Anda di halaman 1dari 36

PENGARUH PERTUMBUHAN DAN PROUDKSI TANAMAN

BAYAM MERAH (Amaranthus tricolor L) PADA SISTEM


HIDROPONIK VERTIKULTUR DENGAN BERBAGAI
KONSENTRASI PUPUK AB MIX DAN BAYFOLAN

Usulan Penelitian

Oleh :

Razaky Wahyu Putranto


1610631090128

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Ilahi Rabbi atas


Rahmat serta Hidayah-Nya telah dapat menyusun skripsi dengan sebaik-baiknya.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman
Bayam Merah Amaranthus tricolor L Pada Sistem Hidroponik Vertikultur
Dengan Berbagai Konsentrasi Pupuk AB MIX Dan Bayfolan”. Diajukan
untuk syarat skripsi (S1) Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Singaperbangsa Karawang.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat beberapa
kekurangan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan, pengetahuan,
pemahaman dan waktu serta kesempatan yang ada. Akan tetapi, hal tersebut tidak
menjadi penghalang bagi penulis untuk berusaha menyusun skripsi sebaik
mungkin. Selain itu, tanpa adanya dorongan semangat, bimbingan serta saran-
saran yang diperoleh dari berbagai pihak, maka skripsi ini tidak akan dapat selesai
sesuai harapan.

Beserta dengan ini penulis banyak mengucapkan terimakasih yang telah


membantu dalam skripsi ini, kepada yang terhormat :
1. Muharram, Ir., MP., Dekan Fakultas Pertanian
2. Darso Sugiono, Sp., MP., Wakil Dekan Fakultas Pertanian
3. Darso Sugiono, Sp., MP., Ketua Program Studi Agroteknologi
4. Staf dan Dosen Fakultas Pertanian
5. Orang Tua tercinta, keluarga dan teman-teman seperjuangan yang
selalu mendo’akan dan memberikan dukungan semangat, sehingga
penulis dapat menyelesaikan menyusun skripsi.
6. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat ditulis satu per satu.

Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikannya mendapatkan


pahala serta curahan rahmat, hidayah dan inayah dari Tuhan Yang Maha Esa.

i
Penulis mengakhiri skripsi ini dengan berdo’a kepada Allah SWT semoga
salawat tetap tercurah atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW., sahabat-
sahabat beliau dan kita sebagai pengikut-pengikut setia beliau sampai datangnya
hari akhir. Amin.

Karawang, Oktober 2019

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................ iii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Penelitian ............................................... 1

1.2. Identifikasi Masalah ....................................................... 4

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ........................................ 5

1.4. Kegunaan Penelitian ....................................................... 5

1.5. Kerangka Pemikiran ....................................................... 5

1.6. Hipotesis ........................................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 8

2.1. Deskripsi Bayam Merah (Amaranthus tricolor L) ........... 8

2.2. Klasifikasi Bayam Merah (Amaranthus tricolor L) ......... 9

2.3. Morfologi Bayam Merah (Amaranthus tricolor L) .......... 9

2.3.1. Akar ....................................................................... 10

2.3.2. Daun ...................................................................... 10

2.3.3. Batang.................................................................... 10

2.3.4. Bunga .................................................................... 10

2.3.5. Biji......................................................................... 11

2.4. Syarat Tumbuh Bayam Merah ........................................ 11

2.4.1. Ketinggian Tempat ................................................ 12

2.4.2. Media Tanam ......................................................... 12

iii
2.4.3. Suhu dan Kelembapan ............................................ 12

2.5. Hidroponik ..................................................................... 12

2.6. Nutrisi A & B Mix.......................................................... 13

2.7. Pupuk Daun Bayfolan ..................................................... 14

2.8. Vertikultur ...................................................................... 15

BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 18

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 18

3.2. Bahan dan Alat ............................................................... 18

3.3. Metode Penelitian ........................................................... 18

3.4. Metode Analisis.............................................................. 20

3.5. Pelaksanaan Penelitian.................................................... 20

3.5.1. Pembuatan Media Tanam ....................................... 20

3.5.2. Penyemaian Benih Bayam Merah ........................... 21

3.5.3. Pemberian Nutrisi .................................................. 21

3.5.4. Penanaman ............................................................. 21

3.5.5. Pengontrolan Nutrisi .............................................. 22

3.5.6. Penyulaman ........................................................... 22

3.5.7.Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT) 22

3.5.8. Panen ..................................................................... 23

3.6. Parameter ....................................................................... 23

3.6.1. Tinggi Tanaman ..................................................... 23

3.6.2. Jumlah Daun .......................................................... 23

3.6.3. Diameter Daun ....................................................... 23

3.6.4. Panjang akar .......................................................... 24

3.6.5. Bobot basah pertanaman sampel (g) ....................... 24

iv
3.6.6. Bobot tanaman perplot (g) ...................................... 24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 25

LAMPIRAN ......................................................................................... 29

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tata Letak Percobaan ....................................................... 29

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian


Kebutuhan sayuran semakin meningkat khususnya di daerah

perkotaan. Upaya dalam mendukung program ketahanan pangan dan gizi

dengan budidaya sayuran di sekitar pekarangan terbentur dengan lahan

pekarangan yang semakin sempit, terutama di perkotaan. Salah satu

alternatif untuk menyiasati terbatasnya lahan budidaya adalah dengan

menggunakan teknologi hidroponik. Menurut Lonardy (2006),

Bayam merah merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

daerah Amerika Tropik. Bayam merah semula dikenal sebagai tanaman

hias, namun dalam perkembangan selanjutnya bayam dipromosikan

sebagai bahan pangan sumber protein, vitamin A, B dan C serta

mengandung garam-garam mineral seperti kalsium, fosfor, dan besi

menurut (Nirmalayanti, 2017). Selain itu, bayam merah merupakan jenis

bayam yang diminati setelah bayam hijau dan bayam merah memiliki nilai

jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayam hijau (Adelia, dkk,

2013).Bayam memiliki masa budidaya yang pendek (23 hari) dan

umur simpan bayam yang relatif singkat (Miftakhurrohmat, 2009).

Berdasarkan penjelasan (Hadisoeganda, 1996). Total luas panen

bayam di Indonesia pada tahun 1994 mencapai 34.600 hektar atau

menempati urutan ke 11 dari 18 sayuran komersial yang dibudidayakan

dan dihasilkan di Indonesia. Hasil survai produksi tanaman sayuran dan

1
2

buah-buahan di Indonesia menunjukan bahwa luas panen bayam mencapai

45 325 hektar dengan produksi sebesar 134 159 ton atau rata-rata 2.96 ton

per hektar (Direktorat Jenderal Hortikultura 2014). Tingkat potensial

produksi tanaman bayam dapat mencapai 20 ton per hektar (Wijaya 2006).

Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia serta meningkatnya

kesadaran penduduk akan kebutuhan gizi menyebabkan bertambahnya

permintaan akan sayuran salah satunya komoditas bayam merah.

Kandungan gizi pada sayuran terutama vitamin dan mineral tidak dapat

disubtitusi melalui makanan pokok menurut (Nazaruddin,2003).

Teknologi hidroponik dapat menjadi solusi bagi luas lahan

pertanian yang dikonversikan menjadi lahan pertanian dimana hal ini

sesuai dengan pendapat (Tulenan, 2014) bahwa penurunan luas lahan

pertanian terjadi cukup tinggi dalam kurun waktu 7 tahun. Dari tahun 2006

ke tahun 2009 terjadi sedikit penurunan, sedangkan dari tahun 2009 ke

tahun 2012 terjadi penurunan yang cukup besar. Maka dapat disimpulkan

bahwa luas lahan pertanian sekarang ini semakin berkurang terus menerus

dari tahun ke tahun yang menyebabkan ketersediaan lahan pertanian

semakin sempit sehingga produksi tanaman yang dihasilkan berkurang

namun kebutuhan akan komoditas sayuran terus meningkat dan harus

dipenuhi, jadi terjadi sebuah ke tidak seimbangan antara produksi dari

komoditi bayam merah tersebut dengan keinginan pasar.

Hidroponik adalah membudidayakan tanaman tanpa menggunakan

tanah tetapi menggunakan air dan larutan nutrisi sebagai media tanam,
3

Menurut (Lonardy, 2006), penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal

musim dan tidak memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan kultur

tanah untuk menghasilkan produktivitas yang sama. Salah satu teknik

hidroponik biasa dikenal dengan nama vertikultur. Noverita (2005)

mengemukakan bahwa vertikultur dikenal juga dengan beberapa istilah

seperti taman tegak, green wall, taman vertical dan lain-lain, budidaya

vertikultur ini sangat menguntungkan bagi penduduk kota besar yang

memiliki lahan terbatas.

Masalah terpenting yang harus diperhatikan dalam budidaya secara

hidroponik adalah penyediaan nutrisi yang cukup bagi tanaman. Larutan

hara atau formula merupakan dasar budidaya tanpa tanah, yaitu

sekumpulan unsur hara lengkap untuk kebutuhan tanaman yang diracik

dalam konsentrasi yang cukup. Formula larutan nutrisi tersebut meliputi

unsur nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium

(Mg), belerang (S), besi (Fe), boron (B), mangan (Mn), seng (Ze),

tembaga (Cu), dan molybdenum (Mo)’ (Ginting, 2016). Konsentrasi

larutan nutrisi merupakan salah satu kegiatan yang paling efektif dalam

mengendalikan dan meningkatkan hasil serta mutu gizi sayuran untuk

konsumsi manusia (Fallovo et al., 2009).

Sumber nutrisi yang digunakan dalam budidaya hidroponik adalah

dengan menggunakan pupuk dan umumnya menggunakan pupuk

anorganik salah satunya adalah larutan nutrisi AB mix. Pupuk tersebut

dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman akan tetapi, apabila digunakan


4

terus menerus akan berdampak negatif, tidak ramah lingkungan dan harga

relatif mahal (Nugraha, 2015). Kandungan unsur hara dalam 5000 g

larutan nutrisi AB Mix yaitu Ca (NO3) 21100 g, K(NO3) 2 530 g, Fe 86 g,

dan MgSO4 4,2 g (Mairusmianti, 2011).

Bayfolan merupakan pupuk lengkap berbentuk cair yang

mengandung unsur hara makro (C, N, P, K, S, Mg, O, Fe) dan unsur hara

mikro (Mn, Zn, Cu,Mo, B). Pupuk daun Bayfolan berguna untuk

mempercepat pertumbuhan tanaman, merangsang pembentukan butir-butir

hijau daun yang berperan dalam proses fotosintesis, merangsang

pembentukan bunga, buah, biji dan mempercepat masa panen. Keuntungan

dari pupuk (Musnamar, 2006).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Tanaman Bayam Merah (Amaranthus tricolor L) pada Sistem Hidroponik

Vertikultur dengan Berbagai Konsentrasi Pupuk AB Mix dan Bayfolan.

1.2. Identifikasi Masalah


1. Adakah Pengaruh Nyata Pemberian Nutrisi AB mix dan Pupuk

Bayfolan pada Konsentrasi yang berbeda terhadap Pertumbuhan

Tanaman Selada secara Hidroponik dengan Sistem Vertikultur?

2. Perlakuan Konsentrasi Pupuk Manakah yang memberikan hasil

terbaik terhadap Produksi Tanaman Selada secara Hidroponik

dengan Sistem Vertikultur?


5

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

perbedaan konsentrasi nutrisi AB Mix dan pupuk Bayfolan terhadap

pertumbuhan dan hasil produksi tanaman bayam merah secara hidroponik

dengan sistem vertikultur.

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengkaji pengaruh perbedaan

konsentrasi nutrisi AB Mix dan pupuk Bayfolan terhadap pertumbuhan

dan hasil produksi tanaman bayam merah secara hidroponik dengan sistem

vertikultur.

1.4. Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna

bagi para petani hidroponik ataupun pembudidaya hidroponik pemula,

pengusaha serta mahasiswa pertanian yang akan membudidayakan bayam

merah secara hidroponik dan mengharapkan hasil yang terbaik.

1.5. Kerangka Pemikiran


Hidroponik adalah suatu teknologi budidaya tanaman dalam larutan

nutrisi dengan atau tanpa media buatan (pasir, kerikil, rockwool, perlite,

peatmoss, coir, atau sawdust) untuk penunjang mekanik. Selain untuk

meminimalisasi dampak karena keterbatasan iklim, hidroponik juga dapat

mengatasi luas tanah yang sempit, kondisi tanah kritis, hama dan penyakit

yang tak terkendali, keterbatasan jumlah air irigasi, bisa ditanggulangi

dengan sistem hidroponik menurut (Wibowo dan Asriyanti, 2013).


6

Ginting (2016) mengemukakan bahwa budidaya tanaman tanpa media

tanah (hidroponik) sangat diminati oleh petani sayuran untuk mendapatkan

produk dengan kuantitas dan kualitas terjamin khususnya sayuran yang

aman untuk dikonsumsi karena tidak menggunakan pestisida.

Noverita (2005) mengemukakan bahwa vertikultur dikenal juga dengan

beberapa istilah seperti taman tegak, green wall, taman vertical dan lain-

lain, budidaya vertikultur ini sangat menguntungkan bagi penduduk kota

besar yang memiliki lahan terbatas, dan pada saat ini kebanyakan petani

sayur mengadopsi produksi sayur tanpa tanah karena memiliki potensi

produksi dan kualitas hasil yang tinggi.

Teknik vertikultur memungkinkan dilakukan pembudidayaan diatas

lahan seluas satu meter persegi dengan jumlah tanaman jauh lebih banyak

dibanding di lahan datar dengan luas yang sama. Media tanam yang

digunakan pada teknik vertikultur ini sama dengan media tanam di lahan

datar, tetapi jumlah penggunaan pada teknik vertikultur lebih sedikit

dibanding di lahan datar. Penanaman dengan teknik vertikultur dapat

memberikan aspek estetis karena tanaman yang tampil berderet secara

vertikal dapat menampilkan nuansa keindahan menurut Andoko (2004)

Bayam merah merupakan tanaman sayuran yang berasal dari daerah

Amerika Tropik. Bayam merah semula dikenal sebagai tanaman hias,

namun dalam perkembangan selanjutnya bayam dipromosikan sebagai

bahan pangan sumber protein, vitamin A, B dan C serta mengandung

garam-garam mineral seperti kalsium, fosfor, dan besi menurut


7

(Nirmalayanti, 2017). Selain itu, bayam merah merupakan jenis bayam

yang diminati setelah bayam hijau dan bayam merah memiliki nilai jual

yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayam hijau (Adelia, dkk,

2013).Bayam memiliki masa budidaya yang pendek (23 hari) dan umur

simpan bayam yang relatif singkat menurut (Miftakhurrohmat, 2009).

Dalam upaya pemberian nutrisi pada sistem hidroponik merupakan

salah satu upaya agar tanaman tetap tercukupi unsur hara mikro maupun

makro, dengan kata lain pemberian nutrisi AB mix yang memiliki unsur

hara makro dan mikro diharapkan dapat mencukupi kebutuhan nutrisi

tanaman jika dalam dosis yang tepat, kandungan unsur hara dalam 5000 g

larutan nutrisi AB Mix yaitu Ca (NO3) 21100 g, K(NO3) 2 530 g, Fe 86 g,

dan MgSO4 4,2 g menurut (Fallovo et al., 2009). Maka dari itu

penggabungan dengan pupuk bayfolan diharapkan dapat memberi hasil

yang optimal seperti yang telah dilakukan oleh Jahro Lubis (2018).

1.6. Hipotesis

1. Pemberian berbagai konsentrasi nutrisi AB Mix dan pupuk

Bayfolan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil

produksi tanaman bayam merah secara hidroponik dengan sistem

Vertikultur

2. Salah satu perlakuan berbagai konsentrasi nutrisi AB Mix dan

pupuk Bayfolan memberikan hasil terbaik terhadap pertumbuhan

dan hasil produksi tanaman bayam merah secara hidroponik dengan

sistem Vertikultur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Bayam Merah (Amaranthus tricolor L)


Di Asia Timur dan Asia Tenggara, bayam sayur biasa disebut Chinese

amaranth. Ditingkat konsumen, dikenal dua macam bayam sayur, yaitu bayam

petik dan bayam cabut. Bayam petik berdaun lebar dan tumbuh tegak dengan

batang yang besar (hingga dua meter). Daun mudanya dimakan untuk dilalap

atau digoreng dengan dibaluri tepung. Daun bayam cabut berukuran lebih

kecil dan ditanam untuk waktu singkat (paling lama 25 hari), lebih cocok

untuk dibuat sup encer seperti sayur bayam dan sayur bobor (Saparinto, 2013).

Bayam digemari masyarakat Indonesia karena enak, lunak, dan dapt

memperlancar pencernaan. Total luas panen bayam di Indonesia pada tahun

1994 mencapai 34.600 hektar atau menempati urutan ke-11 dari 18 sayuran

komersial yang dibudidayakan dan dihasilkan di Indonesia.

Hadisoeganda (1996) mengemukakan bahwa Produksi bayam semakin

meningkat dari tahun ke tahun karena kesadaran mayarakat akan pentingnya

mengkonsumsi sayuran semakin meningkat. Bayam dapat menjadi sumber

protein yang murah dan baik bagi para penduduk di daerah tropis, sub tropis,

dan iklim sedang.

Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan tanaman sayuran

yang termasuk dalam famili Amarantaceae. Di Indonesia bayam merah

merupakan bahan sayuran daun yang bergizi tinggi dan digemari oleh semua

lapisan masyarakat. Selain itu bayam merah banyak mengandung vitamin A,

8
9

vitamin B, vitamin C, dan zat besi yang sangat berguna untuk pertumbuhan.

Akar bayam merah juga dapat digunakan seebagai bahan obat tradisional,

sedangkan pada daunnya dapat digunakan sebagai pewarna makanan alami

sehingga dapat mengurangi penggunaan pewana sintetik (Rukmana, 2008)

2.2. Klasifikasi Bayam Merah (Amaranthus tricolor L)


Klasifikasi bayam merah menurut Saparinto (2013), sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryphyllales

Famili : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Spesies : Amaranthus tricolor L.

2.3. Morfologi Bayam Merah (Amaranthus tricolor L)


Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong

sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO2 secara efisien sehingga

memiliki daya adaptasi yang tinggi pada beragam ekosistem. Bayam memiliki

siklus hidup yang relatif singkat, umur panen tanaman ini 3-4 minggu. Sistem

perakarannya adalah akar tunggang dengan cabang-cabang akar yang

bentuknya bulat panjang menyebar ke semua arah menurut (Yusni dan


10

Nurudin , 2001). Pada umumnya organ-organ yang penting pada tanaman

bayam adalah sebagai berikut :

2.3.1. Akar
Bentuk tanaman bayam adalah terma (perdu), tinggi tanaman dapat

mencapai 1,5 sampai 2 m, berumur semusim atau lebih. Sistem perakaran

menyebar dangkal pada kedalaman antara 20-40 cm dan berakar tunggang

(Saparinto, 2013).

2.3.2. Daun
Daun berbentuk bulat telur dengan ujung agak meruncing dan urat-

urat daun yang jelas. Warna daun bervariasi, mulai dari hijau muda, hijau

tua, hijau keputihputihan, sampai berwarna merah. Daun bayam liar

umumnya kasap (kasar) dan kadang berduri (Hadisoeganda, 1996).

2.3.3. Batang
Bunga bayam merah ukurannya kecil muncil dari ketiak daun dan

ujung batang pada rangkaian tandan. Buahnya tidak berdaging, tetapi

bijinya banyak, sangat kecil, bulat, dan mudah pecah. Tanaman ini

memilki akar tunggang dan berakar samping. Akar sampingnya kuat dan

agak dalam. Tanaman ini berbentuk perdu atau semak. Bayam merah

memiliki banyak manfaat karena mengandung vitamin A dan C, sedikit

vitamin B, kalsium, fospor, dan besi (Sunarjono, 2014).

2.3.4. Bunga
Bunga bayam berukuran kecil, berjumlah banyak terdiri dari daun

bunga 4-5 buah, benang sari 1-5, dan bakal buah 2-3 buah. Bunga keluar
11

dari ujung-ujung tanaman atau ketiak daun yang tersusun seperti malai

yang tumbuh tegak. Tanaman dapat berbunga sepanjang musim.

Perkawinannya bersifat uniseksual, yaitu dapat menyerbuk sendiri maupun

menyerbuk silang. Penyerbukan berlangsung dengan bantuan angin dan

serangga (Rukmana, 2010).

2.3.5. Biji
Biji berukuran sangat kecil dan halus, berbentuk bulat, dan berwarna

coklat tua sampai mengkilap sampai hitam kelam. Namun ada beberapa

jenis bayam yang mempunyai warna biji putih sampai merah, misalnya

bayam maksi yang bijinya merah (Saparinto, 2013).

2.4. Syarat Tumbuh Bayam Merah


Tanaman bayam biasanya tumbuh di daerah tropis dan menjadi

tanaman sayur yang penting bagi masyarakat di dataran rendah. Bayam

merupakan tanaman yang berumur tahunan, cepat tumbuh serta mudah

ditanam pada kebun ataupun ladang (Palada dan Chang, 2003). Bayam

mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tumbuh,

sehingga dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi. Hasil

panen yang optimal ditentukan oleh pemilihan lokasi penanaman. Lokasi

penanaman harus memperhatikan persyaratan tumbuh bayam, yaitu:

keadaan lahan harus terbuka dan mendapat mendapat sinar matahari serta

memiliki tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik,

memiliki pH 6-7 dan tidak tergenang air (Rukmana, 1994).


12

2.4.1. Ketinggian Tempat


Bayam dapat tumbuh di dataran tinggi dan dataran rendah.

Ketinggian tempat yang optimum untuk pertumbuhan bayam yaitu kurang

dari 1400 m dpl.

2.4.2. Media Tanam


Syarat tumbuh bayam merah tergantung dari varietas bayam merah

yang akan ditanam namun secara umum ada beberapa syarat tumbuh

tanaman bayam merah yaitu keadaan lahan harus terbuka dan mendapat

mendapat sinar matahari serta memiliki tanah yang subur, gembur, banyak

mengandung bahan organik, memiliki pH 6-7 dan tidak tergenang air

(Rukmana, 1994).

2.4.3. Suhu dan Kelembapan


Kondisi iklim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayam adalah

curah hujan yang mencapai lebih dari 1500 mm/tahun, cahaya matahari

penuh, suhu udara berkisar 17-28°C, serta kelembaban udara 50-60%

(Lestari, 2009).

2.5. Hidroponik
Istilah hidroponik berasal dari bahasa latin“hydro”(air)

dan“ponous”(kerja), disatukan menjadi“hydroponic”yang berarti bekerja

dengan air. Jadi istilah hidroponik dapat diartikan secara ilmiah yaitu suatu

budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah tetapi dapat menggunakan

media seperti pasir, krikil, pecahan genteng yang diberi larutan nutrisi

mengandung semua elemen esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan


13

dan hasil tanaman (Lingga, 2005). Budidaya dengan sistem hidroponik

memiliki kelebihan tersendiri maka dapat berkembang lebih cepat.

Kelebihan yang utama adalah keberhasilan tanaman untuk tumbuh dan

berproduksi lebih terjamin. Selain itu, perawatan lebih praktis, pemakaian

pupuk lebih efisien, tanaman yang mati lebih mudah diganti dengan

tanaman yang baru, tidak diperlukan tenaga yang kasar karena metode kerja

lebih hemat, tanaman lebih higienis, hasil produksi lebih kontinu dan

memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan secara konvensional, dapat

dibudidayakan di luar musim, dan dapat dilakukan pada ruangan yang

sempit (Lingga, 2005).

2.6. Nutrisi A & B Mix


Pada budidaya tanaman dengan sistem hidroponik pemberian air dan

pupuk memungkinkan dilaksanakan secara bersamaan. Dalam sistem

hidroponik, pengelolaan air dan hara difokuskan terhadap cara pemberian

yang optimal sesuai dengan umur tanaman dan kondisi lingkungan sehingga

tercapai hasil yang maximum menurut (Susila, 2006). Tanaman membutuhkan

13 unsur penting untuk pertumbuhanya. Disamping ke 13 nutrisi ini adapula

pemanfaatan karbon, hidrogen dan oksigen yang berasal dari air dan atmosfer.

Ke 13 unsur penting ini dikelompokkan menjadi dua bagian (1) yang

dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar, dikenal dengan unsur makro; dan

(2) yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif kecil, yang dikenal dengan

unsur mikro. Otazu (2010) menyatakan bahwa unsur makro yaitu Nitrogen

(N), Fosfor (P), Kalium (K), Magnesium (Mg) dan Sulfur (S). Unsur mikro
14

yaitu Besi (Fe) Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Boron (B), Zinc (Zn),

Molybdenum (Mo) dan Klor (Cl). Tanaman tidak dapat tumbuh baik tanapa

salah satu dari unsur penting tersebut, karenanya disebut penting. Sebagai

penanam, ke 13 unsur penting tersebut harus disediakan. Dalam hidroponik

dikenal sebagai larutan nutrisi.

Menurut Lingga (2001), nutrisi yang diberikan dapat digolongkan

menjadi dua kelompok yaitu, nutrisi yang mengandung unsur hara makro dan

yang mengandung unsur hara mikro. Unsur hara makro yaitu nutrisi yang

diperlukan tanaman dalam jumlah yang cukup banyak seperti N, P, K, S, Ca,

dan Mg. Unsur hara mikro merupakan nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam

jumlah yang sedikit, seperti Mn, Cu, Mo, Zn, dan Fe. Walaupun dalam jumlah

sedikit, unsur mikro ini harus tetap ada. Pemberian larutan hara yang teratur

sangat penting aeroponik dan hidroponik, karena media hanya berfungsi

sebagai penopang tanaman dan sarana meneruskan larutan atau air ke akar

tanaman tersebut. Hara tersedia bagi tanaman pada pH 5,5 - 7,5 tetapi yang

terbaik adalah 6,5 karena pada kondisi ini unsur hara dalam keadaan

mempunyai ikatan kimia yang lemah. Kebutuhan tanaman akan tiap tanaman

unsur hara nya berbeda-beda menurut tingkat pertumbuhannya dan jenis

tanaman (Jones, 2005).

2.7. Pupuk Daun Bayfolan


Pupuk daun Bayfolan merupakan pupuk anorganik makro dan mikro

untuk pertumbuhan vegetatif (batang daun dan cabang). Pupuk ini memiliki

dosis anjuran 2 ml/liter air (2-4 liter Bayfolan/ha) artinya dalam 1 liter air
15

pelarut terdapat 2 ml larutan Bayfolan atau dalam 1 ha diperlukan 2-4 liter

Bayfolan (Lingga dan Marsono, 2004). Penyemprotan pupuk daun Bayfolan

idealnya dilakukan pada pagi hari dan sore hari karena bertepatan dengan saat

membukanya stomata. Diprioritaskan penyemprotan pada bagian bawah daun

karena paling banyak terdapat stomata. Faktor cuaca termasuk kunci sukses

dalam penyemprotan daun. Dua jam setelah penyemprotan jangan sampai

terkena hujan karena akan mengurangi efektifitas penyerapan pupuk. Tidak

disarankan menyemprotkan pupuk daun Bayfolan pada saat udara panas

karena konsentrasi larutan pupuk yang sampai ke daun cepat meningkat

sehingga daun dapat terbakar (Novizan, 2002). Kandungan unsur hara dalam

pupuk daun Bayfolan antara lain N 11 %, P2O5 8 % dan K2O 6 % dan unsur-

unsur mikro seperti Fe, Bo, Co Mn, Zn dan Cu (PT Bayer Indonesia, 2010).

Bayfolan merupakan pupuk lengkap berbentuk cair yang mengandung

unsur hara makro (C, N, P, K, S, Mg, O, Fe) dan unsur hara mikro (Mn, Zn,

Cu, Mo, B). Beberapa keunggulan Pupuk daun Bayfolan antara lain: berguna

untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, merangsang pembentukan butir-

butir hijau daun yang berperan dalam proses fotosintesis,merangsang

pembentukan bunga, buah, biji, serta mempercepat masa panen, dapat diserap

oleh seluruh permukaan daun dan dapat dicampur dengan berbagai macam

pestisida kecuali yang bersifat alkalis (Musnamar, 2006).

2.8. Vertikultur
Pada sistem ini budidaya dilakukan untuk mengoptimalkan lahan

dengan memanfaatkan media yang ditempatkan secara vertikal. Vertikultur


16

bermanfaat untuk memaksimalkan hasil karena jumlah tanaman yang dapat

dibudidayakan menjadi lebih banyak dan bisa beragam jenis bila diinginkan.

Penanaman dengan sistem ini dilakukan di lahan sempit maupun lahan yang

luas (Noverita, 2005).

Menurut Sanusi (2010), jenis tanaman yang sesuai untuk

dibudidayakan secara vertikultur adalah jenis tanaman semusim yang

tingginya tidak lebih dari satu meter. Pertanian vertikultur tidak hanya

sebagai sumber pangan, tetapi juga menciptakan suasana alami yang

menyenangkan. Model, ukuran, dan wadah vertikultur sangat bervariasi.

Bahan dapat berupa bambu, talang air, pipa paralon bahkan kaleng bekas.

Salah satu filosofi dari vertikultur adalah memanfaatkan benda - benda bekas

di sekitar kita (Wartapa et al., 2010).

Vertikultur sesuai diterapkan di perkarangan rumah. Tujuannya adalah

untuk budidaya bermacam-macam sayuran guna memenuhi kebutuhan dapur

sendiri maupun untuk dijual. Persyaratan vertikultur adalah kuat dan mudah

dipindahkan. Tanaman yang akan ditanam sebaiknya disesuaikan dengan

kebutuhan dan memiliki nilai ekonomi tinggi, berumur pendek dan berakar

pendek (Noverita, 2005).

Beberapa model rak wadah vertikultur yaitu :


1. Talang air
2. Kayu
3. Bambu,
4. Paralon.
Beberapa kelebihan dari sistem pertanian vertikultur. Pertama,

efisiensi penggunaan lahan karena yang ditanam jumlahnya lebih banyak


17

dibandingkan sistem konvensional dengan luas yang sama. Kedua,

penghematan pemakaian pupuk. Ketiga, Tumbuhnya rumput lebih sedikit.

Keempat, dapat dipindahkan dengan mudah karena tanaman diletakkan dalam

wadah tertentu. Kelima, kualitas produksi lebih baik dan bersih. Keenam,

mempermudah pemeliharaan tanaman. Ketujuh, menjadi lahan bisnis, baik

langsung maupun tidak langsung. Kedelapan, digunakan sebagai sumber

tanaman obat bagi keluarga. Kesembilan, menambah atau memperbaiki gizi

keluarga menurut (Rasapto, 2006).


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Perumahan Galuh Mas dengan

koordinat -6.322558, 107.306861. Waktu penelitian akan dilaksanakan sejak

Maret 2020 – Mei 2020.

3.2. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih bayam

merah, nutrisi AB Mix sayur daun, pupuk Bayfolan, net pot, rockwoll, air.

Alat – alat yang digunakan adalah pipa 4 inch, pipa 1 1⁄4 inch, tutup

pipa, spidol, meteran, heat gun, gergaji besi, amplas, sambungan pipa (sock)

mesin pompa air AC 220 – 240 V 50/60 Hz 40W H.MAX 2000 L/H , timer,

TDS EC, pH meter air, Ember plastik.

3.3. Metode Penelitian


Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok

(RAK) Non Faktorial, perlakuan pemberian konsentrasi Nutrisi AB Mix dan

Pupuk Bayfolan Terdiri dari 4 taraf yaitu:

A1 = Nutrisi AB Mix 500 ppm pada umur 1- 14 hari dan 700 ppm mulai

umur 15-35 hari

A2 = Nutrisi AB Mix 500 ppm

18
19

A3 = Bayfolan 500 ppm pada umur 1- 14 hari dan 700 ppm mulai umur 15-

35 hari

A4 = Bayfolan 500 ppm

Berdasarkan perlakuan diatas maka dihasilkan perlakuan sebagai berikut:

t (r-1)≥15≥ 15

4 (r-1)≥15) ≥ 15

4 r- 4≥15 + 4

r≥ 19 / 4

r≥ 4,75

r=5

Maka didapat:

Jumlah ulangan = 5 ulangan

Jumlah pipa penelitian = 20 plot

Jarak tanam = 7,5 x 7,5 cm

Jarak antar plot = 60 cm

Jarak antar ulangan = 1 m

Ukuran plot = 100 cm

Jumlah tanaman dalam satu plot = 20 tanaman

Tanaman sampel /plot = 20 tanaman

Jumlah tanaman keseluruhan = 400 tanaman


20

3.4. Metode Analisis


Setelah data hasil penelitian diperoleh maka akan dilakukan analisis

data dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) non Faktorial

dengan rumus

Yij = μ+ αi + βj + €ij

Dimana:

Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μo = Nilai tengah umum

αi =Pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh blok ke-j

€ij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan taraf ke-j dan ulangan ke-i

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka disusun daftar sidik

ragam,dan untuk perlakuan yang berpengaruh nyata dan sangat nyata

dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan uji berjarak Duncan.

3.5. Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Pembuatan Media Tanam


Media tanam yang digunakan adalah pipa berukuran 4 inch

sepanjang 100 cm, pipa dilubangi dengan jarak 7,5x7,5 cm, dan disusun

bertingkat vertikal. Pipa dilubangi untuk tempat netpot. Selanjutnya buat

tandon untuk menampuang air dan juga campuran nutrisi. Kemudian

melakukan pemasangan mesin pompa air. Durasi. Media yang digunakan

untuk penopang tanaman agar tanaman dapat tumbuh tegak yaitu rock

woll, dipotong 2,5 cm.


21

3.5.2. Penyemaian Benih Bayam Merah


Persemaian dilakukan dengan cara memotong rockwool terlebih

dahulu berbentuk dadu dengan ukuran kurang lebih 2,5 x 2,5 cm. Benih

bayam merah direndam terlebih dahulu selama 5 menit, kemudian benih

disimpan di atas rockwool satu persatu setiap rockwool. Kemudian

rockwool disimpan pada nampan dengan diairi secukupnya. Simpan

persemaian pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung.

Tanaman dapat pindah tanam setelah 7-14 hari atau di tandai dengan

munculnya empat atau lebih helai daun sejati. Pemindahan ke instalasi

menggunakan netpot terlebih dahulu karena aliran yang tebal ditakutkan

tanaman terbawa arus.

3.5.3. Pemberian Nutrisi

Pemberian konsentrasi dilakukan pada tandon air yang tersedia,

sesuai dengan perlakuan masing masing konsentrasi nutrisi AB Mix dan

Bayfolan yang berbeda. Setelah semua nutrisi diberikan pada masing

masing tandon air maka mesin pompa air akan mengalirkan nutrisi ke tiap

lubang tanaman

3.5.4. Penanaman

Bibit yang sudah berumur 2 minggu serta terdapat 3-4 helai daun.

Penanaman dilakuan dengan membasahi nampan semai dengan air bersih

supaya akar tanaman tidak rusak/ patah, lalu bibit dengan rockwoll yang

sudah dipotong sesuai dengan ukuran yang sudah ditentukan.


22

3.5.5. Pengontrolan Nutrisi

Pengontrolan nutrisi menggunakan TDS EC dengan mengontrol

kadar nutrisi yang terkandung dalam air masih tersedia dengan cukup atau

berkurang, apabila nutrisi berkurang maka dilakukan dengan penambahan

nutrisi dan diukur kepekatanya menggunakan TDS EC.

3.5.6. Penyulaman

Penyulaman adalah kegiatan mengganti tanaman yang layu, mati

atau terserang hama dan penyakit. Bahan penyulaman diambil dari

tanaman yang telah disediakan sebelumnya. Bibit yang dijadikan

pengganti adalah sama jenis dan waktu tanam agar pertumbuhan seragam.

Penyulaman dilakukan selama 2 minggu.

3.5.7. Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT)

Untuk mengendalikan serangan populasi hama dan penyakit, maka

digunakan pestisida, dengan konsentrasi menyesuaikan serangan hama dan

penyakit dilahan. Serangan hama daun seperti Ulat daun (Grayak)

dikendalikan dengan cara mekanis yaitu dengan menangkapnya secara

langsung lalu dibakar. Tetapi pengendalian dilakukan sesuai dengan

kondisi serangan hama dan penyakit di lapangan. Jika serangan telah

melewati 20 % dari seluruh jumlah tanaman maka dilakukan

penyemprotan pestisida nabati daun sirsak


23

3.5.8. Panen

Panen dilakukan setelah pertumbuhan tanaman terhenti, ketika

tanaman berumur 35 HST. Dalam pemanenan perlu diperhatikan cara

pengambilan hasil panen agar diproleh mutu yang baik. Pemanenan

dilakukan mengangkat netpot tanaman dan mencabut tanaman dari netpot

tersebut.

3.6. Parameter

3.6.1. Tinggi Tanaman


Pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai tanaman berumur 1

MST. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ke ujung

titik tumbuh tanaman sampel. Interval pengukuran satu minggu sekali,

sebanyak 5 kali pengamatan.

3.6.2. Jumlah Daun


Jumlah daun dihitung mulai dari daun muda yang telah terbuka

sempurna sampai daun yang paling tua. Pengamatan dilakukan pada saat

tanaman berumur 1 MST dengan interval waktu pengamatan 1 minggu

sekali sebanyak 5 kali pengamatan.

3.6.3. Diameter Daun

Diameter dilakukan pengamatan saat tanaman berumur 1 MST

hingga umur 5 MST pengamatan dilakukan pada salah satu daun yang

mewakili dari tiap tanaman tersebut interval waktu pengamatan setiap

minggu sekali sebanyak 5 kali pengamatan.


24

3.6.4. Panjang akar

Pengukuran panjang akar tanaman dilakukan setelah tanaman

dipanen. Panjang akar diukur mulai dari pangkal akar sampai ke ujung

titik akar.

3.6.5. Bobot basah pertanaman sampel (g)

Bobot Basah per tanaman adalah rata-rata bobot segar per tanaman,

tanaman yang sudah di panen akan langsung ditimbang dengan

menggunakan timbangan analitik.

3.6.6. Bobot tanaman perplot (g)

Pengamatan bobot tanaman perplot dilakukan dengan cara

menimbang tanaman yang telah dibersihkan. Penimbangan dilakukan

setelah panen perplot tanaman menggunakan timbangan kiloan.


DAFTAR PUSTAKA

Adelia, P.F., Koesriharti., Sunaryo. 2013. Pengaruh Penambahan Unsur Hara


Mikro (Fe dan Cu) dalam Media Paita Cair dan Kotoran Sapi Cair
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bayam Merah (Amaranthus tricolor L)
dengan Sistem Hidroponik Rakit Apung. Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya, Malang. Vol.1 No.3

Andoko, Agus. 2004. Budi Daya Cabai Merah Secara Vertikultur Organik.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2014. Statistik Produksi Hortikultura Tahun


2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementrian Pertanian.

Fallovo, C., Rouphael, Y., Rea, E., Battistelli, A. & Colla, G. 2009. Nutrient
solution concentration and growing season affect yield and quality of
Lactuca sativa L. var. acephala in floating raft culture. Journal of the
Science of Food and Agriculture 89: 1682-1689.

Ginting, C., 2016. Teknik Budidaya Tanpa Tanah “Tanaman Hortikultura” Solusi
untuk Pertanian Kota. Lintang Pustaka Utama. Yogyakarta.

Hadisoeganda, A. W. W. 1996. Bayam sayuran penyangga petani di Indonesia.


Monograft No. 4, Bandung.

Jr. J Benton, Jones. 2005, Hydroponics Apratical Guide For The Soilless Grower
Second Edition. Florida : CRC Press

Lingga, P. Dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk Penebar Swadaya:


Jakarta.

Lingga, P, dan Marsono, 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Lestari. T. 2009. Dampak Konversi Lahan Pertanian bagi Taraf Hidup Petani.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

25
26

Lonardy MV. 2006. Respons tanaman tomat (Lycopersicon esculentum mill.)


terhadap suplai senyawa nitrogen dari sumber berbeda pada sistem
hidroponik. Skripsi. Universitas Tadulako.

Lubis, J. (2018). Pengaruh Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Selada (Lactuca


sativa L.) Pada Sistem Hidroponik NFT Dengan Berbagai Konsentrasi
Pupuk AB Mix Dan Bayfolan.

Mairusmiati.2011. Pengaruh Kosentrasi Pupuk Akar dan Pupuk Daun terhadap


Pertumbuhan dan Produksi Bayan (Amaranthus hybridus) dengan
Metode Nutrient Film Technique (NFT). Skripsi .Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.

Miftakhurrohmat, A.2009. Rekayasa pola tanam panen rutin pada agribisnis


bayam cabut sistem organik. http://www.umsida.ac.id. Diakses pada
tanggal 10 oktober 2019.

Musnamar, E.I. 2006.Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nazaruddin. 2003. Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nirmalayanti, K.A. 2017. Peningkatan Produksi dan Mutu Tanaman Bayam


Merah (Amaranthus amoena Voss) Melalui Beberapa Jenis Pupuk pada
Tanah Inceptisols, Desa Pegok, Denpasar. PS Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Udayana. Vol. 6 No. 1

Noverita. 2005. Pengaruh konsentrasi pupuk pelengkap cair Nipka - Plus dan
jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman baby kaylan
(Brassica oleraceae L.) secara vertikultur. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu
Pertanian.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Nugraha, A.D.N dan Henny, D. (2015). Pendeteksian Laporan Keuangan


MelaluiFaktor Resiko, Tekanan Dan Peluang. e-Journal Akuntansi
Trisakti.

Otazu, V.2010 Manual 0n quality seed potato production using aeroponics.


International Potato Center (CIP). Lima. Peru.

Palada, M.C and L.C. Chang. 2003. Sugested Cultural Praticies For Kankung.
www.avrdc.org/pdf/seeds/kangkung.pdf. diakes pada tanggal 07
Sepetember 2018.
27

Prihmantoro, Heru dan Yovita Hety Indriani. 2005. Hidroponik Sayuran


SemusimUntuk Hobi dan Bisnis. Jakarta : Penebar Swadaya.

PT Bayer Indonesia. 2010. Panduan Produk.

Rasapto, P. 2006. Budidaya Sayuran Dengan Vertikultur. Temu Teknis Nasional


Tenaga Fungsional Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jawa Tengah. 6 hal.

Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius. Yogyakarta.

Rukmana, R. 2008. Bayam Bertanam dan Pengolahan Pascapanen.


Kanisius:Yogyakarta.Hal 86.

Rukmana. 2010. Prospek Jagung Manis. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Sanusi, B. 2010. Sukses Bertahan Sayuran di Lahan Sempit. Agromedia Pustaka


Jakarta Selatan.

Saparinto, C. 2013. Grow your own vegetables-panduan praktis menanam 14


Sayuran Konsumsi Populer di Pekarangan. Yogyakarta: Penebar.

Saparinto. 2013. Teknik dan Strategi Budidaya Bayam (Amaranthus Sp). Yayasan
Pustaka Nusatama. Hal 1262. Yogyakarta.

Sunarjono, H. 2014. Bertanam 36 Jenis Sayuran. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal


204.

Susila, A. D. 2006. Fertigasi pada Budidaya Tanaman Sayuran di dalam


Greenhouse. Bagian Produksi Tanaman, Departemen Agronomi dan
Hortikultutra. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Tulenan, Y.F.A. 2014. Perkembangan jumlah penduduk dan luas lahan pertanian
di Kabupaten Minahasa Selatan. Artikel.http://download.portalgaruda.

Wartapa, Agus dkk. 2010. Pengaruh Jenis Pupuk dan Tanaman Antagonis
terhadap Hasil Cabe Rawit (Capsicum frulencens) Budidaya Vertikultur
Ilmu-Ilmu Pertanian.

Wibowo, S., & Asriyanti, S. A. (2013). Aplikasi Hidroponik NFT pada Budidaya
Pakcoy (Brassica rapa chinensis). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan,
13.

Wijaya. 2006. Pengaruh Pupuk dan Nitrogen dan Jumlah Benih Per Lubang
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bayam. Jurnal Agrijati 3.
28

Yusni, B. Nurudin, A. 2001. Bayam. Penebar Swadaya. Jakarta


LAMPIRAN

Lampiran 1. Tata Letak Percobaan


Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
1 2 3 4 5

A1 A4 A2 A3 A4

A3 A2 A3 A4 A3

A2 A3 A1 A2 A1

A4 A1 A4 A1 A2

29

Anda mungkin juga menyukai