Anda di halaman 1dari 30

Laporan Praktikum

Ilmu Ukur Kayu

PENGUKURAN POHON

DISUSUN OLEH :

NAMA : ALFRIDA
NIM : M011221189
KELAS/KELOMPOK : IUK B/ 1
ASISTEN : ZUL FAJRI BAKRI MASSORA

LABORATORIUM KETEKNIKAN DAN


PENGEMBANGAN WILAYAH PEMANENAN HUTAN
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
DAFTAR ISI

Conten ts

SAMPUL .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan ................................................................................. 2
1.2.1 Tujuan ............................................................................................... 2
1.2.2 Kegunaan .......................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3
2.1 Pertumbuhan Tegakan ................................................................................. 3
2.2 Tegakan Jati ................................................................................................ 4
2.3 Diameter Pohon .......................................................................................... 6
2.4 Tinggi Pohon .............................................................................................. 8
2.5 Pengukuran Diameter Pohon ..................................................................... 10
2.6 Pengukuran Tinggi Pohon ......................................................................... 13
2.7 Kesalahan Pengukuran .............................................................................. 14
2.8 Angka Bentuk ........................................................................................... 15
III. METODE PRAKTIKUM ......................................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................... 16
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 16
3.2.1 Alat ................................................................................................. 16
3.2.2 Bahan .............................................................................................. 16
3.3 Prosedur Praktikum .................................................................................. 16
3.4 Analisis Data ............................................................................................ 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 19
4.1 Hasil ......................................................................................................... 19
4.2 Pembahasan .............................................................................................. 19
V. PENUTUP .................................................................................................... 23
5.1 Kesimpulan............................................................................................... 23
5.2 Saran ........................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 25
LAMPIRAN ..................................................................................................... 27

ii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan adalah salah satu sumber daya alam yang menghasilkan produk kayu
olahan yang tercatat merupakan salah satu penghasil devisa negara yang terbesar
khususnya pada tiga dekade terakhir. Saat ini hasil hutan masih tetap sebagai salah
satu produk yang penting, sehingga perlu dilestarikan agar dapat bermanfaat secara
optimal bagi masyarakat Indonesia. Dalam rangka pemanfaatan sumber daya alam
khususnya hutan secara optimal dan lestari, pemerintah telah mengeluarkan
undang-undang serta peraturan-peraturan yang mengatur serta menjaga agar hutan
tetap lestari. Hasil hutan yang menghasilkan devisa negara yang paling besar berupa
kayu (Bakrie, 2020).
Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat
mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas tertentu.
Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat merupakan
faktor penentu utama yang mempengaruhi ketelitian data yang diperoleh. Semakin
baik alat yang dipergunakan maka semakin baik pula hasil pengukuran yang akan
didapat. Demikian pula halnya dengan kemampuan pengamatan dalam pengukuran,
semakin baik dalam penggunaan suatu alat maka semakin baik (Thamrin, 2022).
Sepanjang tiga dekade belakangan telah banyak industri-industri yang
bergerak dibidang kehutanan yang mengolah hasil hutan berupa kayu dengan
berbagai macam bentuk barang jadi yang dihasilkan dan diproduksi industri
tersebut dengan bahan bakunya berupa kayu bundar, oleh sebab itu perlu adanya
pengukuran dan pengujian kayu bundar sebagaimana yang tersurat dalam pasal 13
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1985, yang menyatakan bahwa untuk
melindungi hak-hak negara yang berkenaan dengan hasil hutan maka terhadap
semua hasil hutan harus diadakan pengukuran dan pengujian terhadap hasil hutan
untuk dasar perhitungan penetapan besarnya pungutan negara yang dikenakan
terhadapnya. Pengukuran dan pengujian kayu bulat merupakan salah satu kunci
utama di dalam kegiatan pengusahaan hutan yang menjadi penentu penetapan
besarnya pungutan dan devisa negara dari sektor kehutanan (Bakrie, 2020).

1
Kayu bulat diproduksi melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan. Batas limit diameter
pohon tebang yang ditetapkan untuk hutan produksi biasa atau hutan produksi yang
dapat dikonversi adalah > 40 cm sedangkan pada hutan produksi terbatas adalah >
50 cm dengan sistem TPTI (Departemen Kehutanan, 2009). Pengukuran kayu bulat
yang diproduksi oleh IUPHHK wajib dilakukan pengukuran panjang dan diameter
guna menghitung volume, harga jual, laba rugi perusahaan, upah buruh, pungutan-
pungutan pemerintah serta penyusunan statistika hasil hutan. Pengukuran kayu
bulat dilakukan oleh tenaga pengukur (scaler) yang telah disertifikasi dengan
sertifikat pelatihan Penguji Kayu Bulat Rimba Indonesia (PKBRI) dan telah
memiliki Kartu Penguji (KP), sehingga pengukuran dapat dilakukan secara baik
dan benar sesuai ketentuan yang berlaku (Angrianto dkk, 2022).

1.2 Tujuan dan Kegunaan

1.2.1 Tujuan

Adapun tujuan praktikum, yaitu:


1. Mengetahui cara pengukuran diameter dan tinggi pohon
2. Mengetahui mekanisme dan cara kerja alat ukur diameter dan tinggi pohon
3. Membandingkan tingkat keakuratan alat pengukuran pohon

1.2.2 Kegunaan

Adapun kegunaan praktikum ini yaitu, mahasiswa mampu memahami cara


kerja dan tingkat keakuratan alat ukur pohon serta mampu melakukan pengukuran
dimensi pohon dengan baik.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Tegakan

Hutan merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya, kekayaan alam
berupa hutan tersebut adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat
dimanfaatkan serta dipergunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran manusia
dan merupakan salah satu sumber kebutuhan manusia. Di samping itu hutan
mempunyai sifat yang dapat diperbaharui sehingga keberadaannya bisa diharapkan
dapat Lestari. Pertumbuhan tegakan hutan merupakan pertumbuhan yang dinamis
karena selain peningkatan dimensi pohon, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh
berkembangnya pohon-pohon baru dan penggantian pohon-pohon penyusun
tegakan. Pertumbuhan tegakan pada hutan bekas tebangan dapat dikaji di antaranya
melalui pengamatan terhadap dinamika struktur tegakan. Beberapa komponen
pertumbuhan tegakan yang dapat menggambarkan perilaku tegakan dalam proses
pemulihan tegakan adalah ingrowth (alih tumbuh), upgrowth (tambah tumbuh), dan
mortality (kematian). Pertumbuhan tegakan dipengaruhi oleh lingkungan klimatis
dan edafis, selain itu juga dipengaruhi oleh jenis pohon dan kelas diameternya
(Kuswandi, 2017).
Ketersediaan informasi pertumbuhan tersebut dapat didukung melalui
penyediaan perangkat pendugaan dengan menggunakan model-model matematis.
Saat ini prediksi pertumbuhan didekati dengan membuat model-model
pertumbuhan. Model pertumbuhan telah banyak digunakan dalam pengelolaan
hutan untuk mengetahui potensi tegakan saat ini, memprediksi hasil pada waktu
akan datang, dan untuk memberikan alternatif model pengelolaan dan pilihan
sistem silvikultur yang digunakan, sehingga dapat dijadikan informasi dalam
pengambilan keputusan. Laju ingrowth dipengaruhi oleh luas bidang dasar,
diameter dan kerapatan tegakan, dimana laju ingrowth semakin menurun pada
diameter dan kerapatan pohon yang semakin tinggi, tetapi tidak semuanya
meningkat dengan semakin bertambahnya luas bidang dasar tegakan. Hal ini berarti
bahwa tegakan yang lebih rapat cenderung memiliki jumlah ingrowth yang lebih
kecil. Ingrowth suatu jenis dipengaruhi oleh kelimpahan atau banyaknya pohon dari
jenis yang bersangkutan dan tingkat gangguan tegakan (Kuswandi, 2017).

3
Laju ingrowth dipengaruhi oleh luas bidang dasar, diameter dan kerapatan
tegakan. Namun demikian tidak semua variabel/komponen tersebut berpengaruh
bersama-sama dalam proses ingrowth pada masing-masing lokasi. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan intensitas tebangan dimana hanya menebang satu jenis
pohon. Kesenjangan tersebut menyebabkan kurangnya gangguan terhadap tanah
(pemadatan pada jalan sarad) dan iklim mikro yang berakibat pada proses
regenerasi Pada proses regenerasi alami, pohon besar akan menghasilkan banyak
biji, kemudian berkecambah pada lantai hutan sebagai penghasil bibit yang akan
tumbuh dan bertahan hidup yang kemungkinan akan masuk ke kelas berikutnya
sebagai individu baru Pengaruh penebangan akan mengakibatkan pertumbuhan
tegakan tinggal lebih cepat dan ingrowth (terutama jenis-jenis pionir dan tumbuhan
yang tidak tahan naungan) meningkat akibat terbukanya ruang yang ditinggalkan
oleh pohon yang ditebang. Individu pada pohon dengan diameter kecil sedang
mengalami pertumbuhan dan persaingan antar tumbuhan bawah (Kuswandi, 2017).
Keterbukaan tanah yang tinggi dan kerusakan tegakan tinggal yang berat pada
hutan alam dapat menjadi faktor pemicu terjadinya perubahan iklim mikro dibawah
tegakan yang mempercepat dekomposisi bahan organik di lantai hutan, aliran air
permukaan tanah yang tinggi dan erosi tanah yang tinggi. Selanjutnya ketiga
kejadian tersebut akan meningkatkan terjadinya pengeruhan air dan sedimentasi di
sepanjang sungai di bawah areal yang bersangkutan sampai kehilir dan
mengakibatkan keseimbangan ekosistem DAS terganggu (Hadiansyah, 2016).
2.2 Tegakan Jati

Hutan merupakan suatu ekosistem alam yang kompleks dan terdiri atas
berbagai komponen ekosistem yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Hutan
dapat memberikan manfaat tangible berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan non
kayu serta manfaat intangible seperti sebagai penghasil oksigen, pengatur siklus air,
penyimpan karbon dan pengatur iklim mikro. Hutan tanaman industri, dalam hal ini
adalah hutan jati merupakan salah satu komponen penting ekosistem hutan yang
selalu mengalami dinamika dari waktu ke waktu terkait jumlah individu, dimensi
(ukuran) dari setiap individu maupun komposisi jenisnya. Kegiatan pengusahaan
hutan tanaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik
tegakan hutan jati, karena jika kegiatan penebangan yang dilakukan tidak sesuai

4
dengan konsep riap, dimana bila kegiatan penebangan dilakukan melebihi
kemampuan hutan untuk memulihkan diri, hal ini dapat merubah kondisi
karakteristik tegakan hutan jati serta berpengaruh terhadap potensi hutan tegakan
jati untuk siklus tebang berikutnya, bahkan akan berdampak pula pada kelestarian
sumberdaya hutan secara luas bagi kehidupan baik ekonomi, ekologi maupun sosial
(Renoat, 2021).
Jati merupakan jenis yang sudah dikenal dan diusahakan sejak lama,
khususnya di Pulau Jawa yang meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Di luar Pulau Jawa, jati ditemukan secara terbatas di beberapa tempat di
Pulau Sulawesi, Pulau Muna, Pulau Sumbawa, Pulau Bali, Pulau Sumatra dan Pulau
Kalimantan. Pertumbuhan jati memang sangat cepat pada fase awal
pertumbuhannya dan kemudian secara berangsur menurun. Saat tanaman berumur
10 tahun tegakan jati mencapai 85% dari tinggi potensialnya dan 50% dari diameter
potensialnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain adalah
tempat tumbuh (termasuk faktor fisik dan kimia) merupakan faktor yang sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon atau tegakan. Pertumbuhan tanaman
juga dipengaruhi oleh pemilihan bibit yang baik. Selain hal tersebut, penting juga
untuk diperhatikan adalah faktor pemeliharaan yang diberikan pada tegakan selama
masa pertumbuhannya. Pertumbuhan diameter maupun tinggi tegakan tertinggi
terjadi pada fase awal pertumbuhan yaitu pada kisaran umur 1-5 tahun, selanjutnya
terjadi penurunan pertumbuhan secara berangsur dan terlihat semakin menurun
setelah tegakan berumur 12 tahun. Secara umum pertumbuhan jati di Kalimantan
Timur sampai umur 12 tahun menunjukkan pertumbuhan (riap) diameter dan tinggi
lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa lokasi tanaman jati di Pulau Jawa
(Murtinah, 2015).
Terdapat korelasi antara diameter dan tinggi pohon jati, yang paling erat
adalah dengan tinggi pohon sampai pada diameter batang 10 cm. Pengaruh tinggi
pohon sampai tinggi tersebut terhadap besaran diameter hanya sampai 65 %, kurang
lebih 35 % besaran diameter dipengaruhi oleh faktor lain. Oleh karena itu, dalam
menduga volume dengan menggunakan dua variabel, tambahan parameter tinggi
relatif sedikit dapat meningkatkan akurasi dugaan, sedangkan pengaruh tinggi
pohon contoh yang lain (bebas cabang dan pangkal tajuk) terhadap besaran

5
diameter kurang dari 1 %. Hampir 99 % besaran diameter dipengaruhi oleh faktor
lain sehingga menduga volume pohon dengan menggunakan dua variabel,
tambahan parameter tinggi pohon dapat meningkatkan akurasi dugaan. Hubungan
volume pohon pada semua tinggi pohon (tinggi pohon pada diameter batang 10 cm,
bebas cabang dan tinggi pangkal tajuk) dengan diameter relatif kuat, rata-rata
hampir 90 % besaran volume pohon karena pengaruh diameter (Renoat,2021).
Pengetahuan volume pohon sangat diperlukan masyarakat untuk menghindari
kerugian yang sering diperlakukan oleh para pembeli/tengkulak kayu jati di
lapangan. Riap volume tanaman jati dapat mencapai 7,9 -10 m /ha/tahun. Sebagai
perbandingan, di KPH Nganjuk, riap diameter jati dari trubusan akar mencapai 25-
28 cm pada umur 20 tahun, sedangkan riap diameter tanaman aslinya hanya 1-2
cm/tahun. Sedangkan riap jati pada umur 10 tahun di Takari Kabupaten Kupang
adalah diameter 1,4 cm/ tahun dan tinggi pohon 1,5 m/tahun, sedangkan di Polen
Timor Tengah Selatan pada umur 8 tahun lebih rendah yaitu 1,0 cm/tahun dan 0,8
m/tahun (Renoat,2021).
2.3 Diameter Pohon

Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat


mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas tertentu.
Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat merupakan
faktor penentu utama yang mempengaruhi ketelitian data yang diperoleh. Semakin
baik alat yang dipergunakan maka semakin baik pula hasil pengukuran yang akan
didapat. Demikian pula halnya dengan kemampuan pengamatan dalam pengukuran,
semakin baik dalam penggunaan suatu alat maka semakin baik (Thamrin, 2022).
Diameter (dari bahasa Yunani, diairo = bagi dan metro = ukuran) sebuah
lingkaran, dalam geometri, adalah segmen garis lurus yang melintasi titik pusat dan
menghubungkan dua titik pada lingkaran tersebut, atau, dalam penggunaan modern,
diameter berarti panjang dari segmen garis tersebut. Dalam sebuah bola, diameter
menghubungkan 2 titik pada permukaan bola dan melalui titik pusat bola. Dalam
bahasa Indonesia juga disebut "garis tengah". Dalam suatu bentuk konveks dalam
sebuah bidang datar (plane), "diameter" didefinisikan sebagai jarak terjauh dari dua
tangen garis sejajar yang terletak berlawanan pada batas-batasnya, dan "lebar"
(width) didefinisikan sebagai jarak terpendek. Kedua kuantitas dapat dihitung

6
secara efisien dengan menggunakan jangka berputar. Diameter dapat digunakan
untuk mengetahui keliling dan luas lingkaran. Dalam bola 3 dimensi, diameter
dapat digunakan untuk mengetahui luas permukaan dan volume bola (Ariyanto,
2018).
Pendugaan suatu komunitas salah satunya dilakukan dengan melakukan
pengukuran pada tinggi dan diameter pohon dari komunitas yang akan diketahui
tersebut. Tinggi dan diameter pohon merupakan dimensi pohon yang sangat penting
dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Data tinggi dan diameter bukan hanya
diperlukan untuk menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan melainkan juga
dapat digunakan untuk menentukan volume pohon dan tegakan, berguna dalam
pengaturan penebangan dengan batas tinggi dan diameter tertentu serta dapat
digunakan untuk mengetahui struktur suatu tegakan hutan (Thamrin, 2022).
Salah satu faktor penentu pertumbuhan diameter yang ideal adalah jarak
tanam. Pertumbuhan diameter lebih cepat pada tempat terbuka dari pada tempat
ternaung, dapat dilihat pada sehingga tanaman yang ditanam di tempat terbuka
cenderung pendek dan kekar. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan diameter. Jarak tanam rapat memungkinkan terjadinya persaingan
antara tanaman yaitu persaingan dalam memperebut ruang tumbuh (persaingan
tajuk) untuk mendapatkan sinar matahari maupun persaingan dalam memperebut
unsur hara dan umumnya sering terjadi pada tanaman yang cepat tumbuh. Hal ini
sebenarnya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tinggi. Namun demikian
dengan jarak tanam yang lebar, terbuka lebar pula pertumbuhan gulma yang sangat
mengganggu pertumbuhan tanaman pokok (Thamrin, 2022).
Pengukuran diameter pohon dapat dilakukan dengan berbagai alat antara lain
garpu pohon, dan pita keliling. Untuk pohon tanpa banir, pengukuran diameter
dilakukan pada ketinggian 1,3 meter di atas tanah atau kurang lebih setinggi dada,
sedangkan pada pohon berbanir dilakukan 5–10 cm di atas banir. Untuk
memperoleh data diameter tanpa kulit (dtk), sekalipun informasi ini lebih penting
daripada diameter dengan kulit (ddk), namun pengukuran ini biasanya memerlukan
lebih banyak waktu dan relatif mahal dengan kemungkinan kesalahan yang lebih
besar jika dilakukan pada saat pohon berdiri (Ipung, 2021).

7
Pengukuran diameter pohon dapat juga dilakukan menggunakan woodland
stick atau biasa disebut Biltmore stick atau Cruiser stick. Alat ini lebih murah, lebih
cepat dan lebih mudah digunakan dibandingkan pita diameter atau phi band, namun
ketelitiannya tidak sebaik pita diameter. Kendati demikian, penggunaan alat yang
berbeda dapat menghasilkan pengukuran yang berbeda, dimana perbedaannya bisa
nyata, kurang nyata atau tidak nyata. Karena data yang digunakan adalah untuk
keperluan pengukuran potensi hutan maka hendaknya dipilih alat yang ekonomis
sehingga rasional untuk digunakan (Ipung, 2021).
Pengukuran diameter pohon pada kegiatan inventarisasi di hutan alam pada
umumnya menggunakan phi band. Namun, salah satu kesulitan yang dikeluhkan
oleh petugas inventarisasi adalah ada kesulitan dalam melingkarkan phi band pada
pohon, terutama yang berdiameter besar, yang memakan waktu cukup lama.
Ditambah lagi kondisi faktor topografi sekitar pohon yang bervariasi, yang semakin
menyulitkan dalam melingkarkan phi band ke sekeliling pohon. Penelitian ini
mencoba melakukan pengukuran diamater pohon dengan alat bantu sederhana, dan
mengukur sejauh mana akurasi atau ketepatan pengukuran dan efisiensi alat ukur
tersebut dibandingkan dengan pengukuran diamater dengan menggunakan phi band
(Ipung, 2021).

2.4 Tinggi Pohon

Tinggi pohon merupakan variabel penting dalam memberikan gambaran


kuantitatif dari pohon dan tegakan yang dapat menentukan kualitas tapak dari
tegakan dan memperkirakan beberapa parameter seperti: biomassa, cadangan
karbon, pertumbuhan tegakan, dan lainnya. Tinggi pohon adalah variabel kunci
untuk memperkirakan biomassa pohon dan menyelidiki sejarah kehidupan pohon,
namun sulit untuk melakukan pengukuran di hutan dengan kanopi tinggi dan padat
serta tajuk yang lebar. Karena banyak variabel bebas bergabung ke dalam regresi
untuk memprediksi volume pohon, pengukuran diameter pohon dan tinggi
cenderung dilakukan untuk menghitung volume. Pengukuran potensi tegakan
dengan menggunakan survey konvensional memerlukan biaya besar dan waktu
yang lama (Ariyanto, 2018).

8
Tinggi pohon didefinisikan sebagai jarak terpendek antara suatu titik pada
puncak pohon atau titik lain pada pohon tersebut dengan titik proyeksinya pada
bidang datar di permukaan tanah, sedangkan panjang pohon merupakan panjang
yang menghubungkan dua titik yang diukur baik menurut garis lurus maupun tidak,
ketika pohon dalam kondisi rebah (Ventulo, 2021).
Data tinggi pohon biasanya diperoleh dengan melakukan kegiatan
inventarisasi hutan. Inventarisasi hutan sendiri adalah salah satu kegiatan dalam
pengelolaan hutan yang memerlukan waktu cukup lama, tenaga yang banyak dan
biaya yang besar. Data potensi tegakan pada umumnya diperoleh dari hasil kegiatan
inventarisasi, dimana dalam inventarisasi tersebut massa tegakan ditaksir melalui
pendugaan volume setiap pohon penyusun tegakan yang bersangkutan. Tinggi
pohon adalah salah satu variabel yang paling sering diukur dalam inventarisasi
hutan dan dalam pendekatan kuantitatif untuk penilaian biomassa hutan, cadangan
karbon, pertumbuhan, dan produktivitas tapak, dan karena itu banyak usaha yang
telah dilakukan untuk menghasilkan pengukuran tinggi pohon yang cepat, mudah
dan akurat (Ariyanto, 2018).
Jarak tanam rapat memungkinkan terjadinya persaingan antara tanaman yaitu
persaingan dalam memperebut ruang tumbuh (persaingan tajuk) untuk
mendapatkan sinar matahari maupun persaingan dalam memperebut unsur hara dan
umumnya sering terjadi pada tanaman yang cepat tumbuh. Hal ini sebenarnya
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tinggi. Namun demikian dengan jarak
tanam yang lebar, terbuka lebar pula pertumbuhan gulma yang sangat mengganggu
pertumbuhan tanaman pokok (Thamrin, 2022).
Pengukuran tinggi pohon dari sebuah komunitas dilakukan dengan tujuan
dalam penaksiran volume suatu komunitas tersebut. Tinggi pohon merupakan salah
satu karakteristik pohon yang mempunyai arti penting dalam penafsiran volume
individu pohon dari permukaan tanah. Pengukuran tinggi pohon dapat dilakukan
pada ketinggian tertentu pada batang. Pengukuran yang baik dilakukan pohon-
pohon yang telah ditebang dan pohon-pohon yang berdiri, khususnya untuk
penaksiran yang berhubungan dengan volume (Ventulo, 2021).
Pengukuran tinggi pohon menggunakan alat yang berbeda. Alat yang berbeda
ini menghasilkan ukuran nilai yang berbeda pula. Karena masing-masing alat yang

9
dipakai mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya. Alat yang
digunakan dalam penelitian pengukuran tinggi. Alat ukur hagameter dan clinometer
keduanya sudah biasa digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan untuk
mengukur tinggi pohon. Kedua alat tersebut menggunakan prinsip dasar yang sama,
yaitu membutuhkan variabel jarak antara pohon dengan pangkal dan variabel sudut
kemiringan. Sejauh pengetahuan penulis belum pernah ada penelitian untuk
membandingkan hasil pengukuran kedua alat tersebut, yang pasti harga alat
clinometer jauh lebih murah dari pada alat hagameter (Ventulo, 2021).
2.5 Pengukuran Diameter Pohon

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa sebaran ukuran diameter pohon


mengindikasikan umur dan karakteristik hutan sekunder (termasuk lahan bera).
Menunjukkan bahwa ciri khas dari hutan sekunder muda dan menengah adalah
memiliki sebaran ukuran diameter pohon yang tidak melebihi 50 cm, berbeda
dengan hutan ‘dewasa’ (berumur tidak diketahui atau >50 tahun) yang memiliki
sebaran ukuran diameter terlengkap yakni 5 ≥ 100 cm. Menunjukkan kegiatan
penebangan selektif mampu terindikasi dengan tidak hadirnya ukuran diameter
pohon vegetasi pohon tertentu, sehingga merubah pola kurva J terbalik. Kurva J
terbalik yang menunjukkan hubungan antara kelas diameter dengan jumlah individu
juga ditemukan pada hutan campuran dan hutan tanaman di Gunung Salak Bogor.
Semakin besar kelas ukuran diameter pohon, maka semakin sedikit individu yang
berada di kelas tersebut (Susanto, 2019).
Pendugaan suatu komunitas salah satunya dilakukan dengan melakukan
pengukuran pada tinggi dan diameter pohon dari komunitas yang akan diketahui
tersebut. Tinggi dan diameter pohon merupakan dimensi pohon yang sangat penting
dalam pendugaan potensi pohon dan tegakan. Data tinggi dan diameter bukan hanya
diperlukan untuk menghitung nilai luas bidang dasar suatu tegakan melainkan juga
dapat digunakan untuk menentukan volume pohon dan tegakan, berguna dalam
pengaturan penebangan dengan batas tinggi dan diameter tertentu serta dapat
digunakan untuk mengetahui struktur suatu tegakan hutan (Thamrin, 2022).
Salah satu faktor penentu pertumbuhan diameter yang ideal adalah jarak
tanam. Pertumbuhan diameter lebih cepat pada tempat terbuka dari pada tempat
ternaung, dapat dilihat pada sehingga tanaman yang ditanam di tempat terbuka

10
cenderung pendek dan kekar. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan diameter (Thamrin, 2022).
Pengukuran diameter pohon pada kegiatan inventarisasi di hutan alam pada
umumnya menggunakan phi band. Namun, salah satu kesulitan yang dikeluhkan
oleh petugas inventarisasi adalah ada kesulitan dalam melingkarkan phi band pada
pohon, terutama yang berdiameter besar, yang memakan waktu cukup lama.
Ditambah lagi kondisi faktor topografi sekitar pohon yang bervariasi, yang semakin
menyulitkan dalam melingkarkan phi band ke sekeliling pohon. Penelitian ini
mencoba melakukan pengukuran diameter pohon dengan alat bantu sederhana, dan
mengukur sejauh mana akurasi atau ketepatan pengukuran dan efisiensi alat ukur
tersebut dibandingkan dengan pengukuran diameter dengan menggunakan phi band
(Ipung, 2021).
Ciri khas hutan sekunder berumur 15 tahun tercermin pada tingginya sebaran
ukuran diameter pohon pada fase tiang (poles) dan sangat jarang ditemukan sebaran
ukuran diameter pohon di kelas diameter >50 cm. Kecenderungan sebaran ukuran
diameter pohon pada lahan bera berumur 15 tahun Womnowi Sidey Manokwari
terakumulasi di kelas 10–49 cm. Terdapat kesenjangan antara sebaran ukuran
diameter pohon pada kelas 10–59 cm dengan kelas diameter pohon>60 cm,
khususnya pada kelas 60–69 cm. Pada luas area sampling 1 ha tidak ditemukan
pohon berdiameter 60–69 cm, namun ditemukan kembali pohon pada kelas
diameter >70 cm bahkan melebihi 80 cm. Hasil ini memberikan gambaran terdapat
dua penjelasan yakni kecepatan pertumbuhan jenis di hutan sekunder (khususnya
fast growing species) dan jenis yang memiliki diameter >70 cm telah tumbuh
sebelum proses pemberaan lahan atau sesaat sesudah pemberaan lahan. Tingginya
jumlah kelas diameter pohon yang tergolong dalam kelompok ‘pohon muda’ (kelas
diameter 10–20 cm) (Susanto, 2019).
Kondisi tegakan di setiap tapak (tempat tumbuh) biasanya digambarkan oleh
diameter batang setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon yang merupakan gambaran
penampilan individu pohon. Peninggi merupakan indikator kualitas tempat tumbuh,
jumlah pohon dan luas bidang dasar merupakan penjabaran dari diameter yang
mencerminkan kerapatan tegakan, volume tegakan mencerminkan massa kayu, dan
luas tajuk yang merupakan penjabaran dari diameter tajuk dapat menggambarkan

11
produksi buah dan semai suatu tegakan. Segala informasi di atas dapat diperoleh
melalui kegiatan inventarisasi yang biasanya dilaksanakan dengan membuat plot-
plot sampel yang diletakkan tersebar merata pada setiap blok tanaman ataupun
tempat tumbuh bila di hutan alam. Pengukuran diameter merupakan pekerjaan yang
relatif mudah, murah dan dapat menghasilkan ukuran yang akurat, sedangkan
pengukuran tinggi dan tajuk pohon merupakan pekerjaan yang relatif sulit dan
membutuhkan banyak tenaga. Sehubungan dengan kendala tersebut maka perlu
dicari teknik untuk meminimalkan pekerjaan pengukuran tinggi dan tajuk pohon,
tanpa mengurangi kelengkapan dan keakuratan data yang disajikan. Jadi, jika
tersedia data tinggi dan diameter pohon atau data tajuk dan diameter pohon, maka
dapat dirumuskan model hubungan tinggi-diameter atau tajuk-diameter dimana
tinggi dan tajuk merupakan fungsi dari diameter (Hardjana, 2013).
Pengembangan metode pendugaan potensi hutan, termasuk di dalamnya
pendugaan model hubungan antara karakteristik individual pohon seperti tinggi,
diameter dan luas tajuk telah banyak dilakukan. Meskipun demikian, penelitian-
penelitian tentang pertumbuhan dan hubungan karakteristik pohon masih terus
dilakukan karena belum ada model atau formula yang dapat diaplikasikan untuk
semua jenis pohon. Hal ini dikarenakan setiap jenis atau kelompok jenis pohon
dapat mempunyai pertumbuhan dan ukuran batang yang berbeda sebagai akibat dari
interaksi faktor genetik dan lingkungannya (Hardjana, 2013).
Penyusunan model hubungan antara tinggi pohon dan tajuk pohon dengan
diameter pohon merupakan salah satu alternatif teknis yang dapat mengurangi
pekerjaan pihak pengguna dalam mengukur tinggi dan diameter tajuk pohon,
sehingga dapat memberikan data yang cukup mendekati dari hasil pengukuran yang
sebenarnya. Terdapat korelasi positif antara tinggi pohon, diameter tajuk dan tinggi
tajuk dengan diameter pohon, sehingga model yang dibentuk dari hubungan ini
dapat digunakan untuk mempredikasi ketiga parameter tersebut. Menyatakan
bahwa model hubungan antara diameter batang (dbh) dan diameter tajuk memiliki
nilai statistik yang signifikan, sehingga dengan indikator diameter batang dapat
memprediksi diameter tajuk. Hipotesa yang dapat dinyatakan dalam penelitian ini
adalah diameter batang (dbh) memiliki fungsi terhadap tinggi pohon dan diameter
tajuk tegakan tengkawang (Hardjana, 2013).

12
2.6 Pengukuran Tinggi Pohon

Hutan merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya, kekayaan alam
berupa hutan tersebut adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapat
dimanfaatkan serta dipergunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran manusia
dan merupakan salah satu sumber kebutuhan manusia. Di samping itu hutan
mempunyai sifat yang dapat diperbaharui sehingga keberadaannya bisa di harapkan
dapat lestari. Sebelum suatu areal hutan di manfaatkan atau di usahakan perlu di
adakan inventarisasi terhadap areal hutan tersebut yaitu dengan cara mengamati,
mengukur, dan mencatat beberapa potensi pohon-pohon yang ada pada areal
tersebut. Dalam inventarisasi hutan pengukuran diameter dan tinggi pohon/ tegakan
yang bersangkutan memengang peranan penting dalam menentukan volume pohon/
tegakan yang bersangkutan (Paembonan, 2019).
Pengukuran merupakan hal yang paling penting dilakukan, karena dapat
mengetahui atau menduga potensi suatu tegakan ataupun suatu komunitas tertentu.
Dalam memperoleh data pengukuran, jenis dan cara penggunaan alat merupakan
faktor penentu utama yang mempengaruhi ketelitian data yang diperoleh. Semakin
baik alat yang dipergunakan maka semakin baik pula hasil pengukuran yang akan
didapat. Demikian pula halnya dengan kemampuan pengamatan dalam pengukuran,
semakin baik dalam penggunaan suatu alat maka semakin baik (Thamrin, 2022).
Pengukuran tinggi pohon berdiri dapat dilakukan secara langsung atau secara
tidak langsung. Pengukuran tinggi pohon secara langsung dapat dilakukan dengan
menggunakan tongkat berukuran. Pengukuran tinggi secara tidak langsung pada
dasarnya dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmu ukur sudut. Alat pengukur
tinggi dengan prinsip ini antara lain christens hypsometer dan hagameter.
Menghitung diameter pohon dapat dilakukan secara mudah, cepat dan akurat serta
murah. Sedangkan untuk mengukur ketinggian lebih sulit dilakukan serta
membutuhkan biaya dan waktu yang lama (Setiawan, 2019).
Trigonometri adalah konsep kesebangunan segitiga siku-siku. Sisi-sisi yang
bersesuaian pada dua bangun datar yang sebangun memiliki perbandingan yang
sama. Kerucut merupakan salah satu bagian dari kelompok bangun ruang sisi
lengkung. Kerucut merupakan bangun ruang sisi lengkung yang mempunyai dua

13
sisi yaitu sisi alas dan selimut. Kerucut terpancung merupakan kerucut tegak yang
ujung atasnya dipotong, jika kita amati maka bentuknya akan mirip seperti ember
terbalik (Setiawan, 2019).
Pengukuran tinggi pohon dari sebuah komunitas dilakukan dengan tujuan
dalam penaksiran volume suatu komunitas tersebut. Tinggi pohon merupakan salah
satu karakteristik pohon yang mempunyai arti penting dalam penafsiran volume
individu pohon dari permukaan tanah. Pengukuran tinggi pohon dapat dilakukan
pada ketinggian tertentu pada batang. Pengukuran yang baik dilakukan pohon-
pohon yang telah ditebang dan pohon-pohon yang berdiri, khususnya untuk
penaksiran yang berhubungan dengan volume (Ventulo, 2021).
Penyusunan model hubungan antara tinggi pohon dan tajuk pohon dengan
diameter pohon merupakan salah satu alternatif teknis yang dapat mengurangi
pekerjaan pihak pengguna dalam mengukur tinggi dan diameter tajuk pohon,
sehingga dapat memberikan data yang cukup mendekati dari hasil pengukuran yang
sebenarnya. Terdapat korelasi positif antara tinggi pohon, diameter tajuk dan tinggi
tajuk dengan diameter pohon, sehingga model yang dibentuk dari hubungan ini
dapat digunakan untuk mempredikasi ketiga parameter tersebut. Menyatakan
bahwa model hubungan antara diameter batang (dbh) dan diameter tajuk memiliki
nilai statistik yang signifikan, sehingga dengan indikator diameter batang dapat
memprediksi diameter tajuk. Hipotesa yang dapat dinyatakan dalam penelitian ini
adalah diameter batang (dbh) memiliki fungsi terhadap tinggi pohon dan diameter
tajuk tegakan tengkawang (Hardjana, 2013).
2.7 Kesalahan Pengukuran

Alat ukur yang digunakan tergantung pada besaran ukur yang akan diukur.
Alat ukur telah lama dipergunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik
untuk perdagangan, pembangunan, bahkan aktifitas rumah tangga. Kesalahan
dalam pengukuran sering terjadi, seperti ketidaktepatan hasil pengukuran. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya tidak beroperasinya alat ukur dengan
baik atau alat ukur memberikan data hasil pengukuran yang salah (Fitrya dkk,
2017).
Permasalahan ketidaktepatan dalam pengukuran dari suatu alat ukur ini dapat
diatasi dengan melakukan kalibrasi ulang pada alat tersebut. Kalibrasi alat ukur ini

14
bertujuan untuk memverifikasi bahwa suatu alat ukur sesuai dengan rancangannya.
Kalibrasi merupakan kegiatan yang membandingkan suatu standar yang tertelusur
dengan standar nasional atau internasional dan bahan-bahan acuan tersersertifikasi.
Manfaat kalibrasi adalah instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap sesuai dengan
spesefikasinya sehingga tetap akurat dan presisi, Akurasi dalam pengukuran
merupakan tingkat kedekatan pengukuran kuantitas terhadap nilai yang sebenarnya,
sedangkan Kepresisian dari suatu sistem pengukuran diartikan sejauh mana
pengulangan pengukuran dalam kondisi yang tidak berubah mendapatkan hasil
yang sama (Fitrya dkk, 2017).
Dalam kehidupan sehari-hari dirumah tangga tidak bisa terlepas juga dari
masalah pengukuran, misalkan pada saat pembelian beras, gula, minyak goreng dan
keperluan rumah tangga lainnya akan dihadapkan dengan penggunaaan alat ukur.
Berkaitan dengan penggunaan alat ukur ini, sering ditemukan kasus ketidaksamaan
hasil pengukuran. Beberapa kasus ketidaksamaan pengukuran, diantaranya
ketidaksamaan dalam ukuran timbangan, literan dan bahkan meteran. Tahun 2015
terjadi kasus yang dialami oleh seorang ibu rumah tangga, dimana pembayaran
PDAM melonjak tinggi dibandingkan biasanya. Masalah ini ternyata diakibatkan
oleh meteran PDAM yang sudah tidak akurasi dan presisi, sehingga volume yang
terukur tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal tersebut membuat kerugian
bagi pihak pengguna (Fitrya dkk, 2017).

2.8 Angka Bentuk

15
III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Pengukuran Pohon dilakukan pada hari Sabtu 14 Oktober 2023


pukul 13.00 WITA - selesai bertempat di Tegakan Jati Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:


a) Pitameter, untuk mengukur keliling batang pohon
b) Abney level dan clinometer, untuk menentukan sudut tinggi total dan tinggi
bebas cabang pohon.
c) Roll meter, untuk mengukur diameter setinggi dan dada pada batang pohon .
d) Tali Rafiah, untuk membuat plot pengukuran
e) Alat Tulis Menulis, untuk mencatat hasil pengukuran
f) Kalkulator, untuk menghitung hasil pengukuran
g) Kamera untuk dokumentasi praktikum

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:


a) Tally Sheet, sebagai tempat untuk mencatat hasil pengukuran
b) Kertas Label, untuk menandai tiap pohon yang di ukur
c) Pohon, digunakan sebagai objek pengamatan.

3.3 Prosedur Praktikum

Adapun prosedur kerja yang digunakan pada praktikum ini, yaitu:


a) Menentukan areal pengukuran seluas 20 m x 20 m lalu membatasi plot
tersebut dengan tali (plot yang ditentukan akan digunakan untuk praktikum
selanjutnya).
b) Memberi nomor pada pohon yang ada di dalam plot dengan kertas label.

16
c) Mengukur keliling pohon satu per satu setinggi dada (dbh) dengan pitameter
lalu mencatat hasil pengukuran di tally sheet.
d) Mengukur tinggi pohon satu per satu, baik itu Tinggi Total maupun Tinggi
Bebas Cabang dengan menggunakan abney level, aplikasi Clinometer, dan
secara manual lalu mencatat hasilnya di tally sheet.

3.4 Analisis Data

Pada praktikum pengukuran pohon ini di gunakan beberapa rumus dalam


mengolah data yang didapat di lapangan yakni:

Mengukur diameter pohon,dikonversi ke diameter, dengan rumus :

Diameter = k/π

Keterangan: K: keliling pohon (cm)

Π: 3,14

Menghitung tinggi bebas cabang dengan menggunakan rumus :

Tbc= (tan αtbc x jp) + tp

Keterangan:
𝛼rbe: sudut tinggi bebas cabang menggunakan abney level
Jp : jarak pengamat ke pohon, yaitu 10 meter
Tp : tinggi pengamat (sampai mata)

Menghitung tinggi bebas cabang dengan menggunakan rumus :

Ttot = (tan αtt x jp) + tp

17
Keterangan:
𝛼tt: sudut tinggi bebas cabang menggunakan abney level
Jp : jarak pengamat ke pohon, yaitu 10 meter
Tp : tinggi pengamat (sampai mata)

Menghitung luas bidang dasar pohon (LBDS) dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

LBDS = ¼ л d²

Keterangan:
LBDS: Luas bidang dasar
Π : 3,14

D : diameter

18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil pengukuran yang didapat pada saat praktikum yaitu:


Tabel 1. Hasil pengukuran keliling dan diameter pohon

Nama Keliling (m) Keliling (m)


No. Pohon 1 2 3 1 2 3
1 jati 0,27 0,269 0,275 0,085 0,085 0,087
2 jati 0,252 0,251 0,251 0,08 0,079 0,079
3 jati 0,287 0,286 0,286 0,091 0,091 0,091
4 jati 0,2 0,201 0,201 0,063 0,064 0,064
5 jati 0,317 0,317 0,318 0,1 0,1 0,101
6 mangga 2,41 2,411 2,412 0,766 0,767 0,768
7 jati 0,21 0,21 0,211 0,066 0,066 0,067
8 jati 0,228 0,228 0,229 0,072 0,072 0,072
9 jati 0,209 0,209 0,211 0,066 0,066 0,067
10 jati 0,233 0,235 0,235 0,074 0,074 0,074
11 jati 0,274 0,273 0,272 0,087 0,086 0,086
12 jati 0,206 0,208 0,208 0,065 0,066 0,066
13 jati 0,223 0,223 0,224 0,071 0,071 0,071
14 jati 0,227 0,226 0,226 0,072 0,071 0,071

Table 2. hasil pengukuran TBC dan Ttot, lbds dan rata-rata


TBC (m) TTOT (m)
abney roll meter abney Rata-
level clinometer (m) level clinometer rata LBDS
17,64 20,21 8,25 24,65 29,73 0,09 0,0058
9,53 10,25 4,18 27,53 33,69 0,08 0,0049
7,61 7,22 3,5 22,97 31,21 0,09 0,0065
7,31 10,28 5,44 15,06 36,69 0,06 0,0032
15,06 10,85 11 17,52 17,61 0,10 0,0079
5,85 3,77 1,33 21,53 33,69 0,77 0,4618
13,27 18,62 8,78 24,39 28,80 0,07 0,0035
15,54 15,39 9,25 19,94 30,71 0,07 0,0041
13,70 7,98 7,25 20,54 28,47 0,07 0,0035
8,54 6,80 3,39 17,08 12,38 0,07 0,0043
13,27 10,81 7,35 22,81 35,53 0,09 0,0059
20,75 9,97 9,65 24,65 25,25 0,07 0,0034
20,75 11,11 9,64 24,13 27,50 0,07 0,0040
19,43 22,20 11,02 25,56 30,96 0,07 0,0040

19
Tinggi Bebas Cabang (TBC)
25,00

20,00

Tinggi TBC (m)


15,00

10,00

5,00

0,00
14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Pohon Ke-

abney level clinometer roll meter (m)

Gambar 10. Grafik TBC

4.2 Pembahasan

Pengukuran diameter pohon yang kami lakukan adalah di lokasi sekitar


Fakultas Ilmu Budaya (FIB) di Universitas Hasanuddin. Pengukuran diameter
pohon dilakukan dengan menggunakan alat pita meter. Cara pengukuran diameter
pohon dilakukan yaitu dengan cara melingkarkan pita meter ke batang pohon
setinggi dada (Dbh) atau setinggi 1,3 m dan atau tanah datar akan didapat keliling.
Jumlah pohon yang dilakukan pengukuran yaitu 14 pohon. Pohon adalah tumbuhan
berkayu yang mempunyai tinggi batang minimal 5 m dan mempunyai diameter
batang minimal 20 cm. Dari data pengamatan yang kami lakukan didapatkan hasil
antara lain sebagai berikut.
Dalam hal ini diameter pada lokasi praktikum terutama pada jalur yang kami
amati memiliki persentase ukuran diameter yang berbeda-beda berkisar antara 20
cm – 32 cm. Perbedaan ini memang lazim terjadi karena tumbuhan tersebut tumbuh
pada lokasi tegakan yang saling bersaing. Dengan jarak tanam yang disesuaikan
mengakibatkan adanya persaingan tumbuh dan kembangnya, misalnya pada
diameter pada masing-masing pohon. Perbedaan antara besar diameter satu dengan
pohon lainnya dapat terjadi karena selain dari kondisi lokasi dan tegakan hal yang
perlu diketahui adalah salah satunya kesalahan menggunakan alat keterbatasan

20
kemampuan dalam pengukuran diameter akan memberi dampak perbedaan dengan
berbagai pohon didalam tegakan tersebut.
Saat tanaman berumur 10 tahun tegakan jati mencapai 85% dari tinggi
potensialnya dan 50% dari diameter potensialnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan antara lain adalah tempat tumbuh (termasuk faktor
fisik dan kimia) merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
pohon atau tegakan. Pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh pemilihan bibit
yang baik. Selain hal tersebut, penting juga untuk diperhatikan adalah faktor
pemeliharaan yang diberikan pada tegakan selama masa pertumbuhannya.
Pertumbuhan diameter maupun tinggi tegakan tertinggi terjadi pada fase awal
pertumbuhan yaitu pada kisaran umur 1-5 tahun, selanjutnya terjadi penurunan
pertumbuhan secara berangsur dan terlihat semakin menurun setelah tegakan
berumur 12 tahun.Secara umum pertumbuhan jati di Kalimantan Timur sampai
umur 12 tahun menunjukkan pertumbuhan diameter dan tinggi lebih tinggi
dibandingkan dengan beberapa lokasi tanaman jati di Pulau Jawa.
Tinggi bebas cabang, dari data di atas dapat disimpulkan bahwa data yang
diperoleh yakni tinggi bebas cabang terkecil berkisar 2.49 m dan untuk hasil yang
paling tertinggi berkisar 10 m. Kelas tinggi bebas cabang diamati oleh pengamat
yang tingginya (sampai mata), ketinggian dari suatu pengamat akan memberikan
dampak yang berbeda akan hasil akhir pengukuran, selain dari pada tinggi
pengamat, sasaran dalam menentukan cabang belum terlalu dipahami sehingga data
yang diperoleh tidak dapat dipercaya secara sepenuhnya dan yang perlu diketahui
bahwa perbedaan dari nilai tinggi bebas cabang pohon dipengaruhi oleh adanya
pengaruh jarak tanam dan persaingan faktor luar seperti matahari dan suhu. Tinggi
dari pohon yang berada pada sekitar Fakultas Ilmu Budaya dapat terlihat jelas
adanya persaingan antar pohon satu dengan pohon yang lainnya, sehingga pada
hasil yang kami amati pada praktikum mengakibatkan adanya hasil yang berbeda-
beda.
Pada hasil pengukuran tinggi dilakukan menggunakan alat clinometer,
rollmeter dan abney level. Abney level dan clinometer dapat memberikan hasil
pengukuran yang akurat, namun terkadang hasilnya dapat sedikit berbeda. Pada
pengukuran yang dilakukan menggunakan clinometer dan abney level didapatkan

21
hasil yang berbeda namun dengan selisih yang tidak jauh berbeda. Hal ini dapat
disebabkan karena berbagai faktor seperti ketelitian alat ukur, human error, dan
faktor lingkungan.

22
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini, yaitu:

1. Abney level adalah sebuah alat yang di pakai untuk mengukur ketinggian
yang terdiri dari skala busur derajat, Clinometer juga dikenal sebagai
inklinometer adalah perangkat yang digunakan untuk menentukan
pengukuran yang akurat yang berkaitan dengan landai, ketinggian, jarak dan
kemiringan suatu gedung.
2. Pita meter digunakan untuk mengukur diameter pohon dengan cara melilitkan
pita meter di sekitar batang pohon pada ketinggian yang diinginkan dan
membaca hasil pengukuran pada pita meter. Sementara itu, clinometer dan
abney level digunakan untuk mengukur tinggi pohon dengan cara meletakkan
alat pada mata pengamat dan arahkan lensa ke atas hingga mencapai ujung
puncak pohon kemudian baca sudut kemiringan pada skala yang terdapat
pada alat tersebut. Hasil pengukuran tinggi pohon didapatkan dengan
menggunakan prinsip trigonometri dan dilengkapi dengan skala pengukuran
yang terukur dengan baik untuk memudahkan pengguna dalam membaca
hasil pengukuran.
3. Ketinggian dari suatu pengamat akan memberikan dampak yang berbeda
akan hasil akhir pengukuran, selain dari pada tinggi pengamat, sasaran dalam
menentukan cabang belum terlalu dipahami sehingga data yang diperoleh
tidak dapat dipercaya secara sepenuhnya dan yang perlu diketahui bahwa
perbedaan dari nilai tinggi bebas cabang pohon dipengaruhi oleh adanya
pengaruh jarak tanam dan persaingan faktor luar seperti matahari dan suhu.

5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Semoga kebersihannya tetap terjaga
5.2.2 Saran Untuk Asisten
Semoga tetap menjadi asisten yang baik dan memberikan kebijakan.

23
24
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, D. R. 2018. Analisis Waktu Kerja Pengukuran Tinggi Pohon


Menggunakan Klinometer Dan Hagameter. Jurnal Ilmu Kehutanan , 79-84.

Azwar, A. K. 2013. Keragaman Jenis Tumbuhan Bawah Pada Berbagai Tegakan


Hutan Tanaman di Benakat, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman, vol. 10 N0. 2, 85-98

Bakrie, I. 2020. Teknik Pengukuran Kayu Gelondongan Untuk Menghasilkan


Volume Optimal. Jurnal AGRIFOR, Vol. XIX No. 2, 367-380.

Hadiansyah, T. T. 2016. Analisa Pertumbuhan Tegakan Muda Meranti (Shorea sp.)


Dengan Teknik Silvikultur Intensif (SILIN) Di PT. Triwiraasta Bharata
Kabupaten Kutai Barat. Jurnal Ilmu Kehutanan, 86-102.

Hardjana, A. K. 2013. Model Hubungan Tinggi dan Diameter Tajuk Dengan


Diameter Setinggi Dada Pada Tegakan Tengkawang Tungkul Putih (Shorea
macrophylla (de Vriese) P.S. Ashton) dan Tungkul Merah Correlation
Model Between Height and Crown Diameter with Diameter at Breast
Height. Jurnal Penelitian Dipterokarpa, Vol. 7 No. 1, 7-18.

Hengky Purnama, J. d. 2015. Inventarisasi Distribusi Tegakan Puspa (Schima


Wallichi Korth). Jurnal Ilmu Kehutanan, 112-129.

Ipung, D. R. 2021. Tingkat Akurasi dan Efisiensi pengukuran Diameter Pohon


Dengan Alat Ukur Sederhana di Hutan Pendidikan FAHUTAN UNMUL.
Vol. 2 No. 9, 122-128.

Kuswandi, R. 2017. Model Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan


Dengan Sistem Tebang Pilih di Papua. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan,
Vol. 11 No. 1, 45-56

Malamassam, D., 2012. Membedah Potensi Hutan. Bogor : IPB Press.

Mardiatmoko, G., Pieterz, J.H., Baroel, A., 2014. Ilmu Ukur Kayu dan Inventarisasi
Hutan. Ambon : Ata Jaya

25
Paembonan, S. A. 2019. Silvika : Ekofisiologi dan Pertumbuhan Pohon. Makassar:
Fakultas Kehutanan Uiversitas Hasanuddin.

Renoat, E. 2021. Karakteristik Tegakan Jati d Wilayah kesatuan Pengelolaan Hutan


Kabupaten Kupang. Jurnal Pendidikan Biologi, 311-319.

Sigit Setiawan, G. D. 2019. Rancangan Alat Pengukur Tinggi Pohon Tegak


Berbasis Mikrokontroler At-Mega 16. Jurnal Keteknikas dan Sains, Vol. 2
No. 1, 14-19.

Susanto, S. A. 2019. Sebarab Ukuran Diameter Pohon Untuk Menentukan Umur


dan Regenerasi Hutan di Lahan Bera Womowi, Manokwari. Jurnal Og
Tropical Biology, Vol. 7 No. 2, 67-76.

Soelistyari, R. A. 2021. Evaluasi Bentuk dan Fungsi Pohon Pada Landskap Jalan
Veteran Kota Malang, Jawa Timur. Jurnal Buana Sains, Vol. 21 No. 2, 25-
34.

Thamrin, H. 2020. Pengukuran Tinggi dan Diameter Tanaman Meranti Merah


(Shorea pauciflora C.F. Gaertn) di Kebun Raya UNMUL Samarinda. Jurnal
Agriment , 62-65.

TR Mardikanto, L. K. 2018. Sifat Mekanis Kayu. Bandung: IPB Press.

Veronika Murtinah, M. A. 2015. Pertumbuhan Hutan Tanaman Jati (Tectona


Garndis Linn.f.) di Kalimantan Timur. Jurnal AGRIFOR, Vol XIV No. 2,
287-292.

Yosua Ventulo, S. d. 2021. Perbedaan Hasil Pengukuran Tinggi Pohon


Menggunakan Alat Ukur Berupa Hagameter dan Clinometer. Jurnal Sylva
Scienteae, Vol. 4 No. 6, 1015-1020.

26
LAMPIRAN

27
28

Anda mungkin juga menyukai