Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA

PENGUKURAN PENGEMBANGAN TEBAL DAN PENYERAPAN


SETELAH PERENDAMAN AIR

KELOMPOK IX
DHODI PRESETIA
CCA 118 037

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
sehingga penyusun dapat mengerjakan dan menyelesaikan Laporan Praktikum
Fisika Pengukuran Pengembangan Tebal dan Penyerapan Setelah Perendaman Air
dengan baik.
Penyusun tentunya telah melalui berbagai macam hambatan dalam
menyusun laporan ini, maka dari itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada
para Asisten Praktikum yang telah membantu dan membina penyusun pada saat
pelaksanaan praktikum dan memberikan saran dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun juga menyadari bahwa Laporan Praktikum Fisika Pengukuran
Pengembangan Tebal dan Penyerapan Setelah Perendaman Air ini masih belum
sempurna dan tentunya masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penyusun
menerima kritik dan saran untuk dapat menyempurnakan laporan ini hingga
menjadi lebih baik lagi. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.

Palangka Raya, 15 Juni 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum ..................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sifat Higroskopik Kayu .......................................................................... 3
2.2 Perubahan Dimensi Kayu ........................................................................ 4
2.3 Klasifikasi dan Morfologi Tumbuhan Kelapa......................................... 5
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................. 6
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 6
3.3 Cara Kerja ............................................................................................... 6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ........................................................................................................ 8
4.2 Pembahasan ............................................................................................. 8
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 11
5.2 Saran ........................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penyerapan Air (PA) Pada Kayu .......................................................... 8


Tabel 2. Pengembangan Tebal (PT) Pada Kayu ................................................. 8
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kayu memiliki sifat higroskopik yang memungkinkan kayu untuk dapat
mengembang dan menyusut ketika dalam keadaan basah atau kering, hal ini
disebabkan oleh penyerapan dan pelepasan air oleh kayu. Salah satu faktor yang
menyebabkan penyusutan atau pengembangan pada kayu adalah kelembapan kayu
(Kurniawan, 2016).
Kayu juga memiliki sifat anisotropik atau perbedaan sifat pada tiap bidang
longitudinal, tangensial, dan radial (Mochsin et al., 2014). Sehingga jumlah kadar
air yang terdapat pada kayu akan sangat memengaruhi kestabilan dimensi kayu
tersebut. Stabilitas dimensi kayu sangat erat hubungannya dengan proses
pengeringan, dengan tujuan agar kestabilannya terjaga, karena peristiwa kembang
susut yang terjadi karena sifat alami kayu dapat memengaruhi kualitas dari kayu.
Menurut Mochsin et al. (2014) kayu dengan nilai kembang susut yang tinggi
dapat mengurangi nilai pakai dari kayu tersebut atau mengurangi ragam
penggunaannya.
Kadar air pada kayu dapat mencapai titik keseimbangan dimana kayu tidak
akan melepas atau menyerap air kembali dari atau ke lingkungannya. Hal ini
merupakan dasar dari penentuan kekeringan kayu dengan tempat tujuan produk
nantinya, agar dimensi kayu tetap stabil selama pemakaian. Misalnya, pada kadar
air tertentu kayu akan terhindar dari serangan jamur pewarna atau dapat
digunakan sebagai produk tertentu.
Berdasarkan keunikan sifat pada kayu tersebut yang memengaruhi
berbagai nilainya, maka dilakukanlah praktikum pengukuran pengembangan tebal
dan penyerapan setelah perendaman air untuk mengetahui kemampuan kayu
dalam menyerap air dan hubungannya dengan pengembangan tebal serta
mengenal dan mengetahui pengertian serta konsep stabilisasi dimensi pada kayu.
Dengan demikian, diharapkan hasil dari praktikum ini dapat dijadikan sebagai
bahan masukkan dalam upaya meningkatkan penggunaan kayu.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan melakukan praktikum fisika dasar pengukuran
pengembangan tebal dan penyerapan setelah perendaman air ini diharapkan
mahasiswa mampu untuk:
1.iUntuk mengetahui kemampuan kayu dalam menyerap air dan hubungannya
dengan pengembangan tebal,
2.iUntuk mengenal dan mengetahui pengertian serat konsep stabilisasi dimensi
pada kayu,
3.iUntuk membandingkan dengan standar, diharapkan dapat dijadikan bahan
masukan dalam upaya meningkatkan penggunaan kayu.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Higroskopik Kayu


Kayu yang berasal dari berbagai jenis pohon memiliki sifat yang berbeda-
beda, kayu yang berasal dari satu pohon juga berkemungkinan untuk memiliki
sifat yang berbeda jika dibandingkan bagian ujung dengan pangkalnya. Salah satu
sifat umum yang terdapat di semua kayu adalah sifat higroskopik yaitu dapat
kehilangan atau bertambah kelembapannya yang diakibatkan oleh perubahan suhu
udara dan kelembapan di sekitarnya (Kurniawan, 2016).
Kayu sebagaimana bahan berlignoselulosa lainnya memiliki sifat
higroskopik. Pada kondisi lembap kayu kering akan menghisap atau menarik uap
air, sedangkan pada kondisi kelembapan udara yang rendah kayu basah akan
melepaskan uap air (Nugroho & Ismu, 2016).
Menurut Nugroho & Ismu (2016) kadar air dari suatu kayu sangat
dipengaruhi oleh sifat higroskopis kayu, yaitu sifat kayu yang mengikat dan
melepaskan air ke udara hingga mencapai keadaan keseimbangan dengan kadar
air lingkungan sekitarnya, dalam bagian xylem air umumnya lebih dari separuh
berat total, sehingga dapat dikatakan berat air dalam kayu umumnya sama atau
lebih besar dari berat kering kayu. Kemampuan kayu dalam menyimpan air
dipengaruhi oleh ada atau tidaknya zat ekstraktif yang bersifat hidrofobik yang
mungkin terdapat dalam dinding sel atau rongga sel (lumen).
Nugroho & Ismu (2016) juga menjelesakan bahwa air yang berada di
dalam kayu dapat berwujud gas (uap) ataupun cairan yang menempati rongga sel
dan air terikat secara kimiawi di dalam dinding sel. Contohnya pada kayu segar
dimana dinding sel serta rongga selnya jenuh dengan air, jika hanya dinding sel
yang jenuh air sedangkan rongga selnya tidak terisi air maka dinamakan kadar air
titik jenuh serat (TJS).
Suranto (2015) juga memaparkan bahwa sifat higroskopik kayu ini
menghadirkan konsekuensi, bahwa di dalam kayu selalu terdapat air. Keberadaan
air di dalam kayu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok status yaitu air
bebas dan air terikat. Air bebas adalah air yang berada pada rongga sel kayu,
sedangkan air terikat adalah air yang berada pada dinding sel kayu.

2.2 Perubahan Dimensi Kayu


Menurut Basri & Balfas (2015) dalam penggunaanya kayu yang telah
kering masih bisa berubah dimensi yang disebabkan oleh perubahan kadar air
dikarenakan perubahan suhu dan kelembapan udara. Dimensi kayu yang stabil
selama penggunaan diperlukan untuk mengurangi distorsi pada komponen mebel
misalnya yang menyebabkan pintu lemari menjadi renggang atau sulit ditutup,
sambungan antarkomponen lepas, atau delaminasi pada produk perekatan.
Menurut Suranto (2015) ketika kayu mendesorbsi air, maka air bebas akan
keluar terlebih dahulu, kemudian baru diikuti oleh keluarnya air terikat
meninggalkan kayu. Sebaliknya ketika kayu mengadsorbsi air, maka air akan
terlebih dahulu menempati dinding sel sehingga menjadi air terikat, setelah
dinding sel mencapai titik jenuh maka air yang masuk akan menempati rongga sel
yakni menjadi air bebas.
Akibat sifat desorbsi ini maka pada suatu kondisi tertentu dimana semua
air bebas telah dilepaskan oleh kayu dan hanya tersisa air terikat dalam kondisi
penuh dan baru akan mulai meninggalkan kayu. Pada kondisi demikian kayu
disebut sebagai kayu yang berstatus titik jenuh serat (TJS). Dalam kondisi titik
jenuh serat, kayu memiliki kadar air 27%.
Suranto (2015) mengatakan status TJS merupakan status penting bagi
kayu karena berkaitan dengan perubahan dimensi kayu. Proses absorbsi air yang
berlangsung pada kayu ketika kayu itu memiliki kandungan air dibawah status
TJS, maka arbsobsi tersebut akan diikuti dengan pertambahan dimensi kayu
(mengembang). Sebaliknya, proses desrobsi ketika kayu memiliki kandungan air
diatas TJS maka desrobsi tersebut tidak diikuti dengan penyusutan dimensi kayu.
Penyusutan dimensi kayu akibat proses desorbsi di bawah TJS
berlangsung secara tidak sama besarnya pada setiap arah sumbu pohon.
Penyusutan dalam arah sumbu tangensial lebih besar daripada penyusutan dalam
arah radial. Penyusutan yang berlangsung dalam arah sumbu longitudinal
merupakan penyusutan paling kecil. Besarnya nilai penyusutan yang berbeda-beda
pada setiap sumbu pohon ini memperlihatkan adanya sifat anisoptropi kayu.
Perbedaan nilai penyusutan antara sumbu tangensial dan radial menyebabkan
adanya cacat dan kerusakan pada kayu berupa cacat retak, pecah, bahkan terbelah
(Suranto, 2015).

2.3 Klasifikasi dan Morfologi Tumbuhan Kelapa


Tumbuhan Kelapa atau Cocos nucifera dapat diklasifikasikan secara
ilmiah sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera
Kelapa merupakan tumbuhan yang berasal dari pesisir Samudra Hindia di
Asia dan tumbuh hampir diseluruh pantai tropis. Secara morfologi tumbuhan
Kelapa memiliki batang yang tumbuh tegak tanpa cabang. Akar ketika tunas
berbentuk tunggang saat dewasa menjadi serabut, memiliki struktur lembut dan
bagian dalam berair dengan warna cokelat. Daun tumbuh ketika berkecambah,
susunan daun saling membalut satu sama lain, berwarna hijau muda. Bunga akan
tumbuh ketika berumur 3 atau 4 tahun, tumbuh di ketiak daun, diselubungi oleh
seludang. Buah berasal dari bunga betina yang sudah dibuahi dalam kurun waktu
3 sampai 4 minggu, berwarna hijau atau kuning tergantung varietas dan cokelat
ketika tua (Sukarlan, 2014). Berat jenis rata-rata kayu Kelapa adalah 0,74
sehingga digolongkan kedalam kelas kayu agak berat (Indrosaptono et al., 2018).
III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum fisika pengukuran
pengembangan tebal dan penyerapan setelah perendaman air dilakukan pada hari
Sabtu tanggal 15 Juni 2019 yang berlangsung pada pukul 19.50 WIB hingga hari
Minggu tanggal 16 Juni pukul 19.50 WIB dan bertempat di Laboratorium
Teknologi Hasil Hutan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Palangka Raya.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada saat pelaksanaan praktikum, yaitu:
1. Timbangan digital kapasitas minimum 500 g dengan ketelitian 0,01 g,
2. Jangka sorong,
3. Waskom/bak air,
4. Alat tulis, blanko isian pengamatan, dan alat hitung.
Adapun bahan yang digunakan pada saat pelaksanaan praktikum, yaitu:
1. Contoh uji balok kayu sebanyak 6 jenis,
2. Air.

3.3 Cara Kerja


Adapun prosedur pengukuran kadar air, kerapatan, dan berat jenis kayu
yang dilakukan sebagai berikut:
1. Mengukur tebal contoh uji pada bagian pusatnya dengan ketelitian 0,05 mm
dan menimbang beratnya dengan ketelitian 0,1 g,
2. Merendam contoh uji dalam air pada suhu kamar secara mendatar, sekitar 2 cm
dari permukaan air selama ± 24 jam,
3.iKemudian mengangkat contoh uji, menyekanya dengan kain kemudian
mengukur tebal dan menimbang beratnya dengan ketelitian 0,1 g,
4. Mencatat hasil pengukuran yang diperoleh ke dalam lembar pengamatan.
Adapun penentuan perhitungan, analisis data, dan pernyataan hasil yang
berlaku yaitu sebagai berikut:
(𝑇2 −𝑇1 )
1. Pengembangan Tebal (PT) = 𝑥 100%
𝑇1

T1 = Tebal sebelum direndam (mm)


T2 = Tebal setelah direndam (mm)
(𝐵𝑠 −𝐵𝑎 )
2. Penyerapan Air (DSA) = 𝑥 100%
𝐵𝑎

Ba = Berat contoh uji sebelum direndam (g)


Bs = Berat contoh uji setelah direndam (g)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Berdasarkan pengukuran berat dan tebal yang dilakukan sebelum dan
sesudah perendaman di air maka diperoleh hasil sebagaimana yang tercantum
pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Penyerapan Air (PA) Pada Kayu

Kode Berat Awal (g) Berat Akhir (g) DSA (%) Rata-rata

IXA 12,47 21,33 71,05


IXB 13,06 21,60 65,39 66,39
IXC 13,23 21,53 62,74

Tabel 2. Pengembangan Tebal (PT) Pada Kayu

Kode Tebal Awal (mm) Tebal Akhir (mm) PT (%) Rata-rata

IXA 79,80 80,50 0,88

IXB 79,00 79,20 0,25 0,42

IXC 79,10 79,20 0,13

4.2 Pembahasan
Sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah kayu Kelapa (Cocos
nucifera) sebanyak 3 buah yang terlebih dahulu dipotong dengan ukuran panjang
± 20 mm, lebar ± 20 mm, dan tebal ± 80 mm. Perlu diketahui bahwa sampel yang
digunakan tidak berbentuk balok sempurna karena cara pemotongan atau kondisi
awal kayu. Kemudian sampel direndam di dalam wadah air berupa baskom
berukuran sedang yang diisi air dari keran sebanyak ¾ nya. Agar sampel tidak
mengapung, ketiga sampel ditindih menggunakan batu hingga mencapai
kedalaman dasar baskom air lalu dibiarkan selama 24 jam.
Sebelum dilakukan perendaman, sampel terlebih dahulu diukur berat dan
tebalnya dengan menggunakan alat ukur timbangan digital dan jangka sorong.
Sehingga diperoleh berat awal dan tebal awal sampel sesuai dengan yang tertera
pada Tabel 1 dan Tabel 2. Setelah direndam selama 24 jam, sampel kemudian
diangkat dari baskom air lalu diseka dengan kain/tisu sampai kayu dalam kondisi
agak kering. Lalu kemudian, sampel diukur kembali berat dan tebalnya dengan
menggunakan alat ukur yang sama sebelumnya sehingga diperoleh berat akhir dan
tebal akhir sesuai dengan yang tertera pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Berdasarkan hasil data pengamatan yang diperoleh setelah perendaman 24
jam berat dan ketebalan kayu mengalami peningkatan nilai. Berat kayu
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 66,39% dan ketebalan kayu mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 0,42%. Pengembangan tebal yang tidak mencapai
1% ternyata dipengaruhi oleh sifat anisoptropi kayu, menurut Suranto (2015)
bahwa penyusutan atau pengembangan yang terjadi pada bidang longitudinal
(arah sejajar serat kayu) adalah yang paling kecil.
Peningkatan nilai yang terjadi dipengaruhi oleh sifat unik kayu yaitu
higroskopik yang memungkinkan kayu untuk melepaskan dan menyerap air,
seperti yang dijelaskan oleh Suranto (2015) bahwa proses absorbsi air yang
berlangsung pada kayu ketika kayu itu memiliki kandungan air dibawah status
TJS maka absorbsi itu akan diikuti dengan pertambahan dimensi kayu
(pengembangan).
Nugroho & Ismu (2016) menjelaskan bahwa kondisi titik jenuh serat (TJS)
adalah kondisi dimana jika hanya dinding sel yang jenuh air sedangkan rongga
selnya tidak terisi air. Suranto (2015) juga menjelaskan ketika kayu mengadsorbsi
air maka air akan terlebih dahulu menempati dinding sel sehingga menjadi air
terikat, setelah dinding sel mencapai titik jenuh maka air yang masuk akan
menempati rongga sel yakni menjadi air bebas.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa pertambahan
dimensi tebal yang terjadi pada sampel kayu Kelapa terjadi karena pengembangan
dinding sel yang jenuh akan air. Perendaman yang dilakukan selama 24 jam juga
menyebabkan rongga sel terisi air ketika kondisi kayu diatas status TJS, sehingga
berat dari kayu Kelapa juga ikut bertambah.
Menurut Suranto (2015) salah satu cara untuk dapat menstabilkan dimensi
kayu tersebut adalah dengan cara pelapisan kayu, dengan lilin contohnya sehingga
laju dari penyusutan atau pengembangan kayu dapat ditahan. Basri & Balfas
(2015) menyebutkan bahwa dimensi kayu yang stabil selama penggunaan
diperlukan untuk mengurangi distorsi pada komponen mebel yang menyebabkan
pintu lemari yang renggang atau sulit ditutup, sambungan antarkomponen lepas,
atau delaminasi pada produk perekatan. Mochsin et al. (2014) mengatakan bahwa
nilai kembang susut kayu dapat mempengaruhi nilai pakai dari kayu atau
mengurangi ragam penggunaanya, sehingga pemilihan kayu untuk eksterior dan
interior harus memerhatikan nilai kembang susut dan kestabilan dimensi kayunya.
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan
praktikum fisika tentang pengukuran pengembangan tebal dan penyerpan setelah
perendaman air, yaitu:
1. Kayu memiliki sifat higroskopik yang membuatnya mampu untuk melepas dan
menyerap air, ketika mencapai kayu melewati status TJS maka penyerapan air
akan diikuti dengan pertambahan dimensi kayu seperti ketebalannya,
2.iStabilisasi dimensi kayu merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
menahan laju perubahan dimensi kayu. Bisa dengan perlakuan seperti
pelapisan lilin pada kayu, dengan tujuan mengurangi distorsi pada kayu ketika
dijadikan komponen dari suatu alat dan sebagainya,
3. Nilai dari kembang susut kayu dapat mempengaruhi nilai pakai atau ragam
penggunaannya, sehingga memilih kayu yang memiliki nilai kembang susut
yang tepat untuk digunakan dalam bangunan atau pembuatan produk lainnya
adalah hal yang penting untuk dilakukan.

5.2 Saran
Adapun saran dari penyusun untuk praktikum ini yaitu, agar praktikum ini
kedepannya meliputi pengukuran dimensi kayu selain dari ketebalan kayu, karena
salah satu tujuan dari praktikum ini adalah memahami konsep stabilitas dimensi
maka semua bidang dimensi seharusnya juga ikut diukur.
DAFTAR PUSTAKA

Basri, E. & Balfas, J. 2015. Seri Paket IPTEK Teknologi Stabilisasi Dimensi
Kayu. Bogor: BLI KLHK. (Tersedia online di: www.forda-
mof.org/files/Pengeringan-Kayu-Efrida-Basri.pdf) (Diakses pada 20 Juni
2019).

Indrosaptono, D., Sukawi & Indraswara, M. S. 2018. Kayu Kelapa (glugu)


sebagai Alternatif Bahan Konstruksi Bangunan. Modul. 14(1): 53-58.
(Tersediaionlineidi:iejournal.undip.ac.id/index.php/modul/article/view/655
0) (Diakses pada 19 Juni 2019).

Kurniawan, R. 2016. Pengenalan Sifat-sifat Kayu. Malang: Universitas Merdeka


Malang. (Tersedia online di: www.academia.edu/37746629) (Diakses pada
20 Juni 2019).

Mochsin, Usman, F. H. & Nurhaida. 2014. Stabilitas Dimensi Berdasarkan Suhu


Pengeringan dan Jenis Kayu. Jurnal Hutan Lestari. 2(2): 229-241.
(Tersedia online di:
jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfkh/article/view/6139) (Diakses pada
20 Juni 2019).

Nugroho & Ismu, R. 2016. Efek Variasi Jenis Kayu Terhadap Kecepatan
Gelombang Ultrasonik dengan Menggunakan Metode Direct. Yogyakarta:
UniversitasnNegerinYogyakarta.n(Tersedianonlinendi:neprints.uny.ac.id/2
0 75) (Diakses pada 20 Juni 2019).

Santoso, M., Jemi, R., Mujaffar, A., Luhan, G., Herianto & Yanciluk. 2019.
Penuntun Praktikum Fisika. Palangka Raya: Universitas Palangka Raya,
Fakultas Pertanian, Jurusan Kehutanan.

Sukarlan, Y. M. 2014. Penyusunan Draft Standard Operating Procedure


Pembuatan Gula Merah Kelapa (Studi Kasus di Pengrajin Gula Merah
Kelapa Desa Purworejo Kecamatan Negeri Katon Kabupaten
Pesawaran). Bandar Lampung: Universitas Lampung, Fakultas
Pertanian.(Tersediaionlineidi:ijurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JTHP/article/
view/423) (Diakses pada 20 Juni 2019).

Suranto, Y. 2015. Pengaruh Konsentrasi Larutan dan Durasi Perendaman terhadap


Efektivitas Bahan Konservan Poly Etilen Glikol dalam Pelestarian Cagar
Budaya Material Kayu (Studi Kasus pada Kayu Waru Gunung). Jurnal
Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 9(2): 52-62. (Tersedia online di:
borobudur.kemdikbud.go.id/index.php/jurnalkonservasicagarbudaya/articl
e/view/141) (Diakses pada 20 Juni 2019).
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai