SKRIPSI
OLEH
DEVIE LESMIHARTI
J1A013029
i
PENGARUH PROPORSI PISANG DAN PUREE
WORTEL (Daucus carota) TERHADAP NILAI GIZI
DAN SIFAT ORGANOLEPTIK KUE TRADISIONAL
BARONGKO
OLEH
DEVIE LESMIHARTI
J1A013029
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pangan dan
Agroindustri Universitas Mataram
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa di dalam skripsi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu Perguruan
Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
Yang Menyatakan,
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
PureeWortel (Daucus carota) terhadap Nilai Gizi dan Sifat Organoleptik Kue
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini saya sampaikan terima kasih sebesar-
besarnya kepada:
2. Bapak Ir. Mohammad Abbas Zaini M.P. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Pendamping.
6. Kedua orang tua, saudara serta keluarga besar yang senantiasa memberikan
7. Ibu Diah Ajeng Setiawati, S.T., MES. selaku dosen sekaligus murobbi,
seluruh sahabat (Atmi, Aulia, Echy, Husnul, Dini, Isna, Ita, Ika, Laila Udma,
Laras, Mia, Mira, Mutyah, Nila, Puput, Fiqah, Uyun, Fitri,Yuyun, Reza, Eka,
v
Silca dan Yulia), yang selalu memberikan nasehat, semangat, dukungan dan
8. Seluruh teman ITP 2013 dan teman-teman pejuang skripsi serta pihak-pihak
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga
hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca umumnya.
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Tujuan dan Kegunaan ............................................................. 4
1.3. Hipotesis ................................................................................. 4
vii
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................. 61
5.2. Saran ....................................................................................... 61
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xi
Lampiran 17. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Warna Kue
Barongko (Metode Afektif)......................................................... 73
Lampiran 18. Tabel Hasil Uji Lanjut BNJ 5% Uji Organoleptik Warna
Kue Barongko (Metode Afektif)........................................ 74
Lampiran 19. Data Hasil Uji Organoleptik Aroma Kue Barongko
(Metode Afektif) ................................................................ 74
Lampiran 20. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Aroma Kue Barongko
(Metode Afektif) ................................................................ 75
Lampiran 21. Data Hasil Uji Organoleptik Rasa Kue Barongko
(Metode Afektif) ......................................................................... 75
Lampiran 22. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Rasa Kue Barongko
(Metode Afektif) ............................................................... 76
Lampiran 23. Data Hasil Uji Organoleptik Tekstur Kue Barongko
(Metode Afektif) ................................................................ 76
Lampiran 24. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Tekstur Kue
Barongko (Metode Afektif) ............................................... 77
Lampiran 25. Data Hasil Uji Organoleptik Aroma Kue Barongko
(Metode Deskriptif) ........................................................... 77
Lampiran 26. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Aroma Kue
Barongko (Metode Deskriptif)........................................... 78
Lampiran 27. Data Hasil Uji Organoleptik Rasa Kue Barongko
(Metode Deskriptif) ........................................................... 78
Lampiran 28. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Rasa Kue Barongko
(Metode Deskriptif) ......................................................... 79
Lampiran 29. Data Hasil Uji Organoleptik Tekstur Kue Barongko
(Metode Deskriptif) ........................................................... 79
Lampiran 30. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Tekstur Kue
Barongko (Metode Deskriptif)........................................... 80
Lampiran 31. Dokumentasi Proses Pembuatan dan Analisis
(Kimia, Fisik dan Organoleptik) Kue Barongko ............... 80
xii
PENGARUH PROPORSI PISANGDAN PUREEWORTEL (Daucus carota)
TERHADAP NILAI GIZI DAN SIFAT ORGANOLEPTIK KUE
TRADISIONAL BARONGKO
ABSTRAK
xiii
EFFECTS OF PROPORTION OF BANANAS AND CARROT PUREE ON
NUTRITION AND ORGANOLEPTIC PROPERTIES OF BARONGKO
TRADITIONAL CAKE
ABSTRACT
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
eksistensi dari kue-kue tradisional perlu dijaga agar keberadaannya tidak tergeser
oleh jajanan dari negara lain. Salah satu cara untuk menjaga eksistensi dari kue-
Barongko merupakan salah satu jenis kue tradisional yang termasuk dalam
kategori kue basah yang biasa dijumpai di daerah Sulawesi Selatan khususnya
Makassar, Sumbawa serta daerah-daerah lain yang terdapat suku Bugis. Resep
kue barongko yang berasal dari daerah Sulawesi Selatan umumnya terbuat dari
pisang kepok, santan, gula dan telur, sedangkan untuk kue barongko yang sering
ke dalam campuran adonan kue barongko lalu dibungkus dengan daun pisang
kemudian dikukus. Pisang yang digunakan adalah pisang kepok yang sudah
matang. Perubahan yang terjadi pada proses pematangan buah pisang adalah
berkurangnya pati secara nyata yang bersamaan dengan kenaikan kadar gula.
Dimana pati terdiri dari dua substansi yang disebut amilosa dan amilopektin.
dan sisanya dikonversikan menjadi dekstrin (Lean, 2006). Kue barongko banyak
1
digemari oleh masyarakat karena mempunyai tekstur yang lembut dan rasa yang
khas.
berwarna kurang menarik serta tanpa adanya variasi. Maka perlu dilakukan
formulasi dengan menambahkan bahan baku yang dapat memberi warna serta
meningkatkan nilai gizi dari kue tradisional barongko salah satunya adalah dengan
yang penting bagi kesehatan mata (Lean, 2006). Vitamin A adalah vitamin yang
bersifat larut dalam lemak. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa
bentuk ikatan kimia aktif, yaitu retinol (bentuk alkohol), retinal (aldehida), dan
asam retinoat (bentuk asam). Retinol (CH2OH) apabila dioksidasi akan berubah
Penelitian selama dua puluh tahun terakhir memberikan bukti-bukti lebih nyata
berdampak tidak baik terhadap kesehatan anak dan kelangsungan hidup anak
(Almatsier, 2013).
menambah nilai gizi produk pangan adalah pembuatan dodol yang dilakukan oleh
Basito (2012). Substitusi wortel dalam bentuk bubur maupun tepung wortel pada
pembuatan dodol dengan variasi konsentrasi wortel dan tepung ketan berpengaruh
terhadap kadar air, karoten dan tekstur dodol yang dihasilkan. Pada uji
2
penambahan wortel dalam bentuk bubur wortel dengan konsentrasi bubur wortel
dan tepung ketan 30:70%. Penambahan puree wortel juga dilakukan oleh Sayekti
kesukaan bika ambon. Gizi bika ambon yang terbaik didapatkan dengan
penambahan puree wortel 100% dan waktu fermentasi 2 jam dengan kandungan
gizi meliputi β-karoten sebesar 86.4 mg/100 g, vitamin A sebesar 66.300 SI dan
Hingga saat ini penelitian tentang penambahan puree wortel pada kue
barongko maupun penelitian tentang kue barongko secara umum belum pernah
penambahan puree wortel ini adalah belum adanya referensi tentang proporsi
penambahan pisang dan puree wortel yang tepat yang dapat menghasilkan kue
barongko dengan kandungan gizi dan sifat organoleptik yang terbaik. Namun
puree wortel sebanyak lebih dari 40% menghasilkan kue barongko dengan
tekstur yang cenderung lebih lembek serta kurang kompak dibandingkan dengan
kue barongko yang sering dijumpai pada umumnya. Untuk memperbaiki hal
hingga 20% dan pisang kepok 80% menghasilkan kue barongko dengan tekstur
yang lembut, lebih kompak dan berwarna kuning dan secara umum tekstur yang
3
diperoleh hingga perlakuan keenam dengan penambahan wortel sebanyak 25%
tidak terlalu berbeda dengan perlakuan tanpa penambahan puree wortel (kontrol).
Tradisional Barongko”.
Adapun tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui pengaruh proporsi
pisang dan pureewortel terhadap nilai gizi dan sifat organoleptik kue tradisional
Barongko.
1.3. Hipotesis
bahwa penggunaan proporsi pisang 90% dengan puree wortel 10% pada adonan
dapat menghasilkan kue barongko dengan beberapa komponen (mutu kimia, dan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sekarang ini dapat ditemui dengan mudah di masyarakat. Barongko terbuat dari
pisang kepok, santan, telur, gula pasir dan tepung beras. Pembuatan kue barongko
cukup sederhana yaitu dengan menghaluskan pisang kepok matang hingga lembut
lalu dicampur dengan bahan-bahan lain berupa telur, gula pasir, santan dan tepung
beras. Setelah seluruh bahan tercampur, adonan lalu dibungkus dengan daun
pisang kepok yang masih muda kemudian dikukus selama 40 menit. Kue
barongko memiliki tekstur yang lembut dan rasa yang khas. Kue barongko pada
tertentu seperti pernikahan, dan upacara adat yang dilakukan oleh raja-raja dan
kaum bangsawan. Hingga kini barongko masih disuguhkan dalam berbagai acara
adat seperti pernikahan, khitanan, dan acara syukuran lainnya dan biasanya sering
5
Gambar 1. Kue Barongko
(Sumber : Arundhana, 2012)
Menurut Kamus Pusat Bahasa (2017) nagasari adalah kue yang terbuat dari
tepung beras, santan, gula, dan pisang yang kemudian dibungkus menggunakan
6
Tabel 1. Syarat Mutu Kue Basah (SNI 01-4309-1996)
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan :
1.1 Kenampakan - Normal tidak
berjamur
1.2 Bau - Normal
1.3 Rasa - Normal
2 Air %b/b Maks. 40
3 Abu (tidak termasuk garam) %b/b Mak. 3
dihitung atas dasar bahan kering
4 Abu yang tidak larut dalam asam %b/b Maks. 3,0
5 NaCl %b/b Maks. 2,5
6 Gula %b/b Min. 8,0
7 Lemak %b/b Maks. 3,0
8 Serangga/belatung - Tidak boleh ada
9 Bahan tambahan makanan
9.1 Pengawet
9.2 Pewarna
9.3 Pemanis buatan
9.4 Sakarin siklamat Negatif
10 Cemaran logam
10.1 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
10.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
10.3 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0
10.4 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
11 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
12 Cemaran mikroba
12.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 106
12.2 E. coli APM/g <3
12.3 Kapang koloni/g Maks. 104
(Sumber : SNI 01-4309-1996)
2.2.Pisang Kepok
mempunyai prospek yang cukup baik, dimana setiap orang gemar mengkonsumsi
buah pisang. Tanaman pisang dapat hidup dengan baik di daerah yang mempunyai
iklim tropis sampai ketinggian 1000 mdpl. Pada keadaan kering pun masih bisa
hidup, ini disebabkan karena batangnya yang mengandung air (Sumartono, 1981).
7
menyebutkan bahwa pisang adalah tanaman asli Indonesia. Hal ini dibuktikan
pisang diklasifikasikan dalam berbagai jenis. Jenis pisang yang telah dikenal
seperti pisang kepok, pisang ambon, pisang nangka, pisang mas, pisang klutuk,
pisang tanduk, pisang hias, dan lain-lain. Semua tanaman pisang tersebut dapat
matang dagingnya kuning kemerahan dan teksturnya agak keras. Rasanya yang
manis, tetapi aromanya tidak harum. Satu tandan pisang berisi 7 sisir atau 109
bentuk buah yang persegi dan agak gepeng. Pisang ini memiliki ukuran buah yang
kecil dengan panjang buah 10–12 cm dengan berat per buah 80–120 gr. Kulit
buah pisang kepok sangat tebal dengan warna kulitnya kuning kehijauan, sering
bernoda cokelat, dan rasa daging buahnya manis. Pisang kepok banyak
dikonsumsi dalam bentuk olahan. Pisang kepok di Filipina lebih dikenal dengan
nama pisang saba, sedangkan di Malaysia dikenal dengan nama pisang nipah.
Bentuk pisang kepok agak pipih sehingga pisang ini sering disebut pisang gepeng.
Berat pisang pertandan bisa mencapai 14–22 kg dengan jumlah sisir 10–16 sisir,
setiap sisir 12–20 buah. Apabila sudah matang warna kulitnya kuning
menyeluruh.
8
Gambar 2. Pisang Kepok
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2017)
banana dan plantain. Banana adalah pisang yang lebih sering dikonsumsi dalam
bentuk buah matang yang segar seperti pisang ambon, pisang susu, pisang raja,
pisang seribu dan pisang sunripe. Plantain adalah jenis pisang yang umumnya
dikonsumsi setelah diolah terlebih dahulu contohnya pisang kepok, pisang siam,
pisang kapas, pisang tanduk dan pisang uli. Pisang mengandung banyak kalium
sumber vitamin C, kalium dan serat sedangkan untuk buah pisang yang masih
9
muda mengandung banyak tanin (Budiana, 2013). Kandungan nutrisi pisang dapat
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pisang Matang dan Mentah dalam 100 g Bahan
Komposisi Mentah (%) Matang (%)
Air 71,9 75,2
Protein 1,9 1,7
Lemak 0,9 0,1
Gula 1,3 17,3
Pati 21,2 3,1
Serat 3,2 2,8
Vitamin C 18 12
β-Karoten 0,2 0,1
Kalium 320 350
Kalsium 5 5
(Sumber : Caussiol, 2001)
Tepung beras merupakan salah satu bahan dasar dari tepung komposit dan
terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin. Tepung beras adalah
produk setengah jadi untuk bahan baku industri lebih lanjut. Untuk membuat
tepung beras membutuhkan waktu selama 12 jam dengan cara beras direndam
dalam air bersih, ditiriskan, dijemur, dihaluskan dan diayak menggunakan ayakan
80 mesh (Hasnelly dan Sumartini, 2011). Tepung ini dibuat dari beras yang
digiling atau dihaluskan. Warnanya putih, bila diraba dengan jari, tepung beras
akan terasa lembut lembut dan halus dibandingkan dengan tepung ketan. Biasa
10
Gambar 3. Tepung Beras
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2017)
Beras kaya akan vitamin B dan juga mengandung sedikit lemak dan
mineral. Komposisi zat gizi tepung beras per 100 g bahan dapat dilihat pada tabel
berikut :
2.4.Telur
pada umumnya. Selain itu telur juga sangat dikenal sebagai makanan yang
11
Gambar 4. Telur
(Sumber: Dokumentasi Penulis, 2017)
telur banyak dikonsumsi dan diolah menjadi produk olahan lain. Kandungan
protein telur terdapat pada putih telur dan kuning telur. Kandungan gizi telur
antara lain : air 73,7 %; protein 12,9 %; lemak 11,2%; karbohidrat 0,9%; dan
Komposisi telur terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan 31%
kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 g, karbohidrat 0,6 g, lemak 5
protein lebih dari 10% dimana untuk telur ayam kandungan protein sebesar
12,8%. Di dalam telur juga terdapat aneka vitamin seperti vitamin A, B, D, E dan
K. Telur juga mengandung sejumlah mineral seperti zat besi, fosfor, kalsium,
meningkatkan cita rasa, aroma, warna dan nilai gizi. Kuning telur mengandung
12
lesitin dan lutein, dimana lesitin berfungsi sebagai pengemulsi sedangkan lutein
2.5. Santan
Santan merupakan cairan putih kental hasil ekstraksi dari kelapa segar yang
diparut lalu ditambahkan air dan diperas. Santan digunakan sebagai perasa yang
sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa, flavour
dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Adapun komposisi dari santan
adalah 66% air, 28% minyak dan 6% kandungan non minyak (Suhardiyono,
1988).
Gula pasir adalah sukrosa murni yang terbuat dari sari tebu maupun bit dan
gula pasir mempunyai butiran-butiran yang lebih kasar. Kristal putih padat yang
akaran dan getah di berbagai pohon. Gula pasir umumnya berwarna putih
berbentuk kristal padat yang larut dalam air dan membuat cairan berasa manis.
Yang paling sederhana adalah glukosa dan fruktosa yang tergolong monosakarida
dan merupakan unit yang sangat penting untuk membuat karbohidrat yang lebih
kompleks. Kemudian ada juga sukrosa, maltosa dan laktosa yang tergolong
disakarida yang bersifat larut dalam air menjadi cairan manis (Lean, 2006).
13
2.7. Garam
2.8. Vanili
dijadikan pengharum makanan. Bubuk vanili dihasilkan dari buah yang berbentuk
polong. Tanaman vanili dikenal pertama kali oleh orang-orang Indian di Meksiko
yang merupakan negara asal tanaman vanili (Sindo, 2011). Flavor dan aroma unik
pada vanili berasal dari senyawa fenolik vanilin (kandungan ± 98% dari total
komponen flavor vanili) serta dari senyawa lainnya. Vanili mempunyai aroma
yang harum dan menyenangkan, sehingga senyawa ini banyak digunakan untuk
memberi aroma pada berbagai jenis makanan dan minuman, seperti es krim, gula-
gula, cokelat, kue, dan lain-lain (Anonim, 2015). Penggunaan vanili saat ini
sebesar 60% sebagai bahan aditif industri makanan dan minuman serta sebesar 5-
10% dalam industri obat-obatan dan farmasi (Towaha dan Heryana, 2012).
struktur kimia yaitu granula pati menyerap air dan memecah kristal amilosa serta
14
pengukusan terlalu lama maka akan menghasilkan pembengkakan pati yang besar
amilosa dan amilopektin yaitu pada tepung beras ketan, tepung tapioka, tepung
simpanan dalam tumbuhan. Pati merupakan salah satu jenis polisakarida dalam
bentuk butiran-butiran kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk
setiap tumbuhan. Butir pati dapat ditunjukkan dengan mikroskop cahaya biasa dan
yang sangat beraturan. Pati tersusun oleh dua kelompok makromolekul yaitu
amilosa dan amilopektin. Kedua makromolekul ini sangat berperan terhadap sifat
monomer α-D-glukosa yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosida.
Pati bisa ditemukan pada beberapa tanaman dan buah-buahan salah satunya pada
buah pisang. Namun kandungan pati pada buah pisang akan semakin menurun
seiring dengan semakin matangnya buah yang disebabkan adanya hidrolisis pati
menjadi gula-gula sederhana yang memberikan rasa manis (Andarwulan, Feri dan
Dian, 2011).
suspensi pati akibat pemanasan. Gelatinisasi pati terjadi karena granula pati secara
15
volumenya meningkat secara perlahan-lahan. Proses gelatinisasi dimulai pada
suhu 60 oC dan dengan semakin meningkatnya suhu maka granula akan pecah.
Ketika suhu mencapai 85oC, sol koloid akan terbentuk yaitu molekul amilosa dan
amilopektin seluruhnya menyebar di air (Lean, 2006). Suhu pada saat granula
pati mulai menyerap air yang ditandai dengan mulai meningkatnya kekentalan
disebut dengan suhu gelatinisasi. Jika suhu pemanasan semakin meningkat, maka
pada suhu tertentu granula tidak akan mampu lagi menyerap air (kekentalan
maksimum). Apabila pemanasan dilanjutkan pada suhu yang lebih tinggi, maka
granula akan pecah (breakdown) dan kekentalan suspensi pati akan menurun.
tekstur yang keras. Ikatan hidrogen ini semakin kuat bila suhu diturunkan
sehingga struktur pati menjadi kompak atau padat. Pati dengan kandungan
tersier dan kuarter dari protein tanpa menyebabkan pemutusan ikatan peptida.
Denaturasi protein pada kue Barongko terjadi pada saat pengukusan karena
16
adanya penambahan telur pada adonan. Dimana apabila dipanaskan pada suhu 60-
komponen-komponen bahan pangan seperti air dan lemak sangat penting dalam
2011).
2.10. Wortel
terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab
dalam bentuk glukosa sebesar 0,85% fruktosa sebesar 0,85% sukrosa sebesar
4,25% pati 7,8% dan selulosa 1,0% dengan total kandungan gula yang terdapat di
dalam wortel adalah sebanyak 9,7% (Deman, 1989). Wortel merupakan bahan
pangan (sayuran) yang digemari dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
17
Ordo : Apiales
Famili : Apiaceae
Genus : Daucus
Spesies : D. carota
menyelesaikan satu kali siklus hidupnya dalam waktu 2 tahun atau kurang yang
berasal dari genus Daucus. Tumbuhan ini tumbuh di daerah dataran tinggi (1200
mdpl) yang memiliki tanah gembur, subur, suhu udara dingin serta lembab,
memiliki batang bunga yang dapat tumbuh tinggi berkisar 1 meter, memiliki
bunga berwarna putih, dan bagian yang dapat dimakan dari tumbuhan ini adalah
banyak jenis yang dapat dibedakan berdasarkan ukuran, warna, bentuk, umur
panen maupun parameter lain. Adapun jenis wortel berdasarkan panjang umbinya
dibagi menjadi wortel berumbi pendek, wortel berumbi sedang dan wortel
golf dengan panjang sekitar 5-6 cm serta ada pula yang memanjang seperti
silinder seukuran jari dengan panjang sekitar 10-15 cm. Wortel tipe nantes
merupakan salah satu contoh dari wortel berumbi pendek dimana bentuknya
peralihan antara meruncing dan tumpul di bagian ujung. Early french frame dan
18
tiana merupakan contoh varietas dari umbi yang berbentuk bundar kemudian
amsterdam foreing, early nantes, champion scarlet horn dan kundulus merupakan
Wortel berumbi sedang mempunyai panjang umbi 15-20 cm. Jenis wortel
ini memiliki tiga bentuk yakni memanjang seperti kerucut dengan ujung umbi
yang meruncing, yang kedua berbentuk tumpul dan jenis yang ketiga adalah
memanjang seperti silinder dengan ujung yang tumpul. Beberapa varietas wortel
autumn king dan fakkee (bertipe Chantenay) serta varietas mokum, dan nantes tip
a. Wortel Imperator
meruncing seperti kerucut, wortel ini sedikit tipis, serta memiliki umbi berwarna
oranye dan rasa yang kurang manis dibandingkan wortel jenis lain.
19
b. Wortel Chantenay
Jenis wortel Chantenay memiliki bentuk tebal meruncing dengan ujung yang
tumpul. Jenis wortel Chantenay memiliki panjang sekitar 5 inci serta memiliki
rasa yang manis. Dibandingkan jenis wortel lainnya wortel jenis ini memiliki
c. Wortel Nantes
Jenis wortel nantes merupakan gabungan dari wortel jenis Imperator dan
jenis Chantenay. Wortel jenis ini memiliki ukuran sedang, memiliki warna
oranye gelap, berbentuk bulat tumpul, dan memiliki diameter dari atas hingga
bawah sama. Kandungan air pada wortel nantes lebih tinggi dari jenis wortel
lainnya sehingga jika dimasak rasa manis pada wortel jenis ini akan berkurang.
20
Gambar 7. Wortel Nantes
(Sumber : Anonim, 2016)
Varietas dari wortel berumbi panjang diantaranya adalah new red intermediate
sayuran lain, wortel mengandung lebih banyak β-karoten yakni rata-rata 12.000
IU per 100 g. Senyawa lain yang terdapat pada wortel adalah falcarinol (C17H24O)
yang merupakan suatu komponen yang juga merupakan senyawa pestisida alami.
karbohidrat, lemak, serat, abu, gula alami (fruktosa, sukrosa, dektrosa, laktosa dan
kromium), vitamin (B1 dan C). Di dalam wortel juga terkandung pektin, yaitu
salah satu jenis serat pangan yang bersifat larut dalam air (soluble dietary fiber).
21
Wortel yang terlebih dahulu dimasak merupakan sumber kalium, provitamin A
dan vitamin C, sedangkan untuk jus wortel yang merupakan bentuk olahan dari
minyak dalam ruang antarsel perisikel pada umbi wortel mengandung minyak
esensial yang menyebabkan bau dan aroma yang khas wortel. Akar tunggang
menyimpan sukrosa dan gula lain dalam jumlah yang cukup banyak. Kandungan
gula dan asam amino pada wortel tergantung dari jenis varietas wortel,
wortel umumnya terdiri dari sukrosa, glukosa, fruktosa dan maltosa. Komposisi
karoten pada wortel dapat mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker
22
dengan cara mengacaukan mekanisme kanker yang merusak sel. Penelitian dari
kerja destruktif sel-sel kanker. Di samping itu, β-karoten juga membantu dalam
(natural killer cell) (Astawan dan Andreas, 2008). β-karoten pada wortel juga
racun dalam organ hati, pembentukan sel darah, meningkatkan kesehatan jantung,
pertumbuhan gigi, rambut dan tulang. Selain itu, β-karoten juga mempunyai efek
Menurut daftar kecukupan gizi yang dianjurkan untuk per orang setiap
hari, kebutuhan vitamin A untuk kelompok usia dibawah 12 tahun antara 1.200-
3.450 SI (10-28,75 g wortel segar), usia diatas 12 tahun untuk wanita butuh
sebanyak 3.500 SI (29,17 g wortel segar) untuk pria sebanyak 4.000 SI (33,33 g
wortel segar), dan untuk wanita yang menyusui dibutuhkan penambahan sebesar
2.500 SI (20,83 g wortel segar) dari jumlah kebutuhan konsumsi awal (Sunarjono
dkk, 2003).
2.11. Serat
Serat merupakan total karbohidrat yang tidak dapat dicerna yang terdapat
dalam bahan pangan. Serat terdiri dari bahan penyusun dinding sel yaitu selulosa,
hemiselulosa, lignin, pektin dan gum. Serat ada yang bersifat larut dalam air dan
tidak larut dalam air. Selulosa, lignin dan hemiselulosa termasuk serat yang tidak
23
dapat larut dalam air, sedangkan pektin dan gum termasuk serat yang dapat larut
dalam air. Didasarkan pada fungsinya di dalam tanaman, serat dibagi menjadi 3
fraksi utama yaitu (a) polisakarida struktural yang terdapat pada dinding sel
struktural yang sebagian besar terdiri dari lignin; dan (c) polisakarida non-
dinding sel. Selulosa, hemiselulosa dan lignin yang termasuk serat yang tidak
Polimer karbohidrat dalam bentuk ikatan beta tidak dapat dicerna oleh enzim yang
sangat stabil. Selulosa yang berasal dari sumber makanan nabati akan melewati
saluran cerna secara utuh. Selulosa melunakkan dan memberi bentuk pada feses
(Almatsier, 2009)
24
BAB III
METODE PENELITIAN
pisang pada kue tradisional Barongko adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan proporsi pisang dan wortel sebagai faktor tunggal dengan proporsi sebagai
berikut:
nyata maka akan dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf nyata 5%
(Hanafiah, 2010).
25
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah pisang kepok yang
diperoleh dari Pasar Perumnas, wortel tipe nantes yang diperoleh dari Pasar
Sweta, telur ayam, vanilli merk Koepoe, tepung beras putih merk Rose Brand,
santan kelapa, air mineral merk Narmada, gula pasir, garam beriodium, kertas
saring,tissue, sarung tangan plastik, larutan H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%, metanol
96%, heksana, alkohol 30%, aquades, natrium sulfat, larutan standar β-karoten
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah dandang, kompor gas,
wajan, pisau, nampan, talenan, alufoil tray, baskom, pipet, blendermerk Philips
corong, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, bulp, drying oven merk Memmert tipe
UNB 400, piring, sendok, spatula, mortar, cawan porselin, penjepit cawan, dan
desikator.
26
3.5. Formula Bahan
Formula bahan yang digunakan oleh peneliti dapat dilihat pada Tabel 5.
pendinginan dan penyajian, untuk diagram alir proses pembuatan kue Barongko
dapat dilihat pada Gambar 10. Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang setiap
Pembuatan kue Barongko ini membutuhkan berbagai jenis alat yaitu pisau,
Blender merk Philips (HR 2115), kompor gas, pengukus (dandang) merk Saiko
27
555, serta alat untuk analisa kimia, sedangkan bahan-bahan yang harus disiapkan
seperti pisang kepok, wortel, tepung beras putih merk Rose Brand, gula pasir,
santan, telur, vanili merk Koepoe, dan garam. Sebelum proses pencampuran
bahan dilakukan, ada beberapa bahan yang akan dilakukan proses awal yang
a. Pembuatan Santan
listrik dimana proses ini bertujuan untuk mendapatkan hasil parutan yang
2. Penimbangan
3. Pemerasan
dengan perbandingan 1 liter air : 500 g kelapa yang telah diparut selanjutnya
diperas hingga air perasan terlihat mulai berwarna putih dan mengental.
4. Penyaringan
28
Daging Kelapa
Air
Mineral
(1 liter), Pemerasan Ampas kelapa
Kelapa
parut
(500 g)
Santan
Gambar 8. Diagram Alir Pembuatan Santan
(Sumber : Modifikasi Herawati, 2017)
1. Pencucian
Wortel yang telah disortir terlebih dahulu dicuci bersih dengan air
29
3. Penghalusan
Wortel
Pengirisan
Santan
150g Penghalusan
Puree Wortel
1. Pengupasan
30
2. Pemotongan
3. Pencampuran
Setelah diperoleh puree wortel serta telur yang sudah dikocok hingga
4. Pencetakan
barongko.
5. Pengukusan
produk.
31
Pisang Kepok
Pemotongan
puree
wortel,
telur,
tepung Pencampuran
beras,
gula dan
garam
Pencetakan
Parameter Analisis :
Pengukusan -Analisis Kadar Air
(T = 100 OC, t =
20 menit) -Analisis Kadar β-Karoten
32
3.7. Parameter dan Cara Pengamatan
3.7.1. Parameter
adalahanalisis kadar air, analisis kadar β-karoten, analisis serat kasar, uji
a. Kadar Air
2. Dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 105℃ selama 12 jam.
Perhitungan:
(a−b)
Kadar air (%b/b) = ×100%
a
Keterangan:
33
b. Kadar Serat Kasar
dengan asam atau alkali mendidih dan terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin
Keterangan :
34
c. Uji Kadar β-Karoten
dikeluarkan).
7. Dipisahkan ekstrak dalam corong pemisah dan ambil/buang aseton dari ekstrak
8. Dipindahkan lapisan atas ke dalam labu ukur 100 ml yang telah berisi 9 ml
berikut :
2. Dilarutkan dalam 2,5 ml kloroform dan buat menjadi 250 ml dengan petroleum
35
4. Dipipet 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 ml larutan tadi masing-masing ke dalam labu
ukur 100 ml yang terpisah. Masing-masing labu ukur diisi dengan 3 ml aseton.
menjadi 0,5, 1,0, 2,0, 2,5 dan 3,0 μg per ml (sesuai kebutuhan)
6. Diukur optical density (OD) larutan pada 436 nm dengan menggunakan aseton
Perhitungan :
μg β-karoten per ml
yang terbaca di kurva x faktor pengenceran x 100
μg β-karoten standar
per 100 gr =
d. Uji Organoleptik
1. Disiapkan sampel (kue barongko) dan piring yang telah diberi notasi angka tiga
3. Diminta penilaian dari 20 orang panelis (di mana kriteria panelis yang
digunakan adalah panelis semi terlatih yang salah satu syaratnya telah
36
mengikuti atau pernah mengambil mata kuliah evaluasi sensoris) terhadap
warna, aroma, rasa dan tekstur dengan mengisi formulir yang disedikan.
tingkat kesukaan. Skor uji kesukaan atau hedonik (afektif) meliputi warna,
(MSEZ User Manual), menurut Andarwulan dkk (2011) dengan langkah kerja
sebagai berikut :
1. Dipilih “read” pada menu utama MSEZ kemudian pindahkan kursor ke posisi
yang diinginkan menggunakan tombol atas dan bawah kemudian tekan tombol
tengah.
2. Ditekan tombol atas dan bawah untuk memilih set up yang diinginkan lalu
3. Disarankan untuk menentukan standar atau sampel mana yang akan dibaca dari
jumlah n (1 dari n atau 2 dari n, dan seterusnya jika produk diatur dengan
5. Ditekan tombol tengah untuk membaca, standar atau sampel yang telah dibaca
37
6. Tekan save/print (tombol bawah) untuk menyimpan data dalam memori MSEZ
dan mencetaknya (jika USB printer terhubung), tekan tombol tengah untuk
menunjukkan standar deviasi dari semua ukuran yang dibuat pada ukuran rata-
rata, setelah standar deviasi ditampilkan boleh menekan menu utama (tombol
Pengukuran warna dilakukan dua kali di tempat yang berbeda. Hasil yang didapat
adalah nilai L, a, b dan oHue. Dimana nilai oHue diperoleh dari rumus :
o
Hue = tg-1 (b/a)
38
Keterangan :
L : Kecerahan Produk
o
Hue : Warna produk yang dihasilkan
b : Warna kromatik antara +0 sampai +70 (intensitas warna kuning) dan -0 sampai
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
sampai lampiran 20. Pengamatan yang dilakukan meliputi mutu kimia, mutu fisik
Tabel 7. Purata Hasil Pengamatan Analisis Kimia Buah Pisang Kepok dan
PureeWortel
Parameter Buah Pisang Puree Wortel
Kadar Air (%) 62,38 87,59
Kadar β-Karoten (μg/100g) 0,43 3,37
Kadar Serat Kasar (%) 13,16 16,53
pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air, kadar β-karoten dan kadar serat
kasar kue barongko. Hasil analisis keragaman dapat dilihat pada tabel 8 dan
purata hasil pengamatan beserta uji lanjut BNJ 5% dapat dilihat pada tabel 9,
sedangkan cara perhitungan kadar β-karoten dapat dilihat pada lampiran 18.
40
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa proporsi pisang dan puree wortel
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air, kadar β-Karoten
dan serat kasar sehingga dilakukan uji lanjut menggunakan Beda Nyata Jujur
Tabel 9. Purata Hasil Pengamatan dan Uji Lanjut BNJ Proporsi Pisang dan Puree
Wortel terhadap Kadar Air, Kadar β-Karoten dan Kadar Serat Kasar Kue
Barongko pada Taraf Nyata 5%
Perlakuan Purata
Kadar Air (%) Kadar β-Karoten Kadar Serat Kasar
b1 52,12 ± 0,73 e 0,25 ± 0,02 d 12,57 ± 0,32 c
pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai L dan derajat Hue. Hasil analisis
Tabel 10. Analisis Keragaman Proporsi Pisang dan Puree Wortel terhadap
Parameter Fisik Kue Barongko
Parameter F Hitung F Tabel Signifikansi
Nilai L 22,36 3,11 S
Derajat Hue 16,40 3,11 S
Keterangan :
S = Signifikan (berbeda nyata)
41
Berdasarkan tabel 10 terlihat bahwa proporsi penambahan pisang dan
puree wortel pada kue tradisional barongko memberikan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap kecerahan (nilai L) dan oHue kue tradisional barongko sehingga
dilakukan uji lanjut BNJ pada taraf nyata 5%. Purata nilai L dan oHue kue
Tabel 11. Purata Hasil Pengamatan dan Uji Lanjut BNJ Proporsi Pisang dan
Puree Wortel terhadap Nilai L dan Derajat Hue Kue Barongko pada
Taraf Nyata 5%.
Perlakuan Purata
Nilai L Derajat Hue
b1 50,64 ± 0,32 c 78,48 ± 0,63 c
terhadap sifat organoleptik (metode afektif dan metode deskriptif) dapat dilihat
42
Tabel 12. Analisis Keragaman Proporsi Pisang dan Puree Wortel terhadap
Organoleptik Warna, Aroma, Rasa dan Tekstur Kue Barongko.
Parameter Afektif Deskriptif
Warna S -
Aroma NS NS
Rasa NS NS
Tekstur NS NS
Keterangan :
S = Signifikan (berbeda nyata)
NS = Non Signifikan (tidak berbeda nyata)
puree wortel memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan
yang tidak berbeda nyata pada parameter aroma, rasa dan tekstur. Berikutnya pada
metode deskriptif terlihat bahwa proporsi pisang dan puree wortel memberikan
pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap aroma, rasa dan tekstur kue
aroma, rasa dan tekstur dapat dilihat pada tabel 13 dan untuk metode deskriptif
dengan parameter aroma, rasa dan tekstur dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 13. Purata Hasil Pengamatan dan Uji Lanjut BNJ Proporsi Pisang dan
Puree Wortel pada Uji Organoleptik (Metode Afektif) pada taraf 5%.
Perlakuan Afektif
Warna Aroma Rasa Tekstur
b1 4,95 b 5,95 6,25 5,65
b2 4,95 b 5,9 6,25 5,8
b3 5,2 b 6,55 6,4 5,95
b4 6,8 a 6,6 6,8 6,25
b5 6,6 a 6,5 6,8 5,6
b6 6,7 a 6,6 6,9 6,25
BNJ 5% 0,8
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf nyata 5%.
43
perlakuan b2, dan b3 tetapi memberikan hasil yang berbeda nyata dengan
perlakuan b4, b5 dan b6. Kemudian b2 tidak berbeda nyata dengan b1 dan b3
tetapi berbeda nyata dengan b4, b5 dan b6. B3 tidak berbeda nyata dengan b1 dan
b2, tetapi berbeda nyata dengan b4, b5 dan b6. B3 tidak berbeda nyata dengan b1
dan b2 tetapi berbeda nyata dengan b4, b5 dan b6. B4 memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap b1, b2 dan b3 tetapi tidak berbeda nyata dengan b4 dan
b6. Kemudian untuk b6 terlihat bahwa memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap b1, b2 dan b3 tetapi tidak berbeda nyata terhadap b4 dan b5.
Tabel 14. Purata Hasil Pengamatan Proporsi Pisang dan Puree Wortel pada Uji
Organoleptik (Metode Deskriptif)
Perlakuan Deskriptif
Aroma Rasa Tekstur
b1 2,35 2,15 6,4
b2 2,3 2,25 6,9
b3 2,65 2,05 6,6
b4 2,65 2,05 7,7
b5 2,5 2,1 7,4
b6 2,35 1,95 7,5
Keterangan : Angka-angka yang tidak diikuti oleh huruf pada kolom yang sama
menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada taraf nyata 5%.
pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma, rasa dan tekstur kue tradisional
barongko.
44
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil dan analisis pengamatan yang terbatas pada lingkup
penelitian ini serta dihubungkan dengan beberapa teori yang mendukung, maka
dalam bahan pangan sering dihubungkan dengan mutu suatu bahan pangan,
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air kue tradisional
barongko. Adapun kadar air kue tradisional barongko dapat dilihat pada gambar
12.
45
70 62,71a
60 54,86c 57,07b
52,17e 53,06d 54,34cd
Kadar Air (%)
50
40
30
20
10
0
b1 b2 b3 b4 b5 b6
Perlakuan
Gambar 12. Grafik Proporsi Pisang danPuree Wortel terhadap Kadar Air
Kue Tradisional Barongko.
Keterangan : b = Proporsi pisang dan puree wortel
b1= 100%:0% b4= 85%:15%
b2= 95%:5% b5= 80%:20%
b3= 90%:10% b6= 75%:25%
puree wortel maka kadar air kue barongko semakin meningkat yang berarti
berbeda nyata terhadap kadar air kue tradisional barongko. Dimana kadar air yang
untuk b2, 54,34% untuk b3, 54,86% untuk b4,57,07%untuk b5 dan 62,71%untuk
berbeda nyata terhadap perlakuan b2, b3, b4, b5 dan b6. Perlakuan b2
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan b1, b4, b5 dan b6.
b2 dan b4 tetapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan b1,
46
b5 dan b6. Perlakuan b4 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan b1, b5 dan b6. Perlakuan b5 memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap perlakuan b1, b2, b3, b4 dan b6. Begitu pun untuk perlakuan b6
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan b1, b2, b3, b4 dan
b5. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ulfa (2014), yang menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi penambahan wortel maka kadar pada air bubur bayi
juga semakin meningkat yaitu dari 57,92% pada konsentrasi 0% menjadi 68,54%
pada penambahan 40% puree wortel. Semakin meningkatnya kadar air seiring
dengan semakin besarnya konsentrasi puree wortel yang ditambahkan pada kue
barongko diduga disebabkan karena kadar air pada puree wortel yang lebih tinggi
yaitu sebesar 87,59% dan 62,38% untuk kadar air pisang kepok.
dan warna. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kadar air pada semua
belum dikatakan memenuhi syarat bila mengacu kepada SNI untuk produk kue
basah dimana berdasarkan SNI 01-4309-1996, maksimal kadar air untuk kue
47
4.2.2. Kadar β-Karoten
Secara kimiawi, karotenoid dapat dianggap sebagai turunan likopen (suatu polien
berbeda nyata terhadap kadar β-karoten kue tradisional barongko. Kadar β-karoten
1 0,94a
0.9 0,79b
0.8 0,75bc
μg β-Karoten/100 g
0,68c
0.7
0.6
0.5
0.4 0,34d
0.3 0,25d
0.2
0.1
0
b1 b2 b3 b4 b5 b6
Perlakuan
Gambar 13. Grafik Proporsi Pisang dan Puree Wortel terhadap Kadar β-karoten
Kue Tradisional Barongko.
Keterangan : b = Proporsi pisang dan puree wortel
b1= 100%:0% b4= 85%:15%
b2= 95%:5% b5= 80%:20%
b3= 90%:10% b6= 75%:25%
penambahan puree wortel maka kadar β-karoten pada produk juga semakin tinggi.
µg/100. Dari grafik terlihat bahwa perlakuan b1 memberikan pengaruh yang tidak
48
nyata terhadap perlakuan b3, b4, b5 dan b6. Perlakuan b2 memberikan pengaruh
yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan b1 tetapi memberikan pengaruh yang
berbeda nyata terhadap perlakuan b3, b4, b5 dan b6. Perlakuan b3 memberikan
pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan b1, b2, b5 dan b6. Perlakuan b4
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan b1, b2, b5 dan b6
tetapi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan b3.
b4 tetapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan b1, b2, b3
dan b6. Sedangkan untuk perlakuan b6 memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap semua perlakuan lain yakni b1, b2, b3, b4, dan b5.
semakin besarnya konsentrasi puree wortel yang ditambahkan dimana dari hasil
penelitian β-karoten terhadap puree wortel diketahui bahwa kadar β-karoten yang
terdapat dalam wortel sebesar 3,22 μg/100 g dan pada pisang 0,43 μg/100 g.
Menurut Lean (2006), pengolahan dengan cara pemanasan yang disertai adanya
hingga 0,94 µg/100 g (0,16 RE). Kadar β-karoten pada kue barongko
menunjukkan nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian
terdahulu tentang penambahan puree wortel pada kue bika ambon yang dilakukan
oleh Sayekti (2014) dimana pada penambahan 100% puree wortel pada kue bika
ambon didapatkan kadar β-karoten sebesar 86,4 mg/100 g. Hal ini diduga karena
49
rendahnya kadar β-karoten pada wortel yang digunakan sebagai bahan baku yakni
kue barongko memang belum ditentukan namun mengacu kepada acuan asupan
nutrisi untuk vitamin diketahui bahwa kandungan vitamin A dalam kue barongko
harian yang dianjurkan yaitu minimal sebesar 58,33 µg β-karoten atau setara
dengan 350 µg vitamin A per hari untuk golongan usia 0-3 bulan dan 100 hingga
116 µg β-karoten (setara dengan 600 hingga 700 µg vitamin A per hari untuk
kandungan karbohidrat yang tidak dapat dicerna dalam bahan pangan. Di mana
pada umumnya serat terdiri dari bahan penyusun dinding sel, yaitu selulsa, lignin,
pektin, dan gom. Selulosa, lignin, dan hemiselulosa termasuk dalam kategori serat
yang tidak dapat larut dalam air, sedangkan pektin dan gom termasuk serat yang
dapat larut. Berdasarkan tabel 7 bahwa proporsi penambahan pisang dan puree
wortel memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar serat kasar kue
tradisional barongko. Kadar serat kasar kue tradisional barongko dapat dilihat
50
15
14,53a
14.5 14,3ab
Serat Kasar (%) 14,02ab
14 13,71abc
13.5
12,9bc
13
12,57c
12.5
12
11.5
b1 b2 b3 b4 b5 b6
Perlakuan
Gambar 14. Grafik Proporsi Pisang dan Puree Wortel terhadap Kadar Serat Kasar
Kue Tradisional Barongko.
Keterangan : b = Proporsi pisang dan puree wortel
b1= 100%:0% b4= 85%:15%
b2= 95%:5% b5= 80%:20%
b3= 90%:10% b6= 75%:25%
penambahan pisang dan puree wortel memberikan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap kadar serat kasar kue barongko pada setip perlakuan. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, serat kasar pada perlakuan b1 sebesar 12,57%
berbeda nyata terhadap perlakuan b4, b5 dan b6 tetapi tidak berbeda nyata
pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan b6 tetapi tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan b1, b3, b4, dan b5. Perlakuan b3 memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata terhadap perlakuan b1, b2, b4, b5 dan b6. Perlakuan b4
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap b2, b3, b5 dan b6.
51
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap perlakuan b2, b3, b4 dan
berbeda nyata terhadap perlakuan b3, b4 dan b5. Wortel mengandung selulosa,
dimana menurut Paramita dan Putri (2015), serat kasar seperti selulosa,
hemiselulosa dan lignin merupakan serat yang tidak larut air sehingga
keberadaannya akan tetap ada pada produk akhir meskipun telah melewati proses
yang ditambahkan maka semakin tinggi pula kadar serat kasar yang diperoleh. Hal
ini bisa jadi disebabkan karena serat kasar pada wortel lebih tinggi dibandingkan
pada pisang, dimana berdasarkan analisis serat kasar pada buah pisang dan wortel
Warna merupakan sifat produk pangan yang dapat dilihat sebagai sifat
fisik (objektif) dan sifat organoleptik (subjektif). Karena memiliki dua sifat
tersebut, maka warna pada produk pangan dapat diukur atau dianalisi secara
objektif dengan instrumen fisik dan secara organoleptik atau subjektif dengan
organoleptik adalah manifestasi dari sifat sinar yang dapat merangsang alat indra
mata dan dapat menghasilkan kesan psikologik terhadap warna benda. Persepsi
warna benda oleh seorang subjek dapat ditetapkan setelah benda tersebut terkena
sinar, kemudian sinar yang dipantulkan oleh benda tersebut mengenai retina mata.
52
Dalam hal ini, mata hanya mampu mengolah sinar tampak pada kisaran panjang
gelombang 380-770 nm. Di luar panjang gelombang tersebut, mata tidak lagi
warna yang dilihat berdasarkan nilai L dan oHue. Nilai L merupakan nilai yang
mulai dari angka 0 sampai 100. Nilai 0 merupakan warna hitam sedangkan nilai
100 merupakan warna putih, sehingga semakin tinggi kisaran nilai L maka
semakin cerah warna dari produk tersebut sedangkan oHue didapatkan dari nilai a
pengaruh yang berbeda nyata terhadap nila L dan oHue kue barongko. Grafik
pengaruh proporsi penambahan pisang dan puree wortel terhadap nilai L dan
53
90 ab ab 82,19a
78,48c 80,13 80,88 81,63 81,89
b ab
50
40 Derajat Hue
30 Nilai L
20
10
0
b1 b2 b3 b4 b5 b6
Perlakuan
Gambar 15. Grafik Pengaruh Proporsi Penambahan Pisang dan Puree Wortel
terhadap Nilai L dan oHue Kue Barongko.
Keterangan : b = Proporsi pisang dan puree wortel
b1= 100%:0% b4= 85%:15%
b2= 95%:5% b5= 80%:20%
b3= 90%:10% b6= 75%:25%
barongko berada pada rentang 54-90 yaitu pada kriteria kelompok warna Yellow
Red(YR) dengan kisaran 78,48 hingga 82,19 dari perlakuan b1 hingga perlakuan
b6. Hal ini berdasarkan dari kroma yang terbaca pada colorimeter untuk notasi a
(positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a* (negatif) dari 0
sampai -80 untuk warna hijau sedangkan notasi b menyatakan warna kromatik
campuran biru-kuning dengan nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna
kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Andarwulan
dkk, 2011).
54
Berdasarkan notasi a yang terbaca pada colorimeterdiketahui semakin
memberikan nilai yang semakin tinggi yang artinya semakin tinggi pigmen warna
merah pada kue barongko. Begitupun dengan nilai b, dimana semakin banyak
memberikan nilai yang semakin tinggi yang artinya semakin tinggi pigmen warna
kuning pada produk. Hal ini disebabkan karena adanya karotenoid yang berasal
dari pureewortel dimana karotenoid ini memberikan warna kuning, oranye dan
merah. Diketahui lebih dari 300 jenis karoten, dan semuanya berhubungan dengan
likopen yang memberikan warna merah pada tomat serta warna merah jambu pada
jeruk bali. Karotenoid dibagi menjadi karoten yang pada tanaman umumnya
berwarna oranye serta kemerahan dan xantofil yang berwarna kuning (Lean,
2006).
4.2.5. Organoleptik
menggunakan metode afektif (dari tabel 12) dan metode deskriptif (tabel 13) nilai
dari masing-masing perlakuan pada parameter warna, aroma, rasa dan tekstur
aroma, gambar 18 untuk parameter rasa dan gambar 19 untuk parameter tekstur.
55
4.2.5.1. Organoleptik Warna
8
6,8a 6,6a 6,7a
7
6
4,95b 4,95b 5,2b
Skor Warna
5
4
3
2
1
0
b1 b2 b3 b4 b5 b6
Perlakuan
Gambar 16. Grafik Pengaruh Proporsi Penambahan Pisang dan Puree Wortel
terhadap Warna (Afektif) Kue Barongko.
Keterangan : b = Proporsi pisang danpuree wortel
b1= 100%:0% b4= 85%:15%
b2= 95%:5% b5= 80%:20%
b3= 90%:10% b6= 75%:25%
wortel berpengaruh terhadap tingkat kesukaan warna kue barongko dengan purata
berkisar antara 4,95 sampai 6,7. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna kue
barongko tanpa adanya penambahan pureewortel (b1) berada pada kriteria agak
tidak suka. Sedangkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna kue barongko
dengan penambahan wortel berada pada kriteria netral hingga suka. Dari hasil
tingkat kesukaan panelis cenderung meningkat. Hal ini bisa jadi disebabkan
semakin cerah. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (2013), peranan warna sebagai
salah satu indeks mutu bahan pangan yang sangat penting untuk diperhatikan
56
karena pada umumnya sebelum memperhatikan parameter lain (rasa, nilai gizi dan
lain sebagainya) seseorang pertama-tama akan tertarik oleh warna suatu bahan.
4
3 2.65 2.65 2.5 Afektif
2.35 2.3 2.35
2 Deskriptif
1
0
b1 b2 b3 b4 b5 b6
Perlakuan
Gambar 17. Grafik Pengaruh Proporsi Penambahan Pisang dan Puree Wortel
terhadap Aroma (Afektif dan Deskriptif) Kue Barongko.
Keterangan : b = Proporsi pisang dan puree wortel
b1= 100%:0% b4= 85%:15%
b2= 95%:5% b5= 80%:20%
b3= 90%:10% b6= 75%:25%
produk pangan. Dimana aroma khas yang dirasakan oleh indera penciuman
tergantung dari bahan yang digunakan atau ditambahkan dalam proses pembuatan
pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan aroma (afektif dan
tingkat kesukaan panelis berada pada kriteria agak suka dan suka dengan skor
5,95 hingga 6,6. Sedangkan pada metode deskriptif nilai kue barongko untuk uji
57
organoleptik pada parameter aroma berkisar antara 2,3 sampai 2,65 yakni
beraroma pisang dan agak beraroma pisang. Hal ini disebabkan karena aroma
pisang yang tercium pada kue barongko memang lebih kuat dibandingkan dari
5
4
Afektif
3 2.15 2.25 2.05 2.05 2.1 1.95 Deskriptif
2
1
0
b1 b2 b3 b4 b5 b6
Perlakuan
Gambar 18. Grafik Pengaruh Proporsi Penambahan Pisang dan Puree Wortel
terhadap Rasa (Afektif dan Deskriptif) Kue Barongko.
Keterangan : b = Proporsi pisang dan puree wortel
b1= 100%:0% b4= 85%:15%
b2= 95%:5% b5= 80%:20%
b3= 90%:10% b6= 75%:25%
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan panelis
pada kue barongko untuk parameter rasa (metode afektif) dengan kisaran nilai
6,25 dengan kriteria agak suka sampai 6,9 dengan kriteria suka. Sedangkan untuk
uji organoleptik dengan metode deskriptif, nilai untuk rasa kue barongko berada
58
pada kisaran 1,95 hingga 2,25 dengan kriteria berasa manis. Hal ini disebabkan
karena hingga perlakuan b6 dengan proporsi penambahan pisang dan puree wortel
sebanyak 300 g : 100 g masih memberikan rasa khas barongko yaitu rasa manis
yang merupakan rasa yang ditimbulkan karena adanya pisang serta bahan
6 5.6
5
4 Afektif
3 Deskriptif
2
1
0
b1 b2 b3 b4 b5 b6
Perlakuan
Gambar 19. Grafik Pengaruh Proporsi Penambahan Pisang dan Puree Wortel
terhadap Tekstur (Afektif dan Deskriptif) Kue Barongko.
Keterangan : b = Proporsi pisang dan puree wortel
b1= 100%:0% b4= 85%:15%
b2= 95%:5% b5= 80%:20%
b3= 90%:10% b6= 75%:25%
memiliki sifat tekstur yang berbeda tergantung pada keadaan fisik, ukuran dan
bahwa proporsi penambahan pisang dan puree wortel memberikan pengaruh yang
tidak berbeda nyata terhadap tingkat kesukaan panelis pada kue barongko untuk
59
parameter tekstur (metode afektif) dengan nilai berada pada kisaran 5,6 hingga
6,25 dengan kriteria agak suka. Sedangkan untuk uji organoleptik parameter
tekstur (metode deskriptif), proporsi penambahan pisang dan puree wortel juga
dimana nilai untuk parameter tekstur (metode deskriptif) berkisar dari 6,4 dengan
kriteria tidak lunak hingga 7,7 dengan kriteria agak lunak. Adanya perubahan
tekstur antara kue barongko yang tidak ditambahkan dengan puree wortel dan kue
barongko yang ditambahkan dengan puree wortel disebabkan karena kadar air
dari bahan-bahan yang ditambahkan diantaranya adalah pisang dan puree wortel
dimana berdasarkan analisis pada bahan segar, puree memiliki kandungan kadar
air yang lebih tinggi dibandingkan dengan pisang yaitu 87,59% untuk kadar air
wortel dan 62,38% untuk kadar air pisang sehingga menjadikan tekstur kue
barongko yang ditambahkan puree wortel menjadi lebih lunak dibandingkan kue
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. kadar air, kadar β-karoten, serat kasar, nilai L, oHue dan parameter warna
(afektif) kue barongko tetapi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
pada parameter aroma, rasa dan tekstur baik secara afektif maupun deskriptif.
3.Perlakuan dengan proporsi pisang 75% dan puree wortel 25% dianggap sebagai
perlakuan terbaik dengan kadar air sebesar 62,71%, kadar β-karoten 0,94
μg/100 g, kadar serat 14,55%, warna (nilai L) 63,06, oHue 82,19, warna (6,6),
aroma (6,6), rasa (6,9) dengan kriteria mendekati suka serta tekstur (6,25)
kriteria agak suka untuk uji organoleptik secara afektif, aroma (2,35) dengan
kriteria beraroma pisang, rasa (1,95) dengan kriteria berasa pisang serta
5.2. Saran
berikut :
1. Perlu dilakukan formulasi dengan sumber pangan lokal selain wortel untuk
pangan lokal.
61
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier Sonita. 2013. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Apriantini Astari. 2009. Kandungan Β-Karoten, Sifat Fisik dan Kimia serta Mutu
Organoleptik pada Wortel (Daucus carota L.) Organik dan Non-Organik
Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Basito, 2012. Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik pada Pembuatan Dodol yang
Disubstitusi dengan Wortel (Daucus Carota Linn). Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian.
Budiana, N.S. 2013. Buah Ajaib Tumpas Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1995. Daftar Komposisi Zat Gizi
Pangan Indonesia. Jakarta.
Hanafiah, K.A., 2001. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. PT. Raja
Grafindo Permata. Jakarta.
62
Haryoto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kanisius. Yogyakarta.
Herman, 2015. Pengaruh Garam Dapur (NaCl) Terhadap Kembang Susut Tanah
Lempeng. Jurnal Momentum ISSN : 1693-752.
Lean, M.E.J., 2006. Ilmu Pangan Gizi dan Kesehatan (Edisi Bahasa Indonesia).
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Lidiyawati dkk. 2013. Mentel [Permen Wortel] sebagai Solusi Penambah Vitamin
A. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. 3 [01].
Muchtadi Tien R. dan Sugiyono. 2013. Prinsip dan Proses Teknologi Pangan.
Alfabeta. Bogor.
Paramita, A.P. dan Widya Dwi, R.P. 2015. Pengaruh Penambahan Tepung
Bengkuang dan Lama Pengukusan terhadap Karakteristik Fisik, Kimia,
dan Organoleptik Flake Talas. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3[3]
63
Rahayu, I. 2003. Karakteristik Fisik Komposisi Kimia dan Uji Organoleptik
Ayam Merawang dengan Pemberian Pakan Bersuplemen Omega-3. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan XIV. [3] 199-205.
Sayekti Dyah Dwi, 2014. Pengaruh Penambahan Puree Wortel (Daucus carota)
dan Waktu Fermentasi Terhadap Hasil Jadi Bika Ambon. Jurnal Boga. 3
[01].
SNI 01-4309-1996. 1996. Syarat Mutu Kue Basah. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
Sunarjono Hendro, Estu Rahayu dan Nur Berlin V.A,. 2003. Wortel Lobak.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Ulfa Marya. 2014. Pemanfaatan Tepung Kacang Hijau dalam Pembuatan Bubur
Bayi dengan Penambahan Wortel Sebagai Sumber Vitamin A. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Mataram.
Vania, A. 2010. Mutu dan Potensi Brownies Kukus sebagai Pangan Fungsional
dengan Substitusi Tepung Pisang Modifikasi. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
64
Lampiran 1. Kuisioner Uji Organoleptik Kue Tradisional Barongko
Nama Panelis :
Tanggal Pengujian :
Instruksi Penilaian -Berikan penilaian terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur
Parameter
Kode Rasa Aroma Tekstur Warna
Sampel H S H S H D H
854
597
121
439
631
398
65
Keterangan Uji Skoring (S) :
Tekstur : Rasa :
1 = sangat padat 1 = sangat berasa manis
2 = padat 2 = berasa manis
3 = agak padat 3 = agak berasa manis
4 = tidak padat 4 = tidak berasa manis
5 = netral 5 = netral
6 = tidak lunak 6 = tidak berasa asam
7 = agak lunak 7 = agak berasa asam
8 = lunak 8 = berasa asam
9 = sangat lunak 9 = sangat berasa asam
Aroma :
1 = sangat beraroma pisang
2 = beraroma pisang
3 = agak beraroma pisang
4 = tidak beraroma pisang
5 = netral
6 = tidak beraroma wortel
7 = agak beraroma wortel
8 = beraroma wortel
9 = sangat beraroma wortel
66
Lampiran 2. Data Hasil Pengamatan Proporsi Penambahan Pisang dan Puree
Wortel Terhadap Kadar Air (%) Kue Barongko
Berat Berat BB + Berat Kadar Air
Perlakuan PURATA
Botol Sampel Sampel Akhir %
b1u1 31,7269 2,0073 33,7342 32,6756 52,737
b1u2 33,6097 2,0084 35,6181 34,5877 51,304 52,165
b1u3 34,8654 2,0249 36,8903 35,8312 52,303
b2u1 26,3433 2,0058 28,3491 27,2791 53,345
b2u2 18,131 2,007 20,138 19,0678 53,323 53,055
b2u3 32,3925 2,0148 34,4073 33,3496 52,496
b3u1 33,3348 2,0302 35,365 34,2658 54,142
b3u2 35,6457 2,0134 37,6591 36,5743 53,879 54,338
b3u3 30,2594 2,0097 32,2691 31,1639 54,993
b4u1 20,3181 2,0101 22,3282 21,2107 55,594
b4u2 17,4798 2,0082 19,488 18,3912 54,616 54,694
b4u3 21,8323 2,0142 23,8465 22,7614 53,872
b5u1 41,908 2,0671 43,9751 42,7994 56,876
b5u2 30,1814 2,0026 32,184 31,0298 57,635 57,073
b5u3 16,9896 2,0039 18,9935 17,8571 56,709
b6u1 33,7656 2,01 35,7756 34,5197 62,482
b6u2 31,9145 2,0103 33,9248 32,6681 62,513 62,712
b6u3 33,6065 2,0119 35,6184 34,3481 63,139
Lampiran 4. Tabel Hasil Uji Lanjut BNJ 5% Proporsi Penambahan Pisang dan
Puree Wortel Terhadap Kadar Air Kue Barongko
Ranking Perlakuan Non-Significant Range
6 b1 d
5 b2 cd
4 b3 c
3 b4 c
2 b5 b
1 b6 a
67
Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Proporsi Penambahan Pisang dan Puree
Wortel Terhadap Kadar β-Karoten (µg β-Karoten/100 g) Kue
Barongko
Nilai Yang
β-karoten Yang μg β-
Berat Terserap Pada
Perlakuan Terbaca Pada Kurva karoten/ 100 PURATA
Sampel Spektrofotometer
(μg/ml) g
(A)
68
Lampiran 7. Tabel Hasil Uji Lanjut BNJ 5% Proporsi Penambahan Pisang dan
Puree Wortel Terhadap Kadar β-Karoten Kue Barongko
Ranking Perlakuan Non-Significant Range
6 b1 d
5 b2 d
4 b3 c
3 b4 bc
2 b5 b
1 b6 a
69
Lampiran 9. Analisis Keragaman Proporsi Penambahan Pisang dan Puree Wortel
Terhadap Kadar Serat Kasar Kue Barongko
Sumber JK Db KT Fhit Ftab Ket
Keragaman
Perlakuan 5 9,17 1,84 6,74 3,11 S
Galat 12 3,27 0,27
Total 17 12,44
Lampiran 10. Tabel Hasil Uji Lanjut BNJ 5% Proporsi Penambahan Pisang dan
Puree Wortel Terhadap Kadar Serat Kasar Kue Barongko
Ranking Perlakuan Non-Significant Range
6 b1 c
5 b2 bc
4 b3 abc
3 b4 ab
2 b5 ab
1 b6 a
70
Lampiran 11. Data Analisis Nilai L, a, b dan oHue
Nilai Rerata
Derajat Rerata
Perlakuan Derajat
Hue Nilai L
L a b Hue
b1u1 50,43 3,36 18,88 79,9089
b1u2 50,47 3,71 17,64 78,1228 50,64 78,72
b1u3 51,01 3,45 18,21 78,1277
b2u1 50,63 3,27 18,83 81,1483
b2u2 50,59 3,25 18,79 79,187 50,41 80,13
b2u3 50,02 3,29 18,81 80,0789
b3u1 52,81 3,97 24,05 80,6266
b3u2 51,75 4,21 25,01 80,4448 52,44 80,88
b3u3 52,77 3,72 25,11 81,573
b4u1 60,34 4,15 29,07 80,8754
b4u2 60,39 4,12 29,05 81,9279 57,92 81,89
b4u3 61,03 4,14 29,01 81,8782
b5u1 60,48 5,65 38,45 81,6405
b5u2 61,19 5,63 38,44 79,6676 60,96 81,63
b5u3 61,21 5,7 37,47 81,572
b6u1 63,17 5,37 39,16 82,1917
b6u2 62,78 5,35 37,15 81,2185 63,06 82,19
b6u3 63,24 5,39 39,19 82,169
Lampiran 12. Analisis Keragaman Proporsi Penambahan Pisang dan Puree Wortel
Terhadap Nilai L Kue Barongko
Sumber JK Db KT Fhit Ftab Ket
Keragaman
Perlakuan 5 452,26 90,45 22,36 3,11 S
Galat 12 48,54 4,05
Total 17 500,80
Lampiran 13. Tabel Hasil Uji Lanjut BNJ 5% Proporsi Penambahan Pisang dan
Puree Wortel Terhadap Nilai L Kue Barongko
Ranking Perlakuan Non-Significant Range
5 b1 c
6 b2 c
4 b3 bc
3 b4 ab
2 b5 a
1 b6 a
71
Lampiran 14. Analisis Keragaman Proporsi Penambahan Pisang dan Puree Wortel
Terhadap oHue Kue Barongko
Sumber JK Db KT Fhit Ftab Ket
Keragaman
Perlakuan 5 24,30 4,86 16,40 3,11 S
Galat 12 3,55 0,30
Total 17 27,86
Lampiran 15. Tabel Hasil Uji Lanjut BNJ 5% Proporsi Penambahan Pisang dan
Puree Wortel Terhadap oHue Kue Barongko
Ranking Perlakuan Non-Significant Range
6 b1 a
5 b2 ab
4 b3 ab
2 b4 ab
3 b5 b
1 b6 c
72
Lampiran 16. Data Hasil Uji Organoleptik Warna Kue Barongko (Metode
Afektif)
Nilai Pengujian
Panelis Total
b1 b2 b3 b4 b5 b6
1 7 5 5 5 5 5 32
2 6 7 7 8 8 8 44
3 6 6 5 7 7 7 38
4 6 6 6 7 7 7 39
5 3 3 3 9 7 6 31
6 6 6 6 7 7 7 39
7 3 7 7 8 8 8 45
8 6 4 4 7 7 7 35
9 3 5 6 7 7 7 35
10 3 4 6 7 7 7 34
11 3 4 3 7 5 6 28
12 5 5 4 7 6 6 33
13 3 3 4 7 6 6 29
14 3 4 6 7 7 8 38
15 4 4 6 7 7 7 35
16 4 4 4 8 8 8 36
17 5 5 4 4 4 4 26
18 4 4 6 7 7 4 32
19 6 7 6 4 5 8 36
20 6 6 6 6 7 8 39
Total 89 99 104 136 132 134 704
Purata 4,45 4,95 5,2 6,8 6,6 6,7
73
Lampiran 18. Tabel Hasil Uji Lanjut BNJ 5% Uji Organoleptik Warna Kue
Barongko (Metode Afektif)
Ranking Perlakuan Non-Significant Range
5 b1 a
6 b2 a
4 b3 a
1 b4 b
3 b5 b
2 b6 b
Lampiran 19. Data Hasil Uji Organoleptik Aroma Kue Barongko (Metode
Afektif)
Nilai Pengujian
Panelis Total
b1 b2 b3 b4 b5 b6
1 4 4 6 7 7 6 34
2 5 4 6 6 6 6 33
3 6 6 8 8 8 8 44
4 4 4 6 7 7 6 34
5 7 6 6 4 7 6 36
6 4 4 6 6 4 4 28
7 5 7 4 6 6 6 34
8 6 6 6 4 6 6 34
9 5 5 6 6 6 6 34
10 5 4 6 7 6 7 35
11 6 6 7 7 7 7 40
12 7 7 7 7 7 7 42
13 7 7 7 9 7 7 44
14 8 8 8 8 8 8 48
15 7 7 7 7 6 7 41
16 7 7 7 7 6 7 41
17 7 7 7 7 6 7 41
18 7 7 7 7 6 7 41
19 6 6 8 8 8 8 44
20 6 6 6 4 6 6 34
Total 119 118 131 132 130 132 762
Purata 5,95 5,9 6,55 6,6 6,5 6,6
74
Lampiran 20. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Aroma Kue Barongko
(Metode Afektif)
Sumber JK Db KT Fhit Ftab Ket
Keragaman
Perlakuan 5 11 2,2 1,74 2,29 NS
Galat 114 144,3 1,27
Total 119 155,3
Lampiran 21. Data Hasil Uji Organoleptik Rasa Kue Barongko (Metode Afektif)
Nilai Pengujian
Panelis Total
b1 b2 b3 b4 b5 b6
1 4 6 6 7 7 7 37
2 5 3 3 5 4 5 25
3 6 6 6 7 7 7 39
4 4 6 6 7 7 7 37
5 6 6 6 6 7 7 38
6 6 6 6 6 6 6 36
7 6 8 5 6 5 6 36
8 3 3 6 4 6 7 29
9 7 6 6 7 7 7 40
10 6 4 6 7 7 7 37
11 7 6 7 7 7 7 41
12 8 8 8 7 7 7 45
13 7 7 7 9 8 7 45
14 8 8 8 8 8 8 48
15 7 7 7 7 7 7 42
16 7 7 7 7 7 7 42
17 8 8 8 8 8 8 48
18 7 7 7 7 7 7 42
19 6 6 6 7 7 7 39
20 7 7 7 7 7 7 42
Total 125 125 128 136 136 138 788
Purata 6,25 6,25 6,4 6,8 6,8 6,9
75
Lampiran 22. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Rasa Kue Barongko (Metode
Afektif)
Sumber JK Db KT Fhit Ftab Ket
Keragaman
Perlakuan 5 8,97 1,79 1,38 2,29 NS
Galat 114 148,5 1,30
Total 119 157,4
Lampiran 23. Data Hasil Uji Organoleptik Tekstur Kue Barongko (Metode
Afektif)
Nilai Pengujian
Panelis Total
b1 b2 b3 b4 b5 b6
1 4 4 6 6 6 6 32
2 5 4 5 5 6 6 31
3 6 6 6 6 6 7 37
4 4 4 6 6 6 6 32
5 7 7 7 7 7 7 42
6 4 4 4 4 4 5 25
7 5 7 6 6 5 5 34
8 4 4 5 6 4 7 30
9 5 6 6 4 5 5 31
10 5 4 6 6 4 6 31
11 7 7 7 7 7 7 42
12 8 8 7 8 8 8 47
13 7 7 4 9 4 4 35
14 6 6 6 6 6 6 36
15 7 6 7 7 5 5 37
16 6 6 6 6 6 7 37
17 4 7 6 7 4 7 35
18 7 7 7 7 7 7 42
19 6 6 6 6 6 7 37
20 6 6 6 6 6 7 37
Total 113 116 119 125 112 125 710
Purata 5,65 5,8 5,95 6,25 5,6 6,25
76
Lampiran 24. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Tekstur Kue Barongko
(Metode Afektif)
Sumber JK Db KT Fhit Ftab Ket
Keragaman
Perlakuan 5 8,17 1,63 1.23 2,29 NS
Galat 114 151 1,32
Total 119 159,17
Lampiran 25. Data Hasil Uji Organoleptik Aroma Kue Barongko (Metode
Deskriptif)
Nilai Pengujian
Panelis Total
b1 b2 b3 b4 b5 b6
1 3 3 5 3 2 2 18
2 1 2 2 2 2 2 11
3 3 3 2 2 2 2 14
4 3 3 5 3 2 2 18
5 2 2 3 2 2 2 13
6 2 2 2 2 4 4 16
7 3 3 2 7 1 1 17
8 3 2 3 3 3 3 17
9 5 5 5 5 5 5 30
10 3 2 5 3 5 3 21
11 2 2 2 2 2 2 12
12 1 1 1 2 2 2 9
13 2 2 2 2 3 2 13
14 2 2 2 2 2 2 12
15 1 1 1 1 1 1 6
16 1 1 2 2 2 2 10
17 2 2 2 3 3 3 15
18 3 3 3 3 3 3 18
19 3 3 2 2 2 2 14
20 2 2 2 2 2 2 12
Total 47 46 53 53 50 47 296
Purata 2,35 2,3 2,65 2,65 2,5 2,35
77
Lampiran 26. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Aroma Kue Barongko
(Metode Deskriptif)
Sumber JK Db KT Fhit Ftab Ket
Keragaman
Perlakuan 5 2,47 0,49 0,40 2,29 NS
Galat 114 139,4 1,22
Total 119 141,87
Lampiran 27. Data Hasil Uji Organoleptik Rasa Kue Barongko (Metode
Deskriptif)
Nilai Pengujian
Panelis Total
b1 b2 b3 b4 b5 b6
1 7 2 2 2 2 2 17
2 1 2 1 2 2 2 10
3 2 1 2 2 2 2 11
4 2 2 2 2 2 2 12
5 2 2 2 2 2 2 12
6 2 2 2 2 3 3 14
7 2 6 2 3 1 1 15
8 3 2 3 3 3 3 17
9 2 2 2 2 2 2 12
10 4 2 6 2 7 2 33
11 2 2 2 2 2 2 12
12 1 1 1 1 1 1 6
13 2 2 2 3 2 2 13
14 1 2 2 1 1 2 9
15 1 1 1 1 1 1 6
16 1 2 2 2 2 3 12
17 2 3 1 2 2 2 12
18 2 2 2 2 2 2 12
19 2 1 2 2 2 2 11
20 2 6 2 3 1 1 15
Total 43 45 41 41 42 39 261
Purata 2,15 2,25 2,05 2,05 2,1 1,95
78
Lampiran 28. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Rasa Kue Barongko (Metode
Deskriptif)
Sumber JK Db KT Fhit Ftab Ket
Keragaman
Perlakuan 5 1,04 0,21 0,17 2,29 NS
Galat 114 136,95 1,20
Total 119 137,99
Lampiran 29. Data Hasil Uji Organoleptik Tekstur Kue Barongko (Metode
Deskriptif)
Nilai Pengujian
Panelis Total
b1 b2 b3 b4 b5 b6
1 3 3 8 8 8 6 36
2 1 2 2 8 8 9 30
3 7 7 3 7 7 7 38
4 3 3 8 8 8 6 36
5 8 8 8 8 7 8 47
6 8 8 8 9 9 9 51
7 7 7 7 7 3 7 38
8 8 9 8 9 9 8 51
9 7 7 7 7 7 6 41
10 3 7 3 4 8 6 31
11 8 8 8 8 8 8 48
12 9 9 9 8 8 8 60
13 7 8 7 6 6 7 41
14 8 8 9 9 9 9 52
15 7 7 7 7 7 7 42
16 8 8 8 9 8 8 49
17 3 7 3 7 5 7 32
18 8 8 8 9 8 9 50
19 7 7 3 7 7 7 38
20 8 8 8 9 8 8 49
Total 128 139 132 154 148 150 860
Purata 6,4 6,95 6,6 7,7 7,4 7,5
79
Lampiran 30. Analisis Keragaman Uji Organoleptik Tekstur Kue Barongko
(Metode Deskriptif)
Sumber JK Db KT Fhit Ftab Ket
Keragaman
Perlakuan 5 27,44 5,49 1,69 2,29 NS
Galat 114 370,55 3,25
Total 119 397,99
Lampiran 31. Dokumentasi Proses Pembuatan dan Analisis (Kimia, Fisik dan
Organoleptik) Kue Barongko
80
Analisis Kadar Air
81
Analisis Kadar Serat Kasar
82
Uji Warna (Fisik) dan Organoleptik
83
p4 (85% pisang : 15% p5 (80% pisang : 20% p6 (75% pisang : 25%
wortel) wortel) wortel)
84