TINJAUAN PUSTAKA
yang maksimal dapat diperoleh sepanjang waktu tanpa membahayakan hasil di masa
yang akan datang, dan oleh karena itu kelestarian hasil hutan dapat dipertahankan.
dan untuk produksi. Kelas hutan bukan untuk produksi adalah kawasan hutan yang
karena berbagai-bagai sebab tidak dapat disediakan untuk penghasilan kayu dan/atau
hasil hutan lainnya, yang terdiri dari TBP (tak baik untuk penghasilan), LDTI
(lapangan dengan tujuan istimewa), SA/HW (suaka alam/hutan wisata), dan hutan
lindung. Kelas hutan untuk produksi merupakan lapangan-lapangan untuk
menghasilkan kayu dan/atau hasil hutan lainnya, yang terdiri dari kawasan untuk
produksi kayu jati dan bukan untuk produksi kayu jati. Kawasan yang baik untuk
produksi kayu jati, dibagi atas kawasan baik untuk perusahaan tebang habis dan tidak
baik untuk perusahaan tebang habis (TBPTH), sedangkan kawasan yang bukan untuk
produksi kayu jati, dibagi lagi atas kawasan tak baik untuk jati, tanaman jenis kayu
lain (TJKL), dan hutan lindung terbatas (HLT).
Kawasan yang baik untuk perusahaan tebang habis, dibagi ke dalam kawasan
produktif dan tidak produktif. Kawasan ditumbuhi dengan hutan jati produktif dibagi
lagi dalam kelas-kelas hutan yang didasarkan atas umur (kelas umur) dan keadaan
hutannya. Kelas umur I s/d XII (KU I s/d XII) yaitu semua hutan tanaman jati yang
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu dipisah-pisahkan ke dalam 12 kelas umur.
Masing-masing meliputi 10 tahun, sehingga hutan-hutan yang pada permulaan jangka
perusahaan berumur 1 sampai 10 tahun, dimasukkan ke dalam kelas umur ke I, hutan-
hutan yang berumur 11 s/d 20 tahun tergolong ke dalam kelas umur ke II, dst. Kelas
hutan masak tebang (MT) adalah tegakan-tegakan yang berumur 120 tahun atau lebih
dan baik, termasuk ke dalam ”masak tebang” (lengkapnya : sudah masak untuk
ditebang = sudah waktunya boleh ditebang). Batas umur tertinggi untuk kelas hutan
ini tidak ada dan keadaan hutan ini, demikian baiknya, hingga penebangannya dapat
ditunda dalam waktu yang agak lama dengan tidak menimbulkan kerugian apa-apa.
Untuk keperluan penetapan bonita, umurnya ditetapkan 120 tahun. Jika batang dan
tajuk pohon-pohon mempunyai banyak cacat-cacat itu seharusnya dimasukkan ke
dalam kelas hutan miskin riap. Kelas hutan miskin riap (MR) adalah semua hutan jati
yang berdasarkan keadaannya tidak memuaskan, yaitu tidak ada harapan mempunyai
riap yang cukup, dimasukkan ke dalam kelas hutan ”miskin riap”. Hutan-hutan
6
semacam itu perlu secepat mungkin ditebang habis dan diganti dengan tanaman jati
yang baru (Perum Perhutani 1974).
Kawasan yang termasuk kawasan tidak produktif, yaitu : lapangan tebang habis
jangka lampau (LTJL), tanah kosong (TK), hutan kayu lain (terdiri dari TKLdan
HAKL), dan hutan jati bertumbuhan kurang (terdiri dari TJBK dan HAJBK).
alam, yang terdapat pada lapangan untuk tebang habis, maupun pada lapangan yang
tidak baik untuk tebang habis; D.2. tebangan tak tersangka, adalah penebangan yang
berasal dari lapangan-lapangan yang mengalami kerusakan akibat angin, bencana
alam atau akan dibuat jalan dan sebagainya, baik di dalam kawasan hutan maupun di
pekarangan dinas TPK atau tanah perusahaan; D.3. Tebangan pilih ialah penebangan
eksploitasi yang dilakukan secara selektif pada lapangan-lapangan yang tidak baik
untuk tebang habis. Sedangkan tebangan E ialah penebangan yang berasal dari
pemeliharaaan hutan-hutan yang dilakukan dengan jalan penjarangan. Hasil yang
diperoleh dari tebang penjarangan diartikan pula sebagai hasil pendahuluan .
2.6 Daur
Daur adalah jangka waktu antara saat penanaman hutan sampai dengan saat
pemungutan hasil akhir atau tebangan habis. Menurut Simon (2000) daur atau rotasi
adalah suatu periode dalam tahun yang diperlukan untuk menanam dan memelihara
suatu jenis pohon sampai mencapai umur yang dianggap masak untuk keperluan
tertentu. Istilah daur sebenarnya hanya dipakai untuk pengelolaan hutan tanaman
sama umur. Daur dibedakan menurut jangka waktu (lamanya) sebagai berikut :
Daur pendek : kurang dari 15 tahun
Daur menengah : 15 – 35 tahun
Daur panjang : > 40 tahun
Pada dasarnya daur yang digunakan adalah daur ekonomis/finansial karena
lebih sesuai dengan tujuan perusahaan. Dalam menetapkan daur juga
mempertimbangkan berbagai aspek lain sesuai kondisi sosial ekonomi daerah, tingkat
kerawanan sosial dan sebagainya. Pedoman umum daur kayu kelas perusahaan jati
adalah 40 – 80 tahun (Perum Perhutani 1992).
Timbulnya istilah daur tidak terlepas dari konsep hutan normal. Pada mulanya,
maksud konsep hutan normal adalah untuk menyajikan suatu patokan sebagai
pembanding keadaan hutan yang ada di lapangan untuk kepentingan pengelolaan
hutan berdasarkan azas kelestarian (MEYER et al. 1961 diacu dalam Simon 2000).
Idealnya, setiap tegakan dalam suatu hutan normal akan ditebang pada umur tertentu,
8
yaitu umur daur. Oleh karena itu penentuan panjang daur merupakan salah satu
keputusan kunci dalam pengelolaan hutan tanaman sama umur.
Adapun pertimbangan KPH Bojonegoro menggunakan daur 60 tahun dan umur
tebang minimum (UTM) 50 tahun adalah dengan memperhatikan struktur kelas hutan
produktif yang ada, kurang menguntungkan menggunakan daur lama (70 tahun dan
80 tahun); serta memperhatikan azas kelestarian hutan dan azas kelangsungan
produksi.
Etat luas =
D = daur (tahun)
Etat massa =
UTR = ū + ½ d
Keterangan : UTR = umur tebang rata-rata
d = daur
ū = umur rata-rata yang dihitung dengan rumus :
ū=