Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

PERENCANAAN SUMBERDAYA HUTAN


ACARA I
PENYAJIAN STRUKTUR KELAS HUTAN DAN
DISTRIBUSI SPASIAL STRUKUR KELAS HUTAN

Disusun oleh :

Nama : Yoland Windy Astika

NIM : 19/440049/KT/08934

Co ass : Mustika Novia R.

Shift : Jum’at, 13.00 WIB

LABORATORIUM PERENCANAAN PEMBANGUNAN HUTAN


LABORATORIUM SISTEM INFORMASI SPASIAL DAN PEMETAAN HUTAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA I
PENYAJIAN STRUKTUR KELAS HUTAN DAN
DISTRIBUSI SPASIAL STRUKUR KELAS HUTAN

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mampu untuk menyajikan struktur kelas hutan,
bonita, dan KBD dengan menggunakan pivot tabel dan Q GIS.

II. CARA KERJA


Berikut langkah-langkah yang dilakukan pada praktikum ini:
Cermati bahan praktikum berupa PDE 2 Getas Ngandong

Olah data dari PDE 2 Getas Ngandong

Sajikan data dari PDE 2 Getas Ngandong

Sajikan distribusi spasial

Pertama, dicermati terlebih dahulu data PDE 2 Getas Ngandong. Setelah itu,
data diolah menggunakan microsoft excel. Pada data PDE 2 Getas Ngaladok pada
bagian kelas hutan dipilih atau difiter kelas hutan produktif berupa MR, MT, dan KU.
Lalu data tersebut diolah dengan bantuan Pivot Table. Kemudian data disajikan dalam
bentuk tabel dan grafik untuk struktur kelas hutan produktif, perubahan Bonita, dan
perubahan KBD. Selanjutnya, dari data tersebut, disajikan distribusi spasial berupa
peta struktur kelas hutan produktif, perubahan Bonita, dan perubahan KBD dengan
bantuan software QGIS.

III. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. File PDE Getas Ngandong
2. Alat tulis
3. Microsoft Excell
4. Kalkulator/laptop
5. Software Q GIS
IV. DATA
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil data sebagai berikut:
Terlampir

V. PEMBAHASAN
Risalah hutan atau inventarisasi hutan merupakan cara yang digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai kondisi suatu tegakan (Lestari dkk., 2017).
Kegiatan ini juga dilakukan untuk mengetahui potensi hutan dan lingkungannya.
Dalam praktikum ini data yang digunakan sebagai bahan praktikum yaitu PDE hasil
inventarisasi KHDTK Getas KPH Ngawi tahun 2014 yang berisi data mengenai
potensi hutan yang ada pada tingkat unit manajemen yaitu anak petak. Data hasil
inventarisasi dimasukkan dalam bentuk PDE (Pengolahan Data Elektronik) dimana
data yang ada sudah di masukkan kedalam software.
Menurut Putranto (2010) menjelaskan bahwa pemisahan hutan kedalam kelas
hutan diatur oleh Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No
143/KPTS/DJ/1974 tentang inventarisasi hutan (RKPH). Hal ini dilakukan untuk
mengatur kelestarian hutan. Pemisahan hutan kedalam kelas hutan berdasarkan tujuan
pengusahaannya dibagi menjadi 2 yaitu untuk produksi dan bukan untuk produksi.
Hutan bukan untuk produksi yaitu kawasan hutan yang karena berbagai sebab tidak
dapat disediakan untuk penghasilan kayu dan/atau hasil hutan lainnya. Lapangan-
lapangan tersebut dibagi menjadi empat golongan yaitu :
– Tak Baik untuk Produksi (TBP) Ke dalam golongan ini termasuk lapangan-
lapangan yang tidak baik untuk penghasilan karena keadaan alamnya, seperti
sungai, tebat, rawa, sumber lumpur, bukit-batu dan sebagainya.
– Lapangan dengan Tujuan Istimewa (LDTI) Ke dalam golongan ini termasuk alur,
jalan rel dan jalan mobil, pekarangan-pekarangan, tempat penimbunan kayu,
lapangan penggembalaan ternak tetap, kuburan, tempat pengambilan batu, dan
sebagainya.
– Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata (SA/HW) Hutan Suaka Alam dan Hutan
Wisata ditunjuk dengan surat Keputusan Pemerintah.
– Hutan Lindung (HL) Hutan Lindung ditunjuk dengan surat Keputusan Pemerintah.
Yang kedua yaitu hutan produksi, merupakan lapangan untuk menghasilkan
kayu dan/ atau hasil hutan lainnya, dalam hal ini yang terpenting adalah penghasilan
kayu jati. Di samping itu, dihasilkan jenis-jenis kayu lainnya atau hasil hutan lainnya,
baik terus menerus maupun untuk sementara waktu sebagai tanaman giliran, terutama
untuk lapangan yang tidak dapat ditumbuhi jati. Kelas hutan ini terdiri atas lapangan-
lapangan yaitu untuk produksi kayu jati. Produksi kayu jati dilakukan dalam suatu
perusahaan yang teratur. Dari berbagai bentuk perusahaan yang terpenting adalah
perusahaan tebang habis (diikuti dengan permudaan buatan). Bentuk perusahaan
lainnya pada waktu ini boleh dikatakan tidak baik untuk produksi jati. Kelas hutan ini
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Baik untuk perusahaan tebang habis Tidak semua lapangan yang dianggap baik
untuk perusahaan tebang habis jati itu ditumbuhi dengan hutan jati yang ada
hasilnya berupa kayu jati. Kelas hutan ini dibagi dua kelompok yaitu:
• Produktif Kawasan yang ditumbuhi dengan hutan jati produktif dibagi lagi
ke dalam kelas-kelas hutan yang didasarkan atas umur (kelas umur) dan
keadaan hutannya.
➢ Kelas umur I s/d XII (KU I s/d XII) Semua hutan tanaman jati yang
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu dipisah-pisahkan ke
dalam 12 kelas umur. Masing-masing meliputi 10 tahun, sehingga
hutan-hutan yang pada permulaan jangka perusahaan berumur 1
sampai 10 tahun dimasukkan ke dalam kelas umur I, hutan-hutan
yang berumur 11-20 tahun tergolong ke dalam kelas umur II dan
seterusnya. Kerapatan Bidang Dasar pada kelas umur minimal 0,6.
➢ Masak Tebang (MT) Tegakan-tegakan yang berumur 120 tahun atau
lebih dengan kondisi baik, termasuk ke dalam masak tebang. Jika
batang dan tajuk pohon-pohon banyak cacat dimasukkan ke dalam
anak kelas hutan Miskin Riap.
➢ Miskin Riap (MR) Semua hutan jati yang berdasarkan keadaannya
tidak memuaskan yaitu tidak ada harapan mempunyai riap yang
cukup, dimasukkan ke dalam kelas hutan miskin riap. Hutan-hutan
semacam ini perlu 11 secepat mungkin ditebang habis dan diganti
dengan tanaman jati yang baru.
• Tidak Produktif Kelas hutan ini meliputi semua lapangan-lapangan dalam
kelas perusahaan tebang habis tetapi tidak ditumbuhi dengan hutan jati
yang produktif. Kelas hutan ini dibagi menjadi empat kelas hutan, yaitu:
➢ Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau (LTHJL) Dalam perusahaan
tebang habis, seringkali lapangan bekas tebangan baru ditanami pada
tahun berikutnya. Jika dalam tahun tersebut terakhir itu menjadi
tahun pertama, maka lapangan tersebut dimasukkan ke dalam kelas
hutan ”Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau”.
➢ Tanah Kosong (TK) Kelas hutan ini meliputi lapangan yang gundul
atau yang hampir gundul (padang rumput, hutan belukar, dan
sebagainya) yang dapat dianggap akan memberi permudaan hutan
yang berhasil baik di kemudian hari setelah ditanami dengan jati. Di
dalam kelas hutan ini dimasukkan juga lapangan-lapangan tidak
produktif yang sudah diadakan pungutan hasilnya, akan tetapi belum
ditanami.
➢ Hutan kayu lain Kelas hutan ini meliputi semua lapangan-lapangan
yang ditumbuhi kayu lain, yang dapat diganti dengan tanaman jati.
Kelas hutan ini dibagi menjadi dua anak kelas hutan, yaitu:
❖ Tanaman Kayu Lain (TKL) Anak kelas hutan ini meliputi
tanaman kayu lain yang dibuat pada tempat-tempat dimana jati
tidak dapat tumbuh dan yang tidak akan dipertahankan.
❖ Hutan Alam Kayu Lain (HAKL) Termasuk dalam kelas hutan
ini ialah lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan kayu lain
secara alami dan dianggap baik untuk dirombak menjadi
tanaman jati.
➢ Hutan jati bertumbuh kurang Kelas hutan ini meliputi semua
lapangan-lapangan yang bertumbuhan jati yang dipandang dari sudut
perusahaan harus dihitung sebagai kurang atau tidak menghasilkan.
Kelas hutan ini dibagi menjadi dua anak kelas hutan yaitu:
❖ Tanaman Jati Bertumbuhan Kurang (TJBK) Anak kelas hutan
ini meliputi tanaman jati yang sebagian besar gagal dan
pertumbuhannya buruk.
❖ Hutan Alam Jati Bertumbuhan Kurang (HAJBK) Anak kelas
hutan ini meliputi hutan alam jati yang sebagian besar rusak,
tetapi masih dapat diubah menjadi tanaman jati yang
menguntungkan dan mempunyai volume 6-25 m³/ha. Jika
volumenya lebih tinggi, maka hutan ini dimasukkan kelas hutan
miskin riap.
b. Tak Baik untuk Perusahaan Tebang Habis (TBPTH) Anak kelas hutan ini
terdiri dari hutan-hutan alam jati yang berada pada:
• Lapangan-lapangan yang bonitanya sedemikian rupa, sehingga
berhasilnya tanaman kontrak pada lapangan itu sesudah ditebang habis
diragukan.
• Lapangan-lapangan yang jika dibuka menimbulkan bahan tanah
gugur, tanah longsor, atau dapat menimbulkan aliran yang terlalu deras.
• Lapangan-lapangan yang curam.
c. Bukan untuk Produksi Kayu Jati Lahan-lahan ini ditujukan untuk
menghasilkan jenis kayu lain atau hasil hutan lain.
➢ Tak baik untuk jati
• Tanah Kosong Tak Baik untuk Jati (TK TBJ) Termasuk kelas hutan ini
ialah lapangan-lapangan yang gundul, yang tanahnya berbeda dalam
keadaan sedemikian rupa, sehingga 13 orang harus menganggap bahwa
sesuatu tanaman jati pada lapangan-lapangan itu tidak menguntungkan.
Juga termasuk dalam kelas hutan ini lapangan-lapangan yang becek,
yang tidak dapat dikeringkan sehingga tanah itu menjadi baik untuk
tanaman jati.
• Hutan Kayu Lain Tak Baik untuk Jati (HKL TBJ) Kelas hutan ini
meliputi lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan kayu lain akan
tetapi yang tidak termasuk ke dalam golongan hutan lindung dan yang
tidak baik untuk diubah menjadi tanaman jati. Kelas hutan ini dibagi
lagi atas dua anak kelas hutan, yaitu:
❖ Tanaman Kayu Lain Tak Baik untuk Jati (TKL TBJ) Kelas
hutan ini meliputi tanaman-tanaman jenis kayu atau tumbuhan
lainnya yang tidak menghasilkan (gagal atau kurang
memuaskan). Karena tanah-tanah itu tidak baik diubah menjadi
tanaman jati, maka tanah itu masuk perhatian untuk ditanami
lagi dengan jenis kayu lain yang bukan jenis yang ditanami
semula.
❖ Hutan Alam Kayu Lain Tak Baik untuk Jati (HAKL TBJ) Kelas
hutan ini meliputi lapangan-lapangan yang ditumbuhi dengan
kayu lain yang diadakan oleh alam sendiri yang dianggap tidak
akan berhasil menjadi baik jika diubah menjadi tanaman jati.
• Hutan Jati Merana (HJM) Kelas hutan ini meliputi semua hutan jati
yang seluruhnya atau sebagian besar mati, akan mati atau sudah mati.
Kelas hutan ini dibagi atas dua anak kelas hutan, yaitu:
❖ Tanaman Jati Merana (TJM) Keadaaan anak kelas hutan ini termasuk
tanaman-tanaman jati yang gagal, yang hampir mati dan/ atau yang
sudah mati, yang tidak karena penanaman yang kurang baik,
pemeliharaan atau perlindungan yang kurang cukup.
❖ Hutan Alam Jati Merana (HAJM) Anak kelas hutan ini meliputi hutan
alam jati yang disebabkan oleh tempat tumbuh (tanah).
➢ Tanaman Jenis Kayu Lain (TJKL) Kelas hutan ini meliputi semua tanaman
jenis kayu selainnya yang dapat dianggap produktif, ditanam dengan
maksud pada waktunya diambil hasilnya, baik berupa kayu maupun hasil
hutan lainnya.
➢ Hutan Lindung Terbatas (HLT) Pemisahan anak petak dilakukan jika dalam
sesuatu petak terdapat berbagai kelas hutan (kelas umur), ataupun dalam
satu kelas hutan terdapat perbedaan yang besar dalam bonita atau kepadatan
bidang dasar, maka petak itu dibagi atas anak petak sepanjang pembagian
tersebut diperlukan. Batas anak petak dibuat sesederhana mungkin,
mengikuti bentuk lapangan dan sejauh mungkin mempergunakan batas
alam. Kerapatan bidang dasar (KBD) adalah perbandingan antara bidang
dasar hasil sampling dengan bidang dasar yang terdapat dalam tabel
tegakan.

Dalam kegiatan praktikum kali ini pengolahan data dilakukan dengan


menggunakan fitur pivot table pada Ms. Excel. Pada prinsipnya pivot table merupakan
sebuah sarana untuk menghitung jumlah frekuensi data sel-sel pada Ms. Excel dengan
data hasil berupa frekuensi dan grafik (chart) (Subagyo, 2009). Kelebihan dari pivot
table adalah dapat memilih kriteria data dengan jumlah yang sangat banyak dan dapat
disajikan dengan peyajian data yang sangat sedikit. Sedangkan untuk kelemahan pivot
table yaitu kurang efektif digunakan untuk pengelompokan data yang berisi jam,
menit, ataupun detik.
KBD atau kerapatan bidang dasar adalah perbandingan antara bidang dasar
hasil sampling dan bidang dasar yang terdapat pada tabel tegakan. KBD dibutuhkan
dalam kegiatan pengelolan hutan untuk mengetahui potensi tegakan jati dengan
adanya data KBD tiap petak. Perubahan KBD akan mempengaruhi perubahan kelas
umur dan bonita. Sementara itu bonita atau biasa disebut dengan kualitas tempat
tumbuh pada tanaman jati sangat penting karena dapat mempengaruhi pertumbuhan
jati. Dalam konteks hutan berbasis kayu dapat mencerminkan potensi produksi kayu
pada suatu tegakan (Kusnaedi, 2016).
Kegiatan praktikum menghasilkan data pivot tabel dan data peta mengenai
KBD, struktur hutan, dan bonita. Data mengenai struktur kelas hutan disajikan dalam
pivot teble dengan berupa angka yang menyatakan luas area. Struktur kelas hutan
terbanyak pada pivot tabel dapat dilihat dari luasan yang ada yaitu pada KU 1 dengan
total luas area sebesar 3354.84 Ha dan struktur kelas hutan yang paling kecil yaitu KU
VI dengan luasan 3.18 Ha dari 4515.72 Ha luas area yang ada. Sedangkan pada peta
dapat dilihat sebaran kelas hutan yang menutupi area paling banyak juga KU 1 dan
paling sedikit KU VI, pada peta telihat di mana saja letak lokasi kelas hutan tersebut.
Dari kedua penyajian data tersebut dapat diketahui bahwa pada KHDTK Getas
kebanyakan penutupan lahan produktifnya yaitu ditumbuhi oleh tanaman dengan usia
1-10 tahun.
KBD pada KU III memiliki rata-rata perubahan yang paling besar yaitu
1.025188 dan perubahan paling kecil yaitu pada kelas hutan MR yaitu 0.538. KBD
sangat berpengaruh terhadap pengelompokan unit tegakan terhadap kelas hutan.
Menurut KBD rata-rata pada suatu tegakan akan semakin besar pada KU yang besar
pula, namun pada KHDTK Getas tidak demikian, hal ini dapat terjadi akibat adanya
gangguan hutan seperti bencana alam atau penjarahan lahan (Indah, 2009). Pada peta
dapat dilihat persebaran rata-rata KBD terbanyak yaitu 1.025187. Sehingga dapat
dilihat pada KHDTK Getas Ngawi luasan area yang ada kebanyaan di dominasi oleh
KU, dimana syarat KU sendiri yaitu tegakan yang memliki KBD minimal 0,6. Pada
data bonita diperoleh perubahan bonita paling tinggi yaitu pada KU I dan yang paling
kecil yaitu pada MR. Nilai bonita dapat digunakan sebagai indikasi kualitas lahan,
dimana nilai bonita terbesar menunjukkan potensi yang lebih baik. Dengan pernyataan
ini dapat diketahui bahwa pada kawasan KHDTK Getas kualitas lahan paling tinggi
pada KU I dan paling rendah pada KU VI, hal ini juga dapat memperlihatkan bahwa
potensi produktivitas yang tertinggi pada KU1 dan terendah pada KU VI. Pada peta
dapat dilihat persebaran bonita yang ada merata disetiap kelas hutannya.
VI. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penyajian struktur kelas hutan, bonita, dan KBD dapat dilakukan dengan
menggunakan pivot tabel, grafik pivot tabel, dan QGIS. Penyajian menggunakan pivot
tabel dapat dilihat nilai dan dibandikan menggunakan grafik berdasarkan tabel
tersebut. Penyajian menggunakan peta data dilihat letak luasannya sesuai dengan
keadaan rupa bumi.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Indah, K. (2009). Skripsi Evaluasi Perubahan Kelas Hutan Produktif Tegakan Jati
(Tectona grandis) di KPH Cepu Unit Perhutani Jawa Tengah. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Kusnaedi, N. S. (2016). Model Penduga Kualitas Tempat Tumbuh Jati (Tectona
grandis) Menggunakan Cetra Resolusi Sangat Tinggi Pesawat Tidak Berawak
di KPH Nganjuk . Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 5 (2)., 185-194.
Lestari, A., Soraya, E., & Soeprijadi, D. (2017). [SKRIPSI] Pendugaan Luas Bidang
Dasar Tegakan Jati (Tectona grandis L.f) dengan Citra Spot 6 Studi Kasus di
Bagian Hutan Getas, KPH Ngawi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Putranto, M. A. (2010). [SKRIPSI] Perancangan Sistem Inventarisasi Hutan Industi
Berbasis Sistem Informasi Geografis. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Subagyo. (2009). Manfaat Fitur "Pivot Table" dari Microsoft Office Excel Untuk
Pengolahan Data Statistik Perpustakaan. Jurnal Pustakawan Indonesia, 10 (1),
13-25.

Anda mungkin juga menyukai