Anda di halaman 1dari 33

Laporan Praktikum

Analisa Gula III

Oleh :
Veni Dwi Pawestri
17.01.008

POLITEKNIK LPP YOGYAKARTA


2019
DAFTAR ISI

Cover ........................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
Analisa Kadar Sesquioksid Nira Mentah ................................................................................... 1
Pembuatan Bahan Penjernih dan Indikator ................................................................................ 8
Analisa Aciditas Nira Mentah .................................................................................................. 12
Analisa Alkalinitas Air ............................................................................................................ 15
Analisa Kadar CaO Tetes......................................................................................................... 19
Analisis Kadar SO2 Gula ......................................................................................................... 22
Analisa Phospat Dalam Air ...................................................................................................... 26
Analisa Kadar Zat Organik Dalam Air .................................................................................... 29

ii
Analisa Kadar Sesquioksid Nira Mentah

I. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui kadar sesquioksid nira mentah


II. Dasar Teori
Kadar Sesquioksida adalah kadar senyawa – senyawa oksida dan dihidroksida
dari Fe dan Al. Nira mentah merupakan cairan yang berasal dari tanaman tebu. Dalam
tanaman tebu itu sendiri, terdapat kandungan Fe dan Al yang merupakan senyawa
anorganik dalam tebu. Senyawa anorganik dalam tebu berkisar 0,2 – 0,6 % yang terdiri
dari Fe2O3, Al2SO3, MgO, CaO, K2O, SO3 dan H2SO4. Senyawa – senyawa tersebut
berasal dari tanah dan pupuk yang dapat dipisahkan pada proses pemurnian.
Proses pemurnian dilakukan setelah dilakukan penggilingan tebu menjadi Nira
Mentah. Nira mentah dimurnikan dengan tujuan untuk memisahkan antara nira dengan
kotoran – kotoran yang melayang dan terlarut yang terkandung didalamnya sebanyak
mungkin tanpa adanya kerusakan dari sukrosa dengan menekan kehilangan gula sedikit
mungkin dengan harapan nira yang dihasilkan benar – benar murni.
Ada tiga macam proses pembuatan gula ditinjau dari proses pemurniannya, yaitu :
1. Proses Defekasi
Adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya hanya
menggunakan kapur sebagai bahan pemurni. Proses ini paling sederhana, sehingga
banyak disukai. Prinsip kerjanya adalah :
a. Pengapuran, yaitu proses penambahan susu kapur pada nira mentah tertimbang
pada kekentalan 15 ºBe (148 g CaO/ 1 nira), proses pengapuran ini di lakukan
di defekator.
b. Pengendapan, yaitu proses pemisahan antara nira bersih dengan nira kotor
yang dilakukan di tangki pengendap.
c. Penyaringan nira kotor, yaitu proses pemisahan nira dengan blotong yang
dilakukan dengan kain (filter).
2. Proses Sulfitasi
Adalah proses pengolahan gula yang di dalam proses pemurniannya
menggunakan kapur dan SO2 sebagai bahan pemurni. Gula yang di dapat dari
proses ini berwana putih. Sebelum memulai proses ini di tangki nira mentah
dilakukan penambahan asam phospat (H3PO4) sebanyak 210 kg/ 8 jam (250-300
ppm), yang bertujuan untuk :

1
• Menyerap koloid dan zat warna
• Menurunkan kadar kapur nira mentah
• Melunakkan kerak evaporator
• Mempermudah proses pengendapan, sehingga nira yang dihasilkan lebih jernih
Secara umum prinsip kerjanya ada 4 macam proses, yaitu :
a. Pemanasan
Yaitu proses pemberian panas pada nira mentah tertimbang yang dilakukan
dengan juice heater. Pada sulfitasi ini dilakukan proses pemanasan sebanyak 3
kali yaitu pada saat nira belum ditambahkan susu kapur yang dinamakan
pemanasan pendahulu I, kemudian saat setelah nira ditambah susu kapur dan
SO2 yang dinamakan dengan pendahulu II, terakhir pada saat setelah nira
diendapkan yang dinamakan pemanas pendahulu III. Pemanasan dilakukan
pada suhu 75-80°C.
b. Pengapuran
Yaitu proses pemberian susu kapur pada nira mentah tertimbang dengan
derajat kekentalan 6ºBe (1,7 ku CaO tiap 100 ku nira). Pengapuran dilakukan
pada defekator. Penetralan pH dengan penambahan susu kapur (Ca(OH)2)
hingga mencapai pH 7-7,5. Kemudian dipompa ke Preliming tank II, dan
ditambahkan lagi susu kapur hingga mencapai pH 8-9,5 (pH alkalis).
Penambahan H3PO4 berfungsi untuk memudahkan ikatan antara nira dengan
Ca(OH)2 membentuk endapan Ca3(PO4)2 dan memudahkan kotoran-kotoran
ikut terendap serta untuk memenuhi kandungan P2O5 dalam nira yang
diinginkan yaitu sekitar 300-350 ppm. Penambahan susu kapur yang berlebihan
akan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (Browning) nira, sehingga
nira berwarna lebih gelap. Kadar kapur maksimal nira jernih setelah
penambahan susu kapur adalah 1500 ppm.
Rekasi kimia yang terjadi antara susu kapur dengan asam phosphat, yaitu:
P2O5 + 3H2O → 2H3PO4
2H3PO4 + 3Ca(OH)2 → Ca3(PO4)2 + 6H2O
Endapan Ca3(PO4)2 akan menyerap kotoran dalam nira, dan
menggumpalkan unsur Fe (besi) dan Al (alumunium) karena pada suasana
asam akan membentuk Fe(OH)3 dan Al(OH)3 yang merupakan hidroksida
sukar larut.

2
c. Sulfitasi
Yaitu proses pemberian SO2 ke dalam nira mentah. Sulfitasi dilakukan di
tangki sulfitasi. Proses sulfitasi dengan penambahan gas SO2 hingga pH 6,5.
d. Pengendapan
Yaitu proses pemisahan antara nira bersih dengan nira kotor dengan
menggunakan flokulan. Pemisahan dilakukan di elarifier. Floc (kotoran yang
terikat flocculan) akan mengendap ke bawah, sehingga akan didapatkan nira
jernih di bagian atas dan nira kotoran di bagian bawah. Nira jernih disaring
dengan saringan nira encer untuk memisahkan nira dengan kotoran yang
mungkin masih terikut.
3. Proses Karbonatasi
Adalah proses pengolahan gula yang proses pemurniannya menggunakan
kapur dan CO2 sebagai bahan pemurni. Pada dasarnya gas CO2 berguna sebagai
bahan yang digunakan untuk mengendapkan kelebihan kapur menjadi CaCO3.
Jumlah kapur yang digunakan hampir 10 kali banyaknya dibanding untuk proses
sulfitasi. Proses kerjanya terdiri dari 4 macam, yaitu :
a. Pemanasan, yaitu proses pemberian panas dengan juice heater dengan jumlah
pemanas tergantung jenis karbonatasi.
b. Pengapuran, yaitu proses pemberian susu kapur dengan derajat kekentalan
tertentu, tergantung jenis karbonatasi. Proses pengapuran dilakukan di tangki
karbonatasi bersama- sama dengan penambahan CO2.
c. Karbonatasi, yaitu penambahan gas CO2 yang dilakukan di tangki karbonatasi.
d. Penyaringan yaitu proses pemisahan antara nira jernih dengan blotong.

3
III. Alat dan Bahan
Gelas Beaker Brander Timbangan Analitik

Cawan Eksikator Muffle

Labu Ukur Pipet Tetes Gelas Ukur

Gelas Ukur Spektrofotometer Buret

Pengaduk Erlenmeyer Waterbath

Pipet Volume Ball Pump

IV. Cara Kerja


A. Pengarangan

4
B. Pengabuan

C. Pembuatan Kurva Std Fe

D. Identifikasi Abu Karbonat


a. Larutan Abu

b. Analisa Fe2O3

c. Analisa Al2O3

d. Analisa Blangko
V. Hasil Praktikum
ml C (mg/ml) Abs K = A/C
0 0 0,026 ~
1 0,01 0,018 1,8
2 0,02 0,032 1,6
3 0,03 0,039 1,3
4 0,04 0,040 1,0
5 0,05 0,041 0,82
K rata - rata 1,304

5
100 1000 BM Al2SO3
Al2SO3 = (ml titrasi blangko – ml titrasi filtrat) x 2,689 x x x
20 500 BM Al
(2𝑥27)+ (3𝑥16)
= ( 51,5 ml – 48,2 ml) x 2,689 x 5 x 2 x 27

= 335,22 ppm

𝐴 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡 100 1000


Mg Fe = 𝐾 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 x x
10 500
1,329
= 1,304 x 10 x 2

= 20,4 mg

𝐵𝑀 𝐹𝑒2𝑂3
Fe2O3 = mgFe x 𝐵𝑀 𝐹𝑒
(2𝑥55,8)+(3𝑥16)
= 20,4 x 55,8

= 58,35 ppm
Jadi, kadar Sesquioksid = Fe2O3 + Al2O3
= 335,22 ppm + 58,35 ppm
= 393,57 ppm
VI. Pembahasan
Kadar Sesquioksida adalah kadar senyawa – senyawa oksida dan dihidroksida
dari Fe dan Al. Dalam praktikum ini praktikan menggunakan Nira Mentah sebagai
sampel. Hal ini karena Nira yang masuk ke proses pemurnian dan masih banyak
terkandung Fe dan Al adalah Nira Mentah. Nira mentah berasal dari tanaman tebu yang
digiling pada stasiun gilingan dan menuju ke stasiun berikutnya yaitu stasiun
pemurnian. Pada stasiun pemurnian, nira mentah akan ditambahkan susu kapur atau
Ca(OH)2. Umumnya proses pemurnian yang digunakan Pabrik Gula saat ini yaitu
Proses Sulfitasi, dimana setelah ditambahkan Ca(OH)2 akan ditambahkan gas SO2.
Berdasarkan dasar teori, nira mentah pada saat pemurnian akan ditambahkan susu
kapur atau Ca(OH)2. Susu kapur yang ditambahkan akan bereaksi dengan asam phospat
yang sudah terkandung dalam nira mentah, sehingga menghasilkan Ca3(PO4)2 dan
6H20. Dimana Ca3(PO4)2 akan menyerap kotoran dalam nira, dan menggumpalkan
unsur Fe dan Al karena pada suasana asam akan terbentuk Fe(OH)2 dan Al(OH)3 yang
merupakan hidroksida sukar larut.

6
Sehingga analisis kadar sesquioksida diperlukan untuk mengetahui kadar Fe dan
Al yang terkandung dalam nira mentah. Hal ini karena Fe dan Al akan digumpalkan
dalam proses pemurnian yakni akan digumpalkan oleh Ca3(PO4)2.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Analisa Kadar Sesquioksid Nira Mentah dapat diperoleh
kadar sesquioksid sebesar 393,57 ppm.

VIII. Daftar Pustaka


Effendi, A. 1994. Diktat Mata Kuliah Teknologi Gula. Jurusan Teknik Kimia ITS.
Surabaya
Kuntardiryo. 1997. Laporan Orientasi di PT Kebon Agung. PT Kebon Agung. Malang
Notojoewono, A.W. 1981. Tebu. PT. Soeroengan. Jakarta

7
Pembuatan Bahan Penjernih dan Indikator

I. Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa dapat membuat bahan penjernih
2. Agar mahasiswa dapat membuat indikator (BTB dan MO)
II. Dasar Teori
Timbal(II) asetat (Pb(CH3COO)2), juga dikenal dengan nama timbal asetat dan
timbal diasetat, adalah senyawa kimia kristalin putih dengan rasa manis. Senyawa ini
dibuat dari reaksi timbal(II) oksida dengan asam asetat. Seperti senyawa timbal
lainnya, senyawa ini merupakan senyawa yang beracun. Senyawa ini dapat larut di
dalam air dan gliserin. Jika bereaksi dengan air, senyawa ini akan membentuk
trihidrat Pb(CH3COO)2·3H2O, yaitu senyawa kristalin monoklinik berkilauan yang
tidak berwarna atau berwarna putih.
Timbal(II) oksida, juga disebut timbal monoksida, adalah senyawa anorganik
dengan rumus molekul PbO. PbO terjadi dalam dua polimorf, satu litharge yang
memiliki struktur kristal tetragonal dan yang lainnya massicot memiliki kristal
struktur kristal ortorombik. Aplikasi modern untuk PbO sebagian besar untuk industri
terkemuka berbasis timbal, kaca dan keramik industri, termasuk komponen komputer.
Ini adalah oksida amfoter. Bentuk merah dan kuning dari bahan ini terkait dengan
sedikit perubahan entalpi :
PbO(merah) → PbO(kuning) ΔH = 1,6 kJ/mol
PbO bersifat amfoter, yang berarti dapat bereaksi baik dengan asam maupun basa.
Dengan asam, ia membentuk garam Pb2+ melalui perantara cluster okso seperti
[Pb6O(OH)6]4+. Dengan basa kuat, PbO larut membentuk garam plumbit(II):[8]
PbO + H2O + OH− → [Pb(OH)3]−
Fenolftalein (PP) sering digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam – basa.
Untuk aplikasi ini, ia berubah warna dan tak berwarna dalam larutan asam menjadi
merah muda dalam larutan basa. Fenolftalein sedikit larut dalam air dan biasanya
dilarutkan dalam alkohol untuk digunakan dalam berbagai percobaan. Senyawa ini
bersifat asam lemah yang dapat membebaskan ion H+ dalam larutan. Molekul
fenolftalein tidak berwarna, dan ion fenolftalein berwarna merah muda. Jika basa
ditambahkan ke dalam fenolftalein, kesetimbangan molekul ion bergeser ke kanan,
menyebabkan ionisasi lebih banyak karena pembebasan ion H+. Hal ini diprediksi

8
menurut prinsip Le Chatelier. Jika pH semakin basa maka warna yang ditimbulkan
akan semakin merah.
Pengukuran kadar gula (sukrosa) dengan metode polarimetri memerlukan bahan
penjernih nira atau produk gula lain yang akan dianalisis. Selama ini bahan penjernih
yang digunakan adalah timbal asetat yang diketahui bersifat racun kuat yang
akumulatif. Penggunaan bahan ini cukup banyak, tidak berkurang dari seratus
kilogram per pabrik, per musim giling sehingga pembuangan limbah akan
menimbulkan masalah lingkungan. Disamping itu penggunaan timbal asetat
mengalami penghambatan (proses penyaringan lama) bila kadar dekstran dalam nira
tinggi. Penggunaan Pb asetat sebagai penjernih dalam analisis pol (kadar sukrosa)
sejak 1990 tidak direkomendasikan oleh ICUMSA sehingga perlu dicarikan
penggantinya.
III. Alat dan Bahan
Alat :
Cawan Porselin Pipet Tetes Waterbath

Pengaduk Labu Ukur Gelas Arloji

Bahan
1. Pb Asetat 150 gr
2. Pb Oksida 50 gr
3. Aquadest
4. BTB 0,5 gr
5. MO 0,5 gr
6. NaOH 0,1 N

9
IV. Cara Kerja

V. Hasil Praktikum
Bahan Karakteristik Warna
Bahan Penjernih Putih
BTB (Bromtimol Blue) Biru
MO (Methyl Orange) Oranye

VI. Pembahasan
Pada praktikum pembuatan bahan penjernih dan indikator ini bertujuan agar
mahasiswa dapat membuat bahan penjernih dan indikator dengan bahan yang masih
berupa padatan dan agar siap untuk digunakan. Indikator ini dapat digunakan dalam
proses titrasi asam basa yakni sebagai indikator untuk menunjukkan pH larutan yang
dititrasi. Indikator asam basa umumnya akan berubahan warna apabila pH nya
berubah sebagai contoh indikator BTB atau Brontimol Blue dengan trayek pH 6,0 –
7,6 yang akan berubah warna dari kuning hingga biru yakni kuning pada pH 6,0 dan
biru pada pH 7,6. Itulah mengapa indikator merupakan bahan yang penting dalam
titrasi asam basa.
Sedangkan untuk bahan penjernih digunakan sebagai penjernih larutan yang
belum disaring. Sebagai contoh bahan penjernih ini sering digunakan dalam analisa
tetes, hal ini karena tetes memiliki warna yang pekat sehingga akan menyusahkan
praktikan dan alat alat laboratorium dalam melakukan analisa. Oleh karena itu

10
diperlukan bahan penjernih agar tetes dapat dianalisa dengan menggunakan alat – alat
laboratorium maupun dengan polarimeter. Sehingga analisa akan mudah untuk
dilakukan, baik analisa dengan menggunakan bahan penjernih maupun dengan
indikator karena kedua bahan tersebut merupakan bahan yang penting dan sangat
diperlukan dalam laboratorium khususnya laboratorium pabrik gula.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pembuatan bahan penjernih dan indikator dapat diketahui
bahwa mahasiswa dapat membuat sebuah bahan penjernih dan indikator BTB dam
MO.
VIII. Daftar Pustaka
Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta:UI-Press
Moerdokusumo,A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula Di
Indonesia. Bandung: ITB Bandung

11
Analisa Aciditas Nira Mentah

I. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui nilai aciditas nira mentah


II. Dasar Teori
Asiditas adalah kemampuan / kapasitas air untuk menetralkan ion OH-. Penyebab
asiditas umumnya adalah asam – asam lemah, seperti H2PO4-, HPO4, CO2, HCO3,
Protein dan ion – ion logam bersifat asam seperti Fe3. Penentuan asiditas lebih sulit
dibanding alkalinitas. Hal ini disebabkan oleh adanya dua zat utama yang berperan
yaitu CO2 dan H2S yang keduanya mudah menguap, mudah hilang dari sampel yang
diukur. Tolak asiditas ditentukan oleh satuan dengan basa sampai titik akhir
Fenolphtalein (pH 8,2). Maka untuk asam mineral bebas ditentukan oleh satuan basa
lemah sampai titik akhir indikator methil jingga pada pH 4,3.
Asiditas adalah jumlah basa yang diperlukan untuk menetralisir asam di dalam air
(tanpa menaikkan pH air). Hal – hal yang mempengaruhi asiditas air adalah :
1. CO2 terlarut : Udara dan penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme
2. Asam mineral : Industri pengolahan logam / pembuatan bahan kimia secara
alami ada dalam air alam
3. Asam Humus : Dihasilkan oleh tumbuhan air yang melepaskan senyawa asam
dan warna (umumnya air rawa dan danau)

III. Alat dan Bahan


Alat
Gelas Beaker Buret & Statis Erlenmeyer

Piring Tetes Lampu Spirtus Kaki Tiga

Bahan
1. Nira Mentah 100 ml
2. Indikator PP

12
3. Indikator BTB
4. Air Kapur 1⁄28 N
IV. Cara Kerja

V. Hasil Praktikum
1000
Aciditas NM (mgCaO/L NM) = ml air kapur (a + b) x 100

Data sampel :
A1 = 70 ml B1 = 59 ml
A2 = 60 ml B2 = 30 ml
Rata – rata = (129 ml + 90 ml) / 2
= 109,5 ml
1000
Aciditas = 109,5 x 100

= 1.095 mg CaO/L NM

VI. Pembahasan
Pada praktikum analisa aciditas nira mentah ini, praktikan menggunakan bahan
utama yakni nira mentah. Sebagaimana dijelaskan pada dasar teori bahwa asiditas
adalah jumlah basa yang diperlukan untuk menetralisir asam di dalam air. Begitu juga
asiditas dalam nira mentah, jumlah basa yang diperlukan untuk menetralisir asam di
dalam nira mentah karena pada dasarnya nira mentah bersifat asam.
Mula – mula 100 ml nira mentah dipanaskan hingga mendidih kemudian dititrasi
dengan air kapur dengan menggunakan indikator BTB hingga berwarna biru
kehijauan yang menandakan bahwa larutan sudah dalam keadaan netral. Kemudian
larutan didinginkan dan dititrasi kembali dengan air kapur kemudian dicek kembali
dengan menggunakan indikator PP hingga larutan berwarna merah muda yang
menandakan larutan berada di kondisi basa. Dimana trayek pH untuk indikator BTB

13
yaitu 6,0 – 7,6 dengan perubahan warna dari kuning hingga biru. Sedangkan trayek
pH untuk indikator PP atau Phenol Phtalein yaitu 8,3 – 10,0 dengan perubahan warna
dari yang semula tidak berwarna hingga merah ungu atau merah muda. Proses titrasi
ini dilakukan 2x dengan ml titrasi untuk titrasi pertama 70 ml (menggunakan BTB)
dan 59 ml (menggunakan PP) dan titrasi kedua diperoleh 60 ml (menggunakan BTB)
dan 30 ml (menggunakan PP). Dengan ml titrasi yang demikian maka diperoleh nilai
asiditas nira mentah sebesar 1.095 mgCaO/L NM.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisa aciditas nira mentah dapat diperoleh nilai aciditas
nira mentah sebesar 1.095 mg CaO/L NM
VIII. Daftar Pustaka
http://derryintarti.blogspot.com/2015/08/aciditas-nira-mentah-teknik-kimia-gula.html
http://resagusman.blogspot.com/2014/02/penentuan-asiditas.html
http://rusdhyrsc17.blogspot.com/2012/07/laporan-asiditas.html

14
Analisa Alkalinitas Air

I. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui nilai alkalinitas air


II. Dasar Teori
Alkalinitas merupakan gambaran dari kapasitas air untuk menetralkan asam atau
yang lebih kenal dengan nama ANC (Acid Neutralizing Capacity). Selain itu,
alkalinitas juga didefinisikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) yang
menetralkan perubahan pH perairan yang sering terjadi (Effendi, 2003). Alkalinitas
merupakan kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap pH perairan yang terdiri
atas anion-anion seperti anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO32-) dan hidroksida
(OH-), Borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), fosfat (HPO42- dan H2PO4-) sulfide (HS-) dan
amonia (NH3) dalam perairan yang dapat menetralkan kation hidrogen. Namun
pembentuk alkalnitas yang utama adalah bikarbonat, karbonat dan hidroksida (Irianto,
2005).
Tinggi dan rendahnya alkalinitas dalam suatu perairan tidak lepas dari pengaruh
parameter lain seperti pH, suhu, udara, cahaya, dan sebagainya. Di mana semakin
tinggi alkalinitas, maka semua parameter tersebut akan mengikuti. Konsentrasi total
alkalinitas sangat erat hubungannya dengan konsentrasi total kesadahan air, umumnya
total alkalinitas mempunyai konsentrasi yang sama dengan konsentrasi total
kesadahan. Besarnya pH berkisar dari 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat
basa/alkalis). Nilai pH yang kurang dari 7 menunjukkan lingkugan yang masam
sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa (alkali). Sedangkan ph 7
disebut netral. Fluktuasi pH air sangat ditentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila
alkalinitasnya tinggi, maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH nya
(Sastrawijaya, 2000).

III. Alat dan Bahan


Alat
Pipet Volume Ball Pump Erlenmeyer

15
Buret Statis

Bahan
1. Air sampel
2. Indikator PP
3. Larutan H2SO4
4. Indikator MO
5. Larutan BaCl

IV. Cara Kerja


a. Alkalinitas P

b. Alkalinitas MO

c. Alkalinitas OH

V. Hasil Praktikum
1000
Alkalinitas (mg CaCO3/L) = ml titrasi x
50 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

16
a. Alkalinitas P
1000
Alk = 1,4 ml x
50 𝑚𝑙
= 28 mg CaCO3/L
b. Alkalinitas MO
1000
Alk = 5,25 ml x
50 𝑚𝑙
= 105 mg CaCO3/L
c. Alkalinitas OH
1000
Alk = 0,5 ml x
50 𝑚𝑙
= 10 mg CaCO3/L
Alkalinitas
P MO OH
Vol Titrasi
I 1,5 ml 5,6 ml 0,7 ml
II 1,3 ml 4,9 ml 0,3 ml
Rata - rata 1,4 ml 5,25 ml 0,5 ml

VI. Pembahasan
Pada praktikum analisa alkalinitas air ini bertujuan untuk mengetahui nilai
alkalinitas air. Mula – mula praktikan melakukan analisa alkalinitas P dengan
menggunakan 50 ml air sampel yang ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes.
Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan larutan H2SO4 hingga menjadi bening.
Larutan yang semula berwarna merah jambu hingga berubah menjadi bening. Hal ini
dikarenakan larutan telah berada pada kondisi netral yakni pH 8. Indikator PP sendiri
memiliki trayek pH 8,3 – 10,0 , dimana pada pH 8,3 larutan akan menjadi tidak
berwarna dan pada pH 10,0 akan berwarna merah muda.
Hal serupa juga dilakukan pada analisa alkalinitas MO namun indikator yang
digunakan adalah indikator MO yang memiliki trayek pH 3,1 – 4,4 dan warna dari
merah hingga kuning. Titrasi dengan indikator MO ini dilakukan hingga warna
larutan menjadi jingga. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa larutan sedang berada
di pH antara 3,1 – 4,4 namun tetap dalam kondisi asam.
Sedangkan untuk analisa selanjutnya adalah analisa alkalinitas OH yakni
menggunakan larutan BaCL 10% dan indikator PP. Larutan tersebut dititrasi pula
dengan menggunakan larutan H2SO4 hingga menjadi bening. Hal ini menunjukkan

17
bahwa larutan sedang berada di pH netral yakni 8 karena indikator PP memiliki trayek
pH 8,3 – 10,0. Dari seluruh praktikum tersebut diperoleh nilai alkalinitas P yaitu
sebesar 28 mgCaCO3/L , alkalinitas MO sebesar 105 mgCaCO3/L dan alkalinitas OH
sebesar 10 mgCaCO3/L.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisa alkalinitas air dapat diketahui bahwa nilai
alkalinitas P sebesar 28 mg CaCO3/L, alkalinitas MO sebesar 105 mg CaCO3/L dan
alkalinitas OH sebesar 10 mg CaCO3/L

VIII. Daftar Pustaka


Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air. Kanisius. Yogyakarta.
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sastrawijaya, A. T., 2000. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.

18
Analisa Kadar CaO Tetes

I. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui kadar CaO pada tetes


II. Dasar Teori
Tetes (molasses) adalah sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan
gulanya melalui kristalisasi berulang kali sehingga tak mampu lagi menghasilkan gula
dengan proses kristalisasi konvensional. Tetes merupakan limbah utama industri
pemurnian gula. Tetes memiliki kandungan nutrisi / zat gizi yang cukup baik. Jumlah
tetes yang diperoleh dan kualitas tetes memberikan informasi tentang sifat dari nira
dan pengolahan gula di Pabrik Gula seperti metode dan klarifikasi nira, metode
kristalisasi yang digunakan selama pemanasan dan pemisahan kristal gula dari kelas
low-grade.
Tetes dari tebu merupakan tetes yang memiliki kandungan 25 – 40% sukrosa dan
12 – 25 % gula produksi dengan total kadar gula 50 – 60% atau lebih. Kadar protein
kasar sekitar 3% dan kadar abu sekitar 8 – 10% yang sebagian terbentuk dari K, Ca,
Cl dan garam sulfat. Blackstrap (molasses kelas akhir) dari proses terakhir
pengkristalisasian ternyata memiliki kandungan zat yang berguna. Zat – zat tersebut
antara lain kalsium, magnesium, potassium dan besi. Penggunaan tetes antara lain
sebagai pupuk dan pakan ternak. Selain itu juga sebagai bahan baku fermentasi yang
dapat menghasilkan etanol, asam asetat, asam sitrat, MSG dan asam laktat, dll.

III. Alat dan Bahan


Alat

Timbangan Digital Batang Pengaduk Gelas Beaker

Corong Buret& Statis Labu Ukur

19
Erlenmeyer Gelas Ukur Pipet Tetes

Bahan
1. Tetes
2. Aquadest
3. Asam asetat
4. Klieselgurl
5. Larutan buffer
6. Larutan EBT

IV. Cara Kerja

V. Hasil Praktikum
ml titrasi = 18 ml
F. EDTA = 1,0526
100
𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝐹.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥
10
Kadar CaO = x 100%
2,5 𝑥 1000
18 𝑥 1,0526 𝑥 10
= x 100%
2500
189,468
= x 100%
2500
= 7,578 %

VI. Pembahasan
Pada praktikum analisis kadar CaO pada tetes ini memiliki tujuan untuk
menentukan nilai kadar CaO yang terkandung dalam tetes. Dimana berdasarkan dasar
teori tetes tebu merupakan tetes yang memiliki kandungan 25 – 40% sukrosa dan 12 –
25 % gula produksi dengan total kadar gula 50 – 60% atau lebih. Kadar protein kasar

20
sekitar 3% dan kadar abu sekitar 8 – 10% yang sebagian terbentuk dari K, Ca, Cl dan
garam sulfat.
Dalam praktikum ini, praktikan menggunakan tetes sebanyak 2,5 gram kemudian
ditambahkan aquades 50 ml untuk melarutkan tetes. Kemudian ditambahkan asam
asetat dan aquades lalu disaring. Filtrat yang dihasilkan dari penyaringan tersebut
diambil 10 ml dan ditambahkan larutan buffer, EBT dan aquades untuk kemudian
dititrasi dengan EDTA. Ml titrasi yang dihasilkan yaitu 18 ml sehingga diperoleh
kadar CaO sebesar 7,578 %.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisis kadar CaO pada tetes dapat diperoleh kadar CaO
tetes sebesar 7,578 %

VIII. Daftar Pustaka


Martoyo.T.,B.E.Santoso,2010.Limbah Pabrik Gula : Penanganan , Pencegahan dan
Pemanfaatannya. Pasuruan : P3GI.
Ramli. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Winarno.F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

21
Analisis Kadar SO2 Gula

I. Tujuan Praktikum : Agar mahasiswa dapat mengetahui analisis kadar SO2 gula
II. Dasar Teori
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk
kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada
makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari
sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan
oleh sel. Beberapa gula misalnya glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa,dan laktosa
mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda misalnya dalam hal rasa
manisnya, kelarutan didalam air, daya pembentukan karamel jika dipanaskan dan
pembentukan kristalnya (Winarno, 1980).

Standar Nasional Indonesia GKP


Persyaratan
No Parameter Uji Satuan
GKP 1 GKP 2
1 Warna
1.1. Warna kristal CT 4,0 – 7,5 7,6 – 10,0
1.2. Warna larutan (ICUMSA) IU 81 – 200 201 – 300
2 Berat jenis butir mm 0,8 – 1,2 0,8 – 1,2
3 Susut pengeringan (b/b) % Maks 0,1 Maks 0,1
4 Polarisasi (°z,20°c) “Z” Min 99,6 Min 99,5
5 Abu kondiktiviti (b/b) % Maks 0,10 Maks 0,15
6 Bahan tambahan pangan
6.1. Belerang oksida (SO2) Mg/kg Maks 30 Maks 30
7 Cemaran logam
7.1. Timbal (Pb) Mg/kg Maks 2 Maks 2
7.2. Tembaga (Cu) Mg/kg Maks 2 Maks 2
7.3. Arsen (As) Mg/kg Maks 1 Maks 1
Sumber : (SNI,2010)

22
Sulfur dioksida merupakan gas tak terlihat yang berbau sangat tajam dalam
konsentrasi yang pekat, mempunyai sifat tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak serta menyerang sistem pernafasan manusia. Konsentrasi gas SO2 di udara
akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya) manakala konsentrasinya
berkisar antara 0,3 – 1 ppm. Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di
atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2 .
Sebanyak dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari sumber-sumber alam
seperti volcano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang
ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia adalah dalam hal distribusinya yang
tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah
keseluruhannya, sedangkan polusi dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata.
Transportasi bukan merupakan sumber utama polutan SOx tetapi pembakaran bahan
bakar pada sumbernya merupakan sumber utama polutan SOx, misalnya pembakaran
batu arang, minyak bakar, gas, kayu dan sebagainya (Wardhana, 2001).

III. Alat dan Bahan


Alat
Buret Penyangga Erlenmeyer

Gelas Beaker Timbangan Digital Pipet Tetes

Bahan
1. Iodium 0,02 N
2. Aquadest
3. HCl 5%
4. Amilum
5. Gula

23
IV. Cara Kerja

V. Hasil Praktikum
1000
SO2 = ( B – A ) x 0,02 x 32 x 50

Data :
A1 = 1 ml B1 = 1,3 ml
A2 = 0,5 ml B2 = 1 ml

Sampel 1 =(B–A)
= ( 1,3 – 1 )
= 0,3 ml
Sampel 2 =(B–A)
= ( 1 – 0,5 )
= 0,5 ml
( 0,3+0,5 ) 1000
SO2 = x 0,02 x 32 x
2 50

= 5,12 ppm
VI. Pembahasan
Pada praktikum analisis kadar SO2 gula ini bertujuan untuk mengetahui analisis
kadar SO2 pada gula. Dimana kadar SO2 ini sangat penting untuk diketahui, hal ini
karena kadar SO2 dalam gula termasuk dalam standar SNI Gula Kristal Putih.
Sehingga kadar SO2 pada gula tentu harus diperhatikan dan harus sesuai dengan
Standar Mutu Nasional Indonesia.
Dalam proses produksi gula, pada tahap pemurnian terdapat penambahan gas SO2
ke dalam Nira hal ini bertujuan untuk menetralkan pH nira, sebagai bleaching agent
atau zat pemutih, mengikat unsur – unsur lain yang bereaksi pada defekator,

24
menurunkan pH dan membentuk CaSO4 untuk mengikat kotoran dalam nira. Pada
proses selanjutnya nira mentah tersulfitir dipompa ke prefloc tower untuk
menghilangkan gas SO2 dan gas sisa reaksi yang masih terlarut dalam nira. Hal ini
tentu akan berbahaya apabila gas SO2 masih terkandung dalam gula dengan jumlah
diatas parameter atau diatas standar mutu nasional yang ditetapkan. Apabila kadar
SO2 pada gula melebihi parameter standar mutu nasional gula maka gula tidak layak
untuk dijual dan tentu berbahaya bagi kesehatan.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisis kadar SO2 gula dapat diperoleh kadar SO2 pada
gula sebesar 5,12 ppm

VIII. Daftar Pustaka


Wardhana,A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz., 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Jakarta : Gramedia.

25
Analisa Phospat Dalam Air

I. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui kadar phospat dalam air


II. Dasar Teori
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Fosfor
merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga
sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Fosfat terdapat dalam air alam
atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Di daerah
pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui air
buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen. Fosfat organis
terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Oleh karena itu, untuk
mengetahui kualitas suatu perairan dilakukan pemantauan kualitas lingkungan
perairan melalui pengambilan sampel air permukaan di sungai.
Pengujian fosfat dalam air mengacu pada metode Hach menggunakan alat
spektrofotometer UV VIS. Kadar maksimum fosfat yang diperbolehkan dalam air
permukaan sebesar 0,2 mg/L (PP No. 81 Th 2001 tentang kualitas air kelas II).
Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan
ekosistem perairan. Bila kadar phospat dalam air rendah (< 0,01 mg P/L),
pertumbuhan ganggang akan terhalang, keadaan ini dinamakan oligotrop. Sebaliknya
bila kadar phospat dalam air tinggi, pertumbuhan tanaman dan ganggang tidak
terbatas lagi (keadaan eutrop), sehingga dapat mengurangi jumlah oksigen terlarut air.
Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan.

III. Alat dan Bahan


Alat :
Gelas beaker Pipet Volume Ball pump

Gelas ukur Hot plate Timbangan Digital

26
Pengaduk Pipet Tetes Spektrofotometer

Bahan :
1. Air sampel 100 ml
2. Klieselghur 1 gr
3. Larutan H2SO4 / NaOH
4. Am. Molibolat Sulfat 4 ml
5. Aquadest
6. Asam Ascorbat 0,1 gr
7. Lar. Standard Phospat 5 ml

IV. Cara Kerja

V. Hasil Percobaan
𝐴𝑏𝑠 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
P2O5 = 𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑑 x konsentrasi lar std

Abs contoh : 0,032 abs


Abs lar std : 0,409 abs
Konsentrasi lar std : 10 ppm
0,032
P2O5 : 0,409 x 10 ppm

: 0,782 ppm

27
VI. Pembahasan
Pada praktikum analisa phospat dalam air ini bertujuan untuk mengetahui kadar
phospat dalam air. Pengujian ini mengacu pada metode Hach dan menggunakan alat
spektrofotometer. Berdasarkan dasar teori kadar maksimum fosfat dalam air yaitu 0,2
mg/L. Keberadaan senyawa phospat dalam air sangat bepengaruh terhadap
keseimbangan ekosistem perairan. Phospat terdapat dalam air alam dan air limbah
yang berasal dari aliran air hujan, drainase, air buangan penduduk dan industri. Oleh
karena itu, untuk mengetahui kualitas suatu perairan perlu dilakukan pemantauan
kualitas lingkungan perairan.
Mula – mula 100 ml air sample ditambahkan klieselghur 1 gram supaya jernih
dan dapat dianalisa dengan spektrofotometer. Kemudian pH larutan tersebut
dinetralkan dengan menggunakan larutan H2SO4 atau NaOH hingga menjadi pH 6,9.
Setelah itu larutan ditambahkan Am. Molibolat , As. Ascorbat dan aquadest lalu
dididihkan dan didinginkan. Setelah didinginkan ditambahkan aquadest kemudian
barulah dianalisa menggunakan spektrofotometer. Berdasarkan praktikum ini
diperoleh kadar phospat dalam air sebanyak 0,782 ppm.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisa phospat dalam air dapat diketahui kadar phospat
yaitu 0,782 ppm.

VIII. Daftar Pustaka


Ramli. 2002. Analisa Kimia Kualitatif. Jakarta : Erlangga.
Moningka. 2008. Kimia Universitas Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

28
Analisa Kadar Zat Organik Dalam Air

I. Tujuan Praktikum : Untuk mengetahui kadar zat organik dalam air


II. Dasar Teori
Nilai kalium permanganat (KMnO4 value) didefinisikan sebagai jumlah mg
KMnO4 yang diperlukan untuk mengoksidasi zat organik yang terdapat di dalam satu
liter contoh air dengan didihkan selama 10 menit. Dengan proses oksidasi tersebut di
atas mungkin hanya sebagian atau seluruh zat organik tersebut. Proses oksidasi untuk
penetapan nilai kalium permanganat dapat dilakukan dalam kondisi asam atau kondisi
basa, akan tetapi oksidasi dalam kondisi asam adalah lebih kuat, dengan demikian
ion-ion klorida yang terdapat pada contoh air akan ikut teroksidasi. Oleh karena itu
oksidasi kalium permanganat dalam kondisi basa dianjurkan untuk pemeriksaan
contoh air yang mengandung kadar klorida lebih dari 300 mg/L. Zat - zat organik lain
yang dapat mengganggu penetapan nilai kalium permanganat adalah ion – ion
reduktor seperti ferro, sulfida dan nitrit.
Gangguan dari reduktor bila terdapat dalam contoh air dapat di cegah dengan
penambahan beberapa tetes larutan KMnO4 sebelum dianalisis sulfida-sulfida dapat
dihilangkan dengan mendidihkan contoh setelah ditambah beberapa tetes H2SO4,
sehingga terdapat bau H2S. Bila terdapat nitrit maka dapat dikoreksi dengan analisis
blanko.
Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung
dengan permanganometri seperti :
1. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat.
Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga
terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya
dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
2. Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah
disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku
FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat
ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.

29
III. Alat dan Bahan
Alat :
Pipet Volume Ball Pump Erlenmeyer

Pemanas Pipet Tetes Gelas Beaker

Buret & Statis

Bahan :
1. Air Sampel
2. Larutan H2SO4 25% 5 ml
3. Larutan KMnO4 0,01 N
4. Asam Oksalat 0,01 N 15 ml
IV. Cara Kerja

V. Hasil Percobaan
Data :
ml titrasi 1 : 47 ml
ml titrasi 2 : 40 ml
Rata – rata : 43,5 ml

30
Zat organik = ml titrasi x 3,16 ppm
= 43,5 x 3,16 ppm
= 137,46 ppm

VI. Pembahasan
Pada praktikum analisa kadar zat organik dalam air ini bertujuan untuk
mengetahui kadar zat organik dalam air. Dalam praktikum ini praktikan menggunakan
air sampel yang kemudian ditambahkan H2SO4 dan dipanaskan pada suhu 80°C.
Bedasarkan dasar teori, ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan
sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4
berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang
akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang
bersangkutan.
Kemudian larutan dititrasi dalam keadaan panas dengan larutan KMnO4 lalu
dididihkan kembali dan ditambahkan asam oksalat dan dititrasi kembali hingga
berwarna merah jambu. Berdasarkan praktikum tersebut diperoleh kadar zat organik
sebesar 137,46 ppm.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisa kadar zat organik dalam air dapat diperoleh kadar
zat organik sebesar 137,46 ppm.

VIII. Daftar Pustaka


Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz., 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Jakarta : Gramedia.

31

Anda mungkin juga menyukai