I. PENDAHULUAN
Praktek Umum merupakan salah satu persyaratan akademik yang harus dipenuhi
Pengelolaan Hutan Lestari (PHL). Praktek Umum juga dapat menjadi jembatan
lembaga swadaya masyarakat, badan usaha ataupun antar pergurun tinggi untuk
studi yang dimiliki mahasiswa pada dunia kerja yang sebenarnya. Adapun
administrasi kehutanan.
Praktek Umum memiliki beban kredit sebanyak 3 SKS (0-3) dan dapat diambil
pada semester ganjil. Peserta PU merupakan mahasiswa yang terdaftar dan telah
disetujui oleh Ketua Program Studi Kehutanan dan Dekan Fakultas Pertanian.
Kegiatan praktek umum berlangsung selama duapuluh hari (20), selama praktek
Kehutanan UGM, dan Coo-Ass dari Fakultas Kehutanan UGM. Adapun lokasi PU
ditentukan oleh Program Studi Kehutanan yakni di Kampus Getas UGM. Selama
ketentuan yang diberlakukan oleh Program Studi Kehutanan Unila dan UGM
diantaranya seperti membuat tinjuan pustaka, mengisi daftar hadir, menulis jurnal
harian, laporan disaat praktikum, presentasi selain itu setiap peserta praktek umum
juga wajib membuat tugas akhir dalam bentuk laporan praktik umum. Proses
lokasi praktik.
Praktik umum ini dilaksanakan selama 20 hari efektif dari tanggal 30 Juli – 20
Pengelolaan Hutan (KPH) Cepu, KPH Ngawi, KPH Randu Belitung dan
Perhutani.
4
Kawasan hutan dengan tujuan khusus tidak mengubah fungsi pokok kawasan
hutan.
b. Lembaga pendidikan,
c. Lembaga penelitian,
Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur. KHDTK memiliki luas ± 10. 901,1
dikelola oleh Perhutani KPH Ngawi yang berada di Bagian Kesatuan Pemangkuan
Hutan (BKPH) Ngandong dan BKPH Getas sebelum ditetapkan sebagai KHDTK.
mengembalikan hutan di Jawa yang sampai saat ini masih tersisa. Menurut
oleh jenis tanah Alfisol (Yuwono et al.,., 2018). Jenis tanah ini mengandung
aluminium dan besi dan kebanyakan ditemukan di bawah tegakan hutan. Alfisol
cocok untuk penanaman tanaman, karena tanahnya umumnya subur dan produktif
karena konsentrasi nutrisi yang tinggi. menunjukkan, Getas dan Pitu terutama
terdiri dari tanah liat dan endapan pasir, tetapi bagian utara Getas terdiri dari batu
kapur.
sangat hebat. Kondisi terdegradasi dan deforestasi tersebut diakibatkan antara lain
7
pemukiman. Selain itu banyak kawasan hutan yang belum ada pengelola dan
kawasan hutan tersebut salah satu yang terpenting adalah terbentuknya wilayah
Menurut PP No.6 Tahun 2007 Pasal 1 Kesatuan Pengelolaan Hutan KPH diartikan
sebagai wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang
hutan produksi terkecil yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 yang telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tentang Tata Hutan dan Penyusunan
meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik. Melalui KPH
2009).
KPH Cepu merupakan salah satu unit manajemen di wilayah satu Jawa Tengah.
Blora, Provinsi Jawa Tengah, dan dengan kawasan hutan Kabupaten Tuban dan
Bojonegoro Provinsi Jawa Timur. Pada bagian utara kawasan hutan cepu terletak
aliran sungai bengawan solo. Sebagian besar kawasan hutan memiliki tanah
berbatu (kapur) dengan lima jenis tanah, yaitu : litosol, grumosol, mediteran,
aluvial, dan regosol. Akan tetapi sebagian tanah merupakan tanah grumosol
kelabu tua dan asosiasi grumosol coklat keabuan dan kelabu kekuningan.
9
Kawasan hutan KPH cepu terletak di ketinggian 30-250 mdpl, yang memiliki tipe
Lingkungan dengan iklim seperti itu sangat cocok untuk ditanami tegakan jati,
dengan temperatur rata-rata 26°C dan curah hujan rata-rata 1636 mm/tahun.
Pengelolaan hutan yang dilakukan pada KPH cepu dibagi menjadi dua sub
kesatuan pemangkuan hutan (SKPH) yang terdiri dari SKPH cepu utara, dan
SKPH cepu selatan, dimana kedua SKPH tersebut terbagi kedalam duabelas
hutan (RPH) dengan jumlah karyawan keselurhan 499 orang. Untuk mengetahui
SKPH, BKPH, dan RPH dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Anonim, 2019).
3.1.1. Tujuan
2. Mahasiswa dapat mengecek dengan cara mengukur dan memetakan satu petak
kawasan hutan.
1. Peta kawasan hutan skala 1:10.000 yang memuat pembagian KPH dalam
bagian-bagian hutan.
d. tali plastik
3. Peta-peta meliputi :
d. Peta Topografi
3.1.3. Pelaksanaan
1. Setiap regu mengukur dan memetakan setiap petak dengan referensi peta
perusahaan dengan alat ukur sederhana (kompas, klinometer, galah dan tali).
pal petak
pal hektometer
pal-pal lain
6. Gambar petak yang sudah diukur ke dalam kertas kalkir skala 1:5.000.
7. Cocokan bentuk dan ukuran petak saudara dengan petak dalam peta yang
sudah ada.
A. Simulasi I
Simulasi kegiatan proses penataan hutan (tata batas, tata guna, tata hutan dan
permainan peran (role play). Kegiatan ini meliputi aktivitas permainan peran
(ada penokohan) dari masing – masing stakeholder yang terlibat dalam prosesi
dan Perhutani sendiri. Untuk setiap kasus bisa dibuat satu rangkain penataan
kawasan hutan yang lengkap (dari tata batas sampai dengan tata hutan atau
bahkan sampai RPKH) atau sebagian saja sebagai contoh : problem okupasi
lahan, permasalahan sengketa batas kawasan hutan yang sudah dikukuhkan dll.
a. Antagonis: Masyarakat
b. Protagonis: Perhutani
c. Provokator: LSM
B. Simulasi II
peta). Mahasiswa dilatih untuk bisa membuat sebuah unit administratif dan unit
perlakuan (petak dan anak petak) dari hasil kegiatan tata hutan. Peta – peta
d. Peta Topografi
kalkir. Dari hasil overlay bisa dibuat beberapa petak atau anak petak yang
sudah berdasar pada kriteriakriteria dan prasarat pembuatan sebuah petak atau
anak petak (aspek kelestarian, batas alam dan aksesibilitas serta tingkat
kesesuaian lahan/bonita).
3.1.3. Hasil
11
Gambar 4. . Peta Hasil Overlay Pada Petak 48
15
Kondisi pal
No Jenis Pal Identitas Pal Segmen Harus Harus Gambar
Baik
diperbaiki diganti
Pal
1. 48-13-49 T0-T58 Baik
Batas
Pal
2. 48-49-53 T58-T73 Baik
Batas
Pal
3. 48-53-46-47 T73-T30 Baik
Batas
Pal
5. 48-12-13 T154 Baik
Batas
Tidak
6. Pal Alur C06 T11 -
ada
Tidak
7. Pal Alur C04 T33 -
ada
Tidak
8. Pal Alur C02 T45
ada
Tidak
11. Pal Alur CK10 T100 -
ada
Tidak
12. Pal Alur CK12 T120 -
ada
Tidak
13. Pal Alur H20 T135 -
ada
Tidak
14. Pal Alur H22 T149 -
ada
Tidak
15. Pal Alur H24 T 165 -
ada
16
Data Terestris
9192200
9192000
9191800
Y Lapangan
9191600
9191400
9191200
9191000
540800 540900 541000 541100 541200 541300
X lapangan
3.1.4. Pembahasan
diantaranya penataan wilayah kerja and survey, dan evaluasi pal batas. Penataan
Areal Kerja suatu kawasan adalah kegiatan untuk mengatur kawasan hutan agar
pengelolaan hutan berjalan secara efektif dan efisien. Menurut PP No. 6 tahun
2007 yang dimaksud dengan penataan hutan adalah kegiatan rancang bangun unit
dengan tipe ekosistem dan potensi yang terkandung didalamnya dengan tujuan
Jadi berdasarkan uraian di atas tujuan yang diinginkan oleh pekerjaan penataan
Kegiatan land survey yaitu kegiatan pemetaan pengukuran areal efektif untuk
Perintah Pengukuran Lahan) oleh Planning Region. Alat yang diperlukan yaitu
GPS, parang, dan peta. Pengukuran dilakukan dengan tracking di areal yang tidak
efektif untuk ditanami (lebung/alur, jalan, lereng curam, lahan berbatu) untuk
GPS dan sketch ulang hasil downloading dengan pemberian legenda. Peta
diupload ke planning region dan planning region melakukan Update Data Master,
mengeluarkan keterangan Siap Cetak untuk hasil peta yang telah diajukan.
Kegiatan Penataan Areal Kerja juga mencakup pemberian batas petak berupa pal
batas definitif, pal batas konservasi, pal batas petak berupa kayu dan paralon. Pal
Getas – Ngandong dengan kawasan lain. Pal batas di tempatkan di luar areal
petak, berada di 4 titik terluar petak yang berbatasan langsung dengan petak lain.
Pal batas petak bertuliskan informasi nomor petak, zona, luas. Pal batas yang
Pal, sedangkan dalam pengamatan ditemukan hanya 5 Pal yang kondisi baik, 1 Pal
kondisi miring dan 9 Pal tidak ada dan harus diganti/diperbaharui. Menurut Rini
18
et al.,, (2015) batas petak juga ditandai dengan jalan hutan berupa main road,
Berdasarkan hasil dari praktikum lapang yang telah dilakukan pada pengelolaan
lahan dimana hal yang perlu dilakukan dalam penatagunaan petak 48 tersebut baik
berupa penetapan batas area dengan berbagai komponen yang ada didalam dan
menyusun area tersebut adalah dengan upaya perlindungan wilayah kelola dengan
tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan dalam rencana pengelolaan hutan tersebut adalah
dengan mebandingkan kondisi lapang dengan kondisi yang ada di suatu rencana
pengelolaan baik dalam aspek luas wilayah, penataan batas dan evaluasi kondisi
pal batas baik antar petak maupun antar wilayah pengelolaan, dimana unsur yang
kami gunakan dalam menganalisis adalah dengan hasil overlay dari berbagai peta,
baik peta administrasi, peta berdasarkan survey lokasi, maupun peta hasil rencana
perancangan penataan kawasan hutan yaitu berupa data rill yang meliputi kondisi
batas wilayah penataan antar petak kelola dimana terdapat batas yang tidak sesuai
dengan peta administrasi selain itu ditemukanya beberapa pal yang ada , nampak.
Evaluasi Pal harus segera di perbaiki agar pal tidak kehilangan fungsinya sebagai
3.1.6.1. Simpulan
1. Tanda-tanda di peta dan di lapangan yaitu berupa pal batas definitive atau pal
3. Kegiatan penataan secara umum ialah dengan melihat kondisi lapangan dan
3.1.6.2. Saran
Hasil analisis evaluasi Pal harus dikaji oleh Pengelola KHDTK, agar Pal yang
DepPU. 2007. Undang Undang No.26 Tahun 2007 tentang Perencanaan Ruang.
Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
Rini., Djumansi Derita., Sri Endayani. 2015. Pemetaan Tata Batas Secara
Partisipatif Setelah Pemekaran Dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis
Di Kelurahan Bugis Kecamatan Samarinda Kota. Jurnal Agrifor. 16 (1) :
95-102.
3.1.8. Lampiran
3. 2.1 Tujuan
Tujuan dari praktik umum ini adalah untuk melatih pelaksanaan teknik
untuk menetapkan kelas hutan (PK-2) dan volume per hektar (m3/ha Vst).
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktik umum ini adalah:
3. Tally sheet.
4. Kompas.
3.2.3. Pelaksanaan
1. Buatlah regu kerja inventarisasi hutan dengan anggota tiap regu 8-12
3. Salinlah petak /anak petak terpilih yang terdapat pada peta kerja skala 1:
milimeter.
ketentuan sbb:
kelas umurnya.
dalam PU tersebut.
25
potensi (volume kayu : m3/ha) dan kelas hutannya sebagai dasar untuk
3.2.4. Hasil
Petak
Dk KBD Koreksi Luas Keterangan
/Anak
N D2 Lbds
0.058 3 0.18309 0.19 0.00 48 16.2 TBK
0.058 5 0.28014 0.27 0.01 48 16.2 TBK
0.058 4 0.251 0.13 0.12 48 16.2 TBK
0.029 4 0.11129 0.23 0.11 48 16.2 TBK
0.058 2 0.13488 0.14 0.00 48 16.2 TBK
0.058 5 0.31768 0.32 0.01 48 16.2 TBK
27
Tabel 6. Kondisi Tegakan (Bentuk Lapangan, Risalah Tanah, Risalah Tegakan dan Tanaman Pertanian)
3.3.5. Pembahasan
potensi pohon dapat dihitung dengan cara pengelolaan data dari hasil inventarisasi
hutan di BPKH Bumiasin dengan RKH Genen dilakukan penelahaan pada data
BKPH Bumiasin salah satunya memiliki 8 petak ukur dengan jarak antara petak
urut 200m x 200m. Petak 48 memiliki kelas umur III (KU III) karena memiliki
umur 19 tahun. Diperoleh dari tahun saat ini dikurangi dengan umut tanam.
Data yang diperoleh di lapangan meliputi tinggi pohon, DBH, ttik koordinat,
jumlah pohon dengan kelas umu II yang memiliki jari jari plot ukur 7,98m. Data
jumlah pohon per hektar dengan cara membagi data rata-rata jumlah tiap kelas
umur dengan luar petak ukur. Kondisi tegakan petak 48 dipengaruhi oleh jenis
30
pohon keliling atau diameter dan volume. Kondisi jumlah pohon, diametr dan
tidak normal, dimana KU lebih rendah mempunyai volume per hektar lebih besar
dan volume per hektar pada KU yang lebih tinggi. Hal ini terlihat dari petak ukur
yang memiliki kelas Tanah Kosong (TK). Untuk melihat kenormalan kondisi
tegakan hutan jati di Petak 48 dengan membandingkan kondisi aktual saat ini
dengan kondisi tegakan normal berdasarkan tabel WvW (Wolf Von Wiulfing).
didapatkan dari 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑢𝑘𝑢𝑟 × 100 𝑝𝑜ℎ𝑜𝑛, jadi didapat oH=12. Nilai n atau
jumlah pohon perpetak ukur dengan jati jari 7,98m3, didapat diameter yang
beragam dan lbds yang beragam. Bonita atau kualitas tempat tumbuh menempati
nilai 1,5 didapat dari umur tegakan berbanding dengan tinggi pohon. Dari semua
petak ukur 1,2,3,4,5,6,7,8 dimana PU 3 & 6 ialah tanah kosong alias tidak adanya
tegakan jati yang terlihat di lapangan. Nilai KBD pada semua PU berturut-turut
0.19, 0.27, 0.13, 0.23, 0.14, 0.32 yang memiliki faktor koreksi dibawah 0,02
kecuali petak ukur 8 memiliki faktor koreksi 0,23. Petak 48 yang memiliki luas
Bertumbuhan Kurang)
Risalah hutan pada petak ukur di Petak 48 memiliki bentuk dan kondisi yang
2 yang memiliki kondisi tanah yaitu tanah kapur, dangkal, dan aerasi mudah
meresap air, sedangkan PU 4,5,7,8 memiliki tanah kapur, dangkal dan murah
31
meresap. Dengan risalah tegakan dominan murni, untuk Tanah Kong yang
dan pisang.
3.2.6.1. Simpulan
Simpulan dari hasil praktikum ini adalah pelaksanaan risalah hutan dengan
metode Systematic Sampling untuk menetapkan kelas hutan dan volume per
hektar (m3/hm Vst) dan didapatkan untuk petak 48 tergolong kelas hutan TBK (
Tanaman Bertumbuhan Kurang) didapati dari hasil KBD yang dibawah 0,30.
3.2.6.2. Saran
diperlukan juga persiapan yang baik saat berada di lapangan seperti melihat
Fernando, D.E., Sukerta., Made, I., Suryana. 2016. Inventarisasi Pepohonan pada
Kawasan Hutan di Kebakaran Jembrana. Jurnal Agrimerta 2(1): 42-51.
3.2.8. Lampiran
Koordinat Foto
PU
X Y Utara Barat Selatan Timur
1 -7.31690 111.37151
2 -7.31481 111.36977
33
Koordinat Foto
PU
X Y Utara Barat Selatan Timur
-
111.37012
3 7.313123
2
-
111.36986
4 7.311034
4
- 111.37224
5
7.309544: 7
34
Koordinat Foto
PU
X Y Utara Barat Selatan Timur
-
111.37192
6 7.311583
7
-
111.36986
7 7.311034
4
-
111.36986
8 7.311034
4
35
3.3.1. Tujuan
alam/hutan
ekonomi dan ekologi), berikut rekomendasi tentang cara atau strategi untuk
b. Alat dokumentasi
c. Kuesioner
3.3.3. Pelaksanaan
3.3.4. Hasil
kepemilikan lahan
1%6% pribadi
20%
perhutani
Luasan Lahan
6% 14% 0
18% 0,05-0,25
0,26-0,5
27%
17% 0,51-1
1,1-2
18%
>2
Gambar 11. Persen luasan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Getas
37
SEBARAN UMUR
RESPONDEN
15% <=40
40% 41-50
16%
51-60
29%
>61
jenjang pendidikan
8%3% 14%
tidak sekolah
sd
29%
smp
46% sma/smk/stm
s1
pekerjaan
9%
11% petani
pegawai
12%
wiraswasta
4% 64%
ibu rumah tangga
buruh
3.3.5. Pembahasan
merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah terhadap tekanan pada sumberdaya
hutan dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan hutan secara bersama
– sama . Mayarakat Desa Getas yang berada di dalam Kawasan KHDTK Getas
diberdayan dengan bercocok tanam dikawasan hutan jati maupun di sekitar kawasan
hutan jati yang didominasi komoditi Tebu dan Jagung. Pengamatan Inventarisasi Sosial
dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan responden kunci yaitu ketua
LMDH Mustika Jati Bernama Sukun dan Sekretaris LMDH Mustika Jati bernama
LMDH Mustika Jati memberikan kegiatan pada 90 anggota KTH dengan memberikan
arahan kepada petani hutan untuk pemasangan ajir, pembersihan lahan, pembersihan
tanaman jati. Anggota KTH juga mendapatkan pendamping dari Perhutani untuk
membantu kegiatan para petani dengan cara penyuluhan akan tetapi kegiatan
penyuluhan diakui oleh ketua LMDH belum maksimal dan tidak berjalan hingga
sekarang. Pengembangan LMDH Mustika Jati ini kurang baik dikarenakan terkendala
pembiayaan untuk menunjang program-program yang telah tersusun tidak dapat sesuai
rencana. Fungsi LMDH ialah sebagai jembatan penghubung antara masyarakat sekitar
pencarian data pesanggem (Pesanggem adalah petani yang menggarap lahan hutan milik
39
pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang berarti masyarakat menjadi pelaku utama
pengelolaan hutan. LMDH adalah lembaga masyarakat desa yang bekerjasama pada
program PHBM. Anggota LMDH berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur
masalah terhadap tekanan pada sumberdaya hutan dengan melibatkan masyarakat dalam
pengelolaan kawasan hutan secara bersama – sama (Muin, 2018). Ini sesuai dengan
desa getas yang memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk bercocok tanam
Inventarisasi sosial ekonomi ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi
inventarisasi sosial ekonomi ini dimulai dengan mewawancarai ketua dari kelembagaan
Kegiatan- kegiatan didalam KTH ini adalah dengan pemberian –pemberian arahan
kepada petani hutan untuk pemasangan ajir, pembersihan lahan, pembersihan tanaman
jati. Kegiatan atau organisasi kemasyarakat di desa Getas adalah Lembaga Masyarakat
Desa Hutan (LMDH) Mustika Jati. Pengembangan LMDH ini kurang begitu baik,
dikarenakan masalah dana sehingga program-program yang telah tersusun tidak dapat
40
berjalan dengan baik sesuai rencana. LMDH ini berfungsi sebagai pembuka jalur
hubungan antara masyarakat sekitar hutan dengan Perhutani, dengan adanya LMDH ini
responden di 13 Dusun dan didapatkan hasil sebaran umur, sebaran jenjang pendidikan,
sebaran pekerjaan, sebaran kepemilikan lahan dan sebaran luasan lahan. Sebaran umur
kurang dari 40 tahun, ini dikarenakan banyaknya masyarakat perantauan dari luar Getas.
Sebaran pekerjaan didominasi oleh petani yang memiliki 42 responden dan 64%
responden ialah petani, disusul oleh 12% wiraswasta (warung, dagang), lalu ibu rumah
tangga 11%. Sedangkan pada 120 responden, 73% kepemilikan lahan garapan ialah
milik pribadi dengan luasan antara 0-2 Ha. Menurut Jariyah dan Wahyuningrum (2015)
pengusahaan hutan di Pulau Jawa dapat digolongkan hutan berdasarkan luasan lahan
minimal 0,25 Ha, hanya 1% merupakan lahan garapan petani dan perhutani.
Lahan yang digarap seluruhnya oleh pribadi petani menakup pula biaya pemeliharaan
lahan yang besar, pemeliharaan mencakup pemupukan lahan, pembiayaan tenaga kerja.
Pendapatan dalam 1 kali panen Tebu bisa mencapai Rp. 40.000.000,00 sedangkan pada
Jagung bisa mencapai Rp. 15.000.000 dalam sekali panen. Aksebilitas transportasi,
kesehatan dan pendidikan di desa getas tergolong sulit. Akses transortasi masyarakat
tergantung pada jalan utama masyarakat dengan kondisi jalan berbatu dan berdebu,
dimana masyarakat harus menempuh jarak 12km agar bisa mencapai Pusat
41
Pemerintahan Kota Ngawi, sedangkan akses pendidikan yang ditemukan hanya Sekolah
Dasar yang berada di Desa Getas, SMP dan SMA berada di Kota Ngawi yang berjarak
tempuh 12km melewati jalan berbatu dan berdebu. Akses kesehatan di Desa Getas
Puskesmas yang ada di Randublatung yang jauhnya mencapai 15km untuk berujuk ke
Rumah Sakit Pusat yang berada di Kota Ngawi. Kesulitan akses transportasi, kesehata
pembaungan Indonesia yang lebih baik, sesuai dengan penyataan Nurhikmah (2018)
3.3.6.1. Simpulan
1. Berdasarkan data yang didapat bahwa 50% masyarakat dikatakan masih kurang
masyarakat
2. Interaksi masyarakat dengan hutan adalah pada saat musim hujan dimana hutan
berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan ranting – ranting pohon yang digunakan
3. Dengan adanya sosial dan budaya masyarakat masih mengikuti cara pemanenan
tradisional yang baik namun tidak efektif dari segi ekologi. Sehingga berdampak
3.3.6.2. Saran
responden agar dalam mendapatkan data yang diinginkan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
Jariyah NA., dan Wahyuningrum N. 2015. Karakteristik Hutan Rakyat di Jawa. Jurnal
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 5(1): 43-56.
Muin, N., A., F., H. Millang,S. dan Rijal, R. 2018. Potensi Biofisik Hutan
Kemasyarakatan (HKm) Nanggala Andi Vika Faradiba Muin, Jurnal Hutan dan
Masyarakat. 10(1): 145-153
3.3.8. Lampiran
Gambar 16. Berfoto dengan bapak Anshori selaku Sekretaris LMDH Mustika Jati.
44
Gambar 18. Kegiatan wawancara dengan Ketua LMDH Mustika Jati, Bapak Sukun
45
3.4.1. Tujuan
tujuan yang diusahakan dapat dicapai dalam rangka praktek perbenihan dan persemaian
dan Areal Produksi Benih) yang tersedia untuk pengusahaan hutan jati di sekitar
tempat praktek;
3.4.3. Pelaksanaan
1. Kunjungi Pohon Plus Jati yang ada dan sudah ditetapkan oleh Direksi
Perum Perhutani.Selanjutnya :
Berikanlah penilaian pohon plus tersebut menurut petunjuk yang tersedia dan
Buatlah plot berukuran 0,1 ha, kemudian lakukanlah penilaian detil dan
Kemudian buat plot dengan luas yang sama pada tegakan biasa yang ada di
atau buah) pada saat ini. Buatlah prediksi tentang efisiensi produksi
data tersebut.
3.4.4. Hasil
Spesies Jati
Asal
Umur 21
Lokasi KPH Getas
Pemilih
Tanggal 5 Agustus 2019
48
Pohon Perhutani
Poin Poin
Calon Pohon Plus Pohon
t Parameter 1 2 3 4 5 t
Plus
Plus
21.
Tinggi (t) 27 6 Tinggi (t) 27.2 25 24.6 22.8 29 12
4
0.7 52.8 0.6
Diameter 20 Diameter 0.54 2.49 2.4 0.8
5 7 4 20
Bentuk Bentuk
0.3 15 0.7
Batang (k) Batang (k) 15
Batang Batang
Bebas 10 0 Bebas 4.2 7.4 0.59 8.6 44 12.4
Cabang (b) Cabang (b) 2
Cabang Cabang
0.5 2 0.5 0.46 0.17 22 6 19.6
Permanen Permanen 2
Sudut Sudut
Mediu
Percabanga 3 Percabanga 3 5 3
m
n n 3
Kesilindrisa Kesilindrisa Silindri
10 5 10 5
n n s 10
Bentuk Bentuk Rampi
3 3 1 3
Tajuk Tajuk ng 5
Permukaan Permukaan Agak
5 3 3 3
Batang Batang Rata 3
Cacat
Lain-lain 3 Lain-lain 5 5 Mata
Kayu 5
Pohon Pembanding Rerata
27. 24. 21.
Tinggi 25 22.8 24.2
2 6 4
TBBC 4.2 7.4 3.4 8.6 4.4 5.6
0.5 0.5 0.6
Diameter 0.49 0.52 0.56
4 9 4
No. Tinggi
Tinggi d TBBC
Poho K(cm) Tajuk Lebar Tajuk (m)
(m) (m) (m)
n (m)
43.9
4 20 138 12 8 5.1 5.4 2.8 3.6
5
32.4
5 18 102 3 15 5 4.5 4.3 4.2
8
31.5
6 19 99 5 14 4.2 3 5.5 5.6
3
26.7
7 17 84 3 14 6.2 3.2 2.4 2.1
5
8 21 130 41.4 11 10 6.3 2.6 4.2 2.3
36.6
9 18 115 10 8 4.3 3.7 3.6 3.4
2
26.7
10 19 84 3 16 3.8 6.4 6.7 4.3
5
19.7
11 13 62 4 9 5.2 4.2 3.4 3.2
5
21.0
12 15 66 3 12 4.7 5.8 3.5 3.8
2
13 16 65 20.7 5 11 4.3 2.2 2.7 4.1
33.1
14 17 104 7 10 4.7 3.8 4.5 6.2
2
21.3
15 15 67 3 12 3.4 3.7 4.2 4.8
4
22.2
16 14 70 4 10 2.8 3.2 3.6 3.8
9
38.8
17 17 122 5 12 5.8 3.8 4.2 5.3
5
27.7
18 18 87 2 16 3.4 3.2 3.4 3.6
1
21.0
19 19 66 4 15 3.8 4.3 3.2 5.3
2
∑ 330.5 1815 578 106 224.5 84.3 73.5 76.7 76.6
17.3947 95.5263 30.4 5.57894 11.81578 4.4368 3.8684 4.0368 4.0315
Rerata
4 2 2 7 9 4 2 4 8
Waktu Kegiatan
No Kegiatan
Juli Agst Sept Okt Nov Des
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pemangka
1
san v v v v
Penyiapan
2
media v v v v
Pemasuka
3 n ke
Polybag v v v v
Bedeng
4 aklimatisa
si v v v v v
Pemelihar
5
aan v v v v v
Pemindah
6 an bedeng
sapih v v v v
Pemelihar
7
aan v v v v
Monitorin
8
g v v v v v v v v v
Pengirima
9
n v v v v v v v v
Keterangan
S = Sirsat
JM = Jambu Mete
A = Alpukat
MH = Mahoni
A JM JM
N = Nangka N MH MH MH
SU = Sukun
P = Petai
TU
Bedeng Tabur
TU
Ruang Adaptasi TU
(Stek Pucuk)
Ruang Adaptasi N N N S
SU M J J J
(Stek akar dan batang) P M
P
L
Belum ditanami A
N
G
Panjang Persemaian = 28 m
Lebar Persemaian = 10 m
Lebar Jalan = 1,28m
Jarak antar bedeng = 58cm
Panjang Bedeng = 4m Gambar 19. Layout Persemaian Sementara (Asli)
Lebar Bedeng : 1m
Tinggi bedeng = 1,6m
Luas Bedeng = 4m
Luas Persemaian : 280 m
53
Keterangan
Bedeng Tabur
Bedeng Sapih
Ruang Adaptasi
(Stek Pucuk)
TU
Ruang Adaptasi TU
(Stek akar dan batang) JALAN PIN
TU TU
TU
Belum ditanami TU
N N
P
Screen Bed L
A
N
Gudang
G
Gubuk Kerja
Rumah Jaga
Kantor
Penerapan silvikultur yang sesuai dapat meningkatkan nilai hutan, baik kuantitas
atau yang sering disebut dengan bahan pertanaman dapat dikelompokkan dalam
dua macam, yaitu :1.) Berasal dari bahan generative dan 2) Berasal dari bahan
wildling (tukulan alam) dan stump, sedangkan yang berasal dari bahan vegetative
misalnya stek (batang, pucuk, daun, dan akar), cengkokan, okulasi, dan
Jati Perhutani dan Areal Produksi Benih untuk mendapatkan data calon pohon
plus. Menurut Zobel & Talbert (1986) pohon plus atau select tree adalah pohon
fenotipe yang lebih baik dilihat dari pertumbuhannya, bentuk, kualitas kayu, atau
Pada praktikum kali ini dilaksanakan pada areal tegakan pohon plus dan areal
produksi benih (APB). Seleksi pohon plus terdapat beberapa Teknik seleksi yang
dapat dilakukan, seleksi calon pohon pkus jati (Tectona grandis) dilakukan
dengan 5 pembanding Jati dan 1 pohon plus jati yang sudah ditetapkan oleh
yang sesuai kriteria dan memperbaharui ketersediaan pohon plus jati untuk
55
memberikan keberhasilan hasil tegakan jati. Lokasi petak calon pohon plus berada
di Petak 46 yang didominasi oleh KU Tua sedangkan untuk Areal Produksi Benih
(APB) terletak di KPH Ngawi. Pohon plus adalah pohon yang memiliki sifat-sifat
unggul yang tampak pada ekspresi fenotipenya (Indriyanto, 2008). Calon pohon
plus merupakan pohon yang berasal dari pohon plus memiliki hasil yang sama
Berdasarkan data di lapangan diperoleh beberapa data, yaitu : tinggi calon pohon
plus 27m, diameter 0,75m, bentuk batang 0,3m, batang bebas cabang 10m, dan
cabang permanen 0,5m. Calon pohon plus biasanya hampir mendekati dengan
pohon plus dari banyak aspek. Data pohon plus yang diperoleh yaitu : tinggi 29m,
diameter 0,8m, bentuk batang sebesar 0,7, batang bebas cabang 12,7m, cabang
berbentuk silindris, bentuk tajuk ramping, permukaan batang agak rata, dan tidak
terdapat cacat kayu. Berdasarkan data yang diperoleh kami mendapatkan hasil
perhitungan rerata dari 5 pohon pembanding sebagai berikut : rerata tinggi 24,m,
TBBC 5,6m dan diameter 0.57m. Berdasarkan perbandingan dari kedua pohon
tersebut (pohon plus dan calon pohon plus) dapat terlihat jikaa pohon plus lebih
malai sebanyak 12, jumlah kuntum bunga 296, kuantum bunga total 106560, total
buah 26640 dan total produktivitas buah dalam 1 pohon adalah 17,7 kg. terdapat
juga layout dari kedua tempat pengamatan untuk mengetahui petak/posisi pohon
56
yang diamati dan layout didapatkan dengan penitikan titik koordinat dengan
menggunakan GPS yang seperti di Gambar 21. Kendala pada praktikum kali ini
APB adalah sulitnya mencari dan menghitung jumlah malay yang pada/disekitar
Tahapan dalam sistem silvikultur salah satunya adalah persemaian (Anwar, 2010).
Menurut Danu (2003) persemaian adalah suatu areal pemeliharaan bibit yang
lokasinya tetap dan dibangun dengan peralatan yang rapi dan teratur yang
berkaitan dengan kegiatan penghutanan kembali areal tanah kosong dan rusak
kecil, dan diletakkan didekat dengan lokasi yang aan ditanami. Sedangkan
57
persemaian tetap, jenis persemaian ini biasanya berukuran (luasnya) besar dan
lokasinya menetap disuatu tempat, untuk melayani areal penanaman yang luas.
Pada praktik persemian yang dilakukan di dua lokasi, yaitu Persemaian Sementara
sementara dibangun dengan tujuan untuk memasok bibit ke pusat rehabilitasi yang
dikelola oleh UGM dan terdapat persemaian sementara yang dikelola oleh
beberapa sarana seperti bedeng sapih, bedeng tabur, ruang adaptasi (stek pucuk),
ruang adaptasi 2 (stek akar dan batang), Gudang, dan sumber air. Berdasarkan
petunjuk teknis praktik persemaian terdapat beberapa macam sarana dan prasana
Dari macam saana dan prasarana yang sudah ditentukan diatas, persemaian UGM
Bedeng tabur
Bedeng sapih
58
Ruang adaptasi
Pagar
menjadi lebih baik. Sarana dan prasarana yang seharusnya ditambahkan untuk
persemian ini adalah bedeng tabur, bedeng sapih, ruang adaptasi (stek pucuk,
akar, batang), screen bed, dan Gudang dan terdapat layout persemaian di areal
permanen.
Lokasi kedua diadakan di Persemaian Kedung Gede, di lokasi ini mengamati tata
cara stek pucuk dari sumber benih Kebun Pangkas dan mengamati tata waktu
sekali selama 2 bulan yakni di bulan juli sampai agustus untuk 1 kali
setiap minggu di akhir agustus hungga akhir September. Polybag stek pucuk
dan pemeliharaan dari bedeng adaptasi ke bedeng sapih yang dilakukan di bulan
Oktober, kegiatan monitoring dilakukan setiap 2 minggu sekali dari bulan Juli
hingga November. Setelah itu bibit jati siap diantar ke lokasi penanaman setiap 4
al.,, 2014). Perdirjen RLPS No. P.05/V-Set/2009 menjadi acuan BPTH dan
Lembaga sertifikasi lainnya yang ditunjuk dalam kegiatan sertifikasi mutu bibit
tanaman hutan. Persyaratan mutu bibit dalam standar tersebut di bagi menjadi
b. bibit sehat: terbebas dari serangan hama penyakit dan warna daun
tumbuh teratas
f. LCR adalah nilai perbandingan tinggi tajuk dan tinggi bibit dalam
persen.
Pengujian mutu bibit jati pada lapangan diamati dari segi syarat umum dan syarat
khusus. Syarat umum terdiri dari keadaan batang (lurus, bengkok, tunggal, dan
ganda), apakah bibit sudah berkayu dan pengamatan kesehatan bibit (hama dan
penyakit), sedangkan syarat khusus terdiri dari pengamatan tinggi bibit, diameter
Bibit yang berada di bedeng sapih berkisar ±1280 bibit, pengamatan mutu bibit
memilah diantara yang terbaik dari seluruh jumlah bibit secara acak, dengan cara
jumlah bibit x 2,5 %, dan didapat 32 bibit jati random yang berbeda beda
media untuk perhitungan syarat mutu bibit. Didapat rerata persyaratan umum
66,41% sedangkan rerata persyaratan khusus yaitu 20,31%. Mutu bibit stek pucuk
61
persemaian ialah Mutu Afkir, ini dikarenakan , mutu bibit stek pucuk tidak
memenuhi kriteria standarisasi penilaian mutu bibit tanaman hutan. Mutu Afkir
SET/2009 ialah mutu yang tidak memenuhi syarat mutu P dan mutu D, dimana
mutu P ialah yang memeiliki Syarat umum ≥95% dan syarat khusus ≤90 %
sedangkan syarat mutu D ialah yang memiliki Syarat umum ≥75 % dan Syarat
khusus ≤70 %.
3.4.6.1. Simpulan
pucuk jati, dan pemeliharaan pada stek pucuk jati yang dipotong di kebun
pangkas, diberi zat penumbuh akar, ditanam dipolybag dan ditaruh ke bedeng
3.4.6.2. Saran
perhitungan, serta pengujian mutu bibit dilakukan dengan hati-hati agar bibi tidak
Danu. 2003. Atlas benih tanaman hutan jilid 1 publikasi khusus Vol. 3 No. 8.
Balai litbang teknologi perbenihan. Bogor.
Kurniaty, R., Budiman, B., dan Suartana. 2010. Pengaruh media dan naungan
terhadap mutu bibit suren (Toona sureni.). Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman. 7(2):72-83.
3.4.8. Lampiran
Gambar 24. Bedeng sapih pada persemaian sementara Kampus Lapang Getas
64
ACARA V. PEMBUATAN TANAMAN HUTAN
3.5.1. Tujuan
3.5.3. Pelaksanaan
d. Mempelajari surat perjanjian kontrak tanaman yang ada dan bagaimana cara
mendapatkan pesanggem
3.5.4. Hasil
Penanaman
12
pokok
13 evaluasi
14 sulam
(penyulama
n)
15 evaluasi
tanaman
dari
mandor
16 pengawasa
n
17 tutup
kontrak
18 evaluasi
dari KPH
68
DIAMETER
54
13
8
TINGGI
Series2
24
18
17
13
12 13 14 15 16
49%
51%
Keterangan (terbakar/tidak)
Terbakar
15%
Tidak
Terbakar
85%
Diameter Kondisi
No. Tinggi (m) keterngan (terbakar/tidak)
(m) kesehatan pohon
Daun terlihat
1 0.01 0.61 Tidak Terbakar
menguning
70
3.5.5. Pembahasan
Pembuatan tanaman hutan merupakan awal dari kegiatan produksi dan investasi
yang kelak diharapkan memberikan hasil untuk Perhutani. Oleh karena itu,
telah ditetapkan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai (Mando, 2015).
tanaman sela, tanaman pengisi, tanaman tepi, tanaman pagar dan jalur pertanian
(Nurrochmat, 2005). Pola pertanaman yang diterapkan pada hutan jati di Jawa
adalah tumpangsari (Mustofa, 2011) sistem pembuatan tanaman oleh RPH Getas
KPH Ngawi dilakukan dengan sistem tumpangsari yaitu memberi hak untuk
tumpang sari terdapat lima macam tanaman dengan fungsi yang berbeda-beda
yaitu tanaman pokok, tanaman sela, tanaman pengisi dan tanaman tepi
Tanaman pokok yaitu, tanaman jati sendiri merupakan salah satu jenis tanaman
yang cocok ditanam di tanah kapur. Meskipun miskin unsur hara, tanah kapur
al.,, (2014) jati yang ditanam di tanah kapur akan dapat tumbuh menjulang tinggi
71
yang tentunya merupakan kayu jenis kualitas pertama dan merupakan produk
unggulan. Tanaman pagar sela yaitu lamtoro atau disebut juga dengan petai Cina,
atau petai selong adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae, polong-
Indonesia, lamtoro sangat tepat digunakan tanaman pelindung untuk para petani.
terjangan angin ribut. Tumbuhan ini juga bisa dipakai untuk pupuk hijau dengan
cara membenamkan daun pangkasnya menjadi pupuk dalam tanah (Arifin, 2010).
Sp.) sebagai tanaman sela, mahoni (Swietenia mahagoni) sebagai tanaman tepi,
dan secang (Caesalpinia sapan) sebagai tanaman pagar. Tanaman tepi yaitu
mampu mengkonversi CO2 menjadi oksigen sehingga udara sekitar pohon terasa
segar. Mahoni dapat dipanen setelah usia 10 tahun, dengan kualitas kayu yang
baik untuk digunakan peralatan rumah tangga atau bangunan. Selain tanaman
menanam mahoni sebagai tanaman tepi. Mahoni memiliki sifat yang tahan di
tanah yang gersang sekalipun dapat tumbuh dibawah ketinggian 1.500m dpl,
72
dengan suhu dingin dan panas (Siringoringo, 2000), dan sangat cocok dengan
Tanaman pengisi yaitu kesambi (Schleichera oleosa) adalah pohon yang bisa
kayu kesambi dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit serta kayu kesambi
sangat kuat dan keras. Batang kesambi bisa tumbuh setinggi 15-40 meter, dengan
pengisi (sekat bakar) dalam hutan jati. Kayu kesambi mempunyai struktur padat,
rapat, kusut sangat keras dan lebih berat dari kayu besi. Daun kesambi berkhasiat
sebagai obat eksem, obat kudis, obat koreng dan obat radang telinga. Buah dari
(Suita, 2012).
Tata waktu pembuatan hutan tanaman sesuai dengan Tabel 14 diawali dengan
penerimaan surat tanam dari KPH ke mandor, penentuan lokasi dan batas petak,
lalu pembagian andil (pembagian kerja) terdapat dalam waktu bulan pertama.
Perhutani). Kegiatan pembersihan lahan diadakan dibulan ke-4 dan 5 dan pada 2
bulan selanjutnya diisi oleh kegiatan pengolahan tanah dimana 1 bulannya untuk
pemasangan ajir. Pengolahan tanah dilakukan agar tanaman pokok, pengisi, pagar
dan tepi dapat tumbuh secara maksimal, serta pembuatan ajir untuk membuat
tanda antar petak. Bulan ke 9-10 dilakukan pemasangan ajir diarea yang sudah
dilakukan pada bulan ke 10, karena pupuk yang berikan harus bersifat cair maka
tanaman tepi (mahoni), pagar (secang) dan pengisi (kesambi), lalu di bulan ke 11-
Evaluasi tumpang sari pada tanaman pokok jati dibagi menjadi kondisi kesehatan
pohon dan keterangan terbakar/ tidak. Kondisi di lapangan yang sebenarnya, pada
tegakan tanaman pokok jati, tumpang sari kondisinya sangat tidak baik
pohon terbanyak berdasarkan Gambar 27 ialah 51% batang terdapat sayatan dan
tanaman pokok 12-13cm dan dominansi tinggi 13cm pada 75 tanaman pokok jati.
3.5.6.1. Simpulan
3.5.6.2. Saran
agar hasil dapat maksimal, tidak merugi diakibatkan banyaknya tanaman pagar
Arifin, 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah dan Berbagai Penggunaan Lahan dalam
Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA.
Vol. 12, No. 2, ISSN : 1411-2817.
Mando, La Ode A.S. 2015. Potensi Hutan Tanaman Jati Dalam Perencanaan
Pembangunan Wilayah Kabupaten Muna. Jurnal Ecogreen. 1(1):65-78.
3.5.8. Lampiran
3.6.1. Tujuan
b. Mahasiswa dapat membuat petak ukur penjarangan pada suatu petak yang
dalam petak yang diwakili oleh petak ukur penjarangan serta menaksir hasil
hasil penjarangan dan biaya penjarangan berdasar standar biaya yang ada
c. Tabel volume tegakan jati WvW 1932, tarif ferguson, tarif lokal volume
penjarangan
d. Alat-alat inventarisasi hutan (kompas, tali, pengukur tinggi, tally sheet dan
lain-lain)
3.6.3. Pelaksanaan
a. Memilih salah satu petak yang termasuk direncanakan untuk dijarangi tahun ini
78
c. Melakukan analisis pada catatan petak ukur penjarangan, berupa jumlah pohon
e. Menghitung taksiran hasil penjarangan dlam blok dan anak petak yang akan
dijarangi
yang dijarangi
3.6.4. Hasil
PCP No : 4
Pt No : 101 a
T :18
U : 25 NPCP : 266
P : 18 Nn : 78
Bon : 3 nM : 0
79
Jarak
Kondisi
No ke Hama-
Kelilin Azimut
poho pohon penyaki Keterangan lain
g (cm) h TBBC Benal Alu Permukaa
n tenga Batang Cacat t
(m) u r n
h
1 74 319 8 silinder 3.8 v Kasar Ada ada Terbakar, growong
2 90 314 17 silinder 2.7 v v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
3 65 114 13 silinder 3 v Kasar Ada ada Batang tidak lurus
Akar keluar dari
4 53 96 11 silinder 4.3 v Kasar Ada ada
permukaan
Akar keluar dari
5 68 157 6.3 silinder 5 v Kasar Ada ada
permukaan
Akar keluar dari
6 63 100 10 silinder 3.8 v Kasar Ada ada
permukaan
7 59 31 7 silinder 2.5 v Kasar Ada ada Terbakar,
Akar keluar dari
8 57 198 5 silinder 4 v Kasar Ada ada
permukaan
9 56 102 5.2 silinder 3.5 v Kasar Ada ada Terdapat perubahan warna
10 62 149 7 silinder 6 v Kasar Ada ada Kulit batang mengelupas
Akar keluar dari
11 68 120 17 silinder 5 v Kasar Ada ada
permukaan
12 62 276 12 silinder 5.3 v Kasar Ada ada Terbakar
simpodia
13 64 182 15 3 v Kasar Ada ada Terdapat sarang Rayap
l
80
Jarak
Kondisi
No ke Hama-
Kelilin Azimut
poho pohon penyaki Keterangan lain
g (cm) h TBBC Benal Alu Permukaa
n tenga Batang Cacat t
(m) u r n
h
simpodia
14 46 146 13 2.4 v Kasar Ada ada Terdapat Tunas Air
l
Akar keluar dari
15 79 275 10 silinder 6 v Kasar Ada ada
permukaan
16 79 291 7 silinder 2.3 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
Terdapat telur penggerek
17 68 280 16 silinder 3 v Kasar Ada ada
batang
Akar keluar dari
18 60 172 12 silinder 2.2 v Kasar Ada ada
permukaan
19 77 285 15 silinder 2.5 v Kasar Ada ada Batang berlekuk
20 55 216 11 silinder 2.8 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
simpodia
21 59 360 15 2.7 v Kasar Ada ada Terbakar
l
22 74 328 12 silinder 2.2 v Kasar Ada ada Terbakar
simpodia
23 39 209 13 3 v Kasar Ada ada Terbakar
l
24 64 319 8 silinder 3 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
25 54 55 4.5 silinder 6 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
26 52 101 2.3 silinder 6 v Kasar Ada ada Kulit mengelupas
81
Kondisi
No Keliling Hama-
TBBC Keterangan lain
pohon (cm) Batang Benalu Alur Permukaan Cacat penyakit
(m)
1 23 simpodial 2 tidak ada ada kasar ada tidak ada Batang tidak lurus
2 42 silinder 3 tidak ada ada kasar ada tidak ada Kulit mengelupas
3 37 silinder 4 tidak ada ada kasar ada tidak ada Kulit mengelupas
Akar keluar dari
4
29 silinder 5 tidak ada ada kasar ada tidak ada permukaan
Akar keluar dari
5
32 silinder 3 tidak ada ada kasar ada tidak ada permukaan
82
Gambar 34. Layout Petak Coba Penjarangan yang terdapat di Petak 101.
3.6.5. Pembahasan
memberi ruang tumbuh bagi tanaman yang tersisa (Perhutani, 2001). Penjarangan
yang dilakukan pada Petak 101 memiliki tahun tanam 1994 yang berarti berumur
mencapai tingkat yang paling optimal untuk mencapai hasil yang maksimum.
persaingan antar pohon untuk mendapatkan cahaya, air, dan nutrisi menjadi tinggi
dan berakibat tanaman tumbuh lambat, dan bentuk batangnya tidak serasi (tinggi
kurus).
83
1. Pada hutan jati monokultur seumur, penjarangan dilakukan setiap 3-5 tahun
sampai pohon berumur 15 tahun. Penjarangan harus dilakukan lebih sering jika
2. Pohon yang dijarangkan (ditebang) adalah pohon yang memiliki ciri: terserang
3. Jika ditemukan jati dengan bentuk batang tidak bagus pada lahan yang kosong,
maka pohon tersebut tidak perlu dijarangi agar pohon jati tersebar merata.
ukuran tinggi pohon yang dipengaruhi oleh umur dan kesuburan tanah (bonita)
(Perhutani, 2001).
26 pohon dengan luas PCP 0,1 Ha dengan umur 25 tahun. Pohon peninggi
faktor penyebabnya yaitu jarak antar satu pohon dengan pohon lainnya sudah
cukup renggang sehingga ruang tumbuh setiap individu jati sudah cukup luas..
84
3.6.6.1. Simpulan
2. Petak ukur PCP yang dibuat berbentuk lingkaran dengan jari-jari 17,83 m, pada
penjarangan
3.6.6.2. Saran
3.6.8. Lampiran
3.7.1. Tujuan
4. Mengevaluasi intensitas kerusakan dan luas serangan oleh hama atau penyakit
vegetasi disekitarnya.
8. Mengevaluasi dampak pembibrikan hutan pada kondisi fisik tanah, jenis serta
pembibrikan.
3.7.3. Pelaksanaan
a. Membuat PU 20 m x 20 m
b. Amati dan lakukan pengukuran pada pohon dan benalu di petak ukur sesuai
e. Dokumentasikan
pengamatan benalu
b. Amati dan deskripsikan gejala pada tiap pohon dengan cara melihat perubahan
fisik misalnya daun berlubang, luka terbuka dll lalu kelompokkan berdasarkan
d. Dokumentasikan
Kegiatan 3 : Penggembalaan
c. Amati dan lakukan pengukuran pada petak ukur sesuai parameter yang ada
pada tallysheet
d. Dokumentasikan
Kegiatan 4 : Pembibrikan
c. Amati dan lakukan pengukuran pada petak ukur sesuai parameter yang ada
pada tallysheet
d. Dokumentasikan
Kegiatan 5 : Kebakaran
c. Amati dan lakukan pengukuran pada petak ukur sesuai parameter yang ada
pada tallysheet
d. Buat layout
e. Dokumentasikan
89
3.7.4. Hasil
PE NYE BA B K E RUSA K A N PA DA PO HO N
RERATA BIOTIK ABIOTIK ANTHROPOCENTIK
63
48
47
29
28
16
13
9
7
KELAS UMUR M U D A SEDANG TUA
100.00
RERATA
70.83
67.77
29.23
16.46
10.42
Gambar 39. Intensitas Benalu dan Luas Serangan pada KU Muda, Sedang dan
Tua
RE RATA JUMLA H BE NA LU
BE RDA SA RK A N ST RATA STRATA
0.885
0.330
RERATA
ATAS BAWAH
RE RATA JUMLA H BE NA LU
BE RDA SA RK A N LO K A SI
LOKASI
0.392
0.306
0.268
0.249
RERATA
RE RATA BE NA LU BE RDA SA RK A N T I A P
3.688
KU
1.250
RERATA
1.039
0.379
0.216
0.111
KELAS UMUR
STRATA ATAS STRATA BAWAH
33.98277419
PERSENTASE
18.06774194
0 0
TERBAKAR KONTROL
26
KONDISI TEGAKAN
PENGGEMBALAAN
25.80
13.88
12.12 12.62
11.58
11.443 11.21
10.74
4.53
2.75
0 0 0 0 0 0
3.7.5. Pembahasan
Petak Ukur 40 x 40m searah dengan arah utara dan dibagi menjadi 4 quadran.
dijumpai pada strata atas dengan rerata 0,885 sedangkan rerata jumlah benalu
pada strata bawah adalah 0,33. Menurut Muttaqin (2016) preferensi benalu terkait
semai benalu ditemui pada cabang/ranting yang awalnya menempati bagian atas
tajuk pohon yang banyak ditemui kotoran burung yang mengandung biji benalu.
Berdasarkan data kompilasi pada Gambar 39, pengamatan benalu didapat nilai
93
dan KU Tua 70,83%. Luas serangan benalu KU Muda 67,77%, 15,55% pada KU
sedang dan 100% pada KU Tua. KU Tua ditemukan paling banyak benalu
Didalam petak ukur yang sama dengan pengamatan benalu dilakukan pengamatan
kerusakan yang terdapat di beberapa titik pohon diantara dibagian akar pohon,
bagian pangkal pohon, bagian ½ DBH, bagian DBH, bagian ½ TBBC (Tinggi
bebas cabang), bagian TBBC, bagian cabang dan bagian pucuk. Hadi et al.,,
serangan fungi dan tumbuhan tingkat tinggi lainnya. Serangan hama & penyakit
luka terbakar, luka terbuka, penggerek, perubahan warna pada daun, rayap, semut,
tunas air, ulat, cabang mati, cabang mati, cabang patah dan daun berlubang.
disebabkan faktor abiotik (63%) dan biotik (48%). Faktor abiotik yang dimaksud
matahari), gejala yang ditimbulkan ialah terdapat tunas air, daun menguning serta
94
batang tidak lurus. Faktor biotik adalah faktor yang disebabkan oleh organisme
penganggu misal hama, gejala faktor biotik ialah adanya daun berlubang, batang
berlubang, serta terdapat hama dibalik daun jati. Penyebab kerusakan tertinggi
pada KU muda ialah faktor anthropcentrik, ialah faktor yang disebabkan karena
aktifitas manusia misal erdapat luka bacok di batang dan terdapat luka akibat
pruning. Perbedaan penyebab kerusakan pada pohon yang berbeda beda sesuai
dengan pernyataan Hidayat (2014) bahwa serangan hama dan penyakit sewaktu-
contoh adalah kelembaban udara dan curah hujan, dan sistem tanam monokultur
penunjukkan lahan yang sudah terkonversi setelah itu dilakukan tracking GPS
untuk mengetahui luasan lahan yang sudah terjadi pembibrikan, dan didapat luas
pembibrikan lahan 1.60Ha. Tanaman pokok (Jati) yang berada di sekitar lokasi
disekitarnya.
berdekatan dengan pemukiman, dari lokasi sudah terlihat jelas bahwa dekat
kehidupan masyarakat sekitar hutan tidak lepas dari ternak dan penggembalaan.
terikat, bebas dan terkontrol. Lokasi terikat ialah lokasi yang sudah pasti terjadi
penggembalaan, lokasi bebas ialah lokasi yang tidak pasti akan terjadinya
penggembalaan, sedangkan lokasi control ialah lokasi yag tidak ada terjadinya
yaitu rerata tinggi, rerata DBH, luas cacat kulit, dan luas cacat kayu. Setelah
melakukan pengolahan data, dapat terlihat luas cacat kulit terbesar terdapat pada
lokasi bebas yang disebabkan karena lokasi tersebut ternak dilepaskan untuk
luas cacat kayu terlihat di lokasi terikat memiliki nilai terbesar sebesar 4,53%
yang disebabkan karena pada lokasi tersebut terdapat ternak namun tidak
pada lokasi yang sama sampai merusak bagian kayu. Diantara 3 lokasi tersebut
pada lokasi terkontrol tidak terdapat apapun dikarenakan pada lokasi tersebut
Sila & Nuraini (2009) bahwa penggembalaan liar dimungkinkan oleh kurangnya
tegal pekarangan petani yang dapat dipakai ternak sebagai tempat penggembalaan
96
yang mampu menampung pertumbuhan jumlah ternak. Hutan jati merupakan satu-
satunya pilihan, selain karena tersedianya rerumputan liar sebagai hasil dan
gugurnya daun jati dan pemanenan kayu jati juga karna dengan cara ini relative
lokasi yaitu lokasi bebas dan kontrol. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu
peristiwa kebakaran, baik alami maupun oleh perbuatan manusia ditandai dengan
perjalaran api dengan bebas serta mengkonsumsi bahan bakar hutan dan lahan
menunjukkan luas tinggi kebakaran memiliki nilai 33,98% (Gambar 43) dengan
rerata luas areal sebesar 18,06 Ha dan kebarakan yang terjadi termasuk kebakaran
berjenis Imperata cylindrica atau yang biasa kita kenal dengan alang-alang
dengan persentase sebesar 43%. Kebakaran hutan disebabkan oleh dua faktor
utama, yaitu faktor alam dan faktor buatan (manusia). Secara alami, faktor alam
yang menyebabkan kebakaran adalah saling bberkaitan antara iklim, tipe vegetasi,
dan bahan-bahan sisa vegetasi. Menurut Darwo (2009) sumber api umunya
berasal dari kejadian alam, seperti petir dan letusan berapi, kekeringan, suhu
97
faktor tersebut, upaya awal dalam kegiatan pencegahan akan dapat dilakukan
sedini mungkin.
3.7.6.1. Simpulan
Muda..
2. Pola sebaran benalu didominasi pada strata atas pohon jati dan terbesar
berada di KU Tua dengan rerata jumlah benalu 0,885), dan dari lokasi
LS=77,64% dan terdapat luka terbuka pada batang dengan IK= 39,62%,
LS=68,54%.
98
dan manusia, kebakaran hutan akan berdampak pada kondisi pohon pada
tegakan.
6. Dampak kebakaran hutan pada jati didapat rerata tinggi terbakar ialah
7. Luas areal yang terjadi pembimbrikan ialah 1,60 Ha, dengan jumlah pohon
8. Dampak pembibrikan lahan hutan dapat merubah fungsi dan kondisi tanag
sebagai penyimpan air, jika tidak ada pohon makan tidak adanya pengikat
air kemungkinan besar atau terjadi erosi, serta pertama yang harus ditanam
3.7.6.2. Saran
Pengamatan hama dan penyakit diperlukan ketelitian gejala dan tanda serangan.
Pengamatan benalu diperlukan ketelitian dalam arah serangan dan sebaran
serangan. Pengamatan pembibrikan lahan diperlukan ketelitian dalam tracking
GPS dan kondisi kerusakan. Pengamatan penggembalaan harus diperhatikan
dalam kerusakan kulit dan kayu yang terkena serangan.
Hidayat, R. 2014. Hama Pada Tegakan Jati (Tectona grandis) di Desa Talaga
Kecamatan Dampelas Kabupaten Donggala. Jurnal Warta Rimba. Vol2
Nomor 1 Hal 121-122
Muttaqin, Z. 2016. Karakter Biologi Benalu Pada Jati di Kebun Benih Klonal
(KBK) Padangan Perum Perhutani. Skripsi. Intitus Pertanian Bogor. Bogor.
3.7.8. Lampiran
3.8.1. Tujuan
mengungkap secara rinci dan jelas pelaksanaan tebangan, sejak dari aspek
secara mekanis.
3.8.3. Pelaksanaan
b. Kunjungilah petak tebangan dan amati kegiatan tebangan yang ada mulai dari
koreksi penenbangan
Volume Lokal
g. Lakukan analisis terhadap data-data dan perhitungan yang telah anda peroleh
3.8.4. Hasil
0.761
0.408
0.395
0.369
0.236
0.4367
0.4085
0.1302
V (m3)
1.2
1 y = 1E-07x3.373
R² = 0.7751
0.8
Axis Title
0.6
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100 120 V (m3)
3.8.5. Pembahasan
(Mujetahid, 2010). Praktikum pemanenan hasil hutan ini dilaksanakan pada lahan
perhutani yang berada di petak 20 RPH Sigih, KPH Randublatung yang terdiri
dari 9 blok. Kegiatan pemanenan hasil hutan berupa kayu dilakukan dengan
mengaati elemen kerja, alat perlindungan diri dan menghitung volume dari
sortimen kayu. Hal-hal yang diperlukan untuk pemanenan hasil utan diantaranya
ialah Alat Perlindungan Diri (APD) sangatlah penting bagi penggergajian sebelum
diikuti haruslah dapat melindungi kepala, mata, wajah, tangan, dan kaki dari
bahaya saat melakukan proyek atau aktifitas kerja. Namun yang dilakukan
sarung tangan, dan sepatu. APD operator penebangan tidak sesuai SOP yang
dimana dalam SOP tersebut mencakup APD yang harus dikenakan oleh operator
dengan cara manual, semi mekanis dan mekanis dengan peralatan yang
social dengan tujuan untuk mengoptimalkan nilai hutan, namun pada kegiatan ini
Penebangan dilakukan pada bulan januari hingga terakhir penebangan pada bulan
September. Dengan hasil penebangan didapatkan data identitas pohon No. 3063
dan pohon No. 3031, dilakukan pembagian batang sesuai dengan diameter seperti
A1, A2 dan A3. Pembagian batang dilakukan dengan mencari batang yang lurus
dan berdiameter yang sama. Diamter pohon nomor 3063 ialah 20,7 cm yang
tergolong sortimen A2, dan pohon nomor 3031 memiliki diameter 15,9cm
menjadi sortimen A2 dan A1, dan dihitung volume pohon rebah lalu dilanjutkan
rebah no.3063 (Gambar 51) yaitu 0,761m3 ini dikarenakan mandor sudah
memiliki Buku Taksasi bernama DK304, dimana di DK304 ini sudah mencakup
Elemen kerja merupakan bagian nyata dari suatu pekerjaan yang diperinci demi
bertujuan mengetahui penggunaan waktu pada setiap elemen kerja yang berlebih
dan dapat dikurangi atau penggunaan waktu yang sedikit dapat ditambahkan.
pada kegiatan penebangan untuk melakukan satu siklus penebangan ialah 7,16
Pengamatan waktu penebangan dilakukan pada 2 pohon dengan omor 3063 dan
diturunkan maksimal 6 armada, simana satu armada terdiri dari 6-8 orang/ petak.
ada pada perhutani ini adalah borongan per m3 dengan jumlah pembayaran
sebesar Rp.21.000,- / m3 dengan efektif kerja sekitar 25 hari dalam 1 bulan. Pada
masing volume tidak memiliki perbandingan yang cukup besar namun diantara ke
3.8.6.1. Simpulan
1. Pelaksanaan tebangan yang ada pada perhutani yang berada di petak 20,
penebangan dan juga memiliki fungsi dari hasil yang berbeda tergantung
faktornya.
3.8.6.2 Saran
Saran pada praktikum pemanenan hasil hutan ini adalah agar alat yang digunakan
lebih layak agar pada saat dilakukan kegiatan penebangan lebih dapat
menghasilkan log yang bagus dan dapat mengefesiensikan waktu dengan baik dan
diupayakan para pekerja agar dapat memakai APD yang sesuai SOP untuk
Yuniawati. 2007. Penggunaan Jumlah Chainsaw Yang Tepat Dan Efesien Pada
Penebangan : Studi Kasus Di Satu Perusahaan Hutan Di Kalimantan Timur.
Jurnal Rimba Kalimantan. 12(1) :12-66. Kalimantan
3.8.8. Lampiran
3.9.1. Tujuan
Alat yang digunakan dalam praktikum pembukaan wilayah hutan adalah kertas
kalkir, kertas millimeter block, tallysheet, buku/alat tulis serta peta BKPH Getas
3.8.3. Pelaksanaan
1. Menyiapkan alat-alat dan bahan berupa peta getas dengan skala sebesar
3. Menggambar peta dengan daerah petak mulai dari 82-89, 151-167 dengan
4. Menghitung jarak sarad yang ada di peta dan mengitung persentasi ORD dan
RD
3.8.4. Hasil
6 Lebar berm (kiri dan Ada, Ada, Ada, Ada, Ada, Ada,
kanan) 1.5 m 1.2 m 1.3 m 1.3 m 1.2 m 1.3 m
7 Side Drain (kiri dan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
kanan)
8 Kondisi side drain * - - - - - -
Jarak Azimuth JL BT
No Segmen Lapangan (⁰) Healing JD BT Peta Peta
1 T0 5 182 2 4.997 5 0.17 0.25 0.02
2 T1-T2 5 195 3 4.830 10 1.29 0.25 0.13
3 T2-T3 5 205 2 4.532 15 2.11 0.25 0.21
4 T3-T4 5 213 3 4.193 20 2.72 0.25 0.27
5 T4-T5 5 220 2 3.830 25 3.21 0.25 0.32
6 T5-T6 5 222 2 3.716 30 3.35 0.25 0.33
7 T6-T7 20 228 2 13.383 50 14.86 1 1.49
8 T7-T8 20 233 3 12.036 70 15.97 1 1.60
9 T8-T9 20 233 2 12.036 90 15.97 1 1.60
10 T9-T10 20 235 5 11.472 110 16.38 1 1.64
11 T10-T11 20 233 6 12.036 130 15.97 1 1.60
12 T11-T12 10 233 3 6.018 140 7.99 0.5 0.80
Jarak Azimuth JL BT
No Segmen Lapangan (⁰) Healing JD BT Peta Peta
13 T12-T13 5 231 1 3.147 145 3.89 0.25 0.39
113
Jarak Azimuth JL BT
No Segmen Healing JD BT
Lapangan (⁰) Peta Peta
55 T54-T55 20 291 3 7.167 715 18.67 1 1.87
56 T55-T56 20 291 4 7.167 735 18.67 1 1.87
57 T56-T57 20 291 4 7.167 755 18.67 1 1.87
58 T57-T58 20 291 10 7.167 775 18.67 1 1.87
59 T58-T59 20 290 3 6.840 795 18.79 1 1.88
60 T59-T60 5 284 2 1.210 800 4.85 0.25 0.49
61 T60-T61 5 279 3 0.782 805 4.94 0.25 0.49
62 T61-T62 5 277 3 0.609 810 4.96 0.25 0.50
63 T62-T63 5 270 1 0.000 815 5.00 0.25 0.50
64 T63-T64 20 265 -4 1.743 835 19.92 1 1.99
65 T64-T65 20 265 -4 1.743 855 19.92 1 1.99
66 T65-T66 20 265 -3 1.743 875 19.92 1 1.99
67 T66-T67 20 266 2 1.395 895 19.95 1 2.00
68 T67-T68 20 266 0 1.395 915 19.95 1 2.00
69 T68-T69 20 266 -3 1.395 935 19.95 1 2.00
70 T69-T70 20 265 -3 1.743 955 19.92 1 1.99
71 T70-T71 20 262 -3 2.783 975 19.81 1 1.98
72 T71-T72 20 266 -4 1.395 995 19.95 1 2.00
Azimuth (⁰)
400
300
200
Azimuth (⁰)
100
0
0 500 1000 1500
Healing
15
10
5
Healing
0
-5 0 500 1000 1500
-10
Keterangan Keterangan
No Keadaan Lokasi Gorong- Keadaan Lokasi Gorong-
gorong 1 gorong 2
1 Kesesuaian letak Strategis Kesesuaian letak Strategis
2 Kerawanan lokasi Tidak ada Kerawanan lokasi Tidak ada
3 Lebar parit 3m Lebar parit 2,7 m
4 Debit 0 Debit 0
5 Vegetasi Tidak ada Vegetasi Ada (liana)
3.8.5. Pembahasan
Pembukaan wilayah hutan dalam kegiatan kehutanan adalah semua aktivitas atau
kegiatan yang ditunjukkan untuk pengelolaan hutan dan transportasi hasil hutan
keluar dari areal hutan, yang disertai pula usaha-usaha untuk mengurangi atau
Jalan hutan adalah jalan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut hasil hutan
ketempat pengumpula hasil hutan. Jalan induk adalah jalan yang digunakan 5-20
119
tahun secara terus menerus. Jalan cabang adalah jalan hutan yang dapat
digunakan untuk penyaradan kayu bulat (log) selama satu tahun secara terus
menerus (Muhdi, 2002). Praktek ini dilakukan pengamatan pada BKPH Getas
dengan mengamati sarana dan prasarana yang ada. Mengevaluasi jalan dan
Dalam evaluasi jaringan jalan diamati optimalisasi jaringan jalan serta kondisi
pengamatan pada kondisi jalan berupa spesifikasi jalan, profil jalan dan radius
berupa batuan dengan tebal perkerasan 6,8 cm. Sepanjang jalan pengamatan
terdapat side slope dan batter slope dengan batas jarak sebesar 200 m, kemudian
400 m hingga 1000 m atau 1 km. Pada titik pertama memiliki batter slope sebesar
-50, titik kedua memiliki side slope sebesar 40, titik ketiga memiliki batter slope
sebesar -1, titik keempat memiliki side slope sebesar 20, titik kelima sebesar 00
pada side slopenya dan titik yang terakhir memiliki side slope sebesar 1. Pada
karena pada kondisi jalan yang tidak lurus jarak lapangannya harus maksimal 5 m,
Pengamatan evaluasi jaringan jalan untukk mendapatkan data kondsi aktual (RD,
RS, MSD), optimasi jaringan jalan (ORD, ORS dan OSD), dan persen pembukaan
wilayah hutan (E%) dengan metode sabuk imajiner dan metode jarak sarad
terpendek rata-rata. Metode sabuk imajiner diawali dengan menjiplak peta petak
120
85-89 dan 149-165 di kertas kalkir dan milimeter block. Peta yang sudah dijiplak
diberi penomoran petak dan dibuat sabuk imajiner seperti Gambar 64. Setelah itu
menentukan nilai RS dari jumlah kotak yang terarsir didalam sabuk imajiner, dan
didapatkan nilai ORD 15,921 m/hm dan nilai PSD 0,251. Sedangkan nilai RD
ialah 10,51 m/hm yang didapat dari nilai kondisi aktual. Nilai ORD < RD dengan
berbeda. Bagian yang diamati adalah inlet dan outletnya, inlet gorong-gorong
terluaar dari inlet yang terdampak pada Gambar 67. Pada gorong-gorong pertama
kondisinya kurang baik pada bagian inletnya disebabkan retakan pada bagian
baik dikarenakan tidak ditemukannya air serta banyaknya sampah yang menutupi
bagian outlet yang nantinya bisa mengakibatkan tersumbatnya aliran airnya. Pada
121
pengamatan jembatan ditemukan kondisi pondasi yang sudah rusak dan retak serta
alira sungai yang tidak mengalir dengan lancer karena banyaknya sampah
didalamnya dengan lebar sungai sebesar 5 m, selain itu kondisi tanah disekitar
sungai kering dan terlihat kekurangan bahan organik untuk tanaman yang ada di
daerah tersebut. Sampah yang ada di sungai nantinya bisa mengakibatkan sarang
penyakit.
3.9.6.1. Simpulan
3. Didapatkan hasil ORD < RD dengan itu tidak perlu dilakukan penambahan
jalan
3.9.6.2. Saran
Kondisi jembatan yang sudah mulai rusak perlu dilakukan perbaikan serta
sampah .
122
3.9.8. Lampiran
3.10.1. Tujuan
potensi produksi sumber daya hutan yang akan ditampung dan efisiensi
angkutannya.
penerimaan kayu, mulai dan gerbang TPK hingga pengambilan kayu oleh
termasuk status TPK dibanding TPK lainnya, baik aspek personal maupun
administrasi kayu yang merupakan bagian dari Urusan Tata Usaha Hasil Hutan
Alat dan bahan yang di perlukan dalam pengmatan ini adalah sebagai berikut.
3.10.3. Pelaksanaan
1. Mengunjungi TPK terdekat dan perhatikan situasi TPK dan keadaan disekitar
3. Mengikuti aliran kayu yang masuk ke TPK mulai gerbang TPK hingga kayu
5. Mempelajari sistem pengujian kayu dan ikuti secara cermat aplikasi pengujian
kayu.
125
9. Membuat layout TPK dan bagan alir kayu mulai dari petak tebangan sampai
3.10.4. Hasil
Sortimen
No No Bln Panjang Vol Macam
No Diameter Mutu Status
kapling kayu tebang (cm) (m3) cacat
du dp jenis
bulan x
71109 - 10 11 Jati 140 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 110 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 140 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 12 Jati 110 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 180 0.02 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 12 Jati 120 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 140 0.01 - Badan
7 (IV)
A1
bulan x
71109 - 10 12 Jati 160 0.02 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 40 0.00 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 90 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 190 0.02 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 110 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 12 Jati 180 0.02 - Badan
7 (IV)
127
bulan x
71109 - 10 11 Jati 130 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan x
71109 - 10 11 Jati 140 0.01 - Badan
7 (IV)
bulan T
20450 - 29 30 Jati 190 0.13 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 28 Jati 70 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 24 25 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 131 0.07 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 25 26 Jati 70 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 25 27 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 21 22 Jati 90 0.03 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 29 30 Jati 60 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
A2 20450 - 23 24 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 22 24 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 28 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 22 24 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 25 26 Jati 70 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 70 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 24 25 Jati 90 0.04 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 24 26 Jati 60 0.03 H Badan
8 (III)
bulan T
20450 - 26 27 Jati 90 0.05 H Badan
8 (III)
933- bulan T
A3 260159 67 68 Jati 193 0.691 H Badan
4 7 (III)
128
3.10.5. Pembahasan
Tempat Penimbunan Kayu disebut TPK adalah tempat milik pemegang izin yang
berfungsi menimbun kayu bulat dari beberapa TPn, yang lokasinya berada dalam
dengan tugas-tugas:
1. Penerimaan dan penempatan kayu pada blok-blok yang telah ada dalam TPK.
kualitasnya.
3. Penyusunan kapling kayu yang akan ditawarkan, sesuai dengan minat calon
pembeli.
lainnya.
6. Secara berkala melakukan stock opname kayu baik secara fisik maupun
kayu log jati disertai kayu hutan lainnya. TPK Randublatung memiliki luas 10,8
ha, TPK ini memiliki daya tampung untuk 12000 pohon. Penghasilan dari TPK ini
sudah mencapai 99% dengan jumlah pendapatan 144 miliyar rupiah. Untuk TPK
Randublatung I menampung jenis pohon Sengon, Jati, Mahoni dan Sono Keling.
Saat ini produksi sudah mencapai 11.000 m3 /hari terdapat 1500 kayu, ada
129
beberapa kayu yang telah memiliki kode barcode yang berisi data panjang, lebar,
dan volume. Kode barcode baru diterapkan tahun ini, dan dikhususkan pada
TPK Randublatung berkapasitas 15.000 m3. TPK ini tidak hanya menampung
kayu hasil tebangan namun juga menampung kayu bencana, kayu titipan dan kayu
sitaan. Ada 3 KPH pemasok yaitu Blora, Randublatung dan Cepu. TPK
angkutan). Administrasi paling penting adalah log. Setelah log kayu diterima
aksesibilitas, terjangkau dalam segala hal, dekat kereta api dan berada di tengah-
dalam pengamana kayu, beberapa syarat untuk kayu masuk perlu adanya
atau kualitas (garde) sesuai tinggi rendahnya nilai kayu tersebut untuk pemakaian
kegiatan dalam rangka menetapkan panjang, diameter bontos dan isis kayu yang
diukur panjang, diameter, dan volume. Pada praktikum ini diambil satu
contoh pohon, dan didapatkan hasil panjang pohon: 230 cm, diameter: 61cm,
dan volume: 0,66. Dengan nomor kayu 933 dan nomor tebangan 3.
Sifat fisik kayu merupakan salah satu sifat dasar kayu yang dijadikan patokan
dalam menilai mutu kayu (Lukmandaru et al.,, 2018). Mutu kayu yaitu
pengolongan kayu secara visual terkait dengan kualitas muka kayu, seperi : cacat
kayu, kelurusan batang dan volume kayu (Khairil, 2017). Dalam menentukan
mutu kayu kita dapat melihat matrik persyaratan mutu kayu bulat pada buku
a. U : Utama
b. P : Pertama
c. D : Kedua
d. M : Keempat
e. L : Kelima
Kelas mutu diberikan tanda pada masing-masing log kayu, dengan tanda mutu
. :1
.. :2
- :3
131
+ :4
++ :5
4. Status kayu
Hara yaitu digunakan untuk kayu pertukangan seperti meuble dan kusen . Veneer
kayu yaitu lembaran kayu yang kerap menjadi pilihan sebagai material finishing
baik untuk perabot ataupun material mentah seperti papan kayu lapis ataupun
lebih rata (Asmunriyan, 2015) dan Kayu berstatus Industri untuk bahan baku
pembuatan meubel dan kusen maupun flooring. Kayu log juga diberikan
A3 : dengan diameter 30 up
3.10.6.1. Simpulan
2. Proses aliran penerimaan kayu pertama adalah menghitung sortimen kayu A1,
3. Pengujian kayu dengan sistem kapling ditentukan dari sortimen kayu dan
TPK ini termasuk TPK terbesar pengelolaan kayu jati sehingga termasuk
kelas B, dan administrasi cukup baik dengan mencatat semua yang masuk dan
keluar TPK.
3.10.6.2. Saran
Pada TPK Randublatung diperlukan penambahan pekerja karena lokasi yang luas
dan dan permintaan barang masuk dan keluar yang selalu ada setiap hari agar
lebih efesien.
Khairal. 2017. Klasifikasi Kode Mutu Kayu Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal
Inersi A. 13(1) : Mei 2017
Puluhulawa, I. 2018. Pengaruh Posisi, Jumlah Layer Dan Mutu Kayu Terhada
Balok Laminasi Kayu Mahang Dan Kayu Meranti. Jurnal Gradasi Teknik
Sipil. 2 (1) : 52-61
3.10.8. Lampiran
Gambar 71. Pengarahan Praktikum TPK oleh Mandor dan Dosen Pebimbing
Lapangan
135
3.11.1. Tujuan
3.11.3. Pelaksanaan
sungai secara keseluruhan (titik awal atau titik nol adalah tepi sungai).
c. Catat semua pohon (nama daerah dan atau nama ilmiah, tinggi total, tebal
d. Gambar posisi pohon dan sapihan di dalam petak, proyeksi horizontal dan
proyeksi vertikalnya.
2. Analisis vegetasi
c. Pada jalur tersebut buatlah 5 buah petak ganda dengan jarak antar petak
50 m.
tumbuhan untuk fase pohon, fase tiang atau poles, fase sapihan atau
pada tingkat pohon, tiang, sapihan serta semai dan tumbuhan bawah.
139
keanekaragaman.
lapisan seresah, lapisan organik (lapisan O), lapisan A dan lapisan B pada
ke empat sisi profil tanah (utara, timur, selatan dan barat), kemudian
parameter:
2) Debit air
apung.
3) Debit minimum
Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran debit air di
4) Debit maksimum
Pengukuran dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran debit air di
5) Keberadaan air
Pengamatan keberadaan air dilakukan pada air permukaan (sungai) dan air tanah
(sumur) secara kualitatif. Kolom keterangan pada tabel bisa diisi dengan :
3.11.4. Hasil
STRUKTUR VEGETASI
% PENUTUPAN
JUMLAH STRATA TAJUK N/HA
TAJUK
6.25 1 21
16.3 1.0 105.0
7.9 1.0 209.0
10.6 1.0 63
0.0 0.0 0.0
0.00 0.0 0.0
7.29 1.0 63.0
28.54167 1.0 146
9.17 1.0 167.0
7.5 1.0 125.0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
Total
0.62 69.09
7.20
142
Analisis Vegetasi
Indeks Nilai Penting Tiap Fase Pertumbuhan Indeks Diversitas
Pohon Tiang
Id Simpson Id Shannon
Jati Mangga Nangka Gluta Renghas Jati
0 131.6 168.4 - - 1 0.69
0 0 0 0 300 0 0
0 0 0 300 300 0 0.7
300.0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
300 0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
300.0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
161.54 10.12 12.96 23.08 46.15 0.08 0.11
Tabel 35. Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai
Tabel 36. Lanjutan Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan
Sungai
Variabel Erosi
93.75 6.4 23
83.75 6.0 4.0
92.1 3.8 7.3
89.375 1.9 5
100 5.7 35.0
100 0.0 35
92.7 6.2 35.0
71.46 4 -61.67
90.83 14.0 10.0
100 4.3 -4.3
100 8.0 5.0
100 1.7 12.7
100 3.47 28.3333
93.38 5.04 10.33
Tabel 37. Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Tidak ada
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Ada
tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda
tidak ada tanda tidak ada tanda tidak ada tanda ada tanda Tidak ada
Ada Tanda Tidak Ada Tidak ada Tidak Ada Tidak ada
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada Tidak ada
Tabel 39. Lanjutan Kondisi Tanah dan Lahan di Luar Sempadan Sungai
Variabel Erosi
67.71 65 8.7
80.0 61.0 3.0
68.96 70.0 -10.0
145
STRUKTUR VEGETASI
% Penutupan
Jumlah Strata Tajuk N/Ha Jumlah Jenis
Tajuk
32.29166667 1 188 4
20 1 84 3.0
31.04 1 542 7.0
5 1 42 1.0
16.7 1 42 2.0
7.50 1 0 3.0
0 0 0 2.0
13.54166667 1 63 0.0
12.08 1 146 2.0
0 0 0 1.0
12.5 1 21 3.0
0 0 0 4.0
0 0 0 2.0
146
INDEKS DIVERSITAS
% PENUTUPAN TOTAL ID SIMPSON ID SHANNON
12.5 0.369 1.344
50.0 0.5053 0.6730
100.00 0.07595 0.9006
50.0 0.0000 0.0000
60.0 0.0049 0.3
0.00 0.76913 0,58
15.0 0.3 0.59
0.0 0.0000 0.0000
15.0 0.50 0.7
6.0 0.0 0.0
50.000 0.652 1.055
2.0 1 1.4
50.0 0.4966 0.6730
31.58 0.36 2.35
Tabel 43. Keberadaan Air dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai
3.11.5. Pembahasan
Pengamatan dilakukan di Petak 13 yang berada diDesa Getas yang dimana Peta
tajuk yang diperoleh sangatlah rendah yang memiliki arti luasnya lahan terbuka.
Strata yang ditemukan hanyalah 1 strata saja yang berarti termasuk kedalam
Indeks Nilai Penting (INP) menunjukkan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta
peranannya dalam komunitas. INP tertinggi pada fase pertumbuhan adalah pohon
jati. Indeks diversitas adalah hasil dari kombinasi kekayaan dan kesamaan
sungai rerata tebal lapisan tanah yang paling tipis adalah pada horizon O, hal itu
lokasi tersebut adalah clay, dengan karakteristik porositas yang tergolong rendah.
Dengan persentase tanah yang cukup tinggi, panjang lereng yang relative pendek
dan kelerengan yang cukup curam membuat lahan tersebut sangat berpotensi
terjadinya erosi. Pada lokasi pengamatan kami tidak terdapat debit aliran air,
dikarenakan sudah lama tidak terjadi hutan dan juga air yang berasal dari ground
water sudah tidak tersedia yang disebabkan proses infiltrasi yang tidak berjalan
dengan baik. Kedalaman air tanah yang terlihat di sumur-sumur yang berada di
Pada kondisi tanah dan lahan keadaan seresah yang terdapat di dalam sempadan
sungai menempati nilai 0.90 yang menunjukkan bahwa tingkat erosi yang terjadi
tinggi. Pada lapisan tanah horizon A= 0.90 dan Horizon B=0.28, Bahan organik
menempati nilai 0, yang artinya bahan organik terbawa oleh aliran permukaan ini
dikarenakan tekstur yang ditemukan pada data primer yaitu clay, artinya kondisi
tanah clay atau disebut dengan liat merupakan tanah yang sukar menyerap air
Tetapi lama dalam menyimpan cadangan air tanah. Kegiatan pertanian intensif
jumlah strata tajuk nya 0, dan N/Ha = 0. Sedangkan pada luar sempadan vegetasi
persentase penutupan tajuk adalah 7.5%, jumlah strata tajuk nya 0, dan N/Ha = 0.
yang menunjukan bahwa lahan pada luar sempadan memiliki penutupan tajuk
sebagai daerah yang dilindungi. Indeks Diversitas juga tergolong sangat rendah
pada dalam sempadan sedangkan pada luar sempadan indeks diversitas nya
cukup tinggi. Struktur vegetasi dan analisis vegetasi persentase penutupan tajuk
pada plot pengamatan dalam sempadan adalah 0 %, jumlah strata tajuk nya 0,
tajuk adalah 7.5%, jumlah strata tajuk nya 0, dan N/Ha = 0. yang menunjukan
bahwa lahan pada luar sempadan memiliki penutupan tajuk sehingga diperlukan
penanaman pada daerah dalam sempadan yang berstatus sebagai daerah yang
dilindungi. Indeks Diversitas juga tergolong sangat rendah pada dalam sempadan
Kondisi Sungai Getas adalah pola jagung monokultur ini membuat habitat satwa
terganggu, ini telihat pada jumlah satwa yang tinggal disekitar sungai hanya 14%.
Hilangnya habitat satwa didukung juga dengan tanah kosong yang terletak di
sempadan sungai lebih rawan longsor dikarenakan tidak adanya vegetasi yang
menahan curahan air hujan dan aliran permukaan. Hidayat (2015) menyebutkan
bahwa faktor yang menyebabkan besarnya banjir diantaranya yaitu kondisi tanah,
pada tingkat yang aman dan perlu permudaan pada tegakan jati agar dapat
menjaga konservasi tanah dan air serta menjaga debit air sungai.(Rukmana,
sungai. Pembuatan Teras Bangku ialah bentuk upaya konservasi tanah dan air
dan erosi yang besar kemungkinan terjadi melalui pembangunan bangunan KTA
seperti
indica).
3.11.6.1. Simpulan
produksi ditunjukkan dengan nilai INP pada tiang, dan pohon yang lebih
bertekstur lempung dengan bahan organic yang tipis dipengaruhi oleh upaya
3.11.6.2. Saran
Saran yang ada pada praktikum ini adalah perlu dilakukannya konservasi di
sekitar sungai baik itu berupa cara vegetatif maupun mekanik agar dapat
3.11.8. Lampiran
3.12.1. Tujuan
1. Alat tulis
2. Rol meter
3. Kamera
3.12.3. Pelaksanaan
a. Sifat praktek
Praktek umum Bidang Teknologi Hasil Hutan bersifat pengenalan atau oirentasi
mahasiswa non Jurusan Teknologi Hasil Hutan dipandang sudah cukup, tetapi
bagi mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Hutan dari praktek ini diharapkan
b. Lokasi praktek
berikut.
3.12.4. Hasil
JenisMesin
Keterangan
NamaMesin Merk
Mesin Gergaji Fortune Baik
Mesin Bor Duduk West Lake Baik
Mesin Grinda Duduk Mitshubitshi Baik
Panel Listrik Baik
Las Listrik Miller Baik
Mesin Bubut Huangshan Huangshan
GENSET PGM
3.12.5. Pembahasan
merupakan salah satu pabrik yang memproduksi kayu menjadi sortimen yang
lebih kecil melalui mesin. Pabrik ini berdiri pada tahun 1943. Tujuan didirikannya
lapangan pekerjaan disekitar lokasi PGM. Pabrik ini memproduksi sortimen kayu
berdasarkan perminataan konsumen. Bahan yang digunakan yaitu kayu log yang
sesuai mutu, panjang dan diameter yang sesuai dengan pesanan. Kelas log yang
digunakan yaitu kelas ultra short dengan panjang 60-90 cm, short 100-190 cm dan
long > 200 cm. Menentukan sortimen kayu penguji menggunakan alat phiband,
meteran dan memiliki palu tok yang mempunyai kode sendiri untuk mengetahui
ditemukan cacat kayu pada sortimen A1, A2, maupun A3. Ujian tahapan
cacat kayu dengan mengujinya untuk menilai kelas kayu berdasarkan cacat berat,
kemudian dilakukan pengujian mutu dan status kayu. Mutu yang terdapat pada
kayu adalah P, D, T, M, L, KBP dan status H untuk hara dan IN untuk industri.
Cacat yang biasanya ditemukan adalah growong, pecah gelang, bercak, inger-
inger dan lengar. Kayu atau sortimen yang diamati ditemukan cacat kayu berupa
mata kayu dan brontos. Kayu memiliki barcode yang digunakan sebagai
Rp.8.000.000.000,-
Penerimaan kayu didatangkan dari Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah,
permintaan kayu yang paling popular yaitu kayu jati sesuai dengan SPK semua kayu
dapat dilakukan proses penggergajian. Dalam penerimaan bahan baku kayu log
akan dilakukan pengecekan oleh 3 mandor yaitu mandor penerima kayu, mandor
dilakukan penomeran log berdasarkan panjang, diameter dan mutu kayu. Kemudian
perorangan dilakukan minimal 1 truck atau 5 m3. Pemasaran yang dilakukan yaitu
online. Pada PGM ini terdapat 3 Gedung PGM, dimana setiap PGM nya bisa
memproduksi sortimen kayu sebesar 10 – 15 m3/hari dan waktu efektif kerja PGM
hanya 7 jam kerja. Kendala yang biasanya terjadi yaitu jika listrik mati maka
Rata-rata orderan per tahun dilakukan oleh PT.Sidu, PT.Ltp dan PT.Barto dimana
orderan yang diterima hampir 78 m3/bulan. Kayu yang biasanya digunakan yaitu
kayu log A3 dan A2 dimana diameter A2 sebesar 20-29 cm dan A3 sebesar >30 cm.
Proses pembuatan kayu log menjadi sortimen kecil atau sesuai pesanan sebagai
berikut :
2. Meletakan kayu log kemesin katrol agar pada bagian sisi-sisi kayu log dipotong
secara merata
3. Kemudian kayu log dimasukan kedalam mesin band shaw agar dapat dipotong
menentukan panjang dan lebar dan merapihkan potongan agar tidak ada cacat
3.12.6.1. Simpulan
sebagai berikut :
3. Teori yang didapatkan dengan yang ada di lapangan hampir sama hanya saja
3.12.6.2. Saran
Saran dalam praktikan ini yaitu pada saat kunjungan pabrik tidak dalam kondisi
produksi sehingga praktikan hanya memahami yang dijelaskan oleh manager pabrik
Roziqin, Romli. 2000. Pengolahan Kayu dan Pemanenan. Surya Press. Semarang.
165
3.12.8. Lampiran
SURAT ALOKASI
KONTRAK/SIP PHK III
DOKUMEN PENJUALAN
DK 318
DK 319 PIHAK III
DK 323 Transaksi pembayaran LUNAS,
Dokumen / Surat Bukti Penjualan
diserahkan ke TPK untuk
pengurusan FA-KB / FA-KO
3.13.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum industri pengelolaan non kayu adalah sebagai berikut :
Alat dan bahan yang digunakan pada praktek ini yaitu camera ,alat tulis ,perekam,
Gondorukem dan Terpentin (PGT) dan Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP) Desa
3.13.3. Pelaksanaan
3.13.4. Hasil
Pengendali uap
(steam header)
Pendingin air
Air pendingin
(condensor) (cooling tower)
Penyaringann
Dikemas / ditimbang
Dijual / kirim
General Manager
Stok uap
Pendingin Air
Pendingin
Air
Uap MKP
Hasil MKP
Disaring Kotoran
Air (Kotor)
MKP
Air pemisah
3.13.5. Pembahasan
(PGT) dan Pabrik Minyak Kayu Putih (PMKP) yang berada didesa Sukun
ini sekitar 10 KM sebelah timur kota ponorogo dan 42 KM dari kota madiun serta
220 KM dari kota Surabaya .Jarak yang cukup jauh dari keramaian atau perkotaan
terhadap pihak lain. Pengelolaan dalam industry di lakukan dengan tenaga kerja
terdiri dari 3 shift yang masing-masing terdiri dari 14 pekerja dengan jam
Kapasitas yang ditampung oleh pabrik ini sekitar 18.000 Ton/Tahun dan 6000
/bulan tetapi dalam kenyataanya PGT hanya dapat memproduksi 10.000 ton/tahun
,hal ini dikarenakan bahan baku yang tidak stabil (kurang) . Bahan yang
tinggi ,PGT mengambil bahan baku dari Aceh .Pengambilan bahan baku dari
Aceh hanya sebatas pemenuhan kebutuhan bukan sebagai mitra ,di lansir karena
biaya pengiriman yang cukup mahal akan menambah pengeluaran yang banyak .
Dalam pengolahan gondorukem dan terpentin berasal dari bahan baku jenis bahan
baku utama, berasal dari getah Pinus Merkusi yang di dapatkan dari KPH Lawu
DS, KPH Sumo dengan tambahan berupa asam oksalat dengan jumlah produksi
yang di dapatkan dalam 1 hari produksi dengan 58 liter BBM untuk memproduksi
a. Mutu A
Berwarna putih bening, tidak ada tanah/lumpur dan kotoran lain, Kandungan
b. Mutu B
Berwarna keruh samapai coklat, Ada tanah/lumpur dan kotoran lain, Kandungan
Sejarah Pabrik ini sejak tahun 1948 dimulai pengusahaan gondurukem di KPH
Lawu Ds yang teknik memasaknya yaitu dengan wajan dengan kapasitas 10 Kg,
ketel 500 Kg dengan pemasak langsung ( Kohubasi ). Pada tahun 1972 – 1974
Gondurukem merupakan residu atau sisa dari hasil destilasi getah pinus yang
berupa padatan berwarna kuning jernih sampai kuning tua. Faktor utama yang
menentukan mutu gondurukem adalah warna, titik lunak, kadar kotoran, Volatile
penyulingan getah pinus dengan kandungan utama Alpha Pinenen. Standar yang
dilakukan dipabrik ini ada dua yaitu Mutu Utama ditandai dengan Mutu A, dan
dengan warna jernih, tidak mengandung air dan kotoran, berat jenis dan bau yang
khas. Jenis produk dari hasil olahan yaitu gondorukem dan minyak terpentin yang
4. Kualitas N/L : warna ≥ no. 9, titik lunak ≥ 74°C, kadar kotoran ≤ 0,05%
Pada prinsipnya proses yang digunakan dalam pengolahan getah pinus menjadi
gondorukem dan minyak terpentin meluputi dua tahapan yaitu permunian getah dan
2. Penampungan getah
4. Pencucian
5. Pemasakan
Kegunaan gondorukem sendiri yaitu sebagai pembuatan sabun, pernis, plastic, ban,
lem tinta cetak, pelapis kertas, pelapis kaca mobil dll. Selain itu kegunaan minyak
terpentin yaitu sebagai bahan cat, minyak pelumas, parfum, farmasi, kosmetik dll.
Pemasaran hasil produksi ini di eksport ke negara- negara industri seperti Asia :
Pakistan, Korea, Jepang, Taiwan, India dll. Amerika : Amerika Serikat dan Eropa:
Perhutani Unit II KBM INK II Surabaya Pabrik Minyak Kayu Putih Sukun dimana
lokasi ini terletak kurang lebih 50 Meter dari pabrik gondorukem. Pabrik ini berdiri
pada tahun 1957 dimana hanya terdapat 6 pemasak tangki, pada tahun 1974
pemasak. Pohon yang akan diambil untuk dijadikan bahan minyak kayu putih yaitu
pohon yang berusia minimal berumur 9 bulan dengan ranting yang tidak melebihi
0.5 cm.
Pabrik ini memiliki memiliki 11 orang pegawai dan 6 orang kontrak semua berjenis
kelamin pria. Pabrik ini mampu memasak 4x dalam sehari, dimana dalam sekali
memasak pada 1 tangki dapat menampung 1.5 Ton. Mutu yang digunakan pabrik
yaitu terdapat tiga mutu yang pertama yaitu mutu utama sekitar 55 – 56, mutu
pertama < 54 dan mutu super > 65 kandungan kadar sinoil. Harga jual minyak kayu
1. Bahan yang diambil dibawa menuju pabrik dan diterima oleh mandor penerima
3. Uap air dan uap minyak yang keluar dari tangki pemasak didinginkan pada bak
4. Kemudian setelah dingin air dan minyak dikeluarkan dari pondesor karena
8. Tahap pengemasan MKP dalam derigen melalui flowmeter dengan netto 25 Kg/
jam.
177
Terdapat dampak positif dan negative dari adanya pabrik-pabrik ini .Dampak
positifnya yaitu terdapat banyak sekali peluang pekerjaan dan pendapatan negara
bertambahn .Dampak negative dari pabrik ini yaitu terhadap pabrik itu sendiri jika
tidak ada angin asap pembakaran akan turun ke pabrik sehingga menganggu
asap/limbah dari proses pengelolaan ini berupa daun yang langsung dibuang ke
sungai .
Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu memiliki pengaruh yang bermanfaat bagi
dan negatif maka dapat di lihat bahwa pengembangan HHBK dapat menjadi solusi
3.13.6.1. Simpulan
1. Proses dari ke 2 pabrik tersebut dimana dari berupa getah kemudian diolah
hingga menjadi gondorukem yang siap dijual dan pada minyak kayu putih
dimana daun yang diproses dan dimasak didalam tangki dapat berupa minyak
kayu putih yang siap dijual dengan memiliki kualitas mutu masing-masing.
178
2. Produk HHNK berupa Gondorukem dan Minyak Kayu Putih yang terdapat
pada PGT (Pabrik gondorukem dan terpentin) dan PMKP ( Pabrik minyak
3. Permasalahan yang ada dipabrik gondorukem yaitu pasokan bahan yang sedikit
dan pada pabrik minyak kayu putih yaitu sisa-sisa pengolahan dibuang begitu
saja di sungai.
3.13.6.2. Saran
Saran pada praktikum ini yaitu bau yang ditimbukan oleh pengolahan pabrik
sangat menyengat dan limbah yang dibuang begitu saja disungai dan asap pabrik
Palmoni, Maria. 2014. Peranan Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Pembangunan
Hutan Kemasyarakatan di Perbukitan Menoreh (Kasus di Desa
Hargorejo, Kokap, Kulon Progo, D.I.Yogyakarta). Ciamis. Jurnal Ilmu
Kehutanan Vol 2 :2
179
3.13.8. Lampiran
3.14.1. Tujuan
1. Melatih mahasiswa untuk dapat menghitung taksiran produksi dalam suatu unit
3. Melatih mahasiswa untuk dapat menganalisis struktur hutan tingkat RPH dan
BH.
1. Buku Register Risalah Hutan hasil inventarisasi terakhir pada Bagian Hutan
tempat praktek.
4. Hasil perhitungan fk untuk Tabel tegkan jati pada Bagian Hutan tempat
praktek.
3.14.3. Pelaksanaan
pengolahan data untuk mengetahui struktur tegakan pada tingkat RPH dan BH.
182
tegakan dinyatakan dalam bentuk kayu tebangan (kayu rebah) dalam bentuk
kayu perkakas kasar (kpk), pada UTR yang sama untuk seluruh kelas hutan.
3.14.4. Hasil
Volume
Rata-rata
Umur UT Vst tebangan
KH Luas Fk
Um Boni KB x Luas R UTR per
Total
ur ta D Ha
1076. 0.6 8990.0 88.423 42.9 46256.9
KUI 8.35 2.43
4 0 4 34 7 4
2248. 12.3 0.6 27777. 94.456 47.2 106348.
KUII 2.63
8 5 2 50 33 9 54
24.4 0.8 14585. 96.072 67.3 40205.1
KUIII 597.3 2.68
2 6 13 65 1 9
34.7 0.5 1341.5 105.83 48.9
KUIV 38.6 2.98 1891.08
5 7 2 23 9
47.5 0.8 3055.2 0.8 102.90 71.7
KUV 64.2 2.88 44.4 4604.24
9 6 2 1 84 2
52.6 0.7 91.223 54.5
KUVI 13.5 2.53 710.10 736.18
0 4 71 3
63.0 0.7 98.012 57.3
KUVII 5.2 2.74 327.60 298.03
0 2 22 1
79.0 0.7 127.09 75.1
KUVIII 6.7 3.50 529.30 503.51
0 3 31 5
62.5 0.2 1200.1 62.5 143.60 32.7
MR 19.2 3.20 628.69
1 8 4 1 09 4
TOT 4069. 58516. 498. 201472.
AL 90 54 02 39
183
3.14.5. Pembahasan
Menurut Iwan (2012) etat adalah jatah tebangan tahunan (JPT) yang
diperkenankan dan disesuaikan dengan rotasi atau daur tebang yang telah
ditetapkan. Etat dibagi menjadi dua, yaitu etat luas dan etat volume. Perhitungan
etat dilakukan dengan dua pendekatan, yakni luas efektif sisa areal virgin forest
dibagi sisa daur (alternatif I) atau luas areal efektif untuk produksi dibagi dengan
lama daur tebang (alternatif II). Inti dari pengaturan produksi adalah penentuan
etat. Etat adalah besarnya porsi luas atau massa kayu atau jumlah batang yang
penebangan adalah:
5. Massa tegakan
6. Jenis pohon
Analisis keadaan hutan BKPH Getas dilihat berdasarkan tabel luar kelas hutannya
menunjukkan tegakan hutan dibagian wilayah BKPH Getas berada dalam keadaan
tidak normal. Keadaan tersebut tidak seimbang atau stagman antara luas tegakan
dengan umur tegakan namun hal tersebut berasal dadari ancaman ketidak
terjadi akibat ulah manusia. BTHSD juga merencanakan luas tanaman bangunan
dari kawasan hutan yang tidak produktif dirancang dan diselesaikan dlam satu
biaya pemanenan.
volume tebangan pada setiap KU dimulai dari KU I-VIII dan MR (Miskin Riap).
tebangan terkecil di KU VII yang memiliki 298,03 m3. Total volume tebangan
dari KU I-VII dan MR mencapai 201472,39 m3/h. Data yang dihutung yaitu data
KU VI, KU VII dan MR. Kelas umur tersebut yang dicari taksiran potensi
produsi intruksi 1974. Pada kelas umur diuji kembali ada jangka waktu
penebangan yang perlu diuji dan tidak diuji. Didapat nilai etat tebangan tahunan,
etat luas mencapai 67,831m3/ha sedangkan etat volume mencapai 3357,873 m3/ha.
3.14.6.1 Simpulan
Dari data yang telah diambil maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
2. Besarnya etat tebangan tahunan dengan melihat etat luas dan etat volume.
3.14.6.2 Saran
karena terlalu banyak data yang perlu dipahami dalam waktu yang singkat
sehingga praktikan sulit dan banyaknya data yang perlu dicari dengan laptop yang
Iwan, H. 2012. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan pada Areal Bekas
Tebangan di PT Salaki Sumna Sejahtera, Provinsi Sumatera Barat. Jurnal
Silvikultur Tropika. 3 (3): 155-160.
3.15.1. Tujuan
apakah perkiraan etat yang ditetapkan telah betul atau perlu diperbaiki.
dalam menyusun Bagan Tebang Habis Selama Daur (baik rencana tebangan
terdapat di dalamnya.
5. Kalkulator
188
3.15.3. Pelaksanaan
b. Bila UTRL dan UTRV tidak berbeda jauh (maksimal berbeda 0,2 tahun), maka
c. Bila UTRL dan UTRV berbeda jauh, maka volume dihitung kembali dan dicari
UTRV1.
d. Bila UTRV1 (atau berikutnya) telah tidak berbeda jauh dengan UTRV
sebelumnya maka UTRV dan taksiran volumenya dapat dipakai (telah betul).
komulatif. Bila JWP komulatif sudah tidak menyimpang jauh dari daur
(toleransi 2,5% dari daur), maka UTR dan taksiran volume per kelas hutan
3. Bila JWP komulatif masih menyimpang jauh dari Daur, maka perlu dilakukan
pengujian kembali hingga JWP komulatif tidak menyimpang jauh dari daur.
a. Bila JWP > Daur, artinya etat sebelumnya terlalu kecil sehingga etat perlu
diperbesar.
b. Bila JWP < Daur, artinya etat sebelumnya terlalu besar sehingga etat perlu
diperkecil.
6. Dari hasil pengujian JWP, susunlah Bagan Tebang Habis Selama Daur dengan
7. Sebagai bahan pembanding, buatlah Bagan Tebang Habis Selama daur dengan
3.15.4. Hasil
Kelas Rata-Rata
Luas (Ha) Fk UST
Hutan Umur Bonita KBD
KUI 1076.4 8.5 2.43 0.60 51.63
KUII 2248.8 12.3 2.63 0.62 25.70
KUIII 597.3 24.5 2.68 0.96 27.43
KUIV 38.6 33.7 2.98 0.92 35.90
KUV 64.2 0.73 48.0 2.88 0.86 48.89
KUVI 13.5 52.6 2.53 0.74 53.21
KUVII 5.2 64.0 2.74 0.72 64.54
KUVIII 6.7 79.0 3.50 0.73 79.29
MR 19.2 57.0 3.20 0.48
jumlah 4069.9
JWP Volume
UTRL VST UTRL
Per Kelas Kumulatif Per Ha Total
16.13 58.53 58.84 106.48 46.64 50199.15
29.01 42.40 42.29 91.35 41.22 92697.93
10.41 13.39 31.84 77.57 54.24 32398.62
0.77 2.98 36.18 92.65 62.21 2401.29
1.35 2.20 49.37 104.03 65.34 4194.761
0.24 0.86 53.31 102.98 55.48 748.9776
0.11 0.62 64.58 125.50 66.14 343.9361
0.21 0.50 79.34 186.58 99.43 666.1834
0.29 0.29 47.09 904.1985
184555.1
190
3.15.5. Pembahasan
Bagan tebang habis adalah ikhtisar rencana produksi (luas dan volume dalam m3
kayu perkakas) selama daur, yang dirinci pada tiap jangka perusahaan untuk
tebang habis disusun sedemikian rupa, sehingga jumlah volume produksi praktis
sama di dalam setiap jangka. Luas tebangan habis setiap jangka disesuaikan
bagan tebang habis adalah jangka waktu penebangan masing-masing kelas hutan
menurut skala prioritas yang sudah ditetapkan dalam cutting time test. Menurut
hutan, maka akan diketahui lokasi petak tebang yang akan direncanakan
ditebang, berturut-turut dari kelas hutan miskin riap (jika ada), KU tua sampai KU
yang termuda.
hutan, adalah.
terhadap Etat luasnya. Apabila utr menunjukkan perbedaan yang nyata, maka
dalam satu unit dengan cara instruksi ‘74 pengganti instruksi ’38. Data yang
kelas umur 1 sampai dengan hutan miskin riap (MR). Setelah dilakukan
KUVI,KUVII, KU VIII dan MR yang dimana dalam uji jangka waktu penebangan
ini dicari UST, JWPL, UTRL, VOL UTRL, JWPV, UTRV, dan UTRV-UTRL.
Data yang diperoleh diketahui keseluruhan wilayah kelas umur adalah 4069,9 ha
dan volume total 184555.05 m3 dengan ketentuan nilai etat luas sebesar 67.83
BTHSD juga merencanakan luas tanaman bangunan dari kawasan hutan tidak
produktif. Pembuatan tanaman dari kawasan hutan tidak produktif ini dirancang
dan diselesaikan dalam satu jangka pertama ataupun didistribusikan pada jangka
dan ketersediaan biaya penanaman. Hasil BTHSD akan dijadikan pedoman dalam
Rencana Tebangan Selama Jangka dengan mengikuti data hasil Volume/m3 dan
JWP.
3.15.6.1. Simpulan
Dari data yang telah didapatkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
dan tempat (PK 10), rencana teresan (PK 11) dan rencana tanaman (PK
20).
hal ini diusahakan penebangan dilakukan pada satu tempat agar dapat
meminimalisisr biaya dan waktu pada (PK 11) dilakukan pada kelas hutan
3.15.6.2. Saran
Waktu penjelasan yang tidak terlalu cepat dan diberikan waktu untuk praktikan
memahami sehingga tidak adanya kekeliruan data yang didapat dan selesai tepat
waktu. Saran untuk praktik pengujian etat dan bagan tebang habis selama daur ini
adalah penentuan lokasi yang tepat dan pengondisian lokasi dapat mempermudah
pembimbing sebaiknya bekerja sama saat di lapangan agar tidak terjadi kesalahan
Aska. 2009. Model lengkung Bentuk Batang Pohon Jati. Jurnal Ilmu
Lingkungan. Vol 3(3), Hal 35.
3.16.1. Tujuan
2. Peta Bagian Hutan skala 1 : 10.000; dan data petak per RPH.
3. Kertas warna-warni
4. Register risalah hutan dan daftar kelas hutan yang telah dibuat sebelumnya.
Tabel WvW
3.16.3. Pelaksanaan
1. Dari bahan Bagan Tebang Habis selama Daur yang tersedia, buatlah Ikhtisar
Rencana Tebangan menurut Waktu dan Tempat (PK-10) baik untuk bentuk
195
yang ada.
3. Dari bahan yang tersedia (PK-2, PK-3, PK-5, PK-6), susunlah Rencana
3.16.4. Hasil
Tabel 57. Rencana Teresan Bagian Hutan Getas pada tahun 2017-2019
Tabel 60. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2019-2021)
Tabel 61. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2022-2024)
Tabel 62. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2025-2027)
Tabel 63. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2028)
ditanam pada
Harus ditanami selama jangka
Bentuk Anak Luas Kelas tahun
Umur dengan
tebangan Petak (ha) Hutan 2028
jati ky lain jml jati ky lain
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
135A 14.3 TK 14.3
138B 2.6 TK 2.6
138C 4.3 TK 4.3
B1 155 14.9 TK 14.9
16 159A 0.8 TK 0.8
167A 11.1 TK 11.1
18 112B 11.9 TK 11.9
216
Gambar 102. Peta Rencana Tebangan Menurut Waktu dan Tempat Jangka Waktu Pertama BKPH Getas
217
3.16.5. Pembahasan
Rencana tebangan selama jangka perusahaan yang pertama (jangka ke-1) disusun
dapat diketahui kelas hutan yang direncanakan untuk ditebang habis dalam jangka
1. Urutan waktu penebangan harus didasarkan kepada luas dan potensi produksi
rata-rata pertahun. Luas dan volume tebangan tiap tahun agar diusahakan
fluktuasi supply.
angkutan yang ada dan akan dibuat dalam jangka pertama dapat dipakai
yang dimana dalam mencari nilai tersebut dengan cara data produktif dan tidak
produktif untuk mendapatkan waktu yang tepat pada saat penebangan akan
tebang pada tahun 2020 dengan tebangan yang dipilih yaitu A2 pohon jati yang
dihitung serta B1 tegakan areal yang tiak produktif, jadi tebangan sesuai dengan
rencana petak tebang yang telah dihitung dan ditetapkan berurutann sesuai dengan
kelas hutan sampai penebangan terakhir ditahun 2028. Setelah diketahui wilayah
yang mana peneresan ini dilakukan 1-2 tahun sebelum penebangan pohon, jadi
peneresan pertama dilakukan tahun 2019 jika penebangan ditahun 2020 dan
kegiatan peneresan. Setelah dilakukannya penebangan maka pada tahun itu juga
akan dilakukan penanaman, jadi kegiatan penanaman harus selalu dilakukan jika
ada kegiatan penebangan agar hutan tetap lestari dan dapat menggatikan pohon
3.15.6.1. Simpulan
Dari data yang telah didapatkan maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
tempat (PK 10), rencana teresan (PK 11) dan rencana tanaman (PK 20).
4. Oembutan rencana jangka RPKH dilakukan penebangan (PK 10) dimana hal
meminimalisisr biaya dan waktu pada (PK 11) dilakukan pada kelas hutan
tahun penebangan.
3.16.6.2. Saran
Waktu penjelasan yang tidak terlalu cepat dan diberikan waktu untuk praktikan
memahami sehingga tidak adanya kekeliruan data yang didapat dan selesai tepat
waktu.
Aska. 2009. Model lengkung Bentuk Batang Pohon Jati. Jurnal Ilmu
Lingkungan. Vol 3(3), Hal 35.
4.1. Simpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
SANWACANA
Puji syukur akan selalu tercucap atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
Shalawat serta salam tak lupa terucapkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan (S. Hut) di Jurusan
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian laporan
praktik umum ini. Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada beberapa pihak
sebagai berikut :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. Selaku Dekan Fakultas
2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. Selaku Ketua Jurusan Kehutanan
praktikum umum dari pra acara hingga pasca acara, sampai penyelesaian
6. Tim coass Praktik Umum Pengelolaan Hutan Lestari 2019 Marwatti,S.Hut ,Dessy
Novita Sai, S.Hut ,Denita Sofianis Khadijah, S.Hut ,Landung Sudaryanto, S.Hut ,
Bayu Nanda Prasetyo, S.Hut ,dan Rohmat Eko Santoso , S.Hut yang sudah
7. Ayah dan Ibu tercinta Didi Sukardi dan Erna Sumarni. yang selalu
material, serta semangat dan dukungan yang tiada henti sampai penulis
8. Kakak dan Adikku tersayang Umar Faruqi, Khansa Nurul Mufida dan
Annisa Nurul Sabrina, yang selalu memberi semangat penulis dikala lelah
11. Keluarga kecil, kelompok 11 yang selalu semangat dalam mengambil data,
mengolah data, Monica Destia sebagai ahli mengolah data, Ganang Bagus
Akbar sebagai pembuat layout, Yona Amalia dan Diah Cahyu sebagai
penulis data saat di lapangan, dan Refki Eka Putra sebagai ahli clinometer.
12. Penulis menyadari, bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Namun,
pembacanya.
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
2.1. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Getas Ngandong ....... 4
2.2. KPH Cepu, KPH Randu Belitung, dan KPH Ngawi ................................... 6
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Materi Selama Praktik Umum ............................................................... 10
Tabel 7. Kondisi lokasi PU dari Utara, Barat, Timur dan Selatan. ...................... 32
Tabel 20. Data Kondisi Pohon yng disimuasikan untuk dimatikan ...................... 81
Tabel 24. Side slope dan Batter Slope Kiri ......................................................... 111
Tabel 33. Pengamatan Mutu Sortimen Kayu yang terletak ............................... 126
Tabel 34. Struktur Vegetasi di Dalam Kawasan Sempadan Sungai .................. 141
Tabel 35. Analisis Vegetasi di Dalam Kawasan Sempadan Sungai .................. 142
Tabel 36. Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai ..... 142
Tabel 37. Lanjutan Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan
Tabel 38. Kondisi Tanah dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai ..... 143
Tabel 39. Kondisi Tanah dan Lahan di Luar Sempadan Sungai ......................... 144
Tabel 40. Lanjutan Kondisi Tanah dan Lahan di Luar Sempadan Sungai ......... 144
Tabel 42. Lanjutan Struktur Vegetasi diluar Sempadan Sungai ......................... 146
xiv
Tabel 44. Keberadaan Air dan Lahan di Dalam Kawasan Sempadan Sungai ... 148
Tabel 58. Rencana Teresan Bagian Hutan Getas pada tahun 2017-2019 .......... 204
Tabel 61. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2019-
Tabel 62. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2022-
Tabel 63. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun 2025-
Tabel 64. Ikhtisar rencana tanam bagian hutan Getas (dihitung pada tahun
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11. Persen luasan lahan yang dimiliki masyarakat Desa Getas.............. 36
Gambar 15. Kegiatan Wawancara dengan Skretaris LMDH Mustika Jati. .......... 43
Gambar 16. Berfoto dengan bapak Anshori selaku Sekretaris LMDH Mustika
Jati. ................................................................................................... 43
Sukun.................................................................................................. 44
Tlogotuwung. ..................................................................................... 62
Gambar 23. Kondisi bedeng sapih yang terdapat di persemaian sementara ......... 63
Gambar 24. Bedeng sapih pada persemaian sementara Kampus Lapang Getas .. 63
Gambar 34. Layout Petak Coba Penjarangan yang terdapat di Petak 101 ........... 82
Gambar 39. Intensitas Benalu dan Luas Serangan pada KU Muda, Sedang dan
Tua ................................................................................................... 89
Gambar 51. Volume Lokal pada Pohon Rebah no. 3063 ................................... 103
Gambar 52. Volume Lokal pada Pohon Rebah no. 3031 ................................... 103
Gambar 61. Bagian-bagian Jembatan (Kepala jembatan, pilar, gelagar, decks) . 115
xix
Gambar 70. Pengamatan Mutu Kayu pada Sortimen A1,A2 dan A3 ................ 134
Gambar 71. Pengarahan Praktikum TPK oleh Mandor dan Dosen Pebimbing
Gambar 74. Palu Untuk Memberi Tanda Mutu Kayu ........................................ 135
Gambar 76. Layout TOP (Luar Sempadan) pada pengamatan Kelompok 11 ... 146
Gambar 77. Layout Right (luar sempadan) pada pengamatan Kelompok 11 .... 147
Gambar 87. Plang Pabrik Gergajian Mesin Unit I Jawa Timur .......................... 165
Gambar 88. Mesin Katrol untuk memotong sisi-sisi kayu log ........................... 165
Gambar 89. Mesin proskat untuk memotong sortimen sesuai ukuran ............... 166
Gambar 93. Bagan struktur organisasi PGT dan PMKP .................................... 171
Gambar 97. Denah Lokasi Pabrik Pengolahan Gondorukem dan Terpetin ....... 179
Gambar 99. Penjelasan Alur Proses Produksi oleh Karyawan PGT .................. 180
Gambar 102. Peta Rencana Tebangan Menurut Waktu dan Tempat Jangka Waktu