Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

PERENCANAAN SUMBERDAYA HUTAN


ACARA IV
PEMBUATAN RENCANA PENGATURAN HASIL HUTAN TANAMAN SELAMA
JANGKA

Disusun oleh :

Nama : Yoland Windy Astika

NIM : 19/440049/KT/08934

Co ass : Mustika Novia R.

Shift : Jum’at, 13.00 WIB

LABORATORIUM PERENCANAAN PEMBANGUNAN HUTAN


LABORATORIUM SISTEM INFORMASI SPASIAL DAN PEMETAAN HUTAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA IV
PEMBUATAN RENCANA PENGATURAN HASIL HUTAN TANAMAN SELAMA
JANGKA
I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Agar mahasiswa dapat memahami proses penyusunan rencana selama jangka
(mulai dari PK-10, PK-11, dan PK-20)
2. Agar mahasiswa dapat menyusun PK-10 (Rencana Tebangan menurut Waktu
dan Tempat) dengan parameter-parameter yang ada dilanjutkan penyusunan
PK-11 dan PK-20.

II. CARA KERJA


Berikut langkah-langkah yang dilakukan pada praktikum ini:
Dilakukan input data
Dilakukan input data Dilakukan interpolasi
evapot yang telah di
evapot untuk kelas pada masing-masing
normalisasi untuk
hutan tidak anak petak di kelas
kelas hutan
produktif. hutan produktif
produktif.

Dilakukan pemilihan
Dibuat tabel
anak petak yang
Dibuat tabel PK-10, rekapitulasi hutan
akan di tebang pada
PK-11 dan PK-20 produktif dan hutan
masing-masing
tidak produktif
jangka

Deskripsi :
Masukkan data evapot untuk kelas hutan produktif yang telah dinormalisasi
dan data hutan tidak produktif. Kemudian diinterpolasi untuk mendapatkan Vst pada
kelas hutan produktif. Selanjutnya dilakukan pemilihan masing-masing anak petak
yang akan ditebang untuk A2 (kelas hutan produktif) dan B1 (hutan tidak produktif)
sesuai dengan pertimbangan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Kemudian dibuat
tabel rekapitulasi hutan produktif (A2) dan tidak produktif (B1). Tabel rekapitulasi
A2 ini memuat informasi mengenai luas, volume, dan keterangan under atau over,
sedangkan pada tabel rekapitulasi B1 memuat informasi mengenai ATP, total luas,
selisih, dan keterangan under atau over. Selanjutnya dibuat rencana tebangan (PK-
10) baik A2 maupun B1, dilanjutkan dengan penyusunan PK-11 (Rencana Teresan)
dan PK-20 (Rencana Tanaman).
III. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Alat tulis
2. Kalkulator
3. Software Microsoft Excel
4. Software QGIS
5. Blangko Bagan Tebang Habis selama Daur, Rencana Tebangan, Rencana
Teresan, Rencana Tanaman, dan Rencana Pemeliharaa
6. Tabel WvW
7. Data Praktikum Acara 3
8. Data shape file Bagian Hutan skala 1: 10.000; dan data shape file petak per
RPH

IV. DATA
Dari praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil data sebagai berikut:
Terlampir

V. PEMBAHASAN
Pada praktikum acara ini dibahas mengenai pembuatan rencana selama jangka,
yang meliputi: rencana tebangan (PK-10), rencana teresan (PK-11) dan rencana
tanaman (PK-20). Mengetahui potensi tegakan sangat diperlukan untuk menyediakan
informasi ketersediaan bahan baku yang dikehendaki konsumen atau industri
berbahan baku kayu. Pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan hutan
lazimnya berhubungan dengan pengukuran volume pohon (Askar, 2009). Pada
praktikum ini perencanaan dilakukan pada hutan tanaman jati. Kawasan hutan yang
ditumbuhi dengan hutan jati produktif dibagi dalam kelas-kelas hutan yang didasarkan
atas umur (KU), yaitu KU I s/d KU IX. Terdapat juga kelas hutan miskin riap (MR).
Kelas hutan MR adalah semua hutan jati yang berdasarkan keadaanya tidak
memuaskan, yaitu tidak ada harapan mempunyai riap yang cukup. Kawasan yang
termasuk kawasan tidak produktif, yaitu : lapangan tebang habis jangka lampau
(LTJL) dan tanah kosong (TK) (Perum Perhutani, 1974).
PK 10 merupakan rencana tebangan menurut waktu dan tempat. Bentuk
tebangan dibagi menjadi 2 jenis yaitu A2 (petak produktif) dan B1 (petak tidak
produktif). Jumlah tebangan tiap tahun mengikuti etat I’74 pada data Acara 3 yaitu
752.6 hektar untuk luas dan 3291.8 m3 untuk volume. Etat atau Annual Allowable Cut
(AAC) merupakan volume pohon yang diperbolehkan untuk ditebang pada suatu area
hutan (Juddeth, et al., 2005). Penentuan etat tebangan dilakukan untuk menjaga
tebangan memerlukan data yang akurat mengenai dinamika struktur tegakan hutan,
terutama riap tegakan (Andewi dkk., 2015). Batas toleransi kelebihan atau kekurangan
jumlah total pemanenan yaitu 10 hektar untuk luas dan 200 m3 untuk volume.
Meskipun begitu, jumlah tebangan diusahakan tidak terlalu fluktuatif setiap tahunnya,
untuk menjaga keseimbangan pemasukan dan pengeluaran perusahaan selama jangka.
Setelah direkapitulasi, jumlah luas yang ditebang selama jangka yang direncanakan
telah memenuhi persyaratan, baik tebangan produktif maupun tebangan tidak
produktif. Pada tebangan produktif (A2) selisih luasnya -57.24 ha; sedangkan selisih
volumnya 162.75 m3. Pada tebangan tidak produktif (B1) selisih luasnya 0 ha. PK 11
merupakan Rencana Teresan kegiatan teresan hanya dilakukan untuk petak-petak
RTWT dengan bentuk tebangan A2 dan dilakukan pada ET-1, sebelum tahun
tebangnya. Rencana teresan dilakukan Et-1 karena butuh waktu yang relatif lama
karena jumlah panen yang banyak (lahan produktif). Pada PK 20 direncanakan
kegiatan penanaman petak pasca penebangan. Penanaman dibedakan antara petak A2
dan B1. Penanaman pada petak A2 dilakukan pada Et+1. Hal ini karena butuh waktu
lebih lama untuk mempersiapkan lahan petak yang produktif dibandingkan dengan
petak tidak produktif (B1). Direncanakan penanaman dari tahun 2020 hingga 2029.
Pada tahun pertama ditanam hanya petak B1, yaitu seluas 58.86 hektar. Pada tahun
selanjutnya baru ditanami petak B1 bersama petak A2 bekas tebangan tahun
sebelumnya. Petak produktif ditanami dengan pohon Jati. Petak tidak produktif pada
PK 20 yang direncanakan memiliki kelas hutan TBK dan TK, sehingga ditanami
dengan pohon Jati.
Penyusunan RTWT dapat berbeda-beda antara perencana, karena
membutuhkan seni dan strategi dalam penyusunannya. Namun demikian ada beberapa
pertimbangan dalam menyusun RTWT, seperti besarnya tebangan diatur merata pada
tiap tahun, memperhatikan efisiensi penggunaan jalur angkut dan tidak melebihi atau
tidak kurang jauh dari etat yang telah ditentukan. Tujuannya adalah agar penebangan
terlaksana seefektif mungkin. Dalam penyusunan PK 10 sebaiknya memperhatikan
agar besar jumlah tebangan tidak terlalu fluktuatif setiap tahunnya. Keuntungan dari
hal tersebut yaitu keuangan perusahaan relatif lebih stabil, kontinuitas kegiatan
produksi dan ketersediaan tenaga kerja. Pada praktikum ini ditetapkan batas toleransi
fluktuasi etat yaitu 10 hektar untuk luas dan 200 m3 untuk volume. Pemanenan kayu
dimulai dengan MR, MT, KU tua-muda, penebangan di zona aman terancam punah,
serta penggunaan waktu pengangkutan yang efisien (SK Dirjen Kehutanan No.
143/1974).
Salah satu syarat pengelolaan hutan yang lestari adalah penebangan
berdasarkan etat (tidak over cutting maupun under cutting) (Simon, 2000).
Penyusunan rencana selama jangka mengikuti etat I’74. Dengan adanya batas toleransi
fluktuasi etat, maka penyusunan rencana penebangan harus dilakukan sedemikian rupa
agar tidak kurang atau lebih dari yang seharusnya. Inilah alasan mengapa jumlah
tebangan tiap tahunnya berbeda-beda setiap tahunnya. Jika tahun ini status
tebangannya under cutting maka pada tahun selanjutnya jumlah tebangan harus over
cutting. Hal tersebut agar kekurangan tebangan tahun ini dapat ditutupi oleh kelebihan
tebangan tahun berikutnya.
Ada 3 rencana utama yang disusun pada praktikum ini. Yang pertama yaitu
rencana penebangan (PK 10). PK 11 merupakan Rencana Teresan kegiatan teresan
hanya dilakukan untuk petak-petak RTWT dengan bentuk tebangan A2 dan dilakukan
pada ET-1, sebelum tahun tebangnya. Pada PK 20 direncanakan kegiatan penanaman
petak pasca penebangan. Penanaman dibedakan antara petak A2 dan B1. Penanaman
pada petak A2 dilakukan pada Et+1.
Tebangan B1 merupakan petak-petak yang tidak produktif, yaitu
produktivitasnya rendah sehingga dianggap kurang berharga dibandingkan tebangan
A2. Pada tanaman jati umumnya dilakukan peneresan terlebih dahulu sebelum dipanen
agar dihasilkan kayu yang berkualitas baik. Namun karena peneresan membutuhkan
waktu yang lama dan biaya, maka pada tebangan B1 seringkali tidak dilakukan
peneresan karena tidak menguntungkan. Sehingga kayu tebangan B1 langsung
ditebang pada kondisi kayu yang masih segar, sering juga disebut tebangan basah.
Setelah ditebang, pada petak B1 dilakukan penanaman pada tahun yang sama.
Alasannya karena jumlah yang dipanen pada petak B1 sedikit, maka proses
pembersihan lahan cepat selesai sehingga memungkinkan penanaman pada tahun yang
sama. Selain itu karena lahannya yang tidak produktif maka perlu ditanam secepat
mungkin agar produksi total perusahaan tetap lestari.
VI. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Penyusunan rencana selama jangka dimulai dengan penyusunan PK 10. Pada
pembuatan PK 10 memperhatikan jenis tebangan (A2 atau B1) serta batas toleransi
fluktuasi (10 hektar untuk luas dan 200 m3 untuk volume). Setelah PK 10 disusun
maka dapat dibuat PK 11 yang merupakan rencana teresan. Peneresan hanya
dilakukan pada petak A2 dan dilakukan satu tahun sebelum penebangan (Et-1).
Selanjutnya PK 20 dapat disusun. PK 20 berisi rencana penanaman lahan bekas
pemanenan. Petak B1 ditanam pada Et+0 sedangkan petak A2 ditanam pada Et+1.
Penanaman juga merencanakan jenis yang akan ditanam, yaitu tanaman Jati atau
kayu jenis lain.
2. Praktikan telah dapat menyusun PK-10 (Rencana Tebangan menurut Waktu dan
Tempat) dengan parameter-parameter yang ada dilanjutkan penyusunan PK-11
dan PK-20, seperti yang terdapat pada bagian Data dan Hasil Perhitungan
(terlampir).
VII. DAFTAR PUSTAKA
Andewi, Bibmia Ating., Burhanuddin., dan Susan Dewantara.2015. Struktur dan
Komposisi Vegetasi di Areal Petak Ukur Permanen (PUP). PT. Kawidar
Wood Industry. Kabupaten Kapuas . Jurnal Hutan Lestari. 3(1) : 150-159.
Askar. 2009. Model Lengkung Bentuk Batang Pohon Jati. Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol
3 (1), Hal 3.
Juddeth, Veil., Sophie Higman., Stephen Boss., Janul Mayor., And Ruth Nasbalum.
2005. The Suistainable Forestry Handbook: Second Edition. London. Earth
Scan.
Perum Perhutani.1974. Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan Peraturan Penyusunan
Rencana Penyatuan Kelestarian Hukum. Jakarta : departemen Pertanian
Direktur Jendral Kehutanan.
Simon, H. 2010. Perencanaan pembangunan sumber daya hutan: Jil. 1A. Timber
Management. Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai