Anda di halaman 1dari 241

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Praktek Umum merupakan salah satu persyaratan akademik yang harus dipenuhi

oleh setiap mahasiswa selama menempuh pendidikan di Jurusan Kehutanan,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Melalui praktek umum diharapkan

mahasiswa dapat memperoleh pengalaman praktis di dunia kerja serta dapat

melakukan pengkajian dan penerapan keilmuan serta teori yang diperoleh

mahasiswa selama proses pembelajaran di perguruan tinggi terutama pada aspek

Pengelolaan Hutan Lestari (PHL). Praktek Umum juga dapat menjadi jembatan

antara pendidikan tinggi dengan berbagai lembaga mitra seperti pemerintah,

lembaga swadaya masyarakat, badan usaha ataupun antar pergurun tinggi untuk

memperoleh ilmu dan praktik.

Praktek Umum dapat ditempuh mahasiswa Program Studi Kehutanan Universitas

Lampung sekurang kurangnya setelah menyelesaikan 90 SKS tanpa ada yang

mengulang SKS. Praktek Umum merupakan implementasi keilmuan dan bidang

studi yang dimiliki mahasiswa pada dunia kerja yang sebenarnya. Adapun

konsentrasi pratek umum mahasiswa Program Studi Kehutanan Universitas

Lampung antara lain bidang perencanaan hutan, pemanfaatan hutan, perlindungan


2

hutan dan konservasi alam, rehabilitasi hutan, pemberdayaan masyarakat dan

administrasi kehutanan.

Praktek Umum memiliki beban kredit sebanyak 3 SKS (0-3) dan dapat diambil

pada semester ganjil. Peserta PU merupakan mahasiswa yang terdaftar dan telah

disetujui oleh Ketua Program Studi Kehutanan dan Dekan Fakultas Pertanian.

Kegiatan praktek umum berlangsung selama duapuluh hari (20), selama praktek

umum berlangsung mahasiswa didampingi oleh seorang dosen pembimbing dari

Program Studi Kehutanan Universitas Lampung, Dosen lapangan Fakultas

Kehutanan UGM, dan Coo-Ass dari Fakultas Kehutanan UGM. Adapun lokasi PU

ditentukan oleh Program Studi Kehutanan yakni di Kampus Getas UGM. Selama

berlangsungnya kegiatan praktek umum, mahasiswa wajib memenuhi segala

ketentuan yang diberlakukan oleh Program Studi Kehutanan Unila dan UGM

diantaranya seperti membuat tinjuan pustaka, mengisi daftar hadir, menulis jurnal

harian, laporan disaat praktikum, presentasi selain itu setiap peserta praktek umum

juga wajib membuat tugas akhir dalam bentuk laporan praktik umum. Proses

monitoring praktek umum dilakukan oleh dosen program studi kehutanan

Universitas Lampung melalui kegiatan supervisi dengan mengunjungi lokasi-

lokasi praktik.

1.1 Tujuan Praktik Umum

Tujuan Pratik umum dari praktik umum ini adalah

1. Mahasiswa mampu melakukan kegiatan penatausahaan hasil hutan.

2. Mahasiswa mampu mengetahui pengolahan hasil hutan.


3

3. Mahasiswa mampu mengetahui pemasaran hasil hutan.

4. Mahasiswa mampu megetahui kegiatan perencanaan hutan.

5. Mahasiswa memapu mengetahui kegiatan pengorganisasian.

1. 3 Waktu, Tempat Praktik Umum

Praktik umum ini dilaksanakan selama 20 hari efektif dari tanggal 30 Juli – 20

Agustus 2019 di KHDTK Kampus Universitas Gajah Mada Getas, Kesatuan

Pengelolaan Hutan (KPH) Cepu, KPH Ngawi, KPH Randu Belitung dan

Perhutani.
4

II. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM

2.1. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Getas Ngandong

Menurut pasal 8 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999, pemerintah dapat

menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus. Penetapan kawasan

hutan dengan tujuan khusus, diperlukan untuk kepentingan umum seperti :

a. Penelitian dan pengembangan.

b. Pendidikan dan latihan.

c. Religi dan budaya.

Kawasan hutan dengan tujuan khusus tidak mengubah fungsi pokok kawasan

hutan.

Menurut pasal 34 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 pengelolaan kawasan hutan

dengan tujuan khusus (KHDTK) dapat diberikan kepada :

a. Masyarakat hukum adat,

b. Lembaga pendidikan,

c. Lembaga penelitian,

d. Lembaga sosial dan keagamaan.

Penataan batas KHDTK diatur dalam peraturan menteri kehutanan nomor

P.43/Menhut-II/2013 tanggal 19 Agustus 2013.


5

Berdasarkan Keputusan Menteri LHK RI No. SK.632/ Menlhk/ Setjen/ PLA.0/ 8/

2016 telah menetapan KHDTK sebagai hutan pendidikan dan pelatihan

Universitas Gadjah Mada di Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah dan

Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur. KHDTK memiliki luas ± 10. 901,1

Hektar. Kawasan ini sebelumya merupakan kawasan hutan produksi yang

dikelola oleh Perhutani KPH Ngawi yang berada di Bagian Kesatuan Pemangkuan

Hutan (BKPH) Ngandong dan BKPH Getas sebelum ditetapkan sebagai KHDTK.

Gambar 1. Peta Lokasi KHDTK Getas-Ngandong

KHDTK di Getas tidak hanya digunakan untuk mengembalikan kondisi habitat

hutan menjadi kembali seperti semula, tetapi pada pengelolaan, diterapkan

program reforma agraria untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang


6

tinggal di sekitar kawasan hutan. Selain itu KHDTK digunakan untuk

mengembalikan hutan di Jawa yang sampai saat ini masih tersisa. Menurut

USDA (United States Department of Agriculture), kawasan KHDTK didominasi

oleh jenis tanah Alfisol (Yuwono et al.,., 2018). Jenis tanah ini mengandung

aluminium dan besi dan kebanyakan ditemukan di bawah tegakan hutan. Alfisol

cocok untuk penanaman tanaman, karena tanahnya umumnya subur dan produktif

karena konsentrasi nutrisi yang tinggi. menunjukkan, Getas dan Pitu terutama

terdiri dari tanah liat dan endapan pasir, tetapi bagian utara Getas terdiri dari batu

kapur.

Gambar 2. Peta Jenis Tanah KHDTK Getas-Ngandong

2.2. KPH Cepu, KPH Randu Belitung, dan KPH Ngawi

Kondisi hutan di Indonesia telah mengalami degradasi dan deforestasi yang

sangat hebat. Kondisi terdegradasi dan deforestasi tersebut diakibatkan antara lain
7

oleh pembangunan infrastuktur, pembangunan pertanian dan perkebunan,

pemukiman. Selain itu banyak kawasan hutan yang belum ada pengelola dan

pemanfaatnya sehingga menjadi wilayah-wilayah open access, sehingga dapat

menimbulkan kerawanan dari kejahatan kehutanan illegal logging, perambahan

dan sebagainya. Kondisi tersebut memerlukan langkah-langkah konkret di

lapangan (Djajono, 2009).

Sesuai dengan UU No. 41 tahuan 1999 tentang Kehutanan tertuang dalam

penyelenggaraan pengurusan hutan khususnya diperencanaan kehutanan. Sesuai

peraturan perundangan perencanaan kehutanan terdiri dari inventarisasi hutan,

pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah

pengelolaan hutan dan perencanaan hutan. Rangkaian proses pemantapan

kawasan hutan tersebut salah satu yang terpenting adalah terbentuknya wilayah

pengelolaan hutan dan institusi pengelolanya, yang merupakan organisasi tingkat

tapak KPH (Djajono, 2009).

Menurut PP No.6 Tahun 2007 Pasal 1 Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH diartikan

sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang

dapat dikelola secara efisien dan lestari. Berdasarkan Keputusan Menteri

Kehutanan No. 230/Kpts-II/2003 tentang Pembentukan Kesatuan Pengelolaan

Hutan Produksi menyebutkan pengertian KPH Produksi adalah unit pengelolaan

hutan produksi terkecil yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

Pembentukan KPH sebenarnya sudah dimulai sejak ditetapkannya kebijakan

pemerintah berupa UU Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

Kehutanan. Namun pembentukan KPH secara jelas baru tertuang dalam UU


8

Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan, dan

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 yang telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tentang Tata Hutan dan Penyusunan

Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan (Puspariani, 2008)

Konsep KPH mengatasi permasalahan kehutanan Indonesia yang kondisinya

makin memprihatinkan, yang ditandai dengan meningkatnya laju degradasi hutan,

kurang berkembangnya investasi dibidang kehutanan, rendahnya kemajuan

pembangunan hutan tanaman, kurang terkendalinya illegal logging dan illegal

trade, merosotnya perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan, serta

meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik. Melalui KPH

diharapkan dapat dilakukan upaya-upaya strategis dalam bentuk deregulasi dan

debirokratisasi kehutanan dengan pendekatan multi-pihak (Rizal, Dewi, Kusmedi.,

2009).

KPH Cepu merupakan salah satu unit manajemen di wilayah satu Jawa Tengah.

Luas wilayahnya mencapai 33,017 ha yang meliputi kawasan hutan di Kabupaten

Blora, Provinsi Jawa Tengah, dan dengan kawasan hutan Kabupaten Tuban dan

Bojonegoro Provinsi Jawa Timur. Pada bagian utara kawasan hutan cepu terletak

pegunungan kendeng, pada bagian selatan berbatasan dengan kawasan penyangga

aliran sungai bengawan solo. Sebagian besar kawasan hutan memiliki tanah

berbatu (kapur) dengan lima jenis tanah, yaitu : litosol, grumosol, mediteran,

aluvial, dan regosol. Akan tetapi sebagian tanah merupakan tanah grumosol

kelabu tua dan asosiasi grumosol coklat keabuan dan kelabu kekuningan.
9

Kawasan hutan KPH cepu terletak di ketinggian 30-250 mdpl, yang memiliki tipe

iklim C dan D (Anonim, 2019).

Lingkungan dengan iklim seperti itu sangat cocok untuk ditanami tegakan jati,

dengan temperatur rata-rata 26°C dan curah hujan rata-rata 1636 mm/tahun.

Pengelolaan hutan yang dilakukan pada KPH cepu dibagi menjadi dua sub

kesatuan pemangkuan hutan (SKPH) yang terdiri dari SKPH cepu utara, dan

SKPH cepu selatan, dimana kedua SKPH tersebut terbagi kedalam duabelas

bagian kesatuan pemangkuan hutan (BKPH) dan memiliki 41 resort pemangkuan

hutan (RPH) dengan jumlah karyawan keselurhan 499 orang. Untuk mengetahui

SKPH, BKPH, dan RPH dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Anonim, 2019).

Gambar 3. Lokasi KPH Cepu


10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari praktik umum ini adalah.

Tabel 1. Materi Selama Praktik Umum

No Bahasan Hari Ke-


1. Penataan dan pengorganisasian kawasan 1
2. Inventarisasi pada hutan tanaman 2
3. Inventarisasi sosial ekonomi masyarakat desa hutan 16
4. Perbenihan dan persemaian 4
5. Pembuatan tanaman hutan 7
6. Penjarangan pada tanaman hutan 5
7. Perlindungan hutan 6
8. Pemanenan hasil hutan 13
9. Pembukaan Wilayah Hutan 12
10. Tempat penimbunan dan pengujian kayu 15
11. Konservasi sumberdaya hutan 11
12. Industri pengolahan kayu 18
13. Industri pengolahan non kayu 14
14. Penaksiran potensi produksi dan perhitungan etat 3
15. Pengujian etat dan bagan tebang habis selama daur 8
16. Penyusunan rencana-rencana selama jangka 10
11

ACARA I. PENATAAN DAN PENGORGANISASIAN KAWASAN

3.1.1. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah:

1. Mahasiswa dapat melihat di lapangan bentuk penataan hutan di kawasan hutan

yang sudah mapan.

2. Mahasiswa dapat mengecek dengan cara mengukur dan memetakan satu petak

kawasan hutan.

3. Mahasiswa mampu memahami proses kegiatan penataan hutan secara umum

3.1.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktik ini adalah:

1. Peta kawasan hutan skala 1:10.000 yang memuat pembagian KPH dalam

bagian-bagian hutan.

2. Alat ukur dan penataan, meliputi:

a. kompas pengukur azimuth

b. pita ukur pengujur jarak

c. clinometer pengukur kelerengan untuk menghitung jarak datarnya

d. tali plastik

3. Peta-peta meliputi :

a. Peta Jaringan jalan

b. Petas Daerah Aliran Sungai (DAS)

c. Peta Klas Tanah


12

d. Peta Topografi

3.1.3. Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam praktikum ini adalah:

1. Setiap regu mengukur dan memetakan setiap petak dengan referensi peta

perusahaan dengan alat ukur sederhana (kompas, klinometer, galah dan tali).

2. Saat pengukuran di lapangan perlu dicocokan dengan kondisi lapangan.

3. Pal-pal yang dijumpai diamati dengan seksama, meliputi:

 pal batas luar kawasan

 pal batas dalam kawasan

 pal batas jalan angkutan

 pal batas lahan milik perusahaan

 pal petak

 pal hektometer

 pal-pal lain

4. Lihat dengan seksama tanda batas anak petak (maker).

5. Catat kode alur induk/ alur cabang.

6. Gambar petak yang sudah diukur ke dalam kertas kalkir skala 1:5.000.

Koreksi sekaligus dengan metode grafis.

7. Cocokan bentuk dan ukuran petak saudara dengan petak dalam peta yang

sudah ada.

8. Lakukanlah analisis terhadap hasil pengukuran saudara setelah anda

bandingkan dengan data pengukuran sebelumnya.


13

9. Melakukan simulasi proses kegiatan penataan kawasan sebagai berikut:

A. Simulasi I

Simulasi kegiatan proses penataan hutan (tata batas, tata guna, tata hutan dan

penyusunan rencana pengaturan kelestarian hutan/RPKH) dengan model

permainan peran (role play). Kegiatan ini meliputi aktivitas permainan peran

(ada penokohan) dari masing – masing stakeholder yang terlibat dalam prosesi

penataan hutan. Ada pihak birokrasi pemerintah (Departemen Kehutanan,

Dinas Kehutanan, Pemerintah Daerah), Masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi

dan Perhutani sendiri. Untuk setiap kasus bisa dibuat satu rangkain penataan

kawasan hutan yang lengkap (dari tata batas sampai dengan tata hutan atau

bahkan sampai RPKH) atau sebagian saja sebagai contoh : problem okupasi

lahan, permasalahan sengketa batas kawasan hutan yang sudah dikukuhkan dll.

Penokohan bisa dibagi menjadi :s

a. Antagonis: Masyarakat

b. Protagonis: Perhutani

c. Provokator: LSM

B. Simulasi II

Simulasi kegiatan Penataan Areal Kerja (dengan cara pendeliniasian beberapa

peta). Mahasiswa dilatih untuk bisa membuat sebuah unit administratif dan unit

perlakuan (petak dan anak petak) dari hasil kegiatan tata hutan. Peta – peta

yang dibutuhkan meliputi:

a. Peta Jaringan jalan

b. Petas Daerah Aliran Sungai (DAS)


14

c. Peta Klas Tanah

d. Peta Topografi

Dari peta – peta tersebut dideliniasi (overlay) dengan menggunakan kertas

kalkir. Dari hasil overlay bisa dibuat beberapa petak atau anak petak yang

sudah berdasar pada kriteriakriteria dan prasarat pembuatan sebuah petak atau

anak petak (aspek kelestarian, batas alam dan aksesibilitas serta tingkat

kesesuaian lahan/bonita).

3.1.3. Hasil

11
Gambar 4. . Peta Hasil Overlay Pada Petak 48
15

Tabel 2. Evaluasi Pal yang ditemukan

Kondisi pal
No Jenis Pal Identitas Pal Segmen Harus Harus Gambar
Baik
diperbaiki diganti

Pal
1. 48-13-49 T0-T58 Baik
Batas

Pal
2. 48-49-53 T58-T73 Baik
Batas

Pal
3. 48-53-46-47 T73-T30 Baik
Batas

Pal T30- Tidak


4. 48-47-12 -
Batas T154 ada

Pal
5. 48-12-13 T154 Baik
Batas

Tidak
6. Pal Alur C06 T11 -
ada
Tidak
7. Pal Alur C04 T33 -
ada
Tidak
8. Pal Alur C02 T45
ada

9. Pal Alur CL10 T163 Miring

10. Pal Alur CK8 T187 Baik

Tidak
11. Pal Alur CK10 T100 -
ada
Tidak
12. Pal Alur CK12 T120 -
ada
Tidak
13. Pal Alur H20 T135 -
ada
Tidak
14. Pal Alur H22 T149 -
ada
Tidak
15. Pal Alur H24 T 165 -
ada
16

Data Terestris

9192200

9192000

9191800
Y Lapangan

9191600

9191400

9191200

9191000
540800 540900 541000 541100 541200 541300
X lapangan

Gambar 5. Data Hasil X Lapangan

3.1.4. Pembahasan

Pencapaian tujuan prinsip kelestarian, melalui kegiatan di bidang pengusahaan

hutan harus dilaksanakan dengan prinsip kelestarian (Rahmawaty, 1997).

Kegiatan kegiatan perencanaan yang dilakukan di KHDTK Getas-Ngandong yaitu

diantaranya penataan wilayah kerja and survey, dan evaluasi pal batas. Penataan

Areal Kerja suatu kawasan adalah kegiatan untuk mengatur kawasan hutan agar

pengelolaan hutan berjalan secara efektif dan efisien. Menurut PP No. 6 tahun

2007 yang dimaksud dengan penataan hutan adalah kegiatan rancang bangun unit

pengelolaan hutan, mencakup kegiatan pengelompokan sumber daya hutan sesuai

dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan

untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat secara lestari.


17

Jadi berdasarkan uraian di atas tujuan yang diinginkan oleh pekerjaan penataan

hutan adalah menata kawasan hutan agar di dalamnya dapat diselenggarakan

semua pekerjaan teknik kehutanan sehingga pengelolaan hutan berasaskan

kelestarian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Kegiatan land survey yaitu kegiatan pemetaan pengukuran areal efektif untuk

penanaman. Pelaksanaan land survey didahului dengan turunnya SPPL (Surat

Perintah Pengukuran Lahan) oleh Planning Region. Alat yang diperlukan yaitu

GPS, parang, dan peta. Pengukuran dilakukan dengan tracking di areal yang tidak

efektif untuk ditanami (lebung/alur, jalan, lereng curam, lahan berbatu) untuk

dihasilkan lahan efektif untuk ditanam. Kemudian melakukan downloading data

GPS dan sketch ulang hasil downloading dengan pemberian legenda. Peta

diupload ke planning region dan planning region melakukan Update Data Master,

mengeluarkan keterangan Siap Cetak untuk hasil peta yang telah diajukan.

Kegiatan Penataan Areal Kerja juga mencakup pemberian batas petak berupa pal

batas definitif, pal batas konservasi, pal batas petak berupa kayu dan paralon. Pal

batas administratif di tempatkan di sepanjang batas antara kawasan KHDTK

Getas – Ngandong dengan kawasan lain. Pal batas di tempatkan di luar areal

petak, berada di 4 titik terluar petak yang berbatasan langsung dengan petak lain.

Pal batas petak bertuliskan informasi nomor petak, zona, luas. Pal batas yang

terdapat di Peta Administrasi KHDTK Getas-Ngandong Petak 48 ditemukan 18

Pal, sedangkan dalam pengamatan ditemukan hanya 5 Pal yang kondisi baik, 1 Pal

kondisi miring dan 9 Pal tidak ada dan harus diganti/diperbaharui. Menurut Rini
18

et al.,, (2015) batas petak juga ditandai dengan jalan hutan berupa main road,

branch road maupun spur road.

Berdasarkan hasil dari praktikum lapang yang telah dilakukan pada pengelolaan

hutan lestari di KHDTK Getas-Ngandong , diperoleh suatu rencana penatagunaan

lahan dimana hal yang perlu dilakukan dalam penatagunaan petak 48 tersebut baik

berupa penetapan batas area dengan berbagai komponen yang ada didalam dan

menyusun area tersebut adalah dengan upaya perlindungan wilayah kelola dengan

penataan dan pengorganisaian wilayah dengan upaya memetakan wilayah

tersebut.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam rencana pengelolaan hutan tersebut adalah

dengan mebandingkan kondisi lapang dengan kondisi yang ada di suatu rencana

pengelolaan baik dalam aspek luas wilayah, penataan batas dan evaluasi kondisi

pal batas baik antar petak maupun antar wilayah pengelolaan, dimana unsur yang

kami gunakan dalam menganalisis adalah dengan hasil overlay dari berbagai peta,

baik peta administrasi, peta berdasarkan survey lokasi, maupun peta hasil rencana

pengelolaan. Diperoleh suatu informasi yang terdapat dilapang dimana suatu

perancangan penataan kawasan hutan yaitu berupa data rill yang meliputi kondisi

batas wilayah penataan antar petak kelola dimana terdapat batas yang tidak sesuai

dengan peta administrasi selain itu ditemukanya beberapa pal yang ada , nampak.

Evaluasi Pal harus segera di perbaiki agar pal tidak kehilangan fungsinya sebagai

pembatas antara kawasan hutan dengan APL (Are penggunaan lain).


19

3.1.6. Simpulan dan Saran

3.1.6.1. Simpulan

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan penataan areal kerja yang telah dilaksanakan di

KHDTK Getas-Ngandong dapat disimpulkan bahwa:

1. Tanda-tanda di peta dan di lapangan yaitu berupa pal batas definitive atau pal

alur dan pal batas antar petak.

2. Tahapan-tahapan pelaksanaan penataan areal kerja yaitu menyiapkan peta kerja

dan menyiapkan GPS, melakukan tracking mengunakan GPS dan melakukan

pengamatan di lapangan, meliputi pengecekan pal batas, dan pemasangan pal-

pal sesuai kawasan yang telah ditetapkam.

3. Kegiatan penataan secara umum ialah dengan melihat kondisi lapangan dan

mengamati kondisi pal batas yang terdapat di petak 48.

3.1.6.2. Saran

Hasil analisis evaluasi Pal harus dikaji oleh Pengelola KHDTK, agar Pal yang

seharusnya menjadi pembatas di setiap petak untuk mempermudah jika adanya

penataan areal kerja baru serta kegiatan inventarisasi lainya.

3.1.7. Daftar Pustaka

Rahmawaty. 1997. Buku Saku Pembukaan Wilayah Hutan. Penebar Swadaya.


Jakarta.
20

DepPU. 2007. Undang Undang No.26 Tahun 2007 tentang Perencanaan Ruang.
Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta

Rini., Djumansi Derita., Sri Endayani. 2015. Pemetaan Tata Batas Secara
Partisipatif Setelah Pemekaran Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis
Di Kelurahan Bugis Kecamatan Samarinda Kota. Jurnal Agrifor. 16 (1) :
95-102.

3.1.8. Lampiran

Gambar 6. Kondisi Pal Batas


21

Gambar 7. Pengukuran He(Kelerengan) Dan Jarak Sebenarnya Di lapangan

Gambar 8. Pengukuran tracking GPS


22

Gambar 9. Denah lokasi Petak 48


23

ACARA II. INVENTARISASI PADA HUTAN TANAMAN

3. 2.1 Tujuan

Tujuan dari praktik umum ini adalah untuk melatih pelaksanaan teknik

perisalahan hutan dengan menggunakan metode konvensional (Instruksi 1974)

untuk menetapkan kelas hutan (PK-2) dan volume per hektar (m3/ha Vst).

3.2.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktik umum ini adalah:

1. Peta kerja areal BKPH Ngandong dan Getas skala 1:10.000.

2. Kertas milimeter, kalkir, gunting, penggaris, busur derajat, pensil, lem.

3. Tally sheet.

4. Kompas.

5. Pita diameter untuk mengukur keliling pohon (dbh).

6. Christen meter/clinometer untuk mengukur tinggi pohon.

7. Tali plastik dan meteran.

8. Parang untuk membuat jalur rintis.

9. Tabel penolong (WvW), kalkulator.


24

3.2.3. Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam praktik umum ini adalah:

1. Buatlah regu kerja inventarisasi hutan dengan anggota tiap regu 8-12

orang (sesuai kebutuhan).

2. Masing-masing regu merisalah tegakan jati pada petak terpilih dengan

metode “uniform systematic distribution sampling with random start” .

3. Salinlah petak /anak petak terpilih yang terdapat pada peta kerja skala 1:

10.000 tersebut dengan kertas kalkir dan ditepelkan di atas kertas

milimeter.

4. Pada salinan petak/anak petak tersebut rencanakanlah PU – PU, dengan

ketentuan sbb:

a. Bentuk PU lingkaran dengan ukuran PU bervariasi tergantung

kelas umurnya.

- KU I – II : luas PU 0,02 ha (jari – jari, r = 7,98 m).

- KU III – IV : luas PU 0,04 ha (jari – jari , r = 11,28 m).

- KU V ke atas: luas PU 0,1 ha (jari – jari, r = 17,84 m).

b. Jarak antar PU di lapangan adalah 200 m X 200 m dengan arah

jalur utara – selatan.

c. PU pertama ditentukan secara random.

5. Ukurlah diameter batang setinggi data (DBH : 1,30 m dari permukaan

tanah) semua pohon yang masuk dalam PU tersebut.

6. Ukurlah tinggi pohon yang termasuk kategori pohon peninggi (Oh) di

dalam PU tersebut.
25

7. Catat hasil pengukuran pohon – pohon sample yang terdapat di dalam PU

termasuk hasil risalah lainnya ke dalam tally sheet/ blangko – blangko

yang telah disediakan.

8. Lakukan analisis data yang diperoleh tersebut, sehingga diperoleh data

potensi (volume kayu : m3/ha) dan kelas hutannya sebagai dasar untuk

pembuatan rencana pengelolaan hutan selanjutnya.


26

3.2.4. Hasil

Tabel 3. Inventarisasi Hutan Tanaman pada Petak 48

Hasil Pengukuran di Lapangan


Petak Ukur Tgl Tabel Normal (per Ha)
Per Petak Ukur Rata-rata per hektar
Risalah
No Luas oh n d² lbds Bon n d2 lbds n d2 lbds
1 0.02 3/8/2019 12.0 2 0.0266 0.0418 1.5 100 0.027 2.091 1726 0.0084 11.246
2 0.02 3/8/2019 12.0 2 0.0408 0.0600 1.5 100 0.041 3.000 1726 0.0084 11.246
4 0.02 3/8/2019 12.0 2 0.0365 0.0287 1.5 100 0.037 1.435 1726 0.0084 11.246
5 0.02 3/8/2019 12.0 1 0.0324 0.0508 1.5 50 0.032 2.540 1726 0.0084 11.246
7 0.02 3/8/2019 12.0 2 0.0196 0.0308 1.5 100 0.020 1.540 1726 0.0084 11.246
8 0.02 3/8/2019 12.0 2 0.0462 0.0726 1.5 100 0.046 3.630 1726 0.0084 11.246

Tabel 4. Hasil Perhitungan Inventarisasi Hutan Tanaman pada Petak 48

Petak
Dk KBD Koreksi Luas Keterangan
/Anak
N D2 Lbds
0.058 3 0.18309 0.19 0.00 48 16.2 TBK
0.058 5 0.28014 0.27 0.01 48 16.2 TBK
0.058 4 0.251 0.13 0.12 48 16.2 TBK
0.029 4 0.11129 0.23 0.11 48 16.2 TBK
0.058 2 0.13488 0.14 0.00 48 16.2 TBK
0.058 5 0.31768 0.32 0.01 48 16.2 TBK
27

Tabel 5. Hasil Kondisi Tegakan

Kelas Kelas umur I-XII


Hutan
No luas Dirisalah Peninggi Umur
Bonita dkn kbd cq Tahun tanaman Tanaman tanaman tanaman
Petak/Anak (ha) bulan (m) (tahun)
kelas tanam pokok Sela pengisi pagar
umur
16.2 Agustus 12 19 1.5 0.057931 1.8 KU II jati
16.2 Agustus 12 19 1.5 0.057931 0.3 KU II jati
16.2 Agustus 12 19 0 0 0.0 TK jati
16.2 Agustus 12 19 1.5 0.057931 0.1 KU II jati
48 2000 - - -
16.2 Agustus 12 19 1.5 0.028965 0.2 KU II jati
16.2 Agustus 12 19 0 0 0.0 TK jati
16.2 Agustus 12 19 1.5 0.057931 0.1 KU II jati
16.2 Agustus 12 19 1.5 0.057931 0.3 KU II jati
28

Tabel 6. Kondisi Tegakan (Bentuk Lapangan, Risalah Tanah, Risalah Tegakan dan Tanaman Pertanian)

Risalah tegakan dan tumbuhan


Bentuk lapangan Risalah Tanah tanaman pertanian
bawah
punggung, landai, berbukit kapur, dangkal, agak muda meresap air sedang, rata, agak murni -
pungggung, curam, berbukit kapur, dangkal, agak muda meresap air sedang, agak rata, agak murni Padi
Tanah Kosong
punggung, landai, berbukit kapur, dangkal, mudah meresap sedang, rata, murni
-
punggung, landai, berbukit kapur, dangkal, mudah meresap sedang, agak rata, murni
Tanah Kosong Singkong,Pisang
punggung, landai, berbukit kapur, dangkal, mudah meresap sedang, rata, murni
-
punggung, landai, berbukit kapur, dangkal, mudah meresap Sedang, rata, murni
29

3.3.5. Pembahasan

Secara umum Inventarisai Hutan didefinisikan sebagai pengumpulan data fakta

sumbserdaya hutan untuk perencanaan pengelolaan sumberdaya tersebut bagi

keejahteraan masyarakat secara lestari dan serbaguna (Departemen Kehutanan dan

Peerkebunan, 1999). Menurut Fernando et al., (2016) tinggi rendahnya nulai

potensi pohon dapat dihitung dengan cara pengelolaan data dari hasil inventarisasi

pohon. Kegiatan Inventarisasi pohon sangat berperan dalam menyajikan informasi

tetang keadaan tegakan hutan, baik keadaan pohon-pohon mapun karakteristik

areal tempat tumbuh.

Untuk mengatahui dan memperoleh gambaran tentang perbandingan potensi kelas

hutan di BPKH Bumiasin dengan RKH Genen dilakukan penelahaan pada data

Evapot KPH Ngawi. Teknik inventarisasi hutan yang digunakan dalam

pengambilan data dilapang menggunakan Systematic Random Sampling dimana

unit contoh dilakukan dengan klasifikasi berdasarkan kelas umur (KU),

selanjutnya dipilih secara acak (random) dari populasinya. Berdasarkan data

BKPH Bumiasin salah satunya memiliki 8 petak ukur dengan jarak antara petak

urut 200m x 200m. Petak 48 memiliki kelas umur III (KU III) karena memiliki

umur 19 tahun. Diperoleh dari tahun saat ini dikurangi dengan umut tanam.

Data yang diperoleh di lapangan meliputi tinggi pohon, DBH, ttik koordinat,

jumlah pohon dengan kelas umu II yang memiliki jari jari plot ukur 7,98m. Data

jumlah pohon per hektar dengan cara membagi data rata-rata jumlah tiap kelas

umur dengan luar petak ukur. Kondisi tegakan petak 48 dipengaruhi oleh jenis
30

pohon keliling atau diameter dan volume. Kondisi jumlah pohon, diametr dan

volume rata-rata tegakan jati (Tectona grandis) di petak 48 menunjukan kkondisi

tidak normal, dimana KU lebih rendah mempunyai volume per hektar lebih besar

dan volume per hektar pada KU yang lebih tinggi. Hal ini terlihat dari petak ukur

yang memiliki kelas Tanah Kosong (TK). Untuk melihat kenormalan kondisi

tegakan hutan jati di Petak 48 dengan membandingkan kondisi aktual saat ini

dengan kondisi tegakan normal berdasarkan tabel WvW (Wolf Von Wiulfing).

Berdasarkan hasil yang didapat dari beberapa nilai, nilai OH (Peninggi)

didapatkan dari 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑢𝑘𝑢𝑟 × 100 𝑝𝑜ℎ𝑜𝑛, jadi didapat oH=12. Nilai n atau

jumlah pohon perpetak ukur dengan jati jari 7,98m3, didapat diameter yang

beragam dan lbds yang beragam. Bonita atau kualitas tempat tumbuh menempati

nilai 1,5 didapat dari umur tegakan berbanding dengan tinggi pohon. Dari semua

petak ukur 1,2,3,4,5,6,7,8 dimana PU 3 & 6 ialah tanah kosong alias tidak adanya

tegakan jati yang terlihat di lapangan. Nilai KBD pada semua PU berturut-turut

0.19, 0.27, 0.13, 0.23, 0.14, 0.32 yang memiliki faktor koreksi dibawah 0,02

kecuali petak ukur 8 memiliki faktor koreksi 0,23. Petak 48 yang memiliki luas

16,2 Ha setelah dilakukan perhitungan memasuki Kelas Umur TBK (Tanaman

Bertumbuhan Kurang)

Risalah hutan pada petak ukur di Petak 48 memiliki bentuk dan kondisi yang

berbeda, untuk bentuk lapangan dominan punggung, landai berbukit, selain di PU

2 yang memiliki kondisi tanah yaitu tanah kapur, dangkal, dan aerasi mudah

meresap air, sedangkan PU 4,5,7,8 memiliki tanah kapur, dangkal dan murah
31

meresap. Dengan risalah tegakan dominan murni, untuk Tanah Kong yang

terdapat di PU 2 ditanami pertanian padi dan di PU 6 ditanami pertanian singkong

dan pisang.

3.2.6. Simpulan dan Saran

3.2.6.1. Simpulan

Simpulan dari hasil praktikum ini adalah pelaksanaan risalah hutan dengan

metode Systematic Sampling untuk menetapkan kelas hutan dan volume per

hektar (m3/hm Vst) dan didapatkan untuk petak 48 tergolong kelas hutan TBK (

Tanaman Bertumbuhan Kurang) didapati dari hasil KBD yang dibawah 0,30.

3.2.6.2. Saran

Kegiatan inventarisasi hutan diperlukan ketelitian dalam mengoalah data, dan

diperlukan juga persiapan yang baik saat berada di lapangan seperti melihat

kondisi GPS, tallysheet, serta konsumsi praktikan.

3.2.7. Daftar Pustaka

Fernando, D.E., Sukerta., Made, I., Suryana. 2016. Inventarisasi Pepohonan pada
Kawasan Hutan di Kebakaran Jembrana. Jurnal Agrimerta 2(1): 42-51.

Husch. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. UI Press. Jakarta


32

3.2.8. Lampiran

Tabel 7. Kondisi lokasi PU dari Utara, Barat, Timur dan Selatan.

Koordinat Foto
PU
X Y Utara Barat Selatan Timur

1 -7.31690 111.37151

2 -7.31481 111.36977
33

Koordinat Foto
PU
X Y Utara Barat Selatan Timur

-
111.37012
3 7.313123
2

-
111.36986
4 7.311034
4

- 111.37224
5
7.309544: 7
34

Koordinat Foto
PU
X Y Utara Barat Selatan Timur

-
111.37192
6 7.311583
7

-
111.36986
7 7.311034
4

-
111.36986
8 7.311034
4
35

ACARA III. INVENTARISASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA


HUTAN

3.3.1. Tujuan

a. Melakukan identifikasi interaksi antara masyarakat desa hutan dengan sumberdaya

alam/hutan

b. Mengidentifikasi potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia

c. Melatih mahasiswa untuk menggali dan merumuskan permasalahan yang dihadapi

oleh masyarakat desa hutan (permasalahan dari berbagai aspek : sosial-budaya,

ekonomi dan ekologi), berikut rekomendasi tentang cara atau strategi untuk

mengatasi permasalahan tersebut.

3.3.2. Alat dan Bahan

a. Alat tulis dan alat perekan

b. Alat dokumentasi

c. Kuesioner

d. Interview guide (Panduan Wawancara)

3.3.3. Pelaksanaan

a. Menyiapan kuesioner dan interview guide (Panduan Wawancara)

b. Menetapan responden : key informan (tokoh masyarakat, pemerintah desa),

masyarakat desa hutan, Pehutani.

c. Melakukan survei ke desa : wawancara dengan interview guide dan kuisioner


36

d. Menyusunan laporan survei desa

e. Presentasi dan diskusi

3.3.4. Hasil

kepemilikan lahan

1%6% pribadi
20%
perhutani

73% peribadi dan


perhutani
tidak ada

Gambar 10. Persen Lahan Kepemilikan di Desa Getas

Luasan Lahan
6% 14% 0
18% 0,05-0,25
0,26-0,5
27%
17% 0,51-1
1,1-2
18%
>2

Gambar 11. Persen luasan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Getas
37

SEBARAN UMUR
RESPONDEN

15% <=40

40% 41-50
16%

51-60
29%
>61

Gambar 12. Persen Sebaran Umur Responden

jenjang pendidikan
8%3% 14%
tidak sekolah
sd
29%
smp
46% sma/smk/stm
s1

Gambar 13. Persen Jenjang Pendidikan masyarakan di Desa Getas

pekerjaan
9%
11% petani
pegawai
12%
wiraswasta
4% 64%
ibu rumah tangga
buruh

Gambar 14. Persen sebaran pekerjaan masyarakan di Desa Getas


38

3.3.5. Pembahasan

Muin (2018) menjelaskan bahwa upaya realisasi memberdayakan masyarakat

merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah terhadap tekanan pada sumberdaya

hutan dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan secara bersama

– sama . Mayarakat Desa Getas yang berada di dalam Kawasan KHDTK Getas

diberdayan dengan bercocok tanam dikawasan hutan jati maupun di sekitar kawasan

hutan jati yang didominasi komoditi Tebu dan Jagung. Pengamatan Inventarisasi Sosial

Ekonomi dilakukan di Desa Getas dimana dilakukan pengamatan analisis ekonomi

social masyarakat di 13 Dusun dan pengamatan kelembagaan masyarakat yang bernama

LMDH (Lembaga Masyarakat Dalam Hutan) Mustika Jati. Pengamatan Kelembagaan

dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan responden kunci yaitu ketua

LMDH Mustika Jati Bernama Sukun dan Sekretaris LMDH Mustika Jati bernama

Anshori, yang bertempat di kediaman beliau.

LMDH Mustika Jati memberikan kegiatan pada 90 anggota KTH dengan memberikan

arahan kepada petani hutan untuk pemasangan ajir, pembersihan lahan, pembersihan

tanaman jati. Anggota KTH juga mendapatkan pendamping dari Perhutani untuk

membantu kegiatan para petani dengan cara penyuluhan akan tetapi kegiatan

penyuluhan diakui oleh ketua LMDH belum maksimal dan tidak berjalan hingga

sekarang. Pengembangan LMDH Mustika Jati ini kurang baik dikarenakan terkendala

pembiayaan untuk menunjang program-program yang telah tersusun tidak dapat sesuai

rencana. Fungsi LMDH ialah sebagai jembatan penghubung antara masyarakat sekitar

hutan dengan Perhutani, dengan adanya LMDH ditujukan unutk memudahkan

pencarian data pesanggem (Pesanggem adalah petani yang menggarap lahan hutan milik
39

Perhutani) dan mengajak untuk beradaptasi dalam kegiatan pengelolaan hutan.

Kegiatan-kegiatan LMDH dimaksudkan untuk pencapaian Pengelolaan Hutan Bersama

Masyarakat (PHBM), Suharjito (2004) menjelaskan pengertian PHBM adalah

pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang berarti masyarakat menjadi pelaku utama

pengelolaan hutan. LMDH adalah lembaga masyarakat desa yang bekerjasama pada

program PHBM. Anggota LMDH berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur

masyarakat yang ada di desa tersebut (Perhutani 2002).

Realisasi memberdayakan masyarakat merupakan salah satu alternatif pemecahan

masalah terhadap tekanan pada sumberdaya hutan dengan melibatkan masyarakat dalam

pengelolaan kawasan hutan secara bersama – sama (Muin, 2018). Ini sesuai dengan

desa getas yang memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk bercocok tanam

dikawasan hutan dengan menanam jagung atau tebu.

Pada praktikum ini kami melakukan inventarisasi sosial ekonomi masyarakat.

Inventarisasi sosial ekonomi ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi

keberadaan masyarakat, pola –pola hubungan masyarakat dengan hutan, pola

pengusahaan lahan oleh masyarakat didalam dan sekitar kawasan. Praktikum

inventarisasi sosial ekonomi ini dimulai dengan mewawancarai ketua dari kelembagaan

masyarakat yang berada kelompok tani hutan mustika jati getas.

Kegiatan- kegiatan didalam KTH ini adalah dengan pemberian –pemberian arahan

kepada petani hutan untuk pemasangan ajir, pembersihan lahan, pembersihan tanaman

jati. Kegiatan atau organisasi kemasyarakat di desa Getas adalah Lembaga Masyarakat

Desa Hutan (LMDH) Mustika Jati. Pengembangan LMDH ini kurang begitu baik,

dikarenakan masalah dana sehingga program-program yang telah tersusun tidak dapat
40

berjalan dengan baik sesuai rencana. LMDH ini berfungsi sebagai pembuka jalur

hubungan antara masyarakat sekitar hutan dengan Perhutani, dengan adanya LMDH ini

ditujukan memudahkan pencarian data pesanggem dan mengajak masyarakat untuk

beradaptasi dalam kegiatan pengelolaan hutan.

Pengamatan analisis ekonomi sosial masyarakat di ke-13 Dusun di Desa Getas

didapatkan dengan menggunakan responden 10 orang/dusun dan didapatkan total 130

responden di 13 Dusun dan didapatkan hasil sebaran umur, sebaran jenjang pendidikan,

sebaran pekerjaan, sebaran kepemilikan lahan dan sebaran luasan lahan. Sebaran umur

responden berdasarkan Gambar 12 menunjukan dominansi umur terletak di umur

kurang dari 40 tahun, ini dikarenakan banyaknya masyarakat perantauan dari luar Getas.

Sebaran pekerjaan didominasi oleh petani yang memiliki 42 responden dan 64%

responden ialah petani, disusul oleh 12% wiraswasta (warung, dagang), lalu ibu rumah

tangga 11%. Sedangkan pada 120 responden, 73% kepemilikan lahan garapan ialah

milik pribadi dengan luasan antara 0-2 Ha. Menurut Jariyah dan Wahyuningrum (2015)

pengusahaan hutan di Pulau Jawa dapat digolongkan hutan berdasarkan luasan lahan

minimal 0,25 Ha, hanya 1% merupakan lahan garapan petani dan perhutani.

Lahan yang digarap seluruhnya oleh pribadi petani menakup pula biaya pemeliharaan

lahan yang besar, pemeliharaan mencakup pemupukan lahan, pembiayaan tenaga kerja.

Pendapatan dalam 1 kali panen Tebu bisa mencapai Rp. 40.000.000,00 sedangkan pada

Jagung bisa mencapai Rp. 15.000.000 dalam sekali panen. Aksebilitas transportasi,

kesehatan dan pendidikan di desa getas tergolong sulit. Akses transortasi masyarakat

tergantung pada jalan utama masyarakat dengan kondisi jalan berbatu dan berdebu,

dimana masyarakat harus menempuh jarak 12km agar bisa mencapai Pusat
41

Pemerintahan Kota Ngawi, sedangkan akses pendidikan yang ditemukan hanya Sekolah

Dasar yang berada di Desa Getas, SMP dan SMA berada di Kota Ngawi yang berjarak

tempuh 12km melewati jalan berbatu dan berdebu. Akses kesehatan di Desa Getas

terdapat Puskesmas Pembantu dengan pengakuan masyarakat untuk pengobatan

membayar Rp. 70.000, masyarakat diharuskan mendapatkan Surat Rujuk dari

Puskesmas yang ada di Randublatung yang jauhnya mencapai 15km untuk berujuk ke

Rumah Sakit Pusat yang berada di Kota Ngawi. Kesulitan akses transportasi, kesehata

dan pendidikan diharapkan diperhatikan lebih lanjut oleh pemerintah untuk

pembaungan Indonesia yang lebih baik, sesuai dengan penyataan Nurhikmah (2018)

mengungkapkan faktor-faktor penghambat pembangunan di desa yakni tidak

berjalannya kelembagaan, rendahnya sumberdaya petani, buruknya akses jalan, fasilitasi

kesehatan rendah dan konflik dengan pemilik ternak.

3.3.6. Simpulan dan Saran

3.3.6.1. Simpulan

Simpulan yang didapatkan dari pengamatan ini adalah.

1. Berdasarkan data yang didapat bahwa 50% masyarakat dikatakan masih kurang

sejahtera dikarekan banyaknya pengeluaran yang tidak tertutupi oleh pendapatan

masyarakat

2. Interaksi masyarakat dengan hutan adalah pada saat musim hujan dimana hutan

berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan ranting – ranting pohon yang digunakan

masyarakat sebagai bahan bakar


42

3. Dengan adanya sosial dan budaya masyarakat masih mengikuti cara pemanenan

tradisional yang baik namun tidak efektif dari segi ekologi. Sehingga berdampak

pada pendapatan masyarakat.

3.3.6.2. Saran

Saat diakukanya wawancara dengan responden, pengamat harus mendalami kondisi

responden agar dalam mendapatkan data yang diinginkan sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya.

3.3.7. Daftar Pustaka

Jariyah NA., dan Wahyuningrum N. 2015. Karakteristik Hutan Rakyat di Jawa. Jurnal
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 5(1): 43-56.

Muin, N., A., F., H. Millang,S. dan Rijal, R. 2018. Potensi Biofisik Hutan
Kemasyarakatan (HKm) Nanggala Andi Vika Faradiba Muin, Jurnal Hutan dan
Masyarakat. 10(1): 145-153

Nurhikmah. Mahbub, A., A dan Supratman, S. 2018. Strategi Pengembangan Program


Pemberdayaan Masyarakat Hutan Kemasyarakatan di Desa Gunung Silanu
Kecamatan Bangkala Kabupaten Jeneponto. Jurnal Hutan dan Masyarakat.
10(2): 246-256

Perusahaan Umum Perusahaan Hutan Negara Indonesia. 2002. Petunjuk Pelaksanaan


Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Unit I Jawa Tengah.
Semarang: Perum Perhutani.
43

3.3.8. Lampiran

Gambar 15. Kegiatan Wawancara dengan Sekretaris LMDH Mustika Jati.

Gambar 16. Berfoto dengan bapak Anshori selaku Sekretaris LMDH Mustika Jati.
44

Gambar 17. Kegiatan Wawancara dengan responden

Gambar 18. Kegiatan wawancara dengan Ketua LMDH Mustika Jati, Bapak Sukun
45

ACARA IV. PERBENIHAN DAN PERSEMAIAN

3.4.1. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, ada beberapa

tujuan yang diusahakan dapat dicapai dalam rangka praktek perbenihan dan persemaian

di hutan jati, yaitu:

1. Mahasiswa dapat memahami berbagai bentuk sumber benih (Tegakan Biasa

dan Areal Produksi Benih) yang tersedia untuk pengusahaan hutan jati di sekitar

tempat praktek;

2. Mahasiswa dapat memahami elemen-elemen yang dipergunakan dalam

rangka program pemuliaan selektif.

3. Mahasiswa dapat menganalisis efisiensi operasional areal produksi benih

(pengumpulan, pengolahan, sortasi & seleksi benih, pengemasan benih), dan

dapat memprediksi produktivitas Areal Produksi Benih persatuan waktu;

4. Mahasiswa mampu memahami tahap-tahap pembuatan persemaian di

hutan tanaman jati

5. Mahasiswa dapat memahami prosedur dan tata-cara pembuatan persemaian jati.

3.4.2. Alat dan Bahan

Untuk keperluan praktek perbenihan dan persemaian dalam perusahaan tanaman

jati ini diperlukan sarana-sarana sebagai berikut :

1. Tegakan Biasa , Areal Produksi Benih dan Pohon Plus

2. Areal persemaian dan uji pertanaman jati


46

3. Alat-alat ukur pohon dan tali tambang

4. Tabel penilaian kualitas pohon dalam APB dan uji tanaman

5. Bahan Acuan yang tersedia dan Informasi Pengelola (Perum Perhutani)

3.4.3. Pelaksanaan

Adapun pelaksanaan praktik Perbenihan dan Persemaian sebagai berikut.

1. Kunjungi Pohon Plus Jati yang ada dan sudah ditetapkan oleh Direksi

Perum Perhutani.Selanjutnya :

 Pelajari metode pemilihan pohon plus, prosedur penunjukkan dan

penetapan pohon yang bersangkutan menurut ketentuan Perum Perhutani;

 Berikanlah penilaian pohon plus tersebut menurut petunjuk yang tersedia dan

buatlah komentar pendek dari hasil penilaian saudara;

 Buatlah rekomendasi pemeliharaan dan perlakuan yang seharusnya

diberikan pada pohon plus tersebut;

2. Kunjungi petak-petak di sekitar lokasi praktek yang telah ditentukan oleh

Perum Perhutani sebagai Areal Produksi Benih (APB):

 Pelajari prosedur yang dipergunakan sebagai dasar identifikasi Areal

Produksi Benih tersebut;

 Pelajari elemen-elemen APB seperti misalnya jalur isolasi yang

tersedia, frekuensi dan bentuk pemeliharaan setiap tahun;

 Buatlah plot berukuran 0,1 ha, kemudian lakukanlah penilaian detil dan

gambaran kenampakan horisontal dan vertikal menurut blanko yang

tersedia dengan memanfaatkan fenotipe pohon plus sebagai dasar penilaian.


47

Kemudian buat plot dengan luas yang sama pada tegakan biasa yang ada di

sekitar APB sebagai komparasi;

 Buatlah pengamatan singkat kemampuan pertumbuhan reproduksi (bunga

atau buah) pada saat ini. Buatlah prediksi tentang efisiensi produksi

buah pada pohon-pohon/di APB tersebut;

3. Kunjungilah areal persemaian yang dimiliki oleh Perum Perhutani di sekitar

lokasi praktek kemudian lakukanlah kegiatan berikut :

 Gambarlah layout persemaian tersebut,

 Hitunglah prosen hidup untuk masing-masing jenis yang ada,

 Carilah data mengenai tata waktu pembuatan persemaian

4. Kunjungilah petak uji tanaman, kemudian lakukan kegiatan :

 Ukur karakteristik masing-masing pohon berdasarkan asal bahan tanaman.

 Catat ke dalam blangko yang tersedia kemudian buatlah analisis terhadap

data tersebut.

3.4.4. Hasil

Tabel 8. Informasi pengambilan bahan praktikum

Spesies Jati
Asal
Umur 21
Lokasi KPH Getas
Pemilih
Tanggal 5 Agustus 2019
48

Tabel 9. Data Pohon Plus dan Pohon Pembanding

Pohon Perhutani
Poin Poin
Calon Pohon Plus Pohon
t Parameter 1 2 3 4 5 t
Plus
Plus
21.
Tinggi (t) 27 6 Tinggi (t) 27.2 25 24.6 22.8 29 12
4
0.7 52.8 0.6
Diameter 20 Diameter 0.54 2.49 2.4 0.8
5 7 4 20
Bentuk Bentuk
0.3 15 0.7
Batang (k) Batang (k) 15
Batang Batang
Bebas 10 0 Bebas 4.2 7.4 0.59 8.6 44 12.4
Cabang (b) Cabang (b) 2
Cabang Cabang
0.5 2 0.5 0.46 0.17 22 6 19.6
Permanen Permanen 2
Sudut Sudut
Mediu
Percabanga 3 Percabanga 3 5 3
m
n n 3
Kesilindrisa Kesilindrisa Silindri
10 5 10 5
n n s 10
Bentuk Bentuk Rampi
3 3 1 3
Tajuk Tajuk ng 5
Permukaan Permukaan Agak
5 3 3 3
Batang Batang Rata 3
Cacat
Lain-lain 3 Lain-lain 5 5 Mata
Kayu 5
Pohon Pembanding Rerata
27. 24. 21.
Tinggi 25 22.8 24.2
2 6 4
TBBC 4.2 7.4 3.4 8.6 4.4 5.6
0.5 0.5 0.6
Diameter 0.49 0.52 0.56
4 9 4

Tabel 10. Data Pengamatan Areal Produksi

No. Tinggi Lebar Tajuk (m)


Tinggi d TBBC
Poho K(cm) Tajuk
(m) (m) (m)
n (m) U T S B
36.9
1 19 116 9 10 3.5 4 7 4
4
39.8
2 18.5 125 8 10.5 3.5 4 4 4
1
35.9
3 17 113 5 12 4.3 2.5 3.5 3
9
49

No. Tinggi
Tinggi d TBBC
Poho K(cm) Tajuk Lebar Tajuk (m)
(m) (m) (m)
n (m)
43.9
4 20 138 12 8 5.1 5.4 2.8 3.6
5
32.4
5 18 102 3 15 5 4.5 4.3 4.2
8
31.5
6 19 99 5 14 4.2 3 5.5 5.6
3
26.7
7 17 84 3 14 6.2 3.2 2.4 2.1
5
8 21 130 41.4 11 10 6.3 2.6 4.2 2.3
36.6
9 18 115 10 8 4.3 3.7 3.6 3.4
2
26.7
10 19 84 3 16 3.8 6.4 6.7 4.3
5
19.7
11 13 62 4 9 5.2 4.2 3.4 3.2
5
21.0
12 15 66 3 12 4.7 5.8 3.5 3.8
2
13 16 65 20.7 5 11 4.3 2.2 2.7 4.1
33.1
14 17 104 7 10 4.7 3.8 4.5 6.2
2
21.3
15 15 67 3 12 3.4 3.7 4.2 4.8
4
22.2
16 14 70 4 10 2.8 3.2 3.6 3.8
9
38.8
17 17 122 5 12 5.8 3.8 4.2 5.3
5
27.7
18 18 87 2 16 3.4 3.2 3.4 3.6
1
21.0
19 19 66 4 15 3.8 4.3 3.2 5.3
2
∑ 330.5 1815 578 106 224.5 84.3 73.5 76.7 76.6
17.3947 95.5263 30.4 5.57894 11.81578 4.4368 3.8684 4.0368 4.0315
Rerata
4 2 2 7 9 4 2 4 8

Tabel 11. Data Taksiran Produktivitas Benih

Jumlah Total Total


Nom Kuntum
Kuntum Buah Buah 1
Kelomp or Caban Rantin Mala Bunga
Bunga 1 Pohon
ok poho g (k) g (l) i (m) Total ( r
dlm 1 Poho (Kilogra
n )
Malai (n) n (s) m)
2664
11
4 5 6 12 296 106560 0 17.76
50

Tabel 12. Tata Waku Persemaian Kedung Gede

Waktu Kegiatan
No Kegiatan
Juli Agst Sept Okt Nov Des
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pemangka
1
san v v v v
Penyiapan
2
media v v v v
Pemasuka
3 n ke
Polybag v v v v
Bedeng
4 aklimatisa
si v v v v v
Pemelihar
5
aan v v v v v
Pemindah
6 an bedeng
sapih v v v v
Pemelihar
7
aan v v v v
Monitorin
8
g v v v v v v v v v
Pengirima
9
n v v v v v v v v

Tabel 13. Tabel Penilaian Mutu Bibit.

A. Perhitungan Syarat Umum %


% Bibit Normal 65.63
% Bibit Tidak Batang Ganda 65.63
% Bibit Sehat 71.88
% Bibit Berkayu 62.5
% Rata-rata Persyaratan Umum 66.41
A. Perhitungan Syarat Khusus %
% Tinggi Memenuhi Standar 21.88
% Bibit Memenuhi Diameter
Standar 6.25
% Bibit Medianya Kompak 0
51

% Bibit Daunya Memenuhi


Standar 53.13
% Rata-rata Persyaratan Khusus 20.31
Mutu
Mutu bibit stek pucuk Persemaian
Afkir
52

Keterangan

 S = Sirsat
 JM = Jambu Mete
 A = Alpukat
 MH = Mahoni
A JM JM
 N = Nangka N MH MH MH
 SU = Sukun
 P = Petai
TU
Bedeng Tabur
TU

Bedeng Sapih TU PIN


JALAN
TU
TU

Ruang Adaptasi TU
(Stek Pucuk)

Ruang Adaptasi N N N S
SU M J J J
(Stek akar dan batang) P M
P
L
Belum ditanami A
N
G
 Panjang Persemaian = 28 m
 Lebar Persemaian = 10 m
 Lebar Jalan = 1,28m
 Jarak antar bedeng = 58cm
 Panjang Bedeng = 4m Gambar 19. Layout Persemaian Sementara (Asli)
 Lebar Bedeng : 1m
 Tinggi bedeng = 1,6m
 Luas Bedeng = 4m
 Luas Persemaian : 280 m
53

Keterangan
Bedeng Tabur

Bedeng Sapih

Ruang Adaptasi
(Stek Pucuk)
TU
Ruang Adaptasi TU
(Stek akar dan batang) JALAN PIN
TU TU

TU

Belum ditanami TU

N N
P
Screen Bed L
A
N
Gudang
G

Gubuk Kerja

Rumah Jaga

Layout Persemaian Gambar 20. Layout Evaluasi (Rekomendasi) Persemaian Sementara

Kantor

Bak tandon dan saluran


air
54
3.4.5. Pembahasan

Penerapan silvikultur yang sesuai dapat meningkatkan nilai hutan, baik kuantitas

maupun kualitas (Muwazin, 2013). Menurut Sugusiningsih (2005) bahan tanaman

atau yang sering disebut dengan bahan pertanaman dapat dikelompokkan dalam

dua macam, yaitu :1.) Berasal dari bahan generative dan 2) Berasal dari bahan

vegetative, yang termasuk ke dalam bahan generative adalah benih, semai,

wildling (tukulan alam) dan stump, sedangkan yang berasal dari bahan vegetative

misalnya stek (batang, pucuk, daun, dan akar), cengkokan, okulasi, dan

sambungan. Menurut Kurniaty et al., (2010) Peran produsen Benih Dasar

merupakan yang paling penting dipersiapkan untuk memproduksi kelas benih

berikutnya. Praktik perbenihan dilakukan di dua lokasi, di Petak 46 Pohon Plus

Jati Perhutani dan Areal Produksi Benih untuk mendapatkan data calon pohon

plus. Menurut Zobel & Talbert (1986) pohon plus atau select tree adalah pohon

yang telah direkomendasikan sebagai tegakan breeding atau populasi produksi

yang ditetapkan berdasarkan beberapa kriteria. Pohon plus harus memiliki

fenotipe yang lebih baik dilihat dari pertumbuhannya, bentuk, kualitas kayu, atau

karakteristik lainnya yang diharapkan.

Pada praktikum kali ini dilaksanakan pada areal tegakan pohon plus dan areal

produksi benih (APB). Seleksi pohon plus terdapat beberapa Teknik seleksi yang

dapat dilakukan, seleksi calon pohon pkus jati (Tectona grandis) dilakukan

dengan 5 pembanding Jati dan 1 pohon plus jati yang sudah ditetapkan oleh

Perhutani. Pembandingan dilakukan untuk mengetahui adakah calon pohon plus

yang sesuai kriteria dan memperbaharui ketersediaan pohon plus jati untuk
55
memberikan keberhasilan hasil tegakan jati. Lokasi petak calon pohon plus berada

di Petak 46 yang didominasi oleh KU Tua sedangkan untuk Areal Produksi Benih

(APB) terletak di KPH Ngawi. Pohon plus adalah pohon yang memiliki sifat-sifat

unggul yang tampak pada ekspresi fenotipenya (Indriyanto, 2008). Calon pohon

plus merupakan pohon yang berasal dari pohon plus memiliki hasil yang sama

mendekati pohon plus.

Berdasarkan data di lapangan diperoleh beberapa data, yaitu : tinggi calon pohon

plus 27m, diameter 0,75m, bentuk batang 0,3m, batang bebas cabang 10m, dan

cabang permanen 0,5m. Calon pohon plus biasanya hampir mendekati dengan

pohon plus dari banyak aspek. Data pohon plus yang diperoleh yaitu : tinggi 29m,

diameter 0,8m, bentuk batang sebesar 0,7, batang bebas cabang 12,7m, cabang

permanen sebesar 19,6m, sudut percabangan medium, kesilindrisannya adalah

berbentuk silindris, bentuk tajuk ramping, permukaan batang agak rata, dan tidak

terdapat cacat kayu. Berdasarkan data yang diperoleh kami mendapatkan hasil

perhitungan rerata dari 5 pohon pembanding sebagai berikut : rerata tinggi 24,m,

TBBC 5,6m dan diameter 0.57m. Berdasarkan perbandingan dari kedua pohon

tersebut (pohon plus dan calon pohon plus) dapat terlihat jikaa pohon plus lebih

unggul dari calon pohon plus dari berbagai aspek.

Pengamatan taksiran produktifitas benih berlokasi di Areal Produksi Benih (APB)

di KPH Ngawi, terdiri dari beberapa komponen diantaranya 5 cabang, 6 ranting,

malai sebanyak 12, jumlah kuntum bunga 296, kuantum bunga total 106560, total

buah 26640 dan total produktivitas buah dalam 1 pohon adalah 17,7 kg. terdapat

juga layout dari kedua tempat pengamatan untuk mengetahui petak/posisi pohon
56
yang diamati dan layout didapatkan dengan penitikan titik koordinat dengan

menggunakan GPS yang seperti di Gambar 21. Kendala pada praktikum kali ini

adalah sulitnya dalam melakukan pengukuran tinggi pohon karena masih

menggunakan alat konvensional yaitu christenhypsometer, dan kendala lain pada

APB adalah sulitnya mencari dan menghitung jumlah malay yang pada/disekitar

pohon yang ditentukan.

Gambar 21. Layout Pengamatan Taksiran Produksi Benih di APB.

Tahapan dalam sistem silvikultur salah satunya adalah persemaian (Anwar, 2010).

Menurut Danu (2003) persemaian adalah suatu areal pemeliharaan bibit yang

lokasinya tetap dan dibangun dengan peralatan yang rapi dan teratur yang

berkaitan dengan kegiatan penghutanan kembali areal tanah kosong dan rusak

ataupun peruntukan lainnya. Kegiatan di persemaian merupakan kunci pertama di

dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan (Erniwati, 2011 ). Menurut

Deselina (2011) persemaian sementara (flying nursery) merupakan persemaian

kecil, dan diletakkan didekat dengan lokasi yang aan ditanami. Sedangkan
57
persemaian tetap, jenis persemaian ini biasanya berukuran (luasnya) besar dan

lokasinya menetap disuatu tempat, untuk melayani areal penanaman yang luas.

Pada praktik persemian yang dilakukan di dua lokasi, yaitu Persemaian Sementara

di belakang Kampus Getas dan Persemaian Tetap di Kedung Gede. Persemaian

sementara dibangun dengan tujuan untuk memasok bibit ke pusat rehabilitasi yang

dikelola oleh UGM dan terdapat persemaian sementara yang dikelola oleh

Kelompok Tani. Persemaian sementara ini memiliki luas 35mx30m dengan

beberapa sarana seperti bedeng sapih, bedeng tabur, ruang adaptasi (stek pucuk),

ruang adaptasi 2 (stek akar dan batang), Gudang, dan sumber air. Berdasarkan

petunjuk teknis praktik persemaian terdapat beberapa macam sarana dan prasana

di persemaian antara lain:

 Layout Persemaian  Bedeng sapih


 Bangunan di persemaian  Rumah jaga
 Gubug kerja  Bak tandon air
 Kantor  Pagar
 Gudang  Jalan pemeriksaan dan angkutan
 Greenhouse  Kantong plastic/kontener lainnnya
 Ruang adaptasi  Perlengkapan untul operasional
lainnya
 Screen bed  Kelengkapan admministrasi lainnya
 Bedeng tabur  Perlengkapan untuk pengelolaan
medium semai

Dari macam saana dan prasarana yang sudah ditentukan diatas, persemaian UGM

hanya memiliki beberapa fasilitas sarana dan prasarana diantara:

 Bedeng tabur

 Bedeng sapih
58
 Ruang adaptasi

 Sumber air (Sumur Bor)

 Jalan pemeriksaan dan angkutan

 Pagar

 Perlengkapan untuk pengelolaan medium semai

 Perlengkapan untuk operasional lainnya

Evaluasi persemian sementara ini bertujuan untuk mengelola persemaian agar

menjadi lebih baik. Sarana dan prasarana yang seharusnya ditambahkan untuk

persemian ini adalah bedeng tabur, bedeng sapih, ruang adaptasi (stek pucuk,

akar, batang), screen bed, dan Gudang dan terdapat layout persemaian di areal

persemian yang seperti terdapat di Gambar 20. Penambahan gudang untuk

menyimpan barang-barang persemaian dan lapangan serta penambahan pagar

permanen.

Lokasi kedua diadakan di Persemaian Kedung Gede, di lokasi ini mengamati tata

cara stek pucuk dari sumber benih Kebun Pangkas dan mengamati tata waktu

persemaian dimulai dari pemangkasan, penyiapan media, pemasukan ke polybag,

bedeng aklimatisasi, pemeliharaan, pemindahan bedeng sapih, pemeliharaan,

monitoring, dan pengiriman. Kebun pangkas ini berasal dari sumber

pengembangbiakaan secara generative yang sama dari pohon induk dan

dikembangbiakkan secara vegetative diseluruh areal Kebun Pangkas. Tata waktu

kegiatan persemian diawali dengan kegiatan pemangkasan di setiap 2 minggu

sekali selama 2 bulan yakni di bulan juli sampai agustus untuk 1 kali

pemangkasan dan dilanjutkan dengan kegiatan penyiapan media dan pemasukan

stek ke polybag yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemangkasan,


59
selanjutnya dilanjutkan dengan kegiatan penyiapan bedeng aklimatisasi dan

kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di setiap akhir pemangkasan dan diadakan

setiap minggu di akhir agustus hungga akhir September. Polybag stek pucuk

yang siap, ditaruh ke bedeng aklimatisasi (adapatasi) agar stek dapat

menyesuaikan dengan lingkungan. Setelah itu dilanjutkan kegiatan pemindahan

dan pemeliharaan dari bedeng adaptasi ke bedeng sapih yang dilakukan di bulan

Oktober, kegiatan monitoring dilakukan setiap 2 minggu sekali dari bulan Juli

hingga November. Setelah itu bibit jati siap diantar ke lokasi penanaman setiap 4

bulan sekali, jika dalam 1 kali kegiatan pemangkasan di adakan kegiatan

pengiriman di bulan November hingga Desember.

Mutu bibit merupakan ekspresi yang digunakan untuk menggambarkan

kemampuan bibit untuk beradaptasi dan tumbuh setelah penanaman (Sudrajat et

al.,, 2014). Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009 menjadi acuan BPTH dan

Lembaga sertifikasi lainnya yang ditunjuk dalam kegiatan sertifikasi mutu bibit

tanaman hutan. Persyaratan mutu bibit dalam standar tersebut di bagi menjadi

syarat umum dan syarat khusus, yaitu :

1. Syarat umum meliputi:

a. bibit berbatang tunggal dan lurus

b. bibit sehat: terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun

normal (tidak menunjukkan kekurangan nutrisi dan tidak mati pucuk)

c. batang bibit berkayu, diukur dari pangkal batang sampai dengan

setinggi 50% dari tinggi bibit.

2. Syarat khusus meliputi:


60
a. tinggi bibit, yang diukur mulai dari pangkal batang sampai pada titik

tumbuh teratas

b. diameter batang bibit, yang diukur pada pangkal batang

c. kekompakan media, yang ditetapkan dengan cara mengangkat satu

persatu dari beberapa jumlah contoh bibit.

d. kekompakan media dibedakan ada 4 yaitu utuh, retak, patah, lepas

e. jumlah daun sesuai dengan jenisnya sedangkan untuk jenis tanaman

yang berdaun banyak seperti Pinus sp., Paraserianthes sp., parameter

yang digunakan adalah Live Crown Ratio (LCR).

f. LCR adalah nilai perbandingan tinggi tajuk dan tinggi bibit dalam

persen.

g. umur sesuai dengan jenisnya.

Pengujian mutu bibit jati pada lapangan diamati dari segi syarat umum dan syarat

khusus. Syarat umum terdiri dari keadaan batang (lurus, bengkok, tunggal, dan

ganda), apakah bibit sudah berkayu dan pengamatan kesehatan bibit (hama dan

penyakit), sedangkan syarat khusus terdiri dari pengamatan tinggi bibit, diameter

bibit, kekompakkan media (utuh/retak/patah/lepas), dan pengamatan jumlah daun.

Bibit yang berada di bedeng sapih berkisar ±1280 bibit, pengamatan mutu bibit

diawali dengan bibit dihitung jumlahnya kemudian di grading. Grading ialah

memilah diantara yang terbaik dari seluruh jumlah bibit secara acak, dengan cara

jumlah bibit x 2,5 %, dan didapat 32 bibit jati random yang berbeda beda

tingginya. Setelah di grading diketahui keadaan batang, kesehatan, kekompakkan

media untuk perhitungan syarat mutu bibit. Didapat rerata persyaratan umum

66,41% sedangkan rerata persyaratan khusus yaitu 20,31%. Mutu bibit stek pucuk
61
persemaian ialah Mutu Afkir, ini dikarenakan , mutu bibit stek pucuk tidak

memenuhi kriteria standarisasi penilaian mutu bibit tanaman hutan. Mutu Afkir

menurut Perdirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No. P. 05/V-

SET/2009 ialah mutu yang tidak memenuhi syarat mutu P dan mutu D, dimana

mutu P ialah yang memeiliki Syarat umum ≥95% dan syarat khusus ≤90 %

sedangkan syarat mutu D ialah yang memiliki Syarat umum ≥75 % dan Syarat

khusus ≤70 %.

3.4.6. Simpulan dan Saran

3.4.6.1. Simpulan

1. Tahapan pembuatan persemaian, Teknik, penentuan pembangunan

persemaian, penyapihan benih, pemeliharaan, dan sarana prasarana yang ada.

2. Dilakukan penyiapan media tanam, pemangkasan pucuk jati, penanaman stek

pucuk jati, dan pemeliharaan pada stek pucuk jati yang dipotong di kebun

pangkas, diberi zat penumbuh akar, ditanam dipolybag dan ditaruh ke bedeng

aklimatisasi selama 1-1,5 bulan disungkup, 4 bulan sudah bisa dikemas.

3.4.6.2. Saran

Penentuan Produktifitas Pohon dilakukan dengan cermat agar memudahkan

perhitungan, serta pengujian mutu bibit dilakukan dengan hati-hati agar bibi tidak

hancur caat dilakukan pengamatan.


62
3.4.7. Daftar Pustaka

Anwar, Guswarni. 2010. Silvikultur. Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Danu. 2003. Atlas benih tanaman hutan jilid 1 publikasi khusus Vol. 3 No. 8.
Balai litbang teknologi perbenihan. Bogor.

Deselina. 2011. Penuntun praktikum benih dan persemaian. Universitas


Bengkulu. Bengkulu.

Erniwati. 2011. Bahan kuliah pengertian benih. Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Kurniaty, R., Budiman, B., dan Suartana. 2010. Pengaruh media dan naungan
terhadap mutu bibit suren (Toona sureni.). Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman. 7(2):72-83.

Muwazin, Subiakto. 2013. Keanekaragaman dan komposisi jenis permudaan alam


hutan rawa gambut bekas tebangan di Riau. Jurnal Rehabilitasi Hutan 1(2) :
59-73.

Sugisiningsih. 2005. Buku Ajar Silvika. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.

Sudrajat, D., Nurhasybi., Bramasto, Y. 2014. Teknologi Penanganan Benih Dan


Bibit Untuk Memenuhi Standar Benih Dan Bibit Bersertifikat. Balai
Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Bogor.

3.4.8. Lampiran

Gambar 22. Plang persemaian sementara kelompok tani hutan Desa


Tlogotuwung.
63

Gambar 23. Kondisi bedeng sapih yang terdapat di persemaian sementara

Gambar 24. Bedeng sapih pada persemaian sementara Kampus Lapang Getas
64
ACARA V. PEMBUATAN TANAMAN HUTAN

3.5.1. Tujuan

a. Mahasiswa dapat memahami dan mengungkapakan proses pembuatan

tanaman dari aspek manajemen dan aspek silvikultur.

b. Mahasiswa dapat melakukan penilaian keberhasilan tanaman.

c. Mahasiswa dapat membuat perhitungan biaya pembuatan tanaman yang

terinci dengan elemen-elemen pekerjaannya.

3.5.2. Alat dan Bahan

a. Rencana tehnik tahunan bidang tanaman

b. Petak tanaman sekitar kampus

c. Buku nomor pekerjaan bidang tanaman

d. Alat ukur pohon dan tali tambang

e. Tarif upah bidang tanaman

f. Surat perintah pembuatan tanaman

g. Petunjuk teknis pembuatan tanaman

3.5.3. Pelaksanaan

a. Mempelajari proses pembuatan tanaman hutan mulai dari perencanaan

sampai pelaksanaan di lapangan

b. Mempelajari dan memahami cara penanaman masing-masing jenis tanaman

pada sistem pembuatan tanaman tumpang sari


65
c. Mempelajari sistem dan tata penilaian keberhasilan tanaman

d. Mempelajari surat perjanjian kontrak tanaman yang ada dan bagaimana cara

mendapatkan pesanggem

e. Mengunjungi petak tanaman di sekitar kampus

f. Membuat analisis terhadap data dan hasil perhitungan


66

3.5.4. Hasil

Tabel 14. Tata Waktu Pembuatan Hutan Tanaman

Tahun 1 Bulan ke Tahun 2 Bulan ke Tahun 3 Bulan ke


No Uraian
1 1 1 1 1 1 1 1 1
. Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0 1 2 0 1 2 0 1 2
Penerima
1 surat tanam
dari kph
Penentuan
2 lokasi dan
batas
Pembagian
3
andil
Mencari
4
pesanggem
Pembersihan
5
lahan
Pengolahan
6
taah
Pembuatan
7
ajir
Pemasangan
8
ajir
Pembuatan
9
lubang tanah
Pengenceran
10
pupuk
Penanaman
11 (tepi, pagar,
pengisi)
67

Penanaman
12
pokok
13 evaluasi
14 sulam
(penyulama
n)
15 evaluasi
tanaman
dari
mandor
16 pengawasa
n
17 tutup
kontrak
18 evaluasi
dari KPH
68

DIAMETER

54

13
8

9-11 CM 12-13 CM >14 CM

Gambar 25. Sebaran diameter tanaman pokok (Jati)

TINGGI
Series2
24
18

17

13

12 13 14 15 16

Gambar 26. Sebaran tinggi tanaman pokok (Jati)


69

Kondisi kesehatan pohon

49%
51%

Batang terdapat sayatan dan daun menguning


Batang terdapat sayatan dan daun terlihat lubang-lubang

Gambar 27. Kondisi Kesehatan tanaman pokok pokok (Jati)

Keterangan (terbakar/tidak)

Terbakar
15%

Tidak
Terbakar
85%

Gambar 28. Keterangan (terbakar/tidak) pada tanaman pokok (Jati)

Tabel 15. Evaluasi Tumpangsari pada Tanaman Pengisi

Diameter Kondisi
No. Tinggi (m) keterngan (terbakar/tidak)
(m) kesehatan pohon
Daun terlihat
1 0.01 0.61 Tidak Terbakar
menguning
70

Tabel 16. Evaluasi Tumpangsari pada Tanaman Tepi

No Jenis Jumlah Pohon Seharusnya Jumlah Pohon yang ada


1 Mahoni 26 6

3.5.5. Pembahasan

Pembuatan tanaman hutan merupakan awal dari kegiatan produksi dan investasi

yang kelak diharapkan memberikan hasil untuk Perhutani. Oleh karena itu,

diperlukan teknik penyusunan rencana pembuatan tanaman yang baik agar

pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan lancar berdasarkan mekanisme yang

telah ditetapkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai (Mando, 2015).

Teknik pembuatan tanaman meliputi penentuan lokasi, pemilihan jenis dan

komposisi, penentuan sistem permudaan, penentuan jarak tanam, penentuan

tanaman sela, tanaman pengisi, tanaman tepi, tanaman pagar dan jalur pertanian

(Nurrochmat, 2005). Pola pertanaman yang diterapkan pada hutan jati di Jawa

adalah tumpangsari (Mustofa, 2011) sistem pembuatan tanaman oleh RPH Getas

KPH Ngawi dilakukan dengan sistem tumpangsari yaitu memberi hak untuk

menanam di lokasi tersebut dengan tanaman pertanian.. Pada sistem tanaman

tumpang sari terdapat lima macam tanaman dengan fungsi yang berbeda-beda

yaitu tanaman pokok, tanaman sela, tanaman pengisi dan tanaman tepi

Tanaman pokok yaitu, tanaman jati sendiri merupakan salah satu jenis tanaman

yang cocok ditanam di tanah kapur. Meskipun miskin unsur hara, tanah kapur

justru sangat baik bagi pertumbuhan tanaman jati. Menurut Fernández-Moya et

al.,, (2014) jati yang ditanam di tanah kapur akan dapat tumbuh menjulang tinggi
71

yang tentunya merupakan kayu jenis kualitas pertama dan merupakan produk

unggulan. Tanaman pagar sela yaitu lamtoro atau disebut juga dengan petai Cina,

atau petai selong adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae, polong-

polongan). Tanaman yang bernama latin Leucaena leucocephala ini sering

digunakan dalam penghijauan lahan atau kesulitan erosi. Menurut Surip

Mawardi, peneliti dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian

Indonesia, lamtoro sangat tepat digunakan tanaman pelindung untuk para petani.

Lamtoro ditanam sebagai pohon pelindung / peneduh, dan untuk menanggulangi

terjangan angin ribut. Tumbuhan ini juga bisa dipakai untuk pupuk hijau dengan

cara membenamkan daun pangkasnya menjadi pupuk dalam tanah (Arifin, 2010).

Di KPH Ngawi khusunya di Kawasan Hutan Denagn Tujuan Khusus di RPH

Getas-Ngandong, Perum Perhutani Unit I Jawa Timur, tanaman pokok jati

(Tectina grandis) ditanam dalam pola monokultur dengan kesambi (Schleichera

Sp.) sebagai tanaman sela, mahoni (Swietenia mahagoni) sebagai tanaman tepi,

dan secang (Caesalpinia sapan) sebagai tanaman pagar. Tanaman tepi yaitu

mahoni (Swietenia mahagoni) anggota suku Meliaceae. Mahoni, memiliki

banyak keunggulan diantaranya, kayunya kuat, warna dan teksturnya indah

(Damayatanti, 2011). Pohon Mahoni dapat mengurangi polusi udara 47-65%,

mampu mengkonversi CO2 menjadi oksigen sehingga udara sekitar pohon terasa

segar. Mahoni dapat dipanen setelah usia 10 tahun, dengan kualitas kayu yang

baik untuk digunakan peralatan rumah tangga atau bangunan. Selain tanaman

poko jati, Perhutani memanfaatkan mahoni untuk menambah pendapatan dengan

menanam mahoni sebagai tanaman tepi. Mahoni memiliki sifat yang tahan di

tanah yang gersang sekalipun dapat tumbuh dibawah ketinggian 1.500m dpl,
72

dengan suhu dingin dan panas (Siringoringo, 2000), dan sangat cocok dengan

kondisi KHDTK Getas-Ngandong yang gersang dan panas.

Tanaman pengisi yaitu kesambi (Schleichera oleosa) adalah pohon yang bisa

tumbuh di daerah kering, Menurut Situmeang et al., (2016) kesambi (Schleichera

oleosa) merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, diantaranya kulit

kayu kesambi dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit serta kayu kesambi

sangat kuat dan keras. Batang kesambi bisa tumbuh setinggi 15-40 meter, dengan

diameter batang 60-175 cm. Tanaman kesambi digunakan sebagai tanaman

pengisi (sekat bakar) dalam hutan jati. Kayu kesambi mempunyai struktur padat,

rapat, kusut sangat keras dan lebih berat dari kayu besi. Daun kesambi berkhasiat

sebagai obat eksem, obat kudis, obat koreng dan obat radang telinga. Buah dari

tanaman kesambi banyak mengandung vitamin C yang baik sebagai antioksidan

(Suita, 2012).

Tata waktu pembuatan hutan tanaman sesuai dengan Tabel 14 diawali dengan

penerimaan surat tanam dari KPH ke mandor, penentuan lokasi dan batas petak,

lalu pembagian andil (pembagian kerja) terdapat dalam waktu bulan pertama.

Kegiatan selanjutnya ialah mencari pesanggem (petani yang menggarap lahan

Perhutani). Kegiatan pembersihan lahan diadakan dibulan ke-4 dan 5 dan pada 2

bulan selanjutnya diisi oleh kegiatan pengolahan tanah dimana 1 bulannya untuk

pemasangan ajir. Pengolahan tanah dilakukan agar tanaman pokok, pengisi, pagar

dan tepi dapat tumbuh secara maksimal, serta pembuatan ajir untuk membuat

tanda antar petak. Bulan ke 9-10 dilakukan pemasangan ajir diarea yang sudah

direncanakan. Pembuatan lubang tanah dilakukan di bulan ke 10, untuk


73

memudahkan para pesanggem untuk penanaman. Pengenceran pupuk juga

dilakukan pada bulan ke 10, karena pupuk yang berikan harus bersifat cair maka

pupuk harus dicairkan terlebih dahulu. Bulan ke 11 dilakukan penanaman

tanaman tepi (mahoni), pagar (secang) dan pengisi (kesambi), lalu di bulan ke 11-

12 dilakukan penanaman tanaman pokok yaitu jati.

Evaluasi tumpang sari pada tanaman pokok jati dibagi menjadi kondisi kesehatan

pohon dan keterangan terbakar/ tidak. Kondisi di lapangan yang sebenarnya, pada

tegakan tanaman pokok jati, tumpang sari kondisinya sangat tidak baik

dikarenakan terdapat bekas terbakar dan daun-daun mengering. Kondisi kesehatan

pohon terbanyak berdasarkan Gambar 27 ialah 51% batang terdapat sayatan dan

daun berlubang-lubang, 85% tidak terbakar dengan dominansi diameter batang

tanaman pokok 12-13cm dan dominansi tinggi 13cm pada 75 tanaman pokok jati.

3.5.6. Simpulan dan Saran

3.5.6.1. Simpulan

1. Proses pembuatan tanaman dari aspek menejemen adalah perencanaan,

pelaksanaan, evaluasi dan aspek silvikultur beragamnnya tanaman yaitu jati

seabagai tanaman pokok, secang sebagai tanaman pagar, mahoni sebagai

tanaman tepi, dan kesambi sebagai tanaman pengisi.

2. Keberhasilan tanaman dapat dilihat dari jumlah tumpangsari di lapangan yaitu

tanaman pokok, sela, pengisi, tepi dan pagar.

3. Menurut mandor Perhitungan biaya dalam pembuatan tanaman sesuai kontrak

yang telah disepakati.


74

3.5.6.2. Saran

Pembuatan tanaman di RPH Getas sudah cukup baik dalam penyusuan

tanamannya, tetapi tidak diberi penjelasan terkait perhitungan biaya pembuatan

tanaman, hanya informasi sedikit dari mandor. Dikarenakan musim kemarau

panjang, diharapkan para pesanggem dapat mengelola lahan bersama perhutani

agar hasil dapat maksimal, tidak merugi diakibatkan banyaknya tanaman pagar

dan pengisi yang mati.

3.5.7. Daftar Pustaka

Arifin, 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah dan Berbagai Penggunaan Lahan dalam
Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA.
Vol. 12, No. 2, ISSN : 1411-2817.

Damayatanti, Prawati. 2011. Upaya Pelestarian Hutan Melalui Pengelolaan


Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. Jurnal Komunitas. 3(1): 70-82.

Fernández-Moya, J. A. Alvarado, W. Forsythe, L. Ramírez, N. Algeet-Abarquero,


M. Marchamalo-Sacristán, 2014. Soil erosion under teak (Tectona grandis
L.f.) plantations: General patterns, assumptions and controversies. Catena
123, pp. 236–242.

Mando, La Ode A.S. 2015. Potensi Hutan Tanaman Jati Dalam Perencanaan
Pembangunan Wilayah Kabupaten Muna. Jurnal Ecogreen. 1(1):65-78.

Mustofa, M.S. 2011. Perilaku Masyarakat Desa Hutan Dalam Memanfaatkan


Lahan Di Bawah Tegakan. Jurnal Komunitas. 3(1): 1-11.

Nurrochmat, Dodik Ridho. 2005. Strategi Pengelolaan Hutan, Upaya


Menyelamatkan Rimba yang Tersisa. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
75

Situmeang, Boima., Nuraeni, Weni., Ibrahim, A.M., Silaban, S. 2016. Analysis


of secondary metabolite compounds from leaves extract kesambi
(Schleichera oleosa) and antioxidant activity test. Jurnal Pendidikan Kimia.
8(3) : 164-168.

Siringoringo, H. H, 2000. Kemampuan Beberapa Jenis Tanaman Hutan Kota


Dalam Menjerap Partikulat Timbal. Bul. Pen. Hutan.

Suita, E. 2012. Seri Teknologi Pembenihan Tanaman Hutan Kesambi (Schleicera


oleosa MERR.). Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman
Hutan.

3.5.8. Lampiran

Gambar 29. Tanaman Pokok Jati

Gambar 30. Tanaman Tepi Mahoni (Swietenia mahagoni.)


76

Gambar 31. Tanaman Pengisi Kesambi (Schleichera oleosa)

Gambar 32. Tanaman Pagar dan Sela

Gambar 33. Layout Pembuatan Tanaman


77

ACARA VI. PENJARANGAN PADA TANAMAN HUTAN

3.6.1. Tujuan

a. Mahasiswa dapat memahami dasar-dasar teori penjarangan

b. Mahasiswa dapat membuat petak ukur penjarangan pada suatu petak yang

direncanakan untuk dijarangi

c. Mahasiswa dapat menunjukkan dan menolet pohon-pohon yang akan dijarangi

dalam petak yang diwakili oleh petak ukur penjarangan serta menaksir hasil

tebangan pada petak yang akan dijarangi

d. Mahasiswa dapat membuat perhitungan/perbandingan taksiran pendapatan

hasil penjarangan dan biaya penjarangan berdasar standar biaya yang ada

3.6.2. Alat dan Bahan

a. Peta perusahaan skala 1: 10.000

b. Buku nomor pekerjaan teknis penjarangan

c. Tabel volume tegakan jati WvW 1932, tarif ferguson, tarif lokal volume

penjarangan

d. Alat-alat inventarisasi hutan (kompas, tali, pengukur tinggi, tally sheet dan

lain-lain)

3.6.3. Pelaksanaan

a. Memilih salah satu petak yang termasuk direncanakan untuk dijarangi tahun ini
78

b. Membuat satu petak ukur penjarangan, yang ditentukan lokasinya berdasar

okuler mewakili blok penjarangan seluas 4 Ha

c. Melakukan analisis pada catatan petak ukur penjarangan, berupa jumlah pohon

yang harus ditebang/dijarangi

d. Melakukan tunjuk tolet pohon-pohon yang akan ditebang/dijarangi pada

seluruh blok yang diwakili

e. Menghitung taksiran hasil penjarangan dlam blok dan anak petak yang akan

dijarangi

f. Menaksir secara kasar biaya pelaksanaan penjarangan pada blok/anak petak

yang dijarangi

g. Melakukan analisis terhadap data dan perhitungan

3.6.4. Hasil

Tabel 17. PCP Pohon Tengah

PCP No : 4
Pt No : 101 a
T :18
U : 25 NPCP : 266
P : 18 Nn : 78
Bon : 3 nM : 0
79

Tabel 18. Data Pohon pada PCP

Jarak
Kondisi
No ke Hama-
Kelilin Azimut
poho pohon penyaki Keterangan lain
g (cm) h TBBC Benal Alu Permukaa
n tenga Batang Cacat t
(m) u r n
h
1 74 319 8 silinder 3.8 v Kasar Ada ada Terbakar, growong
2 90 314 17 silinder 2.7 v v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
3 65 114 13 silinder 3 v Kasar Ada ada Batang tidak lurus
Akar keluar dari
4 53 96 11 silinder 4.3 v Kasar Ada ada
permukaan
Akar keluar dari
5 68 157 6.3 silinder 5 v Kasar Ada ada
permukaan
Akar keluar dari
6 63 100 10 silinder 3.8 v Kasar Ada ada
permukaan
7 59 31 7 silinder 2.5 v Kasar Ada ada Terbakar,
Akar keluar dari
8 57 198 5 silinder 4 v Kasar Ada ada
permukaan
9 56 102 5.2 silinder 3.5 v Kasar Ada ada Terdapat perubahan warna
10 62 149 7 silinder 6 v Kasar Ada ada Kulit batang mengelupas
Akar keluar dari
11 68 120 17 silinder 5 v Kasar Ada ada
permukaan
12 62 276 12 silinder 5.3 v Kasar Ada ada Terbakar
simpodia
13 64 182 15 3 v Kasar Ada ada Terdapat sarang Rayap
l
80

Jarak
Kondisi
No ke Hama-
Kelilin Azimut
poho pohon penyaki Keterangan lain
g (cm) h TBBC Benal Alu Permukaa
n tenga Batang Cacat t
(m) u r n
h
simpodia
14 46 146 13 2.4 v Kasar Ada ada Terdapat Tunas Air
l
Akar keluar dari
15 79 275 10 silinder 6 v Kasar Ada ada
permukaan
16 79 291 7 silinder 2.3 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
Terdapat telur penggerek
17 68 280 16 silinder 3 v Kasar Ada ada
batang
Akar keluar dari
18 60 172 12 silinder 2.2 v Kasar Ada ada
permukaan
19 77 285 15 silinder 2.5 v Kasar Ada ada Batang berlekuk
20 55 216 11 silinder 2.8 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
simpodia
21 59 360 15 2.7 v Kasar Ada ada Terbakar
l
22 74 328 12 silinder 2.2 v Kasar Ada ada Terbakar
simpodia
23 39 209 13 3 v Kasar Ada ada Terbakar
l
24 64 319 8 silinder 3 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
25 54 55 4.5 silinder 6 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
26 52 101 2.3 silinder 6 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
81

Tabel 19. Data Kondisi Pohon yng disimuasikan untuk dimatikan

Kondisi
No Keliling Hama-
TBBC Keterangan lain
pohon (cm) Batang Benalu Alur Permukaan Cacat penyakit
(m)
1 23 simpodial 2 tidak ada ada kasar ada tidak ada Batang tidak lurus
2 42 silinder 3 tidak ada ada kasar ada tidak ada Kulit mengelupas
3 37 silinder 4 tidak ada ada kasar ada tidak ada Kulit mengelupas
Akar keluar dari
4
29 silinder 5 tidak ada ada kasar ada tidak ada permukaan
Akar keluar dari
5
32 silinder 3 tidak ada ada kasar ada tidak ada permukaan
82

Gambar 34. Layout Petak Coba Penjarangan yang terdapat di Petak 101.

3.6.5. Pembahasan

Penjarangan dilakukan di Petak 101 dimana dominasi pohon jati.

Penjarangan adalah suatu tindakan pengurangan banyaknya tanaman untuk

memberi ruang tumbuh bagi tanaman yang tersisa (Perhutani, 2001). Penjarangan

yang dilakukan pada Petak 101 memiliki tahun tanam 1994 yang berarti berumur

25 tahun. Penjarangan di umur tertentu dimaksudkan untuk kepadatan populasi

mencapai tingkat yang paling optimal untuk mencapai hasil yang maksimum.

Penjarangan diperlukan karena pohon yang terlalu rapat mengakibatkan

persaingan antar pohon untuk mendapatkan cahaya, air, dan nutrisi menjadi tinggi

dan berakibat tanaman tumbuh lambat, dan bentuk batangnya tidak serasi (tinggi

kurus).
83

Teknis dalam penjarangan sebagai berikut:

1. Pada hutan jati monokultur seumur, penjarangan dilakukan setiap 3-5 tahun

sampai pohon berumur 15 tahun. Penjarangan harus dilakukan lebih sering jika

pohon yang ditebang di setiap kegiatan penjarangan jumlahnya sedikit.

2. Pohon yang dijarangkan (ditebang) adalah pohon yang memiliki ciri: terserang

penyakit, bentuk batangnya cacat atau tumbuh abnormal, pertumbuhannya

lambat atau tertekan, dan bernilai rendah.

3. Jika ditemukan jati dengan bentuk batang tidak bagus pada lahan yang kosong,

maka pohon tersebut tidak perlu dijarangi agar pohon jati tersebar merata.

Pohon tersebut dapat juga ditebang kemudian terubusannya dipelihara.

4. Jumlah pohon yang ditinggalkan setelah penjarangan dapat didasarkan pada

ukuran tinggi pohon yang dipengaruhi oleh umur dan kesuburan tanah (bonita)

(Perhutani, 2001).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan mendapatakan N lapangan sebanyak

26 pohon dengan luas PCP 0,1 Ha dengan umur 25 tahun. Pohon peninggi

didapatkan 10 pohon dengan nilai 18 m serta bonita bernilai 3. Nilai yang

diperoleh untuk N lapangan persatuan hektar adalah 260 pohon. Berdasarkan

perhitungan yang telah dilakukan dengan mencocokkan tabel WvW diperoleh N

tabel sebesar (Nn) 78 pohon. Sedangkan di lapangan hanya ditemukan 26 pohon

yang menunjukkan bahwa n tabel lebih besar daripada n lapangan sehingga

penjarangan tidak perlu dilakukan. Penjarangan tidak dilakukan ada beberapa

faktor penyebabnya yaitu jarak antar satu pohon dengan pohon lainnya sudah

cukup renggang sehingga ruang tumbuh setiap individu jati sudah cukup luas..
84

3.6.6. Simpulan dan Saran

3.6.6.1. Simpulan

1. Teori penjarangan yaitu penjarangan rendah, tinggi, seleksi, mekanis, bebas

yang berdasarkan pada pengukuran tinggi, diameter, kondisi permukaan

batang, umur dan bonita.

2. Petak ukur PCP yang dibuat berbentuk lingkaran dengan jari-jari 17,83 m, pada

praktikum diperoleh hasil bahwa lahan tersebut ditdak perlu dilakukan

penjarangan

3. Klasifikasi pohon-pohon yang perlu dijarangi seperti kerdil, batangnya

bengkok, terkena hama dan penyakit, cacat, dan pertumbuhannya tertekan.

4. Perhitungan biaya dalam melakukan penjarangan tidak dilakukan karena lahan

yang didapatkan tidak perlu dilakukan penjarangan.

3.6.6.2. Saran

Pada praktikum penjarangan tidak dilakukan teknik perhitungan biaya

penjarangan sehingga mahasiswa belum tahu bagaimana cara mengitungnya.

3.6.7. Daftar Pustaka

Perhutani .2001. Petunjuk pelaksanaan penjarangan hutan tanaman kayu jati.


Cetakan ke-2. Biro Pembinaan Sumberdaya Hutan. PT. Perhutani (Persero)
Unit I Jawa Tengah. Semarang, Indonesia.
85

3.6.8. Lampiran

Gambar 35. Pohon yang akan dijarangi.

Gambar 36. PCP pada pohon peninggi.

Gambar 37. Kondisi Tajuk rerata terjadi perubahan warna.


86

ACARA VII. PERLINDUNGAN HUTAN

3.7.1. Tujuan

1. Mengevaluasi luas serangan dan intensitas benalu pada pertanaman jati KU

muda, sedang dan tua.

2. Mendeskripsikan pola sebaran (spasial) benalu pada pertanaman jati KU

muda, sedang dan tua.

3. Mengevaluasi kerusakan pohon berdasarkan lokasi bagian pohon yang rusak

serta kode tipe kerusakan atau penyebab kematiannya.

4. Mengevaluasi intensitas kerusakan dan luas serangan oleh hama atau penyakit

dominan pada pertanaman jati.

5. Mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya kebakaran hutan.

6. Mengevaluasi dampak kebakaran hutan terutama pada tanaman jati dan

vegetasi disekitarnya.

7. Mengestimasi luas areal pembibrikan oleh masyarakat sekitar hutan.

8. Mengevaluasi dampak pembibrikan hutan pada kondisi fisik tanah, jenis serta

perkembangan vegetasi, dan ekosistem hutan yang ada disekitar areal

pembibrikan.

9. Mendiskusikan cara-cara penanganan pembibrikan yang efektif.

3.7.2. Alat dan Bahan

1. Petak-petak bekas terjadi kebakaran, penggembalaan, pembibrikan, yang

terserang hama dan penyakit.


87

2. Data sosial ekonomi, dan data penunjang lainnya

3. Institusi yang terkait dengan masalah perlindungann.

3.7.3. Pelaksanaan

Kegiatan 1 : Hama dan Penyakit (Benalu)

a. Membuat PU 20 m x 20 m

b. Amati dan lakukan pengukuran pada pohon dan benalu di petak ukur sesuai

parameter yang ada pada tallysheet

c. Buat layout PU (termasuk pohon mati)

d. Hitunglah Luas Serangan (LS) dan Intensitas Serangan (LS)

e. Dokumentasikan

Kegiatan 2 : Hama dan Penyakit

a. Melakukan pengamatan hama dan penyakit pada PU yang sama dengan

pengamatan benalu

b. Amati dan deskripsikan gejala pada tiap pohon dengan cara melihat perubahan

fisik misalnya daun berlubang, luka terbuka dll lalu kelompokkan berdasarkan

lokasi dan tipe kerusakannya

c. Hitunglah Luas Serangan (LS) dan Intensitas Serangan (LS)

d. Dokumentasikan

Kegiatan 3 : Penggembalaan

a. Mengamati penggembalaan terikat dan kontrol


88

b. Membuat PU 20 m x 20 m untuk melihat dampak penggembalaan pada pohon

jati lalu membuat PU 2 m x 2 m sebanyak lima buah di dalam PU 20 m x 20 m

untuk mengevaluasi tumbuhan bawah

c. Amati dan lakukan pengukuran pada petak ukur sesuai parameter yang ada

pada tallysheet

d. Dokumentasikan

Kegiatan 4 : Pembibrikan

a. Mengamati penggembalaan terikat dan kontrol

b. Membuat PU 20 m x 20 m untuk melihat dampak penggembalaan pada pohon

jati lalu membuat PU 2 m x 2 m sebanyak lima buah di dalam PU 20 m x 20 m

untuk mengevaluasi tumbuhan bawah

c. Amati dan lakukan pengukuran pada petak ukur sesuai parameter yang ada

pada tallysheet

d. Dokumentasikan

Kegiatan 5 : Kebakaran

a. Mengamati lahan terbakar dan tidak terbakar

b. Membuat PU 20 m x 20 m (jarak antar PU 10 m) untuk melihat dampak

kebakaran pada pohon jati lalu membuat PU 2 m x 2 m sebanyak lima buah di

dalam PU 20 m x 20 m untuk mengevaluasi tumbuhan bawah

c. Amati dan lakukan pengukuran pada petak ukur sesuai parameter yang ada

pada tallysheet

d. Buat layout

e. Dokumentasikan
89

3.7.4. Hasil

PE NYE BA B K E RUSA K A N PA DA PO HO N
RERATA BIOTIK ABIOTIK ANTHROPOCENTIK

63
48
47

29
28

16

13
9
7
KELAS UMUR M U D A SEDANG TUA

Gambar 38. Hama dan Penyakit Tanaman

I NT E NSI TA S BE NA LU & LUA S


SE RA NG A N BE NA LU IB LB (%)

100.00
RERATA

70.83
67.77
29.23

16.46
10.42

KU MUDA KU SEDANG KU TUA

Gambar 39. Intensitas Benalu dan Luas Serangan pada KU Muda, Sedang dan
Tua

RE RATA JUMLA H BE NA LU
BE RDA SA RK A N ST RATA STRATA
0.885

0.330
RERATA

ATAS BAWAH

Gambar 40. Benalu (Rerata Benalu Berdasarkan Strata)


90

RE RATA JUMLA H BE NA LU
BE RDA SA RK A N LO K A SI
LOKASI

0.392

0.306

0.268
0.249
RERATA

UTARA TIMUR SELATAN BARAT

Gambar 41. Benalu (Rerata Jumlah Benalu Berdasarkan Lokasi)

RE RATA BE NA LU BE RDA SA RK A N T I A P

3.688
KU

1.250
RERATA

1.039

0.379

0.216

0.111

MUDA SEDANG TUA

KELAS UMUR
STRATA ATAS STRATA BAWAH

Gambar 42. Benalu (Rerata Benalu Berdasarkan Tiap PU)

LUAS AREAL KEBAKARAN HUTAN


KEBAKARAN TERKONTROL

33.98277419
PERSENTASE

18.06774194

0 0

RERATA TINGGI RERATA LUAS

Gambar 43. Luas Areal Kebakaran Hutan


91

PERSEN KEHADIRAN JENIS TUMBUHAN BAWAH


50
40
30
20
10
0

TERBAKAR KONTROL

Gambar 44. Persen kehadiran jenis tumbuhan bawah

JUMLAH POHON YANG RUSAK


BERDASARKAN LOKASI KERUSAKAN
Jumlah Pohon
54
46
JUMLAH

26

AKAR BATANG DAUN


LOKASI KERUSAKAN

Gambar 45. Pembibrikan Lahan


92

KONDISI TEGAKAN
PENGGEMBALAAN
25.80

RERATA Terikat Bebas Terkontrol

13.88
12.12 12.62
11.58
11.443 11.21
10.74

4.53
2.75

0 0 0 0 0 0

RERATA TINGGI RERATA DBH LUAS CACAT LUAS CACAT


KULIT KAYU

Gambar 46. Kondisi Tegakan Penggembalaan

3.7.5. Pembahasan

Pengamatan perlindungan hutan dilakukan dengan beberapa kegiatan diantaranya

pengamatan benalu, pengamatan hama & penyakit, pengamatan pembibrikan

lahan, pengamatan kebakaran hutan, dan pengamatan penggembalaan liar.

Pengamatan benalu berlokasi di petak 46 KU Sedang, diawali dengan membuat

Petak Ukur 40 x 40m searah dengan arah utara dan dibagi menjadi 4 quadran.

Berdasarkan data yang diperoleh benalu pada Gambar 40 yang terbanyak

dijumpai pada strata atas dengan rerata 0,885 sedangkan rerata jumlah benalu

pada strata bawah adalah 0,33. Menurut Muttaqin (2016) preferensi benalu terkait

langsung dengan preferensi burung sebagai vector penyebaran benalu, biasanya

semai benalu ditemui pada cabang/ranting yang awalnya menempati bagian atas

tajuk pohon yang banyak ditemui kotoran burung yang mengandung biji benalu.

Berdasarkan data kompilasi pada Gambar 39, pengamatan benalu didapat nilai
93

Intensitas benalu yang ditemukan pada KU Muda 29,23%, KU Sedang 10,42%

dan KU Tua 70,83%. Luas serangan benalu KU Muda 67,77%, 15,55% pada KU

sedang dan 100% pada KU Tua. KU Tua ditemukan paling banyak benalu

dikarenakan benalu tersebut terjadi akumulasi setiap tahunnya yang membuatnya

bertambah banyak. Intensitas serangan bisa diartikan seberapa seringnya serangan

benalu/hama penyakit yang menyerang pohon. Luas serangan bisa diartikan

jumlah total dari seluruh serangan yang terdapat dalam pohon.

Didalam petak ukur yang sama dengan pengamatan benalu dilakukan pengamatan

hama dan penyakit. Pengamatan dilakukan dengan cara menyidik setiap

kerusakan yang terdapat di beberapa titik pohon diantara dibagian akar pohon,

bagian pangkal pohon, bagian ½ DBH, bagian DBH, bagian ½ TBBC (Tinggi

bebas cabang), bagian TBBC, bagian cabang dan bagian pucuk. Hadi et al.,,

(2011) menjelaskan pohon-pohon dihutan umumnya menjadi sakit dikarenakan

serangan fungi dan tumbuhan tingkat tinggi lainnya. Serangan hama & penyakit

jika tidak dikelola dengan tepat maka akan mengakibatkan ketidakseimbangan

ekosistem. Berdasarkan data yang diperoleh teridentifikasi beberapa jenis

kerusakan, antara lain : akar muncul ke permukaan, benjolan, kulit mengelupas,

luka terbakar, luka terbuka, penggerek, perubahan warna pada daun, rayap, semut,

tunas air, ulat, cabang mati, cabang mati, cabang patah dan daun berlubang.

Penyebab kerusakan pada pohon sebagaimana sesuai dengan Gambar 38

menunjukan bahwa KU sedang memiliki tingkat kerusakan tertinggi yang

disebabkan faktor abiotik (63%) dan biotik (48%). Faktor abiotik yang dimaksud

adalah faktor yang dialami pohon disebabkan faktor alam (cuaca,tanah,intensitas

matahari), gejala yang ditimbulkan ialah terdapat tunas air, daun menguning serta
94

batang tidak lurus. Faktor biotik adalah faktor yang disebabkan oleh organisme

penganggu misal hama, gejala faktor biotik ialah adanya daun berlubang, batang

berlubang, serta terdapat hama dibalik daun jati. Penyebab kerusakan tertinggi

pada KU muda ialah faktor anthropcentrik, ialah faktor yang disebabkan karena

aktifitas manusia misal erdapat luka bacok di batang dan terdapat luka akibat

pruning. Perbedaan penyebab kerusakan pada pohon yang berbeda beda sesuai

dengan pernyataan Hidayat (2014) bahwa serangan hama dan penyakit sewaktu-

waktu dapat berubah, mengingat banyak faktor yang mempengaruhi, sebagai

contoh adalah kelembaban udara dan curah hujan, dan sistem tanam monokultur

yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit.

Pengamatan selanjutnya yaitu Pembibrikan Lahan yang diadakan di petak 99

BKPH Getas. Pembibrikan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

bentuk-bentuk pengolahan lahan dihutan negara yang dianggap tidak sesuai

dengan ketentuan yang berlaku (Poffenberger, 2005). Pembibrikan biasanya

dilakukan oleh pesanggem dengan mengubah/menghilangkan tanaman pokok dan

menggantinya dengan tanaman pertanian atau tanaman yang lebih

menguntungkan pesanggem. Pengamatan pembibrikan lahan diawali dengan

penunjukkan lahan yang sudah terkonversi setelah itu dilakukan tracking GPS

untuk mengetahui luasan lahan yang sudah terjadi pembibrikan, dan didapat luas

pembibrikan lahan 1.60Ha. Tanaman pokok (Jati) yang berada di sekitar lokasi

pembibrikan lahan diamati pola kerusakan pohon, dan didapatkan informasi

bahwa terdapat 26 pohon yang akarnya mengalami kerusakan, 54 pohon yang

batangnya mengalami kerusakan dan sebanyak 46 pohon yang daunnya

mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut membuktikan bahwa pembibrikan


95

memberikan dampak negatif (kerusakan) terhadap pohon-pohon yang berada

disekitarnya.

Kegiatan selanjutnya yaitu Penggembalaan Hutan yang dilakukan di petak 99

berdekatan dengan pemukiman, dari lokasi sudah terlihat jelas bahwa dekat

pemukiman dan sudah pasti terdapat pengembalaan. Menurut Rasyid (2014)

kehidupan masyarakat sekitar hutan tidak lepas dari ternak dan penggembalaan.

Pengamatan diawali dengan mengetahui 3 lokasi penggembalaan yaitu lokasi

terikat, bebas dan terkontrol. Lokasi terikat ialah lokasi yang sudah pasti terjadi

penggembalaan, lokasi bebas ialah lokasi yang tidak pasti akan terjadinya

penggembalaan, sedangkan lokasi control ialah lokasi yag tidak ada terjadinya

penggembalaan dan menjadi evaluasi lahan agar tidak terjadinya penggembalaan

liar. Pengamatan dimulai dengan melakukan penilaian di 4 komponen penilaian

yaitu rerata tinggi, rerata DBH, luas cacat kulit, dan luas cacat kayu. Setelah

melakukan pengolahan data, dapat terlihat luas cacat kulit terbesar terdapat pada

lokasi bebas yang disebabkan karena lokasi tersebut ternak dilepaskan untuk

mencari makanan. Didapatkan kondisi tegakan penggembalaan pada Gambar 46,

luas cacat kayu terlihat di lokasi terikat memiliki nilai terbesar sebesar 4,53%

yang disebabkan karena pada lokasi tersebut terdapat ternak namun tidak

dilepaskan dan dibiarkan berkeliaran sehingga menimbulkan kerusakan berulang

pada lokasi yang sama sampai merusak bagian kayu. Diantara 3 lokasi tersebut

pada lokasi terkontrol tidak terdapat apapun dikarenakan pada lokasi tersebut

tidak terdapat ternak. Penggembalaan pada lokasi bebas berdasarkan penyataan

Sila & Nuraini (2009) bahwa penggembalaan liar dimungkinkan oleh kurangnya

tegal pekarangan petani yang dapat dipakai ternak sebagai tempat penggembalaan
96

yang mampu menampung pertumbuhan jumlah ternak. Hutan jati merupakan satu-

satunya pilihan, selain karena tersedianya rerumputan liar sebagai hasil dan

gugurnya daun jati dan pemanenan kayu jati juga karna dengan cara ini relative

lebih murah dibandungkan dengan cara memelihara ternak didalam kandang.

Pengembalaan liar dapat diminimalisir dampak kerugiannya, dengan cara

memberikan dan pemberdayaan masyarakat msyarakat desa sekitar hutan tentang

hal yang berkaitan dengan kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan akibat

adanya penggembalaan liar.

Pengamatan kegiatan kebakaran hutan dilakukan di Petak 101, dan dilakukan di 3

lokasi yaitu lokasi bebas dan kontrol. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu

peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh perbuatan manusia ditandai dengan

perjalaran api dengan bebas serta mengkonsumsi bahan bakar hutan dan lahan

yang dilaluinya (Adinugroho ,2004). Berdasarkan data yang diperoleh

menunjukkan luas tinggi kebakaran memiliki nilai 33,98% (Gambar 43) dengan

rerata luas areal sebesar 18,06 Ha dan kebarakan yang terjadi termasuk kebakaran

permukaan yang terjadi hanya diatas permukaan tanah. Lokasi pengamatan

kebakaran hutan juga diperoleh data persentase kehadiran tumbuhan bawah

(Gambar 44), tumbuhan bawah yang paling mendominasi adalah tumbuhan

berjenis Imperata cylindrica atau yang biasa kita kenal dengan alang-alang

dengan persentase sebesar 43%. Kebakaran hutan disebabkan oleh dua faktor

utama, yaitu faktor alam dan faktor buatan (manusia). Secara alami, faktor alam

yang menyebabkan kebakaran adalah saling bberkaitan antara iklim, tipe vegetasi,

dan bahan-bahan sisa vegetasi. Menurut Darwo (2009) sumber api umunya

berasal dari kejadian alam, seperti petir dan letusan berapi, kekeringan, suhu
97

panas ekstrim, ataupu sumber api lainya. Pengendalian kebakaran hutan

berdasarkan Suratmo et al., (2003) dengan cara mengenali faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya kebakaran hutan tersebut. Dengan mengenali faktor-

faktor tersebut, upaya awal dalam kegiatan pencegahan akan dapat dilakukan

sedini mungkin.

3.7.6. Simpulan dan Saran

3.7.6.1. Simpulan

Simpulan yang didapat dari praktikum Perlindungan Hutan antara lain.

1. Intensitas Serangan Benalu dari KU Muda (29,23%), KU Sedang

(10,42%) dan terbesar diperoleh di KU Tua (70,83 %). Luas Serangan

Benalu 100% pada KU Tua, 16,46% pada KU Sedang, 67,77% pada KU

Muda..

2. Pola sebaran benalu didominasi pada strata atas pohon jati dan terbesar

berada di KU Tua dengan rerata jumlah benalu 0,885), dan dari lokasi

benalu didominasi ke arah utara (0,392).

3. Kerusakan pohon lebih dominan di batang dan daun, dengan berbagai

gejala yang dapat menyebabkan kurangnya produktifitas pohon jti

tersebut. Jenis kerusakan hama dan penyakit di KU Sedang didominasi

oleh perubahan warna pada daun.

4. IK dan LS Didominasi oleh perubahan warna daun dengan IK = 48%,

LS=77,64% dan terdapat luka terbuka pada batang dengan IK= 39,62%,

LS=68,54%.
98

5. Sebab-sebab kebakaran hutan bisa ditemui berbagai faktor, faktor alam

dan manusia, kebakaran hutan akan berdampak pada kondisi pohon pada

tegakan.

6. Dampak kebakaran hutan pada jati didapat rerata tinggi terbakar ialah

33,98% sedangkan rerata luas kebakaran ialah 18,06%.

7. Luas areal yang terjadi pembimbrikan ialah 1,60 Ha, dengan jumlah pohon

yang rusak berdasarkan lokasi kerusakan pada batang ialah 54 pohon, 46

pada daun dan 26 pada akar.

8. Dampak pembibrikan lahan hutan dapat merubah fungsi dan kondisi tanag

sebagai penyimpan air, jika tidak ada pohon makan tidak adanya pengikat

air kemungkinan besar atau terjadi erosi, serta pertama yang harus ditanam

mengikuti kaidah ekologi dan hidrologis

9. Melakukan penyuluhan dan praktik bagainana cara pembibrikan lahan

agar tidak terjadi kerusakan-kerusakan pada pohon jati.

3.7.6.2. Saran

Pengamatan hama dan penyakit diperlukan ketelitian gejala dan tanda serangan.
Pengamatan benalu diperlukan ketelitian dalam arah serangan dan sebaran
serangan. Pengamatan pembibrikan lahan diperlukan ketelitian dalam tracking
GPS dan kondisi kerusakan. Pengamatan penggembalaan harus diperhatikan
dalam kerusakan kulit dan kayu yang terkena serangan.

3.7.7. Daftar Pustaka

Adinugroho, W., et al.,. 2004. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan


Lahan Gambut. Wetlands International. Bogor.
99

Darwo. 2009. Perilaku Api dan sebab akibat Kebakaran hutan.


http://www.p3shka.org/pdf (diakses 12 Agustus 2019).

Hadi, U.K. dan Soviana. 2011. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosisi dan


Pengendalianya. Departemen Kedokteran Hewan. IPB.

Hidayat, R. 2014. Hama Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) di Desa Talaga
Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala. Jurnal Warta Rimba. Vol2
Nomor 1 Hal 121-122
Muttaqin, Z. 2016. Karakter Biologi Benalu Pada Jati di Kebun Benih Klonal
(KBK) Padangan Perum Perhutani. Skripsi. Intitus Pertanian Bogor. Bogor.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2004 tentang


Perlindungan Hutan.

Poffenberger.2005. Hutan Wonosobo : Keberpihakan Yang Tersendat. ARUPA.


Yogyakarta.

3.7.8. Lampiran

Gambar 47. Pengamatan pada Benalu


100

Gambar 48. Pengamatan Hama dan Penyakit

Gambar 49. Kebakaran hutan dan Pembibrikan

Gambar 50. Layout Pembibrikan lahan


101

ACARA VIII. PEMANENAN HASIL HUTAN

3.8.1. Tujuan

a. Mahasiswa dapat mengamati dan menghayati kegiatan tebangan dan dapat

mengungkap secara rinci dan jelas pelaksanaan tebangan, sejak dari aspek

perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi.

b. Mahasiswa dapat menghayati dan mengamati kegiatan tebangan secara

manual dan dapat membandingkankannya dengan pengelolaan tebangan

secara mekanis.

c. Mahasiswa mampu menilai prestasi kerja penebangan

3.8.2. Alat dan Bahan

a. Rencana tehnik tahunan tebangan

b. Surat perintah tebangan

c. Peta rencana tebangan

d. Tarif upah/standar biaya tebangan

e. Buku klem stat

f. Aalat ukur pohon

g. Stopwach dan alat tulis

3.8.3. Pelaksanaan

a. Pelajarilah tata waktu dan persiapan-persiapan sebelum tebangan dari

narasumber yang ditunjuk


102

b. Kunjungilah petak tebangan dan amati kegiatan tebangan yang ada mulai dari

persiapan sampai pengangkutan

c. Catat waktu kerja dari setiap elemen kegiatan penebangan, kemudian

hitunglah prestasi kerja lapangan

d. Lakukanlah latihan kegiatan pembagian batang bersama mandor, kemudian

catat volume realisasi dan volume taksasinya untuk menentukan factor

koreksi penenbangan

e. Kumpulkan data-data volume hasil dan taksirannya untuk pembuatan Tarif

Volume Lokal

f. Amatilah kegiatan penyaradan dan pengangkutan yang ada berikut

administrasi dan masing-masing kegiatan

g. Lakukan analisis terhadap data-data dan perhitungan yang telah anda peroleh

3.8.4. Hasil

Tabel 20. Data Identitas Pohon No. 3063

Nomor Pohon : 3063


Tanggal tebang : 14-08-2019
Keliling : 65 cm
Volume Taksasi : 0.2356 m3

Tabel 21. Data Identitas Pohon No. 3031

Nomor Pohon : 3031


Tanggal tebang : 14-08-2019
Keliling : 50 cm
Volume Taksasi : 1302 m3
103

VOLUME POHON REBAH NO. 3063

0.761
0.408

0.395
0.369
0.236

VOLUME FK SMALLIAN FK HUBER FK NEWTON FK MANDOR


MANDOR
VOLUME SORTIMEN

Gambar 51. Volume Lokal pada Pohon Rebah no. 3063

VOLUME POHON REBAH NO. 3031


0.4930

0.4367
0.4085
0.1302

VOLUME MANDOR FK SMALLIAN FK HUBER FK NEWTON


VOLUME SORTIMEN

Gambar 52. Volume Lokal pada Pohon Rebah no. 3031


104

V (m3)
1.2

1 y = 1E-07x3.373
R² = 0.7751
0.8
Axis Title

0.6

0.4

0.2

0
0 20 40 60 80 100 120 V (m3)

Axis Title Power (V


(m3))

Gambar 53. Tabel Volume Lokal

3.8.5. Pembahasan

Pemanenan hasil hutan merupakan usaha pemanfaatan kayu bulat dan

mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai peruntukannya

(Mujetahid, 2010). Praktikum pemanenan hasil hutan ini dilaksanakan pada lahan

perhutani yang berada di petak 20 RPH Sigih, KPH Randublatung yang terdiri

dari 9 blok. Kegiatan pemanenan hasil hutan berupa kayu dilakukan dengan

mengaati elemen kerja, alat perlindungan diri dan menghitung volume dari

sortimen kayu. Hal-hal yang diperlukan untuk pemanenan hasil utan diantaranya

ialah Alat Perlindungan Diri (APD) sangatlah penting bagi penggergajian sebelum

melakukan kerja lapang menggunakan chainsaw. Persyaratan umum yang harus

diikuti haruslah dapat melindungi kepala, mata, wajah, tangan, dan kaki dari

bahaya saat melakukan proyek atau aktifitas kerja. Namun yang dilakukan

operator penebangan yang dilakukan di Petak 20 hanya menggunakan helm,


105

sarung tangan, dan sepatu. APD operator penebangan tidak sesuai SOP yang

dimana dalam SOP tersebut mencakup APD yang harus dikenakan oleh operator

untuk mengurangi adanya kecelakaan.

Kegiatan pemanenan kayu meliputi penebangan, pembagian batang, penyaradan,

muat bongkar dan pengangkutan. Aspek-aspek kegiatan tersebut bisa dilakukan

dengan cara manual, semi mekanis dan mekanis dengan peralatan yang

disesuaikan. Menurut Yuniawati (2007), sistem pemanenan kayu secara mekanis

banyak dipilih karena menghasilkan produktivitas yang tinggi dibandingkan

secara manual. Kegiatan pemanenan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan

produksi dan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan

social dengan tujuan untuk mengoptimalkan nilai hutan, namun pada kegiatan ini

pemanenan dilakukan secara manual dengan memperkerjakan manusia dalam

proses penebangan atau penebangan dilakukan secara konvensional.

Penebangan dilakukan pada bulan januari hingga terakhir penebangan pada bulan

September. Dengan hasil penebangan didapatkan data identitas pohon No. 3063

dan pohon No. 3031, dilakukan pembagian batang sesuai dengan diameter seperti

A1, A2 dan A3. Pembagian batang dilakukan dengan mencari batang yang lurus

dan berdiameter yang sama. Diamter pohon nomor 3063 ialah 20,7 cm yang

tergolong sortimen A2, dan pohon nomor 3031 memiliki diameter 15,9cm

tergolong kedalam sortimen A2. Setelah dilakukan penebangan, batang dibagi

menjadi sortimen A2 dan A1, dan dihitung volume pohon rebah lalu dilanjutkan

pengangkutan. Pengangkutan atau pengiriman harus melalui izin administrasi ,

dengan syarat sebelum penebangan dilakukan teresan pada 2 tahun sebelum


106

penebangan. Perhitungan volume menggunakan rumus smalian, huber, newton

dan mandor. Perhitungan FK Mandor merupakan volume tertinggi untuk pohon

rebah no.3063 (Gambar 51) yaitu 0,761m3 ini dikarenakan mandor sudah

memiliki Buku Taksasi bernama DK304, dimana di DK304 ini sudah mencakup

seluruh taksiran volume pada setiap pohon yang sudah terinventarisasi.

Elemen kerja merupakan bagian nyata dari suatu pekerjaan yang diperinci demi

memudahkan pengamatan, pengukuran dan analisis. Pengukuran waktu kerja

bertujuan mengetahui penggunaan waktu pada setiap elemen kerja yang berlebih

dan dapat dikurangi atau penggunaan waktu yang sedikit dapat ditambahkan.

Berdasarkan hasil pengamatan elemen kerja pengukuran waktu efektif rata-rata

pada kegiatan penebangan untuk melakukan satu siklus penebangan ialah 7,16

menit/pohon dengan total waku kerja efektif sebesar 14,31 menit/pohon.

Pengamatan waktu penebangan dilakukan pada 2 pohon dengan omor 3063 dan

3031 dikelas MR (Miskin Riap) dengan umur tebang 42 tahun. Produktifitas

penebangan dan pembagian batang sangat dibutuhkan dengan mengambil sebaran

diameter secara purposif dari buku taksasi. Kegiatan penebangan biasanya

diturunkan maksimal 6 armada, simana satu armada terdiri dari 6-8 orang/ petak.

Alat pengangkutan batang ke Tpn menggunakan katrol. Sistem pembayaran yang

ada pada perhutani ini adalah borongan per m3 dengan jumlah pembayaran

sebesar Rp.21.000,- / m3 dengan efektif kerja sekitar 25 hari dalam 1 bulan. Pada

perhitungan volume menggunakan rumus smalian, hubber, newton san taksasi

mandor diantara perhitungan tersebut terdapat perbandingan dengan masing-

masing volume tidak memiliki perbandingan yang cukup besar namun diantara ke

empat ke empat volume tersebut volume mandor lebih besar.


107

3.6.1. Simpulan Dan Saran

3.8.6.1. Simpulan

Simpulan pada praktikum pemanenan hasil hutan ini adalah.

1. Pelaksanaan tebangan yang ada pada perhutani yang berada di petak 20,

RPH Sigih, KPH Randublatung sudah dikatakan baik karena dalam

pelaksanaan susdah sesuai dengan SOP.

2. Penggunaan alat penebangan mempengaruhi kualitas dari hasil

penebangan dan juga memiliki fungsi dari hasil yang berbeda tergantung

faktornya.

3. Efektif pekerja penebangan ditentukan dari keahlian mandor tebang yang

sangat mempengaruhi hasil yang signifikan standarisasi penebangan.

3.8.6.2 Saran

Saran pada praktikum pemanenan hasil hutan ini adalah agar alat yang digunakan

lebih layak agar pada saat dilakukan kegiatan penebangan lebih dapat

menghasilkan log yang bagus dan dapat mengefesiensikan waktu dengan baik dan

diupayakan para pekerja agar dapat memakai APD yang sesuai SOP untuk

meminimalisisr terjadinya kecelakaan.

3.8.7. Daftar Pustaka

Mujetahid, A . 2010. Analisis Biaya Penebangan Pada Hutan Jati Rakyat Di


Kabupaten Bone. Perennial. 6(2) : 108-115. Bogor. :BPPK
108

Nugroho, B .1995. Perencanaan Pemanenan Kayu. Fakultas Kehutanan IPB.


Bogor.

Yuniawati. 2007. Penggunaan Jumlah Chainsaw Yang Tepat Dan Efesien Pada
Penebangan : Studi Kasus Di Satu Perusahaan Hutan Di Kalimantan Timur.
Jurnal Rimba Kalimantan. 12(1) :12-66. Kalimantan

3.8.8. Lampiran

Gambar 54. Blanko D301

Gambar 55. Kegiatan Penyiapan Alat


109

Gambar 56. Kegaiatan Pembersihan Lahan sebelum Penebangan

Gambar 57. Kegiatan pemberian materi oleh mandor

Gambar 58. Kegiatan pembuatan takit rebah


110

ACARA IX. PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN

3.9.1. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah.

1. Mengevaluasi sarana dan prasarana pembukaan wilayah hutan

2. Mengevaluasi optimasi jaringan jalan

3. Mengetahui persen pembukaan wilayah hutan (E%)

3.8.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum pembukaan wilayah hutan adalah kertas

kalkir, kertas millimeter block, tallysheet, buku/alat tulis serta peta BKPH Getas

dengan skala 1:10.000.

3.8.3. Pelaksanaan

1. Menyiapkan alat-alat dan bahan berupa peta getas dengan skala sebesar

1:10.000 (RPH Getas)

2. Menjiplak/mengkopy peta Getas dengan menggunakan kertas kalkir

3. Menggambar peta dengan daerah petak mulai dari 82-89, 151-167 dengan

menggunakan alat bantu lainnya

4. Menghitung jarak sarad yang ada di peta dan mengitung persentasi ORD dan

RD

5. Menggambar grafik di millimeter block

6. Mengamati gorong-gorong dan jembatan di Getas


111

7. Mengitung azimuth (jarak) di pal 62 sampai 1 km

8. Memasukkan perhitungan ke tallysheet

9. Menganalisis semua data dan mengevaluasinya

3.8.4. Hasil

1. Evaliuasi Standard Jalan

a. Kategori Jalan : Utama

b. Jenis Perkerasan (secara umum) : Aspal

c. Tebal Perkerasan (secara umum) : 27 cm

d. Penentuan Lokasi Jalan : buruk

Tabel 22. Slide slope dan Slope Kanan

No Parameter Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6


1 Side Slope (%) 0 32 0 67 56 0
2 Batter Slope 0 0 0 0 0 0
(%)

Tabel 23. Side slope dan Batter Slope Kiri

No Parameter Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6


1 Side Slope (%) 0 36 105 0 63 0
2 Batter Slope 0 0 0 0 0 0
(%)
112

Tabel 24. Penampang Melintang Jalan

No Parameter Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas Ruas


Jalan Jalan Jalan Jalan Jalan Jalan
I II III IV V VI
1 Kondisi Landscape Datar Miring Miring Miring Mirin Miring
g
2 Lebar Badan Jalan (m) 4m 4.2 m 4.5 m 4.2 m 4.2 m 4.2 m
3 Jenis Perkerasan Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal Aspal
4 Tebal Perkerasan (cm) 27 27 27 27 27 27
5 Kondisi Permukaan Cemb Cemb Cemb Cemb Cemb Cembu
Jalan ung ung ung ung ung ng

6 Lebar berm (kiri dan Ada, Ada, Ada, Ada, Ada, Ada,
kanan) 1.5 m 1.2 m 1.3 m 1.3 m 1.2 m 1.3 m
7 Side Drain (kiri dan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
kanan)
8 Kondisi side drain * - - - - - -

2. Evaluasi Jaringan Jalan

Tabel 25. Profil Jalan

Jarak Azimuth JL BT
No Segmen Lapangan (⁰) Healing JD BT Peta Peta
1 T0 5 182 2 4.997 5 0.17 0.25 0.02
2 T1-T2 5 195 3 4.830 10 1.29 0.25 0.13
3 T2-T3 5 205 2 4.532 15 2.11 0.25 0.21
4 T3-T4 5 213 3 4.193 20 2.72 0.25 0.27
5 T4-T5 5 220 2 3.830 25 3.21 0.25 0.32
6 T5-T6 5 222 2 3.716 30 3.35 0.25 0.33
7 T6-T7 20 228 2 13.383 50 14.86 1 1.49
8 T7-T8 20 233 3 12.036 70 15.97 1 1.60
9 T8-T9 20 233 2 12.036 90 15.97 1 1.60
10 T9-T10 20 235 5 11.472 110 16.38 1 1.64
11 T10-T11 20 233 6 12.036 130 15.97 1 1.60
12 T11-T12 10 233 3 6.018 140 7.99 0.5 0.80
Jarak Azimuth JL BT
No Segmen Lapangan (⁰) Healing JD BT Peta Peta
13 T12-T13 5 231 1 3.147 145 3.89 0.25 0.39
113

14 T13-T14 5 231 2 3.147 150 3.89 0.25 0.39


15 T14-T15 5 224 3 3.597 155 3.47 0.25 0.35
16 T15-T16 20 214 3 16.581 175 11.18 1 1.12
17 T16-T17 20 208 6 17.659 195 9.39 1 0.94
18 T17-T18 20 210 5 17.321 215 10.00 1 1.00
19 T18-T19 20 210 4 17.321 235 10.00 1 1.00
20 T19-T20 20 210 5 17.321 255 10.00 1 1.00
21 T20-T21 20 210 6 17.321 275 10.00 1 1.00
22 T21-T22 20 210 5 17.321 295 10.00 1 1.00
23 T22-T23 20 210 6 17.321 315 10.00 1 1.00
24 T23-T24 20 210 7 17.321 335 10.00 1 1.00
25 T24-T25 20 210 8 17.321 355 10.00 1 1.00
26 T25-T26 5 210 3 4.330 360 2.50 0.25 0.25
27 T26-T27 5 216 3 4.045 365 2.94 0.25 0.29
28 T27-T28 5 221 -2 3.774 370 3.28 0.25 0.33
29 T28-T29 5 225 3 3.536 375 3.54 0.25 0.35
30 T29-T30 5 226 2 3.473 380 3.60 0.25 0.36
31 T30-T31 5 229 2 3.280 385 3.77 0.25 0.38
32 T31-T32 5 230 2 3.214 390 3.83 0.25 0.38
33 T32-T33 5 243 2 2.270 395 4.46 0.25 0.45
Jarak Azimuth JL BT
No Segmen Healing JD BT
Lapangan (⁰) Peta Peta
34 T33-T34 5 245 3 2.113 400 4.53 0.25 0.45
35 T34-T35 5 250 2 1.710 405 4.70 0.25 0.47
36 T35-T36 5 255 4 1.294 410 4.83 0.25 0.48
37 T36-T37 5 260 3 0.868 415 4.92 0.25 0.49
38 T37-T38 20 265 6 1.743 435 19.92 1 1.99
39 T38-T39 20 266 3 1.395 455 19.95 1 2.00
40 T39-T40 20 269 6 0.349 475 20.00 1 2.00
41 T40-T41 5 277 1 0.609 480 4.96 0.25 0.50
42 T41-T42 5 283 2 1.125 485 4.87 0.25 0.49
43 T42-T43 5 285 -1 1.294 490 4.83 0.25 0.48
44 T43-T44 5 286 2 1.378 495 4.81 0.25 0.48
45 T44-T45 20 291 3 7.167 515 18.67 1 1.87
46 T45-T46 20 291 4 7.167 535 18.67 1 1.87
47 T46-T47 20 291 5 7.167 555 18.67 1 1.87
48 T47-T48 20 291 7 7.167 575 18.67 1 1.87
49 T48-T49 20 291 5 7.167 595 18.67 1 1.87
50 T49-T50 20 291 6 7.167 615 18.67 1 1.87
51 T50-T51 20 291 4 7.167 635 18.67 1 1.87
52 T51-T52 20 291 7 7.167 655 18.67 1 1.87
53 T52-T53 20 291 7 7.167 675 18.67 1 1.87
54 T53-T54 20 291 5 7.167 695 18.67 1 1.87
114

Jarak Azimuth JL BT
No Segmen Healing JD BT
Lapangan (⁰) Peta Peta
55 T54-T55 20 291 3 7.167 715 18.67 1 1.87
56 T55-T56 20 291 4 7.167 735 18.67 1 1.87
57 T56-T57 20 291 4 7.167 755 18.67 1 1.87
58 T57-T58 20 291 10 7.167 775 18.67 1 1.87
59 T58-T59 20 290 3 6.840 795 18.79 1 1.88
60 T59-T60 5 284 2 1.210 800 4.85 0.25 0.49
61 T60-T61 5 279 3 0.782 805 4.94 0.25 0.49
62 T61-T62 5 277 3 0.609 810 4.96 0.25 0.50
63 T62-T63 5 270 1 0.000 815 5.00 0.25 0.50
64 T63-T64 20 265 -4 1.743 835 19.92 1 1.99
65 T64-T65 20 265 -4 1.743 855 19.92 1 1.99
66 T65-T66 20 265 -3 1.743 875 19.92 1 1.99
67 T66-T67 20 266 2 1.395 895 19.95 1 2.00
68 T67-T68 20 266 0 1.395 915 19.95 1 2.00
69 T68-T69 20 266 -3 1.395 935 19.95 1 2.00
70 T69-T70 20 265 -3 1.743 955 19.92 1 1.99
71 T70-T71 20 262 -3 2.783 975 19.81 1 1.98
72 T71-T72 20 266 -4 1.395 995 19.95 1 2.00

Azimuth (⁰)
400

300

200
Azimuth (⁰)
100

0
0 500 1000 1500

Gambar 59. Azimuth Profil Jalam


115

Healing
15
10
5
Healing
0
-5 0 500 1000 1500

-10

Gambar 60. Healing Profil Jalan

3. Pengamatan Jembatan dan Gorong-gorong

Gambar 61. Bagian-bagian Jembatan (Kepala jembatan, pilar, gelagar, decks)


Tabel 26. Deskripsi Bagian Jembatan

No Bagian Jembatan Keterangan


1 Kepala jembatan Stabil
2 Pondasi Kuat
3 Pagar Rusak dan patah
4 Pilar Tidak ada
5 Gelagar Ada (berkarat)
6 Lantai Baik

Tabel 27. Deskripsi Lokasi Jembatan


116

No Keadaan lokasi Keterangan


1 Kesesuain letak jembatan Strategis
2 Kerawanan lokasi jembatan Tidak rawan
3 Lebar sungai 11 m
4 Debit 0 m3/s
5 Kondisi sempadan sungai terdapat vegetaasi pisang, tebu, jati
dan bambu
6 Panjang lereng sungai 6m
7 Healing sempadan sungai 0

Tabel 28. Kelancaran Dan Keselamatan Kegiatan Pengangkutan

No Jenis Kendaraan Jumlah


1 Mobil 3
2 Motor 20

Gambar 62. Kondisi Gorong-Gorong Inlet


117

Gambar 63. Kondisi Gorong-gorong otlet

Tabel 29. Deskripsi bagian gorong 1

Bagian Gorong- Bagian Gorong-


No Keterangan Keterangan
gorong (Inlet) gorong (Outlet)
1 Panjang 60 cm Panjang 100 cm
2 Lebar 50 cm Lebar 30 cm
3 Tinggi 15 cm Tinggi 40 cm
4 Kondisi inlet Rusak Kondisi outlet Rusak

Tabel 30. Deskripsi bagian gorong

Bagian Gorong- Bagian Gorong-


No Keterangan Keterangan
gorong (Inlet) gorong (Outlet)
118

1 Panjang 248 cm Panjang 120 cm


2 Lebar 40 cm Lebar 27 cm
3 Tinggi 57 cm Tinggi 77 cm
4 Kondisi inlet Baik Kondisi outlet Baik

Tabel 31. Deskripsi bagian Gorong-gorong

Keterangan Keterangan
No Keadaan Lokasi Gorong- Keadaan Lokasi Gorong-
gorong 1 gorong 2
1 Kesesuaian letak Strategis Kesesuaian letak Strategis
2 Kerawanan lokasi Tidak ada Kerawanan lokasi Tidak ada
3 Lebar parit 3m Lebar parit 2,7 m
4 Debit 0 Debit 0
5 Vegetasi Tidak ada Vegetasi Ada (liana)

3.8.5. Pembahasan

Pembukaan wilayah hutan dalam kegiatan kehutanan adalah semua aktivitas atau

kegiatan yang ditunjukkan untuk pengelolaan hutan dan transportasi hasil hutan

keluar dari areal hutan, yang disertai pula usaha-usaha untuk mengurangi atau

mengindari kerusakan (Warpani, 1990). Tujuan pembukaan wilayah hutan adalah

untuk mempermudah penataan hutan, tindakan-tindakan pembinaan hutan

(penanaman, pemeliharaan, penjarangan), pencegahan terhadap gangguan hutan

dan pemanenan hasil hutan terutama penyaradan dan pengangkutan kayu.

Namun, pembangunan prasarana PWH dapat menyebabkan perubahan bentang

alam dan kerusakan lingkungan, seperti erosi, kerusakan hutan, sedimentasi,

penurunan kualitas air, penurunan produktivitas hutan serta gangguan terhadap

kehidupan satwa liar.

Jalan hutan adalah jalan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut hasil hutan

ketempat pengumpula hasil hutan. Jalan induk adalah jalan yang digunakan 5-20
119

tahun secara terus menerus. Jalan cabang adalah jalan hutan yang dapat

digunakan untuk penyaradan kayu bulat (log) selama satu tahun secara terus

menerus (Muhdi, 2002). Praktek ini dilakukan pengamatan pada BKPH Getas

dengan mengamati sarana dan prasarana yang ada. Mengevaluasi jalan dan

gorong-gorong, kemudian dilakukan evaluasi jaringan jalan dan standar jalan.

Dalam evaluasi jaringan jalan diamati optimalisasi jaringan jalan serta kondisi

aktual dan pembukaan wilayah hutan. Evaluasi standar jalan, dilakukan

pengamatan pada kondisi jalan berupa spesifikasi jalan, profil jalan dan radius

belokan. Setelah dilakukan pengamatan ditemukan jalan dengan jenis perkerasan

berupa batuan dengan tebal perkerasan 6,8 cm. Sepanjang jalan pengamatan

terdapat side slope dan batter slope dengan batas jarak sebesar 200 m, kemudian

400 m hingga 1000 m atau 1 km. Pada titik pertama memiliki batter slope sebesar

-50, titik kedua memiliki side slope sebesar 40, titik ketiga memiliki batter slope

sebesar -1, titik keempat memiliki side slope sebesar 20, titik kelima sebesar 00

pada side slopenya dan titik yang terakhir memiliki side slope sebesar 1. Pada

pengamatan evaluasi profil jalan dengan titik sebanyak 91 dengan jarak

terjauhnya atau jarak lurusnya sebesar 20 m dan jarak terpendeknya sebesar 3 m,

karena pada kondisi jalan yang tidak lurus jarak lapangannya harus maksimal 5 m,

dengan azimuth yang berbeda-beda dan dengan kemiringan sudut berbeda-beda

dengan sebesar -70,-50,-100,-30,-20,-10,00,10,20,30 dan 100.

Pengamatan evaluasi jaringan jalan untukk mendapatkan data kondsi aktual (RD,

RS, MSD), optimasi jaringan jalan (ORD, ORS dan OSD), dan persen pembukaan

wilayah hutan (E%) dengan metode sabuk imajiner dan metode jarak sarad

terpendek rata-rata. Metode sabuk imajiner diawali dengan menjiplak peta petak
120

85-89 dan 149-165 di kertas kalkir dan milimeter block. Peta yang sudah dijiplak

diberi penomoran petak dan dibuat sabuk imajiner seperti Gambar 64. Setelah itu

menentukan nilai RS dari jumlah kotak yang terarsir didalam sabuk imajiner, dan

didapatkan nilai ORD 15,921 m/hm dan nilai PSD 0,251. Sedangkan nilai RD

ialah 10,51 m/hm yang didapat dari nilai kondisi aktual. Nilai ORD < RD dengan

itu tidak perlu dilakukan penambahan jalan.

Gambar 64. Metode sabuk imajiner

Berdasarkan evaluasi pada gorong-gorong yang dilakukan pada 2 tempat yang

berbeda. Bagian yang diamati adalah inlet dan outletnya, inlet gorong-gorong

ialah muka depan gorong-gorong yang terdampak jelas pada Gambar

68,sedangkan outlet gorong-gorong ialah tampak belakang atau saluran akhir

terluaar dari inlet yang terdampak pada Gambar 67. Pada gorong-gorong pertama

kondisinya kurang baik pada bagian inletnya disebabkan retakan pada bagian

dindingnya yang mengakibatkan gorong-gorong tersebut runtuh dan patah. Pada

gorong-gorong yang kedua kondisinya cukup baik tetapi pemanfaatannya kurang

baik dikarenakan tidak ditemukannya air serta banyaknya sampah yang menutupi

bagian outlet yang nantinya bisa mengakibatkan tersumbatnya aliran airnya. Pada
121

pengamatan jembatan ditemukan kondisi pondasi yang sudah rusak dan retak serta

alira sungai yang tidak mengalir dengan lancer karena banyaknya sampah

didalamnya dengan lebar sungai sebesar 5 m, selain itu kondisi tanah disekitar

sungai kering dan terlihat kekurangan bahan organik untuk tanaman yang ada di

daerah tersebut. Sampah yang ada di sungai nantinya bisa mengakibatkan sarang

penyakit.

3.9.6. Simpulan dan Saran

3.9.6.1. Simpulan

Simpulan yang didapat padapraktikum ini adalah

1. Kondisi sarana dan prasarana seperti gorong-gorong dan jembatan dapat

dikatakan baik namun digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya

2. Kondisi jaringan jalan dapat dikatakan baik karena masih dapat

dipergunakan dengan semestinya

3. Didapatkan hasil ORD < RD dengan itu tidak perlu dilakukan penambahan

jalan

3.9.6.2. Saran

Kondisi jembatan yang sudah mulai rusak perlu dilakukan perbaikan serta

pembersihan sampah yang dapat menyumbat sungai yang hisa mengakibatkan

banjir. Pada kondisi gorong-gorong perlu dilakukan perbaikan dan pembersihan

sampah .
122

3.9.7. Daftar Pustaka

Muhdi. 2002 . Perencanaan pembuatan jaringan jalan hutan. Fakultas Kehutanan


Universitas Tanjungpura. Pontianak.

Warpani . 1990. Merencanakan sistem pengangkutan. Institut Teknik Bandung


Press. Bandung.

3.9.8. Lampiran

Gambar 65. Proses Pembukaan Wilayah menggunakan Metode Sabuk Imaginer

Gambar 66. Perhitungan Optimasi Jaringan Jalan


123

Gambar 67. Kondisi Gorong-Gorong Outlet

Gambar 68. Kondisi Gorong-gorong Inlet

ACARA X. TEMPAT PENIMBUNAN KAYU DAN PENGUJIAN KAYU

3.10.1. Tujuan

Tujuan di lakukannya praktik ini adalah sebagai berikut.

1. Mahasiswa dapat memahami dan dapat mengungkapkan faktor-faktor/

pertimbangan yang dipakai untuk merencanakan lokasi TPK, kaitannya dengan

potensi produksi sumber daya hutan yang akan ditampung dan efisiensi

angkutannya.

2. Mahasiswa dapat memahami dan dapat mengungkapkan proses aliran

penerimaan kayu, mulai dan gerbang TPK hingga pengambilan kayu oleh

konsumen untuk dibawa keluar TPK.


124

3. Mahasiswa dapat memahami dan mengungkapkan sistem pengujian kayu dan

sistem penyusunan kapling yang akan ditawarkan pada calon pembeli.

4. Mahasiswa dapat memahami dan mengungkapkan sistem pengelolaan TPK,

termasuk status TPK dibanding TPK lainnya, baik aspek personal maupun

administrasi kayu yang merupakan bagian dari Urusan Tata Usaha Hasil Hutan

pada Kantor KPH.

3.10.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang di perlukan dalam pengmatan ini adalah sebagai berikut.

1. Peta situasi/ tata ruang TPK.

2. Pedoman pengujian kayu jati.

3. Alat ukur kayu

4. Bagan alir kayu (dari tebangan ke TPK)

3.10.3. Pelaksanaan

1. Mengunjungi TPK terdekat dan perhatikan situasi TPK dan keadaan disekitar

TPK, hubungkan peta tata ruang TPK dengan keadaan lapangan.

2. Mempelajari organisasi (personal) TPK.

3. Mengikuti aliran kayu yang masuk ke TPK mulai gerbang TPK hingga kayu

diambil oleh konsumen ikuti pula sistem pencatatan/administrasi kayunya.

4. Mempelajari macam-macam cacat kayu. Amatilah dua batang kayu,

pelajarilah variasi macam cacat kayu yang ada.

5. Mempelajari sistem pengujian kayu dan ikuti secara cermat aplikasi pengujian

kayu.
125

6. Meminta pada petugas penguji kayu untuk memperagakan pengujian kualitas

kayu (2-3) batang, dari batang yang telah diamati cacatnya.

7. Memeriksa contoh kapling yang telah tersusun, mintalah keterangan pada

petugas tentang tata cara dan ketentuan penyusunan kapling.

8. Melakukan identifikasi kapling serta tentukanlah kualitas batang yang ada

dalam kapling tersebut.

9. Membuat layout TPK dan bagan alir kayu mulai dari petak tebangan sampai

kayu siap dijual

10. Melakukan analisis terhadap data-data yang anda dapatkan.


126

3.10.4. Hasil

Tabel 32. Pengamatan Mutu Sortimen Kayu yang terletak

Sortimen
No No Bln Panjang Vol Macam
No Diameter Mutu Status
kapling kayu tebang (cm) (m3) cacat
du dp jenis
bulan x
71109 - 10 11 Jati 140 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 110 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 140 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 12 Jati 110 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 180 0.02 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 12 Jati 120 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 140 0.01 - Badan
7 (IV)
A1
bulan x
71109 - 10 12 Jati 160 0.02 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 40 0.00 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 90 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 190 0.02 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 110 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 12 Jati 180 0.02 - Badan
7 (IV)
127

bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 140 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan T
20450 - 29 30 Jati 190 0.13 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 28 Jati 70 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 24 25 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 131 0.07 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 25 26 Jati 70 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 25 27 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 21 22 Jati 90 0.03 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 29 30 Jati 60 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
A2 20450 - 23 24 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 22 24 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 28 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 22 24 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 25 26 Jati 70 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 70 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 24 25 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 24 26 Jati 60 0.03 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
933- bulan T
A3 260159 67 68 Jati 193 0.691 H Badan
4 7 (III)
128

3.10.5. Pembahasan

Tempat Penimbunan Kayu disebut TPK adalah tempat milik pemegang izin yang

berfungsi menimbun kayu bulat dari beberapa TPn, yang lokasinya berada dalam

areal pemegang izin (PERMENLHK, 2015). Pengelolaan TPK akan berkaitan

dengan tugas-tugas:

1. Penerimaan dan penempatan kayu pada blok-blok yang telah ada dalam TPK.

2. Pengukuran kembali dan pengujian kayu untuk menetapkan sortimen dan

kualitasnya.

3. Penyusunan kapling kayu yang akan ditawarkan, sesuai dengan minat calon

pembeli.

4. Melayani konsumen dalam pengambilan kayu yang telah dibayar (tidak

di TPK) maupun pemberian pasangkutan kayunya.

5. Melayani penggunaan kayu untuk kepentingan sendiri (Perhutani), misal

untuk penghara penggergajian mesin, baik di lingkungan KPH/Unit maupun

lainnya.

6. Secara berkala melakukan stock opname kayu baik secara fisik maupun

administrasi kaitannya dengan pengawasan persediaan kayu

Sesuai dengan Kelas perusahaannya, produk utama TPK Randungblatung adalah

kayu log jati disertai kayu hutan lainnya. TPK Randublatung memiliki luas 10,8

ha, TPK ini memiliki daya tampung untuk 12000 pohon. Penghasilan dari TPK ini

sudah mencapai 99% dengan jumlah pendapatan 144 miliyar rupiah. Untuk TPK

Randublatung I menampung jenis pohon Sengon, Jati, Mahoni dan Sono Keling.

Saat ini produksi sudah mencapai 11.000 m3 /hari terdapat 1500 kayu, ada
129

beberapa kayu yang telah memiliki kode barcode yang berisi data panjang, lebar,

dan volume. Kode barcode baru diterapkan tahun ini, dan dikhususkan pada

pohon A3 dengan diameter 30 up.

TPK Randublatung berkapasitas 15.000 m3. TPK ini tidak hanya menampung

kayu hasil tebangan namun juga menampung kayu bencana, kayu titipan dan kayu

sitaan. Ada 3 KPH pemasok yaitu Blora, Randublatung dan Cepu. TPK

Randublatung masuk ke kelas B dalam administrasi kayu terdapat 2 elemen kayu

yaitu DK 301- DK 308. Proses kayu datang didokumentasikan DK 304 (kayu

angkutan). Administrasi paling penting adalah log. Setelah log kayu diterima

akan langsung diberi tandai. Fungsi dilakukannya administrasi adalah

mengamankan kepemilikan kayu, fungsi pengumpulan informasi. Tabel volume

diambil dari data-data di TPK. Pertimbangan pemilihan loaksi TPK yaitu

aksesibilitas, terjangkau dalam segala hal, dekat kereta api dan berada di tengah-

tengah pemasok utama kayu Jati dari berbagai daerah.

Aspek penerimaan kayu tebangan perlu dilakukan administrasi yang berguna

dalam pengamana kayu, beberapa syarat untuk kayu masuk perlu adanya

pengujian. Pengujian (grading) yaitu menggolongkan kayu kedalam kelas-kelas

atau kualitas (garde) sesuai tinggi rendahnya nilai kayu tersebut untuk pemakaian

tertentu (Puluhulawa, 2018). Sedangkan pengukuran (sacling) yaitu suatu

kegiatan dalam rangka menetapkan panjang, diameter bontos dan isis kayu yang

terkandung didalamnya, dan digolongkan dalam sortimen kelas A1, A2 atau A3

(Widiyanto et al.,, 2018). Dalam pengujian yang perlu dilakukan yaitu :


130

1. Mencari cacat kayu

a. Cacat bentuk : Kelurusan serat

b. Cacat badan : Pecah, inger-inger

c. Cacat bontos : Kulit tumbuh, pecah hati, gubal

2. Menguji menggunakan lasah dengan cara diguling-gulingkan, kemudian

diukur panjang, diameter, dan volume. Pada praktikum ini diambil satu

contoh pohon, dan didapatkan hasil panjang pohon: 230 cm, diameter: 61cm,

dan volume: 0,66. Dengan nomor kayu 933 dan nomor tebangan 3.

3. Menentukan penentuan kelas mutu kayu

Sifat fisik kayu merupakan salah satu sifat dasar kayu yang dijadikan patokan

dalam menilai mutu kayu (Lukmandaru et al.,, 2018). Mutu kayu yaitu

pengolongan kayu secara visual terkait dengan kualitas muka kayu, seperi : cacat

kayu, kelurusan batang dan volume kayu (Khairil, 2017). Dalam menentukan

mutu kayu kita dapat melihat matrik persyaratan mutu kayu bulat pada buku

penguji bapak Supardi. Mutu kayu memiliki 6 tingkatan yaitu:

a. U : Utama
b. P : Pertama
c. D : Kedua
d. M : Keempat
e. L : Kelima

Kelas mutu diberikan tanda pada masing-masing log kayu, dengan tanda mutu

kayu sebagai berikut:

. :1
.. :2
- :3
131

+ :4
++ :5

4. Status kayu

Hara yaitu digunakan untuk kayu pertukangan seperti meuble dan kusen . Veneer

kayu yaitu lembaran kayu yang kerap menjadi pilihan sebagai material finishing

baik untuk perabot ataupun material mentah seperti papan kayu lapis ataupun

papan kayu blockboard untuk membantu permukaan material tersebut menjadi

lebih rata (Asmunriyan, 2015) dan Kayu berstatus Industri untuk bahan baku

pembuatan meubel dan kusen maupun flooring. Kayu log juga diberikan

keterangan kayu sortimen :

Hara : d= 25 up, panjang 0,70m

Veneer : d= 35 up, panjang 2,4-2,9m

Industri: d= 22 up, panjang 0,70m

Kayu log dikategorikan menjadi 3 kelas yaitu:

A1 : dengan diameter 7-19 cm

A2 : dengan diameter 20-29 cm

A3 : dengan diameter 30 up

3.10.6. Simpulan dan Saran

3.10.6.1. Simpulan

1. Faktor – faktor atau pertimbangan untuk merencanakan lokasi TPK,

kaitannya dengan potensi produksi sumberdaya hutan adalah aksibilitasi yang

efektif dan efesien sehingga memudahkan pekerjaan


132

2. Proses aliran penerimaan kayu pertama adalah menghitung sortimen kayu A1,

A2, A3 lalu penentuan pennetuan mutu dan status kayu

3. Pengujian kayu dengan sistem kapling ditentukan dari sortimen kayu dan

penentuan cacat yang ada volume dan kualitas mutu kayu

4. Sistem pengelolaan TPK Perhutani di KPH Randungblatung adalah B karena

TPK ini termasuk TPK terbesar pengelolaan kayu jati sehingga termasuk

kelas B, dan administrasi cukup baik dengan mencatat semua yang masuk dan

keluar TPK.

3.10.6.2. Saran

Pada TPK Randublatung diperlukan penambahan pekerja karena lokasi yang luas

dan dan permintaan barang masuk dan keluar yang selalu ada setiap hari agar

lebih efesien.

3.10.7. Daftar Pustaka

Asmunriyan, R. Yanti, R., N. dan Ratnaningsih, A., T. 2018. Rendemen


Plywoodkayu Karet Rakyatdan Sengon Pada Produksi Veneer Core Jurnal
Kehutanan . 10 (1) : Januari 2015

Lukmandaru, G. Wargono, P. Mohammad, A., R. dan Prasetyo, V., E. 2018.


Studi Mutu Kayu Jati di Hutan Rakyat Gunungkidul. VII. Ketahanan
terhadap Rayap Tanah. Jurnal Ilmu Kehutanan. 12 (2018) : 22 – 29

Khairal. 2017. Klasifikasi Kode Mutu Kayu Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal
Inersi A. 13(1) : Mei 2017

PERMENLHK RI P.42/Menlhk-Setjen/2015. 2015. Tentang Penatausahaan Hasil


Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi.
Jakarta
133

Puluhulawa, I. 2018. Pengaruh Posisi, Jumlah Layer Dan Mutu Kayu Terhada
Balok Laminasi Kayu Mahang Dan Kayu Meranti. Jurnal Gradasi Teknik
Sipil. 2 (1) : 52-61

Widiyanto, I. Anandito, B., K. dan Khasanah, L., U. 2018. Ekstraksi Oleoresin


Kayu Manis (Cinnamomum burmannii) : Optimasi Rendemen Dan
Pengujian Karakteristik Mutu Journal Article published 28 Apr 2018 in
Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 6 (1) : 28 April 2018

3.10.8. Lampiran

Gambar 69. Denah Lokasi TPK Randublatung I


134

Gambar 70. Pengamatan Mutu Kayu pada Sortimen A1,A2 dan A3

Gambar 71. Pengarahan Praktikum TPK oleh Mandor dan Dosen Pebimbing
Lapangan
135

STRUKTUR ORGANISASI TPK RANDUBLATUNG I


KPH RANDUBLATUNG

Gambar 72. Strktur Organisasi TPK Randublatung I

Gambar 73. Buku Panduan Pengujian Mutu Kayu

Gambar 74. Palu Untuk Memberi Tanda Mutu Kayu


136

Gambar 75. Kayu yang telah di Uji Mutunya


137

ACARA XI. KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

3.11.1. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah:


1. Mahasiswa dapat memahami struktur habitat dan keanekaragaman jenis

vegetasi di kawasan hutan produksi.

2. Mahasiswa dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi

tanah dan air di kawasan hutan produksi.

3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi, memahami, menjelaskan, dan

merumuskan pemecahan masalah dalam kegiatan konservasi sumberdaya

hutan di kawasan hutan produksi.

3.11.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan dalam praktikum ini adalah:


1. Roll meter
2. Pita meter
3. Tali plastik
4. Kompas
5. Cristen hypsometer atau hagameter
6. Abney level atau Clinometer
7. Tally sheet

3.11.3. Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam praktikum ini adalah:


1. Pembuatan diagram profil
138

a. . Buatlah petak berukuran 7,5 m x 60 m, arah memanjang tegak lurus arah

sungai secara keseluruhan (titik awal atau titik nol adalah tepi sungai).

b. Untuk medan yang tidak datar, jarak 60 m adalah jarak datarnya.

c. Catat semua pohon (nama daerah dan atau nama ilmiah, tinggi total, tebal

tajuk, lebar tajuk) dan sapihan (nama dan tinggi)

d. Gambar posisi pohon dan sapihan di dalam petak, proyeksi horizontal dan

proyeksi vertikalnya.

2. Analisis vegetasi

a. Pembuatan petak ukur dilakukan dengan metode garis berpetak.

b. Buatlah jalur pengamatan vegetasi sejajar arah sungai di dalam kawasan

sempadan sungai (jarak dari tepi sungai + 50 m).

c. Pada jalur tersebut buatlah 5 buah petak ganda dengan jarak antar petak

50 m.

d. Setiap petak ganda terdiri dari petak berukuran 20 m x 20 m untuk

pengamatan pohon, 10 m x 10 m untuk pengamatan fase tiang (poles), 5

m x 5 m untuk pengamatan fase pancang (sapling) dan 2 m x 2 m untuk

pengamatan fase semai (seedling) serta tumbuhan bawah.

e. Hasil pengamatan dicatat dalam tabel hasil pengamatan komunitas

tumbuhan untuk fase pohon, fase tiang atau poles, fase sapihan atau

sapling serta fase seedling atau semai dan tumbuhan bawah.

f. Deskripsi suatu komunitas tumbuhan menggunakan parameter kuantitatif

berupa kerapatan, frekuensi dan dominansi.

g. Carilah nilai kerapatan, frekuensi, dominansi dan Indeks Nilai Penting

pada tingkat pohon, tiang, sapihan serta semai dan tumbuhan bawah.
139

h. Untuk mengetahui tingkat dominansi (tingkat penguasaan) spesies-

spesies dalam suatu komunitas tumbuhan digunakan parameter indeks

nilai penting (INP).

i. Untuk mengukur stabilitas komunitas digunakan parameter indeks

keanekaragaman.

3. Perencanaan Kawasan Perlindungan Setempat

a. . Pengamatan kondisi tanah dilakukan dengan cara mengambil data

karakteristik tanah meliputi tebal horizon tanah, tekstur tanah, persentase

tanah terbuka, tebal lapisan seresah dan panjang lereng.

b. Pengukuran ketebalan horizon atau lapisan tanah dilakukan dengan cara

membuat profil tanah berbentuk lingkaran berdiameter 30 cm dengan

kedalaman maksimal 50 cm. Pengukuran yang dilakukan meliputi tebal

lapisan seresah, lapisan organik (lapisan O), lapisan A dan lapisan B pada

ke empat sisi profil tanah (utara, timur, selatan dan barat), kemudian

hasilnya dirata-rata. Tekstur tanah juga diidentifikasi dan dicatat.

c. Pengukuran persentase tanah terbuka, tebal lapisan seresah, panjang

lereng dan bentuk-bentuk erosi dilakukan pada kawasan sempadan sungai

yang diamati (+ 50 meter di sebelah kanan atau kiri sungai).

d. Pengamatan kondisi air permukaan dan air tanah dilakukan pada

parameter:

1) Kedalaman air tanah

Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur kedalaman air tanah di sumur

(jarak antara permukaan tanah dengan permukaan air sumur). Pengukuran


140

dilakukan dengan perulangan sebanyak 5 (lima) kali dan dihitung rata-ratanya

(dalam satuan m).

2) Debit air

Pengukuran debit air dilakukan di sungai dengan perulangan sebanyak 5 (lima)

kali dan dihitung rata-ratanya (dalam satuan m3/detik). Pengukuran dapat

dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu dengan menggunakan metode

apung.

3) Debit minimum

Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran debit air di

atas, tetapi dilakukan pada saat musim kemarau.

4) Debit maksimum

Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran debit air di

atas, tetapi dilakukan pada saat musim penghujan.

5) Keberadaan air

Pengamatan keberadaan air dilakukan pada air permukaan (sungai) dan air tanah

(sumur) secara kualitatif. Kolom keterangan pada tabel bisa diisi dengan :

banyak, sedikit, jernih, keruh dll.

e. Setelah mengetahui kondisi tanah dan air, buatlah rancangan pengelolaan

Kawasan Perlindungan Setempat pada sempadan sungai yang diamati dengan

mempertimbangkan juga hasil pengamatan pada kegiatan analisis vegetasi dan

pengamatan struktur hutan.


141

3.11.4. Hasil

Tabel 33. Struktur Vegetasi di Dalam Kawasan Sempadan Sungai

STRUKTUR VEGETASI
% PENUTUPAN
JUMLAH STRATA TAJUK N/HA
TAJUK
6.25 1 21
16.3 1.0 105.0
7.9 1.0 209.0
10.6 1.0 63
0.0 0.0 0.0
0.00 0.0 0.0
7.29 1.0 63.0
28.54167 1.0 146
9.17 1.0 167.0
7.5 1.0 125.0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Total
0.62 69.09
7.20
142

Tabel 34. Analisis Vegetasi di Dalam Kawasan Sempadan Sungai

Analisis Vegetasi
Indeks Nilai Penting Tiap Fase Pertumbuhan Indeks Diversitas
Pohon Tiang
Id Simpson Id Shannon
Jati Mangga Nangka Gluta Renghas Jati
0 131.6 168.4 - - 1 0.69
0 0 0 0 300 0 0
0 0 0 300 300 0 0.7
300.0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
300 0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
161.54 10.12 12.96 23.08 46.15 0.08 0.11

Tabel 35. Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai

RERATA TEBAL LAPISAN TANAH


TEKSTUR
SERESAH ORGANIK HORIZON A HORIZON B
3.275 10 17.75 22.3 Clay
0.78 2 2.58 43.53 Clay
1.575 2.9 9.9 37.2 Clay
1.75 2 12.75 35.25 Clay
7.5 8.80 9.75 35.75 Clay
0.90 0 0.90 0.28 Clay
0.88 13.0 20.5 16.5 Clay
8.00 7.75 33.75 8.50 Clay
10.5 0.5 22 27.5 Clay
0 5.8 9 17.3 Clay
2.1 13.2 15.2 21.6 Clay
3.0 0 20 30.0 Sandy
5 0 39.25 10.75 Sandy
143

3.48 5.07 16.40 23.57 0.00

Tabel 36. Lanjutan Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan
Sungai

Variabel Erosi

% Tanah Terbuka Panjang Lereng Kelerengan

93.75 6.4 23
83.75 6.0 4.0
92.1 3.8 7.3
89.375 1.9 5
100 5.7 35.0
100 0.0 35
92.7 6.2 35.0
71.46 4 -61.67
90.83 14.0 10.0
100 4.3 -4.3
100 8.0 5.0
100 1.7 12.7
100 3.47 28.3333
93.38 5.04 10.33

Tabel 37. Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai

Tanda-Tanda Erosi Teknik


Bentuk Erosi Konservasi
Yang Sudah
Percik Permukaan Alur Parit Dilakukan
tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda Tidak ada
tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Tidak ada
terbentuk parit
aliran air di
tidak ada tanda ada tanda tidak ada tanda Tidak ada
lahan secara
alami
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Tidak ada
tidak ada tidak ada tidak ada ada tanda Tidak ada
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
144

tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Tidak ada
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada
tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda
tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda ada tanda Tidak ada
Ada Tanda Tidak Ada Tidak ada Tidak Ada Tidak ada
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Tidak ada

Tabel 38. Kondisi Tanah dan Lahan di Luar Sempadan Sungai

Rerata Tebal Lapisan Tanah


Tekstur
Seresah Organik Horizon A Horizon B

3.8 12.25 23.75 14 clay


1.9 2.5 1.98 43.6 Clay
1.125 1.450 8.575 39.975 Clay
0.38 2.0 12.8 35.3 Clay

1.500 0.725 7.825 36.10 Clay


11.75 37.98 0.85 0.3 clay
1.3 17.3 16.0 16.8 Clay
7.00 11.0 29.5 9.5 Clay
6.25 0.65 24.25 25.10 Clay
23.8 3.5 12.0 17.8 clay
1.2 13.2 15.1 21.8 Clay
3.0 0.0 30.0 20.0 Sandy
4.5 0.0 22.8 27.3 Sandy
5.18 7.88 15.79 23.65 0.00

Tabel 39. Lanjutan Kondisi Tanah dan Lahan di Luar Sempadan Sungai

Variabel Erosi

% Tanah Terbuka Panjang Lereng Kelerengan

67.71 65 8.7
80.0 61.0 3.0
68.96 70.0 -10.0
145

95.0 64.0 10.3

63.3 62.0 18.0


0.00000 93 0,85
15.0 6.2 35.0
86.46 68 -48
87.97 65 10.0
100.0 64.33333 3.3
87.5 68.0 3.0
100.0 64.3 12.7
100 63 11.33333
73.23 7.20 4.41

Tabel 40. Struktur Vegetasi diluar Sempadan Sungai

STRUKTUR VEGETASI

% Penutupan
Jumlah Strata Tajuk N/Ha Jumlah Jenis
Tajuk

32.29166667 1 188 4
20 1 84 3.0
31.04 1 542 7.0

5 1 42 1.0

16.7 1 42 2.0
7.50 1 0 3.0
0 0 0 2.0
13.54166667 1 63 0.0
12.08 1 146 2.0
0 0 0 1.0
12.5 1 21 3.0
0 0 0 4.0
0 0 0 2.0
146

Tabel 41. Lanjutan Struktur Vegetasi diluar Sempadan Sungai

INDEKS DIVERSITAS
% PENUTUPAN TOTAL ID SIMPSON ID SHANNON
12.5 0.369 1.344
50.0 0.5053 0.6730
100.00 0.07595 0.9006
50.0 0.0000 0.0000
60.0 0.0049 0.3
0.00 0.76913 0,58
15.0 0.3 0.59
0.0 0.0000 0.0000
15.0 0.50 0.7
6.0 0.0 0.0
50.000 0.652 1.055
2.0 1 1.4
50.0 0.4966 0.6730
31.58 0.36 2.35

Gambar 76. Layout TOP (Luar Sempadan) pada pengamatan Kelompok 11


147

Gambar 77. Layout Right (luar sempadan) pada pengamatan Kelompok 11

Tabel 42. Penjumpaan Fauna

Jenis Status Konservasi


No
Nama Lokal Nama Ilmiah IUCN

1 Bambangan kuning Ixobrychus sinensis resiko rendah


2 Bentet kelabu Lanius schach resiko rendah
Lonchura
4 Bondol jawa resiko rendah
leucogastroides
5 Bondol peking Lonchura punctulata resiko rendah
Centropus
6 Bubut alang-alang resiko rendah
bengalensis
7 Bubut besar Centropus sinensis resiko rendah
9 burung walet Collocalia fuciphaga resiko rendah
10 Cabai jawa Dicaeum trochileum resiko rendah
11 gereja Passeridae resiko rendah
Pycnonotus
12 Kutilang resiko rendah
aurigaster
14 Perenjak Jawa Prinia familiaris resiko rendah
18 Seriti Collacalia esculenta resiko rendah
19 Tekukur Spilopelia sp. resiko rendah
20 Tekukur biasa Spilopelia chinensis resiko rendah
148

22 Walet (Collocalia vestita) resiko rendah


25 walet linci Collocallia linci resiko rendah
27 walet sapi Collocallia esculenta resiko rendah
Aerodramus
28 Walet sarang putih resiko rendah
fuciphagus

Tabel 43. Keberadaan Air dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai

Pengamatan Keberadaan Air


Air Permukaan Air Tanah
Debit Air (M3/S) Kedalaman Air Tanah (M)
0.0137 11
0.0137 11
0.0137 11
0 14.7
0 12.6
0 Rerata
0.19 10.0
0 13.33333333
0 13.3
0 15.0
0 10.67
0 10
0 12
0.02 11.12
149

3.11.5. Pembahasan

Pengamatan dilakukan di Petak 13 yang berada diDesa Getas yang dimana Peta

Lokasi Penelitian terdapat di Gambar 78.

Gambar 78. Lokasi Penenlitian Sempadan Sungai

Berdasarkan data yang diperoleh di dalam sepadan sungai, persentase penutupan

tajuk yang diperoleh sangatlah rendah yang memiliki arti luasnya lahan terbuka.

Strata yang ditemukan hanyalah 1 strata saja yang berarti termasuk kedalam

strata C. Kondisi Vegetas di dalam Kawasan sempadan sungai didapatkan bahwa

Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta

peranannya dalam komunitas. INP tertinggi pada fase pertumbuhan adalah pohon

jati. Indeks diversitas adalah hasil dari kombinasi kekayaan dan kesamaan

spesies. Pada pengamatan kali ini terdapat 2 ID (Indeks Diversity) yang

digunakan yaitu : ID Simpson dan ID Shannon. ID Shannon yang di peroleh

tidak melebihi 1 yang berarti keanekaragaman pada tempat tersebut termasuk


150

keanekaragaman rendah. Sedangkan pada kondisi Tanah dan lahan didalam

Kawasan sempadan sungai didapatkan bahwa Pada lokasi di dalam sepadan

sungai rerata tebal lapisan tanah yang paling tipis adalah pada horizon O, hal itu

dikarenakan kurangnya tutupan lahan yang membuat terjadi runoff dan

menyebabkan terkikisnya horizon O pada lahan tersebut. Tekstur tanah pada

lokasi tersebut adalah clay, dengan karakteristik porositas yang tergolong rendah.

Dengan persentase tanah yang cukup tinggi, panjang lereng yang relative pendek

dan kelerengan yang cukup curam membuat lahan tersebut sangat berpotensi

terjadinya erosi. Pada lokasi pengamatan kami tidak terdapat debit aliran air,

dikarenakan sudah lama tidak terjadi hutan dan juga air yang berasal dari ground

water sudah tidak tersedia yang disebabkan proses infiltrasi yang tidak berjalan

dengan baik. Kedalaman air tanah yang terlihat di sumur-sumur yang berada di

sekitar sungai terlihat tidak dalam.

Pada kondisi tanah dan lahan keadaan seresah yang terdapat di dalam sempadan

sungai menempati nilai 0.90 yang menunjukkan bahwa tingkat erosi yang terjadi

tinggi. Pada lapisan tanah horizon A= 0.90 dan Horizon B=0.28, Bahan organik

menempati nilai 0, yang artinya bahan organik terbawa oleh aliran permukaan ini

dikarenakan tekstur yang ditemukan pada data primer yaitu clay, artinya kondisi

tanah clay atau disebut dengan liat merupakan tanah yang sukar menyerap air

Tetapi lama dalam menyimpan cadangan air tanah. Kegiatan pertanian intensif

dengan menggunakan tanaman semusim di sempadan sungai tidak dianjurkan

dari sisi konservasi (Widiyanto, 2018).


151

Pengamatan sempadan luar didapatkan struktur vegetasi dan analisis vegetasi

persentase penutupan tajuk pada plot pengamatan dalam sempadan adalah 0 %,

jumlah strata tajuk nya 0, dan N/Ha = 0. Sedangkan pada luar sempadan vegetasi

persentase penutupan tajuk adalah 7.5%, jumlah strata tajuk nya 0, dan N/Ha = 0.

yang menunjukan bahwa lahan pada luar sempadan memiliki penutupan tajuk

sehingga diperlukan penanaman pada daerah dalam sempadan yang berstatus

sebagai daerah yang dilindungi. Indeks Diversitas juga tergolong sangat rendah

pada dalam sempadan sedangkan pada luar sempadan indeks diversitas nya

cukup tinggi. Struktur vegetasi dan analisis vegetasi persentase penutupan tajuk

pada plot pengamatan dalam sempadan adalah 0 %, jumlah strata tajuk nya 0,

dan N/Ha = 0. sedangkan pada luar sempadan vegetasi persentase penutupan

tajuk adalah 7.5%, jumlah strata tajuk nya 0, dan N/Ha = 0. yang menunjukan

bahwa lahan pada luar sempadan memiliki penutupan tajuk sehingga diperlukan

penanaman pada daerah dalam sempadan yang berstatus sebagai daerah yang

dilindungi. Indeks Diversitas juga tergolong sangat rendah pada dalam sempadan

sedangkan pada luar sempadan indeks diversitas nya cukup tinggi.

Kondisi Sungai Getas adalah pola jagung monokultur ini membuat habitat satwa

terganggu, ini telihat pada jumlah satwa yang tinggal disekitar sungai hanya 14%.

Hilangnya habitat satwa didukung juga dengan tanah kosong yang terletak di

sempadan sungai lebih rawan longsor dikarenakan tidak adanya vegetasi yang

menahan curahan air hujan dan aliran permukaan. Hidayat (2015) menyebutkan

bahwa faktor yang menyebabkan besarnya banjir diantaranya yaitu kondisi tanah,

kelembaban tanah, vegetasi penutup, dan keberadaan bangunan penutup tanah.


152

Permukaan tanah yang terbuka akan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan

tanah akibat terpaan butiran air hujan serta aliran permukaan.

Perencanaan setempat diperlukan konservasi tanah berupa vegetative maupun

mekanik. Konservasi cara vegetatif meliputi penanaman lahan dengan vegetasi

atau tanaman sebagai mulsa, sedangkan konservasi mekanik adalah melakukan

perubahan bentuk agar dapat menampung serta menyalurkan aliran permukaan

pada tingkat yang aman dan perlu permudaan pada tegakan jati agar dapat

menjaga konservasi tanah dan air serta menjaga debit air sungai.(Rukmana,

1999). Pengelolaan KPS bisa dilakukan dengan beberapa kegiatan diantaranya

Pembuatan Teras Bangku dan Penanaman Multi Strata di sekitar sempadan

sungai. Pembuatan Teras Bangku ialah bentuk upaya konservasi tanah dan air

untuk mengurangi karakteristik lereng sempadan sunga yang berkisar 15-30%

dan erosi yang besar kemungkinan terjadi melalui pembangunan bangunan KTA

seperti pada Gambar 44.

Gambar 79. Perencanaan Teras Bangku


153

Sedangkan Penanaman Multi Strata dapat dilakukan dengan pembagian strata

seperti

1. Tanaman strata atas, Durian (Durio zibethinnus), Petai (Parkia speciose),

Sukun (Arbocarpus spp.) dan Bendo (Arthocarpus elastica)

2. Tanaman strata tengah, Dadap (Erytrina sp.), Jambu Mete (Anacardium

oxidentale), Salam (Syzigium polyanthum) maupun Mimba (Azedarach

indica).

3. Tumbuhan strata bawah, Rumput Gajah (Pennisettum purpureum), Vetiver

(Vetiveria zizaniodes), maupun Bambu (Bambosacea).

3.11.6. Simpulan dan Saran

3.11.6.1. Simpulan

Simpulan yang didapat pada praktikum ini adalah.

1. Struktur dan kenaekaragaman vegetasi penyusun komunitas di kawasan

sempadan sungai di dominasi oleh tanaman jati sebagai tanaman pokok

produksi ditunjukkan dengan nilai INP pada tiang, dan pohon yang lebih

besar. Indeks kenaekaragaman termasuk dalam kategori sedang untuk

tumbuhan bawah dan tiang tetapi rendah untuk pohon.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi tanah dan air yang dominan

bertekstur lempung dengan bahan organic yang tipis dipengaruhi oleh upaya

pengelolaan yang dilakukan masyarakat dengan pembakaran dalam

membuka lahan. Sedangkan ketersediaan air sungai turut mengering

dikarenakan musim kemarau.


154

3. Pemecahan dalam upaya konservasi di kawasan hutan produksi melalui

pengelolaan suatu kawasan lindung dalam bentuk sempadan sungai serta

pembangunan bangunan KTA. Selain itu juga melalui pengelolaan vegetatif

dengan pertanaman multistrata (strata atas, tengah, bawah) dan upaya

pengelolaan sejak penataan batas, sosialisasi serta pengelolaan tanaman

3.11.6.2. Saran

Saran yang ada pada praktikum ini adalah perlu dilakukannya konservasi di

sekitar sungai baik itu berupa cara vegetatif maupun mekanik agar dapat

memperbaiki kondisi lingkungan yang ada di sekitar sungai.

3.11.7. Daftar Pustaka

Hidayat, M. R. (2015). Kajian Pola Pertanian dan Upaya Konservasi di Dataran


Tinggi Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Universitas Negeri
Semarang.

Rukmana, R. 1999. Bertanam Buah-buahan. Proyek Sumber Daya Ekonomi.


Bogor.

Widiyanto, A. dan Hani, A . 2018. Pola Dan Evaluasi Penggunaan Lahan Di


Sempadan Sungai Cinangka, Sub Daerah Aliran Sungai Cimanuk Hulu.
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai . 2(1): 61-72
155

3.11.8. Lampiran

Gambar 80. Lapisan Horizon Tanah

Gambar 81. Kondisi Luar Sempadan Sungai

Gambar 82. Kondisi Air Sungai


156

Gambar 83. Tumbuhan Bawah


157

ACARA XII. INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU

3.12.1. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah.

1. Menerapkan teori yang diperoleh.

2. Mengenal praktek-praktek pengolahan hasil hutan secara nyata.

3. Menambah informasi dan pengetahuan yang sudah diperoleh di bangku kuliah.

3.12.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan dalam praktikum ini adalah.

1. Alat tulis

2. Rol meter

3. Kamera

3.12.3. Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam praktikum ini adalah:

a. Sifat praktek

Praktek umum Bidang Teknologi Hasil Hutan bersifat pengenalan atau oirentasi

saja sehingga belum dimungkinkan diperoleh informasi yang memadai. Bagi

mahasiswa non Jurusan Teknologi Hasil Hutan dipandang sudah cukup, tetapi

bagi mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Hutan dari praktek ini diharapkan

memperoleh bahan-bahan pengantar (masukan awal) dalam mempelajari suatu

industri/ pabrik pengolahan.


158

b. Lokasi praktek

Lokasi praktikum dilakukan di industri/pabrik pengolahan kayu Ponorogo

c. Tugas Peserta Praktek

Dalam melaksanakan kunjungan ke beberapa industri pengolahan hasil hutan

kayu, peserta praktek wajib mengumpulkan informasi dan data-data sebagai

berikut.

1. Nama, alamat dan status kepemilikan serta sejarah berdirinya pabrik.

2. Lay out atau tata letak pabrik.

3. Struktur organisasi tenaga kerja di pabrik.

4. Jenis, jumlah dan kualitas bahan baku.

5. Jenis, jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan.

6. Langkah-langkah dalam proses produksi di pabrik.

7. Cara dan tujuan pemasaran produk.

8. Tata cara penanganan limbah pabrik.

9. Dampak positif dan negatif keberadaan pabrik bagi masyarakat di sekitarnya.

10. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh pabrik.


159

3.12.4. Hasil

Gambar 84. Layout Bengkel Teknologi Hasil Hutan

Tabel 44. Jenis Mesin yang terdapat di Bengkel

JenisMesin
Keterangan
NamaMesin Merk
Mesin Gergaji Fortune Baik
Mesin Bor Duduk West Lake Baik
Mesin Grinda Duduk Mitshubitshi Baik
Panel Listrik Baik
Las Listrik Miller Baik
Mesin Bubut Huangshan Huangshan

Tabel 45. Jenis Mesin Pengasahan

No Mesin Mesin Pengasahan


1 Side Grinder
2 Side Grinder
3 Side Grinder
4 Side Grinder
5 Grinder
6 Stecner Roll
7 Stecner Roll
8 Stecner Roll
9 Meja Las
160

No Mesin Mesin Pengasahan


10 Meja Las
11 Face Grinder
12 Face Grinder
13 Side CTCS Grinder

Gambar 85. Layout Mesin Pengasahan

Tabel 46. Jenis Genset Industri dan Penerangan

GENSET INDUSTRI DAN PENERANGAN


No.
Merk Type Kapasitas Keterangan
Mesin

1 Mercedes Benz 0 π 424 250 KVA Baik


2 Mercedes Benz 0 π 422 225 KVA
3 Mercedes Benz 0 π 444 500 KVA Baik
4 Mercedes Benz 0 π 442 250 KVA Baik
5 Mercedes Benz 0 π 442 200 KVA
6 Dbuuz
161

GENSET PGM

Gambar 86. Layout Genset PGM

3.12.5. Pembahasan

Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Pabrik Gergajian Mesin Randublatung

merupakan salah satu pabrik yang memproduksi kayu menjadi sortimen yang

lebih kecil melalui mesin. Pabrik ini berdiri pada tahun 1943. Tujuan didirikannya

PGM ini yaitu untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dan membuka

lapangan pekerjaan disekitar lokasi PGM. Pabrik ini memproduksi sortimen kayu

berdasarkan perminataan konsumen. Bahan yang digunakan yaitu kayu log yang

sesuai mutu, panjang dan diameter yang sesuai dengan pesanan. Kelas log yang

digunakan yaitu kelas ultra short dengan panjang 60-90 cm, short 100-190 cm dan

long > 200 cm. Menentukan sortimen kayu penguji menggunakan alat phiband,

meteran dan memiliki palu tok yang mempunyai kode sendiri untuk mengetahui

mutu dan status (Roziqin, 2006).


162

Dari sortimen kayu yang terdapat di TPK Perhutani KPH Randublatung

ditemukan cacat kayu pada sortimen A1, A2, maupun A3. Ujian tahapan

pengujian yang pertama dilakukan dengan cara menggulingkan sortimen kayu,

kemudian diukur diameter dan panjangnya, setelah itu dilakukan pengamatan

cacat kayu dengan mengujinya untuk menilai kelas kayu berdasarkan cacat berat,

kemudian dilakukan pengujian mutu dan status kayu. Mutu yang terdapat pada

kayu adalah P, D, T, M, L, KBP dan status H untuk hara dan IN untuk industri.

Cacat yang biasanya ditemukan adalah growong, pecah gelang, bercak, inger-

inger dan lengar. Kayu atau sortimen yang diamati ditemukan cacat kayu berupa

mata kayu dan brontos. Kayu memiliki barcode yang digunakan sebagai

penjualan pengukuran diameter kayu bebas kulit. Setelah sortimen diberikan

penilaian lalu dikirimkan ke KPH, kemudian dilakukan pembayaran oleh BKSDH

baru kemudian barcode. Untuk harga sortimen ukuran pendek harganya

Rp.1.500.000.000,- sedangkan kayu yang sudah berbarcode seharga

Rp.8.000.000.000,-

Penerimaan kayu didatangkan dari Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah,

permintaan kayu yang paling popular yaitu kayu jati sesuai dengan SPK semua kayu

dapat dilakukan proses penggergajian. Dalam penerimaan bahan baku kayu log

akan dilakukan pengecekan oleh 3 mandor yaitu mandor penerima kayu, mandor

penumpukan dan mandor pengiriman. Setelah dilakukan penerimaan kayu

dilakukan penomeran log berdasarkan panjang, diameter dan mutu kayu. Kemudian

dilakukan pengiriman dan dokumen 304 dan ulang Dk 304.


163

Pemesanan biasanya dilakukan oleh PT maupun perorangan biasanya untuk

perorangan dilakukan minimal 1 truck atau 5 m3. Pemasaran yang dilakukan yaitu

menggunakan sistem online, dimana pemesan bisa melakukan pemesanan melalui

online. Pada PGM ini terdapat 3 Gedung PGM, dimana setiap PGM nya bisa

memproduksi sortimen kayu sebesar 10 – 15 m3/hari dan waktu efektif kerja PGM

hanya 7 jam kerja. Kendala yang biasanya terjadi yaitu jika listrik mati maka

produksi kayu akan berhenti.

Rata-rata orderan per tahun dilakukan oleh PT.Sidu, PT.Ltp dan PT.Barto dimana

orderan yang diterima hampir 78 m3/bulan. Kayu yang biasanya digunakan yaitu

kayu log A3 dan A2 dimana diameter A2 sebesar 20-29 cm dan A3 sebesar >30 cm.

Proses pembuatan kayu log menjadi sortimen kecil atau sesuai pesanan sebagai

berikut :

1. Pengangkut kayu log di TPK menuju pabrik gergajian mesin

2. Meletakan kayu log kemesin katrol agar pada bagian sisi-sisi kayu log dipotong

secara merata

3. Kemudian kayu log dimasukan kedalam mesin band shaw agar dapat dipotong

sesuai dengan pesanan

4. Dan sortimen diletakan didepan mesin proskat dimana gunanya untuk

menentukan panjang dan lebar dan merapihkan potongan agar tidak ada cacat

yang ada pada sortimen.

5. Pengemasan dan penumpukan digudang pgm

6. Pembuatan surat jalan dan pengiriman.


164

3.12.6. Simpulan dan Saran

3.12.6.1. Simpulan

Simpulan yang didapatkan dari praktikum industri pengolahan kayu adalah

sebagai berikut :

1. Mahasiswa mampu melaksanakan kegiatan yang diperoleh dengan baik.

2. Pengolahan kayu diawali dengan proses penerimaan, pendatan, pengolahan dan

pemasaran, dilakukan di PGM (Pabrik gergajian mesin).

3. Teori yang didapatkan dengan yang ada di lapangan hampir sama hanya saja

permintaan konsumen yang ada di lapangan memesan sortimen kayu dengan

ukuran yang sangat kecil dibandingkan dengan permintaan konsumen yang

dipelajari dibangku kuliah.

3.12.6.2. Saran

Saran dalam praktikan ini yaitu pada saat kunjungan pabrik tidak dalam kondisi

produksi sehingga praktikan hanya memahami yang dijelaskan oleh manager pabrik

3.12.7. Daftar Pustaka

Roziqin, Romli. 2000. Pengolahan Kayu dan Pemanenan. Surya Press. Semarang.
165

3.12.8. Lampiran

Gambar 87. Plang Pabrik Gergajian Mesin Unit I Jawa Timur

Gambar 88. Mesin Katrol untuk memotong sisi-sisi kayu log


166

Gambar 89. Mesin proskat untuk memotong sortimen sesuai ukuran

Gambar 90. Pengecekan dan pengemasakan sortimen kayu


167

FLOWCHART PENJUALAN KAYU


DI BAGIAN : KANTOR PEMASARAN KOMERSIAL KAYU

SURAT ALOKASI
KONTRAK/SIP PHK III

DAFTAR KAPLING KANTOR PEMASARAN KAYU


(DK. 308)  ASMAN KEMERSIAL KAYU TPK
DAFTAR KAPLING
1. Membagi alokasi (volume) pe OP. SS. SAR
(dk. 308)
TPK Proses : DK 308
2. Menandatangani Surat Bukti
Proses Penjualan BP/FAKUR
PROSES PENJUALAN 3. Mendelegasikan tugas, pekerjaan
LELANG ke bawahan KANTOR PEMASARAN KAYU
PROSES
1. Entry / print out data penjualan
PENJ.
2. Laporan gabungan penjualan
KTK/PL
PETUGAS PENERIMA KAPLING
 Koreksi DK 308/SPPK
 Menyimpan, membagi kapling PETUGAS PENJUALAN KONTRAK/PL
PETUGAS LELANG untuk Penjualan DK 318, DK 319,  Menghimpun, menyerahkan kapling2
 Stel kapling untuk Oversich DK 323 yang sudah di plot dari untuk diproses Penjualan (BP)
 Mencantumkan harga pada : TPK kepada Petugas Lelang / BP kepada OP. SS. SAR
- Kwitansi per nomor penawaran  Membuku dan mematikan register  Menerima kembali Print Out Bukti
 Melaksanakan Lelang di Kantor kapling penjualan dari OP. SS. SAR untuk
Lelang Negara dikoreksi
 Membuat laporan hasil lelang  Diserahkan ke pihak III untuk
melakukan pembayaran di Kasir

DOKUMEN PENJUALAN
 DK 318
 DK 319 PIHAK III
 DK 323  Transaksi pembayaran LUNAS,
Dokumen / Surat Bukti Penjualan
diserahkan ke TPK untuk
pengurusan FA-KB / FA-KO

Gambar 91. Flowchart Penjualan Kayu


168

ACARA XIII. INDUSTRI PENGOLAHAN NON KAYU

3.13.1. Tujuan

Tujuan dari praktikum industri pengelolaan non kayu adalah sebagai berikut :

1. Mengenal praktek-praktek pengolahan hasil hutan bukan kayu secara nyata

2. Menambah informasi dan pengetahuan yang sudah diperoleh secara teoritis

3. Mampu mengenal permasalahan umum industri pengolahan hasil hutan non

kayu melalui analisa kasus di lapangan

3.13.2. .Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktek ini yaitu camera ,alat tulis ,perekam,

GPS,tallysheet dan bahan yaitu pengelola ,karyawan serta pabrik Pabrik

Gondorukem dan Terpentin (PGT) dan Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP) Desa

Sukun Kecamatan Kulonprogo Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur .

3.13.3. Pelaksanaan

Langkah-Langkah yang dilakukan dalam praktek industri non kayu yaitu :


1. Mengujungi Pabrik Gondorukem dan Terpentyn dan Pabrik Minyak kayu
putih
2. Berdiskusi dengan pekerja untuk mendapatkan informasi sebagai berikut :
 Nama, alamat dan status kepemilikan serta sejarah berdirinya pabrik
 Lay out dan tata letak pabrik
 Struktur organisasi pabrik
 Jenis, jumlah dan kualitas bahan baku
 Langkah-langkah dalam produksi di pabrik (skema produksi)
169

 Jenis, jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan


 Pengujian kualitas produk yang dihasilkan
 Cara dan tujuan pemasaran produk
 Tata cara penanganan limbah pabrik
 Dampak positif dan negatif pabrik bagi masyarakat di sekitarnya
 Kendala dan permasalahan yang dihadapi pabrik
3. Menitik kordinat untuk membuat layout tata letak pabrik
4. Dokumentasi

3.13.4. Hasil

Gambar 92. Layout Pabrik Minyak Kayu Putih


170

Gambar 933. Proses Produksi di PGT


171

Daun kayu putih


Ketel uap (boiler)
Pelunakan air
Pemasak daun
(water softener)
(distillation tank)

Pengendali uap
(steam header)
Pendingin air
Air pendingin
(condensor) (cooling tower)

Pemisah air dan Minyak kayu


Air buangan
putih (separator)

Penyaringann

Minyak kayu putih (bersih)

Dikemas / ditimbang

Dijual / kirim

Gambar 94. Bagan penyulingan minyak kayu putih

General Manager

Manager PGT Manager H.H Manager Manager


Industri lain Pemasara Persutraan alam
n
60 karyawan

PMKP Damar ,Kopal


dan lainya
12Karyawan

Gambar 95. Bagan struktur organisasi PGT dan PMKP


172

Daun kayu putih Uap

Ketel Pemasak Ketel Uap

Stok uap
Pendingin Air
Pendingin
Air
Uap MKP

Hasil MKP
Disaring Kotoran
Air (Kotor)

MKP
Air pemisah

Gambar 96. Bagan produksi PMKP

3.13.5. Pembahasan

Berdasarakan kunjngan yang dilakukan di Pabrik Gondorukem dan Terpentin

(PGT) dan Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP) yang berada didesa Sukun

Kecamatan Kulonprogo Kabupaten Ponorogo Jawa Timur .Letak Pabrik-pabrik

ini sekitar 10 KM sebelah timur kota ponorogo dan 42 KM dari kota madiun serta

220 KM dari kota Surabaya .Jarak yang cukup jauh dari keramaian atau perkotaan

bertujuan untuk meminimalisir dampak dari keberadaan pabrik serta gangguan

terhadap pihak lain. Pengelolaan dalam industry di lakukan dengan tenaga kerja

terdiri dari 3 shift yang masing-masing terdiri dari 14 pekerja dengan jam

operasional selama 8 jam mulai dari pukul 07.00-15.00 WIB.


173

Kapasitas yang ditampung oleh pabrik ini sekitar 18.000 Ton/Tahun dan 6000

/bulan tetapi dalam kenyataanya PGT hanya dapat memproduksi 10.000 ton/tahun

,hal ini dikarenakan bahan baku yang tidak stabil (kurang) . Bahan yang

digunakan berasal dari KPH Lawu Ds yang meliputi Kab.Pacitan, Ponorogo,

Madiun, Magetan dan Ngawi.Berdasarkan penjelasan kepala PGT pada suatu

waktu karena PGT benar-benar kekurangan bahan sedangkan permintaan sedang

tinggi ,PGT mengambil bahan baku dari Aceh .Pengambilan bahan baku dari

Aceh hanya sebatas pemenuhan kebutuhan bukan sebagai mitra ,di lansir karena

biaya pengiriman yang cukup mahal akan menambah pengeluaran yang banyak .

Dalam pengolahan gondorukem dan terpentin berasal dari bahan baku jenis bahan

baku utama, berasal dari getah Pinus Merkusi yang di dapatkan dari KPH Lawu

DS, KPH Sumo dengan tambahan berupa asam oksalat dengan jumlah produksi

yang di dapatkan dalam 1 hari produksi dengan 58 liter BBM untuk memproduksi

30 ton getah. Klasifikasi kualitas bahan baku: berdasarkan SNI 01.5009.4-2001

yaitu sebagai berikut.

a. Mutu A

Berwarna putih bening, tidak ada tanah/lumpur dan kotoran lain, Kandungan

kotoran < 25%, Kandungan air <3%

b. Mutu B

Berwarna keruh samapai coklat, Ada tanah/lumpur dan kotoran lain, Kandungan

kotoran 2-5%, Kandungan air ≤ 3%

c. Tidak diterima /aval

Kandungan air >5%, Kandungan kotoran >5%


174

Sejarah Pabrik ini sejak tahun 1948 dimulai pengusahaan gondurukem di KPH

Lawu Ds yang teknik memasaknya yaitu dengan wajan dengan kapasitas 10 Kg,

kemudian pada tahun 1950 kapasitas masak ditingkatkan dengan menggunakan

ketel 500 Kg dengan pemasak langsung ( Kohubasi ). Pada tahun 1972 – 1974

disahkan Project Statement Pabrik Gondorukem di Sukun Ponorogo atau KPH

Lawu Ds dengan SK tanggal 11 Oktober 1973 No. 350/Perum Perhutani/X/ 1973

dan surat Direktur Perum Perhutani tanggal 21 September 1974 No.3384/Vc/10/Dir

dengan pengolahan Gondorukem dengan sistem Destilasi.

Gondurukem merupakan residu atau sisa dari hasil destilasi getah pinus yang

berupa padatan berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Faktor utama yang

menentukan mutu gondurukem adalah warna, titik lunak, kadar kotoran, Volatile

Oil Contant (VOC). Selain memproduksi gondorukem pabrik ini juga

memproduksi minyak terpentin. Minyak tepentin adalah hasil destilasi atau

penyulingan getah pinus dengan kandungan utama Alpha Pinenen. Standar yang

dilakukan dipabrik ini ada dua yaitu Mutu Utama ditandai dengan Mutu A, dan

Mutu Standar ditandai dengan Mutu B. Penentuan mutu terpentin ditentukan

dengan warna jernih, tidak mengandung air dan kotoran, berat jenis dan bau yang

khas. Jenis produk dari hasil olahan yaitu gondorukem dan minyak terpentin yang

dapat memproduksi sebanyak 60 ton/hari dengan Rendemen gondorukem sebesar

68,9% dan rendemen terpentin sebesar 13 %. Kualitas produk yang dihasilkan

dalam pabrik ini yaitu.

1. Kualitas X : warna ≤ no. 6, titik lunak ≥ 78°C, kadar kotoran ≤ 0,05%

2. Kualitas WW : warna no. 7, titik lunak ≥ 78°C, kadar kotoran ≤ 0,05%


175

3. Kualitas WG : warna no. 8, titik lunak ≥ 76°C, kadar kotoran ≤ 0,05%

4. Kualitas N/L : warna ≥ no. 9, titik lunak ≥ 74°C, kadar kotoran ≤ 0,05%

Pada prinsipnya proses yang digunakan dalam pengolahan getah pinus menjadi

gondorukem dan minyak terpentin meluputi dua tahapan yaitu permunian getah dan

pemisahan terpentin dan gondorukem melalui proses destilasi. Langkah-langkah

pengelolaan pada garis besar meliputi :

1. Persiapan bahan baku

2. Penampungan getah

3. Pengenceran dan penyaringan

4. Pencucian

5. Pemasakan

6. Penuangan dan pengemasan

Kegunaan gondorukem sendiri yaitu sebagai pembuatan sabun, pernis, plastic, ban,

lem tinta cetak, pelapis kertas, pelapis kaca mobil dll. Selain itu kegunaan minyak

terpentin yaitu sebagai bahan cat, minyak pelumas, parfum, farmasi, kosmetik dll.

Pemasaran hasil produksi ini di eksport ke negara- negara industri seperti Asia :

Pakistan, Korea, Jepang, Taiwan, India dll. Amerika : Amerika Serikat dan Eropa:

Jerman, Belgia, Perancis, Rusia, Itali dll.

Selain mengujungi pabrik gondorukem praktikan juga mengunjungi pabrik Perum

Perhutani Unit II KBM INK II Surabaya Pabrik Minyak Kayu Putih Sukun dimana

lokasi ini terletak kurang lebih 50 Meter dari pabrik gondorukem. Pabrik ini berdiri

pada tahun 1957 dimana hanya terdapat 6 pemasak tangki, pada tahun 1974

penyimpanan dilapisi alumunium. Pada tahun 2013 pabrik mendapatkan 2 tangki


176

pemasak. Pohon yang akan diambil untuk dijadikan bahan minyak kayu putih yaitu

pohon yang berusia minimal berumur 9 bulan dengan ranting yang tidak melebihi

0.5 cm.

Pabrik ini memiliki memiliki 11 orang pegawai dan 6 orang kontrak semua berjenis

kelamin pria. Pabrik ini mampu memasak 4x dalam sehari, dimana dalam sekali

memasak pada 1 tangki dapat menampung 1.5 Ton. Mutu yang digunakan pabrik

yaitu terdapat tiga mutu yang pertama yaitu mutu utama sekitar 55 – 56, mutu

pertama < 54 dan mutu super > 65 kandungan kadar sinoil. Harga jual minyak kayu

putih sebesar 265.000 /kg.

Skema dalam pembuatan minyak kayu putih ini sebagai berikut :

1. Bahan yang diambil dibawa menuju pabrik dan diterima oleh mandor penerima

DP yang kemudian akan ditimbang

2. Daun dimasukan kedalam tangki atau pemasak untuk diproses penyulingan

3. Uap air dan uap minyak yang keluar dari tangki pemasak didinginkan pada bak

ceding tower dan bak pendingin

4. Kemudian setelah dingin air dan minyak dikeluarkan dari pondesor karena

pengaruh berat jenis masing-masing dengan sendirinya terpisahkan kedalam

tangki atau suprator

5. Minyak dari tangki suprator dialirkan kedalam tangki pengampung MKP

6. Mesin pengisi (filling) untuk pengisian minyak dan botol dikemas

7. MKP kemasan botol netto 30, 60 dan 250 ml

8. Tahap pengemasan MKP dalam derigen melalui flowmeter dengan netto 25 Kg/

jam.
177

Terdapat dampak positif dan negative dari adanya pabrik-pabrik ini .Dampak

positifnya yaitu terdapat banyak sekali peluang pekerjaan dan pendapatan negara

bertambahn .Dampak negative dari pabrik ini yaitu terhadap pabrik itu sendiri jika

tidak ada angin asap pembakaran akan turun ke pabrik sehingga menganggu

aktivitas pengelolaan minyak kayu putih.Selain itu pencemaran lingkungan dengan

asap/limbah dari proses pengelolaan ini berupa daun yang langsung dibuang ke

sungai .

Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu memiliki pengaruh yang bermanfaat bagi

masyarakat, dengan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam

berbagai program pembangunan kehutanan yang mengutamakan fungsi

lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat lokal diharapkan dapat

mewujudkan kelestarian hutan (Palmolina, 2014) di lihat dari pengaruh positif

dan negatif maka dapat di lihat bahwa pengembangan HHBK dapat menjadi solusi

dalam mengurangi laju deforestasi.

3.13.6. Simpulan dan Saran

3.13.6.1. Simpulan

1. Proses dari ke 2 pabrik tersebut dimana dari berupa getah kemudian diolah

hingga menjadi gondorukem yang siap dijual dan pada minyak kayu putih

dimana daun yang diproses dan dimasak didalam tangki dapat berupa minyak

kayu putih yang siap dijual dengan memiliki kualitas mutu masing-masing.
178

2. Produk HHNK berupa Gondorukem dan Minyak Kayu Putih yang terdapat

pada PGT (Pabrik gondorukem dan terpentin) dan PMKP ( Pabrik minyak

kayu putih) yang terdapat di Sukun, Ponorogo, Jawa Timur.

3. Permasalahan yang ada dipabrik gondorukem yaitu pasokan bahan yang sedikit

dan pada pabrik minyak kayu putih yaitu sisa-sisa pengolahan dibuang begitu

saja di sungai.

3.13.6.2. Saran

Saran pada praktikum ini yaitu bau yang ditimbukan oleh pengolahan pabrik

sangat menyengat dan limbah yang dibuang begitu saja disungai dan asap pabrik

yang begitu banyak sehingga membuat udara menjadi tercemar.

3.13.7. Daftar Pustaka

Palmoni, Maria. 2014. Peranan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Pembangunan
Hutan Kemasyarakatan di Perbukitan Menoreh (Kasus di Desa
Hargorejo, Kokap, Kulon Progo, D.I.Yogyakarta). Ciamis. Jurnal Ilmu
Kehutanan Vol 2 :2
179

3.13.8. Lampiran

Gambar 97. Denah Lokasi Pabrik Pengolahan Gondorukem dan Terpetin

Gambar 98. Gondorukem dengan Mutu Super


180

Gambar 99. Penjelasan Alur Proses Produksi oleh Karyawan PGT

Gambar 100. Penjelasan Materi oleh Ketua PGT

Gambar 101. Informasi Produksi Harian MKP


181

ACARA XIV. PENAKSIRAN POTENSI PRODUKSI DAN


PERHITUNGAN ETAT

3.14.1. Tujuan

1. Melatih mahasiswa untuk dapat menghitung taksiran produksi dalam suatu unit

unit kelestarian hutan (Bagian Hutan).

2. Melatih mahasiswa dapat menghitung besarnya etat tebangan tahunan (Etat

Luas dan Etat Volume) dalam unit-unit kelestarian (Bagian Hutan).

3. Melatih mahasiswa untuk dapat menganalisis struktur hutan tingkat RPH dan

BH.

3.14.2. Alat Dan Bahan

1. Buku Register Risalah Hutan hasil inventarisasi terakhir pada Bagian Hutan

tempat praktek.

2. Blangko perhitungan mulai dari PK- 3 sampai taksiran potensi produksi.

3. Peta perusahaan skala 1:10.000 pada Bagian Hutan tempat praktek.

4. Hasil perhitungan fk untuk Tabel tegkan jati pada Bagian Hutan tempat

praktek.

3.14.3. Pelaksanaan

1. Berdasarkan data hasil inventarisasi (risalah) hutan yang terakhir, lakukanlah

pengolahan data untuk mengetahui struktur tegakan pada tingkat RPH dan BH.
182

2. Selanjutnya hitunglah rata-rata umur, bonita dan KBD masing-masing kelas

hutan dalam tingkat Bagian Hutan.

3. Menghitung UTR, dan potensi produksi kawasan hutan dimana volume

tegakan dinyatakan dalam bentuk kayu tebangan (kayu rebah) dalam bentuk

kayu perkakas kasar (kpk), pada UTR yang sama untuk seluruh kelas hutan.

4. Menghitung etat tebangan tahunan (Etat Luas dan Etat Volume).

3.14.4. Hasil

Tabel 47. Taksiran Potensi Produksi Instruksi 1974

Volume
Rata-rata
Umur UT Vst tebangan
KH Luas Fk
Um Boni KB x Luas R UTR per
Total
ur ta D Ha
1076. 0.6 8990.0 88.423 42.9 46256.9
KUI 8.35 2.43
4 0 4 34 7 4
2248. 12.3 0.6 27777. 94.456 47.2 106348.
KUII 2.63
8 5 2 50 33 9 54
24.4 0.8 14585. 96.072 67.3 40205.1
KUIII 597.3 2.68
2 6 13 65 1 9
34.7 0.5 1341.5 105.83 48.9
KUIV 38.6 2.98 1891.08
5 7 2 23 9
47.5 0.8 3055.2 0.8 102.90 71.7
KUV 64.2 2.88 44.4 4604.24
9 6 2 1 84 2
52.6 0.7 91.223 54.5
KUVI 13.5 2.53 710.10 736.18
0 4 71 3
63.0 0.7 98.012 57.3
KUVII 5.2 2.74 327.60 298.03
0 2 22 1
79.0 0.7 127.09 75.1
KUVIII 6.7 3.50 529.30 503.51
0 3 31 5
62.5 0.2 1200.1 62.5 143.60 32.7
MR 19.2 3.20 628.69
1 8 4 1 09 4
TOT 4069. 58516. 498. 201472.
AL 90 54 02 39
183

Tabel 48. Etat Tebangan Tahunan

Etat Luas 67.83167


Etat Volume 3357.873

3.14.5. Pembahasan

Menurut Iwan (2012) etat adalah jatah tebangan tahunan (JPT) yang

diperkenankan dan disesuaikan dengan rotasi atau daur tebang yang telah

ditetapkan. Etat dibagi menjadi dua, yaitu etat luas dan etat volume. Perhitungan

etat dilakukan dengan dua pendekatan, yakni luas efektif sisa areal virgin forest

dibagi sisa daur (alternatif I) atau luas areal efektif untuk produksi dibagi dengan

lama daur tebang (alternatif II). Inti dari pengaturan produksi adalah penentuan

etat. Etat adalah besarnya porsi luas atau massa kayu atau jumlah batang yang

boleh dipungut setiap tahun selama jangka pengusahaan yang menjamin

kelestarian produksi dan sumber daya.

Menurut Samsoedin (2009) Prinsip-pronsip yang harus diperhatikan dalam etat

penebangan adalah:

1. Etat volume tidak diperkenankan melebihi pertumbuhan tegakan (riap)

2. Pemanfaatan semua jenis kayu komersil secara optimal Menjamin

kelestarian produksi dan kelstarian hutan

3. Memperhatikan kebijaksanaan pemerintah di bidang pengusahaan hutan

4. Menjamin fungsi perlindungan hutan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi etat tebangan adalah:


184

1. Sistem silvikultur yang digunakan

2. Rotasi tebangan yang digunakan

3. Diameter minimum yang diijinkan untuk ditebang

4. Luas areal berhutan yang dapat dilakukan penebangan

5. Massa tegakan

6. Jenis pohon

7. Kriteria pohon inti

8. Kriteria pohon induk

9. Faktor pengaman (fp) dan faktor eksploitasi (fe).

Analisis keadaan hutan BKPH Getas dilihat berdasarkan tabel luar kelas hutannya

menunjukkan tegakan hutan dibagian wilayah BKPH Getas berada dalam keadaan

tidak normal. Keadaan tersebut tidak seimbang atau stagman antara luas tegakan

dengan umur tegakan namun hal tersebut berasal dadari ancaman ketidak

normalan karena kegiatan pembbrikan, pengembalaan maupun kebakaran yang

terjadi akibat ulah manusia. BTHSD juga merencanakan luas tanaman bangunan

dari kawasan hutan yang tidak produktif dirancang dan diselesaikan dlam satu

jangka pertama ataupun didtribusikan. Jangka berikutnya yaitu tergantung oleh

kemampuan dan keberhasilan pembuatan tanaman tersebut dengan ditinjau dari

aspek kemampuan tenaga mandor dalam ketersediaan tenaga persanggem dan

biaya pemanenan.

Taksiran potensi produksi instruksi 1974 sebagai metode untuk mendapatkan

volume tebangan pada setiap KU dimulai dari KU I-VIII dan MR (Miskin Riap).

KU II memiliki volume tebangan tertinggi mencapai 106348,54 m3 dan volume


185

tebangan terkecil di KU VII yang memiliki 298,03 m3. Total volume tebangan

dari KU I-VII dan MR mencapai 201472,39 m3/h. Data yang dihutung yaitu data

penaksiran potensi produksi yang kelas umur KU I, KU II, KU III, KU IV, KU V,

KU VI, KU VII dan MR. Kelas umur tersebut yang dicari taksiran potensi

produsi intruksi 1974. Pada kelas umur diuji kembali ada jangka waktu

penebangan yang perlu diuji dan tidak diuji. Didapat nilai etat tebangan tahunan,

etat luas mencapai 67,831m3/ha sedangkan etat volume mencapai 3357,873 m3/ha.

3.14.6. Simpulan dan Saran

3.14.6.1 Simpulan

Dari data yang telah diambil maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Taksiran potensi produksi intruksi 1974 didapatkan volume penebangan yaitu

etat luas adalah 67.83167 m3 sedangkan etat volume 3357.873 m3

2. Besarnya etat tebangan tahunan dengan melihat etat luas dan etat volume.

3.14.6.2 Saran

Pemberian waktu praktikan untuk memahami perhitungan yang sedang dilakukan

karena terlalu banyak data yang perlu dipahami dalam waktu yang singkat

sehingga praktikan sulit dan banyaknya data yang perlu dicari dengan laptop yang

pada setiap kelompok hanya memiliki laptop yang minim.


186

3.14.7. Daftar Pustaka

Iwan, H. 2012. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas
Tebangan di PT Salaki Sumna Sejahtera, Provinsi Sumatera Barat. Jurnal
Silvikultur Tropika. 3 (3): 155-160.

Samsoedin, I., 2009. Dinamika Keanekaragaman Jenis Pohon Pada Hutan


Produksi Bekas Tebangan di Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam. 6 (1): 69-78.
187

ACARA XV. PENGUJIAN ETAT DAN BAGAN TEBANG HABIS


SELAMA DAUR

3.15.1. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah.

1. Mahasiswa dapat melaksanakan pengujian JWP yang bertujuan untuk menguji

apakah perkiraan etat yang ditetapkan telah betul atau perlu diperbaiki.

2. Mahasiswa dapat memperkirakan taksiran volume masing-masing kelas hutan

dan total volumenya, serta besar etat tahap pertama.

3. Mahasiswa dapat memahami kepentingan pembuatan bagan tebang habis dan

menyajikan bagan tebang habisnya.

4. Mahasiswa dapat menyampaikan argumentasi dan pertimbangan yang dipakai

dalam menyusun Bagan Tebang Habis Selama Daur (baik rencana tebangan

maupun rencana tanaman), serta menganalisis kelemahan-kelemahan yang

terdapat di dalamnya.

3.15.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan dalam praktikum ini adalah.

1. Data hasil perhitungan taksiran potensi produksi.

2. Tabel normal tegakan jati.

3. Blangko perhitungan dan pengujian Jangka Waktu Penebangan (JWP).

4. Blangko Bagan Tebang Habis Selama Daur.

5. Kalkulator
188

3.15.3. Pelaksanaan

Pelaksanaan dalam praktikum ini adalah:

1. Hitunglah UTR dari masing-masing kelas hutan yang ada.

a. Hitunglah UTRL dan UTRV.

b. Bila UTRL dan UTRV tidak berbeda jauh (maksimal berbeda 0,2 tahun), maka

UTRV dan taksiran volumenya dapat digunakan (telah betul).

c. Bila UTRL dan UTRV berbeda jauh, maka volume dihitung kembali dan dicari

UTRV1.

d. Bila UTRV1 (atau berikutnya) telah tidak berbeda jauh dengan UTRV

sebelumnya maka UTRV dan taksiran volumenya dapat dipakai (telah betul).

2. Bila UTR masing-masing kelas hutan telah diperoleh, hitunglah JWP

komulatif. Bila JWP komulatif sudah tidak menyimpang jauh dari daur

(toleransi 2,5% dari daur), maka UTR dan taksiran volume per kelas hutan

dapat dipakai (telah betul).

3. Bila JWP komulatif masih menyimpang jauh dari Daur, maka perlu dilakukan

pengujian kembali hingga JWP komulatif tidak menyimpang jauh dari daur.

4. Pengujian kembali JWP, dengan cara merubah/merevisi etat sebelumnya.

a. Bila JWP > Daur, artinya etat sebelumnya terlalu kecil sehingga etat perlu

diperbesar.

b. Bila JWP < Daur, artinya etat sebelumnya terlalu besar sehingga etat perlu

diperkecil.

c. Penambahan dan pengurangan dengan menggunakan angka JWP dan daur

sebagai pembilang atau penyebut, hingga diperoleh besarnya etat baru.

5. Prosedur pengujian diulang kembali, mulai dari poin 3.


189

6. Dari hasil pengujian JWP, susunlah Bagan Tebang Habis Selama Daur dengan

memilih alternatif etat tebangan dibuat tetap setiap jangka.

7. Sebagai bahan pembanding, buatlah Bagan Tebang Habis Selama daur dengan

alternatif yang lain.

3.15.4. Hasil

Tabel 49. Data identitas pada setiap KU

Kelas Rata-Rata
Luas (Ha) Fk UST
Hutan Umur Bonita KBD
KUI 1076.4 8.5 2.43 0.60 51.63
KUII 2248.8 12.3 2.63 0.62 25.70
KUIII 597.3 24.5 2.68 0.96 27.43
KUIV 38.6 33.7 2.98 0.92 35.90
KUV 64.2 0.73 48.0 2.88 0.86 48.89
KUVI 13.5 52.6 2.53 0.74 53.21
KUVII 5.2 64.0 2.74 0.72 64.54
KUVIII 6.7 79.0 3.50 0.73 79.29
MR 19.2 57.0 3.20 0.48
jumlah 4069.9

Tabel 50. Perhitungan TPP JWP

JWP Volume
UTRL VST UTRL
Per Kelas Kumulatif Per Ha Total
16.13 58.53 58.84 106.48 46.64 50199.15
29.01 42.40 42.29 91.35 41.22 92697.93
10.41 13.39 31.84 77.57 54.24 32398.62
0.77 2.98 36.18 92.65 62.21 2401.29
1.35 2.20 49.37 104.03 65.34 4194.761
0.24 0.86 53.31 102.98 55.48 748.9776
0.11 0.62 64.58 125.50 66.14 343.9361
0.21 0.50 79.34 186.58 99.43 666.1834
0.29 0.29 47.09 904.1985
184555.1
190

Tabel 51. Bagan Tebang Habis Selama Daur

Kelas Hutan Luas (Ha) Volume Total

KUI 1076.4 50199.152


KUII 2248.8 92697.931
KUIII 597.3 32398.621
KUIV 38.6 2401.2897
KUV 64.2 4194.7615
KUVI 13.5 748.97765
KUVII 5.2 343.9361
KUVIII 6.7 666.18345
MR 19.2 904.19846
JML 4069.90 184555.05

3.15.5. Pembahasan

Bagan tebang habis adalah ikhtisar rencana produksi (luas dan volume dalam m3

kayu perkakas) selama daur, yang dirinci pada tiap jangka perusahaan untuk

masing-masing kelas hutannya (Aska,2009). Volume produksi di dalam bagan

tebang habis disusun sedemikian rupa, sehingga jumlah volume produksi praktis

sama di dalam setiap jangka. Luas tebangan habis setiap jangka disesuaikan

dengan potensi produksi rata-rata masing-masing kelas hutan. Acuan penentuan

bagan tebang habis adalah jangka waktu penebangan masing-masing kelas hutan

menurut skala prioritas yang sudah ditetapkan dalam cutting time test. Menurut

Perhutani (1974) berdasarkan jangka waktu penebangan dari masing-masing kelas

hutan, maka akan diketahui lokasi petak tebang yang akan direncanakan

penebangan, yang selanjutnya ditetapkan sebagai pusat tebang habis.


191

Dalam pengujian etat, jumlah kumulatif penebangan seluruh daur diperoleh

berdasarkan pengujian jangka waktu penebangan masing-masing kelas hutan yang

diperhitungkan, dimulai dari kelas hutan yang diprioritaskan untuk segera

ditebang, berturut-turut dari kelas hutan miskin riap (jika ada), KU tua sampai KU

yang termuda.

Prinsip dasar dalam pengujian jangka waktu penebangan masing-masing kelas

hutan, adalah.

1. Pengujian dilakukan terhadap potensi massa, untuk mengetahui jangka waktu

penebangan (JWP) yang akan dilakukan.

2. Membandingkan antara umur tebang rata-rata (utr) menurut etat massa

terhadap Etat luasnya. Apabila utr menunjukkan perbedaan yang nyata, maka

jangka waktu penebangan menurut etat massa perlu diperbaiki.

Berdasarkann hasil pengamatan bahwa besarnya potensi dengan struktur tegakan

dalam satu unit dengan cara instruksi ‘74 pengganti instruksi ’38. Data yang

digunakan dalam percobaan perhitungan taksiran produksi potensi dilakukan pada

kelas umur 1 sampai dengan hutan miskin riap (MR). Setelah dilakukan

perhitungan maka didapatkan hasil dari KU I, KU II, KU III, KU IV, KU V,

KUVI,KUVII, KU VIII dan MR yang dimana dalam uji jangka waktu penebangan

ini dicari UST, JWPL, UTRL, VOL UTRL, JWPV, UTRV, dan UTRV-UTRL.

Data yang diperoleh diketahui keseluruhan wilayah kelas umur adalah 4069,9 ha

dan volume total 184555.05 m3 dengan ketentuan nilai etat luas sebesar 67.83

m3/ha dan etat volume 3357.8735 m3.


192

BTHSD juga merencanakan luas tanaman bangunan dari kawasan hutan tidak

produktif. Pembuatan tanaman dari kawasan hutan tidak produktif ini dirancang

dan diselesaikan dalam satu jangka pertama ataupun didistribusikan pada jangka

berikutnya, tergantung oleh kemampuan dari keberhasilan. Pembuatan tanaman

ditinjau dari aspek kemampuan tenaga mandor, ketersediaan tenaga pesanggem,

dan ketersediaan biaya penanaman. Hasil BTHSD akan dijadikan pedoman dalam

Rencana Tebangan Selama Jangka dengan mengikuti data hasil Volume/m3 dan

JWP.

3.15.6. Simpulan dan Saran

3.15.6.1. Simpulan

Dari data yang telah didapatkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penyusunan rencana jangka dilakukan rencana tebangan menurut waktu

dan tempat (PK 10), rencana teresan (PK 11) dan rencana tanaman (PK

20).

2. Pembutan rencana jangka RPKH dilakukan penebangan (PK 10) dimana

hal ini diusahakan penebangan dilakukan pada satu tempat agar dapat

meminimalisisr biaya dan waktu pada (PK 11) dilakukan pada kelas hutan

produktif saja. Sedangkan pada PK 20 dilakukan pada kelas hutan

produktif dan tidak produktif dengan penanaman kelas produktif dilakukan

setelah 1 tahun penebangan.


193

3.15.6.2. Saran

Waktu penjelasan yang tidak terlalu cepat dan diberikan waktu untuk praktikan

memahami sehingga tidak adanya kekeliruan data yang didapat dan selesai tepat

waktu. Saran untuk praktik pengujian etat dan bagan tebang habis selama daur ini

adalah penentuan lokasi yang tepat dan pengondisian lokasi dapat mempermudah

praktikan dalam mengambil data saat di lapangan. Praktikan dan Asisten

pembimbing sebaiknya bekerja sama saat di lapangan agar tidak terjadi kesalahan

data dan persepsi.

3.15.7. Daftar Pustaka

Aska. 2009. Model lengkung Bentuk Batang Pohon Jati. Jurnal Ilmu
Lingkungan. Vol 3(3), Hal 35.

Perum Perhutani. 1974. Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan


Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan. Dapertemen
Pertanian Direktorat Jendral Kehutanan. Jakarta.
194

ACARA XVI. PENYUSUNAN RENCANA-RENCANA SELAMA JANGKA

3.16.1. Tujuan

1. Mahasiswa dapat memahami proses penyusunan rencana selama jangka (mulai

dari PK-10, PK-11, PK-17, dan PK-20).

2. Mahasiswa dapat menyusun Ikhtisar Rencana Tebangan menurut Waktu dan

Tempat (PK-10) dengan parameter-parameter yang ada, dan dilanjutkan

dengan penyusunan PK-11 dan PK-20.

3. Mahasiswa dapat menyusun Rencana Pemeliharaan dan Penjarangan (PK-17)

berdasarkan norma dan sistem penjarangan yang diterapkan

3.16.2. Alat Dan Bahan

1. Blangko Bagan Tebang Habis selama Daur, Rencana Tebangan, Rencana

Teresan, Rencana Tanaman, dan Rencana Pemeliharaan

2. Peta Bagian Hutan skala 1 : 10.000; dan data petak per RPH.

3. Kertas warna-warni

4. Register risalah hutan dan daftar kelas hutan yang telah dibuat sebelumnya.

Tabel WvW

3.16.3. Pelaksanaan

1. Dari bahan Bagan Tebang Habis selama Daur yang tersedia, buatlah Ikhtisar

Rencana Tebangan menurut Waktu dan Tempat (PK-10) baik untuk bentuk
195

tebangan A, maupun tebangan B berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

yang ada.

2. Setelah selesai menyusun PK-10, lanjutkan dengan penyusunan Rencana

Teresan dan Rencana Tanaman.

3. Dari bahan yang tersedia (PK-2, PK-3, PK-5, PK-6), susunlah Rencana

Pemeliharaan dan Penjarangan (PK-17)


196

3.16.4. Hasil

Tabel 52. PK 10 pada Tahun 2019-2020

Ditebang pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2019 2020
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
45 9A BENDOKEREP 25.3 MR 2.5 0.42 28.70 25.3 726.02
68 14B BENDOKEREP 0.4 MR 3.5 0.47 59.41 0.4 23.76
65 15C BENDOKEREP 1 KUVII 4 0.74 113.29 1 113.29
80 A2 25A BENDOKEREP 8.1 KUVIII 4 0.63 107.68 8.1 872.23
79 26A BENDOKEREP 5.6 MR 4 0.49 83.08 5.6 465.23
79 26A BENDOKEREP 5.2 MR 4 0.49 83.08 5.2 432.00
78 29E BENDOKEREP 2 MR 4 0.58 97.54 2 195.07
12B BENDOKEREP 2.3 TK 2.5 2.3
15D BENDOKEREP 5.8 TK 2.5 5.8
16A BENDOKEREP 6 TK 3 6
B1
16B BENDOKEREP 8.5 TK 3 8.5
30A BENDOKEREP 3.5 TBK 2 3.5
40A BENDOKEREP 39.4 TK 3 39.4
51 58A JLIRU 3.5 MR 3 0.48 41.93 3.5 146.74
A2
61 59A JLIRU 18.1 MR 3.5 0.46 54.06 18.1 978.51
197

Ditebang pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2019 2020
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
51 61A JLIRU 16 3 0.31 27.08 16 433.23
KU
79 81A NGANDONG 7.2 3.5 0.71 7.2
VIII 99.08 713.35
KU
80 82B NGANDONG 4 3.5 0.8 4
VIII 112.56 450.24
50C JLIRU 7.1 TK 2.5 7.1
52B JLIRU 19.9 TK 3.5 19.9
52B JLIRU 2.5 TK 3.5 2.5
B1 57D JLIRU 7.5 TK 3.5 7.5
76C JLIRU 2 TK 3.5 2
80D NGANDONG 4 TK 3.5 4
84A NGANDONG 4.3 TK 4.3
198

Tabel 53. PK 10 pada Tahun 2021-2022

Ditebang pada tahun : . . .


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2021 2022
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 A2 14B BENDOKEREP 1.9 KU VI 3.5 1.29 1.9 281.73
39 15C BENDOKEREP 4.7 KU IV 4 1.1 4.7 542.77
42 22C BENDOKEREP 3 KU V 3.5 0.6 3 165.35
24 23C BENDOKEREP 9.3 KU III 3 1.28 9.3 644.96
32 25A BENDOKEREP 1 KU IV 3.5 0.92 1 70.64
31 35 BENDOKEREP 2.7 KU IV 4 0.6 2.7 146.16
22 38B BENDOKEREP 22.6 KU III 3 0.6 22.6 696.85
B1 47C JLIRU 1.5 TK 4
47D JLIRU 5.6 TK 4
50C JLIRU 7.1 TK 2.5
52B JLIRU 19.9 TK 3.5
52B JLIRU 2.5 TK 3.5
57D JLIRU 7.5 TK 3.5
76C JLIRU 2 TK 3.5
199

Ditebang pada tahun : . . .


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2021 2022
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
34 A2 105B NGANDONG 6 KU IV 3 0.78 52.31 4 313.86
27 107A NGANDONG 6.7 KU III 3 0.94 54.67 6.7 366.26
27 107C NGANDONG 15.4 KU III 3 0.99 57.57 15.4 886.63
27 107G NGANDONG 2.3 KU III 3.5 1.22 84.23 2.3 193.74
29 108B NGANDONG 15.4 KU III 3 0.64 38.87 15.4 598.60
28 108C NGANDONG 7.1 KU III 3 1.07 63.61 7.1 451.60
18 B1 86D NGANDONG 3.9 TK 2
88C NGANDONG 2.8 TK 2
91A NGANDONG 6.3 TK 2.5
12 92B NGANDONG 13.9 TK 3
96A NGANDONG 1.8 TK 3
96C NGANDONG 7.2 TK 4
97H NGANDONG 3.6 TK 3.5
98D NGANDONG 0.6 TK 3.5
200

Tabel 54. PK 10 pada Tahun 2023-2024

Ditebang pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2023 2024
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
21 120B NGANDONG 12.7 KU III 3 0.71 450.80 12.7 450.80
28 122B NGANDONG 7.2 KU III 3 0.62 265.36 7.2 265.36
29 A2 122C NGANDONG 7.9 KU III 3 0.65 311.87 7.9 311.87
32 122D NGANDONG 8.8 KU IV 2.5 0.7 338.37 8.8 338.37
21 123 NGANDONG 35.4 KU III 3 0.67 1185.78 35.4 1185.78
115B NGANDONG 4.9 TK 3.5
117B NGANDONG 13 TK 3
117B NGANDONG 3.2 TK 2
117B NGANDONG 1.2 TK 2
80D NGANDONG 4 TK 3.5
B1 84A NGANDONG 4.3 TK
18 86D NGANDONG 3.9 TK 2
88C NGANDONG 2.8 TK 2
91A NGANDONG 6.3 TK 2.5
12 92B NGANDONG 13.9 TK 3
96A NGANDONG 1.8 TK 3
22 98B NGANDONG 17.8 KU III 3.5 1.29 17.8 1400.11
22 A2 100A NGANDONG 4.4 KU III 4 1 4.4 320.69
25 102A NGANDONG 17.3 KU III 3.5 0.96 17.3 1094.88
B1 96C NGANDONG 7.2 TK 4
201

Ditebang pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2023 2024
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
97H NGANDONG 3.6 TK 3.5
98D NGANDONG 0.6 TK 3.5
115B NGANDONG 4.9 TK 3.5
117B NGANDONG 13 TK 3
117B NGANDONG 3.2 TK 2
117B NGANDONG 1.2 TK 2

Tabel 55. PK 10 pada Tahun 2025-2026

Ditebang pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2025 2026
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
21 102B NGANDONG 21.8 KU III 4 0.81 21.8 1252.04
23 A2 103A NGANDONG 14.5 KU III 3.5 1.15 14.5 1044.27
22 104C NGANDONG 6.8 KU III 4 1.12 6.8 555.09
18 112B NGRAWOH 11.9 TK 3.5
113B NGRAWOH 10.1 TK 3.5
B1
114B NGRAWOH 31.8 TK 4
28 126C NGRAWOH 9.1 TK 2
24 A2 45A JLIRU 5.1 KU III 2.5 1.42 5.1 334.47
202

Ditebang pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2025 2026
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
22 53A JLIRU 2.5 KU III 3.5 0.7 2.5 106.71
24 68D JLIRU 5.9 KU III 2.5 1.02 5.9 277.94
27 69 JLIRU 22 KU III 2 0.79 22 733.61
24 77A JLIRU 17.5 KU III 3.5 1.2 17.5 1349.78
135A NGRAWOH 14.3 TK 2.5
24 135C NGRAWOH 1.9 TK 2.5
136B NGRAWOH 9.9 TK 2.5
B1
137A NGRAWOH 35 TK 2.5
138B NGRAWOH 2.6 TK 3
138C NGRAWOH 4.3 TK 3

Tabel 56. PK 10 pada Tahun 2026-2027

Ditebang pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2026 2027
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
25 3C BENDOKEREP 3.3 KU III 4 1.05 3.3 273.13
25 A2 4B BENDOKEREP 10 KU III 3 1.03 10 572.42
29 18C BENDOKEREP 4.2 KU III 3 1.78 4.2 454.05
203

Ditebang pada tahun


Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2026 2027
petak Hutan (m3)
Bentuk Ha Ha m3 Ha m3
29 tebangan 19B BENDOKEREP 11.9 KU III 2.5 1.2 11.9 738.35
26 21A BENDOKEREP 2.3 KU III 3.5 0.94 2.3 145.90
24 22A BENDOKEREP 5.1 KU III 3.5 1.2 5.1 393.36
114B NGRAWOH 31.8 TK 4
28 126C NGRAWOH 9.1 TK 2
B1
22 128B NGRAWOH 19.3 TK 2.5
134C NGRAWOH 4.1 TK 3
26 30A BENDOKEREP 25.9 KU III 2.5 1.14 25.9 1429.65
26 A2 30C BENDOKEREP 1.6 KU III 2.5 1.13 1.6 87.54
23 31A BENDOKEREP 17.6 KU III 3 1.4 17.6 1300.62
135A NGRAWOH 14.3 TK 2.5
138B NGRAWOH 2.6 TK 3
138C NGRAWOH 4.3 TK 3
B2 155 NGRAWOH 14.9 TK 2.5
16 159A NGRAWOH 0.8 TK 2
167A NGRAWOH 11.1 TK 2.5
18 112B NGRAWOH 11.9 TK 3.5
204

Tabel 57. Rencana Teresan Bagian Hutan Getas pada tahun 2017-2019

Ana Lua Ditebang pada tahun : . . .


Bentuk
UMU k s Kelas Bonit KB Vol/H 2017 2018 2019
tebanga RPH Dkn
R peta Hutan a D a (m3)
n Ha Ha m3 Ha m3 Ha m3
k
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
BENDOKERE 25. 726.0
45 9A 25.3 MR 2.5 0.42 28.70
P 3 2
BENDOKERE
68 14B 0.4 MR 3.5 0.47 59.41 0.4 23.76
P
BENDOKERE 113.2
65 15C 1 KUVII 4 0.74 113.29 1
P 9
BENDOKERE KUVII 872.2
80 A2 25A 8.1 4 0.63 107.68 8.1
P I 3
BENDOKERE 465.2
79 26A 5.6 MR 4 0.49 83.08 5.6
P 3
BENDOKERE 432.0
79 26A 5.2 MR 4 0.49 83.08 5.2
P 0
BENDOKERE 195.0
78 29E 2 MR 4 0.58 97.54 2
P 7
146.7
51 58A 3.5 JLIRU MR 3 0.48 41.93 3.5
4
18. 978.5
61 A2 59A 18.1 JLIRU MR 3.5 0.46 54.06
1 1
433.2
51 61A 16 JLIRU MR 3 0.31 27.08 16
3
205

Ana Lua Ditebang pada tahun : . . .


Bentuk
UMU k s Kelas Bonit KB Vol/H 2017 2018 2019
tebanga RPH Dkn
R peta Hutan a D a (m3)
n Ha Ha m3 Ha m3 Ha m3
k
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
KU 713.3
79 81A 7.2 NGANDONG 3.5 0.71 99.08 7.2
VIII 5
KU 450.2
80 82B 4 NGANDONG 3.5 0.8 112.56 4
VIII 4
BENDOKERE 281.7
59 14B 1.9 KU VI 3.5 1.29 1.9 1.9
P 3
BENDOKERE 542.7
39 15C 4.7 KU IV 4 1.1 4.7 4.7
P 7
BENDOKERE 165.3
42 22C 3 KU V 3.5 0.6 3 3
P 5
BENDOKERE 644.9
24 A2 23C 9.3 KU III 3 1.28 9.3 9.3
P 6
BENDOKERE
32 25A 1 KU IV 3.5 0.92 1 1 70.64
P
BENDOKERE 146.1
31 35 2.7 KU IV 4 0.6 2.7 2.7
P 6
BENDOKERE 22. 696.8
22 38B 22.6 KU III 3 0.6 22.6
P 6 5
206

Tabel 58. Rencana Teresan pada tahun 2020-2022

Ditebang pada tahun : . . .


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2020 2021 2022
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
KU
34 105B 6 NGANDONG 3 0.78 52.31 6 313.86
IV
KU
27 107A 6.7 NGANDONG 3 0.94 54.67 6.7 366.26
III
KU
27 107C 15.4 NGANDONG 3 0.99 57.57 15.4 886.63
III
A2
KU
27 107G 2.3 NGANDONG 3.5 1.22 84.23 2.3 193.74
III
KU
29 108B 15.4 NGANDONG 3 0.64 38.87 15.4 598.60
III
KU
G 108C 7.1 NGANDONG 3 1.07 63.61 7.1 451.60
III
KU
21 120B 12.7 NGANDONG 3 0.71 450.80 12.7 450.80
III
KU
28 122B 7.2 NGANDONG 3 0.62 265.36 7.2 265.36
III
A2
KU
29 122C 7.9 NGANDONG 3 0.65 311.87 7.9 311.87
III
KU
32 122D 8.8 NGANDONG 2.5 0.7 338.37 8.8 338.37
IV
207

Ditebang pada tahun : . . .


Bentuk Anak Luas Kelas Vol/Ha
UMUR RPH Bonita KBD Dkn 2020 2021 2022
tebangan petak Hutan (m3)
Ha Ha m3 Ha m3 Ha m3
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
KU
21 123 35.4 NGANDONG 3 0.67 1185.78 35.4 1185.78
III
KU
22 98B 17.8 NGANDONG 3.5 1.29 17.8 17.8 1400.11
III
KU
22 A2 100A 4.4 NGANDONG 4 1 4.4 4.4 320.69
III
KU
25 102A 17.3 NGANDONG 3.5 0.96 17.3 17.3 1094.88
III
208

Tabel 59. Rencana Teresan pada Tahun 2023-2026

Ana Lua Kela Ditebang pada tahun : . . .


Bentuk Vol/H
UMU k s s Bonit KB Dk 2023 2024 2025 2026
tebanga RPH a
R peta Huta a D n
n Ha (m3) Ha m3 Ha m3 Ha m3 Ha m3
k n
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 13 14
102 21. KU 21. 1252.0
21 NGANDONG 4 0.81 21.8
B 8 III 8 4
103 14. KU 14. 1044.2
23 A2 NGANDONG 3.5 1.15 14.5
A 5 III 5 7
104 KU
22 6.8 NGANDONG 4 1.12 6.8 6.8 555.09
C III
KU
24 45A 5.1 JLIRU 2.5 1.42 5.1 5.1 334.47
III
KU
22 53A 2.5 JLIRU 3.5 0.7 2.5 2.5 106.71
III
KU
24 A2 68D 5.9 JLIRU 2.5 1.02 5.9 5.9 277.94
III
KU
27 69 22 JLIRU 2 0.79 22 22 733.61
III
17. KU 17. 1349.7
24 77A JLIRU 3.5 1.2 17.5
5 III 5 8
BENDOKER KU 273.1
25 3C 3.3 4 1.05 3.3 3.3
EP III 3
BENDOKER KU 572.4
25 A2 4B 10 3 1.03 10 10
EP III 2
BENDOKER KU 454.0
29 18C 4.2 3 1.78 4.2 4.2
EP III 5
209

Ana Lua Kela Ditebang pada tahun : . . .


Bentuk Vol/H
UMU k s s Bonit KB Dk 2023 2024 2025 2026
tebanga RPH a
R peta Huta a D n
n Ha (m3) Ha m3 Ha m3 Ha m3 Ha m3
k n
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 13 14
11. BENDOKER KU 11. 738.3
29 19B 2.5 1.2 11.9
9 EP III 9 5
BENDOKER KU 145.9
26 21A 2.3 3.5 0.94 2.3 2.3
EP III 0
BENDOKER KU 393.3
24 22A 5.1 3.5 1.2 5.1 5.1
EP III 6
25. BENDOKER KU 25. 1429.6
26 30A 2.5 1.14 25.9
9 EP III 9 5
BENDOKER KU
26 A2 30C 1.6 2.5 1.13 1.6 1.6 87.54
EP III
17. BENDOKER KU 17. 1300.6
23 31A 3 1.4 17.6
6 EP III 6 2

Tabel 60. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2019-2021)

Bentuk Harus ditanami selama ditanam pada tahun


Anak Luas Kelas
Umur tebanga jangka dengan 2019 2020 2021
Petak (ha) Hutan
n jati ky lain jml jati ky lain jati ky lain jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
12B 2.3 TK 2.3
B1
15D 5.8 TK 5.8
210

Bentuk Harus ditanami selama ditanam pada tahun


Anak Luas Kelas
Umur tebanga jangka dengan 2019 2020 2021
Petak (ha) Hutan
n jati ky lain jml jati ky lain jati ky lain jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
16A 6 TK 6
16B 8.5 TK 8.5
30A 3.5 TBK 3.5
40A 39.4 TK 39.4
45 9A 25.3 MR 25.3
68 14B 0.4 MR 0.4
65 15C 1 KUVII 1
80 A2 25A 8.1 KUVIII 8.1
79 26A 5.6 MR 5.6
79 26A 5.2 MR 5.2
78 29E 2 MR 2
50C 7.1 TK 7.1
52B 19.9 TK 19.9
52B 2.5 TK 2.5
B1 57D 7.5 TK 7.5
76C 2 TK 2
80D 4 TK 4
84A 4.3 TK 4.3
51 58A 3.5 MR 3.5
61 A2 59A 18.1 MR 18.1
51 61A 16 MR 16
Umur ditanam pada tahun
211

Bentuk Harus ditanami selama


Anak Luas Kelas 2019 2020 2021
tebanga jangka dengan
Petak (ha) Hutan
n jati ky lain jml jati ky lain jati ky lain jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
KU
79 81A 7.2 7.2
VIII
KU
80 82B 4 4
VIII

Tabel 61. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2022-2024)

Harus ditanami selama ditanam pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas
Umur jangka dengan 2022 2023 2024
tebangan Petak (ha) Hutan
jati ky lain jml jati ky lain jati ky lain jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
18 86D 3.9 TK 3.9
88C 2.8 TK 2.8
91A 6.3 TK 6.3
12 92B 13.9 TK 13.9
B1
96A 1.8 TK 1.8
96C 7.2 TK 7.2
97H 3.6 TK 3.6
98D 0.6 TK 0.6
34 A2 105B 6 KU IV 6
212

Harus ditanami selama ditanam pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas
Umur jangka dengan 2022 2023 2024
tebangan Petak (ha) Hutan
jati ky lain jml jati ky lain jati ky lain jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
27 107A 6.7 KU III 6.7
27 107C 15.4 KU III 15.4
27 107G 2.3 KU III 2.3
29 108B 15.4 KU III 15.4
28 108C 7.1 KU III 7.1
115B 4.9 TK 4.9
117B 13 TK 13
117B 3.2 TK 3.2
117B 1.2 TK 1.2
80D 4 TK 4
B1 84A 4.3 TK 4.3
18 86D 3.9 TK 3.9
88C 2.8 TK 2.8
91A 6.3 TK 6.3
12 92B 13.9 TK 13.9
96A 1.8 TK 1.8
21 120B 12.7 KU III 12.7
28 122B 7.2 KU III 7.2
29 A2 122C 7.9 KU III 7.9
32 122D 8.8 KU IV 8.8
21 123 35.4 KU III 35.4
B1 96C 7.2 TK 7.2
213

Harus ditanami selama ditanam pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas
Umur jangka dengan 2022 2023 2024
tebangan Petak (ha) Hutan
jati ky lain jml jati ky lain jati ky lain jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
97H 3.6 TK 3.6
98D 0.6 TK 0.6
115B 4.9 TK 4.9
117B 13 TK 13
117B 3.2 TK 3.2
117B 1.2 TK 1.2

Tabel 62. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2025-2027)

Harus ditanami selama ditanam pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas
Umur jangka dengan 2025 2026 2027
tebangan Petak (ha) Hutan
jati ky lain jml jati ky lain jati ky lain jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
22 98B 17.8 KU III 17.8
22 A2 100A 4.4 KU III 4.4
25 102A 17.3 KU III 17.3
18 112B 11.9 TK 11.9
113B 10.1 TK 10.1
B1
114B 31.8 TK 31.8
28 126C 9.1 TK 9.1
214

Harus ditanami selama ditanam pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas
Umur jangka dengan 2025 2026 2027
tebangan Petak (ha) Hutan
jati ky lain jml jati ky lain jati ky lain jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
21 102B 21.8 KU III 21.8
23 A2 103A 14.5 KU III 14.5
22 104C 6.8 KU III 6.8
135A 14.3 TK 14.3
24 135C 1.9 TK 1.9
136B 9.9 TK 9.9
B1
137A 35 TK 35
138B 2.6 TK 2.6
138C 4.3 TK 4.3
24 45A 5.1 KU III 5.1
22 53A 2.5 KU III 2.5
24 A2 68D 5.9 KU III 5.9
27 69 22 KU III 22
24 77A 17.5 KU III 17.5
114B 31.8 TK 31.8
28 126C 9.1 TK 9.1
B1
22 128B 19.3 TK 19.3
134C 4.1 TK 4.1
25 3C 3.3 KU III
25 4B 10 KU III
A2
29 18C 4.2 KU III
29 19B 11.9 KU III
215

Harus ditanami selama ditanam pada tahun


Bentuk Anak Luas Kelas
Umur jangka dengan 2025 2026 2027
tebangan Petak (ha) Hutan
jati ky lain jml jati ky lain jati ky lain jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
26 21A 2.3 KU III
24 22A 5.1 KU III

Tabel 63. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2028)

ditanam pada
Harus ditanami selama jangka
Bentuk Anak Luas Kelas tahun
Umur dengan
tebangan Petak (ha) Hutan 2028
jati ky lain jml jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
135A 14.3 TK 14.3
138B 2.6 TK 2.6
138C 4.3 TK 4.3
B1 155 14.9 TK 14.9
16 159A 0.8 TK 0.8
167A 11.1 TK 11.1
18 112B 11.9 TK 11.9
216

Gambar 102. Peta Rencana Tebangan Menurut Waktu dan Tempat Jangka Waktu Pertama BKPH Getas
217

3.16.5. Pembahasan

Rencana tebangan selama jangka perusahaan yang pertama (jangka ke-1) disusun

kedalam model PDE.10d/h PK.10. berdasarkan bagan tebang habis, langsung

dapat diketahui kelas hutan yang direncanakan untuk ditebang habis dalam jangka

pertama. Penyusunan urutan-urutan penebangan adalah sebagai berikut.

1. Urutan waktu penebangan harus didasarkan kepada luas dan potensi produksi

rata-rata pertahun. Luas dan volume tebangan tiap tahun agar diusahakan

merata setiap tahun dengan mengingatkan kemungkinan rebaisasinya dan

fluktuasi supply.

2. Urutan tempat penebangan harus diarahkan sedapat mungkin untuk

memperoleh bidang penebangan yang terpusat (kap sentra), supaya jalan-jalan

angkutan yang ada dan akan dibuat dalam jangka pertama dapat dipakai

seefisien mungkin (Perum Perhutani, 1974).

Potensi sangat diperlukan untuk menyediakan informasi ketersediaan bahan baku

yang dikehendaki konsumen atau industri berbahan baku kayu. Pengumpulan

mengenai potensi tegakan hutan lazimnya berhubungan dengan pengukuran

volume pohon (Aska,2009). Perhitungan rencana selama jangka dengan cara

mencari PK 10, PK 11 dan PK 20. PK 10 dicari dari tahun pertama ke tahun 10

yang dimana dalam mencari nilai tersebut dengan cara data produktif dan tidak

produktif untuk mendapatkan waktu yang tepat pada saat penebangan akan

dilakukan. PK 11 adalah rencana teresan untuk rencana tebangan pada setiap

tahunnya dan PK 20 merupakan rencana tebangan setelah penebangan agar dapat

dilakukan perencanaan kembali.


218

Menentukan rencana tebangan menurut waktu dan tempat, tebangan pertama di

tebang pada tahun 2020 dengan tebangan yang dipilih yaitu A2 pohon jati yang

dihitung serta B1 tegakan areal yang tiak produktif, jadi tebangan sesuai dengan

rencana petak tebang yang telah dihitung dan ditetapkan berurutann sesuai dengan

kelas hutan sampai penebangan terakhir ditahun 2028. Setelah diketahui wilayah

rencana petak tebang untuk menentukan waktu untuk dilakukannya peneresan

yang mana peneresan ini dilakukan 1-2 tahun sebelum penebangan pohon, jadi

peneresan pertama dilakukan tahun 2019 jika penebangan ditahun 2020 dan

berlaku untuk tahun berikutnya. Penentuan ikhtisar penanaman dilakukan setelah

kegiatan peneresan. Setelah dilakukannya penebangan maka pada tahun itu juga

akan dilakukan penanaman, jadi kegiatan penanaman harus selalu dilakukan jika

ada kegiatan penebangan agar hutan tetap lestari dan dapat menggatikan pohon

yang sudah ditebang nantinya.

3.16.6. Simpulan dan Saran

3.15.6.1. Simpulan

Dari data yang telah didapatkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

3. Penyusunan rencana jangka dilakukan rencana tebangan menurut waktu dan

tempat (PK 10), rencana teresan (PK 11) dan rencana tanaman (PK 20).

4. Oembutan rencana jangka RPKH dilakukan penebangan (PK 10) dimana hal

ini diusahakan penebangan dilakukan pada satu tempat agar dapat

meminimalisisr biaya dan waktu pada (PK 11) dilakukan pada kelas hutan

produktif saja. Sedangkan pada PK 20 dilakukan pada kelas hutan produktif


219

dan tidak produktif dengan penanaman kelas produktif dilakukan setelah 1

tahun penebangan.

3.16.6.2. Saran

Waktu penjelasan yang tidak terlalu cepat dan diberikan waktu untuk praktikan

memahami sehingga tidak adanya kekeliruan data yang didapat dan selesai tepat

waktu.

3.16.7. Daftar Pustaka

Aska. 2009. Model lengkung Bentuk Batang Pohon Jati. Jurnal Ilmu
Lingkungan. Vol 3(3), Hal 35.

Perum Perhutani. 1974. Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan


Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan. Dapertemen
Pertanian Direktorat Jendral Kehutanan. Jakarta.
i

IV. SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan

1. Pengaplikasian atau teori dalam perkuliahan dapat diterapkan dan ditunjang

dengan telah melakukan praktik umum

2. Pengalaman dan keterampilan operasional sangat membantu guna membekali

dalam penunjang ke dunia kerja

4.2. Saran

Saran untuk Kawasan Hutan Dengan Kebutuhan Khusus (KHDTK) adalah

dalam pengolahan KHDTK perlu pengamanan yang lebih optimal, guna

mengantisipasi Ilegal logging dan pembakaran. Dan memberikan teknologi

terbaru terkait pengelolaan KHDTK


ii

DAFTAR PUSTAKA

KPH Randublatung. 2012. Buku Rancangan KPH Mandiri KPH Randublatung.


Perum Perhutani. Blora.

Perhutani. 2016. KPH Lawu Ds. http://www.perhutani.co.id/kph-lawu-ds/.


Diakases pada 02 September 2019

Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia


No. SK.632/Menlhk/Setjen/Pla.0/8/2016 tentang Penetapan Kawasan Hutan
Dengan Tujuan Khusus untuk Hutan Pendidikan dan Penelitian Universitas
Gadjah Mada, di Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten
Ngawi Provinsi Jawa Timur

Universitas Gajah Mada. 2017. KHDTK Getas Ngandong.


https://fkt.ugm.ac.id/hdtk-ngandong-getas/. Diakases pada 02 September
2019.
i

SANWACANA

Puji syukur akan selalu tercucap atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan laporan Praktik Umum

Pengelolaan Hutan Lestari dengan baik.

Shalawat serta salam tak lupa terucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Laporan Praktik Umum yang berjudul “Pengelolaan Hutan Lestari” merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan (S. Hut) di Jurusan

Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Pada kesempatan kali ini,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat

baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian laporan

praktik umum ini. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada beberapa pihak

sebagai berikut :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. Selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. Selaku Ketua Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Bapak Duryat, S.Hut., M.Si. Selaku Sekretaris Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

4. Ibu Susni Herwanti ,S.Hut M.Sc Selaku koordinator praktik Umum

Jurusan Kehutanan tahun 2019


ii

5. Bapak Dian Iswandaru., S. Hut. M.Sc. Selaku pembimbing yang selalu

membimbing dan memberikan masukan selama penulis melakukan

praktikum umum dari pra acara hingga pasca acara, sampai penyelesaian

laporan praktik umum ini.

6. Tim coass Praktik Umum Pengelolaan Hutan Lestari 2019 Marwatti,S.Hut ,Dessy

Novita Sai, S.Hut ,Denita Sofianis Khadijah, S.Hut ,Landung Sudaryanto, S.Hut ,

Bayu Nanda Prasetyo, S.Hut ,dan Rohmat Eko Santoso , S.Hut yang sudah

membimbing dan mendampingi penulis dalam melakukan praktik umum serta

penyelesaian laporan praktik umum ini .

7. Ayah dan Ibu tercinta Didi Sukardi dan Erna Sumarni. yang selalu

memberikan kasih sayang, dukungan baik dalam segi material, non

material, serta semangat dan dukungan yang tiada henti sampai penulis

menyelesaikan penulisan laporan praktik umum ini dengan baik.

8. Kakak dan Adikku tersayang Umar Faruqi, Khansa Nurul Mufida dan

Annisa Nurul Sabrina, yang selalu memberi semangat penulis dikala lelah

saat praktikum hingga saat penulisan laporan.

9. Teman seperjuangan Kehutanan 2016 (T16ER), atas dukungan yang

diberikan dari penulis melaksanakan praktik umum hingga ke penulisan

laporan praktik umum ini.

10. Teman baru penulis, Kehutanan UNIB (Universitas Bengkulu).

Keramahan dan kenangan kalian tak akan penulis lupakan.

11. Keluarga kecil, kelompok 11 yang selalu semangat dalam mengambil data,

mengolah data hingga penyususan penulisan. Kelompok yang sangat tak

terlupakan oleh penulis, terutama anggota yang bernama M. Akbar

Hidayat sebagai ketua kelompok, Kevin Ewaldo sebagai ahli dalam


iii

mengolah data, Monica Destia sebagai ahli mengolah data, Ganang Bagus

Akbar sebagai pembuat layout, Yona Amalia dan Diah Cahyu sebagai

penulis data saat di lapangan, dan Refki Eka Putra sebagai ahli clinometer.

12. Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Namun,

penulis berharap laporan praktik umum ini.dapat berguna untuk semua

pembacanya.

Bandar Lampung, 15 September 2019

Fatimah Azzahra Nurul Afifah


iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi

I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.1. Tujuan Praktik Umum ................................................................................. 2

1.3. Waktu, Tempat Praktik Umum.................................................................... 3

II. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM ........................................................ 4

2.1. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Getas Ngandong ....... 4

2.2. KPH Cepu, KPH Randu Belitung, dan KPH Ngawi ................................... 6

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 10

ACARA I. PENATAAN DAN PENGORGANISASIAN KAWASAN ...... 11

3.1.1. Tujuan ................................................................................................. 11

3.1.2. Alat dan Bahan.................................................................................... 11

3.1.3. Pelaksanaan ......................................................................................... 12

3.1.3. Hasil .................................................................................................... 14


v

3.1.4. Pembahasan ........................................................................................ 16

3.1.6. Simpulan dan Saran ............................................................................ 19

3.1.7. Daftar Pustaka ..................................................................................... 19

3.1.8. Lampiran ............................................................................................. 20

ACARA II. INVENTARISASI PADA HUTAN TANAMAN .................... 23

3. 2.1 Tujuan ................................................................................................. 23

3.2.2. Alat dan Bahan..................................................................................... 23

3.2.3. Pelaksanaan ......................................................................................... 24

3.2.4. Hasil .................................................................................................... 26

3.3.5. Pembahasan ........................................................................................ 29

3.2.6. Simpulan dan Saran ............................................................................ 31

3.2.7. Daftar Pustaka ..................................................................................... 31

3.2.8. Lampiran ............................................................................................. 32

ACARA III. INVENTARISASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

DESA HUTAN ............................................................................. 35

3.3.1. Tujuan ................................................................................................. 35

3.3.2. Alat dan Bahan.................................................................................... 35

3.3.3. Pelaksanaan ......................................................................................... 35

3.3.4. Hasil .................................................................................................... 36

3.3.5. Pembahasan ........................................................................................ 38

3.3.6. Simpulan dan Saran ............................................................................ 41


vi

3.3.7. Daftar Pustaka ..................................................................................... 42

3.3.8. Lampiran .............................................................................................. 43

ACARA IV. PERBENIHAN DAN PERSEMAIAN .................................... 45

3.4.1. Tujuan ................................................................................................. 45

3.4.2. Alat dan Bahan.................................................................................... 45

3.4.3. Pelaksanaan .......................................................................................... 46

3.4.4. Hasil ..................................................................................................... 47

3.4.5. Pembahasan ........................................................................................ 54

3.4.6. Simpulan dan Saran ............................................................................. 61

3.4.7. Daftar Pustaka ..................................................................................... 62

3.4.8. Lampiran .............................................................................................. 62

ACARA V. PEMBUATAN TANAMAN HUTAN....................................... 64

3.5.1. Tujuan ................................................................................................. 64

3.5.2. Alat dan Bahan.................................................................................... 64

3.5.3. Pelaksanaan ......................................................................................... 64

3.5.4. Hasil .................................................................................................... 66

3.5.5. Pembahasan ........................................................................................ 70

3.5.6. Simpulan dan Saran ............................................................................ 73

3.5.7. Daftar Pustaka ..................................................................................... 74

3.5.8. Lampiran .............................................................................................. 75

ACARA VI. PENJARANGAN PADA TANAMAN HUTAN .................... 77


vii

3.6.1. Tujuan ................................................................................................. 77

3.6.2. Alat dan Bahan.................................................................................... 77

3.6.3. Pelaksanaan ......................................................................................... 77

3.6.4. Hasil ..................................................................................................... 78

3.6.5. Pembahasan ........................................................................................ 82

3.6.6. Simpulan dan Saran ............................................................................. 84

3.6.7. Daftar Pustaka ...................................................................................... 84

3.6.8. Lampiran .............................................................................................. 85

ACARA VII. PERLINDUNGAN HUTAN .................................................. 86

3.7.1. Tujuan .................................................................................................. 86

3.7.2. Alat dan Bahan..................................................................................... 86

3.7.3. Pelaksanaan ......................................................................................... 87

3.7.4. Hasil .................................................................................................... 89

3.7.5. Pembahasan ........................................................................................ 92

3.7.6. Simpulan dan Saran ............................................................................ 97

3.7.7. Daftar Pustaka ..................................................................................... 98

3.7.8. Lampiran ............................................................................................. 99

ACARA VIII. PEMANENAN HASIL HUTAN ........................................ 101

3.8.1. Tujuan ............................................................................................... 101

3.8.2. Alat dan Bahan.................................................................................. 101

3.8.3. Pelaksanaan ....................................................................................... 101


viii

3.8.4. Hasil .................................................................................................. 102

3.8.5. Pembahasan ...................................................................................... 104

3.6.1. Simpulan Dan Saran ......................................................................... 107

3.8.7. Daftar Pustaka ................................................................................... 107

3.8.8. Lampiran ........................................................................................... 108

ACARA IX. PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN..................................... 110

3.9.1. Tujuan ............................................................................................... 110

3.8.2. Alat dan Bahan.................................................................................. 110

3.8.3. Pelaksanaan ....................................................................................... 110

3.8.4. Hasil .................................................................................................. 111

3.8.5. Pembahasan ...................................................................................... 118

3.9.6. Simpulan dan Saran .......................................................................... 121

3.9.7. Daftar Pustaka ................................................................................... 122

3.9.8. Lampiran .......................................................................................... 122

ACARA X. TEMPAT PENIMBUNAN KAYU DAN PENGUJIAN

KAYU ......................................................................................... 123

3.10.1. Tujuan ............................................................................................. 123

3.10.2. Alat dan Bahan ............................................................................... 124

3.10.3. Pelaksanaan .................................................................................... 124

3.10.4. Hasil ................................................................................................ 126

3.10.5. Pembahasan ..................................................................................... 128


ix

3.10.6. Simpulan dan Saran ........................................................................ 131

3.10.7. Daftar Pustaka ................................................................................ 132

3.10.8. Lampiran ......................................................................................... 133

ACARA XI. KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN .......................... 137

3.11.1. Tujuan ............................................................................................. 137

3.11.2. Alat dan Bahan ............................................................................... 137

3.11.3. Pelaksanaan ..................................................................................... 137

3.11.4. Hasil ................................................................................................ 141

3.11.5. Pembahasan .................................................................................... 149

3.11.6. Simpulan dan Saran ........................................................................ 153

3.11.7. Daftar Pustaka ................................................................................ 154

3.11.8. Lampiran......................................................................................... 155

ACARA XII. INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU................................... 157

3.12.1. Tujuan .............................................................................................. 157

3.12.2. Alat dan Bahan................................................................................ 157

3.12.3. Pelaksanaan ..................................................................................... 157

3.12.4. Hasil ................................................................................................ 159

3.12.5. Pembahasan .................................................................................... 161

3.12.6. Simpulan dan Saran ........................................................................ 164

3.12.7. Daftar Pustaka ................................................................................. 164

3.12.8. Lampiran ......................................................................................... 165


x

ACARA XIII. INDUSTRI PENGOLAHAN NON KAYU ........................ 168

3.13.1. Tujuan .............................................................................................. 168

3.13.2. .Alat dan Bahan................................................................................ 168

3.13.3. Pelaksanaan ...................................................................................... 168

3.13.4. Hasil ................................................................................................ 169

3.13.5. Pembahasan ..................................................................................... 172

3.13.6. Simpulan dan Saran ........................................................................ 177

3.13.7. Daftar Pustaka ................................................................................ 178

3.13.8. Lampiran ......................................................................................... 179

ACARA XIV. PENAKSIRAN POTENSI PRODUKSI DAN

PERHITUNGAN ETAT ........................................................... 181

3.14.1. Tujuan ............................................................................................. 181

3.14.2. Alat Dan Bahan ............................................................................... 181

3.14.3. Pelaksanaan ..................................................................................... 181

3.14.4. Hasil ................................................................................................ 182

3.14.5. Pembahasan .................................................................................... 183

3.14.6. Simpulan dan Saran ........................................................................ 185

3.14.7. Daftar Pustaka ................................................................................. 186

ACARA XV. PENGUJIAN ETAT DAN BAGAN TEBANG HABIS

SELAMA DAUR ....................................................................... 187

3.15.1. Tujuan ............................................................................................. 187


xi

3.15.2. Alat dan Bahan................................................................................ 187

3.15.3. Pelaksanaan ..................................................................................... 188

3.15.4. Hasil ................................................................................................ 189

3.15.5. Pembahasan .................................................................................... 190

3.15.6. Simpulan dan Saran ........................................................................ 192

3.15.7. Daftar Pustaka ................................................................................. 193

ACARA XVI. PENYUSUNAN RENCANA-RENCANA SELAMA

JANGKA .................................................................................... 194

3.16.1. Tujuan ............................................................................................. 194

3.16.2. Alat Dan Bahan ............................................................................... 194

3.16.3. Pelaksanaan ..................................................................................... 194

3.16.4. Hasil ................................................................................................ 196

3.16.5. Pembahasan .................................................................................... 217

3.16.6. Simpulan dan Saran ........................................................................ 218

3.16.7. Daftar Pustaka ................................................................................. 219

IV. SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 221i

4.1. Simpulan ................................................................................................. 221i

4.2. Saran .................................................................................................... 221i

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ ii


xii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Materi Selama Praktik Umum ............................................................... 10

Tabel 2. Evaluasi Pal yang ditemukan ................................................................. 15

Tabel 3. Inventarisasi Hutan Tanaman pada Petak 48 ......................................... 26

Tabel 4. Hasil Perhitungan Inventarisasi Hutan Tanaman pada Petak 48 ........... 26

Tabel 5. Hasil Kondisi Tegakan ............................................................................ 27

Tabel 6. Kondisi Tegakan (Bentuk Lapangan, Risalah Tanah, Risalah Tegakan

dan Tanaman Pertanian) ......................................................................... 28

Tabel 7. Kondisi lokasi PU dari Utara, Barat, Timur dan Selatan. ...................... 32

Tabel 8. Informasi pengambilan bahan praktikum ............................................... 47

Tabel 9. Data Pohon Plus dan Pohon Pembanding ............................................... 48

Tabel 10. Data Pengamatan Areal Produksi ......................................................... 48

Tabel 11. Data Taksiran Produktivitas Benih ....................................................... 49

Tabel 12. Tata Waku Persemaian Kedung Gede .................................................. 50

Tabel 13. Tabel Penilaian Mutu Bibit. .................................................................. 50

Tabel 14. Tata Waktu Pembuatan Hutan Tanaman .............................................. 66

Tabel 16. Evaluasi Tumpangsari pada Tanaman Pengisi .................................... 69

Tabel 17. Evaluasi Tumpangsari pada Tanaman Tepi .......................................... 70

Tabel 18. PCP Pohon Tengah ............................................................................... 78

Tabel 19. Data Pohon pada PCP ........................................................................... 79


xiii

Tabel 20. Data Kondisi Pohon yng disimuasikan untuk dimatikan ...................... 81

Tabel 21. Data Identitas Pohon No. 3063 .......................................................... 102

Tabel 22. Data Identitas Pohon No. 3031 .......................................................... 102

Tabel 23. Slide slope dan Slope Kanan .............................................................. 111

Tabel 24. Side slope dan Batter Slope Kiri ......................................................... 111

Tabel 25. Penampang Melintang Jalan ............................................................... 112

Tabel 26. Profil Jalan ......................................................................................... 112

Tabel 27. Deskripsi Bagian Jembatan ................................................................. 115

Tabel 28. Deskripsi Lokasi Jembatan ................................................................ 115

Tabel 29. Kelancaran Dan Keselamatan Kegiatan Pengangkutan ...................... 116

Tabel 30. Deskripsi bagian gorong 1 ................................................................. 117

Tabel 31. Deskripsi bagian gorong .................................................................... 117

Tabel 32. Deskripsi bagian Gorong-gorong ........................................................ 118

Tabel 33. Pengamatan Mutu Sortimen Kayu yang terletak ............................... 126

Tabel 34. Struktur Vegetasi di Dalam Kawasan Sempadan Sungai .................. 141

Tabel 35. Analisis Vegetasi di Dalam Kawasan Sempadan Sungai .................. 142

Tabel 36. Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai ..... 142

Tabel 37. Lanjutan Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan

Sungai ............................................................................................... 143

Tabel 38. Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai ..... 143

Tabel 39. Kondisi Tanah dan Lahan di Luar Sempadan Sungai ......................... 144

Tabel 40. Lanjutan Kondisi Tanah dan Lahan di Luar Sempadan Sungai ......... 144

Tabel 41. Struktur Vegetasi diluar Sempadan Sungai ........................................ 145

Tabel 42. Lanjutan Struktur Vegetasi diluar Sempadan Sungai ......................... 146
xiv

Tabel 43. Penjumpaan Fauna ............................................................................. 147

Tabel 44. Keberadaan Air dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai ... 148

Tabel 45. Jenis Mesin yang terdapat di Bengkel................................................ 159

Tabel 46. Jenis Mesin Pengasahan ..................................................................... 159

Tabel 47. Jenis Genset Industri dan Penerangan ................................................ 160

Tabel 48. Taksiran Potensi Produksi Instruksi 1974 .......................................... 182

Tabel 49. Etat Tebangan Tahunan ..................................................................... 183

Tabel 50. Data identitas pada setiap KU ............................................................ 189

Tabel 51. Perhitungan TPP JWP ........................................................................ 189

Tabel 52. Bagan Tebang Habis Selama Daur .................................................... 190

Tabel 53. PK 10 pada Tahun 2019-2020 .......................................................... 196

Tabel 54. PK 10 pada Tahun 2021-2022 .......................................................... 198

Tabel 55. PK 10 pada Tahun 2023-2024 .......................................................... 200

Tabel 56. PK 10 pada Tahun 2025-2026 .......................................................... 201

Tabel 57. PK 10 pada Tahun 2026-2027 .......................................................... 202

Tabel 58. Rencana Teresan Bagian Hutan Getas pada tahun 2017-2019 .......... 204

Tabel 59. Rencana Teresan pada tahun 2020-2022 ........................................... 206

Tabel 60. Rencana Teresan pada Tahun 2023-2026 .......................................... 208

Tabel 61. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2019-

2021) ................................................................................................... 209

Tabel 62. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2022-

2024) ................................................................................................... 211

Tabel 63. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2025-

2027) ................................................................................................... 213


xv

Tabel 64. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun

2028) ................................................................................................... 215


xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Lokasi KHDTK Getas-Ngandong ................................................ 5

Gambar 2. Peta Jenis Tanah KHDTK Getas-Ngandong ........................................ 6

Gambar 3. Lokasi KPH Cepu................................................................................. 9

Gambar 4. Peta Hasil Overlay Pada Petak 48 ...................................................... 14

Gambar 5. Data Hasil X Lapangan ...................................................................... 16

Gambar 6. Kondisi Pal Batas ............................................................................... 20

Gambar 7. Pengukuran He(Kelerengan) Dan Jarak Sebenarnya Di lapangan ..... 21

Gambar 8. Pengukuran tracking GPS .................................................................. 21

Gambar 9. Denah lokasi Petak 48 ........................................................................ 22

Gambar 10. Persen Lahan Kepemilikan di Desa Getas ....................................... 36

Gambar 11. Persen luasan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Getas.............. 36

Gambar 12. Persen Sebaran Umur Responden .................................................... 37

Gambar 13. Persen Jenjang Pendidikan masyarakan di Desa Getas .................... 37

Gambar 14. Persen sebaran pekerjaan masyarakan di Desa Getas ..................... 37

Gambar 15. Kegiatan Wawancara dengan Skretaris LMDH Mustika Jati. .......... 43

Gambar 16. Berfoto dengan bapak Anshori selaku Sekretaris LMDH Mustika

Jati. ................................................................................................... 43

Gambar 17. Kegiatan Wawancara dengan responden.......................................... 44


xvii

Gambar 18. Kegiatan wawancara dengan Ketua LMDH Mustika Jati,Bapak

Sukun.................................................................................................. 44

Gambar 19. Layout Persemaian Sementara (Asli) ................................................ 52

Gambar 20. Layout Evaluasi (Rekomendasi) Persemaian Sementara .................. 53

Gambar 21. Layout Pengamatan Taksiran Produksi Benih di APB. .................... 56

Gambar 22. Plang persemaian sementara kelompok tani hutan Desa

Tlogotuwung. ..................................................................................... 62

Gambar 23. Kondisi bedeng sapih yang terdapat di persemaian sementara ......... 63

Gambar 24. Bedeng sapih pada persemaian sementara Kampus Lapang Getas .. 63

Gambar 25. Sebaran diameter tanaman pokok (Jati) ........................................... 68

Gambar 26. Sebaran tinggi tanaman pokok (Jati) ................................................ 68

Gambar 27. Kondisi Kesehatan tanaman pokok pokok (Jati) .............................. 69

Gambar 28. Keterangan (terbakar/tidak) pada tanaman pokok (Jati) .................. 69

Gambar 29. Tanaman Pokok Jati ......................................................................... 75

Gambar 30. Tanaman Tepi Mahoni (Swietenia mahagoni.) ................................. 75

Gambar 31. Tanaman Pengisi Kesambi (Schleichera oleosa) ............................. 76

Gambar 32. Tanaman Pagar dan Sela ................................................................... 76

Gambar 33. Layout Pembuatan Tanaman ............................................................. 76

Gambar 34. Layout Petak Coba Penjarangan yang terdapat di Petak 101 ........... 82

Gambar 35. Pohon yang akan dijarangi ............................................................... 85

Gambar 36. PCP pada pohon peninggi ................................................................ 85

Gambar 37. Kondisi Tajuk rerata terjadi perubahan warna. ................................. 85

Gambar 38. Hama dan Penyakit Tanaman ........................................................... 89


xviii

Gambar 39. Intensitas Benalu dan Luas Serangan pada KU Muda, Sedang dan

Tua ................................................................................................... 89

Gambar 40. Benalu (Rerata Benalu Berdasarkan Strata) ..................................... 89

Gambar 41. Benalu (Rerata Jumlah Benalu Berdasarkan Lokasi) ....................... 90

Gambar 42. Benalu (Rerata Benalu Berdasarkan Tiap PU) ................................. 90

Gambar 43. Luas Areal Kebakaran Hutan ........................................................... 90

Gambar 44. Persen kehadiran jenis tumbuhan bawah ......................................... 91

Gambar 45. Pembibrikan Lahan .......................................................................... 91

Gambar 46. Kondisi Tegakan Penggembalaan .................................................... 92

Gambar 47. Pengamatan pada Benalu ................................................................. 99

Gambar 48. Pengamatan Hama dan Penyakit .................................................... 100

Gambar 49. Kebakaran hutan dan Pembibrikan ................................................ 100

Gambar 50. Layout Pembibrikan lahan ............................................................. 100

Gambar 51. Volume Lokal pada Pohon Rebah no. 3063 ................................... 103

Gambar 52. Volume Lokal pada Pohon Rebah no. 3031 ................................... 103

Gambar 53. Tabel Volume Lokal....................................................................... 104

Gambar 54. Blanko D301 .................................................................................. 108

Gambar 55. Kegiatan Penyiapan Alat ................................................................. 108

Gambar 56. Kegaiatan Pembersihan Lahan sebelum Penebangan .................... 109

Gambar 57. Kegiatan pemberian materi oleh mandor ....................................... 109

Gambar 58. Kegiatan pembuatan takit rebah ..................................................... 109

Gambar 59. Azimuth Profil Jalam ..................................................................... 114

Gambar 60. Healing Profil Jalan ........................................................................ 115

Gambar 61. Bagian-bagian Jembatan (Kepala jembatan, pilar, gelagar, decks) . 115
xix

Gambar 62. Kondisi Gorong-Gorong Inlet ........................................................ 116

Gambar 63. Kondisi Gorong-gorong otlet ......................................................... 117

Gambar 64. Metode sabuk imajiner ................................................................... 120

Gambar 65. Proses Pembukaan Wilayah menggunakan Metode Sabuk

Imaginer ......................................................................................... 122

Gambar 66. Perhitungan Optimasi Jaringan Jalan ............................................. 122

Gambar 67. Kondisi Gorong-Gorong Outlet ..................................................... 123

Gambar 68. Kondisi Gorong-gorong Inlet ......................................................... 123

Gambar 69. Denah Lokasi TPK Randublatung I ............................................... 133

Gambar 70. Pengamatan Mutu Kayu pada Sortimen A1,A2 dan A3 ................ 134

Gambar 71. Pengarahan Praktikum TPK oleh Mandor dan Dosen Pebimbing

Lapangan ........................................................................................ 134

Gambar 72. Strktur Organisasi TPK Randublatung I ........................................ 135

Gambar 73. Buku Panduan Pengujian Mutu Kayu ............................................ 135

Gambar 74. Palu Untuk Memberi Tanda Mutu Kayu ........................................ 135

Gambar 75. Kayu yang telah di Uji Mutunya .................................................... 136

Gambar 76. Layout TOP (Luar Sempadan) pada pengamatan Kelompok 11 ... 146

Gambar 77. Layout Right (luar sempadan) pada pengamatan Kelompok 11 .... 147

Gambar 78. Lokasi Penenlitian Sempadan Sungai ............................................ 149

Gambar 79. Perencanaan Teras Bangku ............................................................ 152

Gambar 80. Lapisan Horizon Tanah .................................................................. 155

Gambar 81. Kondisi Luar Sempadan Sungai ..................................................... 155

Gambar 82. Kondisi Air Sungai ......................................................................... 155

Gambar 83. Tumbuhan Bawah .......................................................................... 156


xx

Gambar 84. Layout Bengkel Teknologi Hasil Hutan.......................................... 159

Gambar 85. Layout Mesin Pengasahan .............................................................. 160

Gambar 86. Layout Genset PGM ....................................................................... 161

Gambar 87. Plang Pabrik Gergajian Mesin Unit I Jawa Timur .......................... 165

Gambar 88. Mesin Katrol untuk memotong sisi-sisi kayu log ........................... 165

Gambar 89. Mesin proskat untuk memotong sortimen sesuai ukuran ............... 166

Gambar 90. Pengecekan dan pengemasakan sortimen kayu .............................. 166

Gambar 91. Flowchart Penjualan Kayu ............................................................. 167

Gambar 92. Layout Pabrik Minyak Kayu Putih ................................................ 169

Gambar 93. Bagan struktur organisasi PGT dan PMKP .................................... 171

Gambar 94. Proses Produksi di PGT................................................................... 170

Gambar 95. Bagan penyulingan minyak kayu putih .......................................... 171

Gambar 96. Bagan produksi PMKP ................................................................... 172

Gambar 97. Denah Lokasi Pabrik Pengolahan Gondorukem dan Terpetin ....... 179

Gambar 98. Gondorukem dengan Mutu Super .................................................. 179

Gambar 99. Penjelasan Alur Proses Produksi oleh Karyawan PGT .................. 180

Gambar 100. Penjelasan Materi oleh Ketua PGT .............................................. 180

Gambar 101. Informasi Produksi Harian MKP ................................................. 180

Gambar 102. Peta Rencana Tebangan Menurut Waktu dan Tempat Jangka Waktu

Pertama BKPH Getas .................................................................. 216

Anda mungkin juga menyukai