UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................... Error! Bookmark not defined.
RINGKASAN ............................................................ Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan Praktikum ........................................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
2.1 Perkembangan dan Produksi Tanaman Tebu di Indonesia ......................... 3
2.2 Tanaman Tebu ........................................................................................... 4
2.2.1 Klasifikasi Tanaman ............................................................................. 4
2.2.2 Karakteristik Tanaman Tebu ................................................................ 4
2.2.3 Stadia Pertumbuhan Tanaman Tebu ................................................... 7
2.3 Budidaya Tanaman Tebu............................................................................ 8
2.3.1 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu ........................................................... 8
2.3.2 Pemilihan Bibit Tanaman Tebu ............................................................ 9
2.3.3 Pengolahan Lahan............................................................................... 9
2.3.4 Penanaman Tanaman Tebu .............................................................. 10
2.3.5 Teknik Pengairan ............................................................................... 11
2.3.6 Pemupukan Tanaman Tebu............................................................... 11
2.3.7 Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Tebu ................... 11
2.3.8 Panen dan Pascapanen Tanaman Tebu ............................................ 15
2.4 Pengaruh Jenis Bibit Tebu pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tebu 16
2.5 Pengaruh Sistem Tanam Tebu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Tebu............................................................................................................... 17
3. BAHAN DAN METODE ................................................................................ 19
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 19
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 19
3.3 Metode Pelaksanaan ................................................................................ 19
3.4 Parameter Pengamatan ............................................................................ 20
3.4.1 Panjang Tanaman ............................................................................. 20
3.4.2 Jumlah Daun ..................................................................................... 21
3.4.3 Jumlah Anakan .................................................................................. 21
3.4.4 Pengamatan Keragaman Arthropoda ................................................. 21
3.4.5 Perhitungan Jumlah Intensitas Penyakit ............................................ 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19
LAMPIRAN........................................................................................................ 21
iii
DAFTAR TABEL
No Keterangan Halaman
1. Data Statistika Tebu dan Gula di Indonesia ............................................. 4
2. Data Analisa Tanah Lahan Tanaman Tebu ...............................................
3. Pengaruh Sistem Tanam pada Panjang Tanaman Tebu...........................
4. Pengaruh Sistem Tanam pada Jumlah Daun Tanaman Tebu ...................
5. Pengaruh PGPR Terhadap Persentase Tumbuh Tanaman Tebu .............
6. Keragaman Arthropoda.............................................................................
7. Intensitas Penyakit pada Tanaman Tebu ..................................................
8. Pengaruh Sistem Tanam pada Jumlah Anakan Tanaman Tebu ...............
iv
DAFTAR GAMBAR
No Keterangan Halaman
v
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Halaman
vi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk keluarga Graminae atau rumput-
rumputan dan berkembang biak di daerah beriklim udara sedang sampai panas.
Tebu cocok pada yang mempunyai ketinggian tanah 1 sampai 1300 meter di atas
permukaan laut. Bentuk fisik tanaman tebu dicirikan oleh terdapatnya bulu-bulu
dan duri sekitar pelepah dan helai daun. Banyaknya bulu dan duri beragam
tergantung varietas. Jika disentuh akan menyebabkan rasa gatal. Kondisi ini
kadang menjadi salah satu penyebab kurang berminatnya petani berbudidaya tebu
jika masih ada alternatif tanaman lain. Tinggi tanaman bervariasi tergantung daya
dukung lingkungan dan varietas, antara 2,5-4 meter dengan diameter batang
antara 2-4 cm.
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) dimanfaatkan sebagai bahan
baku utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan
penting dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian, penambahan atau
penghematan devisa, dan terkait langsung dengan pemenuhan kebutuhan pokok
karena gula sendiri termasuk dalam sembilan bahan pokok. Bagian lain dari
tanaman seperti daunnya dapat pula dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan
bahan baku pembuatan pupuk hijau atau kompos. Ampas tebu digunakan oleh
pabrik gula itu sendiri untuk bahan bakar selain itu biasanya dipakai oleh industri
pembuat kertas sebagai campuran pembuat kertas.
Produksi tanaman tebu Indonesia menurut Direktorat Jendral Perkebunan,
pada tahun 2015 sebesar 2.497.997 ton, pada tahun 2016 sebesar 2.222.971 ton
dan pada tahun 2017 sebesar 2.465.450 ton. Produksi tebu fluktuatif yaitu
mengalami penurunan dan peningkatan. penyebab tidak stabilnya produksi tebu
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kualitas benih yang buruk dan
degradasi kesuburan lahan. Upaya yang dapat dilakukan adalah peningkatan
kualitas benih agar kebutuhan gula dapat terpenuhi dan pemerintah tidak perlu
melakukan impor. Ketersediaan produksi tanaman tebu yang kurang akan
membuat pemerintah melakukan impor, sedangkan dengan melakukan impor gula
akan mengakibatkan turunnya ekonomi lokal. Sehingga kesejahteraan petani
menjadi rendah. Untuk meningkatkan produksi tanaman tebu yaitu dengan cara
melakukan atau menggunakan teknologi produksi pertanian untuk tanaman
tersebut. Teknik produksi pertanian merupakan studi yang mempelajari tentang
cara-cara teknik bercocok tanam yang baik dengan tujuan mengembangkan hasil
2
pertanian menjadi lebih baik lagi. Dalam studi ini di pelajari bagaimana cara
mengembangkan suatu potensi hasil dari suatu tanaman Sehingga praktikum ini
dilakukan untuk membudidayakan tanaman tebu dengan berbagai teknik
budidaya yang akan diaplikasikan. Bibit tebu yang sesuai jika ditanam dilahan
jatimulyo terdiri dari dua aspek yaitu aspek kualitas dan aspek produksi. Bibit SBP
(Single Bud Planting) cocok diaplikasikan jika ingin mendapatkan kulitas tebu yang
baik (rendemen tinggi) tetapi pertumbuhan bibit ini lama karena pertumbuhan dari
tanaman muda. Bibit Bud set, Bagal end to end, Bagal untu walang, Lonjoran dan
kepras cocok diaplikasikan jika ingin mendapatkan hasil yang cepat karena
tumbuh dari tunas (pertumbuhan cepat) tetapi kulitas yang dihasilkan jelek
(semakin lama kualitas rendemen turun).
di lahan sawah dan sekitar 90 ton/ha untuk pertanaman tebu di lahan tegalan
dengan rendemen gula diatas 10%. Rendahnya produktivitas ini berakibat pula
pada rendahnya efisiensi pengolahan gula nasional.
Secara ringkas, produktivitas perkebunan tebu dan pabrik gula Indonesia
selama 5 tahun terakhir (2004 – 2008) dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Data Statistik Tebu dan Gula Indonesia (Ditjenbun, 2009)
Tahun Luas Produksi Produksi Produktivitas Rendemen
Lahan Tebu Gula (ton tebu/ha) (%)
(hektar) (ton) (ton)
2004 344.800 26.754.000 2.052.000 77,59 7,67
2005 381.800 31.139.000 2.242.000 81,56 7,20
2006 384.000 29.101.000 2.267.000 75,78 7,79
2007 400.500 33.292.000 2.660.000 83,13 7,99
2008 405.600 34.707.000 2.780.000 85,57 8,01
Pada periode 2004-2009, perkebunan tebu Indonesia telah mengalami
perluasan lahan dari 344.800 hektar menjadi 405.600 hektar, atau rata-rata per
tahun sebesar 15.200 hektar; serta peningkatan produksi tebu dari 26.754.000 ton
menjadi 34.707.000 ton, atau rata-rata per tahun sebesar 2.000 ton. Di sisi lain,
pada periode yang sama produksi gula nasional meningkat dari 2.052.000 ton
menjadi 2.780.000 ton, atau rata-rata per tahun sebesar 182.000 ton (Ditjenbun,
2009).
2.2 Tanaman Tebu
2.2.1 Klasifikasi Tanaman
Menurut Bambang dan Kiswanto (2014), tanaman tebu termasuk tanaman
perdu. Tebu merupakan tumbuhan monokotil dari famili rumputrumputan
(Gramineae), Batang tanaman tebu memiliki anakan tunas dari pangkal batang
yang membentuk rumpun. Tanaman ini memerlukan waktu musim tanam
sepanjang 11- 12 bulan. Tanaman ini berasal dari daerah tropis basah sebagai
tanaman liar. Adapun klasifikasi tanaman tebu tanaman tebu ini termasuk ke
dalam kingdom Plantae (tumbuhan), sub kingdom Tracheobionta (tumbuhan
berpembuluh), super divisi Spermatophyta (menghasilkan biji), divisi
Magnoliophyta (tumbuhan berbunga), kelas Liliopsida (berkeping satu /monokotil,
sub kelas Commelinidae, ordo Poales, famili Graminae atau Poaceae (suku
rumput-rumputan), genus Saccharum dan spesies Saccharum officinarum L.
2.2.2 Karakteristik Tanaman Tebu
Secara fisik, tanaman tebu ini terlihat tinggi kurus, tidak bercabang, dan
tumbuh tegak lurus dengan permukaan tanah. Tinggi batangnya dapat mencapai
5
3-5 m atau lebih. Menurut Indrawanto et al. (2010), Secara morfologi, tanaman
tebu terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu akar, batang, daun, dan bunga.
a. Batang tanaman tebu
Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan
buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal
dari mata tunas yang berada di bawah tanah yang tumbuh keluar dan berkembang
membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dengan tinggi batang antara
2-5 meter dan tidak bercabang.
c. Daun
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri,
berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah
berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu keras.
dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi sebelumnya.
Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera
dilaksanakan.
2.3.5 Teknik Pengairan
Tebu yang telah diusahakan dengan teknik budidaya di lahan kering
membutuhkan jumlah air irigasi yang optimum untuk pertumbuhannya. Kebutuhan
air yang paling tinggi terjadi pada fase vegetatif, yaitu sekitar 4-9 bulan dan
kebutuhan air paling rendah terjadi saat akhir pertumbuhan atau saat siap untuk
dipanen (umur 12 bulan). Rata-rata total kebutuhan air selama masa pertumbuhan
tebu adalah 299,2 mm/tahun atau 24,9 mm/bulan (tahun kering) dan sebesar
568,8 mm/tahun atau sebesar 47,4 mm/bulan (pada tahun basah).
Irigasi tanaman tebu dapat dilakukan dengan irigasi curah. Menurut
Indrawanto et al. (2010), Irigasi curah dilakukan dengan memompa air dari sumber
lalu disalurkan melalui pipa utama menuju pencurah melalui katup-katup. Pipa
yang dipakai dapat berupa pipa alumunium dengan diameter 4 inchi dan panjang
9 m. Sprinkel dapat berupa sprinkel penuh atau sprinkel setengah putaran dan
dipasang pada rangka dalam ketinggian 150 diatas tanah dengan jarak antar
sprinkel 72 m. Jenis nozel yang digunakan berdiameter antara 20 mm dan 40 mm.
Pemberian air dilakukan sekali pada setiap bulan tanam, namun bisa dilakukan
penyiraman ulang jika air tidak mencukupi. Pemberian air dilakukan dalam satu
titik dengan interval waktu dua jam. Dengan pemberian ini kebutuhan air telah
cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman tebu.
2.3.6 Pemupukan Tanaman Tebu
Dosis pupuk yang diberikan haruslah disesuaikan dengan keadaan lahan
yang ditempati. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa tanah serta daun secara
bertahap. Menurut Indrawanto et al. (2010), secara garis besar pemupukan
dilakukan dua kali aplikasi. Pada tanaman baru, pemupukan pertama dilakukan
saat tanam dengan 1/3 dosis urea, satu dosis SP-36 dan 1/3 dosis ZA. Pemupukan
kedua diberikan 1-1,5 bulan setelah pemupukan pertama dengan sisa dosis yang
ada. Pada tanaman keprasan, pemupukan pertama dilakukan dua minggu setelah
kepras dengan 1/3 dosis urea, satu dosis SP-36 dan 1/3 dosis ZA. Pemupukan
kedua diberikan enam minggu setelah keprasan dengan sisa dosis yang ada.
2.3.7 Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Tebu
Serangan hama merupakan kendala dalam peningkatan produktivitas
tebu. Hama penggerek yang menyerang batang tebu adalah Chilo sacchariphagus
12
Gambar 7. Gejala serangan Hama penggerek batang tebu (a). Lubang gerek,
(b). Telur, (c). Ulat, (d). Serangan pada batang
Sumber : Subiyakto, 2016
b. Penggerek Pucuk
Penggerek Pucuk Serangan penggerek pucuk dimulai dari tunas umur 2
minggu sampai tanaman dewasa. Hama ini merusak tanaman melalui tulang daun
pupus dengan membuat lorong gerekan menuju ke bagian tengah pucuk sampai
ruas muda, merusak titik tumbuh dan selanjutnya tanaman mati. 50% batang tebu
terserang penggerek pucuk dengan perkiraan kerugian 8,9%.
13
b. Noda Cincin
Penyakit ini disebabkan oleh tiga cendawan yaitu Heptosphaeria sacchari,
Helminthosporium sacchari dan Phyllsticta Saghina. Lesi penyakit noda cincin
pada mulanya terbentuk dari warna hijau tua menjadi kecoklatan. Lesi berbentuk
lonjong memanjang dengan lingkaran berwarna kuning. Lesi melebar dan bagian
tengah lesi biasanya menjadi kekuning-kuningan dengan tepi yang terlihat jelas
berwarna merah kecoklatan. Lesi dari penyakit noda cincin tersebut terutama
terjadi pada helai daun tetapi dapat terjadi pada pelepah daun dan memiliki ukuran
yang bervariasi yaitu dari 1-5 x 4-18 mm. Penyakit noda cincin pada umumnya
tidak hanya terjadi pada daun yang berumur tua, tetapi juga daun yang berumur
lebih muda (Handojo, 2008)
tunggal berasal dari mata tunas yang diambil dengan memotong sebagian ruas
batang tebu dengan pemotong bud chip (Hunsigi, 2001). Pemakaian mata tunas
tunggal sebagai bahan tanam dapat meningkatkan produktivitas tebu karena dapat
menghasilkan jumlah anakan per tanaman yang lebih banyak dibandingkan
dengan bibit bagal. Bibit mata tunas tunggal dapat menghasilkan 10 anakan tiap
tanaman dibandingkan dengan bibit bagal hanya 5 anakan tiap tanaman. Anakan
bibit mata tunas tunggal akan tumbuh lebih serempak dan banyak, karena bibit
sengaja dibuat tercekam dengan hanya ditempatkan pada media tanam sedikit,
sehingga pada saat bibit ditanam akan tumbuh dengan jumlah anakan dan
pertumbuhan yang seragam. (Gujja et al.,2009).
Kepras atau penggarapan tebu merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
menumbuhkan kembali bekas tebu yang telah ditebang. Kebun yang akan
dikepras harus dibersihkan dahulu dari kotoran-kotoran bekas tebangan yang lalu.
Setelah kebun selesai dibersihkan barulah pengeprasan dapat dimulai.
Pelaksanaan pengeprasan haruslah dilakukan secara berkelompok dan perpetak.
Pengeprasan jangan dilakukan secara terpencar-pencar karena akan
mengakibatkan pertumbuhan tebu tidak merata sehingga penuaannya menjadi
tidak merata dan menyulitkan pemilihan dan penebangan tanaman yang akan
dipanen. Seminggu setelah dikepras, tanaman diairi dan dilakukan penggarapan
(jugaran) sebagai bumbun pertama dan pembersihan rumput-rumputan. Tujuan
pengeprasan tebu adalah memperbaharui akar tua dan akar putus diganti akar
muda, sehingga mempercepat pertumbuhan tunas dan anakan. Selain itu tanah
menjadi longgar sehingga pupuk akan dengan mudah masuk ke dalam tanah
(Indrawanto et al., 2010).
2.5 Pengaruh Sistem Tanam Tebu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Tebu
Selain jenis bibit yang digunakan dalam budidaya tebu sistem tanam juga
merupakan hal yang perlu diperhatikan. Menurut pendapat Indrawanto (2010)
bahwa sistem tanam dapat meningkatkan produksi dari tanaman tebu. Dengan
sistem tanam yang baik, pengairan dan pemupukan yang sesuai akan
meningkatkan pertumbuhan serta produktivitas tanaman tebu. Terdapat beberapa
sistem tanam dalam budidaya tebu, yaitu over lapping atau untu walang, end to
end, dan double row. Pada bud set tunas dihadapkan ke atas, sedangkan
Penanaman bibit secara over lapping atau double row atau end to end (untu
walang) dengan posisi mata disamping. Hal ini dimaksudkan agar bila salah satu
18
tunas mati maka tunas disebelahnya dapat menggantikan. Bibit yang telah
ditanam kemudian ditutup dengan tanah setebal bibit itu sendiri.
Over lapping atau untu walang adalah sistem tanam tebu dengan cara bibit
bagal ditanam dengan sistem over lapping, seperti tiap ujung bibit berada di
samping ujung bibit yang lainya. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman
tebu yang tidak lurus. Pada sistem tanam end to end bibit yang berupa bagal,
ditanam terus menyambung dan tidak ada jarak diantara bibitnya. Sedangkan
pada sistem tanam double row, bibit yang digunakan adalah bud set atau bud chip.
Pada sistem ini tiap bibit diberi jarak antara 20-30 cm, hasil tanaman yang
dihasilkan akan lebih teratur dan lurus.
Penggunaan sistem tanam double row dapat banyak meningkatkan produksi
karena dengan sistem tanaman seperti ini dapat memaksimalakan penerimaan
cahaya matahari, memaksimalkan penyerapan unsur hara, serta memudahkan
dalam mengendalikan gulma (Harfiastuti, 2015).
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Produksi Tanaman dilaksanakan setiap hari Senin.
Kegiatan tutorial praktikum dilaksanakan di gedung sentral lantai 3 ruang 3.3 pada
jam ke-3 yaitu pukul 10.30-12.10 WIB. Sedangkan praktikum lapang dilaksanakan
pada pukul 13.40-16.25 WIB, dari bulan September-Desember 2017. Tempat
praktikum tersebut dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian yang
bertempat di lahan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Jl. Kembang Kertas
Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur dengan
ketinggian sekitar 460 mdpl. Kondisi iklim di Malang berdasarkan data kantor
Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika Karangploso (BPS, 2016) termasuk
tropis dengan suhu udara rata-rata 22,1°C - 26,8°, kelembaban rata-rata 69%-87%
dan curah hujan sekitar 4 mm - 727 mm/tahun. Puncak curah hujan pada bulan
Januari, sedangkan September merupakan curah hujan terendah.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang dibutuhkan pada kegiatan praktikum ini antara lain: cangkul,
meteran jahit, ember, sprayer, alat tulis, parang, dan kamera. Cangkul digunakan
untuk meletakkan tanah pada genangan air dan menggemburkan tanah. Meteran
jahit digunakan untuk mengukur panjang lahan dan digunakan dalam pengamatan
panjang tanaman. Ember digunakan sebagai wadah air. Sprayer digunakan untuk
penggunaan PGPR. Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pengamatan.
Parang digunakan untuk menugal tanah pada saat pemupukan. Kamera
digunakan untuk dokumentasi.
Bahan yang digunakan adalah bibit tebu, air, pupuk kandang, pupuk SP-36
dengan rekomendasi 215 kg/ha, pupuk KCl rekomendasi pupuk 260 kg/ha, dan
pupuk ZA dengan rekomendasi 500 kg/ha (Mulyono, 2009). Bibit tebu sebagai
bahan tanam. Pupuk kandang, pupuk SP-36 sebagai pupuk dasar, dan pupuk KCl
dan pupuk ZA sebagai pupuk susulan digunakan untuk memberi nutrisi pada
tanaman tebu melalui tanah. Air digunakan untuk bahan menyiram tanaman tebu.
3.3 Metode Pelaksanaan
Dalam kegiatan praktikum teknologi produksi tanaman ada beberapa
metode pelaksaan yang perlu di perhatikan dan dilaksanakan adalah sebagai
berikut :
20
∑(𝒏𝒙𝒗)
𝐈𝐏 = 𝒙𝟏𝟎𝟎%
𝑵𝒙𝒁
Keterangan:
I = Ringkat serangan (%),
n = jumlah skor yang sama,
v = nilai skor,
N = jumlah sampel yang diamati,
Z = nilai skor tertinggi
Pengamatan metode mutlak digunakan untuk menghitung penyakit yang
menyerang keseluruhan bagian tanaman. Pengamatan dilakukan pada setiap hari
panen dan penghitungan dilakukan pada saat panen terakhir. Dengan
menggunakan rumus :
𝐈𝐏 = 𝒏𝑽 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
Keterangan :
IP= intensitas serangan
n = jumlah tanaman terserang
V = total populasi tanaman
DAFTAR PUSTAKA
Bambang,W., Kiswanto.2014. Petunjuk Teknis Budidaya Tebu. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. Lampung.
Dhiyaudzdzikrillah. 2011. Pengelolaan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.)
Lahan Kering di PT Gula Putih Mataram, Lampung, Dengan Aspek Khusus
Tebang, Muat, dan Angkut. Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB.
Bogor.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2007. Pedoman Teknis Pengembangan Tebu.
Kementerian Pertanian. Jakarta. Hal. 26.
Goebel, R. E. Tabone, J. Rochat, E. Fernandez. 2001. Biological Control of the
Sugarcane Stem Borer Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) in
Reunion Island : Current and Future Studies on The Use of Trichogramma
spp. Proc. S. Afr. Sug. Technol. Ass. 75: 171-174.
Gujja, B., N. Loganandhan, V. Vinoud, A. Manisha, B. Sashi, dan S. Alwara. 2009.
Sustainable Sugarcane Initiative: Improving Sugarcane Cultivation in India.
Icrishat, Patancheru
Handojo, H. 2008. Penyakit Tebu di Indonesia. BP3G Pasuruan. Hal 186.
Harfiastuti, H. 2015. Cara Tanam Jajar Legowo Pada Tebu (Penyuluh BBP2TP
Bogor). Tabloid Sinar Tani. Bogor.
Haryadi, D. Setyaningsingsih dan Sadjapradja. 2006. Pengaruh Ukuran Benih
Terhadap Perkecambahan Benih Gmelina Arborea (Gmelina arborea L.)
Asal Kebun Percobaan Cikampek Dan Nagrak. Jurnal Nusa Silva. 6 (01): 10-
16.
Haryono, E, 2000, Sumberdaya Alam Di Kawasan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
Berbatuan Karbonat, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Ekosistem
Pantai Dan Pulau-Pulau Kecil Dalam Konteks Negara Kepulauan, 2
September 2000, Fakultas Geografi UGM. Yogyakarta.
Hunsigi, G. 2001. Sugarcane in Agriculture and Industry. Eastern Press, India.
Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, M. Syakir dan W. Rumini. 2010. Budidaya
dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media. Jakarta
Khuluq, A. D., dan R. Hamida. 2014. Peningkatan produktivitas dan rendemen
tebu melalui rekayasa fisiologis pertunasan. J. Perspektif. 13(1): 13-24
Leovici, H. 2012. Pemanfaatan Blotong Pada Budidaya Tebu di Lahan Kering,
Makalah dalam Seminar Umum. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Meidalima, D., S. Herlinda, Y. Pujiastuti, C. Irsan. 2012. Pemanfaatan Parasitoid
Telur, Larva, dan Pupa untuk Mengendalikan Penggerek Batang Tebu.
Universitas Sriwijaya. Palembang.
Mulyono, D. 2009. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Arahan Pemupukan N, P dan
K dalam Budidaya Tebu untuk Pengembangan Daerah Kabupaten
Tulungagung. Pusat Teknologi Produksi Pertanian. BPPT. Hal 47-53.
Subiyakto. Hama Penggerek Tebu dan Perkembangan Teknik Pengendalian
Sugarcane Borers and Development of Control Techniques. Jurnal Litbang
Pertanian 35 (4): 179-186.
Sukmawaty P, Herlinda S, Pujiastuti Y. 2008. Jenis-jenis Parasitoid Telur
Eurydema pulchrum (WEST.) (Hemiptera: Pentatomidae) pada Tanaman
Brassicae. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Organisme
Pengganggu Tumbuhan dan Sumber Daya Hayati yang Berwawasan
Lingkungan dalam Menyikapi Dampak Pemanasan Global, Palembang.
LAMPIRAN
PERHITUNGAN PUPUK
Rekomendasi Pupuk SP-36 = 215 Kg/Ha
Rekomendasi Pupuk KCl = 260 Kg/Ha
Rekomendasi Pupuk ZA = 500 Kg/Ha
Luas lahan = 5 m x 1m
Populasi Tanaman = 11 tanaman
RUMUS
Kebutuhan pupuk per petak
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
Kebutuhan pupuk per petak = x 𝑟𝑒𝑘𝑜𝑚𝑒𝑛𝑑𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑢𝑝𝑢𝑘 (𝐻𝑎)
𝑙𝑢𝑎𝑠 1 𝐻𝑎
1. Pupuk SP-36
5
Kebutuhan pupuk per petak = x 215
10000