Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah Negara agraris yang sebagaian besar penduduknya
terdiri dari petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting.
Sektor pertanian sebagai sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk
terutama bagi mereka yang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani.
Selain itu sektor pertanian, salah satu hal penting yang harus diperhatikan
sebagai penyedia pangan bagi masyarakat. Peningkatan produksi yang harus
seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk dapat dicapai melalui
peningkatan pengelolaan usaha tani secara intensif. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang cara pengusahaan suatu usahatani mutlak dibutuhkan
agar dapat meningkatkan produktifitas serta dapat meningkatkan pendapatan
sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat.
Secara garis besar, besarnya pendapatan usaha tani diperhitungkan dari
pengurangan besarnya penerimaan dengan besarnya biaya usaha tani tersebut.
Penerimaan suatu usahatani akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
luasnya usaha tani, jenis dan harga komoditi usaha tani yang diusahakan,
sedang besarnya biaya suatu usaha tani akan dipengaruhi oleh topografi,
struktur tanah, jenis dan varietas komoditi yang diusahakan, teknis budidaya
serta tingkat teknologi yang digunakan.
Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang cukup
menguntungkan untuk diusahakan, karena bawang merah merupakan
kebutuhan sehari-hari sebagai bahan pelengkap. Bawang merah dapat tumbuh
dan diusahakan petani di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan
varietas/spesies komersial yang berbeda. Agribisnis bawang merah, jika
diusahakan

dengan

sungguh-sungguh terbukti

mampu

meningkatkan

kesejahteraan petani, dan dapat menumbuh-kembangkan perekonomian


masyarakat.
Dalam praktikum Ilmu Usaha tani ini, atau lebih tepatnya wawancara
yang telah dilakukan terhadap petani setempat, penulis berusaha untuk
mempelajari, mengetahui dan menganalisis kelayakan usahatani yang selama
ini telah dipraktekkan oleh petani bawang merah Desa Gadingkulon,
1

Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Wawancara yang dilakukan ini


bertujuan agar penulis mampu menerapkan ilmu yang berkaitan dengan
usahatani yang telah mereka peroleh selama kegiatan tutorial dan praktikum.
1.2 Tujuan
Tujuan dari wawancara dan praktikum ini adalah;
a. Mengetahui besarnya biaya dan pendapatan dari suatu usaha tani bawang
merah.
b. Mampu menganalisa kelayakan usaha tani bawang merah.
c. Mengetahui kendala dalam usaha tani bawang merah.
1.3 Manfaat
Wawancara terhadap petani dilaksanakan dengan maksud untuk
melatih mahasiswa dapat memperhitungkan besarnya biaya dan pendapatan
dari usaha tani bersama dengan kendala yang selama ini dihadapi oleh petani
berdasarkan sudut pandang petani. Selain itu mahasiswa juga mampu
elakukan analisis kelayakan dari usahatani tersebut berdasarkan output dan
input, juga faktor-faktor lain yang ada.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Usahatani
Pertanian telah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Awalnya pertanian dilakukan hanya semata untuk dapat
2

bertahan hidup. Untuk memenuhi keperluan hidup, masyarakat menanam apa


saja yang diperlukan, awalnya adalah umbi-umbian. Masyarakat berfikir
sederhana bagaimana mempersiapkan lahan, alat-alat, hewan dan sebagainya.
Dari pengalaman bercocok tanam tersebut, nantinya akan muncul kelompok
manusia yang melanjutkan pekerjaan yang berhubungan dengan bercocok
tanam dan yang merasa tidak berbakat mereka akan memelihara dan
menggembalakan ternak.
Kelompok masyarakat yang suka bercocok tanam akan mencari lahan
yang gampang ditanami sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Begitu juga
kelompok masyarakat yang memelihara ternak. Sebelumnya mereka
menanam gandum yang mudah hidup. Padilah yang sejenis paling cocok bagi
mereka, karena padi dapat tumbuh baik di lahan kering maupun tergenang air.
Kelompok masyarakat tersebut berkelompok di satu tempat, tetapi
belum mempunyai tempat bermukim secara tepat (permanen). Kalau tanah
pertaniannya mulai merosot kesuburannya, maka seluruh kelompok tersebut
berpindah lahan pertanian, sehingga berpindah pula tempat bermukim.
Mereka membuka tanah baru lagi, bisa tanah hutan atau tanah padang rumput.
Setiap tiga tahun mereka berpindah, sistem pertanian tersebut dikenal dengan
nama berladang yang berpindah-pindah (shifting cultivation). Lahan yang
ditinggalkan dijadikan belukar agar kembali subur.
Kemudian sistem bersawah di temukan, orang mulai bermukim
ditempat yang tetap, tanaman padi yang berasal dari daerah padang rumput
dan kemudian juga diusahakan di daerah-daerah hutan dengan cara berladang
yang berpindah diatas tanah kering terbukti dapat tumbuh baik ditempattempat yang tergenang air, bahkan produksinya lebih tinggi dari padi alang.
Pada persawahan ini belum mengenal bajak, pengolahan tanah dikenal
dengan cara menginjak-injak tanah basah sampai menjadi lumpur.
Dengan timbulnya persawahan, orang mulai tinggal tetap disuatu
lokasi yang dikenal dengan nama kampong walaupun usaha tani
persawahan sudah dimulai, namun usaha tani secara berladang yang
berpindah-pindah belum ditinggalkan,namun ada perubahan yang terjadi
dalam pengusahaan jenis tanaman umbi-umbian, daun-daunan dan buah3

buahan. Pengusahaan jenis tanaman tersebut dilakukan jika disekeliling


tempat tinggal sehingga dengan demikian lahir sistem usaha tani pekarangan,
sedangkan yang semula diusahakan secara berladang mulai dijadikan tegalan
yang permanen.
Untuk selanjutnya usaha pertanian menjalar ke semua arah, baik
kearah pegunungan maupun kearah pantai-pantai laut. Dengan bertambahnya
penduduk bertambah pula keperluan akan tanah pertanian dan jenis tanaman.
Perluasan tanah pertanian melebar kedaerah-daerah pegunungan dan
kedaerah-daerah pantai.
Pengaruh yang paling dalam, daripada kekuasaan-kekuasaan luar
terhadap perkembangan pertanian, terdapat dalam hal pemilihan tanah. Di
Jawa sejak VOC mulai meneguhkan kekuasaannya di Indonesia, mulialah
dilakukan penjualan atau pemberian tanah kepada pihak-pihak yang telah
berjasa kepada Belanda atau pihak yang dianggap dapat melayani
kepentingan Belanda dimasa depan. Penduduk asli yang tinggal di tanah
partikelir itu hidupnya merana oleh karena mereka tidak diberi kesempatan
untuk hidup secara wajar. Di luar tanah partikelir itu pemerintah Belanda
sejak jaman VOC juga melakukan kebijakan terhadap pertanian bukan
dengan tujuan memajukan pertanian, melainkan untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi VOC.

VOC menentukan

perdagangan monopoli, sehingga hanya dengan VOC-lah rakyat boleh


berdagang.
Pada akhir abad ke XVII di mulai juga di Jawa Barat gerakan tanaman
kopi paksa kepada rakyat hingga tahun 1921. Kebun-kebun kopi tersebut
diwajibkan ditanam di tanah baru, yaitu tanah hutan yang khusus dibuka
untuk keperluan tersebut. Raffles sebagai penguasa di zaman interregnum
Inggris (1811-1816) membebani petani dengan pajak yang sangat besar yaitu
sebesar 1/5 dari hasil panen.
Pada permulaan tahun 1970-an pemerintah Indonesia meluncurkan
suatu program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan
program Revolusi Hijau yang dimasyarakat petani dikenal dengan program
BIMAS. Tujuan utama dari program tersebut adalah meningkatkan
4

produktivitas sektor pertanian. Revolusi Hijau memakan waktu lebih dari 20


tahun telah berhasil mengubah sikap para petani khususnya para petani sub
sektor pangan, dari anti teknologi ke sikap yang mau memanfaatkan teknologi
pertanian modern. Perubahan sikap petani sangat berpengaruh terhadap
kenaikan produktivitas sub sektor pangan sehingga Indonesia mampu
mencapai swasembada pangan. Namun kerugian yang ditimbulkan Revolusi
Hijau pun tidak sedikit, diantaranya adalah membuat petani bodoh. Banyak
pengetahuan lokal yang menyangkut pertanian telah banyak dilupakan. Para
petani tergantung pada paket-paket teknoloogi pertanian produk industri.
Pada tahun 1998 usaha tani di Indonesia mengalami keterpurukan
karena adanya krisis multi-dimensi. Pada waktu itu telah terjadi perubahan
yang mendadak bahkan kacau balau dalam pertanian kita. Kredit pertanian
dicabut, suku bunga kredit membumbung tinggi sehingga tidak ada kredit
yang tersedia ke pertanian. Karena desakan IMF waktu itu, subsidi pertanian
(pupuk, benih, dll) juga dicabut dan tarif impor komoditi khususnya pangan
dipatok maksimum 5%. Infrastruktur pertanian pedesaan khususnya irigasi
banyak yang rusak karena biaya pemeliharaan tidak ada. Penyuluh pertanian
juga kacau balau karena terlalu mendadak didaerahkan. Tidak hanya itu,
akibat kerusuhan, jaringan distribusi bahan pangan dan sarana produksi
pertanian lumpuh, antrian beras dan minyak goreng terjadi dimana-mana.
Itulah kondisi pertanian dan pangan yang kita hadapi saat itu. Akibat
perubahan mendadak tersebut pelaku agribisnis khususnya para petani
mengalami kegamangan dan kekacauan. Kredit untuk petani tidak ada, harga
pupuk melambung baik karena depresiasi rupiah maupun karena pencabutan
subsidi. Itulah sebabnya mengapa pada saat krisis pada tahun 1998-1999
booming agribisnis tidak berlangsung lama meskipun depresiasi rupiah cukup
memberi insentif untuk eksport. Perubahan mendadak waktu itu, tidak
memberi waktu bagi para petani untuk menyesuaikan diri. Sehingga PDB
pertanian mengalami pertumbuhan rendah sebesar 0,88 persen (terendah
sepanjang sejarah) (Heru, 2010).
2.2 Transek Desa
5

Transek (PenelusuranDesa) merupakan teknik untuk memfasilitasi


masyarakat dalam pengamatan langsung lingkungan dan keadaan sumber
sumberdaya dengan cara berjalan menelusuri wilayah desa mengikuti suatu
lintasan tertentu yang disepakati. Dengan teknik transek, diperoleh gambaran
keadaan sumberdaya alam masyarakat beserta masalah-masalah, perubahanperubahan keadaan dan potensi-potensi yang ada. Hasilnya digambar dalam
diagram transek atau gambaran irisan muka bumi. Jenis-jenis transek meliputi
Transek sumber daya desa umum, Transek sumber daya alam, Transek Topik
Tertentu, misalnya transek mengamati sumber pakan ternak atau transek
pengelolaan tanah.
Transek biasanya terdiri dari dua tahapan utama yaitu:
1. Perjalanan dan observasi
2. Pembuatan gambar transek
Hasilnya biasanya langsung digambar atas flipchart (kertas lebar).
Sebelum melakukan Transek perlu disiapkan bahan dan alat seperti kertas
flipchart, kartu warna-warni, spidol, makanan dan minuman. Kegiatan
transek biasanya makan waktu yang cukup lama.
Tahapan dalan transek desa, yaitu:
Perjalanan
1. Sepakatilah tentang lokasi-lokasi penting yang akan dikunjungi serta
topik-topik kajian yang akan dilakukan (misalnya penggunaan lahan, jenis
tanah, pengairan, ketersediaan pakan ikan, masalah, potensi dan lain-lain)
2. Sepakatilah lintasan penelusuran serta titik awal dan titik akhir (bisa
memanfaatkan hasil Pemetaan Desa)
3. Lakukan perjalanan dan mengamati keadaan, sesuai topik-topik yang
disepakati
4. Buatlah catatan-catatan hasil diskusi di setiap lokasi (tugas pencatat)
Pembuatan gambaran transek
1. Sepakatilah simbol yang akan dipergunakan dan mencatat simbol dan
artinya
2. Gambarlah bagan transek berdasarkan hasil lintasan (buatlah dengan bahan
yang mudah diperbaiki/dihapus agar masih dapat dibuat perbaikan)
6

3. Untuk

memfasilitasi

penggambaran,

masyarakat

diarahkan

untuk

menganalisa mengenai:
a. Perkiraan ketinggian.
b. Perkiraan jarak antara satu lokasi dengan lokasi lain.
c. Mengisi hasil diskusi tentang topik-topik dalam bentuk bagan/matriks
(lihat contoh).
4. Kalau gambar sudah selesai, mendiskusikan kembali hasil dan buat
perbaikan jika diperlukan.
5. Mendiskusikan permasalahan dan potensi masing-masing lokasi.
6. Menyimpulkan apa yang dibahas dalam diskusi.
7. Pencatat mendokumentasi semua hasil diskusi. (Heru, 2010)
2.3 PROFIL USAHATANI
Dengan wilayah yang luas, serta ditambah lagi dengan lahan pertanian
yang luas, dengan penduduknya sebagian besar adalah tani atau mata
pencariannya adalah dengan bertani maka Indonesia merupakan negara yang
agraris, yang menempatkan pertanian sebagai potensi yang paling dominan.
Pertanian di Indonesia merupakan sector yang paling penting diantara
yang lainya. Hal ini dikarenakan sektor pertanian telah terbukti tetap tegak
dan bertahan dari terpaan gelombang krisis moneter. Sedangkan sektor-sektor
lainnya justru banyak yang mengalami kebangkrutan. Peran sektor pertanian
dalam perekonomian nasional dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain
sebagai penyedia lapangan kerja (sumber mata pencaharian penduduk),
sumber devisa negara, sumber bahan baku industri, dan sumber pendapatan
nasional. Selain itu, sektor pertanian juga merupakan sumber bahan pangan
bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Usaha tani mempunyai arti penting dalam suatu pertanian, dimana
usaha tani adalah suatu tempat di permukaan bumi dimana pertanian di
selenggarakan. Pembangunan usaha tani yang berhasil akan membuahkan
terwujudnya target pembanguna nasional. Seperti tujuan dari pancasila dan
UUD 1945 yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat serta keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dengan terwujudnya kesejahteraan rakyat dan
7

keadilan social secara menyeluruh di wilayah Indonesia ini maka otomatis


telah tecapainya pembangunan pertanian serta pembangunan ekonomi yang
baik yang berawal dari perubahan kearah perbaikan kualitas dari usaha tani
itu sendiri.
Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usahatani kecil karena
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat
2) Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup
yang rendah
3) Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten
4) Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan
lainnya
5) Usahatani tersebut masih dilakukan oleh petani kecil,maka

telah

disepakati batasan petani kecil (Soekartawi, 1986) pada seminar petani


kecil di Jakarta pada tahun 1979, menetapkan bahwa petani kecil adalah :
a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras
per kapita per tahun
b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan
sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa. Bila petani tersebut juga memiliki
lahan tegal maka luasnya 0,5 ha di Jawa dan 1,0 ha di luar Jawa.
c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis.
Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil adalah
terbatasnya sumberdaya dasar tempat ia berusahatani. Pada umumnya mereka
hanya menguasai sebidang lahan kecil, disertai dengan ketidakpastian dalam
pengelolaannya. Lahannya sering tidak subur dan terpencar-pencar dalam
beberapa petak. Mereka sering terjerat hutang dan tidak terjangkau oleh
lembaga kredit dan sarana produksi. Bersamaan dengan itu, mereka
menghadapi pasar dan harga yang tidak stabil, mereka tidak cukup informasi
dan modal.

Walaupun petani-petani kecil mempunyai ciri yang sama yaitu


memiliki sumberdaya terbatas dan pendapatan yang rendah, namun cara
kerjanya tidak sama. Karena itu petani kecil tidak dapat dipandang sebagai
kelompok yang serba sama, walaupun mereka berada di suatu wilayah kecil,
sehingga tiap-tiap usaha petani tersebut mempunyai sistem usahatani yang
unik. Jelas bahwa hal ini diperlukan penelitian-penelitian mengenai usahatani
di bebagai daerah dengan berbagai karakteristik petani, iklim, sosial, budaya
yang berbeda, sehingga diperoleh perumusan masalah yang dapat digunakan
untuk merumuskan suatu kebijakan.
Selain masing-masing petani memiliki sistem usahatani yang unik,
juga agroekosistemnya, suatu kombinasi sumber daya fisik dan biologis seperti
bentuk-bentuk lahan, tanah, air, tumbuhan dan hewan. Dengan mengalokasikan
sumber daya tersebut, petani melakukan proses produksi agar dapat terus
menghasilkan produk baik berupa fisik maupun uang.
Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa
kelemahan, yakni hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan
kebijakan makro, serta pendekatannya yang sentralistik. Akibatnya usaha
pertanian di Indonesia sampai saat ini masih banyak didominasi oleh usaha
dengan: (a) skala kecil, (b) modal yang terbatas, (c) penggunaan teknologi
yang masih sederhana, (d) sangat dipengaruhi oleh musim, (e) wilayah
pasarnya lokal, (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja keluarga sehingga
menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran tersembunyi), (g)
akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, (h) pasar komoditi
pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh pedagangpedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan petani.
Selain itu, masih ditambah lagi dengan permasalahan-permasalahan
yang menghambat pembangunan pertanian di Indonesia seperti pembaruan
agraria (konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian) yang semakin
tidak terkendali lagi, kurangnya penyediaan benih bermutu bagi petani,
kelangkaan pupuk pada saat musim tanam datang, swasembada beras yang
tidak meningkatkan kesejahteraan petani dan kasus-kasus pelanggaran Hak
Asasi Petani, menuntut pemerintah untuk dapat lebih serius lagi dalam upaya
9

penyelesaian masalah pertanian di Indonesia demi terwujudnya pembangunan


pertanian Indonesia yang lebih maju demi tercapainya kesejahteraan
masyarakat Indonesia. (Heru, 2010)
Masalah-masalah dalam usahatani di Indonesia
Menurut Fadholi (1991) masalah-masalah yang terjadi dalam
usahatani di Indonesia adalah sebagai berikut :
a)

Kurang rangsanga
Masalah kurang rangsangan karena sikap puas diri para petani yang
umumnya petani kecil. Ada semacam kejenuhan dan putus asa karena
sulitnya meningkatkan taraf hidup dan pemenuhan kebutuhan keluarganya.
Akibat

berikutnya

akan

berpengaruh

terhadap

kemampuan

untuk

meningkatkan pendidikan dan tersedianya dana yang cukup untuk biaya


operasional usahataninya. Rendahnya tingkat pendidikan akan berpulang
kepada rendahnya adopsi teknologi, apalagi kurangnya dana tadi akan sulit
untuk membeli teknologi.
b) Lemah tingkat teknologinya
Dalam hal ini, disebut dalam kelompok Late Majority. Yaitu kelompok
yang lambat dalam hal menerima informasi ataupun teknologi terbaru.
Sehingga mereka tetap berada di situ saja. Tidak berjalan ke depan. Tetapi
kelompok ini lebih skeptic dan lambat dalam hal mengadoptir sesuatu hal
baru yang asing bagi mereka, meskipun mereka punya kemauan untuk
mengadopsi atau menerapka suatu teknologi tersebut. Mereka hanya
mengikuti teknologi yang baru jika telah disetujui oleh pendapat umum dan
telah diterapkan oleh kebanyakan orang.
c) Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani
Dengan terbatasnya modal, maka penyediaan fasilitas kerja berupa
alat-alat usahatani semakin sulit dipenuhi. Akibatnya intensitas penggunaan
kerja menjadi semakin menurun. Ketergantungan keluarga akan modal
menyebabkan petani terjerat sistem yang dapat merugikan diri sendiri dan
keluarganya , seperti adanya sistem ijon dsb.

10

Sebagai akibat langkanya modal usahatani, kredit menjadi penting.


Dalam hal ini pemerintah perlu menyediakan fasilitas kredit kepada petani
dengan syarat mudah dicapai. Keadaan yang demikian belum sepenuhnya ada.
Demikian pula dengan prosedur mudah dan suku bunga yang relatif rendah.
Dengan demikian terbuka pemilik modal swasta mengulurkan tangan, sambil
membunuh secara perlahan kepada petani, melalui sistem yang dikenal dengan
sistem ijon. Alasan petani untuk tidak menggunakan fasilitas kredit yang
disediakan pemerintah adalah belum tahu caranya, tidak ada jaminan, serta
bunganya dianggap terlalu besar.
d) Masalah transformasi dan komunikasi
Upaya pembangunan termasuk membuka isolasi yang menutup
terbukanya komunikasi dan langkanya transportasi. Hal itu menyulitkan petani
untuk menyerap inovasi baru dan bahkan untuk memasarkan hasil
usahataninya. Isolasi ini akan menutup setiap informasi harga yang sebetulnya
sangat diperlukan oleh petani.
e) Kurangnya informasi harga
Aspek-aspek pemasaran merupakan masalah diluar usahatani yang
perlu diperhatikan. Seperti kita ketahui petani yang serba terbatas ini berada
pada posisi yang lemah dalam penawaran persaingan, terutama yang
menyangkut penjualan hasil dan pembelian bahan-bahan pertanian. Penentu
harga produk tidak pada petani. Petani harus terpaksa menerima apa yang
menrjadi kehendak dari pembeli dan penjual. Makin ia maju, ketergantungan
akan dunia luar akan semakin besar. Tengkulak memegang peranan yang besar
pada aspek penjualan hasil usahatani.
f) Adanya gap penelitian terpakai untuk petani
Bahan penelitian yang mampu menggerakkan teknologi terkadang
lambat diubah dalam bahan penyuluhan oleh penghantar teknologi. Terjadi
kesenjangan antara peneliti dan petani. Terjadi kelambatan dan adanya proses
adaptasi hasil penelitian,memerlukan penanganan yang lebih mantap terhadap
sistem maupun pelayanan pengukuran.
g) Luasan usaha yang tidak menguntungkan

11

Dengan lahan usahatani yang sempit, akan membatasi petani berbuat


pada rencana yang lebih lapang. Keadaan yang demikian akan membuat petani
serba salah, bahkan menjurus kepada keputusasaan. Tanah yang sempit
dengan kualitas tanah yang kurang baik akan menjadi beban bagi petani
pengelola usaha tani.
Akibat lanjutan dari sempitnya luasan lahan usahatani adalah
rendahnya tingkat pendapatan petani. Besarnya jumlah anggota yang akan
menggunakan pendapatan yang sedikit tadi, akan berakibat rendahnya tingkat
konsumsi. Dan ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja dan kecerdasan
anak, menurunnya kemampuan berinvestasi, dan upaya pemupukan modal.
h) Belum mantapnya sistem dan pelayanan penyuluhan
Memang penyuluh telah ditambah, tetapi jumlah petani cukup banyak
sehingga imbangan petani-penyuluh menjadi besar. Belum lagi lokasi dan
tingkat pengetahuan petani yang beragam membuat sulit dalam mekanisme
penghantaran teknologi.
i) Aspek social, politik, ekonomi yang berkaitan dengan kebijakan bagi petani
Petani dituntut mengadakan pangan, bahan baku industri, dan
melestarikan sumberdaya alam. Ada pembebanan yang tinggi terhadap sector
ini. Semua semua merupakan kebijakan-kebijakan politik. Kondisi sosial
menempatkan petani pada posisi sulit, meskipun berperan besar. Ini adalah
fakta sosial petani, termasuk nelayan, bagian yang terbesar jumlah petani pada
posisi lemah. Posisi kuat dimiliki sektor lain, kebanyakan di luar petani. Ini
aspek ekonomi, di pihak lain petani memberikan konstruksi tinggi terhadap
pendapatan nasional. Pemasaran hasil usahataninya di luar kekuasaannya.
Meraka belum dan bahkan tidak dilibatkan dalam penetapan kebijakan pasar,
mereka lemah posisi bersaingnya.(Hernanto, 1991)
2.3.1 Karakeristik Usahatani dan Petani Indonesia
Usahatani di Indonesia mayoritass merupakan usaha tani berskala
kecil yang menggunakan modal kecil.
Ciri-ciri usahatani Indonesia :
1. Skala usaha kecil, unit produksi tidak ekonomis
2. Tujuan utama untuk pendapatan keluarga (subsisten atau setengah
subsisten)
12

3. Perluasan lahan dilakukan dengan modal kerja terbatas


4. Lahan relative kecil < 0,5 ha
5. Status lahan yang diusahakan biasanya milik sendiri / menggarap lahan
pihak lain
6. Modal terbatas
7. Daya beli rendah sehingga kehilangan potongan harga yang seharusnya
diterima bila membeli faktor produksi dalam jumlah besar
8. Teknologi yang digunakan konvensional (tradisional) karena memiliki
keterbatasan modal untuk mengadopsi teknologi baru yang canggih
9. Pengelolaan bersifat apa adanya (sederhana)
10. Tenaga kerjanya berasal dari keluarga sehingga upahnya tidak dibayarkan
namun terkadang hanya diperhitungkan
11. Cara perhitungan produksi dan Biaya usahatani: subsisten jumlah produksi
dinyatakan secara fisik (kg, ton,dll) tanah dan modal milik sendiri tidak
dihitung bunganya
12. Tingkat pendidikan pekerjanya masih tergolong rendah
13. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat
14. Pendapatan usahataninya rendah tapi relatuf stabil
15. Sangat sensitive terhadap keadaan alam
16. Umumnya menanam suatu komoditas dengan pola monokultur dan
dilakukan secara berkeanjutan (Downey, 1992)

2.3.2 Tinjauan Tentang Komoditas Pertanian Bawang Merah


Bawang merah (Allium ascalonicum L. adalah tanaman dari familia
Alliaceae dan nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang
merah merupakan bahan utama untuk bumbu dasar makanan Indonesia.
Bawang merah adalah tanaman semusim yang memiliki umbi yang berlapis.
Tanaman mempunyai akar serabut, dengan daun berbentuk silinder
berongga. Umbi terbentuk dari pangkal daun yang bersatu dan membentuk
batang yang bentuk dan fungsi, membesar dan mwmbwntuk umbi berlapis.
Umbi bawang merah terbentuk dari lapisan-lapisan daun yang membesar
dan bersatu. Umbi bawang merah bukan merupakan umbi sejati seperti
kentang dan talas. (Aak, 2004)
2.4 Analisis Biaya, Penerimaan dan Keuntungan (Pendapatan) Usahatani

13

Analisis biaya, penerimaan dan keuntungan (pendapatan) usahatani


merupakan analisis finansial. Dengan demikian analisis finansial usaha
mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui besarnya jumlah modal yang dibutuhkan untuk
kegiatan usaha agribisnis dalam skala tertentu.
2. Untuk mengetahui besar (proyeksi) keuntungan yang akan diperoleh.
3. Untuk memperhitungkan resiko atau hambatan yang dihadapi dalam
proses produksi, sehingga dapat dilakukan antisipasi untuk menghindari
kerugian
4. Untuk melakukan kegiatan efisiensi biaya usaha dalam rangka
meningkatkan pendapatan (keuntungan).
Agar dapat melakukan analisis finansial usaha agribisnis diperlukan
kondisi atau prasyarat, sebagai berikut : 1) penguasaan teknologi agribisnis
yang akan digunakan dalan proses produksi atau usaha, 2) tersedianya
informasi dan data dari hasil pencatatan kegiatan suatu usaha, dan 3)
penguasaan informasi dan data pasar barang atau jasa yang dihasilkan.
Analisis finansial usaha dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Menetapkan rencana atau skala produksi;


Yang dimaksudkan dengan rencana produksi dalam hal ini adalah skala
(volume) usaha dan jenis usaha yang akan dikerjakan. Hal ini penting untuk
dasar dalam perhitungan finansial lebih lanjut, semakin besar skala (volume)
usaha akan semakin besar pula kebutuhan modal dan biaya usaha serta semakin
komplek pengelolaan usaha dan resiko kecenderungan semakin besar. Oleh
karena itu penetapan rencana skala usaha dibutuhkan banyak pertimbangan
baik secara teknis maupun ekonomis.
2. Menghitung biaya (cost) usaha;
Biaya usaha adalah seluruh pengeluaran dana (korbanan ekonomis)
yang diperhitungkan untuk keperluan usaha. Dalam praktek di agribisnis oleh
masyarakat, yang dimaksud dengan biaya usaha hanyalah biaya yang secara
riel atau cash dikeluarkan oleh pelaku usaha, sedangkan biaya yang tidak
riel/cash dikeluarkan seperti biaya tenaga kerja rumah tangga, gaji petani
selaku pengelola usaha, nilai sewa lahan usaha, dll tidak dihitung sebagai
14

biaya usaha. Cara pandang seperti tersebut adalah tidak tepat karena akan
mengakibatkan laba atau keuntungan usaha yang didapat oleh pelaku usaha
hanyalah laba kotor. Demikian juga akan mengakibatkan hasil analisis
kelayakan usaha (secar financial) menjadi tidak benar. Oleh karena itu dalam
analisis finansial dalam rangka kelayakan usaha, biaya usaha haruslah
dihitung seluruhnya, baik yang riel (cash/kontan) maupun yang tidak
dikeluarkan petani.
Biaya usaha secara terinci meliputi :
a) Investasi harta tetap.
Yaitu seluruh biaya yang digunakan untuk investasi harta tetap.
Harta tetap adalah sarana prasarana usaha yang mempunyai jangka usia
ekonomi atau usia pemakaian yang panjang atau berumur tahunan.
Misalnya : biaya pembangunan kandang, biaya peralatan, biaya sarana
penunjang (seperti: sumur, drainase, pemasangan listrik, dll). Di dalam
analisis (perhitungan) biaya, investasi harta tetap dihitung nilai atau biaya
penyusutan.
b) Biaya operasional usaha :
Yaitu seluruh biaya yang digunakan untuk pelaksanaan proses
produksi suatu usaha. Biaya operasional usaha dibedakan menjadi 2 (dua),
yaitu :
Biaya Usaha (= Biaya Tetap).
Yaitu seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses
produksi untuk menghasilkan suatu produk yang besarnya tetap
(konstan), tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan.
Dengan demikian biaya usaha dapat diartikan sebagai Biaya Tetap
(Fixed Cost). Misalnya : biaya sewa tanah, tenaga kerja tetap, gaji
pengelola, biaya penyusutan investasi.

Biaya Pokok Produksi (= Biaya Tidak Tetap).


Yaitu seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam proses
produksi untuk menghasilkan suatu produk yang besarnya tidak tetap
dan dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Dengan
demikian biaya pokok produksi dapat diartikan sebagai Biaya Tidak
Tetap (Variable Cost). Misalnya : biaya bahan baku, bibit, pakan,
obat2an, sewa alat, tenaga kerja tidak tetap (harian), bahan bakar, dll.

15

c) Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan hanya diperhitungkan terhadap investasi harta
tetap.

Biaya penyusutan yaitu biaya yang harus dikeluarkan dan

diperuntukan sebagai pengganti investasi harta tetap, yang pada waktu


tertentu tidak dapat digunakan lagi atau rusak. Karena biaya penyusutan
diperhitungkan setiap tahun selama masa ekonomi suatu alat maka biaya
penyusutan dihitung sebagai biaya tetap (biaya usaha). Dalam analisis
finansial biaya penyusutan dihitung sebagai biaya tetap. Biaya penyusutan
dihitung dengan rumus sebagai berikut.

d) Total
Biaya (Total Cost = TC)
Yaitu hasil penjumlahan dari Biaya Usaha (FC) + Biaya Pokok (VC).
3.

Menghitung penerimaan (revenue) usaha;


Penerimaan usaha yaitu jumlah nilai

uang

(rupiah)

yang

diperhitungkan dari seluruh produk yang laku terjual. Dengan kata lain
penerimaan usaha merupakan hasil perkalian antara jumlah produk (Q) terjual
dengan harga (P). Hal ini dapat dimengerti bahwa produk yang dihasil oleh
suatu usaha tidak semua dapat atau laku dijual yang dikarenakan misalnya
Rusak atau cacat, dikonsumsi sendiri.
Harga

(P)

yang digunakan dalam perhitungan adalah harga pasar. Misalnya seorang


peternak dalam periode tertentu dapat menjual produk sebagai berikut :

16

4.

Menghitung pendapatan (income) usaha;


Yaitu jumlah nilai uang (rupiah) yang diperoleh pelaku usaha, setelah
Penerimaan (R) dikurangi dengan seluruh biaya atau Total Biaya (TC). Oleh
karena itu pendapatan usaha disebut juga sebagai Laba Usaha.

Pendapatan atau Laba Usaha dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu :


a. Pendapatan / Laba Kotor
Adalah penerimaan usaha dikurangi biaya pokok produksi atau
biaya tidak tetap.
b. Pendapatan / Laba Usaha
Adalah Laba Kotor dikurangi Biaya Usaha dan Biaya Penyusutan.

17

c. Pendapatan / Laba Bersih (Benefit)


Adalah Laba Usaha yang telah dikurangi dengan pajak-pajak, bunga bank,
dan pajak lain yang berlaku.

5.

Menghitung kelayakan usaha.


Analisis kelayakan usaha penting dilakukan oleh seorang produsen
guna menghindari kerugian dan untuk pengembangan serta kelangsungan
usaha. Secara finansial kelayakan usaha dapat dianalisis dengan menggunakan
beberapa indikator pendekatan atau alat analisis, seperti menggunakan Titik
Pulang Pokok (Break Event Point/ BEP), Revenue-Cost ratio (R/C ratio),
Benefit-Cost ratio (B/C ratio), Payback Period, Retur of Investment, dll.
Pada usaha skala kecil (mikro) disarankan paling tidak menggunakan
BEP dan R/C ratio atau B/C ratio sebagai alat analisis kelayakan agribisnis.
Soekartawi (1995)

2.5 Analisis Kelayakan Usahatani


2.5.1 R/C ratio
R/C Ratio merupakan alat analisa untuk mengukur biaya dari suatu
produksi. Efisiensi menurut Soekartawi (1995), merupakan gambaran
perbandingan terbaik antara suatu usaha dan hasil yang dicapai. Efisien
tidaknya suatu usaha ditentukan oleh besar kecilnya hasil yang
diperoleh dari usaha tersebut serta besar kecilnya biaya yang diperlukan
untuk memperoleh hasil tersebut.
Tingkat efisiensi suatu usaha biasa ditentukan dengan menghitung
per cost ratio yaitu imbangan antara hasil usaha dengan total biaya
produksinya.Untuk mengukur efisiensi suatu usahatani digunakan
analisis R/C ratio. Menurut Soekartawi (1995), R/C Ratio (Return Cost
Ratio) merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya, yang
secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut:

18

R / C = PQ . Q / (TFC+TVC)
Keterangan:
R
: Penerimaan
C
: Biaya
PQ
: Harga output
Q
: Output
TFC : Biaya Tetap (Fixed Cost)
TVC : Biaya Variabel (Variable Cost)
Indikator R/C Ratio, ada tiga kriteria dalam R/C ratio, yaitu:
R/C rasio > 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan
R/C rasio = 1, maka usahatani tersebut BEP
R/C rasio < 1, maka tidak efisien atau merugikan
2.5.2

BEP (Break Even Point)


A. Pengertian
Break Even Point

adalah kondisi dimana perusahaan tidak mengalami untung dan


tidak mengalami kerugian. Jadi dapat dikatakan bahwa perusahaan
yang mencapai titik break event point ialah prusahaan yang telah
memiliki kesetaraan antara modal yang dikeluarkan untuk proses
produksi

dengan

pendapatan

produk

yang

dihasilkan.

B. Analisa BEP (Break Even Point)


Analisa BEP adalah alat yang digunakan untuk menentukan
besaran harga dan anggaran yang dikeluarkan oleh suatu
perusahaan untuk mencapai BEP. Dalam melakukan analisa BEP,
19

perusahaan akan meperoleh volume produksi, penjualan, dan


keuntungan yang akan diperoleh, serta waktu yang diperlukan
untuk mencapai BEP.
Semakin banyak barang yang diproduksi, semakin rendah nilai
harga jual, dan semakin lama proses mencapai BEP, namun
semakin

mudah

untuk

mengikat

konsumen.

Begitu

pula

sebaliknya, semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin


tinggi nilai jual barang, dan semakin cepat untuk mencapai BEP.
Rumus analisa BEP :
BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)
Contoh perhitungan :
Seseorang dengan modal Rp 10.000.000 ingin melakukan bisnis
usaha makanan martabak telor dengan harga jual per unitnya ialah
Rp 15.000. Besar biaya produksi martabak telor tersebut ialah Rp
10.000. Berapa buah kah martabak telor yang harus diproduksi
dengan

harga

Rp.

15.000

untuk

mencapai

titik

BEP?

Jawab :
BEP = 10.000.000 / ( 15.000 - 10.000 )
BEP = 10.000.000 / 5.000
BEP = 2.000 buah
Jadi, untuk mencapai titik BEP, martabak yang harus diproduksi
ialah sebanyak 2.000 buah.
Asumsi - asumsi dalam mengadakan BEP :

Harga jual produk harus tetap


Tidak menggunakan lebih dari satu jenis produk, apabila
menggunakan lebih dari satu jenis produk maka

menggunakan perhitungan analisa BEP tersendiri


Produksi haruslah konstan
Semua biaya besaran produksi dapat diukur secara realistic

C. Kegunaan Break Even Point


BEP sangat berguna bagi perusahaan untuk menentukan besaran
jumlah produksi yang akan dihasilkan dan nilai harga jual barang
tersebut. Dengan menerapkan analisa BEP, perusahaan dapat
melihat laba, kerugian, harga jual, produksi, keuntungan, dan lain
20

sebagainya yang telah dapat diprediksi sebelumnya, sehingga


mempermudah bagi pemimpin perusahaan untuk menentukan
kebijaksanaan.
D. Kelemahan Break Even Point
Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh
perusahaan, tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa ini
mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa
break even point ini antara lain : asumsi tentang linearity,
kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu
yang pendek. (Soehardi,2004).
a. Asumsi tentang linearity
Pada umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost
per unit, tidaklah berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan.
Dengan perkataan lain, tingkat penjualan yang melewati suatu
titik tertentu hanya akan dicapai dengan jalan menurunkan
harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis
renevue tidak akan lurus, melainkan melengkung. Disamping
itu variabel operating cost per unit juga akan bertambah besar
dengan meningkatkan volume penjualan mendekati kapasitas
penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena menurunnya
efesiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya upah lembur.
b. Klasifikasi biaya Kelemahan kedua dari analisa break event

point adalah kesulitan di dalam mengklasifikasikan biaya


karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini tetap sampai
dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah
melewati titik tersebut.
c. Jangka waktu penggunaan

Kelemahan lain dari analisa break event point adalah jangka


waktu penerapanya yang terbatas, biasanya hanya digunakan di
dalam pembuatan proyeksi operasi selama setahun. Apabila
perusahaan

mengeluarkan

biaya-biaya

untuk

advertensi

ataupun biaya lainnya yang cukup besar dimana hasil dari


pengeluaran tersebut (tambahan investasi) tidak akan terlihat
dalam waktu yang dekat sedangkan operating cost sudah
21

meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah pendapatan yang


harus dicapai menurut analisa break event point agar dapat
menutup semua biaya-biaya operasi yang bertambah besar
juga. Soekartawi (1995)

22

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1

Sejarah Usahatani
Pertanian telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia. Awalnya pertanian dilakukan hanya semata untuk
dapat bertahan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia
menanam apa saja yang diperlukan, awalnya adalah umbi-umbian.
Masyarakat berpikir sederhana bagaimana mempersiapkan lahan, alat-alat,
hewan dan sebagainya. Dari pengalaman bercocok tanam tersebut, maka
muncul kelompok manusia yang melanjutkan pekerjaan yang berhubungan
dengan bercocok tanam. Petani yang kami survey bernama Bapak Jumadi
yang bertempat tinggal di Dusun Princi, Desa Gadingkulon yang
merupakan daerah dominan pertanian. Menurut Bapak Jumadi, daerah
Princi mulai beliau lahir sekitar tahun 1942 sudah terdapat lahan pertanian,
namun dalam skala yang tidak luas dengan komoditas yang ditanam
didaerah tersebut dahulu terbatas yaitu padi,jagung, dan ketela pohon.
Untuk komoditas seperti sayuran dahulu belum dibudidayakan, karena
belum adanya petani yang bisa menanam sayur dan belum adanya
penyuluhan yang dilakukan untuk cara bercocok tanam sayur. Hingga pada
tahun 1999 pemerintah mulai memasukkan bibit jeruk ke desa-desa sekitar
sebanyak 80.000 bibit/desa agar dikelola oleh masyarakat di sekitar desa
tersebut. Dengan adanya program pemerintah tersebut banyak masyarakat
yang berpindah menjadi petani jeruk. Namun masih banyak juga
masyarakat lain yang menanam tanaman lain seperti sayuran dan palawija.
Sejarah usahatani Bapak Jumadi sudah dimulai sejak turun
temurun dari orang tua beliau. Dari orang tua beliau sudah menanam
tanaman bawang merah, buncis, dan tanaman lainnya. Namun sekarang
Bapak Jumadi hanya menanam tanaman bawang merah dan buncis saja
yang ditanam secara berurutan pada lahan seluas 2.500 m2. Jarak tanam
yang digunakan adalah 20 cm x 10 cm, dan jumlah tanaman bawang
merah kira-kira 125.000 tanaman. Bibit bawang merah beliau dapatkan
dari toko pertanian setempat dengan harga Rp 15.000/kg Produksi yang
23

dihasilkan dalam sekali tanam sekitar 2,5 ton dengan harga kira-kira Rp
12.000/kg. Selain tanaman budidaya tersebut Bapak Jumadi juga menanam
tanaman jeruk yang sekarang dikelola oleh anak beliau.
3.2

Transek Desa
Gambar. Transek Desa Gadingkulon

Gambar. Transek Desa Gadingkulon

24

Untuk menju ke tempat survey atau kediaman Bapak Jumadi, kita


memulai suvey dari daerah Dau dan berjalan lurus ke selatan dengan
mengikuti jalan utama sampai masuk ke desa Gadingkulon. Awal masuk
Desa Gadingkulon kita menemukan lahan pertanian yang ditanami dengan
komoditas hortikultura berbagai macam yaitu jagung, sawi, kacang tanah,
kubis, dan banyak sekali lahan yang ditanami dengan jeruk karena daerah
tersebut mulai dikembangkan untuk wisata petik jeruk. Terdapat pula
tegalan yang didalamnya berisi beberapa tanaman tahunan. Selain lahan
pertanian terdapat pula pemukiman sepanjang jalan yang letaknya
kompleks pada wilayah tersebut. Selanjutnya kita berjalan lurus keselatan
mengikuti jalan dan sampai pada Dusun Princi tepatnya Jalan Srigading
yang disekitarnya terdapat sawah yang sedang ditanami tomat, bawang
merah, jagung, dan jeruk. Namun tidak terlihat adanya tanaman padi,
karena memang belum musim tanam padi yang biasanya pada awal musim
hujan. Dan ketika sampai lokasi survey langsung terlihat adanya
pemukiman yang cukup padat dengan hawa yang sangat sejuk dan segar.
Lokasi survey terletak setelah pertigaan dan sebelum mushola. Jalan yang
di tempuh kurang nyaman dikarenakan jalan yang berlubang dan
pencahayaan yang sangat kurang pada malam hari sehingga membutuhkan
konsentrasi yang lebih saat berkendara.

25

3.3

Profil petani dan Usaha Tani


Narasumber yang kami wawancarai yaitu Bapak Jumadi berumur
65 tahun yang bertempat tinggal di Dusun Princi, RT 21, RW 3, Desa
Gadingkulon, Kabupaten Malang. Riwayat pendidikan terakhir dari Bapak
Jumadi yaitu SD, dengan pekerjaan utama saat ini yaitu sebagai petani
bawang merah. Namun selain menjadi petani, Bapak Jumadi juga
mempunyai pekerjaan sampingan yaitu sebagai peternak sapi perah dan
sapi potong. Beliau menjadi peternak sapi perah sejak tahun 1980 dengan
jumlah sebanyak 3 sapi perah dan 5 sapi potong.
Dalam rumah tangga Bapak Jumadi terdapat 4 anggota keluarga
termasuk Bapak Jumadi. Pertama yaitu istri Bapak Jumadi yang bernama
Suyati yang berumur 53 tahun, dengan pendidikan terakhir yang sama
seperti Bapak Jumadi yaitu lulusan SD dan sekarang bekerja sebagai
petani dan peternak membantu suaminya. Bapak Jumadi dan Ibu Suyati
dikaruniai oleh dua anak yaitu anak pertama bernama Puji Rahayu
berumur 41 tahun yang tiggal di Surabaya bersama suaminya, sedangkan
anak kedua bernama Sri Indah yang berumur 38 tahun yang telah berumah
tangga pula dan sekarang beliau tinggal di dekat rumah Bapak Jumadi
dengan pekerjaan yang sama. Bapak Jumadi mempunyai kebun seluas
2500 m2 yang merupakan milik pribadi dan digarap sendiri bersama
dengan istrinya yang akan menimbulkan keberkahan tersendiri menurut
beliau. Sedangkan untuk lahan sapi terletak di belakang rumah beliau.
Terkait usaha tani yang dilakukan Bapak Jumadi dengan komoditas
yang dipilih yaitu bawang merah dengan lahan seluas 2500 m2 atau
sebanyak 125.000 tanaman. Bibit bawang merah beliau dapatkan dari toko
pertanian setempat dengan harga Rp 15.000/kg Produksi yang dihasilkan
dalam sekali tanam sekitar 2,5 ton dengan harga kira-kira Rp 12.000/kg.
Selain tanaman budidaya tersebut Bapak Jumadi juga menanan tanaman
jeruk yang sekarang dikelola oleh anak beliau.
Bawang

merah

(Allium

ascalonicum)

merupakan

tanaman

hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bapak Jumain


26

mulai menanamnya pada awal musim hujan dan akhir musim hujan.
Kegiatan awal sebelum penanaman yaitu pengolahan tanah. Tanah dibuat
bedengan dengan lebar 1-1,2 meter, tinggi 20-30 cm dan panjang
menyesuaikan. Jarak antar bedengan 50 cm, sekaligus dijadikan parit
sedalam 50 cm. Cangkul bedengan sedalam tomat 20 cm, gemburkan
tanahnya. Bentuk permukaan atau bagian atas bedengan rata, tidak
melengkung. Setelah itu ditambahkan kapur atau dolomit sebanyak 1 ton
per hektar. Bapak Jumain dalam tahap awal yaitu menggunakan 10 ton
petroganik dan 5 ton pupuk ayam sebagai pupuk dasar. Tebarkan pupuk di
atas bedengan dan aduk dengan tanah hingga merata. Bisa juga
ditambahkan urea, ZA, SP-36 dan KCL sebanyak 47 kg, 100 kg, 311 kg
dan 56 kg setiap hektarnya. Campur pupuk buatan tersebut sebelum
diaplikasikan. Biarkan selama satu minggu sebelum bedengan ditanami.
Benih bawang merah ditanam dengan cara membenamkan seluruh bagian
umbi kedalam tanah. Penyiraman pada budidaya bawang merah
hendaknya dilakukan sehari dua kali setiap pagi dan sore. Setidaknya
hingga tanaman berumur 10 hari. Setelah itu, frekuensi penyiraman bisa
dikurangi hingga satu hari sekali. Pemupukan susulan diberikan 3 kali
dalam satu musim tanam. Penyiangan gulma biasanya dilakukan sebanyak
dua kali dalam satu musim tanam. Untuk menghemat biaya, lakukan
penyiangan bersamaan dengan pemberian pupuk susulan. Namun apabila
serangan gulma menghebat, segera lakukan penyiangan tanpa menunggu
pemberian pupuk susulan. Untuk pengendalian hama pada bawang merah
Bapak Jumadi memakai pestisida merk Fenthrin 50 EC dan Osada 75 SP.
Ciri-ciri budidaya bawang merah siap panen apabila 60-70% daun sudah
mulai rebah. Atau, lakukan pemeriksaan umbi secara acak. Khusus untuk
pembenihan umbi, tingkat kerebahan harus mencapai lebih dari 90%.
Menurut beliau, budidaya bawang merah biasanya sudah bisa dipanen
setelah 55-70 hari sejak tanam. Produktivitas bawang merah dangat
bervariasi tergantung dari kondisi lahan, iklim, cuaca dan varietas. Umbi
bawang merah yang telah dipanen harus dikeringkan terlebih dahulu.
Penjemuran penjemuran bisa berlangsung hingga 7-14 hari. Pembalikan
27

dilakuan setiap 2-3 hari. Bawang yang telah kering, kadar air 85%, siap
untuk disimpan atau dipasarkan.
3.4 Analisis Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan (Pendapatan) Usahatani
1. Biaya Usahatani (satu kali musim tanam)
A. Biaya Tetap/ TFC (Total Fixed Cost)
No.
1.
2.

Uraian

Jumlah (Unit)

Sewa Lahan
Penyusutan Alat

1/4 ha

a)
b)
c)
d)
e)

1
2
2
3
1

Semprot Pestisida
Cangkul
Skop
Sabit
Selang

Harga (Rp)

Biaya

Perhitungan
1.500.000/th/ha

(Rp)
375.000
-

300.000

300.000
150.000
170.000
135.000
75.000

150.000
85.000
45.000
75.000

Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)

1.205.000

Total biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh Bapak Jumadi sebesar
Rp1.205.000,00. Biaya tetap ini merupakan biaya yang umumnya selalu konstan,
bahkan di masa sulit. Biaya tetap tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan
dalam aktivitas operasi sampai pada kondisi tertentu, kondisi dimana sesuai
dengan kapasitas yang tersedia.

28

B. Biaya Variabel/ TVC (Total Variable Cost)


No.

Uraian

Jumlah (Unit)

Harga (Rp)

Biaya (Rp)

Perhitungan
1.
2.

3.

Benih/ Bibit
Bawang merah batu ijo
Pupuk:
Phonska
Urea
ZA
Organik
KCL

300 kg

15.000/kg

4.500.000

50 Kg

2300/kg

115.000

25 Kg

1800/kg

45.000

50 Kg

1500/kg

75.000

75 Kg

500/kg

37,5 Kg

2800/kg

37.500
105.000

Pestisida
VIPER 600 EC

1,5ml/tan

1,5 x 300x

1.035.000

2300
4.

Tenaga Kerja Kegiata


Persiapan Lahan
Tanam
Penyiangan
Pemupukan

3 orang (lk)

(3x 1x8/8)x 25.000

75.000

2 orang (lk)

(2x 1x8/8)x 25.000

50.000

5 orang (Pr)

(5x 1x8/8)x 17.500

52.500

4 orang (pr)

(4x 1x8/8)x 17.500

70.000

1 orang (lk)

(1x 1x8/8)x 25.000

25.000

5 orang (pr)

(5x 1x8/8)x 17.500

87.500

1 orang (lk)

(1x 1x8/8)x 25.000

25.000

4 orang (lk)

(4x 1x8/8)x 25.000

100.000

Pengobatan

5.
6.

Air
Listrik
Total Biaya Variabel (Total Variable Cost)

50.000
6.447.500
29

Total biaya variabel yang harus dibayarkan oleh Bapak Jumadi ini sebesar
Rp6.447.500,00. Biaya variabel ini merupakan biaya yang umumnya berubahrubah sesuai dengan volume bisnis. Makin besar volume penjualan, makin besar
pula biaya yang harus anda keluarkan. Biaya bahan baku seperti bibit atau benih,
pupuk, pestisida, dan biaya tenaga kerja adalah biaya variabel.
C. Total Biaya / TC (Total Cost)
No.
Biaya
1.
Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)
2.
Total Biaya Variabel (Total Variable Cost)
Total Biaya (Total Cost)

Total Biaya (Rp)


1.205.000
6.447.500
7.652.500

Total biaya yang dihasilkan oleh Bapak Jumadi ini sebesar Rp7652.000,00.
Hal ini diperoleh dari perhitungan selisih antara total biaya tetap dan total biaya
variabel, dimana biaya tetap sebesar Rp1.205.000,00 dan biaya variabel sebear
Rp6.447.500,00
2. Penerimaan Usahatani
No.
1.
2.

Uraian
Produksi (Unit)
Harga (per satuan unit)

Nilai
2,5 ton x 12.000/kg
12.000/kg

Penerimaan Usahatani (Total Revenue)

Jumlah (Rp)
30.000.000
30.000.000

Setap kali panen Bapak Jumadi memperoleh hasil berkisar 2,5 ton atau
2500kg dimana harga per kg bawang merah naik turun. Pada saat ini haga bawang
mencapai 12.000/kg nya, ketika dijumlahkan Bapak Jumadi menerima uang
sebesar Rp30.000.000,00.
3. Keuntungan Usahatani
No.

Uraian

Jumlah (Rp)
30

1.
2.

Total Biaya (Total Cost)


Penerimaan (Total Revenue)
Keuntungan

7.652.500
30.000.000
22.348.000

Keuntungan yang diperoleh oleh Bapak Jumadi ketika menanam bawang


merah ini cukup menggiurkan, yaitu berkisar Rp22.348.000,00. Keuntungan
usahatani ini diperoleh dari selisih antara penerimaan dan total biaya. Dimana
total biaya Bapak Jumadii ini sebesar Rp7.652.500,00 sedangkan penerimaan
yang didapat yaitu Rp30.000.000,00.
3.5 Analisis Kelayakan Usahatani
3.5.1 R/C Ratio
R/C ratio berguna untuk mengetahui perbandingan antar besarnya
hasil penjualan dengan jumlah biaya yang dikeluarkanPerhitungan R/C ratio
untuk satu kali masa tanam
R/C ratio

: TR/TC
: P x Q / TVC+TFC
: 30.000.000/7.652.500 = 3.92
Dari hasil perhitungan R/C ratio diatas, dapat disimpulkan bahwa

usahatani Bapak Jumadi menguntungkan, efisien dan layak untuk dijalankan. Hal
ini dikarenakan nilai indikator kelayakan usaha R/C ratio 3,92 1.

31

3.5.2 BEP (Break Event Point)


A. Break Even Point (BEP) Produksi Unit
BEP Produksi (Unit) =
=
=
=
= 128
kg
Jadi, berdasarkan perhitungan BEP Unit maka produksi minimal yang
harus dihasilkan dalam usahatani bawang merah milik Bapak Jumadi ini sebesar
128 kg, agar usahatani beliau tidak mengalami kerugian. Sehingga berdasarkan
data produksi bawang merah milik Bapak Jumain maka usaha tani beliau ini tidak
mengalami kerugian karena menghasilkan produksi 2500 kg.
B. Break Even Point (BEP) Penerimaan (Rupiah)
=
=
= Rp1.525.300,00
Jadi, berdasarkan perhitungan BEP penerimaan maka total penerimaan
produk dengan kuantitas produk menghasilkan nilai sebesar Rp1.525.300,00
C. Break Even Point (BEP) Harga (Rupiah)
BEP = TC/Q
=
=
Rp3061,00
Jadi, berdasarkan perhitungan BEP harga maka biaya rata-rata per satuan
unit produk atau harga produk per satuan unit saat BEP adalah Rp3061,00.
3.6

Pemasaran Hasil Pertanian

32

Pemasaran hasil pertanian merupakan distribusi hasil usaha tani.


Melalui pemasaran, petani dapat menerima pendapatan dari usahataninya.
Pada daerah bapak Jumadi tidak ada lembaga pemasaran. Hasil panen
bawang merah Bapak Jumadi dibeli oleh bakul (tengkulak) yang pada sore
hari setelah panen bawang merah datang ke tempat bapak Jumadi.
Pemasaran yang dilakukan oleh bapak Jumadi hanya mengandalkan
tengkulak yang datang. Harga ditentukan oleh tengkulak, bapak Jumadi
hanya menerima harga dari tengkulak. Rata-rata harga jual per kilogram
bawang merah yang diberikan tengkulak adalah 12.000. Dalam pemasaran
bapak Jumadi tidak mengandalkan cara lain selain mengandalkan
tengkulak yang datang. Dalam setahun bapak Jumadi mampu memanen
bawang merah sekitar 2,5 ton. Keuntungan kotor yang biasa diterima
berkisar tiga puluh juta namun ini masih dikurangi dengan biaya produksi
meliputi perawatan, tenaga kerja, pupuk anorganik, pupuk kandang, biaya
transportasi dan lain-lain. Harga bawang merah yang terkadang tidak stabil
bisa membuat bapak Jumadi untung atau bahkan merugi. Kerugian biasa
dialami ketika adanya panen raya atau gagal panen. Seperti diketahui
bahwa budidaya tanaman bawang merah mempunyai resiko kegagalan
yang cukup tinggi. Resiko gagal panen biasa terjadi karena adanya
serangan hama dan penyakit maupun cuaca yang kurang menguntungkan.
Menurut Toruan (2007) terdapat sembilan fungsi pemasaran yaitu
pembelian, penjualan, penyimpanan, transportasi, standarisasai/sortasi,
pembiayaan, penanggungan resiko, informasi pasar dan pengepakan. Hal
yang dilakukan bapak Jumadi sebagai produsen adalah menjual hasil
pertaniannya dan penanggungan resiko.
3.7

Kelembagaan Petani
Kelembagaan pertanian adalah norma atau kebiasaan yang
terstruktur dan terpola serta

dipraktekan secara terus menerus untuk

memenuhi kebutuhan anggota masyarakat yang terkait erat dengan bidang


pertanian di pedesaan (Suradisastra, 2008). Pada daerah bapak Jumadi
terdapat lembaga tani yang bisa dikatakan cukup aktif. Nama kelompok
33

Tani pada daerah bapak Jumadi adalah Srigading 2 yang diketuai oleh
menantu bapak Jumadi. Ketua kelompok tani dipilih berdasarkan petani
yang paling sukses. Ketua kelompok tani mengikuti pelatihan yang
diadakan kemudian menyampaikan kepada anggota. Selain menyampaikan
ketua kelompok tani harus mempraktekan terlebih dahulu. Menurut
penuturan bapak Jumadi, gabungan kelompok tani yang ada cukup aktif
mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai
perkembangan tanaman budidaya milik anggota kelompok tani selain itu
juga pelaksanaan program-program pelatihan yang diberikan oleh
pemerintah. Bapak Jumadi sendiri kurang berpartisipasi dalam kelompok
tani sehingga bapak Jumadi kurang tahu mengenai perkembangan
kelompok tani. Untuk pengairan tidak terdapat kelompok petani pengguna
air. Bapak Jumadi untuk memenuhi kebutuhan airnya mengandalkan air
hujan dan terkadang ketika melakukan pengairan langsung bergantian
dengan petani yang lain. Tidak ada lembaga resmi untuk penggunaan air.
Pada literatur disebutkan bahwa permasalahan yang melekat pada sosok
petani dan kelembagaan petani adalah a)Masih minim wawasan dan
pengetahuan petani terhadap manajemen produksi dan jaringan pemasaran
b) Petani belum terlibat secara utuh dalam kegiatan agribisnis dan c)
Peran dan fungsi kelembagaan petani sebagai wadah organisasi petani
belum berjalan secara optimal.
3.8

Kendala Usaha Tani


Kendala usaha tani merupakan masalah yang dihadapi oleh petani
dalam berusahatani. Pada usahatani yang dilakukan oleh bapak Jumadi
terdapat beberapa kendala yaitu manajemen produksi dan partisipasi bapak
Jumadi yang kurang dalam lembaga tani. Manajemen produksi ini
mengenai penyediaan pupuk kandang yang jauh dari tempat tinggal bapak
Jumadi, mencari buruh tani yang mau membantu, penetapan harga jual
bawang merah, serangan hama dan penyakit yang banyak sehingga bapak
Jumadi terlalu banyak menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida
yang banyak tentu membuat biaya perawatan semakin meningkat.
34

Partispasi bapak Jumadi kurang karena bapak Jumadi kurang tertarik


dengan adanya lembaga tani. Padahal dengan berpartisipasi pada lembaga
usaha tani maka dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia
khususnya petani.

35

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara petani Bapak Jumadi mengenai
usahatani bawang merah didapatkan data sebagai berikut yaitu total biaya
yang dikeluarkan dalam usahatani bawang merah dalam sekali tanam
sebesar Rp7.652.500,00 serta penerimaan yang didapatkan untuk satu kali
musim tanam sebesar Rp30.000.000. Dari hasil tersebut, dapat
dikategorikan bahwa usahatani bawang merah milik Bapak Jumadi layak
dijalankan dan efisien serta menguntungkan, karena nilai R/C ratio yang
didapatkan pada usahatani bawang merah Bapak Jumadi sebesar 3.92. Hal
ini berarti nilai R/C Ratio > 1 yaitu layak.
Sedangkan kendala yang dihadapi oleh Bapak Jumadi yaitu
mengenai manajemen produksi dan partisipasi bapak Jumadi yang kurang
dalam lembaga tani. Manajemen produksi ini mengenai penyediaan pupuk
kandang yang jauh dari tempat tinggal bapak Jumadi, mencari buruh tani
yang mau membantu, penetapan harga jual bawang merah, serangan hama
dan penyakit yang banyak sehingga bapak Jumadi terlalu banyak
menggunakan

pestisida. Partispasi bapak Jumadi kurang aktif dalam

kelembagaan karena Bapak Jumadi yang jarang hadir dalam pertemuan


kelompok tani setempat, karena menurut beliau tidak ada manfaatnya,
padahal dalam tiap pertemuan kelompok tani selalu member masukan
mengenai budidaya tanaman di desa tersebut.
4.2

Saran
Saran untuk petani jeruk terutama Bapak Jumadi adalah agar lebih
baik lagi dalam merawat tanaman budidayanya baik tanaman bawang
merah maupun komoditas lain yang beliau tanam agar produksinya dapat
maksimal dan harganya pun dapat tinggi. Serta terus mempelajari cara
budidaya dari tanaman yang beliau usahakan secara berkelanjutan atau
terpadu. Agar dalam pengendalian hama dan penyakit tidak sesalu
36

menggunakan pestisida, sehingga juga dapat mengurangi biaya yang


dikeluarkan. Dan untuk Pemerintah, lebih memperhatikan lagi petanipetani agar kesejahteraan mereka juga lebih baik. Misalnya dengan
diadakannya program-program untuk mengembangkan pertanian di daerah
tersebut.

37

BAB V
LAMPIRAN
5.1 Transek Desa dan Peta Desa
a. Transek pemetaan desa

b. Peta desa menggunakan google earth

38

39

5.2 Lampiran foto hasil pengamatan lapang

40

41

5.3 Kalender Musim Tanam


Kalender Musim Tanam Tanaman Jeruk
Bulan
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober

Kegiatan
Penyiapan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Panen
Bero

42

5.4 Quisioner yang sudah terisi data survey lapang


QUISIONER SURVEY LAPANG
Nama petani

: Jumadi

Desa

: Gadingkulon

Dusun

: Princi

RT/RW

: 21/3

Kota/Kabupaten

: Malang

Propinsi

: Jawa Timur

Komoditas

: Bawang merah

Nama Kelompok Tani

: Srigading 2

Tanggal Wawancara

: 26 November 2014

I. Sejarah Usahatani
1. Sejarah Pertanian di Desa:
Sejarah pertanian di Desa Gadingkulon ini sudah dilakukan dari sejak turun
temurun dari nenek moyang hingga sekarang. Banyaknya lahan kosong di
Desa Gadingkulon dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk bercocok
tanam. Komoditas yang biasa ditanam di daerah tersebut hanya padi, jagung,
sayuran, bawang merah dan ketela pohon. Pada tahun 1999 pemerintah mulai
memasukkan bibit jeruk ke desa-desa sekitar sebanyak 80.000 bibit/desa agar
dikelola oleh masyarakat di sekitar desa tersebut. Dengan adanya program
pemerintah tersebut banyak masyarakat yang berpindah menjadi petani jeruk.
Namun masih banyak juga masyarakat lain yang menanam tanaman lain
seperti sayuran dan palawija.
2. Sejarah Usaha Tani petani:
Sejarah usahatani Bapak Jumadi sudah dimulai sejak turun temurun dari orang
tua beliau. Dari orang tua beliau sudah menanam tanaman bawang merah,
buncis, dan tanaman lainnya. Namun sekarang Bapak Jumadi hanya menanam
tanaman bawang yang ditanam secara berurutan pada lahan seluas 2.500 m 2.
Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman bawang merah adalah 20 cm x
10 cm, dan jumlah tanaman bawang merah kira-kira 125.000 tanaman. Bibit
bawang merah beliau dapatkan dari toko pertanian setempat dengan harga Rp
43

15.000/kg. Varietas yang digunakan adalah batu ijo. Produksi yang dihasilkan
dalam sekali tanam sekitar 2,5 ton dengan harga kira-kira Rp 12.000/kg.
Selain tanaman budidaya tersebut Bapak Jumadi juga menanan tanaman jeruk
yang sekarang dikelola oleh anak beliau.
II. Transek Desa
1. Komoditas Pilihan Kelompok: Bawang merah
2. Gambar Transek Desa

III.

1.
2.
3.
4.
5.

Profil Petani Responden


Nama
: Jumadi
Umur
: 65 tahun
Pendidikan
: Tamat SD
Pekerjaan Utama
: Petani Bawang merah
Pekerjaan Sampingan
: Peternak sapi
44

6.
Jumlah Anggota keluarga : 3 orang
7. Keterangan Anggota keluarga
Tabel data anggota keluarga
No

Hub dg

Nama

KK

1.

Jumadi

KK

2.

Suyati

Istri

3.

4.

Puji rahyu

Sri indah

Umur
65
tahun
53
tahun

Anak

41

pertama

tahun

Anak

38

kedua

tahun

Pekerjaan
Utama
Sampingan

Pend.

Ket

SD

Petani

Peternak

SD

Petani

Peternak

Tinggal

Bekerja

SLTA

di pabrik

SLTA

di
Surabaya

Petani

Peternak

8. Penguasaan Lahan Garapan Pertanian


Tabel dala luas penguasaan lahan pertanian
No
1.

Keterangan
Milik sendiri : digarap sendiri
Jumlah

Jenis lahan (ha)


Tegal

Jumlah
2500 m2
2500 m2

9. Kepemilikan Ternak
Tabel data kepemilikan ternak
No
Jenis ternak
1.
Sapi perah
2.
Sapi potong

Jumlah
3 ekor
5 ekor

IV.Usahatani (Kegiatan Bercocok Tanam)


1. Komoditas
: Bawang merah
2. Pola Tanam : Monokultur
3. Kegiatan Bercocok Tanam:
Tabel kegiatan bercocok tanam
No
1.
2.

Waktu tanam
Juni
Juli

Jenis kegiatan
Penyiapan lahan
Penanaman

3.

(10hst)

Pemupukan

4.

(14 hst)

Penyulaman

5.

21 hst

Pembubunan dan
penyiangan

Uraian
2 minggu sebelum tanam
Pertengahan Juli
Pemupukan Phonska,
Urea, Za, KCl
Apabila ada tanaman
yang mati
Dilakukan bersamaan
untuk menghemat tenaga
45

kerja
Tergantung
6.

serangan hama

Pengendalian OPT

Tergantung dari tingkat


serangan OPT

dan penyakit

Pemanenan dapat
7.

60 80 hst

dilakukan setelah daun

Panen

mulai menguning, antara


60 hst 80 hst

Jika menggunakan pupuk organik:

Beli sebanyak 75 kg seharga Rp 37.500,00

Cara pengendalian/pemberantasan hama/penyakit yang dilakukan petani:


Menggunakan pestisida kimia yang dilakukan tergangtung dari serangan
dari OPT

V. Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Usahatani


1. Biaya Usahatani
D. Biaya Tetap/ TFC (Total Fixed Cost)
No.
1.
2.

3.

Uraian

Jumlah (Unit)

Sewa Lahan
Beli Alat

1/4 ha

f)
g)
h)
i)
j)

1
2
2
2
1

Semprot Pestisida
Cangkul
Skop
Sabit
Selang

Penyusutan Alat
a. Sabit

Harga (Rp)

Biaya

Perhitungan
1.500.000/th/ha

(Rp)
375.000
-

300.000

300.000
150.000
170.000
90.000
75.000

150.000
85.000
45.000
75.000
-

45.000

45.000

Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)

1.205.000

E. Biaya Variabel/ TVC (Total Variable Cost)

46

No.

Uraian

Jumlah (Unit)

Harga (Rp)

Biaya (Rp)

Perhitungan
1.
2.

3.

Benih/ Bibit
Bawang merah batu ijo
Pupuk:
Phonska
Urea
ZA
Organik
KCL

300 kg

15.000/kg

4.500.000

50 Kg

2300/kg

115.000

25 Kg

1800/kg

45.000

50 Kg

1500/kg

75.000

75 Kg

500/kg

37,5 Kg

2800/kg

37.500
105.000

Obat-Obatan
Pestisida

1,5ml/tan

1,5 x 300x

1.035.000

2300
4.

Tenaga Kerja Kegiata


Persiapan Lahan
Tanam
Penyiangan
Pemupukan
Pengobatan

5.
6.

3 orang (lk)

3x 25.000/hari/lk

75.000

2 orang (lk)

2x25.000/hari/lk

50.000

5 orang (Pr)

3x 17.500/hari/pr

52.500

4 orang (pr)

4x 17.500/hari/pr

70.000

1 orang (lk)

1x25.000/hari/lk

25.000

5 orang (pr)

5x 17.500/hari/pr

87.500

1 orang (lk)

1x25.000/hari/lk

25.000

4 orang (lk)

4x25.000/hari/lk

100.000

Air
Listrik
Total Biaya Variabel (Total Variable Cost)

50.000
6.447.500

a. Total Biaya / TC (Total Cost)


No.
Biaya
1.
Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)
2.
Total Biaya Variabel (Total Variable Cost)
Total Biaya (Total Cost)

Total Biaya (Rp)


1.205.000
6.447.500
7.652.500
47

4. Penerimaan Usahatani
No.
1.
2.

Uraian
Produksi (Unit)
Harga (per satuan unit)

Nilai
2,5 ton x 12.000/kg
12.000/kg

Jumlah (Rp)
30.000.000
-

Penerimaan Usahatani (Total Revenue)

30.000.000

5. Keuntungan Usahatani
No.
Uraian
1.
Total Biaya (Total Cost)
2.
Penerimaan (Total Revenue)
Keuntungan

VI.

Pemasaran Hasil Pertanian


Jumlah

N
o
1.
2.

Uraian

Uni
t

Dikonsums
i Sendiri
Dijual

Pemasaran
Lembaga
Pemasara

Tempat/Lokasi

Alasan

2.5

100

ton

%
VII.

No
1.

Jumlah (Rp)
7.652.500
30.000.000
22.348.000

Jenis Kelembagaan
Gapoktan Srigading 2

Tengkulak

Tegalan

Kelembagaan
Lokasi
Desa Gading
Kulon

Manfaat
Memberikan
informasi tentang
budidaya tanaman
yang
dibudidayakan
oleh petani.
Adanaya program
pelatihan
pertanian untuk
48

pengembangan
pertanian di
daerah tersebut.
VIII.
No

Kendala-kendala Petani Dalam Berusahatani

Kendala

1.

2.

Solusi

Penyediaan pupuk

Menggunakan pupuk

kandang yang jauh

kandang dari ternak

dari tempat tinggal

sendiri

Mencari buruh tani

Menggunakan

yang mau

tenaga kerja dari

membantu

keluarga

Harapan
Diadakan
penyuluhan atau
informasi
mengenai
pembuatan pupuk
kandang.
Aktif dalam
kelembagaan agar
mudah mencari
relasi
Iklim dapat
bersahabat

3. Serangan hama dan


penyakit

Pestisida

sehingga tidak
banyak hama dan
penyakit yang
menyerang
Supaya tidak

Petani lebih rajin


4. Petani kurang aktif
dalam kelembagaan

dan aktif dalam


menghadiri
pertemuan kelompok
tani

ketinggalan
informasi terbaru
tentang program
pemerintah untuk
mengembangkan
pertanian di
daerah tersebut

49

50

Anda mungkin juga menyukai