PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan sumber daya alam yang memiliki manfaat melimpah,
seperti hasil kayu, hasil hutan bukan kayu, dan juga sebagai penyangga kestabilan
ekosistem lingkungan. Pengelolaan hutan lestari perlu memperhatikan aspek
ekologi, ekonomi, dan sosial. Perencanaan hutan perlu dilakukan agar tercipta
pengelolaan hutan yang lestari, sehingga diperlukan data dan informasi mengenai
hutan yang dikelola. Salah satu informasi yang dibutuhkan sebagai dasar kegiatan
perencanaan adalah informasi mengenai potensi volume pohon dan tegakan.
Struktur tegakan dipengaruhi oleh waktu, sehingga terjadi perubahan dimensi dan
jumlah pohon. Oleh karena itu, pembaharuan model-model volume perlu
dilakukan terhadap berbagai jenis tegakan untuk mengetahui potensi tegakan yang
dikelola (Puspitasari, 2015).
Inventarisasi hutan merupakan salah satu yang penting dalam pengelolaan
hutan, karena hasil yang akan diperolah akan digunakan menjadi dasar untuk
penyusunan rencana pengelolaan. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengetahui
kualitas dan kuantitas pohon-pohon di areal hutan, yang pada umumnya adalah
mengumpulkan informasi potensi tegakan/kekayaan yang ada dalam areal
tersebut. Potensi tegakan sangat diperlukan untuk menyediakan informasi
ketersediaan bahan baku yang dikehendaki konsumen atau industri berbahan baku
kayu. Pengumpulan informasi mengenai potensi tegakan hutan lazimnya
berhubungan dengan pengukuran volume pohon (Sadono dkk, 2009).
Berdasarkan pengertian inventarisasi hutan, maka secara singkat dapat
dikatakan bahwa “ilmu” inventarisasi hutan adalah suatu “cabang ilmu” yang
membahas tentang teori dan metode pendataan kekayaan berupa hutan. Dengan
demikian peranan inventarisasi adalah sama dengan peranan dari keberadaan atau
ketersediaan data kekayaan hutan itu sendiri. Tanpa adanya data yang cukup, baik
dalam hal jumlah maupun dalam hal mutu, maka adalah mustahil untuk menyusun
suatu rencana yang dapat mendukung suatu pemanfaatan “kekayaan berupa
hutan” secara optimum (Malamassam, 2009).
2
Tujuan
Tujuan dari praktikum inventarisasi hutan yang berjudul “Angka Bentuk”
ini adalah :
1. Mahasiswa mengerti arti angka bentuk atau bilangan bentuk atau faktor bentuk
dan kegunaannya.
2. Mahasiswa dapat menghitung angka bentuk atau bilangan bentuk.
3
TINJAUAN PUSTAKA
ditentukan seti-ap dua meter untuk setiap batang di bawah pangkal tajuk, dan
berikutnya setiap satu meter di atasnya sampai diameter ujung 7 cm. Perhitungan
angka bentuk batang (f) untuk volume batang di bawah pangkal tajuk
berdasarkan persamaan f = Vp/Vsil di mana Vsil adalah volume silinder batang
pada d1.30 yang sama dengan d1.30 pohon model. Adapun persamaan volume
silinder yang digunakan yaitu: Vsil = ¼ (D/100)2 Tpkt, dimana D: diameter
setinggi dada dan Tpkt: tinggi pangkal tajuk (Siswanto dan Imanuddin, 2008).
Bentuk batang berkaitan erat dengan perubahan diameter batang karena
perubahan tinggi pengukuran. Karena perbedaan diameter pada berbagai macam
ketinggian itu, maka secara umum ada tiga macam pendekatan bentuk batang.
Pertama adalah pada pangkal batang didekati dengan bentuk neloid. Segmen
batang bagian tengah didekati dengan paraboloid. Bagian ujung pohon dapat
didekati dengan bentuk kerucut (konoid) bisa juga dengan paraboloid, tergantung
apakah perubahan diameter menuju ujung konstan atau tidak (melengkung).
Volume batang adalah besaran tiga dimensi dari suatu benda yang besarnya
dinyatakan dalam satuan kubik, yang didapat dari perkalian satuan dasar panjang.
Taper curve adalah tingkat perubahan ukuran diameter batang mulai dari pangkal
batang hingga tinggi batang atau panjang batang. Persamaan taper disusun
berdasarkan hubungan antara diameter sepanjang batang dengan ketinggian
batang yang bersangkutan dari permukaan tanah (Sadono dkk., 2009).
Volume pohon berdiri, diduga dengan menggunakan persamaan berikut:
V= Vp bebas cabang + Vak percabangan = 0,7854.D2.t.AB + ƩV seksi cabang dimana:
V = volume potensial tinggi total (m 3); D = diameter setinggi dada (cm);
t = tinggi bebas cabang (m); AB = angka bentuk (m); dan 0.7854 = konstanta
(0,25. p). Volume sortimen, dihitung dengan rumus berikut:
Prosedur Kerja
1. Mahasiswa mencari pohon yang sedang ditebang atau sudah tumbang (daun
lebar atau daun jarum).
2. Batang pohon dibagi-bagi menjadi bagian yang sesuai dengan bentuk batang
(neloid, silindris, paraboloid dan konus).
3. Menghitung rumus untuk tiga macam bentuk batang
Bagian pangkal (neloid)
V = L/20 ( + +Dd+ + )
V = L/20 ( + )
V = L/20 ( +Dd+ )
Ket :
Untuk bentuk silindris D = d
V = Volume batang ( )
Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum Inventarisasi Hutan yang berjudul
“Angka Bentuk” ini adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Diameter Per Seksi dan Volume Per Seksi Pohon Mahoni
(Swietenia mahagoni)
Di (cm) Bi (m
No. Seksi Posisi Pengukuran Li (m) Vi (m3)
Dpi Dui Bpi Bui
1 P1 26,41 19,73 0,0475 0,0305 1 0,039
2 U1 19,73 18,45 0,0305 0,0267 1 0,0286
3 U2 18,45 16,55 0,0267 0,0215 1 0,0241
4 U3 16,55 14,00 0,0215 0,0154 1 0,01845
5 U4 14,0 12,41 0,0154 0,0121 1 0,01375
D1,30=dbh 18,11
D0,9 24,61
D1 26,41
Tinggi 5,30 5
Volume (V) 0,1239 0,1239
Pembahasan
Pada praktikum ini pengukuran pohon dilakukan dengan membagi pohon ke
dalam 5 seksi, yang masing-masing seksinya memiliki panjang 1 meter. Dari hasil
pengukuran diameter, luas bidang dasar dan volume, dapat diketahui bahwa
pohon yang diukur tidak memiliki bentuk batang silindris seperti tabung. Pada
pengukuran pohon mahoni (Swietenia mahagoni) diperoleh diameter yang
bervariasi yakni, pada diameter ketinggian 1,3 m yaitu 18,11 cm dan diameter 0,9
yaitu 24,61 cm diameter atas permukaan tanah adalah 26,41 cm. Dari data tersebut
dapat diketahui bahwa semakin ke atas diameter pohon Mahoni
(Swietenia mahagoni) semakin mengerucut atau tapper. Hal ini sesuai dengan
8
literatur Sadono dkk. (2009) yang menyatakan bahwa Taper curve adalah tingkat
perubahan ukuran diameter batang mulai dari pangkal batang hingga tinggi batang
atau panjang batang. Persamaan taper disusun berdasarkan hubungan antara
diameter sepanjang batang dengan ketinggian batang yang bersangkutan dari
permukaan tanah.
Volume dalam satu pohon adalah 0,1239 dengan volume V1,30 = 0,0257
dan V0,90 = 0,0475 dan V1 = 0,0547. Semakin ke bawah volume pohon semakin
besar. Volume dipengaruhi besar diameter dan tinggi pohon yang dalam ini
dihitung pada masing-masing sortimen atau seksi. Sesuai dengan pendapat
Hidayat dan Hendalastuti (2004), volume sortimen, dihitung dengan rumus
berikut: 0,25 π (D1+D2/2)P / 10000 dimana : Vl = volume (m 3); D1 = diamater
pangkal (cm); D2 = diameter ujung (cm); dan p = panjang atau tinggi limbah (m).
Dari hasil perhitungan angka, maka diperoleh angka bentuk, angka bentuk
yang paling rendah yaitu 0,27 dan paling tinggi yaitu 0,4. Angka bentuk diperoleh
dari hasil perbandingan antara Volume silindris dengan volume sebenarnya. Hal
ini sesuai dengan literatur Siswanto dan Imanuddin (2008) yang menyatakan
bahwa perhitungan angka bentuk batang (f) untuk volume batang di bawah
pangkal tajuk berdasarkan persamaan f = Vp/Vsil di mana Vsil adalah volume
silinder batang pada d1.30 yang sama dengan d1.30 pohon model. Adapun
persamaan volume silinder yang digunakan yaitu: Vsil = ¼ (D/100) 2 Tpkt, dimana
D: diameter setinggi dada dan Tpkt: tinggi pangkal tajuk.
Pada dasarnya jarang dijumpai angka bentuk sama dari pohon mulai dari
pangkal sampai ujung. Angka bentuk pada masing-masing selalu berbeda-beda,
makin besar diameter suatu pohon maka volumenya akan semakin besar dan
sebaliknya juga. Bentuk batang juga dipengaruhi faktor tempat tumbuh dan
ligkungan, sehingga angkka bentuk pada setiap pohon berbeda-beda. Dari hasil
juga dapat diketahui bahwa semakin besar volume suatu pohon maka angka
bentuknya dari pohon itu akan semakin besar. Dengan beragamnya keadaan
tegakan menurut tempat tumbuh dan lingkungannya menyebabkan bentuk batang
pohon bervariasi dari suatu kondisi tempat tumbuh dengan kondisi tempat tumbuh
yang berbeda. Sehubungan dengan itu, cara penaksiran volume pohon secara
seragam dengan menggunakan perangkat penduga volume pohon.
9
Kesimpulan
1. Diameter ketinggian 1,3 m yaitu 18,11 cm dan diameter 0,9 yaitu 24,61 cm
diameter atas permukaan tanah adalah 26,41 cm. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa semakin ke atas diameter pohon Mahoni
(Swietenia mahagoni) semakin mengerucut atau tapper.
2. Dari hasil perhitungan angka bentuk yang paling rendah yaitu 0,27 dan paling
tinggi yaitu 0,4.
3. Volume dalam satu pohon adalah 0,1239 dengan jumlah panjang seksi dalam
satu pohon 5 meter.
4. Angka bentuk yang sering digunakan adalah angka bentuk buatan dengan
menggunakan luas bidang dasar setinggi dada (dbh = 1,3 meter).
5. Volume pohon semakin ke bawah semakin besar, hal ini dipengaruhi oleh
besarnya diameter pohon. Volume V1,30 = 0,0257 dan V0,90 = 0,0475 dan V1 =
0,0547.
Saran
Sebaiknya pada praktikum angka bentuk ini, praktikan harus mampu
menguasai penggunaan alat ukur sehingga pada waktu pengambilan data lebih
efisien dan efektif. Praktikan juga harus mampu menguasai rumus-rumus
perhitungan agar data yang diperoleh lebih akurat.
10
DAFTAR PUSTAKA
Helmi, M. 2009. Inventarisasi tegakan tinggal wilayah hph pt. Indexim utama di
Kabupaten barito utara kalimantan tengah. Diakses dari
file:///C:/Users/hp/Documents/SEMESTER
%204/LAPORAN/INVEN/ipi96187.pdf.
Juliantari, F. 2013. Angka Bentuk dan Model Volume Puspa di Hutan Pendidikan
Gunung Walat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sadono, R., Mhd. Dimas T., Askar. 2009. Model Lengkung Bentuk Batang
(Taper Curve) Pohon Jati (Tectona grandis). Fakultas Kehutanan.
Universitas Gadjah Mada.
LAMPIRAN