ACARA V
TEKNIK SAMPLING DAN RANCANGAN PETAK UKUR
Disusun Oleh :
4.1.PENGANTAR
Pengukuran potensi kayu terkendala oleh permasalahan teknis
pengukuranpohon yang relative sulit dilakukan mengingat besarnya variasi dan
kerumitan bentuk pohon sertaa banyaknya individu yang harus diukur. Efisiensi
dan akurasi pengukuran memerlukan dukungan alat bantu yang membantu
proses estimasi volume kayu pohon yang secara teknis mudah dilakukan. Salah
satu alat bantu yang sering digunakan adalahbilangan bentuk dan tabel volume
pohon.
Tabel volume merupakan tabel yang dibentuk dari model matemaris
hubungan antara volume pohon sebagai variabel dependen dengan variabel
prediktor yang dapat diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan seperti
diameter setinggi dada atau tinggi pohon.
4.2.TUJUAN
4.2.1. Membuat rancangan teknik sampling pada unit populasi berupa petak
4.2.2. Mengenal tanda-tanda/legenda yang terdapat pada peta perusahaan
hutan yang berkaitan dengan inventarisasi hutan
4.3.DASAR TEORI
Informasi tentang hutan diperoleh dari data potensi hutan yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif akan dibutuhkan untuk mendukung informasi yang
diperlukan. Pengambilan data potensi hutan, khususnya data yang bersifat
kuantitatif dilakukan melalui kegiatan inventarisasi hutan. Kegiatan
inventarisasi hutan meliputi dua teknik yakni sensus dan sampling. Teknik
sensus dilaksanakan dengan me-lakukan pengukuran pada seluruh populasi
(areal hutan), sementara teknik sampling dilakukan dengan melakukan
pengukuran pada sebagian wilayah dan dianggap me-wakili seluruh areal hutan.
Namun, kegiatan inventarisasi hutan lebih banyak dilakukan dengan teknik
sampling mengingat ke-terbatasan sumberdaya manusia, biaya, dan waktu serta
luas kawasan yang luas. (Siahaan, dkk. 2012)
Metode pengambilan unit contoh dalam kegiatan inventarisasi hutan
(sampling techniques for forest inventory) dikenal secara umum ada dua bentuk
teknik sampling, yaitu teknik sampling acak (random sampling techniques), dan
teknik sampling sistematik (systematic sampling techniques). Teknik
sampling secara acak dapat dilakukan, baik tanpa stratifikasi (simple random
sampling), yaitu apabila populasi yang diukur adalah kondisinya relatif
homogen, maupun dengan cara stratifikasi (stratified random sampling), yaitu
apabila populasi yang diukur kondisinya heterogen. Sedangkan teknik sampling
sistematik dilakukan dengan pemilihan unit contoh pertama secara acak dan
pemilihan unit contoh berikutnya dilakukan secara sistematik (systematic
sampling with random start) dan dapat dilakukan baik tanpa stratifikasi (simple
systematic sampling with random start) maupun dengan stratifikasi (stratified
systematic sampling with random start). (Jaya, dkk. 2010)
Metode pengambilan contoh ini dapat dikembangkan pula menjadi berbagai
metode, yaitu antara lain sampling bertahap (phase sampling) dan sampling
bertingkat (stage sampling). Pada metode sampling bertahap (phase sampling),
umumnya digunakan untuk menduga karakteristik dari suatu populasi yang
didasarkan pengukuran unit contoh pada dua phase atau lebih. Pengukuran
karakteristik populasi pada phase pertama dilakukan dengan pendugaan secara
kasar, sehingga ketelitiannya lebih rendah dibandingkan dengan pengukuran
karakteristik pada phase berikutnya. Pengukuran karakteristik pada phase
terakhir dilakukan dengan mengusahakan agar ketelitian yang diperoleh cukup
tinggi. Jumlah unit contoh yang dipilih pada phase pertama jauh lebih besar
dibandingkan dengan banyaknya unit contoh pada phase berikutnya. Teknik
sampling yang termasuk pada metode phase sampling, antara lain adalah double
sampling dan list sampling (a priori list sampling dan a posteriori list
sampling). (Jaya, dkk. 2010)
Metode sampling bertingkat (stage sampling) digunakan untuk menduga
karakteristik dari suatu populasi yang didasarkan pengukuran secara bertingkat.
Pada pengukuran tingkat pertama, dilakukan pemilihan unit contoh pada
populasi. Unit contoh yang terpilih pada tingkat pertama, dinyatakan sebagai
unit contoh primer (primary sampling unit). Pada unit contoh primer yang
terpilih tersebut dilakukan pemilihan sejumlah unit contoh sekunder (secondary
sampling unit). Jumlah unit contoh sekunder dipilih lebih kecil dari jumlah unit
contoh primer dan seterusnya pada unit contoh sekunder yang terpilih dilakukan
pemilihan unit contoh tertier. Jumlah unit contoh tertier lebih kecil dari jumlah
unit contoh sekunder. Jika pendugaan populasi dilakukan dengan banyak
tingkat, disebut multi stage sampling. (Jaya, dkk. 2010)
Metode systematic sampling penentuan titiknya dilakukan secara acak dan
selanjutnya secara sistematik dimana jarak petak ukur yang satu dengan yang
lainnya 182 meter. Intensitas sampling yang digunakan pada ketiga metode
tersebut yaitu 3 %. Metode continuous strip sampling dilakukan penentuan
petak ukur dengan ukuran 20x50 meter. Continuous strip sampling memiliki 4
jalur, dimana pada setiap jalur tidak memiliki jarak antar petak ukur. Metode
selanjutnya yaitu line plot sampling. Pada metode line plot sampling memiliki
kesamaan dengan continuous strip sampling, namun line plot sampling
memiliki jarak antar petak. Pada setiap petak memiliki jarak 100 meter dengan
petak lainnya. (Selamat, dkk. 2016)
Systematic sampling memiliki luas petak ukur 2.60 ha lebih besar bila
dibandingkan dengan metode continuous strip sampling dan line plot sampling.
Tingginya luas petak ukur metode systematic sampling menjelaskan bahwa
lebih banyak pohon rajumas yang ditemukan pada metode tersebut dari pada
metode continuous strip sampling dan line plot sampling. Systematic sampling
pada pengumpulan data secara umum menggambarkan sebaran unit contoh
yang memungkinkan terambilnya sampel secara merata. Sebaran unit contoh
pada systematic sampling memiliki interval yang lebih tinggi antar unit contoh
bila dibandingkan dengan metode lainnya. Unit contoh ditentukan berdasarkan
luas kawasan dengan persentase intensitas sampling yang digunakan yaitu 3 %,
kemudian hal ini menunjukkan dalam pemetaan systematic sampling lebih
membutuhkan waktu pengukuran yang lebih lama antara unit contoh yang satu
dengan yang lainnya. Sehingga dalam hal ini untuk pengukuran metode
systematic sampling perlu diperhatikan efisiensi waktu dan biaya. (Selamat,
dkk. 2016)
Selain metode systematic sampling, dua metode lain yaitu continuous strip
sampling dan line plot sampling metode tersebut pada dasarnya merupakan
pengembangan unit contoh dari sitem jalur. Continuous strip sampling dan line
plot sampling disesuaikan dengan kondisi topografi sekitar dalam pengambilan
sampelnya. Metode ini lebih diperuntukkan untuk lokasi seperti hutan lindung,
dan unit contoh membentuk jalur serta pengambilan sampel lebih mudah karena
membentuk suatu jalur dengan arah satu garis lurus. Tingginya karakteristik
pada metode systematic sampling dapat disebabkan karena pohon rajumas yang
ditemukan memiliki nilai diameter lebih banyak daripada diameter pohon
rajumas yang ditemukan pada metode continuous strip sampling dan line plot
sampling. (Selamat, dkk. 2016)
Metode line plot sampling memiliki pendugaan potensi yang lebih baik dari
mtode lainnya disebabkan karena kondisi tutupan pohon rajumas yang
ditemukan pada metode tersebut cenderung lebih rapat. Tingginya tingkat
kerapatan pohon rajumas dapat memicu terjadinya persaingan lahan yang
berkaitan terhadap perebutan unsur cahaya. Rendahnya unsur cahaya yang
didapatkan pohon rajumas membuat adanya suatu adaptasi dimana pohon
tersebut mengembangkan kemampuan untuk tumbuh lebih cepat sehingga
pohon yang cenderung rapat memiliki tinggi lebih besar bila dibandingkan
dengan pohon yang memiliki kerapatan rendah. Waktu Kerja Pengukuran Tiap
Unit Contoh Pengukuran waktu kerja pada setiap petak ukur systematic
sampling, continuous strip sampling dan line plot sampling menggunakan
stopwatch. (Selamat, dkk. 2016)
sebenarnya yang sudah dilakukan didapatkan hasil 200 meter, kemudian JAJ
sebenarnya tersebut dikonversikan ke JAJ di peta yakni mendapatkan hasil 2
cm. Selanjutnya mencari pula lebar jalur pada peta dengan rumus
dimana jika dibulatkan maka nilai N akan menjadi 20 petak ukur. Setelah itu,
dilakukan perhitungan jari-jari petak ukur dilapangan dengan rumus √LPU/π
dimana mendapatkan hasil 17,845 m, kemudian hasil tersebut dikonversi
kedalam jari-jari petak ukur di peta yakni 0,2 cm. Langkah selanjutnya adalah
mencari titk x dan y pada 20 petak ukur tersebut, dimana titik tersebut dapat
diketahui dengan cara mengalikam x maks dengan bilangan random untuk titik
x serta y maks dikalikan dengan bilangan random untuk titik y. Hal tersebut
dilakukan untuk 20 titik pada petak ukur tersebut.
4.8.KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 5 “Teknik Sampling dan Rancangan Petak Ukur”
yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
4.8.1. Rancangan teknik sampling pada unit populasi ini dibuat pada 4 petak
ukur dimana setiap petak ukurnya diberi perlakuan berbeda dalam
pengambilan teknik samplingnya. Pengambilan sampling pada petak
nomor 98 adalah Continous Strip Sampling (CSS) dengan titik pertamanya
(2,2;5,4), jarak antar jalur pada peta adalah 2 cm, lebar jalur pada peta tersebut
mendapatkan hasil 0,2 cm. Selanjutnya pada petak 97 dilakukan teknik
pengambilan sampling dengan cara Line Plot Sampling (LPS) titik pertama
(2,1;1,4), JAPU di peta dimana mendapatkan hasil 4 cm, jari-jari petak ukur
di peta yakni 0,2 cm. Untuk petak nomor 1 dilakukan pengambilan
sampling dengan teknik Uniform Systematic Sampling (USS), titik pertama
(3,4;11,4), JAPU di peta dimana mendapatkan hasil 2 cm, jari-jari petak ukur
di peta yakni 0,2 cm. Dan yang terakhir pada petak 4 digunakan teknik
pengambilan sampling Systematic Random Sampling (SRS), jumlah petak
pada petak ukur yang dibuat adalah 20 petak dengan jari-jari petak ukur di
peta yakni 0,2 cm.
4.8.2. Tanda-tanda/legenda yang terdapat pada peta perusahaan hutan yang
berkaitan dengan inventarisasi hutan memiliki berbagai macam bentuk.
Dalam legenda tersebut tentunya harus diketahui skala (perbandingan
jarak peta dengan jarak sebenarnya) serta arah utara yang menunjuk ke
sisi atas peta. Sungai biasanya ditandai dengan garis berkelok-kelok.
Kemudian untuk huruf kecil seperti (a,b,c, dst) merupakan tanda untuk
anak petak. Garis putus-putus pada peta biasaya menunjukkan batas
perkabunan. Lalu untuk hurus didalam kota merupakan induk dari
petak tersebut.
4.9.DAFTAR PUSTAKA
Jaya, I Nengah S., Samsuri, Lastini, T., Purnama, Edwin Setia. 2010. Teknik
Inventarisasi Sediaan Ramin Di Hutan Rawa Gambut. ITTO Cities Project,
Bogor.
Selamat, C., Latifah, S., dan Silamon, Rato F. 2016. Efektivitas dan Efisiensi
Systematic Sampling Dengan Unit Contoh Persegi, Continuous Strip
Sampling dan Line Plot Sampling Dalam Menduga Potensi Rajumas
(Duabanga moluccana) Pada Kawasan PHUL KPHL Rinjani Barat.
Universitas Mataram, Mataram.
Siahaan, Okto P., Latifah, S., dan Afifuddin, Yunus. 2012. Perbandingan Unit
Contoh Lingkaran dan Tree Sampling Dalam Menduga Potensi Tegakan
Hutan Tanaman Rakyat Pinus. Universitas Sumatera Utara, Medan.