Anda di halaman 1dari 34

PENYUSUNAN RENCANA-RENCANA SELAMA JANGKA

(Laporan Praktik Umum)

Oleh
Kelompok 9

Fawwaz Akbar 1914151038


Hananta Yoga Ravindra 1914151067
Chika Jenita Arsyan 1914151096
Vio Deka Ananda 1914151004
Rohmi Aisah 1914151073
Rahmat Syahrul Ramadhan 1914151094
Afrindah Sinurat 1914151042
Meyzia Ulfa 1914151025
Wahyu Edi Chandra Pratama 1954151009

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
A. TUJUAN

Tujuan dari praktik ini adalah sebagai berikut.


1. Mahasiswa dapat memahami Proses Penyusunan Rencana Selama Jangka
(Mulai Dari PK-10, PK-11, PK-17, DAN PK-20).
2. Mahasiswa dapat menyusun ikhtisar rencana tebangan menurut waktu dan
tempat (PK-10) dengan parameter yang ada, dan dilanjutkan dengan
penyusunan PK-11 dan PK-20.
3. Mahasiswa dapat menyusun rencana pemeliharaan dan penjarangan (PK-17)
berdasarkan norma dan system penjarangan yang diterapkan.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktik umum ini sebagai berikut.
1. Belangko bagan tebang habis selama daur, Rencana tebangan, Rencana
Teresan, Rencana Tanaman, dan Rendana Pemeliharaan.
2. Peta bagian hutan skala 1:10.000 dan data peta per RTH.
3. Kertas warna warni register risalah hutan dan daftar kelas hutan yang telah
dibuat sebelumnya.
Tabel WvW.

C. METODE

Praktik ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Dari bahan bagan tebang habis selama daur yang tersedia, buatlah intisari
rencana tebangan menurut waktu dan tempat (PK-10) baik untuk tebangan A,
maupun tebangan B berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada.

Setelah selesai Menyusun PK-10 lanjutkan dengan penyusunan Rencana


Teresan dan Rencana Tanaman.
Dari bahan yang tersedia (PK-2, PK-3, PK-5 dan PK-6), susunlah Rencana
Pemeliharaan dan Penjarangan (PK-17).
FAWWAZ AKBAR

D. PEMBAHASAN

Rencana tebangan selama jangka perusahaan yang pertama (jangka ke-1) disusun

kedalam model PDE.10d/h PK.10. Berdasarkan bagan tebang habis, langsung

dapat diketahui kelas hutan yang direncanakan untuk ditebang habis dalam jangka

pertama. Penyusunan urutan-urutan penebangan adalah sebagai berikut.

1. Urutan waktu penebangan harus didasarkan kepada luas dan potensi

produksi rata-rata pertahun. Luas dan volume tebangan tiap tahun agar

diusahakan merata setiap tahun dengan mengingatkan kemungkinan

rebaisasinya dan fluktuasi supply.

2. Urutan tempat penebangan harus diarahkan sedapat mungkin untuk

memperoleh bidang penebangan yang terpusat (kap sentra), supaya jalan-

jalan angkutan yang ada dan akan dibuat dalam jangka pertama dapat

dipakai seefisien mungkin (Perum Perhutani, 1974).

Potensi sangat diperlukan untuk menyediakan informasi ketersediaan bahan baku

yang dikehendaki konsumen atau industri berbahan baku kayu. Pengumpulan

mengenai potensi tegakan hutan lazimnya berhubungan dengan pengukuran

volume pohon (Aska,2009).


Perhitungan rencana selama jangka dengan cara mencari PK 10, PK 11 dan PK

20. PK 10 dicari dari tahun pertama ke tahun 10 yang dimana dalam mencari nilai

tersebut dengan cara data produktif dan tidak produktif untuk mendapatkan eaktu

yang tepat pada saat penebangan akan dilakukan. PK 11 adalah rencana teresan

untuk rencana tebangan pada setiap tahunnya dan PK 20 merupakan rencana

tebangan setelah penebangan agar dapat dilakukan perencanaan kembali.

Berdasarkan PK 10, didapatkan volume/ha (m³) 543,139 m³ ditebang pada tahun

2022, 807,576 m³ ditebang pada tahun 2023, 534,135 m³ ditebang pada tahun

2024, 684,95 m³ ditebang pada tahun 2025, 745,310 m³ ditebang pada tahun 2026,

952,178 m³ ditebang pada tahun 2027, 778,977 m³ ditebang pada tahun 2028,

491,315 ditebang pada tahun 2029, 383,726 m³ ditebang pada tahun 2030,

431,429 m³ ditebang pada tahun 2031. Berdasarkan PK 10 juga didapatkan peta

RTWT mengenai tebangan A dan tebangan B pada waktu tertentu. Volume etat

dalam 1 jangka ini adalah 6453,78 m³.Dalam 10 tahun ini tidak mengalami over

cutting. Sebelum penebangan diperlukan kegiatan peneresan sesuai PK 11,

penjarangan sesuai PK17, dan penanaman sesuai PK 20.

E. KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktik ini adalah sebagai berikut.


1. 1. PK 10 merupakan ikhtisar rencana tebangan menurut waktu dan tempat.
PK 11 merupakan rencana teresan, PK 17 merupakan rencana
penjarangan, PK 20 merupakan rencana tanaman.
2. 2. Berdasarkan Rencana selama jangka, didapatkan 28 Anak petak yang
memenuhi untuk dilakukan penebangan dan penanaman.
3. 3. Rencana peneresan dilakukan 2 tahun sebelum penebangan
DAFTAR PUSTAKA

Aska. 2009. Model lengkung Bentuk Batang Pohon Jati. Jurnal Ilmu
Lingkungan. Vol 3(3), Hal 35.

Perum Perhutani. 1974. Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan


Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan. Dapertemen Pertanian
Direktorat Jendral Kehutanan. Jakarta.
HANANTA YOGA RAVINDRA

D. PEMBAHASAN

Rencana Tebangan Menurut Waktu dan Tempat (PDE-10) merupakan ikhtisar


penebangan dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang akan
dilakukan pada jangka waktu pertama yang dilakukan setiap tahun berdasarkan
etat yang ditetapkan sebelumnya. Penyusunan Rencana Tebangan Menurut Waktu
dan Tempat (PDE-10) sangat menentukan kelestarian hutan dan kelestarian
perusahaan (Pane, 2018). Rencana penebangan harus dicakup dalam rencana
pengelolaan hutan secara luas, yakni rencana penggunaan lahan jangka panjang
(>20 tahun) yang dirancang guna menjamin pengelolaan sumberdaya hutan
lestari. Proses perencanaan hutan hendaknya memperhatikan segi ekologi,
lingkungan dan sosial ekonomi (Dykstra dkk., 1999).

Rencana selama jangka tebangan dimulai dengan memisahkan produktif dan tidak
produktifnya kayu dan menyusun rencana tebangan selama 10 tahun, kemudian
mencari rencana teresan dan penjarangan. Rencana terasan merupakan rencana
yang dilakukan sebelum hutan jati ditebang untuk diambil hasilnya. Pohon- pohon
jati yang mau ditebang dimatikan dahulu supaya memiliki kayu yang kering.
Proses ini dilakukan untuk mengurangi kadar air kayu secara alami (Chilmi,
2020).

Berdasarkan PK 10, didapatkan volume/ha (m³) 543,139 m³ ditebang pada tahun


2022, 807,576 m³ ditebang pada tahun 2023, 534,135 m³ ditebang pada tahun
2024, 684,95 m³ ditebang pada tahun 2025, 745,310 m³ ditebang pada tahun 2026,
952,178 m³ ditebang pada tahun 2027, 778,977 m³ ditebang pada tahun 2028,
491,315 ditebang pada tahun 2029, 383,726 m³ ditebang pada tahun 2030,
431,429 m³ ditebang pada tahun 2031. Berdasarkan PK 10 juga didapatkan peta
RTWT mengenai tebangan A dan tebangan B pada waktu tertentu. Volume etat
dalam 1 jangka ini adalah 6453,78 m³.Dalam 10 tahun ini tidak mengalami over
cutting. Sebelum penebangan diperlukan kegiatan peneresan sesuai PK 11,
penjarangan sesuai PK17, dan penanaman sesuai PK 20.

Kegiatan proses untuk menjadikan manfaat kayu jati menjadi tinggi adalah
kegiatan pemanenan hasil hutan. Pemanenan hasil hutan di Perum Perhutani
mempunyai beberapa tahapan yaitu mencakup penyusunan Rencana Teknik
Tahunan (RTT), teresan, penebangan, pembagian batang, penyaradan dan
pengangkutan (Rosadi, 2000).

E. KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktik ini adalah sebagai berikut.


4. Penyusunan rencana selama jangka dimulai dengan tabel bantu bagi
pohon produktif dan tidak lalu masuk ke PK 10 yang merupakan ikhtisar
rencana tebangan menurut waktu dan tempat. PK 11 merupakan rencana
teresan, PK 17 merupakan rencana penjarangan, PK 20 merupakan
rencana tanaman.
5. 28 Anak petak didapatkan memenuhi kriteria untuk dilakukan penebangan
dan penanaman.
6. Rencana penjarangan dilihat dari kondisi di lapangan apakah sesuai
dengan kondisi ideal sehingga tidak perlu dijarangi atau masih perlu
adanya penjarangan.
DAFTAR PUSTAKA

Chilmi, N. 2020. Eksploitasi hutan jati di Kabupaten Blora tahun 1845-1949.


Journal of Indonesian History. 9(1): 10-16.

Dykstra, D., Sist, P., & Fimbel, R. 1999. Pedoman Pembalakan Berdampak
Rendah Untuk Hutan Dipterocarpa Lahan Rendah dan Bukit di Indonesia.
Cifor. Bogor.

Pane, A. 2018. Penyusunan Rencana Tebang Habis Menurut Waktu Dan Tempat
Kelas Perusahaan Mahoni Menggunakan Program Linear Di Kph Kedu
Utara, Jawa Tengah (Doctoral Dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Rosadi, D. 2000. Pemanenan Hutan Tanaman Jati di BKPH Conggeang, KPH


Sumedang, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Thesis. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
VIO DEKA ANANDA

A. PEMBAHASAN

1. Syarat utama untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari setidaknya ada 3


yaitu: Adanya jaminan kepastian Kawasan hutan secara definit dan diakui
oleh semua pihak .
2. Telah dirumuskannya system perhitungan etat yang menjamin tidak
terjadinya overcutting untuk kemudian disusun rencana tebangan secara tepat.
3. Adanya system permudaan yang dapat menjamin keberhasilan permudaan
kembali .

Berdasarkan syarat kedua diatas setelah dihitung taksiran potensinya dan diuji
kebenaran dan ketepatanya ,kemudian yang harus dilakukan adalah menyususn
rencana selama jangka (PUPHL,2019). Penyususan Rencana Selama Jangka
disusun berdasarkan Bagan Tebang Habis Selama Daur (BTHSD).Dari BTHSD
diketahui etat tebangan dan macam kelas umur yang memenuhi syarat untuk
ditebang pada jangka 1 .Berdasarkan BTHSD maka proses berikutnya adalah
penyusunan buku RPKH adalah Rencana Selama Jangka. RPKH yang terdiri dari
ikhtisar Rencana Tebangan menurut waktu dan tempat (PK-10) dan Rencana
Tanaman (PK-20) ,Rencana Teresan (PK-11),Rencaana pemeliharaan dan
penjarangan (PK-17) .

Berdasarkan data yang diperoleh pada praktik sebelumnya BTHSD digunakan


untuk membuat rencana selama jangka .Pada Pembuatan Rencana Selama Jangka
RKPH yang dilakukan dengan membuat rencana penebangan (PK-10) diusahakan
pada satu wilayah yang diinginkan dengan 2 macam tebangan yaitu A2 dan B1 A1
adalah tebang habis yang didahulukan untuk pohon /tegakan yang miskin riap
(MR) dan dilanjutkan dengan kelas umur paling produktif yaitu KUVIII ,KUVII
,dan seterusnya sehingga jatah tebangan (volume) dan luas dalam 1 jangka
mendekati atau kurang selisih < 200 mᵌ . Begitupun untuk tegakan yang tidak
produktif atau disebut tebang B1 dilakukan ditempat yang sama hal ini dilakuakan
untuk meminimalisir biaya .

PK-11 yaitu Rencana selama jangka pasa rencana teresan .Teresan adalah
tebangan yang dilakukan 2 tahun sebelum masa tebang sesungguhnya .Jenis
penebnagan pada PK-11 hanya untuk kelas umur /jenis A2 , karena hanya akan
diteres untuk yang prduktif saja hal ini dilakukan untuk mendapatkan kayu terbaik
saja . Rencana pemeliharaan dan penjarangan atau disebut dengan PK-17
dilakukan pemeliharaan serta penjarangan untuk tetap memlihara tanaman baik
yang sudah ditebnag maupun belum ditebang .Penjarangan dilakukan sebagai
upaya untuk memaksimalkan pertumbuhan sebelum masa penebangan tiba .

PK-20 yaitu rencana tanam , Rencana tanam dilakukan berdasaarkan jenis


tebangan . Tebangan jenis B1 atau tebnagan dengan nilai tidak produktif atau
kurang produktif dilakukan rencana tanam pada saat penebnagan dilakukan .Hal
ini dilakukan karena untuk mengganti secara cepat dan dapat dilakukan
pemeliharaan untuk mengoptimalisasikan pertumbuhan serta penanaman pada
jenis tebangan B1 untuk menyediakan stock/cadangan dimasa berikutnya .
Berbeda dengan jenis tebangan A2, rencana tanam dilakukan 1 tahun setelah
penebangan .Tujuan rencana tanam pada areal penanaman jenis A2 ini yaitu unutk
memberikan masa brak .Masa brak ini adalah masa dimana lahan akan
memperbaiki kondisinya setelah dilakukan penebangan.

Pada kegiatan kali ini yaitu mengenai perencanaan hutan, yang mana perencanaan
adalah proses dasar yan digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan
cakupan pencapaiannya (Hermosila,2006). Kegiatan perancanaan hutan yang kita
lakukan adalah melakukan perhitungan dan penentuan Etat luas, etat volume,
Bagan tebang habis selama daur, Rencana petak tebang, Ikhtisar rencana tebangan
menurut waktu dan tempat, jadwal peneresan dan penanaman kembali, sebelum
melakukan perhitungan lokasi yang kita akan lakukan perencanaan ini yaitu
Perum perhutani unit II jawa timur, Kesatuan pemangkuan hutan Ngawi, bagian
hutan Ngandong masuk wilayah kabupaten blora jawa tengah.
Pada Bagian hutan Getas terdiri dari 5 RPH yaitu Getas, Ngantepan, Plumbon,
Watugudel, dan Ngladok dari data yang telah ada kita melakukan pembagian
kelas hutan baru berdasarka data yang telah ada dari kelas I, II , III sampai VIII
dan MR (Miskin Riap) dan MT (Masa Tebang) dengan masa tebang 40 tahun.
Kemudian dari setiap kelas dihitung luas keseluruhan tiap kelas yang ada di
bagian hutan Getas kemudian mencari rata rata umur, bonita dan kemudian kbd
yang mana nantinya akan dihitung volume tebangan, CPC, dan menentukan etat
luas dan etat volume dari hasil yang kami dapat etat luas bagian hutan Getas ini
yaitu 67,83 dan etat volume nya 3075,91.

E. KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktik penyusunan rencana-rencana selama jangka ini adalah


sebagai berikut.
1. Penyusunan rencana jangka dilakukan rencana tebangan menurut waktu dan
tempat (PK 10), rencana teresan (PK 11) dan rencana tanaman (PK 20).
2. Pembuatan rencana dengan PK dilakukan untuk dapat merencanakan
penebangan dengan teresan.
DAFTAR PUSTAKA

Agustini K. 2014. Ingrowth dan upgrowth di hutan alam bekas tebangan untuk
jenis komersial. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 hlm.

Aswandi. 2011. Model pertumbuhan dan hasil hutan tanaman Eucalyptus grandis
hill exmaiden di aek nauli simalungun sumatera utara. Widyariset. 14(2):
311-322.

Rohman, Sofyan P. Warsito, Ris Hadi Purwanto, & Nunuk Supriyatno. 2013.
Normalitas tegakan berbasis resiko untuk pengaturan kelestarian hasil
hutan tanaman jati di perum perhutani. Jurnal Ilmu Kehutanan. 7(2) : 83-
113.
ROHMI AISAH

B. PEMBAHASAN

Menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan rakyat


disebut sebagai hutan hak, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani
hak atas tanah. Pengelolaan hutan rakyat dapat dilakukan secara perorangan
maupun berkelompok (Awang, et al., 2001). Hutan rakyat merupakan satuan
ekosistem kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan,
satuan usaha tani semusim, peternakan dan jasa rekreasi alam, baik ditanam secara
campuran maupun hanya sejenis saja (Simon, 2010; Awang, et al., 2002). Hutan
rakyat dapat berupa pekarangan, tegalan, dan wana (Awang, et al., 2001; Hinrichs,
et al., 2008; Simon, 2010).

Rencana tebangan selama jangka perusahaan yang pertama (jangka ke-1) disusun
kedalam model PDE.10d/h PK.10. berdasarkan bagan tebang habis, langsung
dapat diketahui kelas hutan yang direncanakan untuk ditebang habis dalam jangka
pertama. Penyusunan urutan-urutan penebangan adalah sebagai berikut.
1. Urutan waktu penebangan harus didasarkan kepada luas dan potensi produksi
rata-rata pertahun. Luas dan volume tebangan tiap tahun agar diusahakan merata
setiap tahun dengan mengingatkan kemungkinan rebaisasinya dan fluktuasi
supply.
2. Urutan tempat penebangan harus diarahkan sedapat mungkin untuk
memperoleh bidang penebangan yang terpusat (kap sentra), supaya jalan-jalan
angkutan yang ada dan akan dibuat dalam jangka pertama dapat dipakai seefisien
mungkin (Perum Perhutani, 1974).

Potensi sangat diperlukan untuk menyediakan informasi ketersediaan bahan baku


yang dikehendaki konsumen atau industri berbahan baku kayu. Pengumpulan
mengenai potensi tegakan hutan lazimnya berhubungan dengan pengukuran
volume pohon (Aska,2009). Perhitungan rencana selama jangka dengan cara
mencari PK 10, PK 11 dan PK 20. PK 10 dicari dari tahun pertama ke tahun 10
yang dimana dalam mencari nilai tersebut dengan cara data produktif dan tidak
produktif untuk mendapatkan waktu yang tepat pada saat penebangan akan
dilakukan. PK 11 adalah rencana teresan untuk rencana tebangan pada setiap
tahunnya dan PK 20 merupakan rencana tebangan setelah penebangan agar dapat
dilakukan perencanaan kembali.

Menentukan rencana tebangan menurut waktu dan tempat, tebangan pertama di


tebang pada tahun 2022 dengan tebangan yang dipilih yaitu A2 pohon jati yang
dihitung serta B1 tegakan areal yang tiak produktif, jadi tebangan sesuai dengan
rencana petak tebang yang telah dihitung dan ditetapkan berurutan sesuai dengan
kelas hutan sampai penebangan terakhir. Setelah diketahui wilayah rencana petak
tebang untuk menentukan waktu untuk dilakukannya peneresan yang mana
peneresan ini dilakukan 1-2 tahun sebelum penebangan pohon, jadi peneresan
pertama dilakukan tahun 2020 jika penebangan ditahun 2022 dan berlaku untuk
tahun berikutnya. Penentuan ikhtisar penanaman dilakukan setelah kegiatan
peneresan. Setelah dilakukannya penebangan maka pada tahun itu juga akan
dilakukan penanaman, jadi kegiatan penanaman harus selalu dilakukan jika ada
kegiatan penebangan agar hutan tetap lestari dan dapat menggantikan pohon yang
sudah ditebang nantinya.

E. KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktik penyusunan rencana-rencana selama jangka ini adalah


sebagai berikut.
3. Penyusunan rencana jangka dilakukan rencana tebangan menurut waktu
dan tempat (PK 10), rencana teresan (PK 11) dan rencana tanaman (PK
20).
4. Pembuatan rencana jangka RPKH dilakukan penebangan (PK 10) hal ini
diusahakan penebangan dilakukan pada satu tempat agar meminimalisir
biaya dan waktu pada (PK 11) dilakukan pada kelas hutan produktif saja.
Sedangkan pada PK 20 dilakukan pada kelas hutan produktif dan tidak
produktif.
DAFTAR PUSTAKA

Aska. 2009. Model lengkung Bentuk Batang Pohon Jati. Jurnal Ilmu Lingkungan.
3 (3) : 35.

Awang, S.A., Santoso, H., Widayanti, W.T., Nugroho, Y., Kustomo, dan
Sapardiono. 2001. Gurat Hutan Rakyat. DEBUT Press. Yogyakarta.

Awang, S.A., Andayani W., Himah, B., Widayanti, W.T., dan Affianto, A. 2002.
Hutan Rakyat: Sosial Ekonomi Pemasaran. BPFE. Yogyakarta.

Hinrich, A, D.R. Muhtaman, dan N. Irianto. 2008. Sertifikasi Hutan Rakyat di


Indonesia. GTZ. Jakarta.

Perum Perhutani. 1974. Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan


Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan. Dapertemen Pertanian
Direktorat Jendral Kehutanan. Jakarta.

Simon, H. 2010. Dinamika Hutan Rakyat di Indonesia. Pustaka Pelajar.


Yogyakarta.
MEYZIA ULFA

E. PEMBAHASAN

Dalam suatu perencanaan pembangunan hutan, asas kelestarian selalu menjadi


perhatian utama. Kelestarian hutan tersebut akan terjadi jika memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut: tata batas yang jelas, permudaan yang berhasil, dan
penebangan berdasarkan etat (Suhendang dkk., 2005). Agar produksi tebangan
terjamin kelestariannya, maka diperlukan pengaturan hasil yang direncanakan
secara cermat dan ditepati pelaksanaannya. Ketentuan tersebut didasarkan pada
perhitungan etat yang harus dilaksanakan. Etat adalah jumlah tebangan yang
diperbolehkan, meliputi potensi tegakan berdiri sebagai sediaan di hutan. Etat
volume dinyatakan sebagai pembagian tebangan setiap tahun, yaitu sebesar
volume tegakan produktif dibagi dengan daur. Sedangkan etat luas adalah sebesar
luas hutan produktif dibagi dengan daur (Simon, 2007).

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang perencanaan hutan pada


ketentuan umum pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa perencanaan hutan adalah
penyusunan pola tentang peruntukan, penyediaan, pengadaan, dan penggunaan
hutan secara serbaguna dan lestari serta penyusunan pola kegiatan-kegiatan
pelaksanaannya menurut ruang dan waktu. Dalam pengelolaan hutan untuk
mewujudkan penyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien untuk mencapai
manfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari maka diperlukan perencanaan
hutan. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan pada Pasal 3 menyatakan bahwa perencanaan kehutanan meliputi
kegiatan inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan
hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan peyususunan rencana
kehutanan.

Pengujian jangka waktu penebangan (cutting test time) adalah pengujian


terhadap kelestarian produksi selama daur berdasarkan luas tegakan produksi yang
ada 70 serta besdasarkan potensi produksi dari masing-masing petak. Bilamana
dalam pengujian kumulatif tahun-tahun penebangan selam daur terdapat
perbedaan yang nyata maka etat massa yang tealah didapat dikoreksi dan untuk
diuji lagi pada cutting test time berikutnya sampai perbedaan yang terjadi kurang
dari 2 tahun (Departemen Kehutanan, 1997).

E. KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktik ini adalah sebagai berikut.


1. Urutan waktu penebangan harus didasarkan kepada luas dan potensi produksi
rata-rata per tahun.
2. Rencana tebangan selama jangka perusahaan yang pertama disusun ke dalam
daftar rencana tebangan habis menurut waktu dan tempatnya yang dituangkan
kedalam model PK.10.
AFRINDAH SINURAT

D. PEMBAHASAN

Pembangunan adalah suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-


upaya secara sadar dan terencana (Riyadi dan Deddy, 2004). Selanjutnya di dalam
pembangunan harus secara terencana lebih detail seperti yang dikemukan oleh
Conyers dan Hill, 1990) yaitu perencanaan adalah suatu proses berkelanjutan yang
melibatkan keputusan dan pilihan, tentang cara-cara, alternatif menggunakan
sumberdaya yang tersedia, dengan tujuan untuk mencapai tujuan tertentu pada
beberapa waktu di masa depan.

Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan


alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan
fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu
rangkaian kegiatan/aktifitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material)
maupun nonfisik (mental dan spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih
baik. Sedangkan perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses
penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur di
dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber-sumber daya yang ada
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah
atau daerah dalam jangka waktu tertentu (Riyadi dan Bratakusumah, 2004).

Perencanaan hutan adalah upaya untuk mendayagunakan fungsi hutan dengan


menciptakan kegiatan yang dapat mempengaruhi proses yang sedang berjalan,
atau menciptakan proses baru, agar hutan memberikan sumbangan maksimal
untuk ikut mempengaruhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Purwanto
dan Yuwono, 2005). Dari definisi ini terdapat tiga kata kunci yaitu fungsi hutan;
mempengaruhi proses; dan kesejahteraan masyarakat. Ini berarti hutan merupakan
bagian dari suatu sistem yang lebih besar sehingga memberikan sumbangan untuk
memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penetapan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) telah tercantum
dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999. Penetapan kawasan hutan
dengan tujuan khusus, diperlukan untuk kepentingan umum seperti : penelitian
dan pengembangan, pendidikan dan latihan, religi dan budaya. Dalam pengelolaan
KHDTK tidak mengubah fungsi pokoknya. Siapa yang boleh menerima hak
kelola KHDTK adalah : masyarakat hukum adat, lembaga pendidikan, lembaga
penelitian, dan lembaga sosial dan keagamaan. Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.43/Menhut- II/2013 lebih khusus mengatur tentang pengaturan tata batas
KHDTK, dimana pemegang ijin wajib untuk melakukan penataan batas,
pemeliharaan dan pelaporan terkait dengan batas-batas KHDTK oleh pemegang
ijin.

Dalam acara kali ini menghitung rencana selama jangka dengan cara mencari PK
10, PK 11 dan PK 20. PK 10 dicari dari tahun pertama ke tahun 10 yang dimana
dalam mencari nilai tersebut dengan cara data produktif dan tidak produktif untuk
mendapatkan eaktu yang tepat pada saat penebangan akan dilakukan. PK 11
adalah rencana teresan untuk rencana tebangan pada setiap tahunnya dan PK 20
merupakan rencana tebangan setelah penebangan agar dapat dilakukan
perencanaan kembali.

Berdasarkan PK 10, didapatkan volume/ha (m³) 543,139 m³ ditebang pada tahun


2022, 807,576 m³ ditebang pada tahun 2023, 534,135 m³ ditebang pada tahun
2024, 684,95 m³ ditebang pada tahun 2025, 745,310 m³ ditebang pada tahun 2026,
952,178 m³ ditebang pada tahun 2027, 778,977 m³ ditebang pada tahun 2028,
491,315 ditebang pada tahun 2029, 383,726 m³ ditebang pada tahun 2030,
431,429 m³ ditebang pada tahun 2031. Berdasarkan PK 10 juga didapatkan peta
RTWT mengenai tebangan A dan tebangan B pada waktu tertentu. Volume etat
dalam 1 jangka ini adalah 6453,78 m³.Dalam 10 tahun ini tidak mengalami over
cutting. Sebelum penebangan diperlukan kegiatan peneresan sesuai PK 11,
penjarangan sesuai PK17, dan penanaman sesuai PK 20. Pencana tebangan
menurut waktu dan tempat adalah kegiatan rutin yang wajib dilaksanakan oleh
unit usaha kehutanan seperti Perum Perhutani. Rencana tersebut dalam dokumen
kerja yaitu Rencana Pengaturanlestarian Hutan (RPKH) yang disusun secara
manual selama 10 tahun.

E. KESIMPULAN

Kesimpulan dari praktik ini adalah sebagai berikut.


1. PK 10 merupakan ikhtisar rencana tebangan menurut waktu dan tempat. PK 11
merupakan rencana teresan, PK 17 merupakan rencana penjarangan, PK 20
merupakan rencana tanaman.
2. Berdasarkan Rencana selama jangka, didapatkan 28 Anak petak yang
memenuhi untuk dilakukan penebangan dan penanaman.
3. Rencana peneresan dilakukan 2 tahun sebelum penebangan
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. 1997. Handbook Of Indonesian Forestry. Koperasi


Karyawan Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Peraturan Pemerintah No. (33). Tahun 1970, tanggal 31 Agustus 1970. Tentang
Perencanaan Hutan. Departemen Kehutanan RI, Jakarta.

Suhendang, E., I. N. S. Jaya, and A. Hadjib. &quot. 2005. Diktat Ilmu


Perencanaan Hutan.&quot;Bagian Perencanaan Hutan. Departemen
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Chika Jenita Arsyan

D. Pembahasan

Pada sumberdaya alam yang dapat dipulihkan terutama hutan, di dalam


pendayagunaannya memerlukan pengelolaan yang tepat, yang sejauh mungkin
mencegah atau mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat menjamin
kelestarian sumberdaya hutan untuk kepentingan generasi yang akan datang.
Salah satu hutan yang telah dikelola dan diusahakan secara lestari oleh Perum
Perhutani adalah jati (Tectona grandis L. f) di Pulau Jawa. Sampai saat ini
produk hutan jati berupa kayu jati masih banyak diminati oleh konsumen karena
sifat-sifatnya yang baik seperti keawetan dan keindahannya.

Kayu jati merupakan kayu yang sangat disukai untuk bahan bangunan, alat rumah
tangga dan keperluan lainnya. Nilai kayu jati yang tinggi tersebut diperoleh
melalui daur yang panjang. Daur yang digunakan Perum Perhutani berkisar antara
40-90 tahun. Dalam waktu yang panjang tersebut berbagai tantangan dan
gangguan yang dihadapi Perum Perhutani seperti tingkat pencurian kayu yang
tinggi, terjadinya kebakaran dan pembakaran hutan berulang-ulang, bibrikan,
penggembalaan, penyerobotan lahan, serangan hama dan penyakit serta gangguan
lainnya, dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan kesehatan jati. Untuk
mewujudkan pengelolaan hutan yang berazaskan kelestarian perlu dilakukan
upaya penanganan yang serius dan terencana yang mencerminkan adanya usaha
untuk mempertahankan sumberdaya hutan secara gigih.

Rencana Tebangan Menurut Waktu dan Tempat (PDE-10) merupakan ikhtisar


penebangan dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang akan
dilakukan pada jangka waktu pertama yang dilakukan setiap tahun berdasarkan
etat yang ditetapkan sebelumnya. Penyusunan Rencana Tebangan Menurut Waktu
dan Tempat (PDE-10) sangat menentukan kelestarian hutan dan kelestarian
perusahaan. Oleh karena itu, perlu disusun rencana tebangan yang tepat dan
efektif. Pengelolaan hutan dengan tujuan untuk menghasilkan kayu secara lestari
atau biasa disebut prinsip kelestarian hasil merupakan syarat terbentuknya hutan
normal. Hutan normal adalah tegakan hutan yang mempunyai sebaran kelas umur
normal, riap normal, dan volume normal. Ketiga komponen tersebut merupakan
syarat terbentuknya hutan normal. Jika syarat-syarat hutan normal tersebut tidak
terpenuhi maka akan terjadi overcutting atau undercutting. Saat ini pengelolaan
hutan jati di Pulau Jawa tidak sesuai dengan konsep hutan normal yang ideal
dimana struktur hutannya (kelas umur) tidak ideal dikhawatirkan akan
mempengaruhi kesinambungan produksi dimasa depan. Hal ini dapat dilihat dari
bentuk grafik kelas umur tegakan yang berbentuk huruf J terbalik, yang berarti
bahwa semakin tua tegakan, luas kelas umur cenderung berkurang (Desi, 2006).

Pada kegiatan kali ini yaitu mengenai perencanaan hutan, yang mana perencanaan
adalah proses dasar yan digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan
cakupan pencapaiannya (Hermosila,2006). Kegiatan perancanaan hutan yang kita
lakukan adalah melakukan perhitungan dan penentuan Etat luas, etat volume,
Bagan tebang habis selama daur, Rencana petak tebang, Ikhtisar rencana tebangan
menurut waktu dan tempat, jadwal peneresan dan penanaman kembali, sebelum
melakukan perhitungan lokasi yang kita akan lakukan perencanaan ini yaitu
Perum perhutani unit II jawa timur, Kesatuan pemangkuan hutan Ngawi, bagian
hutan Ngandong masuk wilayah kabupaten blora jawa tengah.

Berdasarkan data lapangan yang diperoleh pembagian kelas hutan baru berdasarka
data yang telah ada dari kelas I, II , III sampai VIII dan MR (Miskin Riap) dan
MT (Masa Tebang) dengan masa tebang 40 tahun. Kemudian dari setiap kelas
dihitung luas keseluruhan tiap kelas yang ada di bagian hutan Getas kemudian
mencari rata rata umur, bonita dan kemudian kbd yang mana nantinya akan
dihitung volume tebangan, CPC, dan menentukan etat luas dan etat volume dari
hasil yang kami dapat etat luas bagian hutan Getas ini yaitu 67,83 dan etat volume
nya 3075,91.

Dalam menentukan rencana tebangan menurut waktu dan tempat, tebangan


pertama di tebang pada tahun 2022 dengan tebangan yang dipilih yaitu A2 pohon
jati yang dihitung serta B1 tegakan areal yang tiak produktif, jadi tebangan sesuai
dengan rencana petak tebang yang telah dihitung dan ditetapkan berurutan sesuai
dengan kelas hutan sampai penebangan terakhir. Setelah diketahui wilayah
rencana petak tebang untuk menentukan waktu untuk dilakukannya peneresan
yang mana peneresan ini dilakukan 1-2 tahun sebelum penebangan pohon, jadi
peneresan pertama dilakukan tahun 2020 jika penebangan ditahun 2022 dan
berlaku untuk tahun berikutnya. Penentuan ikhtisar penanaman dilakukan setelah
kegiatan peneresan. Setelah dilakukannya penebangan maka pada tahun itu juga
akan dilakukan penanaman, jadi kegiatan penanaman harus selalu dilakukan jika
ada kegiatan penebangan agar hutan tetap lestari dan dapat menggantikan pohon
yang sudah ditebang nantinya.

E. KESIMPULAN

1. Rencana tebangan selama jangka perusahaan yang pertama disusun ke dalam


daftar rencana tebangan habis menurut waktu dan tempatnya yang dituangkan
kedalam model PK.10 berdasarkan luas dan potensi produksi rata-rata per
tahun.
2. Rencana penjarangan pada anak petak 28 dapat dilihat dari kondisi di
lapangan bahwasanya didapatkan memenuhi kriteria untuk dilakukan
penebangan dan penanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Desi. 2006. KAJIAN KELESTARIAN PRODUKSI HASIL HUTAN


KAYU JATI ( Tectona grandis L. f) KPH JATIROGO PERUM
PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR. DEPARTEMEN MANAJEMEN
HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR:
Bogor.
WAHYU EDI CHANDRA PRATAMA

PEMBAHASAN

Hutan tanaman jati di KHDTK Getas berasaskan tujuan untuk mencapai


pengelolaan hutan yang lestari. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang
lestari, Perum Perhutani melakukan tindakan yaitu salah satunya pemanfaatan
hasil hutan dengan menerapkan perhitungan etat yang tidak over cutting agar
terciptanya kelestarian (Rohman et al., 2013). Sistem perencanaan hutan yang
berada di Perum Perhutani terdiri atas dua sub sistem, yaitu sub sistem
perencanaan perusahaan dan sub sistem perencanaan sumberdaya hutan. Sub
sistem perencanaan perusahaan meliputi rencana jangka panjang, rencana jangka
menengah, dan rencana jangka pendek. Sedangkan sub sistem perencanaan
sumberdaya hutan terdiri dari RPKH dan RTT (Tuga, 2009). Rencana teknik
tahunan ditujukan untuk mengetahui jenis dan volume suatu pekerjaan teknis
kehutanan sebagai penjabaran yang lebih rinci yaitu melakukan pelaksanaan
operasioanal Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang berlaku (pada
bagian hutan).

Kegiatan pengaturan hasil hutan memerlukan tiga tahap kegiatan, yaitu


perhitungan etat, pemisahan antara hasil tebangan akhir dan penjarangan, dan
penyusunan rencana tebangan. Metode pengaturan hasil yang digunakan untuk
mengelola hutan jati di Jawa sekarang ini adalah metode UTR, sebagaimana
tercantum dalam Instruksi 1974. Ciri utama metode ini adalah bahwa penaksiran
potensi produksi dilakukan pada UTR, bukan pada akhir daur. UTR besarnya
sama dengan umur rata-rata kelas perusahaan ditambah dengan setengah daur.
Cara perhitungan ini didasarkan pada anggapan bahwa rata-rata dari kelas hutan
yang ada akan mencapai umur tebang setelah jangka waktu setengah daur.

Etat didefinisikan sebagai angka yang menggambarakan besarnya tebangan yang


boleh dilakukan selama jangka waktu tertentu untuk menjamin kelestarian hasil
(Hamid, 2010). Metode pengaturan hasil yang digunakan oleh pihak Perum
Perhutani dalam mengelola hutan tanaman di pulau Jawa adalah metode yang
berdasarkan luas dan volume. Pada dasarnya metode yang digunakan di dalam
pengaturan hasil ini merupakan kombinasi dari etat luas dan etat volume.

BTHSD adalah ikhtisar rencana produksi (luas dan volume dalam m3


kayu perkakas) selama daur, yang dirinci pada setiap jangka perusahaan untuk
masing-masing kelas hutannya. Volume produksi di dalam BTHSD disusun
sedemikian rupa sehingga jumlah produksi praktis sama di dalam setiap jangka.
Luas tebangan habis setiap jangka disesuaikan dengan potensi produksi rata-rata
masing-masing kelas hutan (Simon, 1994).

Salah satu bagian dari sistem pengaturan kelestarian tegakan hutan yang belum
mempertimbangkan faktor resiko kerusakan hutan akibat perubahan sosial
tersebut adalah pengaturan pemanenan selama daur. BTHSD sebenarnya
mencerminkan bagaimana struktur luas hutan akan dibentuk pada akhir daur
(jangka panjang). Luas tebangan tiap jangka umumnya dibuat hampir sama
dengan harapan luas tegakan untuk berbagai umur juga akan relatif sama. Struktur
luas tegakan hutan yang akan dibentuk pada akhir daur diharapkan mendekati
keadaan hutan normal (Rohman et al., 2013).

KESIMPULAN
Kesimpulan dari praktik perencanaan dalam jangka adalah sebagai berikut.
1. Proses penyusunan rencana selama jangka dimulai dengan tabel bantu bagi
pohon produktif dan tidak lalu masuk ke PK 10 yang merupakan ikhtisar
rencana tebangan menurut waktu dan tempat. PK 11 rencana teresan, PK 17
rencana penjarangan dan diakhiri dengan PK 20 rencana tanaman yang
dilakukan secara berurutan sesuai dengan alur yang telah ditentukan dengan
pengolahan data yang didapat dari tabel WvW dan Evapot.
2. Dengan PK-10 didapatkan 28 petak rencana tebangan dengan kondisi hutan
produktif dan tidak produktif yang kemudian dilanjutkan dengan PK-11
sebagai rencana teresan dan terakhir PK-20 untuk rencana penanaman.
3. Penentuan penjarangan pada PK-17 dilakukan tanpa melebihi batas normal
yang tersedia.

DAFTAR PUSTAKA
Hamid, S. 2010. Kelestarian Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 121 halaman

Rohman, S. P., Warsito, R., Purwanto, H. dan Supriyatno, N. 2013. Normalitas


tegakan berbasis resiko untuk pengaturan kelestarian hasil hutan tanaman jati di
perum perhutani. Jurnal Ilmu Kehutanan. 7 (2): 87-93

Simon, H. 1994. Pengaturan Hasil Hutan. Buku. Penerbitan Yayasan Kawasan


UGM. Yogyakarta. 57 halaman.

Tuga, E. 2009. Proses Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan


(RPKH) di Biro Perencanaan Sumberdaya Hutan Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur. Makalah. Laporan Praktikum Kerja Lapang. Jawa Timur. 15 hlm.
Rahmat Syahrul Ramadhan

Perencanaan adalah proses dasar yan digunakan untuk memilih tujuan dan
menentukan cakupan pencapaiannya (Hermosila dan Fay, 2006). Kegiatan
perancanaan hutan yang kita lakukan adalah melakukan perhitungan dan
penentuan Etat luas, etat volume, Bagan tebang habis selama daur, Rencana petak
tebang, rencana tebangan menurut waktu dan tempat, jadwal peneresan dan
penanaman kembali. Bagan tebang habis adalah ikhtisar rencanan produksi (luas
dan volume dalam m3 kayu perkakas) selama daur, yang dirinci pada setiap
jangka perusahaan untuk masing-masing kelas hutannya. Volume produksi
didalam bagan tebang habis disusun sedemikian rupa, sehingga jumlah volume
produksi praktis sama disalam setiap jangka. Luas tebangan habis setiap jangka
disesuaikan dengan potensi produksi rata-rata masing-masing kelas hutan (Simon,
1994)

Pengujian jangka waktu penebangan (cutting test time) adalah pengujian terhdap
kelestarian produksi selama daur berdasarkan luas tegakan produksi yang ada
serta besdasarkan potensi produksi dari masing-masing petak. Bilamana dalam
pengujian kumulatif tahun-tahun penebangan selam daur terdapat perbedaan yang
nyata maka etat massa yang tealah didapat dikoreksi dan untuk diuji lagi pada
cutting test time berikutnya sampai perbedaan yang terjadi kurang dari 2 tahun
(Departemen Kehutanan, 1997).

Rencana selama jangka merupakan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan


dalam 1 jangka. Dalam hutan tanaman jati untuk jenis konvensional 1 jangka
lamanya adalah 10 tahun, sedangkan pada jenis JPP satu jangkanya 5 tahun.
Rencana selama jangka disusun untuk menentukan jatah tebangan yang akan
dilakukan tiap tahunya agar memenuhi target dan tidak melebihi jatah tebangan.
Pada hutan tanaman jati, umumnya etat tebang ditentukan berdasarkan volume
dan luasnya. Etat tebang pada jati terbagi menjadi etat tebangan tetap dan etat
tebang progresif. Etat tebangan tetap artinya luas/volume tebangan tiap tahun
selalu sama atau tetap. Sedangkan etat tebang progresif artinya jatah tebangan tiap
tahun meningkat hingga memenuhi target selama jangka dan tidak melebihi jatah
yang ditentukan. Untuk itu etat progresif biasanya pada tahun pertama jatah
tebangan sangat kecil dan akan terus meningkat setiap tahun.

Data BTHSD menunjukkan bahwa laju deforestasi dan tipe kelas hutan tunduk
pada deforestasi pada paruh pertama tahun ini. Berdasarkan data BTHSD, proses
berikut membuat rencana kerja lembur RKPH, yang terdiri dari PK-10 (rencana
waktu dan tempat penebangan), PK-17 (rencana teresan), dan PK-20 (rencana
tanam). Keputusan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Penataan Hutan
dalam Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa Perencanaan Hutan
adalah perencanaan pola peruntukan, penyediaan, pengadaan, dan pemanfaatan
hutan secara lestari serta penyusunan pola kegiatan-kegiatan pelaksanaannya
menurut ruang dan waktu. Pengelolaan hutan memerlukan perencanaan hutan
untuk mencapai pengelolaan hutan yang efektif dan efisien agar dapat
memberikan manfaat yang optimal dan lestari terhadap fungsi hutan. Pasal 3
Keputusan Nomor 44 Tahun 2004 tentang Penataan Hutan menyebutkan bahwa
perencanaan hutan meliputi kegiatan inventarisasi hutan, penebangan kawasan
hutan, pengelolaan kawasan hutan, penetapan kawasan pengelolaan hutan, dan
penyusunan rencana hutan.

Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktin kali ini adalah sebagai berikut.
1. Jangka yang diitung dalam rencana selama jangkajangka yaitu dari PK-
10PKjangka, PK-11, PK-17 dan PK-20
2. Penyusunan Ikhtisar Rencana Tebangan menurut Waktu dan Tempat dilakukan
setiap tahun pada jangka pertama berdasarkan etat yang telah ditetapkan.
3. Rencana pemeliharaan dan penjarangan pada PK-17 dilakukan dengan teknik
silvikultur.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kehutanan. 1997. Handbook of Indonesian Forestry. Buku.


Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta 348
hlm.

Hermosilla, A., dan Fay, C. 2006. Memperkokoh Pengelolaan Hutan Indonesia


Melalui Pembaruan Penguasaan Tanah: Permasalahan dan Kerangka
Tindakan. Buku. World Agroforestry Centre. Bogor. 105 hlm.

Simon, H. 1994. Pengaturan Hasil Hutan. Bagian Penerbitan Yayasan


Pembinaan Fakulatas Kehutanan.
LAMPIRAN
Gambar 1. Peta RTWT (Rencana Tanaman Menurut Waktu dan Tempat)

Anda mungkin juga menyukai