Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

PERENCANAAN SUMBER DAYA HUTAN


ACARA III
PENGUJIAN JANGKA WAKTU PENEBANGAN (JWP) DAN
PENYUSUNAN BAGAN TEBANG HABIS SELAMA DAUR

Oleh :

Nama : Ghina Wardah Hania Putri


NIM : 16/393948/KT/08185
Co.Ass : Elham Petio Wempi
Shift : Selasa, 15.30 WIB

LABORATORIUM PERENCANAAN PEMBANGUNAN HUTAN


DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ACARA III
PENGUJIAN JANGKA WAKTU PENEBANGAN (JWP) DAN
PENYUSUNAN BAGAN TEBANG HABIS SELAMA DAUR

I. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
a. Melaksanakan pengujian jangka waktu penebangan yang bertujuan untuk
apakah perkiraan etat yang ditetapkan telah betul atau perlu diperbaiki.
b. Memperkirakan taksiran volume masing - masing kelas hutan dan total
volumenya, serta besar etat tahap pertama.
c. Memahami kepentingan pembuatan bagan tebang habis dan menyajikan
bagan tebang habisnya.
d. Menyampaikan argumentasi dan pertimbangan yang dipakai dalam
menyusun bagan tebang habis, serta menganalisis kelemahan - kelemahan
yang terdapat di dalamnya.

II. Dasar Teori


Salah satu elemen yang paling penting dalam pengelolaan hutan adalah
konsep kelestarian hasil hutan (sustained yield forestry). Definisi kelestarian
hasil hutan telah mengalami perkembangan dan bervariasi dari negara yang
satu ke negara lain. Pada mulanya suatu hutan dianggap dimanfaatkan secara
lestari bila tebangan tahunan atau periodik tidak mengurangi kapasitas hasil
dan bila setelah penebangan dilakukan di seluruh kawasan hutan, potensi
tegakan di lapangan tidak berkurang dibanding dengan sebelum dilakukan
penebangan (Simon, 2000).
Keinginan untuk mewujudkan hutan normal telah lama menjadi subyek
perdebatan kontroversial antara pendekatan kehutanan dengan pendekatan
ekonomi (Salo dan Tahvonen, 2002; Amacher et al., 2009). Pendekatan
kehutanan klasik dalam mengatur pemanenan hasil hutan menuju terwujudnya
hutan normal dikenal dengan "pengaturan hasil hutan" (Amacher et al., 2009).
Pengaturan hasil merupakan upaya untuk mengatur pemungutan hasil
(panenan) agar jumlah hasil yang dipungut setiap periode kurang lebih sama
dan dapat diusahakan meningkat secara berkesinambungan. Pengaturan hasil
berintikan penentuan etat. Etat didefinisikan sebagai besarnya porsi luas atau
massa kayu atau jumlah batang yang boleh dipungut setiap tahun selama
jangka pengusahaan yang menjamin kelestarian produksi dan sumberdaya.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penetapan etat tebangan, antara
lain : etat volume tidak dibenarkan melebihi pertumbuhan tegakan (riap),
pemanfaatan semua jenis kayu komersial secara optimal, menjamin kelestarian
produksi dan kelestarian hutan, memperhatikan kebijaksanaan pemerintah di
bidang pengusahaan hutan, menjamin fungsi perlindungan hutan. Faktor yang
mempengaruhi etat tebangan, antara lain : sistem silvikultur yang digunakan,
rotasi tebangan yang digunakan, diameter minimum yang diijinkan untuk
ditebang, luas areal berhutan yang dapat dilakukan penebangan, massa
tegakan, jenis pohon. Pada dasarnya metode yang digunakan di dalam
pengaturan hasil adalah metode kombinasi etat luas dan etat volume
(Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia, 1999).
Dalam pelaksanaan pengaturan hasil hutan memerlukan tiga tahap
kegiatan, yaitu :
1. Perhitungan etat, yaitu jumlah hasil yang dapat diperoleh setiap tahun atau
selama jangka waktu tertentu. Bila hasil tersebut dinyatakan dalam luas
dinamakan etat luas, dan bila dinyatakan dalam m3 dinamakan etat
volume.
2. Pemisahan jumlah hasil tersebut ke dalam hasil penjarangan dan hasil
tebangan akhir.
3. Penyusunan rencana tebangan, baik tebangan penjarangan maupun
tebangan akhir, berikut keterangan tentang keadaan tegakan serta tata
waktunya (Simon, 1994).

Pengujian jangka waktu penebangan (cutting test time) adalah pengujian


terhdap kelestarian produksi selama daur berdasarkan luas tegakan produksi
yang ada serta besdasarkan potensi produksi dari masing-masing petak.
Bilamana dalam pengujian kumulatif tahun-tahun penebangan selam daur
terdapat perbedaan yang nyata maka etat massa yang tealah didapat dikoreksi
dan untuk diuji lagi pada cutting test time berikutnya sampai perbedaan yang
terjadi kurang dari 2 tahun (Departemen Kehutanan, 1997).

Salah satu bagian dari sistem pengaturan kelestarian tegakan hutan yang
belum memper- timbangkan faktor resiko kerusakan hutan akibat perubahan
sosial tersebut adalah pengaturan pemanenan selama daur. Bagan Tebang
Habis Selama Daur (BTHSD) sebenarnya mencerminkan bagaimana struktur
luas hutan akan dibentuk pada akhir daur (jangka panjang). Luas tebangan tiap
jangka umumnya dibuat hampir sama dengan harapan luas tegakan untuk
berbagai umur juga akan relatif sama. Dengan kata lain, struktur luas tegakan
hutan yang akan dibentuk pada akhir daur diharap- kan mendekati keadaan
hutan normal (Rohman, dkk, 2013).

III. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini, meliputi :
a. Alat tulis
b. Microsoft excel/kalkulator

Bahan yang digunakan pada praktikum ini meliputi :

a. Ikhtisar Kelas Hutan


b. Daftar Susunan Kelas Hutan
c. Tabel Potensi Produksi Instruksi 1974
d. Tabel Tegakan Tanaman Jati (Tabel WvW)
IV. Cara Kerja
a. Pengujian Jangka Waktu Penebangan

Etat Luas dan Volume didapatkan dari tabel potensi produksi instruksi 1974

JWP dihitung berdasarkan volume dimulai dari kelas hutan yang paling siap di
tebang

UTR masing - masing kelas hutan dihitung

JWP kumulatif dihitung. Jika JWP kumulatif tidak menyimpang jauh dari daur,
maka UTR dan taksiran volume per kelas hutan dapat dipakai(telah betul)

Jika JWP kumulatif masih menyimpang jauh dari daur, maka perlu dilakakukan
kembali JWP kumulatif

Pengujian JWP kumulatif dilakukan dengan cara merubah/merevisi etat

Prosedur pengujian di ulang kembali, mulai dari poin 3


Pengujian JWP menggunakan Etat Luas dan Volume didapatkan dari tabel
potensi produksi instruksi 1974. Setelah itu, JWP dihitung berdasarkan volume
dimulai dari kelas hutan yang paling siap di tebang, dimulai dari Miskin Riap
Alam –Miskin Riap Tanaman – Masak Tebang – KU Tua – KU muda.
Kemudian, UTR masing - masing kelas hutan yang ada dihitung. Lalu
menghitung UTRL dan UTRV. Jika UTRL dan UTRV tidak beda jauh
(maksimal berbeda 0,175), maka taksiran volume dapat digunakan (telah
betul). Bila UTRL dan UTRV berbeda jauh, maka volume dihitung lagidan
dicari UTRV 1. Jika UTRV2 atau berikutnya tidak berdeda jauh dengan
UTRV1 atau sebelumnya, maka UTRV1 dan taksiran volumenya telah betul.

Setelah UTR masing – masing kelas hutan sudah didapatkan, JWP


kumulatif dihitung. Jika JWP kumulatif tidak menyimpang jauh dari daur,
maka UTR dan taksiran volume per kelas hutan dapat dipakai (telah betul).
Jika JWP kumulatif masih menyimpang jauh dari daur, maka perlu
dilakakukan kembali JWP kumulatif. Pengujian JWP kumulatif dilakukan
dengan cara merubah/merevisi etat. Bila JWP > Daur, artinya etat sebelumnya
terlalu kecil, sehingga etat perlu diperbesar. Bila JWP < Daur artinya etat
terlalu besar maka etat perlu diperkecil. Prosedur pengujian di ulang kembali,
mulai dari poin 3

b. Pembuatan Bagan Tebang Habis Selama Daur

Dari hasil acara uji JWP, Bagan Tebang Habis Selama Daur dibuat
dengan memilih alternatif luas tebangan dibuat tetap setiap jangka.

Dari hasil acara uji JWP, Bagan Tebang Habis Selama Daur dibuat
dengan memilih alternatif volume tebangan dibuat tetap setiap jangka.

Sebagai bahan pembanding,dibuat bagan tebang habis dengan alternatif


yang lain yaitu CPC.
Pembuatan Bagan Tebang Habis Selama Daur (BTHSD) menggunakan
data dari hasil uji JWP dan CPC dari acara 2. Kemudian, pembuatan BTHSD
dilakukan dengan dua ketetapan, yaitu dengan etat luas yang tetap namun
konsekuensinya volume berfluktuasi, dan etat volume dibuat tetap dengan
konsekuensi luas berfluktuasi. Setelah itu, nilai ATP diperoleh dari data luasan
hutan yang tidak produktif.
Daftar pistaka
Departemen Kehutanan. 1997. Handbook Of Indonesian Forestry. Koperasi Karyawan Departemen
Kehutanan Republik Indonesia : Jakarta

Rohman, Sofyan P. Warsito, Ris Hadi Purwanto, & Nunuk Supriyatno. 2013. Normalitas Tegakan
Berbasis Resiko Untuk Pengaturan Kelestarian Hasil Hutan Tanaman Jati Di Perum Perhutani. Jurnal Ilmu
Kehutanan. Vol 7 (2), Hal 83

Simon, H. 1994. Pengaturan Hasil Hutan. Bagian Penerbitan Yayasan Pembinaan Fakulatas Kehutanan
Ugm. Yogyakarta.

Amacher GS, Ollikainen M, & Koskela E. 2009. Economics of Forest Resources. The MIT Press
Cambridge, Massachusetts London, England

Salo S & Tahvonen O. 2004. Renewable resources with endogenous age classes and allocation of
land Amer. J. Agr. Econ. 86(2), 513-530

Simon H. 2000. Hutan Jati dan Kemakmuran Problematika dan Strategi Pemecahannya. Yogyakarta:
BIGRAF Publishing.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia.
Ed-2. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai