EKOLOGI TANAMAN
Disusunoleh:
Kelompok VIIIB
TANAMAN
Kelompok : VIIIB(DELAPAN)B
Departemen : PERTANIAN
Menyetujui,
Koordinator
Praktikum Ekologi Tanaman Asisten Pembimbing
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
segala Rahmat dan Karunianya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Ekologi Tanaman dengan baik. Penulisan Laporan Praktikum Ekologi Tanaman
dilaksanakan guna memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen Ekologi
Tanaman pada jurusan Agroekoteknologi.
Terselesaikannya laporan ini tak lepas dari berbagai pihak yang telah
membantu baik secara moril maupun spiritual. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, terkhusus kepada Dr.
Ir. Susilo Budiyanto, M. Si. selaku Koordinator Praktikum Ekologi Tanaman,
Anggraeni Nur Hidayah selaku Asisten Pembimbing Praktikum Ekologi Tanaman
yang telah membimbing sehingga dapat menyelesaikan praktikum Ekologi
Tanaman dengan baik, orang tua yang tak pernah putus mendoakan agar kuliah
kami berjalan dengan baik, dan teman-teman yang membantu pembuatan Laporan
Ekologi Tanaman ini sehingga dapat selesai.
Demikian Laporan Praktikum Ekologi Tanaman ini dibuat semoga dengan
adanya Laporan Praktikum Ekologi Tanaman ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi segenap pembaca.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
3.1. Materi.................................................................................. 12
3.2. Metode ................................................................................ 12
v
LAMPIRAN ............................................................................................ 35
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
9. Dokumentasi Praktikum……………………………………………….. 50
viii
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mengambil nitrogen dari udara dan menguncinya di tanah untuk menjaga tanah
tetap subur untuk jangka panjang (Nion et al., 2018). Tumbuhan mahoni
bermanfaat untuk obat-obat an. Fungsi pohon mahoni bila dikonsumsi
mengandung saponin dan flavonoida yang merupakan kandungan kimia yang
bermanfaat melancarkan peredaran darah, mengurangi penimbunan lemak, dan
juga menambah nafsu makan (Ihsanu et al., 2014). Tumbuhan mahoni memiliki
peran dalam lingkungan sebagai pengendali erosi. Fungsi pohon mahoni dalam
ekosistem sebagai pengendali limpasan dan erosi (Mashudi et al., 2016).
Tumbuhan nyamplung dapat berfungsi sebagai pemecah angin. tegakan tanaman
nyamplung berfungsi sebagai pemecah angin (wind breaker) untuk tanaman
pertanian dan dapat melindungi tanaman semusim dari hembusan angin kencang
(Ikapi, 2018). Tumbuhan nyamplung juga bermanfaat sebagai tanaman obat. Daun
dan getah kulit kayunya bermanfaat untuk mengobati luka (Abdullah et al., 2010)
sumber air, ketersediaan udara untuk organisme, dan penampung elemen - elemen
kehidupan; Karbon (C), Hidrogen (H), Nitrogen (N), Sulfur (S), Oksigen (O), dan
Fosfor (P) adalah mengapa faktor abiotik merupakan elemen yang penting dalam
suatu ekosistem (Hussen, 2012).
Pada tanaman, faktor - faktor abiotik dan keberadaannya mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, pembentukan hama yang mengganggu, pertumbuhan
gulma, penyakit yang menyerang tanaman, dan resistensi tanaman terhadap
komponen penggaunggu tersebut. Faktor-faktor abiotik yang mempengaruhi
kehidupan tanaman meliputi cuaca, suhu, udara, keberadaan oksigen, air, cahaya
matahari, kelembaban, pH, tanah, salinitas, garis lintang, dan topografi
(Channarayappa dan Biradar, 2018). Karena faktor - faktor abiotik tersebut akan
mempengaruhi kehidupan tanaman, maka faktor - faktor tersebut juga andil dalam
kehidupan biotik lain pula. Hasil dari pengolahan komponen abiotik oleh tanaman
pada suatu ekosistem, seperti seperti oksigen, sumber makanan, dan hasil sisa
akan memberikan kehidupan kepada komponen-komponen biotik pada
lingkungan tersebut (Ismail, 2019).
Pada pertanian, faktor-faktor abiotik akan mempengaruhi hasil panen
tanaman. Faktor abiotik seperti salinitas, curah hujan, suhu, dan mineral akan
mempengaruhi produktivitas pertanian dan kondisinya akan berfluktuasi sesuai
dengan kondisi lingkungan (Sopandie, 2013). Faktor-faktor abiotik yang
mempengaruhi tanaman jika tidak mendukung akan menjadi faktor cekaman
abiotik tanaman. Tanah salin, kekeringan, suhu ekstrim, penggenangan dan
logam-logam berat, merupakan cekaman bagi tumbuhan maka kondisi tersebut
menyebabkan kerugian besar kepada produktivitas pertanian (Pareek et al., 2010).
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan
produktivitas hutan dan ketersediaan karbon di vegetasi hutan. Peningkatan suhu
regional setiap 4°C akan meningkatkan produktivitas hutan sebesar 33% dan
memberikan ketersediaan C tahunan sebesar 32% (Poudel et al., 2011). Pada
dasarnya, jika suhu diatas suhu optimal tanaman untuk tumbuh, maka kondisi ini
termasuk cekaman suhu, sehingga tidak baik untuk pertumbuhan tanaman. Jika
suhu 1-4°C diatas suhu optimal pertumbuhan tanaman, maka hal tersebut akan
10
BAB III
3.1. Materi
3.2. Metode
Metode yang dilakukan dalam analisis vegetasi metode kuadrat yaitu dibuat
plot ukuran 20 x 50 m kemudian sub plot dengan ukuran 20 x 25 m dibuat dengan
tali rafia. Kemudian, diamati jenis dan dihitung tinggi serta diameter masing-
masing pohon dan serasah yang ditemukan. Sub-sub plot 5 x 5 m dibuat,
kemudian diamati dan dihitung tinggi masing-masing spesies tanaman yang
ditemukan. Sub-sub-sub plot 1 x 1 m dibuat sebanyak 3 plot, kemudian diamati
13
jenis dan dihitung tinggi masing-masing herba rendah yang ditemukan. Metode
yang dilakukan dalam analisis vegetasi metode rintisan yaitu ditentukan titik awal
pengamatan. Patok diletakkan pada tanah rintisan sepanjang 10 m. Kemudian,
diamati semua jenis tanaman dan dihitung jumlah tumbuhan yang menyentuh
tanah rintisan kanan kiri sejauh 1 m. Masing-masing tanaman dihitung tinggi dan
diameternya.
14
BAB IV
dan kuantitas hijauan. Hal ini sesuai dengan Sugiarto dan Achmad (2014) yang
menyatakan bahwa faktor biotik dapat meliputi kualitas dan kuantitas hijauan,
komposisi spesies dan morfologi tanaman. Jenis-jenis fauna dalam suatu ekositem
sangat beragam. Keberagaman jenis fauna tersebut dipengaruhi oleh faktor
lingkungan biotiknya. Hal ini sesuai dengan Erniyani et al. (2010) yang
menyatakan bahwa kehidupan mesofauna sangat tergantung pada habitatnya,
keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna di suatu daerah sangat
ditentukan oleh faktor lingkungan biotik.
Tumbuhan dalam ekosistem memiliki peran yang sangat vital. Tumbuhan
ingas memiliki beberapa manfaat bagi lingkungan disekitarnya. Hal tersebut
didukung Nion et al. (2018) bahwa tumbuhan ingas dapat mengambil nitrogen
dari udara dan menguncinya di tanah untuk menjaga tanah tetap subur untuk
jangka panjang. Tumbuhan mahoni bermanfaat untuk obat-obat an. Hal tersebut
didukung Ihsanu et al. (2014) bahwa fungsi pohon mahoni bila dikonsumsi
mengandung saponin dan flavonoida yang merupakan kandungan kimia yang
bermanfaat melancarkan peredaran darah, mengurangi penimbunan lemak, dan
juga menambah nafsu makan. Tumbuhan nyamplung juga bermanfaat sebagai
tanaman obat. Hal ini didukung Abdullah et al. (2010) bahwa daun dan getah kulit
kayunya memiliki manfaat untuk mengobati luka.
Tumbuhan dalam ekosistem memiliki peran yang sangat penting. Tumbuhan
ingas memiliki beberapa manfaat bagi lingkungan disekitarnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nion et al. (2018) bahwa tumbuhan ingas dapat mengambil
nitrogen dari udara dan menguncinya di tanah untuk menjaga tanah tetap subur
untuk jangka panjang. Tumbuhan mahoni memiliki peran dalam lingkungan
sebagai pengendali erosi. Hal ini sesuai dengan Mashudi et al. (2016) bahwa
fungsi pohon mahoni dalam ekosistem sebagai pengendali limpasan dan erosi.
Tumbuhan nyamplung dapat berfungsi sebagai pemecah angin. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ikapi (2018) yang menyatakan bahwa tegakan tanaman
nyamplung berfungsi sebagai pemecah angin (wind breaker) untuk tanaman
pertanian dan dapat melindungi tanaman semusim dari hembusan angin kencang.
16
yang penting di lantai hutan karena sebagian besar pengembalian unsur hara ke
lantai hutan berasal dari seresah.
Serasah di dalam hutan memiliki peranan sebagai input unsur hara dalam
tanah hutan. Hal ini sesuai dengan Umar (2016) yang menyatakan bahwa serasah
memiliki peranan sebagai input unsur hara ke dalam tanah hutan yang kemudian
akan diserap oleh tumbuhan hutan untuk melakukan proses pertumbuhan serta
menciptakan lingkungan mikro bagi semai di lantai hutan dengan pelepasan
nutrisi selama pembusukannya. Ketebalan serasah di dalam hutan dapat diukur
dengan mencari nilai bobot kering serasah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Andrianto et al. (2015) yang menyatakan bahwa ketebalan serasah dapat dilihat
dari rata-rata bobot kering serasah. Setiap hutan memiliki ketebalan serasah yang
berbeda-beda. Ketebalan serasah ini dipengaruhi oleh tingkat kerapatan vegetasi
dan jenis vegetasi. Hal ini sesuai dengan Silaban et al. (2019) yang menyatakan
bahwa setiap ekosistem memiliki perbedaan ketebalan serasah yang dipengaruhi
oleh tutupan kanopi pada lokasi serta tingkat kerapatan vegetasi, jenis vegetasi,
keberadaan tajuk pohon yang mempengaruhi banyak sedikitnya serasah di lantai
hutan.
(21-40%) rendah, kelas C (41-60%) sedang, kelas D (61-80%) tinggi. Dan kelas E
(81-100%) sangat tinggi.
Nilai Dominasi Mutlak pohon mahoni sebesar 0,64 , tumbuhan nyampung
sebesar 0,36. Febriliani (2013) menyatakan bahwa Dominasi menunjukkan
penguasaan suatu jenis terhadap jenis lain, semakin besar nilai dominasi suatu
jenis maka jenis tersebut memiliki penguasaan terhadap jenis, jenis tanaman yang
lebih banyak tumbuh maka akan lebih mudah menguasi tempat tumbuh tanaman
tersebut. Nilai Dominasi Nisbi pohon mahoni sebesar 30%, tumbuhan kuping
gajah sebesar 12%, pohon awar-awar sebesar 20%, pohon mapel sebesar 18%,
dan pohon leben sebesar 20%. Hal ini sesuai dengan Gunawan et al. (2011)
menyatakan bahwa Nilai dominansi dipengaruhi oleh kerapatan jenis dan ukuran
rata-rata diameter batang.
INP dari pohon mahoni sebesar 211% termasuk dalam kategori tinggi dan
memiliki peran penting dalam ekosistem, INP tumbuhan nyamplung sebesar 89
dikategorikan tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arista et al. (2017) yang
menyatakan bahwa nilai INP > 42,66 dikategorikan tinggi, INP 21,96-42,66
dikategorikan sedang, INP < 21,96 dikategorikan rendah, dan jenis tumbuhan
yang memiliki INP yang paling tinggi sangat mempengaruhi suatu komunitas
tumbuhan. Kainde et al. (2011) menyatakan bahwa Semakin besar indeks nilai
penting suatu jenis maka makin besar pula peranan jenis tersebut dalam
komunitas.
Nilai SDR pohon mahoni sebesar 70,3%, tumbuhan nyamplung sebesar
29,6%. Pujisiswanto (2012) menyatakan kemampuan suatu spesies menguasai
sarana tumbuh yang ada di lahan tersebut, seperti air, unsur hara, cahaya, dan
ruang tumbuh, semakin tinggi nilai SDR maka kemampuan untuk berkompetisi di
lahan tersebut semakin tinggi. Tanaman yang ada yang ada pada petak ukuran 1 x
1 meter adalah mahoni dan nyamplung. Pohon mahoni adalah tumbuhan utama
dalam ekosistem karena memiliki nilai dominasi yang paling tinggi dan memiliki
berbagai manfaat. Hal ini didukung oleh pendapat Ihsanu et al. (2018) yang
menyatakan bahwa Fungsi pohon mahoni bila dikonsumsi mengandung saponin
dan flavonoida yang merupakan kandungan kimia yang bermanfaat melancarkan
22
tanaman mahoni lebih besar daripada nyamplung yaitu sebesar 88,89% hasil
kerapatan ini termasuk dalam golongan sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sari et al. (2018) yang menyatakan bahwa penggolongan kerapatan, yaitu kategori
rendah dengan nilai 12-50%, kategori sedang dengan nilai 51-100%, kategori baik
dengan nilai >201%.
Nilai frekuensi nisbi yang didapat dari tanaman mahoni dan nyamplung
sama besarnya yaitu sebesar 50 % termasuk golongan sedang. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hidayat et al. (2017) yang menyatakan bahwa penggolongan
frekuensi yaitu, kelas A (1-20%) sangat rendah, kelas B (21-40%) rendah, kelas C
(41-60%) sedang, kelas D (61-80%) tinggi dan pada kelas E (81-100%) sangat
tinggi. Nilai indeks penting terbesar diperoleh dari tanaman mahoni yang berarti
tanaman mahoni menjadi peran penting dalam komunitas di sekitarnya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Kainde et al. (2011) yang menyatakan bahwa semakin
besar indeks nilai penting suatu jenis maka makin besar pula peranan jenis
tersebut dalam komunitas. Nilai indeks penting tanaman mahoni sebesar 195,89 %
yang termasuk golongan tinggi. Hal ini sesuai dengan Arista et al. (2017) yang
menyatakann bahwa penggolongan INP, yaitu INP > 42,66 dikategorikan tinggi,
INP 21,96-42,66 dikategorikan sedang, INP < 21,96 dikategorikan rendah, jenis
tumbuhan yang memiliki INP yang tinggi sangat mempengaruhi suatu komunitas
tumbuhan. Nilai SDR yang dihasilkan dari tanaman mahoni sebesar 62,29% dan
tanaman nyamplung sebesar 34,70%. Nilai SDR tanaman mahoni lebih tinggi
daripada tanaman nyamplung yang berarti tanaman mahoni mempunyai
kemampuan berkompetisi yang tinggi dalam lahan tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Pujisiswanto (2012) yang menyatakan bahwa kemampuan suatu spesies
menguasai sarana tumbuh yang ada di lahan tersebut, seperti air, unsur hara,
cahaya, dan ruang tumbuh, semakin tinggi nilai SDR maka kemampuan untuk
berkompetisi di lahan tersebut semakin tinggi.
24
yang termasuk golongan tinggi. Hal ini sesuai dengan Arista et al. (2017) yang
menyatakann bahwa penggolongan INP, yaitu INP > 42,66 dikategorikan tinggi,
INP 21,96-42,66 dikategorikan sedang, INP < 21,96 dikategorikan rendah, jenis
tumbuhan yang memiliki INP yang tinggi sangat mempengaruhi suatu komunitas
tumbuhan. Nilai SDR yang dihasilkan dari tanaman ingas sebesar 32,37%,
tanaman mahoni sebesar 43,39% dan tanaman nyamplung sebesar 23,89%. Nilai
SDR tanaman mahoni lebih tinggi daripada tanaman lainnya yang berarti tanaman
mahoni mempunyai kemampuan berkompetisi yang tinggi dalam lahan tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Pujisiswanto (2012) yang menyatakan bahwa
kemampuan suatu spesies menguasai sarana tumbuh yang ada di lahan tersebut,
seperti air, unsur hara, cahaya, dan ruang tumbuh, semakin tinggi nilai SDR maka
kemampuan untuk berkompetisi di lahan tersebut semakin tinggi.
yang menyatakan FCD dapat menunjukkan suhu, jenis tanah, dan kerapatan
vegetasi dimana nilai FCD yang tinggi mengindikasikan vegetasi yang baik dan
FCD yang rendah mengindikasikan vegetasi yang kurang baik.
Selain suhu dan FCD terdapat juga kelembapan. Kelembapan yaitu
konsentrasi uap air yang ada di udara. Tingkat kelembaban suatu daerah akan
mempengaruhi aktivitas tanaman, dimana akan mempengaruhi pertumbuhan
vegetasi pada daerah tersebut. Kondisi kelembapan yang ekstrim akan
mempengaruhi produktivitas tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Igbawua et al. (2016) yang menyatakan di daerah dengan kelembaban yang
tinggi, proses transpirasi rendah, sehingga vegetasi akan tumbuh, dan jika
kelembaban suatu vegetasi rendah, maka laju transpirasi akan tinggi yang
berbahaya bagi tanaman, dan berakibat kepada layunya tanaman yang diikuti oleh
matinya vegetasi. Tingkat radiasi juga termasuk komponen abiotik yang penting.
Tingkat radiasi sinar matahari yang terpapar ke hutan dan diterima oleh tanaman
akan mempengaruhi proses distribusi energi. Radiasi akan mempengaruhi proses
perpindahan energi. Hal ini sesuai dengan pendapat Brahgiere et al. (2020) yang
menyatakan radiasi sinar matahari akan mempengaruhi aktivitas tanaman, seperti
fotosintesis dan evapotranspirasi, serta mempengaruhi perubahan suhu tanah dan
daun yang mempengaruhi proses perpindahan energi pada tanaman di suatu
vegetasi. Tingkat radiasi sinar matahari pada suatu vegetasi akan memberikan
karakterisitik tersendiri pada vegetasi tersebut, dimana daerah yang memiliki
radiasi matahari yang tinggi memiliki vegetasi yang rendah dan daerah dengan
radiasi yang cukup memiliki banyak vegetasi. Daerah seperti hutan memiliki
tingkat radiasi sinar matahari yang cukup karena tertutup oleh tajuk pohon dan
akan memiliki banyak vegetasi di bawah tajuk pohon. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sypka et al. (2016) yang menyatakan radiasi sinar matahari akan
memberikan efek kepada vegetasi di bawah tajuk pohon, suhu tanah, serta variasi
proses biologi dan kimia, seperti dekomposisi dan mineralisasi unsur organik,
sehingga mempengaruhi karakteristik vegetasi tersebut.
29
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arista, C. D. N., HT, I. S. W., Rahma, K., dan Mulyadi, M. 2018. Analisis vegetasi
tumbuhan menggunakan metode transek garis (line transect) di kawasan
hutan lindung Lueng Angen Desa Iboih Kecamatan Sukakarya Kota
Sabang. J. Ar-Raniry, 4(1) : 147 – 152.
Cahyanto, T., dan R. Kuraesin. 2013. Struktur vegetasi mangrove di pantai muara
marunda kota administrasi Jakarta Utara Provonsi DKI Jakarta. J. Istek, 7
(2) : 73 - 88
Hanif, N., S. H. Siregar, dan B. Amin. 2018. Estimasi stok karbon tersimpan pada
ekosistem hutan mangrove di desa Anak Setatah Kecamatan Rangsang Barat
Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. J. Penelitian, 1 (1) : 1 – 14.
Martono, D. S. 2012. Analisis vegetasi dan asosiasi antara jenis-jenis pohon utama
penyusun hutan tropis dataran rendah di Taman Nasional Gunung Rinjani
Nusa Tenggara Barat. J. Agri-Tek, 13 (2) : 18 – 27.
Putri, H. M. A., dan C. Wulandari. 2015. Potensi penyerapan karbon pada tegakan
damar mata kucing (Shorea javanica) di pekon Gunung Kemala Krui
Lampung Barat. J. Sylva Lestari, 3(2) : 13 – 20.
Riyanto, Indriyanto, dan A. Bintoro. 2013. Produksi serasah pada tegakan hutan di
blok penelitian dan pendidikan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman
Provinsi Lampung. J. Sylva Lestari, 1 (1) : 1 – 8.
Salim, G. A. 2014. Produksi dan kandungan hara serasah pada Hutan Rakyat
Nglanggeran Gunung berapi Kidul, D. I. Yogyakarta. J. Peneitian Hutan
Tanaman, 11 (2) : 79 – 84.
Sari, D. N., Wijaya, F., Mardana, M. A., dan Hidayat, M. 2019. Analisis vegetasi
tumbuhan dengan metode transek (line transect) di kawasan Hutan Deudap
Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. J. Ar-Raniry, 5 (1) : 165 – 173.
Siadari, T. P., Hilmanto, R., dan Hidayat, W. 2014. Potensi kayu rakyat dan
strategi pengembangannya (studi kasus) di hutan rakyat Desa Buana Sakti
Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur. J. Sylva Lestari, 1 (1) :
75 – 84.
Hidayat, M., Laiyanah, L., Silvia, N., Putri, Y. A., dan Marhamah, N. 2018.
Analisis Vegetasi Tumbuhan Menggunakan Metode Transek Garis (Line
Transek) di Hutan Seulawah Agam Desa pulo Kemukiman Lamteuba
Kabupaten Aceh Besar. J. Ar-Raniry, 4 (1) 85 – 91.
Ihsanu, I. A., A. Setiawan., dan E. L. Rustiati. 2014. Studi perilaku makan dan
analisis vegetasi pakan lutung jawa (trachypithecus auratus) di Taman
Nasional Gunung Ciremai. J. Sylva Lestari, 1 (1) : 17 - 22.
LAMPIRAN
Perhitungan Biomassa
1. Pohon Ingas = 0,11 x ρ x D2,62 = 0, 11 x 0, 59 x 37,892,62 = 887,05
2. Pohon Ingas = 0,11 x ρ x D2,62 = 0, 11 x 0, 59 x 26,112,62 = 334,36
3. Pohon Ingas = 0,11 x ρ x D2,62 = 0, 11 x 0, 59 x 27,072,62 = 367,59
4. Pohon Ingas = 0,11 x ρ x D2,62 = 0, 11 x 0, 59 x 23,242,62 = 246,49
5. Pohon Ingas = 0,11 x ρ x D2,62 = 0, 11 x 0, 59 x 21,972,62 = 212,74
6. Pohon Ingas = 0,11 x ρ x D2,62 = 0, 11 x 0, 59 x 20,062,62 = 179,70
7. Pohon Ingas = 0,11 x ρ x D2,62 = 0, 11 x 0, 59 x 19,742,62 = 160,69
8. Pohon Ingas = 0,11 x ρ x D2,62 = 0, 11 x 0, 59 x 19,742,62 = 160,69
9. Pohon Ingas = 0,11 x ρ x D2,62 = 0, 11 x 0, 59 x 18,782,62 = 141,02
37
Total Biomasssa Pohon = BK1 + BK2 + BK3 + BK4 + BK5 + BK6 + BK7 +
BK8 + BK9 + BK10 + BK11 + BK12 + BK13 +
BK14 + BK15 + BK16 + BK17 + BK 18 + BK19
+ BK20 + BK21 + BK22 + BK23
= 887,05 + 334,36 + 367,59 + 246,49 + 212,74 +
38
Mahoni = =4
Nyamplung = =1
Mahoni = x 100% = 80 %
Nyamplung = x 100% = 20 %
2. Frekuensi
Mahoni = = 0,67
Nyamplung = = 0,33
Mahoni = x 100% = 67 %
3. Dominansi
Mahoni = = 42,5
Nyamplung = = 23,75
Mahoni = x 100% = 64 %
Nyamplung = x 100% = 36 %
INP (%) = KN + FN + DN
Mahoni = 80 + 67 + 64 = 211
Nyamplung = 20 + 33 + 36 = 89
41
SDR (%) =
Mahoni = = 70,3
Nyamplung = = 29,6
42
Mahoni = = 0,32
Nyamplung = = 0,04
2. Frekuensi
Mahoni = =1
Nyamplung = =1
43
Mahoni = x 100% = 50 %
Nyamplung = x 100% = 50 %
3. Dominansi
Mahoni = = 1,27
Nyamplung = = 0,94
Mahoni = x 100% = 57 %
Nyamplung = x 100% = 43 %
INP (%) = KN + FN + DN
SDR (%) =
Mahoni = = 62,29
Nyamplung = = 34,70
45
Ingas = = 0,009
Mahoni = = 0,012
Nyamplung = = 0,002
2. Frekuensi
Ingas = =1
46
Mahoni = =1
Nyamplung = =1
Ingas = x 100% = 33 %
Mahoni = x 100% = 33 %
Nyamplung = x 100% = 33 %
3. Dominansi
Ingas = = 0,19
Mahoni = = 0,35
Nyamplung = = 0,23
47
Mahoni = x 100% = 45 %
Nyamplung = x 100% = 30 %
INP (%) = KN + FN + DN
SDR (%) =
Ingas = = 32,37
Mahoni = = 43,39
Nyamplung = =23,89
48
Meteran
Gunting
Penggaris
Alat tulis
49
Lampiran 8. (Lanjutan)
Bambu 1 meter
KONTRIBUSI ANGGOTA
Nama Kontribusi
Ivana Rizkya Putri Membuat tinjauan pustaka komponen biotic, hasil
pembahasan analisis vegetasi kuadrat.
Azizah Putri W Membuat tinjauan pustaka dan hasil pembahasan
karbon sekuestrasi.
Yoram Gehing Wijaya Membuat tinjauan pustaka analisis vegetasi, hasil
pembahasan komponen abiotik.
Dian Asri Fitriani Membuat tinjauan pustaka komponen ekosistem, hasil
pembahasan vegetasi rintisan, menggabunngkan
laporan.
Irfan Yusuf F Membuat tinjauan putaka komponen abiotik, hasil
pembahasan komponen biotic.
Dimas Nugroho Rizqy S Praktikum langsung, membuat ringkasan, kata
pengantar, lampiran dokumentasi praktikum.
Syalsa Bela Aulia Praktikum langsung, membuat daftar isi, daftar table,
daftar lampiran alat bahan.