Anda di halaman 1dari 12

Denaturasi

Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi
berikatan dengan substratnya. Atau dengan kata lain Denaturasi ( denaturation) merupakan
Perubahan struktur molekul protein yang menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi dan
biologis. Denaturasi terjadi dengan perlakuan panas, alcohol, aseton, asam, getaran ultra sonic
atau radiasi Ultraviolet. (Ir. Djarir Makfoeld, M. S. 2002)

Faktor-faktor yang mempengaruhi denaturasi adalah : (Wirahadikusumah, M. 1989)


a. Suhu Pada protein suhu sangatlah dijaga, hal ini di kerenakan kenaikan suhu
menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Denaturasi adalah rusaknya struktur protein
dikarenakan yang menyebabkan protein kehilangan satu hingga sebagian fungsi biologiknya.
Contohnya adalah telur yang digoreng akan menyebabkan ovalbumin mengalami denaturasi.
Atau penambahan detergen pada kebanyakan protein dalam larutan menyebabkan
pengrusakan interaksi hidrofobik pada bagian dalam dari molekul protein dan dengan
demikian menyebabkan perubahan dalam struktur keseluruhan protein.
b. pH Pada umumnya struktur ion protein tergantung pada pH lingkungannya. Struktur
protein terdiri dari beberapa asam amino, dimana asam amino ini dapat bertindak sebagai ion
positif, ion negatif atau berdwikutub (zwitterion). Bentuk ion dwikutub bentuk tak
berdisosiasi Disamping itu, pH yang rendah dan tinggi dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi dan merubah strukktur dari protein.
c. Radiasi Radiasi merupakan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi struktur dari suatu
protein. Banyak orang mungkin tidak mengetahui bahwa radiasi sangatlah berpengaruh
terhadap struktur protein. Hal ini disebabkan karena dalam struktur protein terdapat ikatan-
ikatan yang bila terkena sinar radiasi akan berpengaruh.
Contoh yang umum adalah mengenai rambut yang merupakan protein, dimana akan rusak
strukturnya bila terus menerus disinari sinar matahari (salah satu bentuk radiasi).
d. Pelarut Organik Protein terdiri atas asam amino yang memiliki struktur yang berbeda. Jadi
pelarut organik sangatlah berpengaruh terhadap striktur protein. Selain itu karena ikatan-
ikatan yang terbentuk pada protein inilah yang mempengaruhi perubahan struktur protein bila
dilarutkan dalam pelarut organic.
Mekanisme Denaturasi:

 Denaturasi karena Panas:

Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar.
Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul
penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul
tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa
makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim
pencernaan dalam mencerna protein tersebut.

Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya
menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-
kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang
berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.

 Alkohol dapat merusak ikatan hidrogen:

Ikatan hidrogen terjadi antara gugus amida dalam struktur sekunder protein. Ikatan hidrogen
antar rantai samping terjadi dalam struktur tersier protein dengan kombinasi berbagai asam
amino penyusunnya.

 Denaturasi karena Asam dan basa:

Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai ph isoelektris yaitu ph dimana
protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami
denaturasi yang ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan. Asam dan basa dapat
mengacaukan jembatan garam dengan adanya muatan ionik. Sebuah tipe reaksi penggantian
dobel terjadi sewaktu ion positif dan negatif di dalam garam berganti pasangan dengan ion
positif dan negatif yang berasal dari asam atau basa yang ditambahkan. Reaksi ini terjadi di
dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi

 Denaturasi karena Garam logam berat:

Garam logam berat mendenaturasi protein sama dengan halnya asam dan basa. Garam logam
berat umumnya mengandung Hg+2, Pb+2, Ag+1 Tl+1, Cd+2 dan logam lainnya dengan berat atom
yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya
garam protein-logam yang tidak larut

Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif
(logam) diperlukan ph larutan diatas pi karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion
negatif diperlukan ph larutan dibawah pi karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang
dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++, sedangkan ion-
ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan
sulfosalisilat .
 Garam logam berat merusak ikatan disulfida:

Logam berat juga merusak ikatan disulfida karena affinitasnya yang tinggi dan kemampuannya
untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein\

 Agen pereduksi merusak ikatan disulfida:

Ikatan disulfida terbentuk dengan adanya oksidasi gugus sulfhidril pada sistein. Antara rantai
protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan membentuk ikatan
disulfida kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat memutuskan ikatan disulfida, dimana
penambahan atom hidrogen sehingga membentuk gugus tiol.

Dampak Pada Produk:


Protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang
bersifat hidrofobik berbalik ke luar, sedangakan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat ke
dalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya bila larutan protein telah mendekati pH
isoelektrik, dan akhirnya protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah
karena molekul mengembang dan menjadi asimetrik, demikian jua sudut putaran optik larutan
protein akan meningkat. Enzim-enzim yang gugus prostetiknya terdiri dari protein akan
kehilangan aktivitasnya sehingga tidak berfungsi lagi sebagai enzim yang aktif.

Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu oleh panas, pH ekstrim, bahan
kimia, mekanik, beberapa pelarut organik seperti alkohol atau aseton, urea, deterjen, dan lain-
lain. Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein.
Senyawa kimia seperti urea dan garam guanidina dapat memecah ikatan hidrogen yang pada
akhirnya menyebabkan denaturasi protein. Dengan cara tersebut, urea dan garam guanidina dapat
memecah interaksi hidrofobik dan meningkatkan daya kelarutan gugus hidrofobik dalam air.
Deterjen atau sabun dapat menyebabkan denaturasi protein karena senyawa ini dapat membentuk
jembatan antara gugus hidrofobik dengan hidrofilik sehingga praktis terdenaturasi.
KOAGULASI
Koagulasi merupakan salah satu sifat dari koloid. Partikel-partikel suatu koloid dapat mengalami
penggumpalan membentuk zat semi-padat. Partikel-partikel koloid tersebut bersifat stabil karena
memiliki muatan listrik sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut
akan bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan
pengendapannya disebut Koagulasi. Dalam hal ini, koagulasi koloid merupakan proses
bergabungnya partikel-partikel koloid secara bersama membentuk zat dengan massa yang lebih
besar.

Faktor - faktor yang mempengaruhi koagulasi :


1. Pemilihan bahan kimia.
Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku
yangakan diolah yaitu:
· Suhu
· pH
· Alkalinitas
· Kekeruhan
· Warna

Efek karakteristik tersebut terhadap koagulan adalah:


· S u h u berpengaruh terhadap daya koagulasi dan memerlukan pemakaian bahan kimia
berlebih,untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima.
· pH Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi. pH
optimumbervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan.
· Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik,
padakasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui
penambahanbahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu).
· Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok.Makin sedikit partikel, makin
jarang terjadi tumbukan antar partikel/flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok
berakumulasi.
· Warna. Warna berindikasi kepada senyawa organik, dimana zat organik bereaksi dengan
koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat organik tersebut berada di
dalam airbaku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai

2. Penentuan dosis optimum koagulan


Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis
optimummungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam
air baku,tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana
terjadiperubahan kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis
optimumberulang-ulang.

3. Penentuan pH optimum
Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh
reaksihidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum
bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu.
Apabila muatan koloid dihilangkan, maka kestabilan koloid akan berkurang dan dapat
menyebabkankoagulasi atau penggumpalan. Penghilangan muatan koloid dapat terjadi pada sel
elektroforesisatau jika elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Apabila arus listrik
dialirkan cukup lama kedalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan digumpalkan ketika
mencapai elektrode.
Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang
bermuatanpositif digumpalkan di katode.Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek
di lapangan adalah alumunium sulfat[Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif
lebih murah dibandingkan dengan jeniskoagulan lain.
Mekanisme Koagulasi
1. Secara fisika
Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti :
1. Pemanasan,
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan tumbukan antar partikel-partikel soldengan
molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi
padapermukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan. contoh: darah
2. Pengadukan, contoh: tepung kanji
3. Pendinginan, contoh: agar-agar
2. Secara kimia
Sedangkan secara kimia seperti penambahan elektrolit (asam, basa, atau garam).
Contoh: susu + sirup masam —> menggumpal
lumpur + tawas —> menggumpal
3. Pencampuran koloid yang berbeda muatan,dan penambahan zat kimia koagulan.
Contoh: Fe(OH)3 yang bermuatan positif akan menggumpal jika dicampur As2S3 yang
bermuatan negatif.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan koloid bersifat netral, yaitu:
a. Menggunakan Prinsip Elektroforesis.
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikelkoloid yang bermuatan ke elektrode
dengan muatan yang berlawanan. Ketika partikel ini mencapaielektrode, maka sistem koloid
akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
b. Penambahan koloid dengan muatan berlawanan.
Dapat terjadi sebagai berikut: Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation),
sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan
membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka
selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan
ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid,sehingga makin cepat terjadi koagulasi.
(Sudarmo,2004)
c. Penambahan Elektrolit.
Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem koloid, maka partikel koloid yang bermuatan
negatif akan mengadsorpsi koloid dengan muatan positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga
sebaliknya, partikel positif akan mengadsorpsi partikel negatif (anion) dari elektrolit. Dari
adsorpsi diatas, maka terjadi koagulasi.
d. Pendidihan
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol dengan
molekul-molekul air bertambah banyak. Menyebabkan lepasnya elekrolit yang teradsorpsi pada
permukaan koloid.

Dampak Koagulasi:
Akibat terjadinya koagulasi pada produk antara lain, yaitu penurunan daya larut molekul –
molekul protein atau perubahan bentuk cairan (sol) menjadi bentuk padat atau semu padat (gel).

Browning
Browning adalah proses menjadi cokelat, terutama mengacu pada makanan. Makanan browning
mungkin diinginkan, seperti dalam karamelisasi, atau tidak diinginkan, seperti pada apel balik
coklat setelah dipotong. Makanan, termasuk minuman, dapat berubah menjadi cokelat baik
melalui proses enzimatik atau non-enzimatik.
Berbagai teknik ada untuk mencegah pencoklatan enzimatis, masing-masing mengeksploitasi
aspek yang berbeda dari proses biokimia. Antara lain:
1. Jus lemon dan asam lainnya menurunkan pH dan menghapus kofaktor tembaga yang
diperlukan untuk enzim yang bertanggung jawab untuk fungsi
2. Blansing mengubah sifat enzim dan menghancurkan reaktan bertanggung jawab
3. Suhu dingin juga dapat mencegah pencoklatan enzimatis dengan mengurangi laju reaksi.
4. Gas inert, seperti nitrogen, oksigen yang diperlukan mencegah dari bereaksi
5. Bahan kimia seperti natrium bisulfit dan sitrat

Nonenzymatic, or oxidative, browning is a chemical process that produces a brown color in


foods without the activity of enzymes. The two main forms of nonenzymatic browning are
caramelization and the Maillard reaction. Both vary in reaction rate as a function of water
activity.
Caramelization is the pyrolysis of sugar. It is used extensively in cooking for the resulting nutty
flavor and brown color. As the process occurs, volatile chemicals are released, producing the
characteristic caramel flavor.
The Maillard reaction is a chemical reaction between an amino acid and a reducing sugar,
usually requiring the addition of heat. The sugar interacts with the amino acid, producing a
variety of odors and flavors. The Maillard reaction is the basis of the flavoring industry, since
the type of amino acid involved determines the resulting flavor; it also produces toast.
(Douglas B.Mac Dougall, 2000)

Nonenzimatik, atau oksidatif, pencoklatan adalah sebuah proses kimia yang menghasilkan warna
coklat dalam makanan tanpa aktivitas enzim. Dua bentuk utama browning nonenzimatik adalah
karamelisasi dan reaksi Maillard. Keduanya berbeda dalam laju reaksi sebagai fungsi dari
aktivitas air.
Karamelisasi adalah pirolisis gula. Hal ini digunakan secara ekstensif dalam memasak untuk rasa
pedas yang dihasilkan dan warna cokelat. Karena proses terjadi, bahan kimia yang mudah
menguap dilepaskan, menghasilkan rasa karamel karakteristik.
Reaksi Maillard adalah reaksi kimia antara asam amino dan gula pereduksi, biasanya
membutuhkan penambahan panas. Gula berinteraksi dengan asam amino, memproduksi berbagai
bau dan rasa. Reaksi Maillard adalah dasar dari industri bumbu, karena jenis asam amino yang
terlibat menentukan rasa yang dihasilkan, tetapi juga menghasilkan roti panggang.
(Douglas B.Mac Dougall, 2000)
Reaksi pencoklatan non-enzimatis yaitu karamelisasi, reaksi Maillard, dan pencoklatan akibat
vitamin C. (Winarno FG. 2008)
1. Karamelisasi
Bila suatu larutan sukrosa diuapkan maka konsentrasinya akan meningkat, demikian juga
titik didihnya. Keadaan ini akan terus berlangsung sehingga seluruh air menguap semua. Bila
keadaan tersebut telah tercapai dan pemanasan diteruskan, maka cairan yang ada bukan lagi
terdiri dari air tetapi cairan sukrosa yang lebur. Titik lebur sukrosa adalah 1600C. Bila gula yang
telah mencair tersebut dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya, misalnya
pada suhu 1700C, maka mulailah terjadi karamelisasi sukrosa. Reaksi yang terjadi bila gula
mulai hancur atau terpecah-pecah tidak diketahui pasti, tetapi paling sedikit melalui tahap-tahap
seperti berikut: Mula-mula setiap molekul sukrosa dipecah menjadi sebuah molekul glukosa dan
sebuah fruktosan (Fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mampu
mengeluarkan sebuah molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah glukosan, suatu
molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan
polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam campuran tersebut.
Warna coklat karamel didapat dari pemanasan larutan sukrosa dengan amonium bisulfat
seperti yang digunakan pada minuman cola, minuman asam lainnya, produk-produk hasil
pemanggangan, sirup, permen, pelet, dan bumbu kering. Larutan asam (pH 2-4,5) ini memiliki
muatan negatif. Terdapat tiga kelompok karamel, yaitu karamelan, karamelen, dan karamelin,
yang masing-masing memiki bobot molekul berbeda (Fennema 1996)
2. Reaksi Maillard
Reaksi Maillard adalah reaksi yang terjadi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi
dengan gugus amina primer. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna cokelat, yang
sering disebut dikehendaki atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu.
Reaksi Maillard berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut :

 Sutu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan suatu gugus amino dari
protein sehingga menghsilkan basa Schiff.
 Perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga menjadi amino ketosa.
 Dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membentuk turunan-turunan furfuraldehida,
misalnya dari heksosa diperoleh hidroksi metil furfural.
 Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metil α-dikarbonil yang diikuti
penguraian menghasilkan reduktor-reduktor dan α-dikarboksil seperti metilglioksal,
asetol, dan diasetil.
 Aldehid-aldehid aktif dari 3 dan 4 terpolemerisasi tanpa mengikutsertakan gugus amino
(disebu kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna
cokelat yang disebut melanoidin.

Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin (asam amino) dan gula pereduksi (gugus keton atau
aldehidnya). Pada akhir reaksi terbentuk pigmen coklat melanoidin yang memiliki bobot molekul
besar. Reaksi yang diawali dengan reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula dengan asam
amino pada protein ini membentuk glukosilamin. Selain gugus aldehid/keton dan gugus amino,
faktor yang memengaruhi reaksi Maillard, adalah suhu, konsentrasi gula, konsentrasi amino, pH,
dan tipe gula.
Berkaitan dengan suhu, reaksi ini berlangsung cepat pada suhu 100oC namun tidak terjadi
pada suhu 150oC. Kadar air 10-15% adalah kadar air terbaik untuk reaksi Maillard, sedangkan
reaksi lambat pada kadar air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Pada pH rendah, gugus
amino yang terprotonasi lebih banyak sehingga tidak tersedia untuk berlangsungnya reaksi ini.
Umumnya molekul gula yang lebih kecil bereaksi lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih
besar. Dalam hal ini, konfigurasi stereokimia juga memengaruh, misalnya pada sesama molekul
heksosa, galaktosa lebih reaktif dibanding yang lain
3. Pencoklatan Akibat Vitamin C
Vitamin C ( asam askorbat) merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak
sebagai precursor untuk pembentukan warna cokelat nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada
dalam keseimbangan dengan asam dehidrokaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam
dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonati
kemudian berlangsung reaksi Maillard dan proses pencoklatan.

Dampak:
Pencoklatan (browning) merupakan proses pembentukanpigmen berwarna kuning yangakan segera berubah
menjadi coklat gelap.
Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksioksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidaseatau polifenol
oksidase. Kedua enzim ini dapatmengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi
quinondan kemudian dipolimerasi menjadipigmenmelaniadin yang berwarna coklat
(Rahmawati 2008).
Daftar Pustaka:
 Douglas B. Mac Dougall. 2000. Color in food. Woodhead Publishing Limited. Cambrige.
England.
 Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc.
 Ir. Djarir Makfoeld, M.S. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius. Yogyakarta
 Rahmawati F. 2008. Pengaruh vitamin C terhadap aktivitas polifenol oksidase buah Apel
merah (Pyrus malus) secara in vitro [skripsi]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
 Sudarmo. 2004. Koagulasi dalam Koloid. Jakarta
 Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: MBrio Press
 Wirahadi Kusumah, M. 1982. Biokimia. ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai