Anda di halaman 1dari 28

i

LAPORAN PROYEK

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN

“ANALISIS BAHAYA EROSI KAWASAN LERENG GUNUNG CIKURAY,


JAWA BARAT DAN REKOMENDASI UPAYA KONSERVASI”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8

KELAS: Q

ASISTEN: DINNA HADI SHOLIKAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG
2020
i

Judul : Analisis Kondisi Sumberdaya Lahan Kawasan Lereng Gunung


Cikuray, Jawa Barat dan Rekomendasi Upaya Konservasi

Penyusun : Kelompok 8

Kelas :Q

Ketua Kelompok : Handika Ahmad Maulana 185040207111068

Anggota Kelompok :

1. Zenanda Salsabilah Ariel P 185040200111216


2. Dhia Hisanah Ramadhanti 185040201111107
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Tujuan..............................................................................................................2
II. PENDEKATAN METODE.........................................................................................3
2.1 Identifikasi Kondisi Lahan....................................................................................3
2.2 Analisis Permasalahan........................................................................................4
III. KONDISI SUMBERDAYA LAHAN..........................................................................6
3.1 Kondisi Lahan......................................................................................................6
3.2 Potensi Lahan..................................................................................................8
3.3 Permasalahan Lahan.......................................................................................9
IV. PERENCANAAN KONSERVASI..........................................................................12
4.1 Rekomendasi Konservasi..............................................................................12
4.2 Analisis Kelebihan Rekomendasi..................................................................14
V. KESIMPULAN........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................17
LAMPIRAN..................................................................................................................20
ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kondisi Lahan lereng Gunung Cikuray……………………………………….6

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Garut…………………………………7

Gambar 3. Sketsa dan Terasiring di Lapangan…………………………………………12

Gambar 4. Contoh Lahan


Agroforestry………………………………………………………..13
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kelas Kesesuaian Lahan di Kawasan Lereng Gunung Cikuray……………8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Kelas Kesesuaian Lahan Lereng Gunung Cikuray……………….20
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bentang lahan atau yang biasa disebut dengan lansekap merupakan daerah
hamparan penggunaan lahan yang meliputi lingkungan fisik yang didalamnya
terdapat iklim, topografi/relief, hidrologi tanah atau curah hujan, dan keadaan
vegetasi alami yang berpengaruh secara potensial terhadap penggunaan lahan
tersebut. Penetapan penggunaan lahan pada umunya didasarkan pada karakteristik
lahan dan daya dukung lingkungan yang dimiliki. Pemanfaatan penggunaan lahan
harus memperhatikan kapasitas maksimal dari daya dukung lingkungan, seperti
topografi lahan, curah hujan, dan kondisi vegetasi alami sehingga kendala seperti
erosi maupun degradasi lahan akibat limpasan permukaan dapat sedikit diatasi
dimana menggunakan pengelolaan lahan khususnya yang bertujuan untuk pertanian
perlu untuk memperhatikan keadaan lahan tersebut mulai dari sifat-sifat lahan, kelas
kemamuan lahan, hingga rekomendasi untuk kedepannya. Keadaan lingkungan
sekitar juga menjadi penunjang keadaan lahan yang baik untuk pertanian, seperti
kelerengan, ketinggian, panjang lereng, topografi, vegetasi, dan lain sebagainya.
Faktor-faktor tersebut dapat menjadi pemicu permasalahan dalam penggunaan
lahan seperti erosi.
Lahan yang berada dekatan dengan dua pegunungan biasanya mempunyai
dampak yang buruk seperti terkenanya kerusakan yang di sebabkan oleh erosi dan
keadaan alam didaerah tersebut, salah satu kerusakan yang sering terjadi di lahan
Indonesia adalah terjadinya erosi dikarenakan limpasan permukaan yang tinggi
dapat menyebabkan lahan menjadi mudah terdegradasi atau mengalami erosi,
terlebih lagi jika lahan berada di kelerengan yang besar. Kegiatan praktikum lapang
yang dilakukan pada areal lahan yang diamati memiliki karakteristik tanah yang
cenderung memiliki kandungan pasir yang tinggi sehingga tanah akan mudah
tererosi, selain itu tingkat kemiringan yang cukup besar akan menyebabkan air hujan
yang turun dan didukung dengan gaya gravitasi juga menyebabkan tanah tersebut
akan mudah tererosi. Seiring berjalannya waktu, perubahan penggunaan lahan
semakin bertambah luasnya penggunaan lahan tegalan/ladang kemudian sawah
tadah hujan, dan permukiman. Hal ini sering terjadi dikarenakan dengan
pertumbuhan penduduk sehingga semakin meningkat kebutuhan akan lahan.
Padahal, Hutan memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan
lingkungan kemudia dimana potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi
2

populasi manusia dikarenakan apabila dikelola dengan benar dan bijaksana. Hutan
juga memberikan pengaruh kepada sumber alam lain. Peningkatan akitvitas
penduduk yang berada di pegunungan atau hutan umumnya meningkatkan
prokduktivitas pertanian dimana mereka membuka lahan baru atau ekspolitasi
secara terus menerus tanpa melihat dampak yang panjang akan di dapatkan jika
melakukan hal tersebut seperti penurunan produktifitas lahan secara baik kemudian
akan terjadinyaa degradasi lahan dan semiditasi lahan.
Terdapat kondisi ahli fungsi lahan di kawasan lereng Gunung Cikuray Jawa
Barat berda pada wilayah kabupaten Garut terjadi ahli fungsi lahan yang terjadi
dikawasan hutan lindung Gunung Cikuray, yang semula adalah kawasan resapan air
sebagian telah berubah menjadi lahan pertanian, kondisi tersebut menyebabkan
kelestarian dari hutan lindung dan hilangnya daerah resapan air sebagai penunjang
ketersediaan air di kawasan tersebut. Selain itu, alih fungsi lahan yang dilakukan
juga mengakibatkan degradasi lahan sehingga kawasan tersebut menjadi lahan
kritis. Upaya konservasi dan perbaikan perlu dilakukan untuk mengingat kualitas
lahan yang semakin buruk dapat menyebabkan berbagai dampak negatif bagi
lingkungan dan masyarakat disekitarnya. Apabila kualitas lahan terus menurun dan
tidak dilakukan upaya pengelolaan yang baik, maka lahan yang dapat dimanfaatkan
dengan baik menjadi akan berkurang manfaatnya serta menjadi bencana. Kegiatan
perekonomian para masyarakat yang disana, sosial budaya dan keberlanjutan lahan
tidak akan terjadi. Maka dari itu pentingnya dilakukan konservasi dalam
permasalahan ini, sebagaimana yang kita ketahui pula, hutan merupakan sumber
penghidupan bagi semua mahluk terutama manusia.

1.2 Tujuan

1. Menentukan besarnya erosi di wilayah lereng Gunung Cikuray yang berada di


wilayah Kabupatan Garut Jawa Barat
2. Menentukan rekomendasi tindakan konservasi pada lahan lereng Gunung Cikuray
yang berada di wilayah Kabupatan Garut Jawa Barat
3

II. PENDEKATAN METODE

2.1 Identifikasi Kondisi Lahan

Metode yang gunakan dalam mengidentifikasi kondisi lahan di Hutan Lindung


Cikuray adalah metode deskriptif dan dokumentasi. Menurut Moleong (2012),
metode deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk menyelidiki keadaan,
kondisi, atau hal-hal lain yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.
Metode deskriptif dalam makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan segala
sesuatu yang ada di video berkaitan dengan kondisi lahan. Sedangkan, metode
dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat
atau menganalisis data dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain
seperti pada instansi-instansi terkait. Jenis data yang diperoleh terdiri dari data
primer berupa gambaran lanskap hutan lindung Cikuray dan data sekunder yang
diambil dari artikel jurnal maupun bahan bacaan lain yang berkaitan dengan topik
laporan.

Metode yang digunakan dalam menganalisis permasalahan yang ada pada


video tersebut, diantaranya :

1. Observasi lapangan secara online


Observasi di lapangan merupakan teknik pengamatan dalam melakukan
pengamatan untuk menegtahui, memahami dan mecatat apa yang ada di lokasi
tempat penelitian. Menurut Hasanah (2017) Observasi merupakan salah satu
kegiatan ilmiah yang mendasarkan fakta-fakta lapangan maupun teks, melalui
pengalaman panca indra tanpa menggunakan manipulasi apapun. Dalam penelitian
ini observasi digunakan untuk melihat fenomena fisik, penggunaan dan dan kondisi
hutan lindung di kawasan gunung Cikuray.
2. Studi Literatur
Kegiatan pengumpulan data yang diperoleh dari berbagai sumber dan literatur
seperti buku, jurnal, internet, serta penelitian–penelitian yang terdahulu yang
dianggap relevan dengan objek penelitian sehingga penulis mempunyai gambaran
dalam pelaksanaan penelitian, data yang dibutuhkan seperti literatur yang
berhubungan dengan pemukiman, gerakan tanah, dan relokasi pemukiman.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dapat
mendukung pembuatan laporan, yaitu dengan cara pengambilan gambar ataupun
4

data-data yang ada di lapangan dari berbagai sumber ataupun instansi-instansi


terkait seperti kondisi lahan, data curah hujan, potensi komoditas kawasan gunung
Cikuray, data kelas kemampuan lahan. Pengambilan data yang dilakukan adalah
untuk membuktikan dan memperkuat hasil data yang ada di lapangan sehingga data
yang di dapat bisa lebih akkurat dan dapat dipercaya.
4. Skoring

Setelah data yang diperlukan yang yang berkaitan dengan penelitian ini
terkumpul, kemudian tahapan selanjutnya adalah melakukan pengolahan data
dengan metode skoring. Skoring ini digunakan untuk penentuan kelas kemampuan
lahan berdasarkan USDA yang dimodifikasi (Arsyad, 2010) dengan variable
pengamatan yang diamati meliputi tekstur tanah, lereng, drainase, kedalaman efektif,
tingkaterosi, batu/kerikil, dan bahaya banjir. Setelah itu menetapkan klasifikasi kelas
kemampuan lahan dan rekomendasi penggunaan lahan yang sesuai.

2.2 Analisis Permasalahan

Metode yang digunakan untuk menganalisis permasalah pada lereng Gunung


Cikuray adalah metode Root Cause. Metode Root Cause analysis (RCA) adalah
sebuah tools yang didesain untuk memahami akar penyebab permasalahan sebuah
peristiwa. RCA berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengkategorikan permasalahan
yang menjadi penyebab terjadinya sesuatu pada sebuah peristiwa. RCA secara
umum merupakan metoda analisa penelitian kualitatif yang dilakukan dengan
membangun konstruksi pemaknaan empirik, logik, dan etik berdasarkan argumentasi
dan pemaknaan atas fenomena yang diteliti. Penggambaran argumentasi dan
pemaknaan dilakukan dengan penggambaran deskripsi – deskripsi guna membentuk
pemahaman yang komprehensif (Kountur, 2005).

Terkait dengan kajian permasalahan yang diambil, yakni dengan


menggunakan kelas kesesuaian lahan. Berdasarkan pendapat Tjokrokusumo (2002),
Kelas kesesuaian lahan merupakan sebuah kelompok lahan yang menggambarkan
tingkat kecocokan sebidang tanah untuk suatu pengguaan tertentu. Penilaian klas
kesesuaian lahan pada dasarnya merupakan pemilihan lahan yang sesuai untuk
tanaman tertentu, yang dilakukan dengan menginterprestasikan data survei tanah
detail dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk berbagai tanaman dan tindakan
pengelolaannya. Klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan data sekunder dan
kemudian dicocokkan dengan data primer yang di peroleh dari lapangan berupa
5

kriteria tanaman dan penggunaan lahan. Untuk pengambilan data KKL


menggunakan metode studi literatur. Berdasarkan pendapat Melfianora (2019), studi
literatur adalah penelitian yang persiapannya sama dengan penelitian lainnya akan
tetapi sumber dan metode pengumpulan data dengan mengambil data di pustaka,
membaca, mencatat, dan mengolah bahan penelitian.
6

III. KONDISI SUMBERDAYA LAHAN

3.1 Kondisi Lahan

Lereng gunung Cikuray yang berada di Desa Dangiang, Kecamatan Cilawu,


Kabupaten Garut, Jawa Barat. Gunung Cikuray mempunyai ketinggian 2.821 mdpl
dan tidak memiliki kawah aktif Kondisi lahan di daerah tersebut telah berubah dari
yang semula sebagai hutan lindung sebagian telah menjadi kawasan pertanian.
Karakteristik topografi Kabupaten Garut, sebelah Utara terdiri dari dataran tinggi dan
pegunungan, sedangkan bagian Selatan sebagian besar permukaannya memiliki
tingkat kecuraman yang terjal dan di beberapa tempat labil. Kabupaten Garut
mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah
yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi di punca gunung.
Wilayah yang berada pada ketinggian 500-100 mdpl terdapat di kecamatan
Pakenjeng dan Pamulihan dan wilayah yang berada pada ketinggian 100-1500 m dpl
terdapat di kecamatan Cikajang, Pakenjeng-Pamulihan, Cisurupan dan Cilawu.
Wilayah yang terletak pada ketinggian 100-500 mdpl terdapat di kecamatan
Cibalong, Cisompet, Cisewu, Cikelet dan Bungbulang serta wilayah yang terletak di
daratan rendah pada ketinggian kurang dari 100 mdpl terdapat di kecamatan
Cibalong dan Pameungpeuk (Kemenpupr, 2010).

Gambar 1. Kondisi Lahan lereng Gunung Cikuray (Google earth)

Akibat dari alih fungsi lahan dari kawasan hutan lindung menjadi lahan
pertanian dampaknya sangat terlihat jelas, seperti pada kawasan lereng gunung
Cikuray terlihat bukit yang gundul serta kegiatan pertanian di lahan berlereng yang
dapat mengakibatkan kestabilan tanah terganngu dan memperbesar terjadinya erosi.
Lereng-lereng gunung seharusnya ditanami oleh tanaman yang berakar tunggang,
berkayu dan berumur panjang yang berfungsi menjaga tanah agar tidak terjadi erosi
7

serta sekaligus sebagai tempat resapan air. Berdasarkan arah alirannya, sungai-
sungai di wilayah Kabupaten Garut dibagi menjadi dua daerah aliran sungai (DAS)
yaitu Daerah Aliran Utara yang bermuara di Laut Jawa dan Daerah Aliran Selatan
yang bermuara di Samudera Indonesia. Daerah aliran selatan pada umumnya relatif
pendek, sempit dan berlembah-lembah dibandingkan dengan daerah aliran utara.
Daerah aliran utara merupakan DAS Cimanuk Bagian Utara, sedangkan daerah
aliran selatan merupakan DAS Cikaengan dan Sungai Cilaki.

Secara umum iklim di wilayah Kabupaten Garut dapat dikatagorikan sebagai


daerah beriklim tropis basah (humid tropical climate) karena termasuk tipe Af sampai
Am dari klasifikasi iklim Koppen. Berdasarkan studi data sekunder, iklim dan cuaca di
daerah Kabupaten Garut dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu : pola sirkulasi
angin musiman (monsoonal circulation pattern), topografi regional yang bergunung-
gunung di bagian tengah Jawa Barat; dan elevasi topografi di Bandung. Curah hujan
rata-rata tahunan di sekitar Garut berkisar antara 2.589 mm dengan bulan basah 9
bulan dan bulan kering 3 bulan, sedangkan di sekeliling daerah pegunungan
mencapai 3500-4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24 °C - 27 °C.
Besaran angka penguap keringatan (evapotranspirasi) adalah 1572 mm/tahun.
Selama musim hujan, secara tetap bertiup angin dari Barat Laut yang membawa
udara basah dari Laut Cina Selatan dan bagian barat Laut Jawa. Pada musim
kemarau, bertiup angin kering bertemperatur relatif tinggi dari arah Australia yang
terletak di tenggara (Kemenpupr, 2010).

Bedasarkan jenis tanah dan medan topografi di Kabupaten Garut,


penggunaan lahan secara umum di Garut Utara digunakan untuk persawahan dan
Garut Selatan didominasi oleh perkebunan dan hutan.
8

Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Garut (Kemenpupr, 2010)

3.2 Potensi Lahan

Kawasan lereng gunung cikuray merupakan hutan lindung, tetapi selain


menjadi hutan lindung pada kawasan tersebut ditanami tanaman semusim,
hortikultura dan perkebunan. Padahal pada kawasan tersebut termasuk pada lereng
yang sangat curam yaitu sebesar >45%, jika dinilai dari klasifikasi kemampuan
lahannya. Menurut Arsyad (2010) klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian
lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke
dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan
penghambat dalam penggunaan lahan lestari. Hal ini menjadi sebuah acuan dalam
pemanfaatan lahan, sehingga tetap mendapatkan hasil yang optimum dan tetap
menjaga kelestarian ekologi.

Faktor pembatas Hasil pengamatan di lapangan Kelas


Tekstur tanah Sedang (t4) III
Lereng >45% (I6) VII
Drainase Agak Baik (d1) I
Kedalaman efektif 77,8 cm (k1) III
Tingkat erosi berat (e3) VI
Batu/kerikil Sedang (b2) V
Bahaya banjir - -
Klasifikasi kelas kemampuan lahan + VII-l6
faktor pembatas Faktor pembatas Lereng

Rekomendasi penggunaan lahan (sesuai (1) Hutan lindung


dengan ketetapan KKL)

Tabel 1. Kelas Kesesuaian Lahan di Kawasan Lereng Gunung Cikuray (Ramadhani


dan Hidayat, 2020)
Kelas kemampuan lahan di kawasan lereng gunung cikuray adalah VII-l6
dengan faktor pembatas berupa lereng, sehingga rekomendasi penggunaan lahan
yang sesuai dengan ketetapan KKL adalah hutan lindung.data data tersebut diambil
menurut Ramadhani. Tekstur tanah yang dimiliki Cilawu adalah tekstur tanah sedang
sehingga dikelasifikasikan sebagai kelas t4. Kemudian lereng yang dimiliki gunung
cikuray adalah lebih dari 30% hal dan ketinggian Gunung Cikuray 2821 mdpl maka
klasifikasi kelas dimasukan pada nilai l6 yaitu memiliki kelerengan yang sangat
curam sehingga mempengaruhi tingkat erosi yang dikelaskan sebagai e3 yaitu kelas
9

berat. Kemudian drainase cenderung agak baik sehingga diklasifikasikan sebagai d1.
Kedalaman efektif yang terdapat di gunung Cikuray adalah 77,8 cm atau antara 50-
90 cm yaitu masuk pada kategori k1.

Kawasan lereng gunung cikuray merupakan hutan lindung.tanaman selain


semusim, hortikultura dan perkebunan lereng gunung cikuray juga merupakan hutan
lindung. namun pemanfaatannya digunakan secara berlebihan bagi masyarakat
sekitar. Hutan tersebut digunakan sebagai pertanian semusim yang dapat
mengancam kondisi lahan di lereng gunung cikuray. Menurut Diniyati (2007)
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat, dengan kondisi topografi yang
berbukit-bukit dan pegunungan, maka seharusnya 80% luas wilayah Kabupaten
Garut ditetapkan sebagai kawasan lindung. selain itu kawasan lereng gunung cikuray
masuk kawasan DAS Cimanuk yang merupakan prioritas utama untuk dikelola hutan
lingdung sebab kawasan hutan lindung di DAS Cimanuk sudah mengalami degradasi
dengan banyaknya pengolahan lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahan
seperti: wilayah yang topografinya curam yang seharusnya lebih banyak tanaman
keras namun justru pada lahan tersebut banyak yang ditanami dengan tanaman
sayuran, dimana kerusakan di hutan lindung lebih tinggi dibandingkan dengan
kerusakan hutan produksi.

Pada kawasan tersebut lereng merupakan faktor pembatas, sehingga


diperlukannya konservasi, menurut Susetyo et al. (2014) menyatakan bahwa pada
kelas VII penggunaan yang paling tepat adalah dengan memanfaatkan lahan untuk
ditanami jenis tanaman kehutanan untuk tujuan konservasi lingkungan, jenis
tanaman yang dapat ditanam contohnya adalah pohon peneduh. Sedangkan jika
dibandingkan dengan kesesuaian lahannya pada kawasan tersebut termasuk kelas
N seharusnya digunakan untuk hutan lindung, karna kelerengannya yang cukup
curam. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kesesuaian lahan dinilai
untuk kondisi saat ini atau setelah diadakan perbaikan. Lebih spesifik lagi,
kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat–sifat fisik lingkungannya yang terdiri atas
iklim, tanah, topografi, hidrologi, dan drainase sesuai jenis usaha tani atau komoditas
yang produktif.

3.3 Permasalahan Lahan

Permasalahan lahan merupakan suatu kondisi yang membuat lahan tersebut


kurang efektif atau efisien dalam pemanfaatannya secara optimal, permasalahan
10

lahan harus di atasi agar dapat mengoptimalkan lahan dengan baik. Permasalahan
lahan yang dapat dilihat dari hasil analisis adalah besarnya erosi yang melebihi nilai
EDP.Kawasan hutan lindung gunung Cikuray tedapat banyak sekali ahlifungsi lahan
seperti penebangan pohon liar, kebakaran hutan, dan aktivitas para pendaki gunung
yang cukup banyak tanpa memperhatikan etika lingkunga sehingga memiliki dampak
kerusakan ekosistem di Gunung Cukuray semakin masif. Menurut pendapat
(sarjono, 1998) dan (silviani 2008) Faktor penyebab kerusakan hutan lindung adalah
faktor ekonomi masyarakat di sekitar hutan yang digambarkan sebagai masyarakat
petani miskin. Sarjono, (1998) menyatakan bahwa penyebab tingginya perambahan
hutan adalah motivasi petani untuk memiliki lahan di kawasan hutan lindung.
Dimana aspek pengamanan hutan yaitu terbatasnya jumlah petugas pengawas
kehutanan mendorong berkembangnya dan pelaku ekonomi melakukan praktek
sehingga menyebabkan masuknya perambah hutan (Rachman Effendi, 2007)
kemudian maraknya suatu perambah yang di hutan menurut Andri (2002)
disebabkan belum terdapatnya sinkronnya program antar sektor kehutanan dan
pengembagan tanaman pangan dan hortikultura yang ditujukan untuk kepentingan
kesejahteraan masyarakat disekitar hutan lindung pada daerah tersebut

Daerah Gunung Cikuray rata-rata menggunakan pertanian ladang-ladang


petani dari berbagai jenis tanaman sayur-mayur seperti tomat, cabe, kentang,
bawang putih, bawang daun, serta berbagai jenis tanaman lain, namun pertanian di
daerah tersebut mengalami permasalahan lahan yang dimana berdampak kepada
masyarakat di sekitar Gunung Cikuray mulai kekurangan air bersih yang biasanya
digunakan untuk kebutuh sehari-hari atau kegiatan pertanian di ladang. Sedangkan
saat musim hujan, tingkat erosi yang semakin tinggi menjadi ancaman longsor bagi
beberapa daerah yang memiliki tingkat kemiringan yang tinggi, Apabila kondisi ini
terus dibiarkan terjadi, maka kerusakan Gunung Cikuray akan semakin masif dan
mengundang dampak lebih buruk lagi pada ekosistem hutan seperti terjadinya
degradasi degradasi lahan atau erosi tanah. Menurut pendapat Atmojo (2006),
perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan
pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi
tanah, akibat degradasi oleh erosi ini dapat dirasakan dengan semakin meluasnya
lahan kritis. Praktek penebangan dan perusakan hutan merupakan penyebab utama
terjadinya erosi dikarenakan menyebakan kebaran hutan yang bisa berdampak pada
topografi tanah . Menurut Arsyad (2010) erosi merupakan kegiatan berpindahnya
11

atau terangkutnya tanah dan bagian-bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat
lain oleh media alami. Erosi ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor iklim,
struktur, jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor pengelolaan tanah proses erosi
yang terjadi di alam tidak hanya terjadi karena adanya faktor dari hujan dan
kepekaan tanah melainkan juga dipengaruhi oleh vegetasi, kemiringan dan manusia,
Penggunaan teras bangku yang kurang optimal juga menyebabkan erosi tersebut
sangat besar, hal ini diperparah dengan tidak adanya tanaman penutup tanah
(covercrop) yang melindungi tanah dari dentuman air hujan, sehingga ketika hujan
turun yang didukung dengan kemiringan lahan yang curam serta penggunaan teras
yang kurang efektif maka akan menyebabkan limpasan permukaan air yang tinggi
dan menimbulkan erosi. Balai Penelitian Tanah (2005) mengungkapkan bahwa
tanaman penutup berfungsi untuk menahan dan mengurangi daya rusak butir-butir
hujan dan aliran permukaan, oleh sebab itu perlunya dilakukan teknik konservasi
secara mekanik dengan pembuatan teras yang optimal serta konservasi secara
vegetatif yaitu melakukan penanaman tanaman penutup tanah. Tingkat erosi akan
semakin meningkat dengan meningkatnya jika kegiatan penduduk membuka tanah-
tanah pertanian tanpa pengelolaan yang besar. Hilangnya kawasan hutan lindung
yang berubah menjadi lahan pertanian sangat berdampak buruk bagi kelangsungan
lingkungan terutama tanah yang ada di kawasan tersebut (Widianto et al., 2004).
12

IV. PERENCANAAN KONSERVASI

4.1 Rekomendasi Konservasi

Lahan pengamatan pada hutan lindung daerah Cikuruy memiliki tingat erosi
yang berbeda-beda dalam menanggulangi erosi yang terjadi diperlukanya konservasi
pada lahan. Dalam pelaksanaan konservasi diperlukanya rekomendasi konservasi
yang cocok dan sesuai dengan keadaan lahan sehingga dapat menanggulagi
maupun mempertahankan agar tidak terjadinya erosi pada lahan Upaya untuk
mengelola atau mengkonservasi lahan yang berada di daerah lereng gunung seperti
konservasi mekanik yaitu menurut Dariah et al. (2005), konservasi tanah mekanik
adalah segala perlakuan fisik mekanis yang diberikan kepada tanah dan pembuatan
bangunan dengan tujuan untuk mengurangi laju aliran permukaan dan erosi serta
meningkatkan kelas kemampuan tanah,kegiatan konservasi yang mekanik yang
dilakukan Daerah Cikuruy seperti dilakukan dengan membuat reboisasi yaitu dengan
pembuatan terasiring Dalam melakukan konservasi tanah, terasering dikenal dengan
istilah pembuatan teras demi teras seperti tangga pada lahan yang miring.

Gambar 3. Sketsa dan Terasiring di Lapangan (Dariah et al., 2005)

Terasering dilakukan agar jika akan terjadi hujan, air tidak akan langsung
hanyut begitu saja sehingga akan dapat mencegah terkikisnya tanah oleh air hujan
dan bencana longsor bisa dicegah. Manfaat terasiring lainnya untuk konservasi
tanah antara lain sebagai penambah daerah resapan air, mengurangi tingkat
kecuraman lereng, dan memperlambat kecepatan air yang turun dan konservasi
vegetatif adalah Upaya konservasi tanah dan air (KTA) merupakan suatu kegiatan
13

atau upaya perbaikan yang dilakukan terhadap sumberdaya alam (termasuk


sumberdaya lahan) dengan tujuan untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya tanah
serta air yang dimanfaatkan pada daerah tersebut. Sebagaimana penjelasan
menurut Wahyudin (2014) dimana teknik vegetatif konservasi yang akan disarankan
pada daerah tersebut membuat sistem pertanian agroforesti dikarenakan alih fungsi
lahan pada daerah tersbut diantaranya adalah tanah untuk keperluan pertanian,
misalnya pada lahan dengan kemiringan atau kelerengan curam >40%, tutupan
lahannya berupa tanaman semusim maupun tanaman perkebunan bahkan, pada
beberapa wilayah dilakukan konversi lahan menjadi penggunaan untuk permukiman.
Menurut Widiyanto (2013), agroforestry merupakan suatu sistem pengelolaan
tanaman hutan (perennial) yang dikombinasikan dengan tanaman pertaian atau
disebut juga sebagai sistem wanatani, agroforestry merupakan suatu sistem
pengelolaan lahan yang dilakukan melalui kombinasi produksi dan tanaman hutan
secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama dan enerapkan cara
pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat.

Sistem agroforestry yang diterapkan sebagai upaya konservasi tanah maupun


air pada lahan yang mengalami kerusakan dapat berupa sistem agroforestry
sederhana dimana pepohonan ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih
jenis tanaman semusim, jenis pohon yang ditanam sangat beragam dan memiliki
nilai ekonomi yang tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao, Nangka,
melinjo, petaijati hingga dadap. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada
berbagai jenis tanaman pangan seperti padi (gogo), jagung, kedelai, kacang-
kacangan, ubi kayu, sayur maupun rerumputan. Bentuk agroforestry sederhana ini
umumnya banyak diterapkan di pulau jawa dalam bentuk tumpang sari. Bentuk
selanjutnya dari teknik agroforesty adalah berupa agroforestry kompleks yang
berupa hutan dan kebun. Didalam sistem ini, ciri utamanya adalah kenampakan fisik
dan dinamika didalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan
primer maupun hutan sekunder. Penerapan agroforestry ini dapat berperan sebagai
Riverian Buffer Forest atau hutan penyangga tepi sungai yang fungsinya adalah
penjaga konidisi alami di sepanjang sungai, menjaga lahan dari terjadinya erosi dan
memberikan perlindungan juga terhadap pengolahan tanah di sekitarnya.

Gambar 4. Contoh Lahan Agroforestry (Widiyanto, 2013)


14

4.2 Analisis Kelebihan Rekomendasi


Konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan persyaratan yang diperlukan agar tidak terjadi
kerusakan tanah. Sifat fisika, kimia tanah dan keadaan topografi lapangan
menentukan kemampuan untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan.
Untuk penilaian tanah tersebut dirumuskan dalam sistem klasifikasi kemampuan
lahan yang ditujukan untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi, memperbaiki
tanah yang rusak dan memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar
dapat dipergunakan secara lestari (Arsyad, 2010). Pada rekomendasi diperlukannya
pelaksanaan konservasi menggunakan teknik konservasi vegetative dan mekanis.
Upaya untuk mengelola atau mengkonservasi lahan yang berada di daerah lereng
gunung seperti agroforestri maupun tegalan dengan kelerengan besar adalah
dengan menggunakan metode konservasi sipil (mekanis) maupun dengan teknik
konservasi vegetative. konservasi mekanis yang dilakukan seperti membangun teras
atau terasering. Teknik konservasi secara vegetatif dapat dilakukan dengan
menggunakan tanaman penutup tanah atau penerapan sistem agroforestri.
Rekomendasi tersebut memiliki kelebihan-kelebihan pada tiap tekniknya,
seperti pada teknik konservasi vegetatif dengan menambah tutupan lahan atau
bahan organik, menurut Strevenson (1982) dalam Hasanah et al. (2014) Salah satu
bahan organik adalah pupuk organik yang berperan dengan memberikan dampak
terhadap penurunan laju erosi tanah, hal ini dapat terjadi karena akibat perbaikan
struktur tanah yaitu dengan semakin mantapnya agregat tanah sehingga
menyebabkan ketahannan tanah terhadap pukulan air hujan meningkat dan juga
meningkatkan kapasitas infiltrasi air akan berdampak pada aliran permukaan dapat
diperkecil, sehingga erosi dapat berkurang. Selain itu, Menurut Arsyad (2010)
tanaman penutup dapat bermanfaat dalam memperbaiki sifat fisik tanah terutama
struktur, pengaruh tanaman penutup terhadap erosi dan aliran permukaan meliputi
intersepsi curah hujan oleh tajuk tanaman, mengurangi kecepatan aliran permukaan
dan kekuatan perusak dari air, pengaruh akar dan kegiatan biologi yang
berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap porositas
tanah, dan traspirasi yang menyebabkan keringnya tanah. Serta menurut Vrieling
(2006) dalam Sukasah et al. (2018) menyatakan bahwa teknik konservasi tanah
secara vegetatif dapat mengurangi bahaya erosi karena teknik ini memanfaatkan
tanaman sebagai pelindung tanah dari daya pukulan air hujan maupun terhadap
daya angkut air aliran permukaan (run off), serta meningkatkan peresapan air ke
dalam tanah. Begitupun dengan penerapan sistem agroforestri yang memiliki
beberapa keunggulan yang dapat membantu kelestarian sekitar, serta dapat pula
membantu perekomian masyarakat. Agroforestry merupakan sistem pemanfaatan
lahan secara optimal berasaskan kelestarian lingkungan dengan mengusahakan
atau mengkombinasikan tanaman kehutanan dan pertanian (perkebunan, ternak)
sehingga dapat meningkatkan perekonomian petani di pedesaan (Gautama, 2007).
Adapun kelebihan dari teknik konservasi mekanis (sipil) dengan pembuatan
teras, Menurut Ritung et al. (2011) menyatakan bahwa pembuatan teras,
15

penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah dapat


mengurangi bahaya erosi dan tidak bisa merubah nilai kelerengan. Selain itu, Teras
bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan
tanah dibagian bawah sehingga terjadi suatu deretan bentuk tangga atau bangku.
Teras jenis ini dapat datar atau miring ke dalam. Efektifitas teras bangku sebagai
pengendali erosi akan meningkat bila ditanami dengan tanaman penguat teras di
bibir dan tampingan teras (Anugrah, 2018). Hal tersebut sama seperti pernyataan
Mawardi (2011) menyebutkan bahwa pembuatan teras atau terasering merupakan
salah satu metode untuk mengurangi tingkat erosi pada lahan dengan tingkat
kemiringan lereng lebih dari 10% dan juga menurut Arsyad (2010) pembuatan teras
merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi panjang lereng dan
menahan air, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya erosi karena
kelerengan yang tinggi yang dapat mengganggu proses budidaya tanaman.
16

V. KESIMPULAN

Terdapat permasalahan lahan yang dapat dilihat dari hasil analisis adalah
besarnya erosi yang melebihi nilai EDP. Kawasan hutan lindung gunung Cikuray
tedapat banyak sekali alih fungsi lahan seperti penebangan pohon liar, kebakaran
hutan, dan aktivitas para pendaki gunung yang cukup banyak tanpa memperhatikan
etika lingkunga sehingga memiliki dampak kerusakan ekosistem di Gunung Cukuray
semakin masif. Dampaknya, masyarakat di sekitar Gunung Cikuray mulai
kekurangan air bersih. Sedangkan saat musim hujan, tingkat erosi yang semakin
tinggi menjadi ancaman longsor bagi beberapa daerah yang memiliki tingkat
kemiringan yang tinggi. Maka, diperlukannya pelaksanaan konservasi upaya untuk
mengelola atau mengkonservasi lahan yang berada di daerah lereng gunung seperti
agroforestri maupun tegalan dengan kelerengan besar adalah dengan menggunakan
metode konservasi sipil maupun dengan teknik konservasi vegetatif konservasi sipil
yang dilakukan seperti pembuatan teras atau terasering. Teknik konservasi secara
vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan tanaman penutup tanah atau
penerapan sistem agroforestri.
17

DAFTAR PUSTAKA
Andri. 2002. Kelola hutan bersama masyarakat. www.aphi-pusat.net. Diakses pada
25 November 2020

Anugrah, Bayu. 2018. Aplikasi Batang Bambu (Gigantochloa apus) Sebagai Penguat
Teras Bangku (Bench Terrace) Untuk Konservasi Tanah dan Air. Skripsi.
Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Arifin, Moch. 2010. Kajian Sifat Fisik Tanah dan Berbagai Penggunaan Lahan dalam
Hubungannya dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurusan Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian UPN Veteran Jawa Timur

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua IPB Press. Bogor.

Atmojo .2006. Kajian Erosi Lahan pada Das Dawas Kabupaten Musi
Banyuasin – Sumatera Selatan. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan Vol. 3,
No. 1.

Badan Penelitian tanah.2008. Teknik-teknik observasi (sebuah alternatif metode


pengumpulan data kualitatif ilmu-ilmu sosial). At-Taqaddum, 8(1), pp.21-46

Dariah, A., U. Haryati, dan T. Budhyastoro. 2005. Teknologi Konservasi Tanah


Mekanik. http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/. Diakses pada 17 November
2020

Diniyati, D., Fauziyah, E., & Sulistiyati, T. (2007). Strategi rehabilitasi hutan lindung di
kabupaten Garut. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 4(2), 163-
176.

Gautama, I. 2007. Studi Sosial Ekonomi Masyarakat Pada Siatem Agroforestry di


Desa Lasiwala Kabupaten Sidrap. Jurnal Hutan dan Masyarakat 2(3): 319-328
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hasanah, H., 2017. Teknik-teknik observasi (sebuah alternatif metode pengumpulan


data kualitatif ilmu-ilmu sosial). At-Taqaddum, 8(1), pp.21-46.

Hasanah, U., M.R. Alibasyah., dan T. Arabia. 2014. Pengaruh Lereng dan Pupuk
Organik Terhadap Kehilangan Hara pada Areal Tanaman Kentang (Solanum
tuberosum L.) di Kecamatan Atu Lintang Kabupaten Aceh Tengah. J.
Manajemen Sumberdaya Lahan 3(2): 480-488
18

Hermon, D., 2010. Prediksi Erosi yang Diperbolehkan (Edp) dan Degradasi Fisik
Tanah Daerah Gunung Padang Sumatera Barat. Jurnal Hidrolitan. Hal 18-25
Visitgarut. 2019. Agrowisata Desa Dangiang. Diakses pada 21 november
2020

Kementrian Pekerjaan Umum. 2010. Survey Invetigasi Desain Jaringan Air Baku di
Kabupaten Garut. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air

Kountur, R. (2005). Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta :
Penerbit PPM.

Mawardi. 2011. Peranan Teras Kredit Sebagai Pengendali Laju Erosi Pada Lahan
Bervegetasi Kacang Tanah, Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang,
Teknis. 6(3): 105 -113

Melfianora. (2019). Penulisan Karya Tulis Ilmiah Dengan Studi Literatur. Diakses
dari: osf.io/efmc2

Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja


Rosdakarya.

Rachman Effendi, Indah Bangsawan, and Muhammad Zahrul M. 2007. Kajian pola-
pola pemberdayaan masyarakat sekitar hutan produksi dalam mencegah
illegal logging. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol.4 No.4

Ramadhani, A. and Hidayat, O., 2020. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tanaman
Akar Wangi (Vetiveria Zizanioides) di Kecamatan Samarang, Pasirwangi,
Leles, Cilawu, Bayongbong, dan Tarogong Kaler Kabupaten
Garut. Composite: Jurnal Ilmu Pertanian, 2(02), pp.56-65.

Ramadhani, A. and Hidayat, O., 2020. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Tanaman
Akar Wangi (Vetiveria Zizanioides) di Kecamatan Samarang, Pasirwangi,
Leles, Cilawu, Bayongbong, dan Tarogong Kaler Kabupaten
Garut. Composite: Jurnal Ilmu Pertanian, 2(02), pp.56-65.
Ritung, S., K. Nugroho, A. Mulyani dan E. Suryani.2011. Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan untuk Komoditas Pertanian. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Sardjono,M.A.1998.Upaya Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Hutan di


Kalimantan Timur.
19

Sukasah, Gumilar., Rahmadiningrat, Agung., Ningrum, Hikmaya Aji. 2018.


Konservasi Tanah Dan Air Dilahan Pertanian Bandung Timur. Fakultas Sains
dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Susetyo, B., W. Widiatmika, H.S. Arifin, M. Machfud, &N.H. Arifin. 2014. Analisis
Spasial Kemampuan dan Kesesuaian Lahan untuk Mendukung Model
Perumusan Kebijakan Manajemen Lanskap di Sempadan Ciliwung, Kota
Bogor. Majalah Ilmiah Globe. 16(1): 55.

Sylviana. 2008.Kajian dampak perubahan fungsi kawasan hutan terhadap


masyarakat sekitar. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol.5
No.3

Tjokrokusumo, S.W., 2002. Kelas kesesuaian lahan sebagai dasar pengembangan


pertanian ramah lingkungan di daerah aliran sungai. Jurnal Teknologi
Lingkungan, 3(2).

Wahyudi. 2014. Teknik Konservasi Tanah serta Implementasinya pada Lahan


Terdegradasi dalam Kawasan Hutan. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan
6 (2):71-85

Widianto.2006. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Yogyakarta: Deepublish

Widiyanto, Ari. 2013. Agroforestry dan Peranannya dalam Mempertahankan Fungsi


Hidrologi dan Konservasi. Forestry Research and Development Agency.
20

LAMPIRAN

Faktor pembatas Hasil pengamatan di lapangan Kelas


Tekstur tanah Sedang (t4) III

Lereng >45% (I6) VII

Drainase Agak Baik (d1) I

Kedalaman efektif 77,8 cm (K1) III

Tingkat erosi Berat (e3) VI

Batu/kerikil Sedang (b2) V

Bahaya banjir - -

Klasifikasi kelas kemampuan lahan + VII-l6


faktor pembatas Faktor pembatas Lereng

Rekomendasi penggunaan lahan (1) Hutan lindung


(sesuai dengan ketetapan KKL)

Lampiran 1. Tabel Kelas Kesesuaian Lahan Lereng Gunung Cikuray

Anda mungkin juga menyukai