Anda di halaman 1dari 34

Laporan Praktikum

Ilmu Ukur Kayu

PENGUKURAN LOG KAYU

OLEH:

NAMA : INDIH LARASWATI


NIM : M011221133
KELAS : ILMU UKUR KAYU B
KELOMPOK : 1B
ASISTEN : ZUL FAJRI BAKRI MASSORA

LABORATORIUM PEMANENAN HASIL HUTAN


PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI
SAMPUL
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Ukur ....................................................................... 3
2.2 Pengukuran Diameter dan Tinggi Log .............................................. 4
2.3 Kesalahan Dalam Pengukuran .......................................................... 13
2.4 Alat-Alat Pengukuran Log................................................................ 13
2.5 Rumus Pendugaan Volume Log ....................................................... 16
2.6 Standar Deviasi ................................................................................ 16
2.7 Angka Bentuk .................................................................................. 17
2.8 Faktor Koreksi ................................................................................. 19
BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu ........................................................................... 20
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................. 20
3.3 Prosedur Praktikum .......................................................................... 20
3.4 Analisis Data .................................................................................... 21
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ................................................................................................ 23
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 24
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 26
5.2 Saran ................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengukuran adalah bagian dari keterampilan Proses Sains yang merupakan


pengumpulan informasi baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Dengan
melakukan pengukuran, dapat diperoleh besarnya atau nilai suatu besaran
ataubukti kualitatif. Pengukuran adalah pengamatan yang dilakukan dengan
pengukuran secara langsung menggunakan alat ukur tertentu dan dilakukan
terhadap seluruh obyek yang diamati( Riskawati, 2019).
Inventarisasi hutan dilakukan untuk mengetahui dan memperoleh data serta
informasi tentang sumberdaya hutan, potensi kekayaan hutan, serta lingkungannya
secara lengkap. Dalam inventarisasi hutan, tinggi dan diameter pohon merupakan
variabel penting untuk menghitung besarnya volume pohon. Pengukuran tinggi
pohon biasanya lebih sulit dan memerlukan waktu lebih lama, sedangkan
pengukuran diameter dapat dilakukan dengan lebih mudah dan relative cepat. Jika
tersedia data tinggi dan diameter maka dapat dirumuskan model hubungan tinggi-
diameter dimana tinggi merupakan fungsi dari diameter (Fahmi, 2017).
Pengukuran diameter dilakukan dengan mengukur panjang garis antara dua
titik pada garis lingkaran. Cara yang sering dilakukan adalah menghitung rata-rata
pengukuran jarak terpanjang dan jarak terpendek, hal ini dilakukan karena bentuk
dari pohon tidak benar-benar bulat. Diameter pohon diukur berdasarkan ketentuan
dengan batas setinggi dada atau disebut DBH (Diameter at Breast Height). Untuk
Indonesia dan Belanda yang menggunakan sistem satuan ukuran metrik, ukuran
setinggi dada adalah 130 cm dari permukaan tanah, untuk Amerika dan India
setinggi 4,5 kaki (137 cm), di Inggris 4 kaki 4 inch (132 cm). Sedangkan untuk
pohon berbanir dan tinggi banir diatas 130 cm, maka letak pengukuran harus 20 cm
diatas banir (Mardiatmoko, 2014).
Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena kita dapat
mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas tertentu
dengan pengukuran. Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara
penggunaan alat merupakan faktor penentu utama yang mempengaruhi ketelitian
data yang diperoleh. Semakin tepat alat yang dipergunakan maka semakin baik pula

1
hasil pengukuran yang akan didapat. Demikian pula halnya dengan kemampuan
pengamatan dalam pengukuran, semakin baik dalam penggunaan suatu alat maka
semakin baik pula data yang dikumpulkan (Thamrin, 2020).
Tinggi dan diameter pohon merupakan dimensi pohon yang sangat penting
dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Data tinggi dan diameter bukan hanya
diperlukan untuk menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan melainkan juga
dapat digunakan untuk menentukan volume pohon dan tegakan, berguna dalam
pengaturan penebangan dengan batas tinggi dan diameter tertentu serta dapat
digunakan untuk mengetahui struktur suatu tegakan hutan. Tinggi dan diameter
pohon merupakan dimensi pohon yang sangat penting dalam pendugaan potensi
pohon dan tegakan. Data tinggi dan diameter bukan hanya diperlukan untuk
menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan melainkan juga dapat digunakan
untuk menentukan volume pohon dan tegakan, berguna dalam pengaturan
penebangan dengan batas tinggi dan diameter tertentu serta dapat digunakan untuk
mengetahui struktur suatu tegakan hutan (Aldafiana, 2021).

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah


1. Mengetahui mekanisme kerja pengukuran diameter dan tinggi log
2. Menduga volume log dengan menggunakan rumus pendugaan volume log
huber, smalian, Newton dan Brereton.

3. Mengetahui volume tiap log

1.2.2 Kegunaan

Adapun kegunaan praktikum ini yaitu untuk mengetahui mekanisme kerja


pengukuran diameter dan tinggi log serta untuk menduga volume log.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ilmu Ukur


Kayu sebagai hasil hutan sekaligus sumber kekayaan alam merupakan bahan
dasar yang dimanfaatkan perusahaan manufaktur untuk pembuatan barang rumah
tangga seperti: bufet, almari, kursi, meja dan masih banyak lagi kegunaan kayu
untuk kebutuhan manusia. Secara umum, kayu merupakan bahan organik yang
diproduksi sebagai xylem sekunder yang berasal dari dalam hutan tanaman,
terutama pohon-pohon dan tanaman lainnya (Arifin, 2013).
Ilmu Ukur Kayu adalah pengetahuan tentang pengukuran dimensi pohon
yaitu diameter, tinggi atau volume pohon berdiri maupun rebah, pengukuran
pertumbuhan pohon (riap) serta pengukuran hasil pengolahan yang sesuai dengan
standar yang berlaku. Pengukuran pohon berdiri yaitu pohon atau tegakan hutan
yang belum ditebang, sedangkan pertumbuhan pohon (riap) adalah pertambahan
riap dari pohon baik tinggi maupun diameter dalam jangka waktu tertentu. Dimensi
kayu seperti diameter, tinggi dan volume kayu lasimnya ditentukan melalui
pengukuran secara langsung di lapangan maupun dengan menggunakan alat ukur.
Tujuan dari pengukuran dan penetapan volume tegakan, volume kayu bulat (log)
maupun sortimen hasil pengolahan pada industri pengolahan kayu, pertumbuhan
riap adalah untuk dapat dipergunakan dalam berbagai keperluan, antara lain,
menurut (Mardiatmoko, 2014):
1. Penentuan volume suatu tegakan hutan dalam rangka pelaksanaan perencanaan
pengelolaan hutan tersebut.
2. Perhitungan harga jual/penjualan.
3. Perhitungan laba rugi dari suatu perusahaan.
4. Perhitungan upah buruh.
5. Perhitungan pungutan-pungutan pemerintah.
6. Penyusunan rencana operasional (pelaksanaan produksi).
7. Penyusunan statistik hasil hutan dan sebagainya.
Secara umum tujuan dari Ilmu Ukur Kayu dibidang kehutanan adalah sebagai alat
bantu utama dalam kegiatan-kegiatan dibidang kehutanan terutama untuk
memperoleh data kuantitatif. Dalam pengukuran kayu, terdapat beberapa kesalahan

3
yang berpengaruh terhadap ketelitian hasil pengukuran, antara lain, menurut
(Mardiatmoko, 2014):
a) Kesalahan pengukuran,
b) Kesalahan karena hubungan yang kurang tepat diantara pengukuran dan hasil
yang diperoleh,
c) Kesalahan sampling (kesalahan ini biasanya terjadi dalam proporsi yang kecil)
Dari bentuk-bentuk kesalahan di atas, biasanya disebabkan oleh alat ukur yang
digunakan sudah tidak memenuhi syarat untuk digunakan. Misalnya, alat telah
tua sehingga skala yang ada tidak dapat dibaca dengan jelas dan sebagainya,
tempat pengukuran yang tidak tepat, misalnya pada daerah yang berlereng cara
pengukuran tidak sesuai dengan ketentuan yang diharuskan oleh masing-masing
alat ukur dan sebagainya.
2.2 Pengukuran Diameter dan Tinggi Log

Pengukuran, kegiatan menentukan nilai kuantitas tertentu. Definisi


pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap
suatu standar atau satuan ukur. Selain itu, pengukuran juga dapat diartikan sebagai
pemberian angka terhadap suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki
oleh seseorang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas
dan disepakati. Metode Pengukuran, Teknik yang di gunakan dalam pengukuran
sesuai dengan prinsip yang diberikan. Metode pengukuran dapat dikualifikasikan
lebih lanjut dengan beberapa cara di antaranya metode substitusi, metode
diferensial, dan metode null. Pengukuran langsung yaitu membandingkan nilai
besaran yang diukur dengan besaran standar yang diterima sebagai satuan.
Pengukuran tidak langsung yaitu pengukuran untuk mengukur suatu besaran
dengan cara mengukur besaran lain. Sebagai contoh pengukuran yaitu ketika
membeli beras dan penjual mengukur massa dari beras, yang artinya penjual
membandingkan nilai besaran massa dengan satuan massa yang sudah ditentukan.
Seperti satuan. Massa kilogram (kg), gram (g) dan satuan massa lainnya (Daniel,
2018).
Prosedur Pengukuran, langkah yang digunakan dalam pengukuran sesuai
dengan metode yang diberikan. Hasil Pengukuran, Nilai yang diperoleh setelah
melakukan pengukuran. Pengukuran merupakan proses untuk mendapatkan

4
informasi besaran fisis yang diukur. Dalam percobaan di laboratorium seorang
praktikan harus bisa menyimpulkan suatu percobaan berdasarkan data yang
diperoleh. Oleh karena itu praktikan harus memiliki data yang benar-benar valid.
Untuk memperoleh data yang valid atau benar praktikan harus melakukan
eksperimen tidak hanya sekali agar memperoleh data yang akurat dan presisi.
Sebelumnya kita harus mengetahui terlebih dahulu perbedaan antara akurasi dan
presisi.Suatu alat ukur dikatakan tepat jika mempunyai akurasi yang baik, yaitu
hasil ukur menunjukkan ketidakpastian yang kecil. Keakuratan sebuah eksperimen
diukur dari seberapa dekat hasil ukur dengan nilai sebenarnya (Daniel, 2018).
Dalam hal ini sebelum sebuah alat ukur digunakan, harus dipastikan bahwa
kondisi alat sudah dalam keadaan terkalibrasi dengan baik. Kalibrasi yang buruk
akan menyebabkan kesalahan dalam pengukuran yaitu hasil pengukuran yang tidak
tepat dengan hasil yang sebenarnya sebesar kesalahan dalam kalibrasi tersebut.
Sedangkan sebuah alat ukur dikatakan presisi jika untuk pengukuran besaran fisis
tertentu yang diulang maka alat ukur tersebut mampu menghasilkan hasil ukur yang
sama seperti sebelumnya. Kepresisian eksperimen diukur dari seberapa baik hasil
yang ditetapkan, tanpa referensi yang sesuai dengan nilai sebenarnya. Secara
sederhana sebenarnya kegiatan pengukuran yang kita lakukan itu berfungsi sebagai
alat komunikasi. Komunikasi disini bisa juga diartikan secara luas, contohnya
komunikasi antara penjual dengan pembeli. Di dalam suatu perusahaan
manufakture, pengukuran sangatlah penting, karena segala sesuatu yang menjadi
parameter dari suatu produk yang kita hasilkan tidak lepas dari angka angka yang
hanya bisa di dapatkan melalui proses pengukuran (Diah, 2018).
Geometris obyek ukur mempunyai bentuk yang beracam-macam. Oleh
karena itucara mengukur pun bisa bermacam-macam. Agar hasil pengukurannya
mendapatkan hasil yang paling baik menurut standart yang berlaku maka
diperlukan cara pengukuran yang tepat dan benar. Untuk itu perlu diketahui
klasifikasi dari pengukuran. Ada beberapa pengukuran berdasarkan cara
pengukuran yang bisa dilakukan untuk mengukur geometris obyek ukur, yaitu
proses pengukuran yang hasil pengukurannya dapat dibaca langsung dari alat ukur
yang digunakan disebut dengan pengukuran langsung. Contohnya mengukur
diameter poros dengan jangka sorong atau mikrometer. Pengukuran Tak Langsung

5
Bila dalam proses pengukuran tidak bisa digunakan satu alat ukur saja dan tidak
bisa dibaca langsung dari hasil pengukurannya, maka pengukuran yang demikian
ini disebut pengukuran tak langsung. Kadang-kadang untuk mengukur satu benda
ukur diperlukan dua atau tiga buah alat ukur standar, alat ukur pembanding dan alat
ukur pembantu. Contohnya pengukuran ketirusan poros dengan menggunakan
senter sinus (sine center) yang harus dibantu dengan jam ukur (dial indicator) dan
blok ukur (Daniel, 2018).
Pengukuran dengan Kaliber batas Kadang-kadang dalam proses
pengukuran kita tidak perlu melihat bebeapa besar ukuran benda yang dibuat
melainkan hanya untuk melihat apakah benda yang dibuat masih dalam batas-batas
toleransi tertentu. Contohnya mengukur diameter lubang. Dengan menggunakan
alat ukur jenis kaliber batas dapat ditentukan apakah benda yang dibuat masuk
kedalam kategori diterima (GO) atau masuk dalam kategori dibuang atau ditolak
(No.Go). Dengan demikian sudah tentu alat yang digunakan untuk pengecekannya
adalah kaliber batas Go dan No Go. Pengukuran seperti ini disebut pengukuran
dengan kaliber batas. Keputusan yang diambil adalah dimensi yang masih dalam
batas toleransi dianggap baik dan dipakai, sedang dimensi yang terletak diluar batas
toleransi dianggap jelek. Pengukuran cara ini tepat sekali untuk pengukuran dalam
jumlah banyak dan membutuhkan waktu yang cepat. (Diah,2018)
Pengukuran dengan perbandingan bentuk standart, Pengukuran di sini
sifatnya hanya membandingkan bentuk benda yang dibuat dengan bentuk standar
yang memang digunakan untuk alat pembanding. Contohnya kita akan mengecek
sudut ulir atau roda gigi , mengecek sudut tirus dari poros konis, mengecek radius
dan sebagainya. Pengukuran dulakukan dengan alat proyeksi. Jadi disini sifatnya
tidak membaca besarnya ukuran tatapi mencocokkan bentuk saja. Misalnya sudut
ulir dicek dengan mal ulir atau pengecek ulir lainnya. Ada beberapa pengukuran
berdasarkan cara mengukur yaitu (Hanif,2020):

1. Pengukuran tunggal
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan hanya satu kali
saja.Dalam pengukuran tunggal, nilai benar (x0) adalah nilai pengukuran itu

6
sendiri. Jika diperhatikan, setiap alat ukur atau instrumen mempunyai skala yang
berdekatan yang disebut skala terkecil. Nilai ketidakpastian (Δx) pada pengukuran
tunggal diperhitungkan dari skala terkecil alat ukur yang dipakai. Nilai dari
ketidakpastian pada pengukuran tunggal adalah setengah dari skala terkecil pada
alat ukur. Pengukuran tunggal yaitu suatu pengukuran yang hanya dilakukan sekali
saja. Pada umumnya pengukurann tunggal jika besaran yang diukur tidak berubah-
ubah sehingga hasilnya dapat diukur dengan akurat. Akan tetapi, pengukuran ini
memiliki kekurangan yaitu dalam pengukuran tunggal memberikan hasil yang
kurang teliti karena pengukurannya hanya dilakukan sekali saja. Contoh dari
pengukuran tunggal yaitu pengukuran yang dilakukan pada objek pensil.
Pengukuran tunggal biasanya dilakukan ketika kesempatan untukmelakukan
pengukuran hanya datang sekali saja sehingga tidak memungkinkan untuk
mengukur berulang.
2. Pengukuran Berulang
Sedangkan pengukuran berulang merupakan pengukuran yang dapat
dilakukan dengan berulang-ulang. Pada umumnya pengukuran berulang digunakan
untuk mengukur sesuatu yang sering kali hasilnya terdapat perbedaan jika diukur
pada bagian yang berbeda. Kelebihan dari pengukuran berulang yaitu apabila
dibandingkan dengan pengukuran tunggal maka pengukuran berulang lebih
mendekati nilai sebenarnya. Karena ketidakpastian pada pengukuran berulang lebih
sedikit apabila dibandingkan dengan ketidakpastian pengukuran tunggal. Pada
pengukuran berulang ini nilai x dapat ditentukan dari nilai sampel. Misalnya dari
suatu besaran fisis yang diukur dengan N kali pada kondisi yang sama, serta
diperoleh hasil pengukuran X1, X2, X3, Xn. Sedangkan ketidakpastian ∆x dapat
dinyatakan dengan simpangan baku nilai rata-rata sampel.Selain dari pengukuran
tunggal, pengukuran besaran juga dilakukan secara berulang kali (2 atau 3 kali saja)
dan pengulangan lebih dari 3 kali (Daniel, 2018).
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan nilai terbaik dari pengukuran tersebut.
Dengan demikian, pengukuran berulang adalah pengukuran yang dilakukan
beberapa kali atau berulang-ulang (2 atau 3 kali dan lebih dari 3 kali). Dalam
pengukuran berulang, pengganti nilai benar adalah nilai rata-rata dari hasil

7
pengukuran. Jika suatu besaran fisis diukur sebanyak N kali, maka nilai rata-rata
dari pengukuran tersebut dihitung (Diah,2018).
Diameter batang didefinisikan sebagai panjang garis antara dua buah titik
pada lingkaran di sekeliling batang yang melalui titik pusat (sumbu) batang.
Diameter batang adalah dimensi pohon yang paling mudah diperoleh/diukur
terutama pada pohon bagian bawah. Tetapi oleh karena bentuk batang yang pada
umumnya semakin mengecil ke ujung atas (taper), maka dari sebuah pohon akan
dapat diperoleh tak hingga banyaknya nilai diameter batang sesuai banyaknya titik
dari pangkal batang hingga ke ujung batang. Oleh karena itulah perlu ditetapkan
letak pengukuran diameter batang yang akan menjadi ciri karakteristik sebuah
pohon. Atas dasar itu ditetapkanlah diameter setinggi dada atau dbh (diameter at
breast height) sebagai standar pengukuran diameter batang (Thamrin, 2020).
Pengukuran diameter adalah mengukur panjang garis antara dua titik pada
garis lingkaran. Dalam pengukuran diameter logs, sering dilakukan dengan cara
menghitung rata-rata pengukuran jarak terpanjang dan jarak terpendek, hal ini
disebabkan karena bentuk dari pohon tidak benar-benar bulat. Diameter pohon
diukur berdasarkan ketentuan dengan batas setinggi dada yang dikenal dengan
istilah DBH (Diameter at Breast Height). Untuk Indonesia dan Belanda yang
menggunakan sistem satuan ukuran metrik ukuran setinggi dada adalah 130 cm dari
permukaan tanah, untuk Amerika, India setinggi 4,5 kaki (137 cm) di Inggris 4 kaki
4 inch (132 cm). Sedangkan untuk pohon berbanir dan tinggi banir diatas 130 cm,
maka letak pengukuran harus 20 cm diatas banir (Soenarso, 2018).
Pengukuran diameter pohon dapat dilakukan dengan berbagai alat antara lain
phi-band, garpu pohon, dan pita keliling. Untuk pohon tanpa banir, pengukuran
diameter dilakukan pada ketinggian 1,3 meter di atas tanah atau kurang lebih
setinggi dada, sedangkan pada pohon berbanir dilakukan 5–10 cm di atas banir.
Pengukuran diameter tanpa kulit (dtk), sekalipun informasi ini lebih penting
daripada diameter dengan kulit (ddk), biasanya memerlukan lebih banyak waktu
dan relatif mahal dengan kemungkinan kesalahan yang lebih besar jika dilakukan
pada saat pohon berdiri (Soenarso, 2018).
Kayu bulat atau logs adalah bagian batang/cabang dari suatu jenis kayu
selain jenis kayu jati, terdiri dari kayu bulat asal hutan alam, kayu bulat asal hutan

8
tanaman dan kayu bulat mewah. Berdasarkan ketentuan maka kayu bulat dapat
digolongkan atas tiga golongan: Kayu Bulat Besar (KBB) yaitu kayu bulat yang
berdiameter 30 cm atau lebih; Kayu Bulat Sedang (KBS) adalah kayu bulat yang
berdiameter antara 20 – 29 cm dan Kayu Bulat Kecil (KBK) adalah kayu bulat yang
berdiameter kurang dari 20 cm (Mardiatmoko, 2014).
Dalam tujuan perdagangan maka volumenya akan lebih kecil bila
dibandingkan dengan volume yang sebenarnya. Hal ini karena sifat dari
perdagangan adalah mencari keuntungan yang sebesar-sebesarnya dan biasanya
dilakukan pembulatan kebawah. Mengingat peranan pengukuran dan penetapan
volume kayu bulat rimba banyak berkaitan dengan nilai uang, maka cara-cara
pengukuran dan penentuan volume kayu bulat telah ditetapkan (Mardiatmoko,
2014).
Maksud dilakukannya pengukuran kayu bulat rimba adalah untuk
menentukan ukuran panjang dan diameter kayu bulat rimba sehingga dapat
ditentukan besarnya volume kayu bulat tersebut. Tujuan dilakukan pengukuran
kayu bulat rimba adalah agar diperoleh keseragaman dari berbagai pihak yang
berkepentingan dalam menentukan ukuran panjang dan diameter serta
menentapkan isi (volume) kayu bulat rimba yang dimanfaatkan antara lain sebagai
dasar untuk menentukan harga jual, perhitungan laba rugi perusahaan, perhitungan
upah dan statistik hasil hutan kayu bulat (Mardiatmoko, 2014).
Pengukuran diameter untuk kayu bulat yang berasal dari hutan alam dan
hutan tanaman dengan panjang lebih dari 5 m maka persyaratannya adalah sebagai
berikut Mardiatmoko, (2014):
1) Pengukuran diameter pada kedua bontos dilakukan tanpa kulit. kayu dalam
satuan centimeter dengan kelipatan 1 cm penuh.
2) Pengukuran diameter pada tiap bontos dilakukan dengan cara mengukur
diameter terpendek melalui pith/pusat bontos; kemudian diukur diameter
terpanjang juga pith/pusat bontos dan rata-rata ukuran diameter dari bontos
tersebut merupakan diameter dari bontos tersebut merupakan diameter dari
bontos yang bersangkutan (d).
3) Diameter kayu bulat (d) diperoleh dengan cara menghitung rata-rata ukuran
diameter pangkal (dp) ditambah dengan diameter ujung (du).

9
Gambar 1. Cara Pengukuran Diameter Logs
Contoh: Ukur garis tengah terpendek (d1) dan garis tengah terpanjang (d2) yang
melalui pusat bontos (B) pada Bu kemudian dirata-ratakan (du). Ukur garis tengah
terpendek (d3) dan garis tengah terpanjang (d4) melalui pusat bontos (B) pada Bp
kemudian dirataratakan (dp). Diameter kayu bulat rimba (d) adalah rata-rata dari du
dan dp (Mardiatmoko, 2014).
Pengukuran diameter khusus kayu bulat yang berasal dari hutan tanaman
dengan panjang kurang dari 5 m maka persyaratannya adalah sebagai berikut
(Mardiatmoko, 2014):
1) Pengukuran diameter pada satu ujung bontos terkecil (Bu) tanpa kulit kayu
dalam satuan centimeter dengan kelipatan 1 cm penuh.
2) Pengukuran diameter dilakukan dengan cara mengukur diameter terpendek
melalui pusat bontos/pith, kemudian megukur diameter terpanjang melalui
pith/pusat bontos dan rata-rata ukuran diameter dari bontos tersebut
merupakan diameter kayu bulat (d).
Contoh: Ukuran garis tengah terpendek (d1) dan diameter terpanjang (d2)
melalui pusat bontos (B) pada salah satu ujung yang terkecil (Bu)
(Mardiatmoko, 2014).

10
Gambar 2. Kayu Bulat Khusus dari Hutan Tanaman
Dalam hal kayu bulat rimba terdapat tonjolan yang panjangnya kurang dari
½ panjang kayu bulat maka pengukuran diameter dilakukan dengan
mengabaikan tonjolan (Mardiatmoko, 2014).

Gambar 3. Tonjolan yang panjangnya lebih kecil dari ½ panjang kayu bulat
Dalam hal kayu bulat rimba terdapat tonjolan yang panjangnya lebih dari ½
panjang kayu bulat, maka pengukuran diameter dilakukan termasuk tonjolan
(Mardiatmoko, 2014).

Gambar 4. Tonjolan yang panjangnya lebih dari ½ panjang kayu bulat


Ukuran tinggi kayu bulat merupakan jarak terpendek antara kedua bontos
sejajar dengan sumbu kayu bulat tersebut. Pengukuran panjang kayu bulat
rimba dengan kelipatan 10 cm penuh dan diberi spilasi 10 cm selain kayu

11
mewah dan kayu asal hutan tanaman diberi spilasi (trimming allowance) Syarat
pengukuran panjang dapat dilihat pada gambar berikut ini (Mardiatmoko,
2014):

Gambar 5. Kayu Lurus Potongan Bontos Siku dan Rata

Gambar 6. Kayu Lengkung

2.3. Kesalahan Dalam Pengukuran

Ilmu Ukur Kayu selalu berhubungan dengan kesalahan pengukuran. Kesalahan


ini tidak dapat dihindari tetapi dapat diusahakan agar kesalahan yang terjadi dapat
ditekan seminimal mungkin. Beberapa bentuk kesalahan yang sering ditemui dalam
kegiatan pengukuran yaitu:
a) Kesalahan acak; kesalahan ini selalu hadir dalam setiap pembacaan.
Kesalahan ini berupa deviasi alami yang berkisar diantara nilai rata-rata dan
saling menutupi (kesalahan plus-minus).

12
b) Kesalahan sistematik; kesalahan ini sedapat mungkin harus dihindari, bila
kesalahan ini diketahui maka segera dilakukan koreksi dan penyesuaian
karena kesalahan ini tidak saling menutupi.
c) Kesalahan karena kekeliruan; kesalahan ini disebabkan karena kurang
pengalaman atau kurang teliti dalam bekerja, mencari jawaban yang tidak
mungkin, salah meletakkan desimal, kurang atau kelebihan nol, dan
sebagainya (Mardiatmoko, 2014).

2.4. Alat-Alat Pengukuran Log

Alat ukur yang digunakan untuk pengukuran kayu bulat dapat berupa tongkat
ukur (Scale stick) untuk mengukur garis tengah /diameter kayu bulat dan Pita ukur
yang terbuat dari bahan yang tidak mudah memuai dan menyusut, serta tidak mudah
patah atau putus dan mudah dipergunakan untuk mengukur panjang kayu bulat.
Peralatan pengukuran kayu bulat rimba Indonesia sebagai mana tersebut diatas
harus dilapor dan diregister oleh Balai Sertifikasi Pengujian Hasil Hutan dan untuk
menjamin ketepatan ukuran, maka secara priodik harus dikalibrasi oleh instansi
yang berwenang . Adapun alat ukur log kayu adalah sebagai berikut (Mardiatmoko,
2014):
1. Phi Band
Pita diameter biasa disebut juga phi band atau dapat pula dikenal dengan
nama pita keliling dengan fungsinya sebagai alat untuk mengukur diameter ataupun
keliling pohon. Alat ini terbuat dari bahan kain, baja atau plastik dengan ukuran
lebar kurang lebih 12 mm. Skala pada alat ukur ini di buat berdasarkan sistim metrik
maupun sistem Inggris. Untuk menentukan diameter dengan pengukuran keliling
ini didasarkan pada asumsi bahwa penampang lintang dari batang kayu berbentuk
lingkaran dan dihitung dengan menggunakan rumus (Mardiatmoko, 2014):

13
Gambar 7. Phi Band
Kelebihan dari alat ini yaitu:
a) Alatnya mudah dan ringan dibawa.
b) Harganya murah.
c) Ketelitian pengukuran cukup baik.
d) Dapat dipakai untuk kayu yang kotor maupun basah.
e) Pengukurannya cukup dilakukan satu kali
Kekurangan dari alat ini:
a) Pengukuran lebih sulit bila dibandingkan dengan alat ukur apiitan pohon.
b) Hasil volumenya biasa lebih besar kerena pohon yang diukur tidak silindris
Dalam pengukuran dengan alat pita ukur ini harus diletakan benar-benar
(melingkari pohon dan benar – benar harus tegak lurus dengan batang pohon),
karena apabila letak alat ukur ini tidak benar-benar tegak lurus maka
pengukurannya akan terjadi bias/kesalahan dalam penentuan diameter pohon
(Mardiatmoko, 2014).
2. Roll meter
Meteran roll adalah alat yang digunakan untuk mengukur jarak atau panjang
suatu objek atau benda dengan hasil satuan panjang. Selain itu meteran juga
berguna untuk mengukur sudut, membuat sudut siku-siku, dan juga dapat
digunakan untuk membuat lingkaran.

14
Gambar 8. Roll meter
3. Pita meter
Alat yang pada umumnya digunakan untuk mengukur segala lingkar atau
lengkung (busur). Pita ini berskala dengan ketepatan 1 mm karena pada ukuran
kecil ukuran milimeter itu sangat penting. Bentuk fisik pita ukur berupa pita yang
mempunyai skala (satuan ukur). Satuan ukur yang digunakan adalah cm dengan
satuan ukur terkecil dalam mm. Pita ukur dapat berupa pita keliling atau pita
diameter.

Gambar 9. Pita meter

15
2.5. Rumus Pendugaan Volume Log

Volume pendugaan dihitung dengan menggunakan berbagai rumus, yaitu


rumus Newton, Huber, Smalian, Brereton,. Adapun bentuk dari rumus-rumus
tersebut adalah:

1. Rumus Newton :

2. Rumus Huber :

3. Rumus Smalian:

4. Rumus Brereton:

2.6. Standar Deviasi

Deviasi standar (Standard Deviation) merupakan ukuran sebaran


yangpaling banyak digunakan. Apabila penyebaran sangat besar terhadap nilai rata-
rata, maka nilai ߪx akan besar, akan tetapi jika penyebaran data sangat kecil

terhadap nilai rata-rata maka nilai ߪx akan kecil pula. Simpangan baku atau standar
deviasi adalah nilai statistik yang dimanfaatkan untuk menentukan bagaimana
sebaran data dalam sampel, serta seberapa dekat titik data individu ke mean atau
rata-rata nilai sampel. Sebuah standar deviasi dari kumpulan data sama dengan nol
menandakan bahwa semua nilai dalam himpunan tersebut adalah sama, sedangkan
nilai deviasi yang lebih besar menunjukkan bahwa titik data individu jauh dari nilai
rata-rata . Varian dan simpangan baku merupakan ukuran-ukuran variasi yang

16
sering dipakai oleh semua orang. Dasar penghitungan varian dan simpangan baku
merupakan tujuan untuk mengetahui variasi dari kelompok data ( Reza, 2019).

2.7. Angka Bentuk

Angka bentuk mutlak adalah angka bentuk dimana volume silindernya


menggunakan lbds berdasarkan diameter pada pangkal. Angka bentuk buatan
adalah angka bentuk dimana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan
diameter setinggi dada. Sedangkan angka bentuk normal adalah angka bentuk
dimana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada
ketinggian 1/10 tinggi pohon. Oleh karena itu dbh biasa digunakn sebagai ciri
diameter pohon, maka angka bentuk sering digunakan pun adalah angka bentuk
buatan (Juliantari, 2013).
Berdasarkan diameter yang digunakan untuk menghitung volume
silindernya, angka bentuk dibedakan atas : angka bentuk mutlak, angka bentuk
buatan, angka bentuk normal. Angka bentuk mutlak (absolute form factor) adalah
angka bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter
pada pangkal batang. Angka bentuk buatan (artificial form factor) adalah angka
bentuk di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan dbh. Sedangkan
angka bentuk normal (true form factor/hohenadl form factor) adalah angka bentuk
di mana volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada
ketinggian 1/10 tinggi pohon. Oleh karena dbh biasa digunakan sebagai ciri
diameter pohon, maka angka bentuk yang sering digunakanpun adalah angka
bentuk buatan.pohon rebah digunakan istilah panjang pohon (Juliantari, 2013).
Dalam kenyataannya tidak ada pohon yang memiliki bentuk geometris
sempurna seperti frustum-frustum tersebut. Oleh karena itu, bentuk batang harus
dipergunakan bentuk koreksi dalam menentukan volume. Untuk menerangkan
bentuk batang dapat digunakan : angka bentuk, kusen bentuk, dan fungsi taper.
Angka bentuk dibedakan menjadi (Juliantari, 2013) :
1) angka bentuk normal/ nyata yaitu perbandingan antara volume total pohon
dengan volume silinder yang mempunyai bidang dasar pada ketinggian
sepersepuluh dari tinggi total pohon yang diukur pada pangkal pohon.

17
2) Angka bentuk umum yaitu perbandingan antara volume komersil yaitu
volume kayu tebal atau bebas cabang dengan volume silinder yang
mempunyai bidang dasar pada diameter setinggi dada ( dbh)
Angka bentuk dapat bervariasi karena jenis pohon dan faktor genetik, umur,
ukuran tajuk, dan faktor tempat tumbuh ( khususnya pengaruh angin ). Bentuk
pohon berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi
pengukuran. Karena perbedaan diameter pada berbagai ketinggian maka secara
umum ada tiga bentuk batang yaitu (Juliantari, 2013) :
a) pada pangkal , bentuk neloid
b) pada bagian tengah, bentuk silindris atau parabolid
c) pada ujung pohon, konus.
Karena bentuk batang yang berbeda-beda , maka volume tiap pohon dapat
ditafsir atau dihitung dengan rumus berbeda-beda pula. Dalam kenyataannya , tidak
ada pohon yang memiliki bentuk geometris yang sempurna seperti frustum –
frustum tertentu. Oleh ikarena itu bentuk batang harus digunakan faktor koreksi
dalam menentukan volume. Untuk menerangkan bentuk batang dapat digunakan :
angka bentuk, kusen bentuk dan taper. Angka bentuk dapat digunakan menjadi
(Juliantari, 2013) :
a) Angka bentuk normal yaitu perbandingan antara volume total p;ohon
dengan volume silinder yang mempunyai bidang dasar pada ketringgian
sepersepuluh dari tinggi total pohon yang diukur pada pangkal pohon.
b) Angka bentuk umum yaitu perbandingan antara volume komesil atau
volume kayu tebal/bebas cabang dengan volume silinder yang mempunyasi
bidang dasar pada diameter dbh.
Angka bentuk dapat bervariasi karena jenis pohon dan pengaruh genetik,
umur, ukuran tajuk, dan faktor tempat tumbuh. Perkembangan diameter pohon juga
terdapat koreksi yang kuat antara diameter pohon. Pada ketinggian tertentu dengan
berat material yang harus didukung oleh diameter tersebut. Yaitu berat material
diatasnya. Masal;ah bentuk pohon ini akan berlanjut kedalam satu teori tentang
faktor bentuk dan koesien diameter batang karena adanya bentuk batang selalu
berkaitan dengan pembahasan diameter karenaq adanya perubahan tinggi

18
pengukuran. Perbedaan diameter pohon pada berbagai macam ketinggian secara
umum ada tiga macam bentuk batang yaitu (Juliantari, 2013) :
a) Pada pangkal bentuk neiloid
b) Pada bagian tengah, bentuk silindris atau parabolid
Bentuk silindris adalah bagian pohon yang mempunyai diameter yang sama
antara bagian pangkal dengan ujung lebih kecil dengan perubahan yang
melengkung kearah dasar.
2.8 Faktor Koreksi
Faktor koreksi DHIA sangat berguna di negara tempat dikembangkannya
faktor koreksi tersebut yaitu di Amerika, tetapi tidak dapat diterapkan pada kondisi
di Indonesia atau negara Asia Tenggara yang lain. Untuk mengembangkan faktor
koreksi yang sesuai dengan keadaan lingkungan diperlukan data nyata yang diambil
secara langsung dari populasi tersebut (Santosa dk., 2014).
Penggunaan faktor koreksi penting dilakukan karena akan memperkecil
kesalahan dalam penaksiran mutu genetik ternak. Agar kesalahan yang terjadi
sekecil mungkin maka pengkoreksian diusahakan menggunakan faktor koreksi
yang sesuai dengan kondisi daerah setempat. Penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan faktor koreksi yang disusun lebih cermat bila dibandingkan dengan
faktor koreksi dari DHIA. Faktor koreksi adalah angka pecahan yang
menghubungkan volume (m3) realisasi hasil tebangan dengan volume taksasi (m3).
Keberadaan faktor koreksi sangat penting untuk mengakomodir hal-hal yang
mungkin menimbulkan error di lapangan dan mengimbangi adanya kesalahan yang
mungkin terjadi dalam perhitungan volume tegakan (Santosa dkk., 2014)

19
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Tempat dan Waktu


Praktikum Pengukuran Log Kayu ini dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2023
dimulai dari jam 13.00 - Selesai berlokasi di Kampung Rimba Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum adalah:
a) Roll meter, berfungsi untuk mengukur Panjang kayu log
b) Pita meter, berfungsi untuk mengukur keliling dan diameter kayu log
c) Phi band, berfungsi untuk mengukur keliling dan diameter
d) Alat tulis menulis, berfungsi mencatat hasil pengukuran
e) Kamera, sebagai dokumentasi kegiatan
3.2.2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah:


a) Tally sheet, sebagai tempat mencatat hasil pengukuran
b) Kayu log, sebagai objek pengukuran
3.3. Prosedur Praktikum
Adapun berikut prosedur praktikum pengukuran Log Kayu
a) Menyiapkan log kayu yang telah diberi tanda.
b) Mengukur diameter (pangkal, tengah, dan ujung) log menggunakan pita
meter dan phi band.
c) Mengukur tinggi/Panjang log menggunakan meteran roll.
d) Melakukan pengukuran sebanyak tiga kali kemudian hasilnya dirata-
ratakan.
e) Mengulang setiap pengukuran untuk Log satu sampai Log delapan.
f) Mencatat hasil pengukuran pada tally sheet

20
3.4. Analisis Data

Pada praktikum pengukuran log kayu ini di gunakan beberapa rumus dalam
mengolah data yang didapat di lapangan yakni:
1. Mengukur keliling pohon,dikonversi ke diameter, dengan rumus :
Diameter = k/π
Keterangan:
K= keliling pohon (cm)
π = 3,14
2. Menghitung volume newton dengan menggunakan rumus :
1 1 1
[ 𝜋𝑑𝑝2 + 𝜋𝑑𝑡 2 + 𝜋𝑑𝑢2 ]
𝑉𝑛 = ( 4 4 4 𝑥 𝑡)
6
Keterangan:
Vn= volume newton
π = 3,14
dp = diameter pangkal
dt = diameter tengah
du = diameter ujung
t = tinggi
3. Menghitung standar deviasi dengan menggunakan rumus :

𝑋 Vh. Vs. Vn. Vb


𝐴𝐵 =
1 2
4 𝜋𝑑𝑝 𝑡

( )2
√∑y 2 − ∑y
𝑛
𝑆𝐷 =
n−1

Keterangan:
AB = angka bentuk Vh = volume hubber
π = 3,14 Vs = volume smalian
Vn = volume newton dp = diameter pangkal

21
Vb = volume Brereton n = banyknya volume
SD = standar deviasi ∑y = jumlah volume
4. Menghitung volume hubber dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Vh =1/4 π. dt 2.t
Keterangan:
Vh = volume hubber
π = 3,14
dt = diameter tengah
t = tinggi
5. Menghitung volume smalin dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1 1
⦋ 𝜋𝑑𝑝2 + 𝜋𝑑𝑢 2 ⦌
Vs = ( 4 4
𝑥𝑡
2

Keterangan :
Vs = volume smalin
π = 3,14
dp = diameter pangkal
du = diameter ujung
t = tinggi
6. Menghitung volume Brereton dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1 (𝑑𝑝 + 𝑑𝑢)
𝑉𝑏 = 𝜋 𝑡
4 22
Keterangan :
Vb = volume brereton
π = 3,14
dp = diameter pangkal
du = diameter ujung
t = tinggi log

22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Tabel 1. Tally Sheet Pengukuran Diameter Log

NO. Nama Keliling (cm) Diameter (cm) Panjang


Pohon
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung

1. Log 1 64.9 62 64.5 20.6 19.7 20.5 2.16

63.5 62 64.8 20.2 19.7 20.6


62.7 62 63.9 19.9 19.4 20.3
2. Log 2 69 58 54 21.9 18.4 17.1 1.67
70 57 53.4 22.2 18.1 17
70 57 54.5 22.2 18.1 17.3

3. Log 3 57 55 55 18.1 17.5 14 1.83


58 56 46.2 18.4 17.8 14.7
56 55 47.1 17.8 17.5 15
4. Log 4 84.5 79 85 26.9 25.1 27 1.66
83.5 79 81.5 26.5 25.2 25.9
83 78 83 26.4 24.8 26.4

5. Log 5 62 52 51 19.7 16.5 16.2 4.25

61 52 51 19.4 16.5 16.2


61 53 52 19.4 16.8 16.5
6. Log 6 53.3 48.5 46.5 16.9 15.4 14.8 1.95
53.5 48.7 46.8 17 15.5 14.9
53 48.5 47 17,1 15.4 14.9

7. Log 7 56 50.5 49.9 17.8 16 15.8 3.21

57.5 50.2 49.5 18.3 15.9 15.7


57 50 50 18.1 15.9 15.9
8. Log 8 48 41 40.5 15.2 13 12.9 2.94
47.9 41.9 40.6 15.2 13.3 12.9
47.9 41.5 40.5 15.5 13.2 12.8

23
9. Log 9 63 55.5 51 20 17.6 16.2 2.1
63.8 55.3 50.6 20.3 17.6 16.1
63.5 54 51 20.2 17.1 16.2

10. Log 63.8 57 52.5 20.3 18.1 16.7 2.8


10
64 57.6 52.5 20.3 18.3 16.7
63.5 56 52.5 20.2 17.8 16.7
Tabel 2. Tally Sheet Pendugaan Volume Log

No. Jenis Vh Vs Vn Vb Sd Ab
Pohon
1. Log 1 0.0653 0.0380 0.04065 0.1692 0.1836 0.0874

2. Log 2 0.4376 0.02156 0.02825 0.1325 0.0583 0.0583

3. Log 3 0.04461 0.01732 0.02403 0.1284 0.0406 0.0406

4. Log 4 0.08178 0.04886 0.05219 0.1684 0.1299 0.1299

5. Log 5 0.09267 0.04892 0.059821 0.3019 0.3093 0.2562

6. Log 6 0.03662 0.01850 0.022418 0.1245 0.1304 0.036

7. Log 7 0.06449 0.03450 0.040907 0.2148 0.2227 0.1171

8. Log 8 0.04024 0.02108 0.025799 0.1648 0.1689 0.5497

9. Log 9 0.05045 0.02392 0.031109 0.15535 0.1637 0.0701

10. Log 10 0.07720 0.03381 0.043459 0.21110 0.2216 0.1307

24
Pengukuran Log
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Log Ke-
vh vs vn vb

Gambar 10. Grafik Volume

4.2. Pembahasan

Pada tabel pertama di dapatkan hasil berupa keliling dan diameter log yang
dimana pada pengukuran ini digunakan alat pengukuran berupa pita meter, roll
meter serta phi band, hasil yang didapatkan beragam dari keliling log paling besar
dan keliling log paling kecil. Keliling log paling besar terdapat pada log 3 bagian
pangkal dengan keliling 100,2 cm sedangkan keliling log paling kecil terdapat
pada log 5 bagian ujung dengan keliling 39, 13. Untuk diameter paling besar
terdapat pala log 3 dengan diameter 31,91 dibagian pangkal dan diameter terkecil
terdapat pada log 5 dengan diameter 12,46 dibagian ujung log
Pada tabel kedua didapatkan hasil dari rumus pendugaan volume log yakni
volume hubber, volume smalian, volume newton dan volume Brereton, dimana
pada tabel ini didapatkan volume terbesar pada log 1 dengan volume 987.086,09
menggunakan rumus volume hubber dan volume terkecil pada log 3 dengan volume
43.631 menggunakan rumus volume newton. Lalu pada grafik terlihat volume
singnifikan perubahannya dengan volume lainnya, seperti volume newton, volume
smalian, volume hubber dan volume Brereton lalu dapat dilihat bahwa perubahan
yang ada pada volume singnifikan turun pada log 5 lalu naik lagi pada log 6 dengan
perubahannya searah. Pengukuran log kayu dilaksanakan di Kampung Rimba,
Universitas Hasanuddin Makassar. Pengukuran log kayu dilakukan menggunakan
pita meter dengan cara melingkarkan pita meter pada log kayu yang diukur.

25
Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada setiap log kayu dengan pengukuran
dilakukan pada bagian pangkal, tengah, dan ujung log kayu. Dari hasil pengukuran
tersebut akan diperoleh keliling log kayu yang selanjutnya akan diolah menjadi nilai
diameter dengan rumus keliling lingkaran. Selain melakukan pengukuran diameter
pada log kayu, dilakukan pula pengukuran panjang log kayu dengan menggunakan
pita meter. Pengukuran panjang dilakukan dengan meletakkan satu ujung pita meter
pada pangkal log dan ujung lainnya pada bagian ujung log kayu.
Dari hasil praktikum pegukuran log kayu (diameter, keliling, dan tinggi) yang
telah dilakukan, kemudian dilakukan pendugaan volume menggunakan rumus
Huber, Smalian, Newton, dan Brereton. Dari pendugaan volume log yang telah
didapatkan dari keempat rumus tersebut didapatkan hasil yang berbeda-beda
meskipun perbedannya tidak terlalu signifikan.
Pengukuran kayu ini sangat penting untuk dilakukan karena dengan
mengukur maka akan mendapatkan data pengukuran dan bisa dapat mengetahui
potensi suatu hutan, baikitu hutan alam ataupun hutan tanaman kemudian
mengetahui kualitas dari kayu. Kegunaan lain dari hasil pengukuran volume
kayu yaitu sebagai dasar perhitungan dan nilai jual dari kayu yang diuji tersebut.
Untuk memperoleh data pengukuran yang akurat tergantung dari alat yang dipakai
dalam mengukur kemudian sumber daya atau dalam halini orang yang mengukur
harus profesional atau sudah berpengalaman dalam melakukan pengukuran kayu

26
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan

Simpulan dari praktikum yang sudah dilakukan mengenai pengukuran Log


kayu yaitu sebagai berikut:
1. Mekanisme pengukuran keliling dan diameter log kayu menggunakan pita
meter, roll meter serta phi band, untuk pengukuran keliling log dilakukan
sebanyak 3 kali menggunakan pita meter, sedangkan untuk pengukuran
diameter bisa dilakukan secara langsung ataupun bisa didapat dengan
mengunakan rumus yakni k/π.
2. Dari hasil praktikum pegukuran log kayu (diameter, keliling, dan tinggi) yang
telah dilakukan, kemudian dilakukan pendugaan volume menggunakan
rumus Huber, Smalian, Newton, dan Brereton. Dari pendugaan volume log
yang telah didapatkan dari keempat rumus tersebut didapatkan hasil yang
berbeda-beda meskipun perbedannya tidak terlalu signifikan.
3. Dalam pendugaan volume log digunakan rumus pendugaan volume log
Huber, Smalian, Newton, dan Brereton. Dari ketiga rumus tersebut masing
masing memiliki kelebihan dan kelemahan, tergantung pada dimensi dan
bentuk log.
5.2. Saran

Saran saya untuk laboratorium, yakni semoga kedepannya dalam praktikum


lebih mengefisienkan waktu. Untuk asisten semoga kedepannya asisten lebih baik
lagi dalam mengajar dan menjelaskan teknis praktikum.

27
DAFTAR PUSTAKA
Aldafiana, serli dan Murniyati, Agustina. 2021. Pertumbuhan tinggi dan diameter
serta volume tanaman sengon (Paraserianthes Falcataria) umur 10 tahun di
desa perdana, kecamatan kembang janggut, Kutai Kartanegara. Jurnal
Eboni, Vol.3, No.2, 73-78.
Arifin, J., Melita, Y. (2013). Klasifikasi Jenis Kayu dengan Gray-Level Co-
Occurrence Matrices (Glcms) dan K-Nearest Neighbor. Jurnal Ilmiah
Teknologi dan Informasi ASIA. 7(1), 22-23.
Daniel, J. T., Samin, B., dan Sedek, K. 2018. Perubahan Komposisi Tegakan Hutan
Pada Petak Ukur Permanen (PUP) di Hutan Alam Desa Batlale Kecamatan
Air Buaya, Kabupaten Buru, Maluku (Studi Kasus Inventarisasi Tahun 2013
dan 2018). Jurnal Agrohut. No. 02, Vol. 09, Hal. 127-140.
Diah, R., dan Ariyanto. 2018. Analisis Waktu Kerja Pengukuran Tinggi Pohon
Menggunakan Klinometer dan Hagameter. Jurnal Hutan Tropis. No. 02,
Vol. 02, Hal. 79-84
Fahmi . 2017. Pengelolaan Barang Inventaris Pemerintah Daerah Kabupaten Poso.
Jurnal Untad. Vol 5. No 5.
Hanif, F. N., Kustanta, B. P., dan Belinda, A. M. 2020. Status Hutan dan Kehutanan
Indonesia 2020. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
RI.
Juliantari. 2013. Angka Bentuk Dan Model Volume Puspa ( Schima Wailichii (Dc)
Korth) Di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Suka Bumi, Jawa. Bogor :
Skripsi Sarjana Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
Mardiatmoko, G , J.H. Pietersz dan A. Boreel. 2014. Ilmu Ukur Kyu dan Inventaris
Hutan. Jakarta. ATA JAYA-Ambon.
Riskawati. 2019. Alat ukur dan pengukuran. Makassar: Lpp UNISMUH Makassar.
Reza, N. 2019. Analisis Desain Jaring GNSS Berdasarkan Fungsi Presisi ( Studi
Kasus: Titik Geoid Geometri Kota Semarang). Journal Geodesi Undip. Vol
8. No 1.

28
Santosa, S. A., Sudewo, A. T. A., dan Susanto, A. (2014). Penyusunan 29actor
koreksi produksi susu sapi perah. Jurnal Agripet, 14(1), 1-5.
Soenarno .2018. Uji Coba Rekayasa Alat Ukur Diameter Pohon Dihutan Alam.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol 36. No 2.
Thamrin, Herijanto.2020. Pengukuran Tinggi Dan Diameter Tanaman Meranti
Merah (Shorea Pauciflora C.F. Gaertn) In Kebun Raya Unmuk Samarinda
(Krus). Jurnal Agriment vol. 5, No. 1.

29
LAMPIRAN
1. Lampiran jurnal

30
31
2. Lampiran dokumentasi

32

Anda mungkin juga menyukai