Oleh :
Veni Dwi Pawestri
17.01.008
Cover ........................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
Analisa Kadar Sesquioksid Nira Mentah ................................................................................... 1
Pembuatan Bahan Penjernih dan Indikator ................................................................................ 8
Analisa Aciditas Nira Mentah .................................................................................................. 12
Analisa Alkalinitas Air ............................................................................................................ 15
Analisa Kadar CaO Tetes......................................................................................................... 19
Analisis Kadar SO2 Gula ......................................................................................................... 22
Analisa Phospat Dalam Air ...................................................................................................... 26
Analisa Kadar Zat Organik Dalam Air .................................................................................... 29
ii
Analisa Kadar Sesquioksid Nira Mentah
1
• Menyerap koloid dan zat warna
• Menurunkan kadar kapur nira mentah
• Melunakkan kerak evaporator
• Mempermudah proses pengendapan, sehingga nira yang dihasilkan lebih jernih
Secara umum prinsip kerjanya ada 4 macam proses, yaitu :
a. Pemanasan
Yaitu proses pemberian panas pada nira mentah tertimbang yang dilakukan
dengan juice heater. Pada sulfitasi ini dilakukan proses pemanasan sebanyak 3
kali yaitu pada saat nira belum ditambahkan susu kapur yang dinamakan
pemanasan pendahulu I, kemudian saat setelah nira ditambah susu kapur dan
SO2 yang dinamakan dengan pendahulu II, terakhir pada saat setelah nira
diendapkan yang dinamakan pemanas pendahulu III. Pemanasan dilakukan
pada suhu 75-80°C.
b. Pengapuran
Yaitu proses pemberian susu kapur pada nira mentah tertimbang dengan
derajat kekentalan 6ºBe (1,7 ku CaO tiap 100 ku nira). Pengapuran dilakukan
pada defekator. Penetralan pH dengan penambahan susu kapur (Ca(OH)2)
hingga mencapai pH 7-7,5. Kemudian dipompa ke Preliming tank II, dan
ditambahkan lagi susu kapur hingga mencapai pH 8-9,5 (pH alkalis).
Penambahan H3PO4 berfungsi untuk memudahkan ikatan antara nira dengan
Ca(OH)2 membentuk endapan Ca3(PO4)2 dan memudahkan kotoran-kotoran
ikut terendap serta untuk memenuhi kandungan P2O5 dalam nira yang
diinginkan yaitu sekitar 300-350 ppm. Penambahan susu kapur yang berlebihan
akan menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (Browning) nira, sehingga
nira berwarna lebih gelap. Kadar kapur maksimal nira jernih setelah
penambahan susu kapur adalah 1500 ppm.
Rekasi kimia yang terjadi antara susu kapur dengan asam phosphat, yaitu:
P2O5 + 3H2O → 2H3PO4
2H3PO4 + 3Ca(OH)2 → Ca3(PO4)2 + 6H2O
Endapan Ca3(PO4)2 akan menyerap kotoran dalam nira, dan
menggumpalkan unsur Fe (besi) dan Al (alumunium) karena pada suasana
asam akan membentuk Fe(OH)3 dan Al(OH)3 yang merupakan hidroksida
sukar larut.
2
c. Sulfitasi
Yaitu proses pemberian SO2 ke dalam nira mentah. Sulfitasi dilakukan di
tangki sulfitasi. Proses sulfitasi dengan penambahan gas SO2 hingga pH 6,5.
d. Pengendapan
Yaitu proses pemisahan antara nira bersih dengan nira kotor dengan
menggunakan flokulan. Pemisahan dilakukan di elarifier. Floc (kotoran yang
terikat flocculan) akan mengendap ke bawah, sehingga akan didapatkan nira
jernih di bagian atas dan nira kotoran di bagian bawah. Nira jernih disaring
dengan saringan nira encer untuk memisahkan nira dengan kotoran yang
mungkin masih terikut.
3. Proses Karbonatasi
Adalah proses pengolahan gula yang proses pemurniannya menggunakan
kapur dan CO2 sebagai bahan pemurni. Pada dasarnya gas CO2 berguna sebagai
bahan yang digunakan untuk mengendapkan kelebihan kapur menjadi CaCO3.
Jumlah kapur yang digunakan hampir 10 kali banyaknya dibanding untuk proses
sulfitasi. Proses kerjanya terdiri dari 4 macam, yaitu :
a. Pemanasan, yaitu proses pemberian panas dengan juice heater dengan jumlah
pemanas tergantung jenis karbonatasi.
b. Pengapuran, yaitu proses pemberian susu kapur dengan derajat kekentalan
tertentu, tergantung jenis karbonatasi. Proses pengapuran dilakukan di tangki
karbonatasi bersama- sama dengan penambahan CO2.
c. Karbonatasi, yaitu penambahan gas CO2 yang dilakukan di tangki karbonatasi.
d. Penyaringan yaitu proses pemisahan antara nira jernih dengan blotong.
3
III. Alat dan Bahan
Gelas Beaker Brander Timbangan Analitik
4
B. Pengabuan
b. Analisa Fe2O3
c. Analisa Al2O3
d. Analisa Blangko
V. Hasil Praktikum
ml C (mg/ml) Abs K = A/C
0 0 0,026 ~
1 0,01 0,018 1,8
2 0,02 0,032 1,6
3 0,03 0,039 1,3
4 0,04 0,040 1,0
5 0,05 0,041 0,82
K rata - rata 1,304
5
100 1000 BM Al2SO3
Al2SO3 = (ml titrasi blangko – ml titrasi filtrat) x 2,689 x x x
20 500 BM Al
(2𝑥27)+ (3𝑥16)
= ( 51,5 ml – 48,2 ml) x 2,689 x 5 x 2 x 27
= 335,22 ppm
= 20,4 mg
𝐵𝑀 𝐹𝑒2𝑂3
Fe2O3 = mgFe x 𝐵𝑀 𝐹𝑒
(2𝑥55,8)+(3𝑥16)
= 20,4 x 55,8
= 58,35 ppm
Jadi, kadar Sesquioksid = Fe2O3 + Al2O3
= 335,22 ppm + 58,35 ppm
= 393,57 ppm
VI. Pembahasan
Kadar Sesquioksida adalah kadar senyawa – senyawa oksida dan dihidroksida
dari Fe dan Al. Dalam praktikum ini praktikan menggunakan Nira Mentah sebagai
sampel. Hal ini karena Nira yang masuk ke proses pemurnian dan masih banyak
terkandung Fe dan Al adalah Nira Mentah. Nira mentah berasal dari tanaman tebu yang
digiling pada stasiun gilingan dan menuju ke stasiun berikutnya yaitu stasiun
pemurnian. Pada stasiun pemurnian, nira mentah akan ditambahkan susu kapur atau
Ca(OH)2. Umumnya proses pemurnian yang digunakan Pabrik Gula saat ini yaitu
Proses Sulfitasi, dimana setelah ditambahkan Ca(OH)2 akan ditambahkan gas SO2.
Berdasarkan dasar teori, nira mentah pada saat pemurnian akan ditambahkan susu
kapur atau Ca(OH)2. Susu kapur yang ditambahkan akan bereaksi dengan asam phospat
yang sudah terkandung dalam nira mentah, sehingga menghasilkan Ca3(PO4)2 dan
6H20. Dimana Ca3(PO4)2 akan menyerap kotoran dalam nira, dan menggumpalkan
unsur Fe dan Al karena pada suasana asam akan terbentuk Fe(OH)2 dan Al(OH)3 yang
merupakan hidroksida sukar larut.
6
Sehingga analisis kadar sesquioksida diperlukan untuk mengetahui kadar Fe dan
Al yang terkandung dalam nira mentah. Hal ini karena Fe dan Al akan digumpalkan
dalam proses pemurnian yakni akan digumpalkan oleh Ca3(PO4)2.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Analisa Kadar Sesquioksid Nira Mentah dapat diperoleh
kadar sesquioksid sebesar 393,57 ppm.
7
Pembuatan Bahan Penjernih dan Indikator
I. Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa dapat membuat bahan penjernih
2. Agar mahasiswa dapat membuat indikator (BTB dan MO)
II. Dasar Teori
Timbal(II) asetat (Pb(CH3COO)2), juga dikenal dengan nama timbal asetat dan
timbal diasetat, adalah senyawa kimia kristalin putih dengan rasa manis. Senyawa ini
dibuat dari reaksi timbal(II) oksida dengan asam asetat. Seperti senyawa timbal
lainnya, senyawa ini merupakan senyawa yang beracun. Senyawa ini dapat larut di
dalam air dan gliserin. Jika bereaksi dengan air, senyawa ini akan membentuk
trihidrat Pb(CH3COO)2·3H2O, yaitu senyawa kristalin monoklinik berkilauan yang
tidak berwarna atau berwarna putih.
Timbal(II) oksida, juga disebut timbal monoksida, adalah senyawa anorganik
dengan rumus molekul PbO. PbO terjadi dalam dua polimorf, satu litharge yang
memiliki struktur kristal tetragonal dan yang lainnya massicot memiliki kristal
struktur kristal ortorombik. Aplikasi modern untuk PbO sebagian besar untuk industri
terkemuka berbasis timbal, kaca dan keramik industri, termasuk komponen komputer.
Ini adalah oksida amfoter. Bentuk merah dan kuning dari bahan ini terkait dengan
sedikit perubahan entalpi :
PbO(merah) → PbO(kuning) ΔH = 1,6 kJ/mol
PbO bersifat amfoter, yang berarti dapat bereaksi baik dengan asam maupun basa.
Dengan asam, ia membentuk garam Pb2+ melalui perantara cluster okso seperti
[Pb6O(OH)6]4+. Dengan basa kuat, PbO larut membentuk garam plumbit(II):[8]
PbO + H2O + OH− → [Pb(OH)3]−
Fenolftalein (PP) sering digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam – basa.
Untuk aplikasi ini, ia berubah warna dan tak berwarna dalam larutan asam menjadi
merah muda dalam larutan basa. Fenolftalein sedikit larut dalam air dan biasanya
dilarutkan dalam alkohol untuk digunakan dalam berbagai percobaan. Senyawa ini
bersifat asam lemah yang dapat membebaskan ion H+ dalam larutan. Molekul
fenolftalein tidak berwarna, dan ion fenolftalein berwarna merah muda. Jika basa
ditambahkan ke dalam fenolftalein, kesetimbangan molekul ion bergeser ke kanan,
menyebabkan ionisasi lebih banyak karena pembebasan ion H+. Hal ini diprediksi
8
menurut prinsip Le Chatelier. Jika pH semakin basa maka warna yang ditimbulkan
akan semakin merah.
Pengukuran kadar gula (sukrosa) dengan metode polarimetri memerlukan bahan
penjernih nira atau produk gula lain yang akan dianalisis. Selama ini bahan penjernih
yang digunakan adalah timbal asetat yang diketahui bersifat racun kuat yang
akumulatif. Penggunaan bahan ini cukup banyak, tidak berkurang dari seratus
kilogram per pabrik, per musim giling sehingga pembuangan limbah akan
menimbulkan masalah lingkungan. Disamping itu penggunaan timbal asetat
mengalami penghambatan (proses penyaringan lama) bila kadar dekstran dalam nira
tinggi. Penggunaan Pb asetat sebagai penjernih dalam analisis pol (kadar sukrosa)
sejak 1990 tidak direkomendasikan oleh ICUMSA sehingga perlu dicarikan
penggantinya.
III. Alat dan Bahan
Alat :
Cawan Porselin Pipet Tetes Waterbath
Bahan
1. Pb Asetat 150 gr
2. Pb Oksida 50 gr
3. Aquadest
4. BTB 0,5 gr
5. MO 0,5 gr
6. NaOH 0,1 N
9
IV. Cara Kerja
V. Hasil Praktikum
Bahan Karakteristik Warna
Bahan Penjernih Putih
BTB (Bromtimol Blue) Biru
MO (Methyl Orange) Oranye
VI. Pembahasan
Pada praktikum pembuatan bahan penjernih dan indikator ini bertujuan agar
mahasiswa dapat membuat bahan penjernih dan indikator dengan bahan yang masih
berupa padatan dan agar siap untuk digunakan. Indikator ini dapat digunakan dalam
proses titrasi asam basa yakni sebagai indikator untuk menunjukkan pH larutan yang
dititrasi. Indikator asam basa umumnya akan berubahan warna apabila pH nya
berubah sebagai contoh indikator BTB atau Brontimol Blue dengan trayek pH 6,0 –
7,6 yang akan berubah warna dari kuning hingga biru yakni kuning pada pH 6,0 dan
biru pada pH 7,6. Itulah mengapa indikator merupakan bahan yang penting dalam
titrasi asam basa.
Sedangkan untuk bahan penjernih digunakan sebagai penjernih larutan yang
belum disaring. Sebagai contoh bahan penjernih ini sering digunakan dalam analisa
tetes, hal ini karena tetes memiliki warna yang pekat sehingga akan menyusahkan
praktikan dan alat alat laboratorium dalam melakukan analisa. Oleh karena itu
10
diperlukan bahan penjernih agar tetes dapat dianalisa dengan menggunakan alat – alat
laboratorium maupun dengan polarimeter. Sehingga analisa akan mudah untuk
dilakukan, baik analisa dengan menggunakan bahan penjernih maupun dengan
indikator karena kedua bahan tersebut merupakan bahan yang penting dan sangat
diperlukan dalam laboratorium khususnya laboratorium pabrik gula.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pembuatan bahan penjernih dan indikator dapat diketahui
bahwa mahasiswa dapat membuat sebuah bahan penjernih dan indikator BTB dam
MO.
VIII. Daftar Pustaka
Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta:UI-Press
Moerdokusumo,A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula Di
Indonesia. Bandung: ITB Bandung
11
Analisa Aciditas Nira Mentah
Bahan
1. Nira Mentah 100 ml
2. Indikator PP
12
3. Indikator BTB
4. Air Kapur 1⁄28 N
IV. Cara Kerja
V. Hasil Praktikum
1000
Aciditas NM (mgCaO/L NM) = ml air kapur (a + b) x 100
Data sampel :
A1 = 70 ml B1 = 59 ml
A2 = 60 ml B2 = 30 ml
Rata – rata = (129 ml + 90 ml) / 2
= 109,5 ml
1000
Aciditas = 109,5 x 100
= 1.095 mg CaO/L NM
VI. Pembahasan
Pada praktikum analisa aciditas nira mentah ini, praktikan menggunakan bahan
utama yakni nira mentah. Sebagaimana dijelaskan pada dasar teori bahwa asiditas
adalah jumlah basa yang diperlukan untuk menetralisir asam di dalam air. Begitu juga
asiditas dalam nira mentah, jumlah basa yang diperlukan untuk menetralisir asam di
dalam nira mentah karena pada dasarnya nira mentah bersifat asam.
Mula – mula 100 ml nira mentah dipanaskan hingga mendidih kemudian dititrasi
dengan air kapur dengan menggunakan indikator BTB hingga berwarna biru
kehijauan yang menandakan bahwa larutan sudah dalam keadaan netral. Kemudian
larutan didinginkan dan dititrasi kembali dengan air kapur kemudian dicek kembali
dengan menggunakan indikator PP hingga larutan berwarna merah muda yang
menandakan larutan berada di kondisi basa. Dimana trayek pH untuk indikator BTB
13
yaitu 6,0 – 7,6 dengan perubahan warna dari kuning hingga biru. Sedangkan trayek
pH untuk indikator PP atau Phenol Phtalein yaitu 8,3 – 10,0 dengan perubahan warna
dari yang semula tidak berwarna hingga merah ungu atau merah muda. Proses titrasi
ini dilakukan 2x dengan ml titrasi untuk titrasi pertama 70 ml (menggunakan BTB)
dan 59 ml (menggunakan PP) dan titrasi kedua diperoleh 60 ml (menggunakan BTB)
dan 30 ml (menggunakan PP). Dengan ml titrasi yang demikian maka diperoleh nilai
asiditas nira mentah sebesar 1.095 mgCaO/L NM.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisa aciditas nira mentah dapat diperoleh nilai aciditas
nira mentah sebesar 1.095 mg CaO/L NM
VIII. Daftar Pustaka
http://derryintarti.blogspot.com/2015/08/aciditas-nira-mentah-teknik-kimia-gula.html
http://resagusman.blogspot.com/2014/02/penentuan-asiditas.html
http://rusdhyrsc17.blogspot.com/2012/07/laporan-asiditas.html
14
Analisa Alkalinitas Air
15
Buret Statis
Bahan
1. Air sampel
2. Indikator PP
3. Larutan H2SO4
4. Indikator MO
5. Larutan BaCl
b. Alkalinitas MO
c. Alkalinitas OH
V. Hasil Praktikum
1000
Alkalinitas (mg CaCO3/L) = ml titrasi x
50 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
16
a. Alkalinitas P
1000
Alk = 1,4 ml x
50 𝑚𝑙
= 28 mg CaCO3/L
b. Alkalinitas MO
1000
Alk = 5,25 ml x
50 𝑚𝑙
= 105 mg CaCO3/L
c. Alkalinitas OH
1000
Alk = 0,5 ml x
50 𝑚𝑙
= 10 mg CaCO3/L
Alkalinitas
P MO OH
Vol Titrasi
I 1,5 ml 5,6 ml 0,7 ml
II 1,3 ml 4,9 ml 0,3 ml
Rata - rata 1,4 ml 5,25 ml 0,5 ml
VI. Pembahasan
Pada praktikum analisa alkalinitas air ini bertujuan untuk mengetahui nilai
alkalinitas air. Mula – mula praktikan melakukan analisa alkalinitas P dengan
menggunakan 50 ml air sampel yang ditambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes.
Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan larutan H2SO4 hingga menjadi bening.
Larutan yang semula berwarna merah jambu hingga berubah menjadi bening. Hal ini
dikarenakan larutan telah berada pada kondisi netral yakni pH 8. Indikator PP sendiri
memiliki trayek pH 8,3 – 10,0 , dimana pada pH 8,3 larutan akan menjadi tidak
berwarna dan pada pH 10,0 akan berwarna merah muda.
Hal serupa juga dilakukan pada analisa alkalinitas MO namun indikator yang
digunakan adalah indikator MO yang memiliki trayek pH 3,1 – 4,4 dan warna dari
merah hingga kuning. Titrasi dengan indikator MO ini dilakukan hingga warna
larutan menjadi jingga. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa larutan sedang berada
di pH antara 3,1 – 4,4 namun tetap dalam kondisi asam.
Sedangkan untuk analisa selanjutnya adalah analisa alkalinitas OH yakni
menggunakan larutan BaCL 10% dan indikator PP. Larutan tersebut dititrasi pula
dengan menggunakan larutan H2SO4 hingga menjadi bening. Hal ini menunjukkan
17
bahwa larutan sedang berada di pH netral yakni 8 karena indikator PP memiliki trayek
pH 8,3 – 10,0. Dari seluruh praktikum tersebut diperoleh nilai alkalinitas P yaitu
sebesar 28 mgCaCO3/L , alkalinitas MO sebesar 105 mgCaCO3/L dan alkalinitas OH
sebesar 10 mgCaCO3/L.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisa alkalinitas air dapat diketahui bahwa nilai
alkalinitas P sebesar 28 mg CaCO3/L, alkalinitas MO sebesar 105 mg CaCO3/L dan
alkalinitas OH sebesar 10 mg CaCO3/L
18
Analisa Kadar CaO Tetes
19
Erlenmeyer Gelas Ukur Pipet Tetes
Bahan
1. Tetes
2. Aquadest
3. Asam asetat
4. Klieselgurl
5. Larutan buffer
6. Larutan EBT
V. Hasil Praktikum
ml titrasi = 18 ml
F. EDTA = 1,0526
100
𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝐹.𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥
10
Kadar CaO = x 100%
2,5 𝑥 1000
18 𝑥 1,0526 𝑥 10
= x 100%
2500
189,468
= x 100%
2500
= 7,578 %
VI. Pembahasan
Pada praktikum analisis kadar CaO pada tetes ini memiliki tujuan untuk
menentukan nilai kadar CaO yang terkandung dalam tetes. Dimana berdasarkan dasar
teori tetes tebu merupakan tetes yang memiliki kandungan 25 – 40% sukrosa dan 12 –
25 % gula produksi dengan total kadar gula 50 – 60% atau lebih. Kadar protein kasar
20
sekitar 3% dan kadar abu sekitar 8 – 10% yang sebagian terbentuk dari K, Ca, Cl dan
garam sulfat.
Dalam praktikum ini, praktikan menggunakan tetes sebanyak 2,5 gram kemudian
ditambahkan aquades 50 ml untuk melarutkan tetes. Kemudian ditambahkan asam
asetat dan aquades lalu disaring. Filtrat yang dihasilkan dari penyaringan tersebut
diambil 10 ml dan ditambahkan larutan buffer, EBT dan aquades untuk kemudian
dititrasi dengan EDTA. Ml titrasi yang dihasilkan yaitu 18 ml sehingga diperoleh
kadar CaO sebesar 7,578 %.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisis kadar CaO pada tetes dapat diperoleh kadar CaO
tetes sebesar 7,578 %
21
Analisis Kadar SO2 Gula
I. Tujuan Praktikum : Agar mahasiswa dapat mengetahui analisis kadar SO2 gula
II. Dasar Teori
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk
kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada
makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari
sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan
oleh sel. Beberapa gula misalnya glukosa, fruktosa, maltosa, sukrosa,dan laktosa
mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda-beda misalnya dalam hal rasa
manisnya, kelarutan didalam air, daya pembentukan karamel jika dipanaskan dan
pembentukan kristalnya (Winarno, 1980).
22
Sulfur dioksida merupakan gas tak terlihat yang berbau sangat tajam dalam
konsentrasi yang pekat, mempunyai sifat tidak mudah terbakar dan tidak mudah
meledak serta menyerang sistem pernafasan manusia. Konsentrasi gas SO2 di udara
akan mulai terdeteksi oleh indera manusia (tercium baunya) manakala konsentrasinya
berkisar antara 0,3 – 1 ppm. Hanya sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di
atmosfer merupakan hasil dari aktivitas manusia, dan kebanyakan dalam bentuk SO2 .
Sebanyak dua pertiga dari jumlah sulfur di atmosfer berasal dari sumber-sumber alam
seperti volcano, dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang
ditimbulkan oleh polutan yang dibuat manusia adalah dalam hal distribusinya yang
tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu, bukan dari jumlah
keseluruhannya, sedangkan polusi dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata.
Transportasi bukan merupakan sumber utama polutan SOx tetapi pembakaran bahan
bakar pada sumbernya merupakan sumber utama polutan SOx, misalnya pembakaran
batu arang, minyak bakar, gas, kayu dan sebagainya (Wardhana, 2001).
Bahan
1. Iodium 0,02 N
2. Aquadest
3. HCl 5%
4. Amilum
5. Gula
23
IV. Cara Kerja
V. Hasil Praktikum
1000
SO2 = ( B – A ) x 0,02 x 32 x 50
Data :
A1 = 1 ml B1 = 1,3 ml
A2 = 0,5 ml B2 = 1 ml
Sampel 1 =(B–A)
= ( 1,3 – 1 )
= 0,3 ml
Sampel 2 =(B–A)
= ( 1 – 0,5 )
= 0,5 ml
( 0,3+0,5 ) 1000
SO2 = x 0,02 x 32 x
2 50
= 5,12 ppm
VI. Pembahasan
Pada praktikum analisis kadar SO2 gula ini bertujuan untuk mengetahui analisis
kadar SO2 pada gula. Dimana kadar SO2 ini sangat penting untuk diketahui, hal ini
karena kadar SO2 dalam gula termasuk dalam standar SNI Gula Kristal Putih.
Sehingga kadar SO2 pada gula tentu harus diperhatikan dan harus sesuai dengan
Standar Mutu Nasional Indonesia.
Dalam proses produksi gula, pada tahap pemurnian terdapat penambahan gas SO2
ke dalam Nira hal ini bertujuan untuk menetralkan pH nira, sebagai bleaching agent
atau zat pemutih, mengikat unsur – unsur lain yang bereaksi pada defekator,
24
menurunkan pH dan membentuk CaSO4 untuk mengikat kotoran dalam nira. Pada
proses selanjutnya nira mentah tersulfitir dipompa ke prefloc tower untuk
menghilangkan gas SO2 dan gas sisa reaksi yang masih terlarut dalam nira. Hal ini
tentu akan berbahaya apabila gas SO2 masih terkandung dalam gula dengan jumlah
diatas parameter atau diatas standar mutu nasional yang ditetapkan. Apabila kadar
SO2 pada gula melebihi parameter standar mutu nasional gula maka gula tidak layak
untuk dijual dan tentu berbahaya bagi kesehatan.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisis kadar SO2 gula dapat diperoleh kadar SO2 pada
gula sebesar 5,12 ppm
25
Analisa Phospat Dalam Air
26
Pengaduk Pipet Tetes Spektrofotometer
Bahan :
1. Air sampel 100 ml
2. Klieselghur 1 gr
3. Larutan H2SO4 / NaOH
4. Am. Molibolat Sulfat 4 ml
5. Aquadest
6. Asam Ascorbat 0,1 gr
7. Lar. Standard Phospat 5 ml
V. Hasil Percobaan
𝐴𝑏𝑠 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ
P2O5 = 𝐴𝑏𝑠 𝑙𝑎𝑟 𝑠𝑡𝑑 x konsentrasi lar std
: 0,782 ppm
27
VI. Pembahasan
Pada praktikum analisa phospat dalam air ini bertujuan untuk mengetahui kadar
phospat dalam air. Pengujian ini mengacu pada metode Hach dan menggunakan alat
spektrofotometer. Berdasarkan dasar teori kadar maksimum fosfat dalam air yaitu 0,2
mg/L. Keberadaan senyawa phospat dalam air sangat bepengaruh terhadap
keseimbangan ekosistem perairan. Phospat terdapat dalam air alam dan air limbah
yang berasal dari aliran air hujan, drainase, air buangan penduduk dan industri. Oleh
karena itu, untuk mengetahui kualitas suatu perairan perlu dilakukan pemantauan
kualitas lingkungan perairan.
Mula – mula 100 ml air sample ditambahkan klieselghur 1 gram supaya jernih
dan dapat dianalisa dengan spektrofotometer. Kemudian pH larutan tersebut
dinetralkan dengan menggunakan larutan H2SO4 atau NaOH hingga menjadi pH 6,9.
Setelah itu larutan ditambahkan Am. Molibolat , As. Ascorbat dan aquadest lalu
dididihkan dan didinginkan. Setelah didinginkan ditambahkan aquadest kemudian
barulah dianalisa menggunakan spektrofotometer. Berdasarkan praktikum ini
diperoleh kadar phospat dalam air sebanyak 0,782 ppm.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisa phospat dalam air dapat diketahui kadar phospat
yaitu 0,782 ppm.
28
Analisa Kadar Zat Organik Dalam Air
29
III. Alat dan Bahan
Alat :
Pipet Volume Ball Pump Erlenmeyer
Bahan :
1. Air Sampel
2. Larutan H2SO4 25% 5 ml
3. Larutan KMnO4 0,01 N
4. Asam Oksalat 0,01 N 15 ml
IV. Cara Kerja
V. Hasil Percobaan
Data :
ml titrasi 1 : 47 ml
ml titrasi 2 : 40 ml
Rata – rata : 43,5 ml
30
Zat organik = ml titrasi x 3,16 ppm
= 43,5 x 3,16 ppm
= 137,46 ppm
VI. Pembahasan
Pada praktikum analisa kadar zat organik dalam air ini bertujuan untuk
mengetahui kadar zat organik dalam air. Dalam praktikum ini praktikan menggunakan
air sampel yang kemudian ditambahkan H2SO4 dan dipanaskan pada suhu 80°C.
Bedasarkan dasar teori, ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan
sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4
berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah yang
akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang
bersangkutan.
Kemudian larutan dititrasi dalam keadaan panas dengan larutan KMnO4 lalu
dididihkan kembali dan ditambahkan asam oksalat dan dititrasi kembali hingga
berwarna merah jambu. Berdasarkan praktikum tersebut diperoleh kadar zat organik
sebesar 137,46 ppm.
VII. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum analisa kadar zat organik dalam air dapat diperoleh kadar
zat organik sebesar 137,46 ppm.
31