OLEH :
KELOMPOK I
INDRA PRIYADI LUMBAN GAOL
CCA 116 078
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat-Nya dan segala kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul “Sifat-Sifat Dasar Kayu Kayu Tumih
(Combretocarpus rotundatus Miq.)” dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Wahyu Supriyati, S.Hut.,
M.P., Ibu Grace Siska, S.Hut., M.P., Ibu Lies Indrayati, S.Hut., M.T., dan Bapak
Endra Cipta S.Hut. karena dengan bantuan dan dukungan mereka penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.
Semua pihak yang turut membantu baik kritik dan saran dalam pembuatan
laporan praktikum Sifal-Sifat Dasar Kayu ini. Kepada anggota kelompok I yang
telah menjalin kekompakan dan kerjasama untuk praktikum Sifat-Sifat Dasar
Kayu ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan atau
penulisan laporan ini . Namun demikian penulis berharap semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
3.4.6 Penentuan Kadar Abu ....................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kadar Air ..................................................................................... 20
4.2 Berat Jenis ...................................................................................... 23
4.3 Perubahan Dimensi ........................................................................ 26
4.3.1 Penyusutan ......................................................................... 26
4.4 Sifat Mekanika Kayu ..................................................................... 28
4.4.1 Keteguhan Lengkung Statis ............................................... 28
4.4.2 Kekerasan .......................................................................... 30
4.5 Sifat Kimia Kayu ........................................................................... 32
4.5.1 Kadar Air Serbuk ............................................................... 32
4.5.2 Kadar Ekstraktif Kayu (Air Panas dan Air Dingin) .......... 34
4.5.3 Kadar Abu ........................................................................ 35
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 37
5.2 Saran ............................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 39
LAMPIRAN ................................................................................................ 42
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
1
I. PENDAHULUAN
Keterangan :
Ba = Berat awal
Bk = Berat kering tanur
3PL
Keteguhan Lengkung Maksimum=
2bd2
3P1L
Keteguhan Lengkung pada Batas Proporsi=
2bd2
P1L3
Modulus Elastisitas=
4∆bd3
Keterangan :
P = Beban maksimum
P1 = Beban pada batas proporsi
L = Bentangan bebas contoh uji
b = lebar contoh uji
d = tebal contoh uji
Δ = Defleksi atau deformasi
berfungsi sebagai pionir di lahan hutan gambut yang rusak, karena mampu
tumbuh di areal yang selalu tergenang oleh air (Maimunah 2014). Kayu tumih
juga ditemukan di hutan kerangas. Jenis ini merupakan tumbuhan yang tegakan
berdirinya masih diproduksi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan kayu
bangunan (Kissinger et al, 2013).
Pohon Pancang
Semaian
dalam kayu terdiri dari air bebas dan air terikat dimana keduanya secara
bersamaan menentukan kadar air kayu. Air yang terdapat dalam rongga sel kayu
disebut sebagai air bebas (free water). Air yang terdapat di dalam dinding sel
disebut air terikat (bound water). Kadar air maksimum terjadi pada waktu seluruh
rongga sel penuh berisi air bebas dan dinding sel jenuh air. Pada kayu basah yang
baru ditebang, kadar air dapat mencapai 40% hingga 200%. Kondisi dimana
dinding sel jenuh dengan air sedangkan rongga sel kosong dinamakan kondisi
kadar air titik jenuh serat (Simpson et al, 1999). Kadar air titik jenuh serat
besarnya tidak sama untuk setiap jenis kayu yang disebabkan karena perbedaan
struktur dan komponen kimia. Pada umumnya kadar air titik jenuh serat berkisar
antara 25%-30%. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa besarnya titik jenuh serat
berkisar antara 20%-40%. Dalam satu jenis pohon kadar air bervariasi tergantung
pada tempat tumbuh dan umur pohon. Kadar air kayu akan berubah sesuai dengan
kondisi iklim tempat dimana kayu berada akibat dari perubahan suhu dan
kelembaban udara (Bowyer et al, 2003). Kadar air suatu kayu perlu diketahui
sebelumnya untuk memudahkan pekerjaan dalam mengolah kayu.
Di atmosfir terbuka, kadar air kayu akan mencapai titik tertentu dimana
pada keadaan ini kadar air telah seimbang dengan kelembapan udara disekitarnya,
kadar air ini dinamakan kadar air kering udara. Untuk menghitung besarnya kadar
air pada kayu biasa menggunakan rumus :
Ba -Bk
KA % = × 100%
Bk
Keterangan :
KA = Kadar air
Ba = Berat awal (mula-mula)
Bk = Berat Kering Tanur
7
baku kayu yang akan digunakan untuk bangunan. Dalam penggunaan struktural,
sifat mekanis merupakan kriteria pertama untuk pemilihan bahan baku yang akan
digunakan (Bowyer et al, 2003). Sifat mekanis kayu yang penting untuk
penggunaan struktural diantaranya adalah MOE, MOR dan kekerasan.
Dua hal pokok dalam mempelajari mekanika kayu adalah tegangan dan
regangan (Haygreen dan Bowyer, 1982). Tegangan adalah pemberian gaya per
satuan luas (strees), ini merupakan pengaruh timbal balik antara gaya ekstren dan
inheren. Apabila sebuah gaya (aksi) mengenai sebuah benda maka permukaan
yang mengalami gaya akan memberikan gaya (reaksi) yang besarnya sama dengan
besarnya gaya yang diterima. Selanjutnya apabila gaya yang mengenai benda
tersebu menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan ukuran alami benda
tersebut, maka perubahan bentuk dan ukuran (perubahan defomasi) tersebut
dinamakan regangan.
Pada dasarnya gaya yang mengenai suatu benda dapat mempunyai tiga
macam bentuk, yaitu :
1. Gaya cenderung memperbesar dimensi benda sisebut gaya tarikan
(tensile stress)
2. Gaya yang menekan benda, yang cenderung memperkecil dimensi atau
volume benda yang disebut gaya tekan (compressive stress).
3. Gaya yang berusaha menggeser satu bagian benda terhadap bagian
benda lainnya dalam arah atau bidang singgung kedua bagian itu, gaya
ini disebut gaya geser (shearing stress).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat mekanika kayu, secara
garis besar dapat digolongkan dalam dua kelompok. Pertama, faktor-faktor luar
(eksternal) antara lain pengawetan kayu, kelembapan lingkungan, pembebanan,
dan cacat-cacat yang disebabkan oleh jamur serta serangga perusak kayu. Faktor
kedua yaitu faktor dalam kayu (internal) yang bersangkutan dengan berat jenis
kayu, cacat-cacat berupa mata kayu, serat-serat mencong, dan lain sebagainya.
2.3.1 Keteguhan Lengkung Statis
Keteguhan lengkung atau lentur ialah kekuatan untuk menahan gaya-
gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan bedan-beban mati
10
maupun hidup selain bebam pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut,
misalnya blandar. Dalam hail ini, dibedakan keteguhan lengkung statik dan
keteguhan lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan
kayu menahan gaya yang mengenai secara perlahan-lahan. Adapun keteguhan
pukul adalah kekuatan kayu menahan gaya yang mengenai secara mendadak,
misalnya pukulan (Dumanauw, 1998)
Modulus elastisitas adalah ukuran ketahanan terhadap pelengkungan
yang berhubungan langsung dengan kekakuan kayu. Apabila tekanan yang
diberikan tidak melebihi batas proporsi maka tidak akan menimbulkan defleksi
karena semakin tinggi nilai MOE akan semakin berkurang defleksi bahan dengan
ukuran tertentu pada beban tertentu (Haygreen et al, 1989). Menurut Tsoumis
(1991), elastisitas adalah sifat benda yang mampu kembali ke kondisi semula
dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Nilai
modulus elastisitas kayu bervariasi antara 25.510 kg/cm2 - 173.469 kg/cm2. Nilai
modulus elastis kayu berbeda pada ketiga arah pertumbuhannya. Pada arah
tranversal modulus elastisitas hanya berkisar 3.061 kg/cm2 - 6.122 kg/cm2,
sedangkan perbedaan untuk arah radial dan tangensial tidak nyata. Nilai MOE
dapat digunakan untuk menentukan beban yang aman dari material kayu yang
bersangkutan dalam membuat konstruksi.
Modulus of rupture (MOR) adalah sifat kekuatan kayu yang
menentukan besarnya beban yang dapat dipikul oleh sebuah papan atau balok.
Kekuatan lentur menggambarkan kapasitas beban maksimum yang dapat diterima
oleh kayu tersebut. Biasa disebut dengan modulus patah yang pada bervariasi
antara 561 kg/cm2 - 1.632 kg/cm2. Nilai kekuatan lentur menunjukan
kecenderungan yang sama dengan kekuatan tarik aksial sehingga modulus patah
dapat digunakan sebagai petunjuk kekuatan tarik aksial jika data nilai kekuatan
tersebut tidak tersedia. Kekuatan lentur kayu lebih rendah dibandingkan logam
tetapi lebih tinggi dari kebanyakan bahan non logam (Tsoumis 1991). Nilai MOR
suatu kayu digunakan untuk menentukan beban maksimal dalam membuat
konstruksi yang aman.
11
2.3.2 Kekerasan
Kekerasan kayu adalah suatu ukuran kekuatan kayu dalam menahan gaya
yang membuat takik atau lekukan padanya. Kekerasan kayu juga dapat
diartikakan sebagai kemampuan kayu untuk menahan kikisan (abrasi). Dalam
pengertian yang terakhir, kekerasan kayu bersamaan dengan keuletannya
merupakan bahan ukuran tentang ketahanannya terhadap pengausan kayu. Hal ini
merupakan suatu pertimbangan untuk menentukan apakah suatu jenis kayu yang
akan digunakan sebagai lantai, rumah, balok pengerasan, pelincir sumbu, dan lain-
lain. Kekerasan dalam arah sejajar serat pada umumnya melampaui kekerasan
kayu dalam arah yang lain.
Pada dasarnya sifat kekerasan kayu dipengaruhi oleh kerapatannya, tetapi
selain itu ditentukan pula oleh ukuran serat, daya ikat antar serat serta susunan
serat kayunya.
2.4 Sifat Kimia Kayu
Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena
menentukan kegunaan suatu jenis kayu. Dengan mengetahuinya kita dapat
membedakan jenis-jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal
ketahanan kayu terhadap serangan makluk perusak kayu, selain itu dapat pula
menentukan pengerjaan dan pengelolaan kayu, sehingga didapatkan hasil yang
maksimal.
2.4.1 Kandungan Ekstraktif
Zat ekstraktif yang larut dalam air yaitu karbohidrat (protein dan alkaloid),
monosakarida (pati dan bahan pektin), arabinosa, galaktosa, rafinosa, bahan
organik, kation (anion), dan unsur-unsur seperti Ca, K, Mg, Na, dan Fe.
Menurut Achmadi (1990), selain selulosa, hemiselulosa dan lignin,
komponen kimia lainnya yang terdapat dalam kayu adalah substansi yang biasa
disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif biasanya berada di dalam pori-pori
dan dinding sel tanaman berkayu dalam jumlah yang sedikit. Zat ekstraktif
tersebut tidak semuanya bisa larut dalam pelerut kimia, hal ini disebabkan karena
adanya struktur lain dalam zat ekstraktif tersebut seperti mineral atau getah yang
mempunyai derajat kondensasi yang tinggi. Zat ekstraktif yang umumnya
12
mempunyai gugus alkohol dan berikatan dengan lignin, kadang dapat diekstraksi
dengan pelarut netral.
Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti
eter, alkohol, bensin dan air. Persentase zat ekstraktif ini rata-rata 3-8% dari berat
kayu kering tanur. Termasuk di dalamnya minyak-minyakan, resin, lilin, lemak,
tannin, gula pati dan zat warna. Zat ekstraktif ini merupakan bagian struktur
dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Dalam arti yang sempit, zat
ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik dan
dalam pengertian ini, nama zat ekstraktif digunakan dalam analisis kayu (Fengel
dan Wegener, 1995).
Zat Ekstraktif mengandung senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil dan
hidrofil dalam jumlah yang besar. Ekstraktif dapat dipandang sebagai konstituen
kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa
ekstraseluler dengan berat molekul rendah (Sjöström, 1995).
2.4.2 Kandungan Abu
Abu kayu merupakan bahan anorganik dan senyawa dengan berat molekul
rendah dalam jumlah kecil (jarang lebih dari 1% dari berat kayu kering). Mineral
ini berasal dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding sel dan rongga
sel. Garam-garam yang khas adalah garam logam seperti karbonat, silikat, oksalat,
dan fosfat. Komponen logam yang paling banyak adalah kalsium, kalium, dan
magnesium. Jika kadar abu tinggi biasanya silikat yang utama. Kadar silikat yang
rendah sudah mampu untuk menumpulkan alat-alat pengerjaan kayu
Dalam pembuatan pulp, ion-ion logam berpengaruh negatif terhadap
pengelantangan dan derajat putih pulp.
20
Secara grafis distribusi kadar air basah dan kadar air kondisi kering udara,
bagian pangkal kayu Tumih dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
KADAR AIR
90.00
76.82
80.00
70.00
Kadar Air (%)
60.00 55.85
50.00 KA Basah
40.00
30.00 KA Kering Udara
16.3 15.69
20.00
10.00
0.00
KANAN KIRI
Gambar 2. Grafik Kadar Air Basah Dan Kadar Air Kering Udara
Dilihat dari gambar diatas jika dibandingkan antara rata-rata kadar air
basah dengan rata-rata kadar air kering udara, kadar air paling tinggi terdapat pada
rata-rata kadar air basah, masing-masing pada bagian pangkal kanan sebesar
76,82% dan bagian pangkal kiri sebesar 55,85%, sedangkan untuk kadar air
kering udara pada bagian pangkal kanan dan bagian pangkal kiri secara berurutan
adalah 16,30% dan 15,69%. Tingginya nilai kadar air basah dikarenakan pada
kondisi kadar air basah dinding sel maupun rongga selnya masih terisi oleh air
dikarenakan kondisi kayu yang masih segar.
Nilai kadar air kering udara pohon Tumih untuk bagian pangkal kanan
sebesar 16,30% dan bagian pangkal kiri 15,69%. Nilai kadar air tersebut
21
BERAT JENIS
0.8
0.71 0.72 0.70
0.7
0.62
0.6 0.57
0.54
Berat Jenis
0.5
Basah
0.4
Kering Udara
0.3 Kering Tanur
0.2
0.1
0
KANAN KIRI
Gambar 3. Grafik Berat Jenis Basah, Kering Udara dan Kering Tanur
Hasil praktikum Berat Jenis Basah (BJB) pada bagian pangkal kanan
diperoleh 0,57, Berat Jenis Kering Udara 0,71, dan Berat Jenis Kering Tanur 0,72.
Sedangkan untuk bagian pangkal kiri masing-masing nilai berat jenis, baik berat
jenis basah 0,54, berat jenis kering udara 0,70, dan berat jenis kering tanur 0,62.
Dari hasil perhitungan ini bahwa berat jenis kayu terbesar terjadi pada keadaan
berat jenis kering udara, kemudian berat jenis kering tanur dan berat jenis basah.
24
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa besar berat jenis kayu Tumih bagian
pangkal kanan lebih besar dari bagian pangkal kiri.
Adanya variasi berat jenis tersebut dipengaruhi oleh sifat hidroskopis pada
kayu, yaitu sifat yang menyerap atau melepaskan air atau kelembaban. Semakin
lembab udara sekitar, semakin sedikit air yang masuk ke dalam kayu, yang
menyebabkan berar kayu berubah. Sifat ini berhubungan dengan sifat
mengembang dan menyusutnya kayu yang akan mempengaruhi berat jenis kayu.
Perbedaan berat jenis kayu tumih bagian pangkal kanan dan pangkal kiri
yang ada pada kategori berat jenis basah, berat jenis kering udara, dan berat jenis
kering udara diakibatkan karena perbedaan struktur kayu dan perbandingan antara
jumlah dinding sel dan rongga kayu, nilai berat jenis biasanya bertambah jika
kadar air kayu berkurang di bawah titik jenuh seratya. Berat jenis kayu bervariasi
tergantung dari kadar air yang dikandung. Berat jenis kayu umumnya dipengaruhi
oleh ukuran sel, tebal dinding sel, serta hubungan antara jumlah sel dengan berat
dan tebal dinding sel.
Posisi kayu dalam pohon juga menentukan berat jenis kayu tersebut. Nilai
berat jenis secara umum pada bagian pangkal lebih tinggi dibanding bagian
tengah dan ujung. Semakin ke ujung nilai berat jenis suatu pohon akan semakin
rendah. Kayu yang berasal dari bagian pangkal umumnya sudah terbentuk kayu
dewasa (mature wood), yaitu massa kayu yang didominasi oleh kayu akhir dengan
sel-sel penyusunnya memiliki dinding sel yang tebal dan rongga sel yang kecil,
sehingga kerapatannya juga lebih tinggi. Selain itu kayu pada bagian pangkal juga
sudah terbentuk kayu teras yang lebih banyak.
Berat jenis suatu contoh uji akan naik jika kandungan air yang menjadi
dasarnya berkurang di bawah titik jenuh serat (TJS). Hal ini terjadi karena berat
kering tetap konstan sedangkan volume berkurang selama pengeringan. Semakin
besar penyusutan volume metrik suatu spesies kayu, maka makin besar perbedaan
antara berat jenis basah dan kering tanur. Haygreen dan Bowyer (2003)
mengemukakan bahwa semakin tinggi berat jenis dan kerapatan kayu, semakin
banyak kandngan zat kayu pada zat dinding sel yang berarti semakin tebal dinding
sel tersebut.
25
4.3.1 Penyusutan
Hasil perhitungan rata-rata penyusutan arah longitudinal, radial dan
tangensial ditampilkan pada tabel.
Tabel 3. Nilai Rata-rata Penyusutan Arah Tangensial, Radial, dan Longitudinal
Bagian Pangkal
Kanan Kiri
Tangensial 6,62 8,75
Radial 4,30 3,93
Longitudinal 1,23 0,66
PENYUSUTAN
10.00
8.75
9.00
8.00
6.62
Penyusutan (%)
7.00
6.00 Tangensial
5.00 4.30
3.93 Radial
4.00
Longitudinal
3.00
2.00 1.23
1.00 0.66
0.00
KANAN KIRI
Nilai rata-rata penyusutan kayu tumih bagian pangkal kanan pada bidang
tangensial, radial, dan longitudinal yang didapatkan adalah sebesar 6,62%; 4,30%;
dan 1,23%. Sedangkan nilai rata-rata penyusutan untuk kayu tumih bagian
pangkal kiri secara berurutan adalah 8,75%; 3,93%; dan 0,66%. Nilai rata-rata
penyusutan pada bidang tangensial kayu tumih adalah pada bagian pangkal kiri
yakni sebesar 8,75% dan penyusutan pada bidang radial kayu tumih yang tertinggi
27
terdapat pada bagian pangkal kanan yakni sebesar 4,30%. Penyusutan yang
terendah pada bidang tangensial adalah pada bagian pangkal kanan sebesar
6,62%. Penyusutan yang terendah pada bidang radial adalah pada bagian pangkal
kiri sebesar 3,93%. Penyusutan pada bidang longitudinal tertinggi adalah pada
bagian pangkal kanan sebesar 1,23% dan yang terendah pada bagian pangkal kiri
yakni hanya sebesar 0,66%. Data tersebut menunjukkan bahwa penyusutan yang
terkecil terjadi pada bidang orientasi longitudinal dan yang paling besar pada
bidang orientasi tangensial. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dumanauw (1993),
yang menyatakan bahwa perubahan dimensi dalam arah longitudinal berkisar
antara 0,1% - 0,2%; dalam arah radial angka penyustan bervariasi antara 2,1% -
8,5%; sedangkan dalam arah tangensial angka penyusutan lebih kurang dua kali
angka penyusutan radial yakni bervariasi antara 4,3% - 14%.
Penyusutan merupakan akibat kehilangan air pada kayu di bawah titik
jenuh serat yakni kehilangan air terikat. Kayu akan mengalami perubahan dimensi
yang tidak sama pada ketiga arah strukturalnya. Pada arah longitudinal
penyusutan sangat kecil sehingga seringkali tidak diperhitungkan. Menurut
Tobing (1976), rendahnya nilai susut pada bidang longitudinal disebabkan karena
sebagian besar arah mikrofibril dalam lapisan dinding sel hampir sejajar terhadap
sumbu sel, sedangkan susut tangensial yang besarnya dua kali lipat susut radial,
hal ini juga disebabkan saluran jari-jari yang berada pada arah yang sama dengan
potongan bidang radial mengurangi perubahan bentuk kayu. Dijelaskan pula
dalam Haygreen dan Bowyer (1993) bahwa jari-jari dapat menghambat perubahan
dimensi pada arah radial dan kehadirannya berpengaruh atas kenyataan bahwa
pada pengeringan kayu penyusutan pada arah radial lebih kecil dari penyusutan
pada arah tangensial. Dumanauw (1993) menambahkan kayu menyusut lebih
banyak dalam arah lingkaran tumbuh (tangensial), agak kurang ke arah melintang
lingkaran tumbuh (radial) dan sedikit sekali dalam arah sepanjang serat
(longitudinal).
Proses pengeringan merupakan salah satu cara mengurangi kadar air
dalam kayu, dimensi kayu dapat berkurang atau menyusut dengan menurunnya
kadar air kayu. Penyusutan dimensi kayu mulai diperhitungkan setelah kayu
28
mencapai kadar air 30% (titik jenuh serat), karena diatas nilai tersebut biasanya
penyusuan sangat kecil dan cenderung diabaikan.
Proses pengukuran tingkat penyusutan dilakukan setelah pengukuran
kadar air, karena semakin berkurangnya kadar air maka tingkat penyusutan pun
bertambah dan dilakukan pegukuran sampai mendapat nilai yang konstan
(Budianto, 2000), menyatakan bahwa tingkat penyusutan yang terjadi umumnya
sebanding dengan jumlah air yang keluar dari dinding sel.
Mulyono (1988) juga mengemukakan bahwa penyusutan dapat pula
dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk sel (formasi kayu), kerapatan kayu dan
kecepatan pengeringan. Selanjutnya dikatakan bahwa kerapatan kayu merupakan
petunjuk banyaknya zat kayu atau zat dinding sel. Makin banyak zat dinding sel
atau makin besar kerapatan kayu maka makin besar pula perubahan dimensi yang
mungkin terjadi pada perubahan kadar air yang sama. Hal ini disebabkan karena
perubahan dimensi kurang lebih sebanding dengan perubahan volume air yang
ada dalam dinding sel.
4.4 Sifat Mekanika Kayu
Hasil perhitungan rata-rata MoR dan MoE dapat dilihat pada tabel
dibawah ini
Tabel 4. Nilai Rata-rata MoR dan MoE
Keteguhan Lengkung Pangkal
Statis Kanan Kiri
MoR (Kg/cm2) 581,61 728,63
2
MoE (Kg/cm ) 33729,74 37866,38
Kelas Kuat MoR III II
Kelas Kuat MoE IV IV
29
Secara grafis rata-rata MoR dan MoE ditampilkan pada gambar dibawah ini.
KLS
45000
Keteguhan Lengkung Statis (kg/cm²)
40000 37866.38
33729.74
35000
30000
25000
MoR
20000
MoE
15000
10000
5000 728.63
581.61
0
KANAN KIRI
keteguhan lentur statis merupakan fungsi dari berat jenis atau kerapatan, dimana
semakin tinggi kerapatn maka semakin tinggi pula nilai keteguhan lenturnya. Hal
ini diperkuat oleh pernyataan Erwinsyah dan Darnoko (2003) yang menyatakan,
semakin tinggi kerapatan menyebabkan semakin tinggi kemampuan papan untuk
mempertahankan perubahan bentuk akibat beban yang diterima.
Nilai mekanis kayu tumih yang diperoleh menentukan kelas kuatnya agar
dapat dimanfaatkan secara tepat. Nilai MoR apabila diratakan antara bagian
pangkal kanan dan bagian pangkal kiri, akan mendapatkan hasil sekitar 655,12
kg/cm2, nilai keteguhan lengkung statis (MoR) pada kayu tumih ini jika
digolongkan menurut Departemen Pertanian (1976) maka termasuk dalam sifat
kelas kuat III, hal ini dikarenakan nilai keteguan lengkung statis hasil pengujian
berkisar diantara 500 – 725 kg/cm2. Sedangkan nilai MoE kayu tumih bagian
pangkal (kanan dan kiri) tergolong kelas kuat IV. Untuk penggunann kayu tumih
secara aman diambil kelas kuat tertinggi yaitu kelas kuat III. Umumnya kayu
dengan kelas kuat III dapat digunakan untuk konstruksi sedang dan perabotan.
Kayu tumih bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku kusen , panel pintu,
jendela ,meubel, lantai parket, dan anak tangga.
Nilai MoE jauh lebih tinggi dibandingkan nilai MoR ini disebabkan karena
karena adanya sifat elastisitas dari kayu. Elastisitas berarti bahwa perubahan
bentuk yang dihasilkan suatu benda padat tekanan yang rendah kembali secara
sempurna setelah beban dilepaskan. Sifat-sifat elastisitas adalah khas untuk kayu-
kayu solid (dibawah batas tekanan tertentu, diatas batas ini perubahan plastis
(plastisitas) atau kerusakan (pecah) akan terjadi. Yang terutama dalam bending
adalah penentuan modulus elastisitas. MoR dan MoE kadang digunakan untuk
menunjukkan kekakuan dari bahan/material, maka dalam hal ini nilai modulus
tersebut dapat digunakan dalam menunjukkan kekakuan dan keelastisan kayu
tumih.
31
4.4.2 Kekerasan
Tabel 5. Nilai Rata-rata Kekerasan kayu Tumih bagian pangkal
Pangkal
Kanan Kiri
Hj (Kg) 363,25 329,25
KEKERASAN
400.00 363.25
350.00 329.25
Kekerasan (kg/cm²)
300.00
250.00
200.00
Hj (kg/cm²)
150.00
100.00
50.00
0.00
KANAN KIRI
kg/cm2, dan bagian pangkal kiri sebesar 329,25 kg/cm2 diperoleh rata-rata yaitu
sebesar 345,25 kg/cm2 maka kelas kuat tumih ini tergolong dalam kelas kuat
kayu II, sehingga kayu tumih dapat digunakan untuk konstruksi, tiang-tiang,
pintu, jendela serta kusennya, panil-panil dekoratif, lantai, furnitur, rangka dan
lantai perahu, venir serta kayu lapis.
Semua pengujian yang dilakukan mulai dari pengujian keteguhan
lengkung statis, maupun kekerasan kayu mengalami deformasi, yaitu perubahan
bentuk yang terjadi pada suatu benda saat gaya atau beban itu bekerja, dan
perubahan bentuk akan hilang ketika beban tersebut ditiadakan.
4.5 Sifat Kimia Kayu
4.5.1 Kadar Air Serbuk
Pangkal
Secara grafis nilai Rata-rata Kadar Air Serbuk, KAN, dan MF ditampilkan
pada gambar dibawah ini.
ZAT EKSTRAKTIF
20.00
15.39
Zat Ekstraktif (%)
15.00 13.33
KA SERBUK
10.00
KAN
5.00 MF
0.87
0.00
PANGKAL
kimia kayu. Selain itu juga tergantung pada suhu dan kelembaban atmosfir yang
melingkupinya.
Nilai MF dalam kayu tumih yang diteliti adalah sebesar 0,87%, MF
(Moisture Factor) merupakan salah satu jenis resin yang digunakan sebagai
perekat, eksterior dan semi eksterior. Menurut Dumanauw (1990) MF merupakan
petunjuk bahwa kelembaban kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu
udara pada suatu kondisi tertentu. Makin lembab udara sekitarnya akan semakin
tinggi pola kelembapan kayu sampai tercapai keseimbangan dengan
lingkungannya.
Secara grafis nilai Rata-rata Kadar Ekstraktif Air Panas dan Dingin
ditampilkan pada gambar dibawah ini.
KADAR EKSTRAKTIF
50.00
45.00 42.98
Kadar Ekstraktif Kayu (%)
40.00
33.47
35.00
30.00
25.00 AIR PANAS
20.00 AIR DINGIN
15.00
10.00
5.00
0.00
PANGKAL
Secara grafis nilai Rata-rata Abu ditampilkan pada gambar dibawah ini.
KADAR ABU
0.60
0,50
0.50
Kadar Abu (%)
0.40
0.30
Abu
0.20
0.10
0.00
PANGKAL
menghasilkan karbon yang menjadi unsur abu dalam proses tersebut. Dari proses
tersebut dapat pula dimengerti bila kadar abu akan selalu kecil, biasanya dibawah
1%. Berdasarkan jenis kayu yang diteliti, berdasarkan kandungan kadar abu, kayu
tumih termasuk klasifikasi jenis kayu yang memiliki komponen kadar abu kelas
sedang.
37
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan sifat fisika, sifat kimia dan sifat
mekanika kayu Tumih (Cobretocarpus rotundatus Miq.) dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Nilai kadar air kayu tumih bagian pangkal kanan adalah 76,82% dan pada
bagian pangkal kiri sebesar 55,85% untuk kondisi kadar air basah. Sedangkan
untuk kondisi kadar air kering udara masing-masing secara berurutan untuk
bagian pangkal kanan dan pangkal kiri adalah sebesar 16,30% dan 15,69%.
2. Rata-rata berat jenis basah tertinggi sebesar 0,57%, untuk rata-rata berat jenis
kering udara tertinggi adalah sebesar 0,71 % dan untuk berat jenis kering
tanur tertinggi sebesar 0,72%, dapat diartikan kayu yang berasal dari bagian
pangkal umumnya sudah terbentuk kayu dewasa.
3. Tingkat penyusutan yang dilihat dari bagian pangkal pohon untuk bidang
tangensial yang tertinggi adalah sebesar 8,75%, selanjutnya untuk bidang
radial yang paling tinggi adalah sebesar 4,30%, da untuk bidang longitudinal
yang paling tinggi adalah sebesar 1,23%.
4. Rata-rata nilai keteguhan lentur statis (MoE) kayu tumih adalah sebesar
35.798,06 kg/cm2 dan tergolong dalam kelas kuat IV, sedangkan rata-rata
nilai MoR adalah sebesar 655,12 kg/cm2, sehingga terglong dalam kelas kuat
III, serta nilai rata-rata kekerasan kayu tumih sebesar 345,25 kg/cm2 maka
kelas kuat tumih ini tergolong dalam kelas kuat kayu II.
5. Rata-rata zat ektraktif pada bagian pangkal kayu tumih masing-masing adalah
untuk nilai kadar serbuk adalah sebesar 15,39%, nilai rata-rata KAN 13,33%,
dan MF sebesar 0,87%. Zat ekstraktif larut air panas pada bagian pangkal,
adalah sebesar 33,47%. Sedangkan zat ekstraktif larut air dingin pada bagian
angkal adalah sebesar 42,98%.
6. Kadar abu pada kayu tumih bagian pangkal, adalah sebesar 0,50%. Sehingga
dapat digolongkan ke dalam kadar abu kelas sedang.
38
5.2 Saran
Perlu adanya kesadaran akan kebersihan laboratorium, serta agar dalam
menggunakan peralatan laboratorium dilakukan secara bijak dan peuh tanggung
jawab. Demi kelancaran praktikum sebaiknya peralatan di laboratorium dapat
diperbanyak agar waktu lebih efisien, dan juga agar dalam pelaksanaan praktikum
perlu kerjasama yang lebih baik dalam satu kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Bakar, dkk 1998. Panduan Lapang Identifikasi Jenis Pohon Hutan. Kalimantan
Forest and Climate Partnership (KFCP).
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science
An Introduction Fourth Edition. IOWA (US): IOWA State University Pr.
Brown, H.P., A.J.Panshin dan C.C. Forsaith. 1952. Textbook of Wood Technology.
Volume II. McGraw-Hill Book Company. New York Toronto London.
[Deptan] Departemen Pertanian. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia.
Direktorat Jendral Kehutanan. Jakarta: Departemen Pertanian.
Dumanauw. 1990. Kayu Sebagai Bahan Baku Industri. Fakultas Kehutanan.
UGM. Yogyakarta.
Erwinsyah dan Darnoko, 2003. Hutan dan Kebun Sebagai Sumber Pangan
Nasional. Kanisius, Jakarta.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar.
Hadikusumo SA, penerjemah; Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta (ID):
Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood
Science, an Introduction.
Haygreen, J. G dan J. L. Bowyer. 2003. Hasil Hutan dan Imu Kayu Suatu
Pengantar. Penerjemah Dr. Ir Sujipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Istomo, Valentino N. 2012. Pengaruh perlakuan kombinasi media terhadap
pertumbuhan anakan tumih (Combretocarpus rotundatus Miq. Danser).
Jurnal Silvikultur Tropika 2(3):81-84.
Kailola, 2006. Sifat Fisik Beberapa Jenis Kayu Unggulan Asal Tobelo Menurut
Ketinggian Batang dan Kedalaman Batang. Jurnal Agroforestri Volume 1
nomor 1
Lempang, M., Pari, G. Dan Asdar, M. 2008. Analisis Kimia dan Destilasi Kering
Kayu Kumea Batu. Buletin Hasil Hutan, 14 (1),45-52.
Maimunah S. 2014. Uji viabilitas dan skarifikasi benih beberapa pohon endemik
hutan rawa gambut kalimantan tengah. Jurnal Hutan Tropis. 1(1): 17-23.
Mardikanto TR, Karlinasari L, Bahtiar ET. 2011. Sifat Mekanis Kayu. Bogor (ID):
IPB Pr.
Oey Djoen Seng.1990. Berat Jenis dari Jenis-jenis Kayu Indonesia dan Pengertian
Beratnya Kayu Untuk Keperluan Praktek. Pengumuman Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan No.13. Bogor
Pandit IKN, Ramdan H. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai
Bahan Baku. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.
Panshin AJ, C de Zeeuw. 1980. Textbook of Wood Technology: Structure,
Identification, Properties and Uses of The Commercial Woods of The
United States Canada. New York (US): McGraw-Hill Book Company.
Rad. S. 1994. Indonesian-German Forestry Project, IGFP. Deutsche Gesellshaf
Technische Zusammenarbeit, GTZ Pengujian Kayu. Diterjemahkan Oleh
Agus Sulistyo Budi. Jurusan Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas
Mulawarman. Samarinda.
Saito H, Shibuya M, Tuah SJ, Turjaman M, Takahashi K, Jamal Y, Segah H, Putir
PE, Limin SH. 2005. Initial ccreening of fast-growing tree species being
tolerant of dry tropical peatlands in Central Kalimantan, Indonesia.
Journal of Forestry Research. 2(2): 1-10.
Simpson W, A ten Wolde. 1999. Physical Properties and Moisture Relations of
Wood. Wood as An Engineering Material. Forest Product Laboratory
General Technical Report FDL-GTR-11 .USDA Forest Science (US):
Forest Laboratory US.
Soenardi, 1976. Sifat Fisika Kayu. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan UGM.
Yogyakarta.
Supriyati, W. Indrayanti, L. & Siska, G. 2018. Penuntun Praktikum Mata Kuliah
Sifat Dasar Kayu. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas
Palangka Raya. Palangka Raya.
Syafii, W. Dan Siregar, I. Z. (2006). Sifat kimia dan dimensi serat kayu mangium
(Acacia mangium Willd.). Jurnal Penelitian Hasil Hutan dan Teknologi
Kayu Tropis, 4(1), 28-32
Tobing TL. 1976. Kayu Sebagai Bahan Bangunan. Proyek Penerjemah Literatur
Kehutanan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood. Structure, Properties,
Utilization. New York (US): van Nostrand Reinhold.