Banyak enzim ada dalam tubuh pad pH yang agak berbeda dari pH
optimumnya. Hal ini sebagian disebabkan karena adanya perbedaan dalam
ketepatan in vivo, dibandingkan dengan in vitro. Ditekankan pula bahwa
pengendalian pH merupakan cara yang penting untuk mengatur aktivitas enzim.
Misalnya enzim lisosom, sebagai suatu kelompok mempunyai pH optimal yang
cukup asam, yang sering tidak tercapai di luar lisosom pada keadaan kesehatan
seluler. Apabila sel rusak, maka sel mungkin akan menjadi asidotik, dengan akibat
sobeknya membran lisosom dan lepasnya enzim yang dikandung. Dalam kondisi
asidotik, enzim ada dalam lingkungan yang lebih untuk dapat berfungsi sebagai
pembersih material-material dari sel-sel yang rusak berat atau mati
(Montgomery, 1993).
2) Suhu
Gambar 2.3 Hubungan antara konsentrasi enzim dengan kecepatan reaksi enzim
4) Konsentrasi Substrat
. Aktivitas enzim dipengaruhi pula oleh konsentrasi substrat. Hasil
eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka
penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi
pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun
konsentrasi substrat diperbesar (Anna Poedjiadi, 2009).
Pada konsentrasi substrat yang amat rendah, kecepatan reaksipun amat
sangat rendah, tetapi kecepatan ini akan meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi substrat. Jika diuji pengaruh konsentrasi substrat yang terus
meningkat setiap saat, kita mengukur kecepatan awal reaksi yang dikatalisis ini,
kita akan menemukan bahwa kecepatan ini meningkat dengan nikai yang semakin
kecil. Pada akhirnya akan tercapai titik batas, dan setelah titik ini dilampaui,
kecepatan reaksi hanya akan meningkat sedemikian kecil dengan bertambahnya
konsentasi substrat (gambar 2.4). Bagaimanapun tingginya konsentrasi substrat
setelah titik ini tercapai, kecepatan reaksi akan mendekati, tetapi tidak akan
pernah mencapai garis maksimum. Pada batas ini, yang disebut kecepatan
maksimum (V maks), enzim menjadi jenuh oleh substratnya, dantidak dapat
berfungsi lebih cepat (Marks, 1996).
Pengaruh kejenuhan ini diperlihatkan oleh hampir semua enzim. Hal inilah
yang membawa Victor Henri pada tahun 1903, menyatakan bahwa enzim
bergabung dengan molekul substrat, untuk membentuk suatu kompleks enzim
substrat sebagai tahap yang harus dilalui dalam katalis oleh enzim. Pemikiran ini
diperluas menjadi suatu teori umum kerja enzim, terutama oleh Leonor Michaelis
dan Maud Menten pada tahun 1993. Mereka mengemukakan bahwa enzim E
pertama-tama bergabung dengan substratnya S dalam reaksi balik, membentuk
kompleks enzim-substrat ES. Reaksi ini berlangsung relatif cepat (Marks, 1996).
6) Inhibitor
Akan tetapi penghambat I tidak dapat dikatalisis oleh enzim untuk menghasilkan
produk reaksi yang baru (Marks, 1996).
Contoh klasik jenis ini adalah penghambatan kompetitif dehidrogenase
suksinat oleh anion malonat. Dehidrogenase suksinat adalah anggota golongan
enzim yang mengkatalisis siklus asam sitrat, lintas akhir metabolik bagi degradasi
oksidatif karbohidrat dan lemak di dalam mitikondria. Enzim ini mengkatalisa
pembebasan dua atom hidrogen dari suksinat, satu dari masing-masing dari
kedua gugus metilen (-CH2-). Dehidrogenase suksinat dihambat oleh malonat,
yang menyerupai suksinat karena sama-sama memiliki dua gugus karboksil yang
mengion pada pH 7,0 tetapi hanya berbeda dalam tiga atom karbonnya. Akan
tetapi, malonat tidak terdehidrogenasi oleh dehidrigenasi suksinat; malonat hanya
menempati sisi aktif enzim dan menguncinya sehingga tidak dapat bekerja pada
substrat normalnya. Sifat dapat balik penghambatan oleh malonat diperlihatkan
oleh kenyataan bahwa peningkatan konsentrasi suksinat akan menurunkan
tingkat penghambatan oleh konsebtrasi malonat tertentu (Marks, 1996).
Senyawa lain dengan jarak yang sesuai di antara dua gugus anion dapat
bekerja sebagai penghambat kompetitif dehidrogenase suksinat; diantaranya
terdapat oksaloasetat, suatu senyawa antara, dalam siklus asam sitrat. Dari
hubungan struktural ini, telah disimpulkan bahwa sisi katalitik dehidrogenase
suksinat dilengkapi dengan dua gugus bermuatan positif yang berjarak tertentu
dari masing-masing, yang dapat menarik dua gugus karboksilat bermuatan negatif
dari anion suksinat. Sisi katalitik dehidrogenase suksinat, oleh karenanya
memperlihatkan sifat komplementer terhadap struktur substrat nya (Marks, 1996).
Penghambatan kompetitif paling mudah dikenal di dalam percobaan-
percobaan dengan menentukan pengaruh konsentrasi penghambat terhadap
hubungan di antara konsentrasi substrat dan kecepatan awal. Transformasi
kebalikan ganda dari persamaan Michaels-Menten amat bermanfaat dalam
menentukan apakah penghambatan enzim yang dapat balik itu bersifat kompetitif
atau nonkompetitif. Pemetaan kebalikan ganda juga menghasilkan tetapan
disosiadi K1 kompleks enzim penghambat (Marks, 1996).
ES + I ↔ ESI
Penghambatan enzim secara nonkompetitif deibedakan dari penghambatan
kompetitif oleh pemetaan kebalikan ganda terhadap data kecepatan reaksi.
Penghambat nonkompetitif yang paling penting adalah senyawa antara metabolik
yang terdapat di alam, yang dapat berikatan secara dapat balik dengan sisi
spesifik pada enzim pengatur tertentu, dan karenanya, mengubah aktivitas sisi
katalitiknya. Contohnya adalah penghambatan dehidratase L-treonin oleh L-
isoleusin (Marks, 1996).
Montgomery, R., Dryer, Robert L., Conway, Thomas W., Spector, Arthur A., 1993,
Biokimia Suatu Pendekatan Berorientasi-Kasus Jilid 1, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Wirahadikusumah, M., 1997, Biokimia Protein Enzim dan Asam Nukleat, ITB,
Bandung.
Poedjaji, A., Supriyanti, F.M. Titin., Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Soewoto, Hafiz., dkk. 2000, Biokimia Eksperimen Laboratorium, Widya Medika,
Jakarta.