu
cabang dan terjadinya kayu teras.dikatakan bahwa variasi yang besar dari
kerapatan atau berat jenis kayu tidak saja dapat terjadi diantara pohon-pohon dan
dari jenis yang sama (variasi individual), tetapi juga antara bagian-bagian pohon
dari pohon yang sama (variasi sebagian/parsial).
Tabel 12. Uji Lanjut Analisis BNJ Kerapatan Kondisi Basah (KKB)
ANALISIS LANJUT BNJ KERAPATAN BASAH
PERLAKUAN T U P
NILAI TENGAH 1.29 1.19 1.09
T 1.29 - 0.1tn 0.2tn
U 1.19 - - 0.1tn
P 1.09 - -
-
ket: tn = tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%
Berdasarkan tabel 12 hasil BNJ menunjukkan nilai rata –rata kerapatan
kondisi basah tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 % Artinya kerapatan kayu
bervariasi nyata dalam suatu pohon pada bagian batang lainnya. Untuk pengujian
kehomogenan karapatan kondisi basah adalah homogen, hasil pengujian tersebut
dapat dilihat pada lampiran.
Haygreen dan Bowyer (1989), Kerapatan kayu yang lebih tinggi
memungkinkan menyimpan air yang lebih sedikit dan bagian kayu yang
mempunyai kerapatan rendah memungkinkan menyimpan air lebih banyak
dengan jumlah yang besar. Kenaikan kerapatan kayu yang tidak seragam
disebabkan oleh keadaan tempat tumbuh, musim dan proporsi dari kayu tersebut.
Perbedaan ini diduga karena kerapatan kayu juga dipengaruhi oleh faktor
asing dari luar yaitu sejumlah faktor yang meliputi letaknya di dalam pohon,
kondisi tempat tumbuh dan sumber-sumber genetik. Dipertegas oleh Kollmann
and Cote (1968) dalam Supriyati (2002) yang mengemukakan variasi dalam
kerapatan kayu disebabkan perbedaan di dalam struktur dan kehadiran dari unsur
asing. Struktur itu dicirikan dengan jumlah proporsional dari tipe sel yang berbeda
baik sebagai serat, trakeid, pembuluh, saluran resin, jari-jari kayu, dan karena
perbedaan dimensinya. Dijelaskan juga bahwa kecenderungan pangaruh turunan,
pengaruh physiologi dan mekanika berpengaruh sama baik dengan lingkungan
(tanah, air, hujan, panas, dingin) dalam mempengaruhi struktur kayu dan
kerapatannya.
37
PENYUSUTAN
6
5
4
3
2
1
0
Pangkal Tengah Ujung
Tangensial 3.94 5.14 3.84
Radial 5.92 5.51 3.52
Longitudinal 0.52 0.34 0.18
dalam arah tangensial, dan perbedaan dalam massa dinding sel secara radial lawan
tangensial (Bowyer al. 2003).
oleh sebab itu tidak perlu dilakukan uji lanjut karena penyusutan terjadi pada arah
longitudinal umumnya sangat kecil dan penyusutan yang terjadi pada arah
longitudinal pada penguji kayu kaja.
4.3.2 Pengembangan
Hasil rata-rata dan grafik pengembangan arah longitudinal, radial dan
tangensial ditampilkan pada Tabel dan Gambar berikut.
Tabel 20. Nilai rata-rata pengembangan arah longitudinal, tangensial dan radial.
Bagian Batang
Arah Penyusutan
Pangkal Tengah Ujung
Longitudinal 0,61 0,24 0,22
Tangensial 4,77 5,55 5,09
Radial 5,90 6,08 5,40
Secara grafis distribusi pengembangan arah longitudinal, tangensial dan
radial pada kayu kaja dapat dilihat pada Gambar 5.
PENGEMBANGAN
7
6
5
4
3
2
1
0
Pangkal Tengah Ujung
Longitudinal 0.61 0.24 0.22
Tangensial 4.77 5.55 5.09
Radial 5.90 6.08 5.40
bagian ujung 5,09%, kemudian pada arah Radial pada bagian pangkal 5,90%,
tengah 6,08%, dan pada bagian ujung 5,40%.
Pengembangan pada pangkal, tengah, dan ujung mempunyai variasi
dalam pengembangan ketiga arah struktur longitudinal, tangensial dan radialnya.
Pengembangan bagian pangkal, tengah, dan ujung dari stuktur arah tangensial ke
arah radial mengalami peningkatan sedikit dan menurun lagi pada arah
longitudinal. Beberapa ciri anatomis diduga menjadi penyebab perbedaan ini,
termasuk adanya jaringan jari-jari, pernoktahan rapat pada dinding radial,
didominasi kayu dalam arah tangensial, dan perbedaan-perbadaan jumlah zat di
dalam diding sel secara radial dan tangensial (Haygreen dan Bowyer, 1989).
Pengembangan kayu yaitu dimana penambahan air atau zat cair lainnya
pada zat dinding sel akan menyebabkan jaringan mikrofibril itu mengembang
sebanding dengan banyaknya cairan yang ditambahkan, keadaan ini berlangsung
sampai titik jenuh serat tercapai, sehingga kayu mengalami pemuaian dan
mengembang. Penambahan air seterusnya pada kayu tidak akan mempengaruhi
perubahan volume dinding sel, sebab air yang ditambahkan di atas titik jenuh
serat akan ditampung dalam rongga sel (Dumanauw ,1990).
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan
terhadap penyusutan arah longitudinal, radial dan tangensial dilakukan analisis
varian (Anova) seperti pada tabel berikut ini :
Tabel 21. Analisis Varian Pengembangan Arah Longitudinal
Analisis Sidik Varian Pengermbangan Pada Arah Longititudinal
F.Tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F.hitung
5% 1%
Perlakuan 2 0.04 0.02 3.89 6.93
Galat 12 0.32 0.03 0.72tn
Total 14 0.36
Ket: tn = tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%( Jika F hitung < F. Tabel )
Analisis F.hitung dari pengembangan pada arah longitudinal diperoleh
hasil 0,72tn maka dari data tersebut menyatakan tidak berpengaruh nyata pada
taraf 5% oleh sebab itu tidak perlu lagi dilakukan uji lanjut.
44
Ket: tn= tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% ( Jika F hitung < F. Tabel )
Hasil analisis F.hitung dari Modulus Elastisitas (MoE) yang diperoleh
tn
yaitu 0.67 maka dari data tersebut menyatakan tidak berpengaruh nyata pada
taraf 5% oleh sebab itu tidak perlu lagi dilakukan uji lanjut. Kelenturan kayu ini
48
berguna untuk mendapatkan nilai kekuatan kayu dalam menahan beban tanpa
patah. MoE pada setiap sampel uji berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan
kadar air, kerapatan dan struktur kayu walaupun kayu berasal dari pohon yang
sama serta ukuran yang sama. (Haygreen dan Bowyer, 1992).
Nilai MoE jauh lebih tinggi dibandingkan nilai MoR ini disebabkan karena
karena adanya sifat elastisitas dari kayu. Elastisitas berarti bahwa perubahan
bentuk yang dihasilkan suatu benda padat leh tekanan yang rendah kembali secara
sempurna setelah bebabn dilepaskan. Sifat-sifat elastisitas adalah khas untuk
kayu-kayu solid (dibawah batas tekanan tertentu, diatas batas ini perubahan plastis
(plastisitas) atau kerusakan (pecah) akan terjadi. Yang terutama dalam bending
adalah penentuan modulus elastisitas.
4.6 Kekerasan
Tabel 27. Nilai rata rata kekerasan kayu
Perlakuan
Kekerasan P T U
Hj (N) 40.31 31.74 40.93
Hj (Kg) 411.35 323.85 417.65
Data yang ini merupakan salah satu data sifat fisis mekanik kayu, yang
digunakan untuk mengetahui fungsi spesifik dari suatu kayu hal ini sesuai dengan
pendapat Karlinasari (2007) yang menyatakan bahwa dengan mengetahui sifat-
sifat mekanik kayu, kita dapat memastikan fungsi spesifik dari suatu bahan dan
kita bisa mengetahui bahan tersebut cocok digunakan untuk bidang tertentu.
Karena setiap bahan memiliki sifat-sifat mekanik dan fisik yang berbeda maka
pengetahuan tentang sifat-sifat ini adalah hal yang mutlak untuk diketahui.
Secara grafis distribusi Kekerasan kayu kaja diatas dapat dilihat pada
Gambar 7 di bawah ini
KEKERASAN
500
400
300
200
100
0
Pangkal Tangah Ujung
Hj (N) 40.31 31.74 40.93
Hj (N) 411.35 323.85 417.65
Berdasarkan tabel 29 hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada kayu kaja
menunjukkan nilai rata-rata kekerasan yang berpengaruh sangat nyata pada taraf 1
%. Artinya kekerasan kayu merupakan kemampuan kayu untuk menahan kikisan
51
Zat Ekstraktif
60
40
20
0
Pangkal Tengah Ujung
Kadar Air Serbuk 52.88 44.51 38.04
KAN 34.43 30.79 27.54
MF 0.66 0.69 0.72
Hasil praktikum diperoleh rata-rata kadar air serbuk kayu Kaja tertinggi
pada bagian pangkal (52,88 %), kemudian menurun dibagian tengah (44,51 %),
kemudian menurun lagi dibagian ujung (38,04 %). Rata-rata KAN kayu Kaja
tertinggi pada bagian pangkal (34,43%), kemudian menurun ke tengah (30,79%),
kemudian turun ke ujung (27,54 %). Rata-rata MF kayu Kaja tertinggi dibagian
ujung (0.72 %), kemudian naik pada bagian tengah (0.69 %), dan kemudian naik
lagi pada bagian pangkal (0.66 %).
Zat ekstraktif kayu serbuk mempunyai nilai kadar air pada bagian pangkal,
tengah, dan ujung. Kadar air serbuk dari pangkal kebagian tengah mengalami
penurunan, dan mengalami penurunan kembali dari bagian tengah ke bagian
ujung. Kandungan air (KAN) mengalami penurunan, dari pangkal ke tengah dan
turun lagi ke bagian ujung. Tetapi kandungan airnya tertinggi terdapat pada
bagian pangkal. Itu menunjukkan bahwa kandungan air pada kayu kaja paling
banyak terdapat pada bagian pangkal. MF ( Melamine Formaldehyde) merupakan
salah satu jenis resin yang digunakan sebagai perekat, eksterior dan semi
eksterior. Pada kayu kaja ini didapatkan kandungan MF tertinggi pada bagian
ujung sedangkan yang terendah pada bagian pangkal. Penggunaan MF ini
sangatlah luas, seperti industri perekat, tekstil, laminasi, kertas pelapisan
permukaan dan sebagainya.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis varian yang
disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 31. Analisis Kadar Air Serbuk
Analisis Kadar Air
F.Tabel
Sumber Keragaman DB JK KT F.hitung
5% 1%
Perlakuan 2 553.88 276.94 3.89 6.93
Galat 12 332.86 27.74 9.98**
Total 14 886.74 304.68
Ket : ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% ( Jika F hitung < F. Tabel )
Hasil analisis varian menunjukkan bahwa nilai rata-rata Kadar Air Serbuk
berpengaruh sangat nyata pada taraf 1 % (F hitung > F. Tabel ) sehingga perlu
53
dilakukan uji lanjut untuk melihat beda nilai rata-rata tiap perlakuan pada
Koefisien Keragaman (KK) = 3,89 %. Dilihat dari nilai KK maka uji beda rata-
rata kerapatan kondisi basah dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Berdasarkan tabel 30 hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada kayu kaja
menunjukkan nilai rata-rata kadar air serbuk yang berpengaruh sangat nyata pada
taraf 1 %. Artinya sifat ini diakibatkan oleh kelompok hidroksil yang ada di dalam
selulosa maupun hemiselulosa kayu yang menarik molekul air yang melalui ikatan
hydrogen. Selain itu juga tergantung dari temperatur, kelembapan, atmosfer dan
jumlah air yang ada di dalam kayu (Mahali,1999).
dari itu dilakukan uji lanjut dikarenakan nilai penyusutan yang berpengaruh nyata.
Melihat beda nilai rata-rata setiap perlakuan, maka di dapatkan Koefisien
Keragaman (KK) yaitu 1.09%. Dilihat dari nilai KK tersebut maka uji lanjut yang
digunakan adalah uji lanjut beda nyata jujur (BNJ).
Tabel 34. Uji Lanjut Analisis BNJ Kandungan Air (KAN)
Koefisien Keragaman (KK) = 0,541 %. Dilihat dari nilai KK maka uji beda rata-
rata kerapatan kondisi basah dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Tabel 37. Nilai Rata-rata Kadar Ekstraktif Air Panas dan Dingin
Bagian Batang
Kadar Ekstraktif Pangkal Tengah Ujung
Air Panas 10,21 20,75 35,84
Air Dingin 45,18 57,28 56,65
Secara grafik distribusi kayu kadar ekstraktif air panas dan kadar ekstraktif
air dingin pada kaja dapat dilihat pada gambar 9.
Zat Ekstraktif
60
50
40
30
20
10
0
Pangkal Tengah Ujung
Air Panas 10.21 20.75 35.84
Air Dingin 45.18 57.28 56.65
teras maka dapat mengakibatkan kadar air lebih sedikit karena lebih banyak
kandungan zat ekstraktif. Haygreen dan Bowyer (1986), menyatakan bahwa zat
ekstraktif akan menempati sejumlah tempat dalam dinding sel apabila tidak
ditempati air akibatnya jumlah air akan berkurang pada bagian batang. Bakar, dkk
(1998), mengemukakan bahwa pengaruh gaya gravitasi bumi yang menyebabkan
pengiriman air ke bagian yang lebih tinggi memerlukan tekanan kapiler yang
lebih besar. Banyak factor yang mempengaruhi variasi tersebut seperti tempat
tumbuh, iklim, lokasi gegrafis dan spesies itu sendiri. Rad, S (1994), menyatakan
bahwa faktor kelembaban merupakan komponen kimia yang mempengaruhi
penyerapan air pada kayu dan kandungan air yang berada didalam kayu.
Menurut Soenardi (1978), menyatakan bahwa terdapat perbedaan
kandungan ekstraktif pada setiap jenis kayu, bahkan pada jenis yang sama
disebabkan karena pengaruh struktur anatomi, kerapatan sel, umur pohon, volume
pohon dan tebal dinding sel yang berbeda. Mahali (1999), bahwa variasi
kandungan ekstraktif larut air dingin disebabkan banyaknya kayu teras yang
berada pada bagian batang kayu.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisis varian yang
disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 38. Analisis Zat Ekstraktif Air Panas
Analisis Zat Ekstraktif Larut Air Panas
Sumber F.Tabel
DB JK KT F.hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 2 10.15169 1103.24 3.89 6.93
tn
Galat 12 31.49138 2.62428 1.93
Total 14 41.64
Ket : tn= tidak berpengaruh nyata pada taraf 5% (F hitung < F. Tabel )
Analisis varian zat ekstraktif yang larut dalam air panas menunjukkan
hasil tidak berpengaruh nyata baik taraf kepercayaan 5 %, sehingga tidak perlu
dilakukan uji lanjut untuk melihat beda nilai rata-rata setiap perlakuan. Menurut
Soenardi (1978), menyatakan bahwa terdapat perbedaan kandungan ekstraktif
pada setiap jenis kayu, bahkan pada jenis yang sama disebabkan karena pengaruh
58
struktur anatomi, kerapatan sel, umur pohon, volume pohon dan tebal dinding sel
yang berbeda.
Secara grafik distribusi kayu kadar abu kayu kaja dapat dilihat pada
gambar berikut.
PENGABUAN
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Pangkal Tengah Ujung
Rata - rata 0.45 0.56 0.58
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil praktikum kadar air basah pada bagian pangkal, tengah dan ujung kayu
kaja berkisar antara 65,48% - 89,89%. Kadar air basah relatif berbeda pada ke
3 bagian batang pohon. Kadar air basah terbesar terdapat pada bagian pangkal
pohon (89,89%). Kadar air kering udara berkisar antara 20,96% - 22,79%,
kadar air kering udara terbesar terdapat pada bagian tengah pohon (22,79%)
Hal ini sesuai dengan pendapat Haygreen dan Bowyer (1982) mengatakan,
bahwa kandungan air pada bagian pangkal cenderung lebih tinggi dari pada
kandungan air pada bagian (tengah dan ujung).
2. Dari hasil praktikum yang telah didapatkan rata-rata berat jenis basah berkisar
antara 0,79 - 0,90%, berat jenis kering udara berkisar antara 0,70-0,74%, berat
jenis kering tanur nilainya berkisar antara 0,74 - 0,88%. Adanya variasi berat
jenis tersebut dipengaruhi oleh sifat kayu hidroskopis yaitu sifat yang
menyerap atau melepaskan air, atau kelembaban
3. Hasil praktikum kerapatan basah pada bagian pangkal, tengah dan ujung kayu
kaja berkisar antara 1,03 - 1,29%, kerapatan kering udara berkisar antara 0,84-
0,88%, dan kerapatan kering tanur berkisar antara 0,71-0,83%. Variasi
perbedaan kerapatan dipengaruhi oleh faktor kecepatan tumbuh, seperti umur
pohon, dan perbedaan letak tinggi pada batang
4. Perubahan dimensi yaitu penyusutan dan pengembangan terbesar terdapat
pada arah radial, hal ini dikarenakan adanya jari-jari, penoktahan rapat pada
dinding radial dan perbedaan jumlah zat dalam dinding sel secara radial.
5. Nilai rata-rata modulus elastisitas kayu kaja pada sifat mekanik modulus
elastisitas dengan rata-rata nilai MoE adalah sebesar 49643,96 Kg/cm2 dengan
menunjukkan kelas kuat IV dan nilai rata-rata keteguhan lengkung statis
68
dengan rata-rata nilai MoR yaitu sebesar 619,6 Kg/cm2 menunjukkan kelas
kuat III sehingga kayu kaja cocok digunakan untuk konstruksi, tiang-tiang,
pintu, jendela serta kusennya, panil-panil dekoratif, lantai, furnitur, rangka dan
lantai perahu, venir serta kayu lapis. Meskipun keawetan kayu ini tergolong
rendah hingga sedang.
6. Rata-rata kekerasan yang telah didapat pada bagian pangkal, tengah, ujung
yaitu sebesar 384,28kg/cm2 maka kelas kuat kayu Kaja ini adalah kelas kuat
kayu II sehingga kayu kaja digunakan untuk konstruksi, tiang-tiang, pintu,
jendela serta kusennya, panil-panil dekoratif, lantai, furnitur, rangka dan lantai
perahu, venir serta kayu lapis.
7. Hasil praktikum Kadar Air Serbuk kayu kaja tertinggi yaitu pada bagian
pangkal (52,88), KAN pada kayu kaja tertinggi yaitu pada bagian pangkal
(34,43), dan MF kayu kaja tertinggi yaitu pada bagian ujung (0.72), terdapat
variasi kandungan ekstraktif pada bagian pangkal, tengah, dan ujung. hal ini
disebabkan oleh perbedaan proporsi kayu gubal dan proporsi kayu teras.
8. Hasil yang diperoleh zat ekstraktif larut air panas pada bagian pangkal,
tengah dan ujung kayu kaja berkisar antara 10,21-35,84. Zat ekstraktif larut
air panas terbesar pada bagian ujung yaitu 35,84. Zat ekstraktif larut air
dingin berkisar antara 45,18-57,28. Zat ekstraktif larut air dingin terbesar
pada bagian tengah yaitu 57,28. Kandungan zat ekstraktif air dingin dengan
air panas berbeda. Dimana, kandungan pada zat ekstraktif air dingin lebih
besar dan disebabkan banyaknya kayu teras yang berada pada bagian batang
kayu dibandingkan kandungan zat ekstraktif air panas yang sama disebabkan
karena pengaruh struktur anatomi, kerapatan sel, umur pohon, volume pohon
dan tebal dinding sel yang berbeda.
9. Hasil praktikum kadar abu kayu pada bagian pangkal, tengah dan ujung kayu
kaja berkisar antara 0,45-0,58 didapatkan yang tertinggi pada bagian ujung
yaitu 0,58, sedangkan yang terendah pada bagian tengah yaitu 2.5 %. Hal ini
69
5.2. Saran
Agar praktikum lebih mudah diterapkan sebaiknya dilakukan pembenahan
alat-alat laboratorium secara maksimal dan lengkap agar membantu mahasiswa dalam
melakukan praktik mendapatkan data yang lebih akurat lagi, dan saat melakukan
praktikum mahasiswa diharapkan berhati-hati saat memakai alat praktikum untuk
menghindari hal-hal yang dapat menghambat berjalannya praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Bakar, dkk 1998. Panduan Lapang Identifikasi Jenis Pohon Hutan. Kalimantan
Forest and Climate Partnership (KFCP).
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science
An Introduction Fourth Edition. IOWA (US): IOWA State University Pr.
Brown, H.P., A.J.Panshin dan C.C. Forsaith. 1952. Textbook of Wood Technology.
Volume II. McGraw-Hill Book Company. New York Toronto London.
Gunawan Pasaribu. 2010. Analisis Komponen Kimia Empat Jenis Kayu Asal
Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan.
Haygreen, J.G. dan J.L.Bowyer.1989. Hasil Hutan dan limu Kayu. Diterjemahkan
oleh Soetjipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada Univercity Press,
Haygreen, J. G dan J. L. Bowyer. 2003. Hasil Hutan dan Imu Kayu Suatu
Pengantar. Penerjemah Dr. Ir Sujipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Kasmudjo. 2010. Teknik Jitu Memilih Kayu Untuk Aneka Pnggunaan. Penerbit
Cakrawala Media. Yogyakarta
Oey Djoen Seng.1990. Berat Jenis dari Jenis-jenis Kayu Indonesia dan
Pengertian Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Pengumuman Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan No.13. Bogor
Panshin, AJ. dan Carl de Zeeuw. 1980. Texthook of Wood Technology. Fourt
Edition. MeGraw-Hill Book Company
PPKI. 1961. Anatomi Kayu : Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan
Penerbit Fakultas Kehutanan (YPFK). Samarinda.
Rowel, R.M. 2005. Handbook of Wood chemistry and woosd composite. CRC
Press. USA.S
Simpson W, A ten Wolde. 1999. Physical Properties and Moisture Relations of
Wood. Wood as An Engineering Material. Forest Product Laboratory
General Technical Report FDL-GTR-11 .USDA Forest Science (US):
Forest Laboratory US.
Soenardi, 1976. Sifat Fisika Kayu. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM.
Yogyakarta.
Scharai Rad, 1994. Pengujian Kayu. Diterjemahkan oleh Agus Sulistyo Budi.
Jurusan Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Universitas Mulawarman,
Samarinda.
Tobing TL. 1976. Kayu Sebagai Bahan Bangunan. Proyek Penerjemah Literatur
Kehutanan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Wangard. F, 1950. The Mechanical Properties of Wood. John Wiley and Sons Inc.
New York. Chapman and Development Centre. London.