Anda di halaman 1dari 34

Tujuan :

a. Menetapkan bilangan penyabunan pada sampel dengan metode titrasi asidimetri


b. Menetapkan bilangan iod pada sampel dengan metode titrasi iodometri

Prinsip :

a. Penetapan Bilangan Penyabunan


Asam stearat disabunkan dengan penambahan KOH-Alkohol berlebih dan dilakukan refluks agar penyabunan berlangsung
sempurna. Ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan HCl 0,5 N yang sudah distandardisasi hingga mencapai titik akhir tidak
berwarna. Kemudian dilakukan penetapan blanko untuk mengetahui jumlah KOH-alkohol yang bereaksi.
b. Penetapan Bilangan Iod
Sampel akan direaksikan dnegan kloroform dan wijs. Ikatan rangkap pada asam stearat akan diadisi oleh iodin dalam wijs, kemudian
iod yang tidak bereaksi dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3) yang telah distandardisasi, indikator yang digunakan adalah
kanji dimana titik akhirnya tidak berwarna. Penentapan blanko dilakukan untuk mengetahui jumlah iod yang bereaksi..

Reaksi :
Cara kerja :

a. Penetapan Bilangan Penyabunan


 Standardisasi HCl 0,5 N
dimasukkan
Boraks erlenmeyer,
ditambahkan
ditimbang 0,9530 dilarutkan
indikator MM
gram dengan akuades
10 mL

Dititrasi dengan
HCl 0,5 N dicatat volume
sampai titik akhir akhir tittrasi
merah

 Penetapan Bilangan Penyabunan

dimasukkan
erlenmeyer,
Sampel ditimbang Sampel direfluks
ditambahkan
sebanyak 1 gram selama 1 jam
KOH-alkohol 0,05
M sebanyak 20 ml

Setelah itu didinginkan Dititrasi


Dicatat volume
kemudian ditambahkan dengan HCl
hasil titrasi
indikator PP 0,5 N
 Penetapan Blanko
Setelah itu
KOH-alkohol 0,05
didinginkan
M sebanyak 20 ml kemudian direfluks
kemudian
dimasukkan ke selama 1 jam
ditambahkan
dalam erlenmeyer
indikator PP

Dititrasi dengan Dicatat volume


HCl 0,5 N hasil titrasi

b. Penetapan Bilangan Iod


 Standardisasi Natrium Tiosulfat 0,1 N

Dilarutkan dengan Dititrasi dengan


K2Cr2O7 ditimbang
akuades, Natrium Tiosulfat 0,1
0,0490 gram,
ditambahkan HCl 4N N sampai mendekati
dimasukan
10 ml; KI 10% 10 titik akhir berwarna
erlenmeyer
ml kuning

Ditambahkan
indikator kanji,
dititrasi kembali dicatat hasil titrasi
sampai titik akhir
biru kehijauan

 Penetapan Bilangan Iod

Sampel ditimbang Ditambahkan


Ditutup, disimpan
1 gram, kloroform 10 ml;
diruang gelap
dimasukkan dan larutan Wijs 25
selama 1 jam
erlenmeyer ml

Ditambahkan
dititrasi kembali
Ditambahkan KI indikator kanji,
sampai mendekati
10% 15 ml; dititrasi kembali
titik akhir
akuades 50 ml sampai titik akhir
berwarna kuning
tak berwarna

Dicatat hasil titrasi


 Penetapan Blanko
Ke dalam
erlenmeyer, Ditutup, disimpan Ditambahkan KI
ditambahkan diruang gelap selama 10% 15 ml; akuades
kloroform 10 ml; dan 1 jam 50 ml
larutan Wijs 25 ml

Ditambahkan
dititrasi kembali
indikator kanji,
sampai mendekati
dititrasi kembali Dicatat hasil titrasi
titik akhir berwarna
sampai titik akhir tak
kuning
berwarna

Perhitungan :
Boraks = Na2B4O7 ( yg pas standardisasi HCl rumusnya salah)

Regulasi :

Syarat menurut Bridgeston Tires : Bil. Penyabunan (190-220 gr) ; Bil. Iod (20 gr/100 gr)

Produk Ban
Ban adalah material komposit, biasanya dari karet alam / karet isoprena yang
digunakan untuk ban truk dan ban mobil penumpang seperti pada sabuk
tapak, sidewall, carcassply, dan innerliner. Ban terdiri atas filler (pengisi),
pelunak, accelerator, activator, vulkanisator, anti degradan, dll.

Crude oil / minyak bumi → olefin → butadiena → karet sintetis / alami (nilon, SBR) → ban

(+) filler : bahan pengisi, u/ menguatkan, biasanya dari karbon hitam

(+) accelerator, activator, vulkanisator : u/ proses vulkanisasi

 Accelerator : mengontrol suhu dan temperatur


 Activator : mempercepat bahan-bahan diakselerasi
Contoh activator :

menyatakan bahwa sifat morfologi dan sifat mekanik thermoset


rubber meningkat sebanding dengan peningkatan kadar asam stearat, MBTS, dan Sulfur.

 Asam stearat sebagai ko-aktivator


 MBTS sebagai akselerator
 Sulfur sebagai currative agent untuk mengikat polimer pada proses vulkanisasi

Asam stearat
 Asam lemak jenuh yang memiliki rantai panjang, mudah diperoleh dari lemak hewani
 Digunakan sebagai bahan pembuatan lilin, sabun, plastik, kosmetika, dan untuk
melunakkan karet. Selain itu digunakan untuk mengubah konsistensi atau suhu leleh suatu
produk, sebagai pelumas, atau mencegah oksidaasi.
 Sifat fisik :
o BM : 284,478 g/mol
o Titik Lebur : 69,6 °C
o Titik didih : 291 °C
o Densitas : 0,847 g/cm2 pada 70 °C
 Rumus Molekul : C18H36O2

Analisis khusus → menggunakan kromatografi gas

Karena pada percobaan ini kita akan menetapkan mutu pada asam lemaknya, sehingga
penetapannya menggunakan .

Penetapan bilangan penyabunan


→ Bilangan penyabunan merupakan banyaknya KOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan 1 gram lemak atau minyak

→ Fungsi pereaksi dan perlakuan :

 KOH untuk menyabunkan (tanda penyabunan sempurna : munculnya busa dan


warna kuning hilang)
 Alkohol untuk melarutkan lemak atau minyak
 Refluks (pemanasan) untuk mempercepat reaksi. Pada proses ini terjadi distilasi
uap alkohol agar alkoholnya tidak menguap dan terbang.
 PP sebagai indikator, larutan ketika ditetesi PP akan berwarna merah muda karena
mengandung sisa KOH dan bersifat basa.
 Sisa KOH dititar dengan HCl yang sudah distandardisasi (perubahan warna :
merah muda ke tidak berwarna)
 Mencari KOH yang bereaksi : (KOH awal – KOH sisa)

Dari blanko
 Sampel awalnya mengandung 100% KOH, ketika disabunkan, KOH lama kelamaan
berkurang dan menghasilkan sisa, sisanya yang dititar dengan HCl
 Standardisasi HCl menggunakan baku primer boraks, dengan indikator MM
(perubahan warna : kuning ke merah)
 Semakin tinggi bilangan penyabunan, maka semakin baik kualitasnya

Penetapan bilangan iod


→ Bilangan iod merupakan banyaknya iod yang diserap oleh 100 gram lemak atau minyak

→ Fungsi pereaksi dan perlakuan :

 Larutan wijs untuk memutuskan ikatan rangkap dalam lemak atau minyak
Lar. Wijs mengandung iodin yang masuk ke ikatan rangkap yang terputus,
membuat minyak / lemak mengalami ketidakjenuhan.
 Disimpan di ruang gelap agar bereaksi dan tidak mudah teroksidasi
 Perubahan warna saat titrasi :
(+) KI : warna coklat kekuningan
≈ dititar dengan tio : warna jadi kuning
(+) kanji : warna jadi biru kehitaman
≈ dititar kembali : warna biru hilang
 Kanji sebagai indikator, ditambahkan di akhir agar I2 tidak terperangkap
 Mencari I2 yang bereaksi : (I2 awal – I2 sisa)

Dari blanko

Kembali pada jenis asam stearat, asam stearat termasuk asam lemak jenuh
dimana tidak memiliki ikatan rangkap sehingga secara teoritis tidak memiliki
bilangan iod. Kalaupun menghasilkan, maka nilainya sangat kecil.
Tujuan :

a. Untuk mengetahui kadar surfaktan anionik secara biru metilen menggunakan spektrofotometer serapan uv-vis
b. Dapat mengoperasikan spektrofotometer uv - vis dengan benar dan sesuai SOP

Prinsip :

c. Prinsip Alat
Prinsip kerja Spektrofotometer UV-Vis yaitu apabila cahaya monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian
cahaya tersebut diserap (I), sebagian dipantulkan (lr), dan sebagian lagi dipancarkan (It). Adapun yang melandasi pengukuran
spektrofotometer ini dalam penggunaannya adalah hukum Lambert-Beer dimana saat cahaya monokromatik melalui suatu media,
maka sebagian cahaya akan diserap, sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan. Semakin tinggi konsentrasi
suatu larutan, maka semakin tinggi pula absorbansinya.
d. Prinsip Percobaan
Surfaktan anionik bereaksi dengan metilen blue membentuk pasangan ion yang berwarna biru yang larut dalam kloroform.
Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer uv-vis dengan panjang gelombang 653 nm. Serapan yang
terukur setara dengan kadar surfaktan anionik.

Reaksi :
Cara kerja :

a. Pembuatan Larutan Induk Surfaktan Anionik 1000 ppm

0,1 gram natrium lauril Dimasukkan kedalam


sulfat ditimbang labu takar 100 mL

Dihomogenkan
Ditambahkan Aquadest
dengan cara dikocok
hingga tera
tujuh kali

b. Pembuatan Larutan Baku 100 ppm

10 mL larutan LAS 1000 Dimasukkan kedalam


ppm labu takar 100 mL

Dihomogenkan
Ditambahkan Aquadest
dengan cara dikocok
hingga tera
tujuh kali
c. Pembuatan Deret Standar

Larutan Baku 100 ppm

0 0,4 0,8 1,2 2,0 ppm


0 0,4 0,8 1,2 2,0 mL

Dimasukkan kedalam Labu takar


100 mL

Ditambahkan aquadest hingga tera

Dihomogenkan dengan cara


dikocok tujuh kali

d. Preparasi Deret Standar

Ditambahkan 6,25 mL
25 mL Larutan deret Dimasukkan kedalam
metilen blue dan 2,5
standart corong pemisah
kloroform

lapisan atas diekstrak


diekstrak kuat selama semua lapisan bawah
kembali dengan
30 detik, didiamkan dari hasil ekstraksi
menambahkan 2,5 mL
hingga terbentuk 2 ditampung dalam
kloroform (2x
lapisan corong pemisan lain
ulangan)

Lapisan atas diekstrak


Hasil tampungan kembali + 2,5 mL
Diekstrak selama 30
lapisan bawah kloroform (2x) dan
detik, hingga terbentuk
ditambah larutan lapisan bawah
2 lapisan
pencuci 12,5 mL ditampung dalam labu
takar 25 mL

larutan diukur
absorbansinya dengan
Lapisan bawah ditera
spektro uv vis
dengan kloroform
memakai panjang
gelombang 652 nm
e. Preparasi Sampel
1 mL sampel
ditambahkan 3-5 tetes ditambahkan asam
diencerkan di LT 100
pp dan larutan NaOH 1 sulfat 1 N tetes per
mL, kemudian dipipet
N tetes per tetes tetes hingga warna
25 mL ke dalam
hingga merah muda menghilang
corong pemisah

lapisan atas diekstrak


kembali dengan
ditambahkan 6,25 mL diekstrak selama 30
kloroform dua kali,
metilen blue dan 2,5 detik, didiamkan
dan lapisan bawah
kloroform hingga dua lapisan
ditampung dalam
corong pemisah lain

lapisan atas diekstrak


hasil tampungan kembali dengan
diekstrak selama 30
lapisan bawah kloroform dua kali,
detik, diidakan hingga
ditambah larutan dan lapisan bawah
terbentuk 2 lapisan
pencuci 12,5 mL ditampung dalam labu
takar 25 mL

larutan diukur
absorbansinya dengan
lapisan bawah ditera
spektro UV-Vis
dengan kloroform
(panjang gelombang
652 mm)

Perhitungan :
Regulasi :

 SNI 4594:2017 tentang Detergen Serbuk (terlampir)


→ minimal kadar surfaktan 14%
 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 03 Tahun 2010
→ Maksimal kadar MBAS 0,1 mg/L
Surfaktan atau surface active agent atau wetting agent merupakan bahan
organik yang berperan sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun dan
shampoo. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga
memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang
dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air.

minyak bumi → Nephta → gasolin → senyawa aromatik → benzena → rx dengan senyawa


(ex : abs) → surfaktan

minyak nabati (CPO) → Nephta → gasolin → senyawa aromatik → benzena → rx dengan


senyawa (ex : abs) → surfaktan
 Tegangan permukaan : antara air dan udara (jelas beda banget)
 Tegangan antar muka : antara minyak dan air (sama-sama cair tapi fasanya
beda)

Emulgator tidak bisa menggantikan surfaktan karena emulgator hanya bisa mengemulsi tapi
tidak memiliki fungsi pembusaan.

Kepala, bersifat hidrofilik, Ekor, bersifat hidrofobik, akan


akan berikatan dengan air. berikatan dengan minyak.

 Surfaktan Kationik : punya NH3 (gugus amina)


 Surfaktan anionik : punya sulfat
 Surfaktan amfoter : punya asam amino karboksilat
 Surfaktan non ionik : biasanya dicampur dengan surfaktan anionik

Aspek ABS LAS


Rantai Alkil Bercabang Linier
Penguraian Sulit terurai sehingga tertinggal di lingkungan Lebih mudah terdegradasi

Detergen lebih kompleks karena dari surfaktan, sedangkan sabun lebih sederhana karena
terbuat dari penambahan NaOH/KOH dengan daya pembusa sedikit. Jika menginginkan sabun
dengan jumlah busa yang banyak, maka dapat ditambahkan surfaktan seperti SLS / SLES.

→ digunakan pada produk pembersih, peledak, bahan pangan (biasanya surfaktan dari CPO),
plastik, dll.

 Melalui sintesis
 Biosurfaktan (dari fermentase)
 Menambah lemak atau minyak ke gabah padi yang dibakar / diabukan. Ternyata gabah
padi mengandung NaOH, dan ketika dicampur dengan lemak / minyak menghasilkan
bagian yang licin.
 Pertama kali ditemukan ABS, namun ternyata tidak ramah lingkungan. Kemudian
ditemukan LAS yang sampai sekarang dipakai, namun harus selalu diupdate
pemakaiannya dan persyaratannya.

Penggunaan surfaktan yang secara terus menerus membuat semakin banyak surfaktan
yang tertinggal dilingkungan akibat surfaktan yang tidak mudah teruari hal ini
mengakibatkan pencemaran air tanah dan menurunkan kesuburan tanah. Pencemaran ini
sifatnya berantai sehingga berpengaruh pada berbagai aspek lingkungan. Selain itu
penggunaan surfaktan yang berlebih juga dapat berdampak pada kesehatan seperti
keracunan atau terjadinya iritasi kulit akibat pemakaian kosmetik yang mengandung
surfaktan.

 Jika menggunakan AAS, maka tidak perlu screening karena pada AAS lampu katodanya
sudah spesifik
 Karena percobaan kita menggunakan menggunakan spektro uv-vis, maka harus
dilakukan screening panjang gelombang terlebih dahulu (400 – 800) nm.

Surfaktan anionik akan berikatan dengan metilen biru membentuk senyawa kompleks
berwarna biru yang larut dalam kloroform ketika diekstraksi. Ekstraksi dilakukan berulang
kali agar senyawa kompleks yang dihasilkan terekstrak seluruhnya. Senyawa kompleks yang
terekstrak terdapat dalam fasa organik kloroform karena senyawa ini bersifat hidrofobik.
Penambahan larutan pencuci berfungsi untuk menghilangkan senyawa polar lainnya.
Pengukuran absorbansi senyawa kompleks berwarna biru pada kloroform
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 652 nm dimana
sebelumnya dilakukan screening panjang gelombang terlebih dahulu. Intensitas warna biru
yang dihasilkan dalam fase organik merupakan ukuran dari MBAS dimana sebanding dengan
jumlah surfaktan anionik yang terdapat pada sampel dan standar.
Tujuan :

a. Mengetahui jenis zat pewarna sintesis yang terkandung dalam sampel


b. Menetapkan kadar pewarna sintesis yang terkandung dalam sampel

Prinsip :

Analisis dilakukan dengan menggunakan benang wol yang sifatnya dapat mengadsorbsi zat warna. Pada pengujian secara
kualitatif benang wol dicelupkan pada berbagai larutan pereaksi seperti asam klorida 10%, asam sulfat 10%, ammonium hidroksida 12%
dan natrium hidroksida 10% kemudian diamati perubahan warna yang terjai dan dibandingkan dengan standar. Pada pengujian seacara
kuantitatif, zat warna ditetapkan kadarnya dengan membandingkan bobot zat warna yang diserap dengan bobot sampel.

Cara kerja :

a. Uji Kualitatif

Benang wol sepanjang


25 mL sampel Larutan diasamkan
10 cm dimasukkan ke
dilarutkan dalam air dengan HCl 10%
dalam larutan

Setiap potongan benang


Benang wol
Seluruhnya dididihkan ditetesi masing-masing
dikeringkan dan
selama 30 menit lalu dengan HCl (p), H2SO4
dipotong menjadi
dicuci dengan air pekat , NH4OH 12%
empat bagian
dan NaOH 10%

b. Uji Kuantitatif

25 gram contoh
Benang dikeringkan
Benang wol (20 cm) ditimbang kemudian
dan ditimbang sebagai
dicuci dengan heksana dilarutkan dengan
bobot awal
H2SO4 sebanyak 50 mL

Benang direndam dan Benang direndam dan


Benang wol dicuci
dididihkan selama 30 didihkan selama 30
dengan air panas
menit dalam larutan menit dalam larutan
Perhitungan :

Pewarna buatan yang berasal dari bahan kimia. Zat pewarna ini digunakan
sebagai bahan tambahan yang dapat memperbaiki warna makanan dan
mempertinggi nilai pangan.

Pewarna Alami : kurkumin, riboflavin, karmin dan ekstrak cochineal, klorofil, karamel,

karbon tanaman, beta-karoten, ekstrak anato, karotenoid, merah bit, antosianin, dan
titanium dioksida

Pewarna Sintetis yang diperbolehkan namun dibatasi ; tartrazin, kuning kuinolin, kuning

FCF, karmoisin, ponceau, eritrosin, merah allura, indigotin, biru berlian FCF, hijau
FCF, dan cokelat HT.

Minyak bumi → Naphtha → Aromatics Plant → Aromatics → Pewarna sintetik

Penggunaan pewarna sintetik secara terus menerus membuat pewarna sintetik ini akan
menumpuk pada tubuh kita, hingga akhirnya merusak fungsi organ tubuh terutama hati
dan ginjal. Hati dan ginjal terpaksa bekerja keras untuk merombak zat tersebut agar dapat
dikeluarkan dari tubuh. Jika gagal dikeluarkan, maka dapat memicu berbagai macam
gangguan / penyakit seperti kanker, gangguan ginjal, kemandulan pada pria, melemahkan
sistem kekebalan tubuh, hiperaktifitas pada anak-anak, dan komplikasi.

Pada analisis kualitatif, sampel dan standard diasamkan menggunakan HCl 10% agar
proses penyerapan warna oleh benang wol berjalan optimal. Standar tartrazin dan
ponceau digunakan untuk membandingkan perubahan warna yang diperoleh pada sampel.
Setelah sampel dan standard diasamkan, kemudian benang wol di rendam dalam sampel
dan standard lalu dididihkan selama 30 menit agar zat warna dari sampel dan standard
terserap maksimal. Pencucian dilakukan untuk menghilangka sisa – sisa zat warna yang
tidak terserap dengan baik. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan meneteskan pereaksi
asam dan basa pada benang wol yang telah direndam. Jika hasil analisis menunjukkan hasil
yang sebanding, maka sampel tersebut mengandung zat warna sesuai standard, sehingga
dapat dikatakan bahwa sampel positif mengandung zat warna tersebut.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Gravimetri berdasarkan selisih
penimbangan benang wol sesudah dan sebelum perlakuan.
Tujuan :

a. Menganalisis kandungan benzena pada sampel bensin


b. Menetapkan kadar benzena pada sampel bensin

Prinsip :

Penetapan kadar BTX dalam sampel bensin menggunakan kromatografi gas. Pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih
molekul serta laju migrasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan kepolaran dari masing-masing komponen diantara dua fase ,yaitu
fase diam dan fase gerak. Fase gerak yang digunakan dalam kromatografi gas adalah gas yang bersifat inert seperti
helium dan nitrogen. Fase diam terdapat dalam kolom. Sampel yang dibawa fase gerak menuju ke kolom kemudian
diterjemahkan dalam bentulk puncak-puncak kromatogram. Kadar benzena, toluena, dan xylene dalam sampel didapat dengan
membandingkan luas area benzena, toluena, dan xylene dalam sampel dengan luas area standar benzena, toluena, dan xylene.

Cara kerja :

a. Persiapan Sampel

Wadah botol kaca


Sampel dimasukkan ke
disiapkan kemudian
dalam botol dan botol
dibilas dengan etanol
ditutup rapat
lalu dikeringkan

b. Persiapan Larutan Standar

Larutan standar
Wadah botol kaca Benzena dimasukkan
disiapkan ke dalam botol
kemudian ditutup rapat

c. Pengondisian GC

Nama Alat : Gas Chromatograph


Merk Alat : Shimadzu
Tipe Alat : GC 2010
Fasa Gerak : Nitrogen
Tipe Kolom : RTX-5
Fase Diam : 5-95 % Diphenyl Polysiloxane
Panjang Kolom : 30 m
Diameter Kolom : 0,25 mm
Detektor : FID
Suhu Injektor : 260 °C
Suhu Kolom Awal : 33 °C
Suhu Kolom Akhir : 260 °C
Kenaikan Suhu : 10 °C
Suhu Detektor : 280 °C
Kolom Flow : 0,95 mL/min
Volume Injeksi : 1 µL

d. Pengukuran

Instrumen GC dinyalakan sampel atau standar diambil


kemudian dikondisikan sesuai menggunakan syringe
pengujian sebanyak 1 µL

Sampel atau standar Kromatogram yang muncul


diinjeksikan ke alat diamati dan diidentifikasi

Perhitungan :

a. Kadar Benzena dalam Sampel Bensin


𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kadar = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100%
3628918
= 211135565 × 100%

= 1,72 %

b. Kadar Benzena dalam Sampel yang Dibandingkan dengan Standar

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


Kadar = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑟𝑒𝑎 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 × 100%

3628918
= 291302927 × 100%

= 1,24 %

Regulasi :

Persyaratan mutu berdasarkan MSDS Premium RON 88 PT. Pertamina 2007 dimana kadar benzena dalam bensin < 5% (v/v)
Bensin merupakan produk berbahan dasar minyak bumi yang memiliki rantai
C5 sampai dengan C10, dimana pembuatannya melalui proses penyulingan.
Bensin disebut dengan gasoline, digunakan sebagai bahan bakar kendaraan
bermotor.

Jenis Bensin : Terdapat berbagai jenis bensin yang beredar di pasaran, yang umumnya
digunakan oleh masyarakat adalah bensin jenis premium, pertalite, dan pertamax.
Jenis-jenis bensin dibedakan berdasarkan kandungan timbal dan bilangan oktannya.

Semakin tinggi bilangan oktan, maka pembakaran semakin sempurna. Namun


sesempurna apapun pembakaran, ada kemungkinan tetap dihasilkan gas CO.

Minyak bumi → Penyulingan (120 °C) → C5 – C10 Petrol (gasoline)

Pertalite → 90

Pertamax → 92
Zat tersebut berfungsi untuk meningkatkan bilangan oktan dan meningkatkan ketahanan
oksidasi. Zat antiknocking merupakan salah satu contoh zat aditif. Zat tersebut
digunakan untuk melindungi mesin agar tidak cepat rusak dan mengurangi emisi. Contoh
zat antiknocking adalah BTEX (Benzena, Toluena, Etilbenzen, dan Xilen). BTEX
merupakan senyawa organik yang mudah menguap yang menonjol dari bensin dan
mempengaruhi kesehatan manusia. Dapat menyebabkan gangguan sel dalam darah,
saraf pusat, dan bersifat karsinogenik. WHO telah mengklasifikasikan bahwa BTEX
merupakan senyawa bersifat karsinogenik golongan I sehingga tidak dianjurkan untuk
berinteraksi dengan benzena terlalu lama dan sering. Sumber utama yang menyebabkan
BTEX sampai pada manusia adalah paparan uap bensin, tumpahan bensin, dan
kebocoran dari penyimpanan bensin.

 Rumus molekul : C6H6


 Merupakan senyawa organik yang ada di bensin dan telah digunakan secara luas
di industri kimia. Benzena adalah cairan tidak berwarna dengan bau manis,
menguap sangat cepat di udara dan sukar larut dalam air.
 Sumber benzene di udara ambien salah satunya berasal dari penguapan benzene
di stasiun pengisian bahan bakar.
 Paparan benzene di lingkungan kerja nilai ambang batasnya sebesar 0,5 ppm.
Analisis benzena pada sampel bensin dilakukan menggunakan alat kromatografi gas
karena benzena bersifat volatil. Fasa gerak yang digunakan adalah nitrogen dan fasa
diamnya adalah 5-95 % Diphenyl Polysiloxane dengan detektor FID. Suhu yang digunakan
pada injektor sebesar 260°C agar dapat menguapkan sampel dan standar. Suhu detektor
sebesar 280°C agar lebih tinggi dari suhu injektor, tidak merusak kolom, dan tidak terjadi
kondensasi. Dari hasil analisis, didapatkan kromatogram yang menyatakan waktu retensi
dan respon pada GC. Dari kromatogram juga didapatkan luas area dan tinggi peak dari
sampel dan standar.

 Apakah BTEX dimbahkan sebagai zat additive untuk antiknocking ?


Ya. BTEX ditambahkan ke dalam bensin sebagai zat aditif antiknocking untuk
meminimalkan terjadinya knocking pada mesin yang dapat mengurangi kinerja mesin.

 Apakah hubungan dengan RON?


BTEX dapat digunakan untuk menaikkan angka RON. Semakin tinggi angka RON, maka
gas buangan yang dihasilkan lebih sedikit karena pembakarannya berjalan semakin
sempurna. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi angka RON, maka semakin
baik kualitas bensin tersebut.
Tujuan :

Menetapkan kadar Pb dalam sampel pipa PVC

Prinsip :

a. Prinsip Percobaan
Kadar logam Pb dalam sampel pipa PVC dapat dianalisis menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Sampel didestruksi
kering (600°C) agar diperoleh abu yang meruakan oksida logam dan dilarutkan dengan HNO3, destruksi basah dengan HNO3 1:3. Lalu
diukur absorbansinya menggunakan SSA pada panjang gelombang 283,3 nm. Absorbansi ini kemudian diinterpolasikan ke persamaan
regresi deret standar Pb agar diperoleh kadar Pb dalam sampel pipa PVC.

b. Prinsip Alat
Cara kerja SSA ini berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom
bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Katoda Lamp) yang
mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur menurut panjang gelombang tertentu
menurut jenis logamnya.

Cara kerja :

1. Pembuatan Larutan Standar Induk 100 ppm


a. 0,0160 g Pb(NO3)2 dilarutkan dengan HNO3 pekat
b. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL
c. Larutan ditera menggunakan HNO3 1:3

2. Pembuatan Larutan Standar 10 ppm


a. Larutan standar Pb 100 ppm dipipet sebanyak 10 mL
b. Larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL
c. Larutan ditera menggunakan HNO3 1:3

3. Pembuatan Deret Standar


a. Larutan standar Pb 10 ppm diambil sebanyak (0,00; 0,50; 1,50; 3,50; 5,00; dan 10,00) mL
b. Larutan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL
c. Larutan ditera menggunakan HNO3 1:3
d. Larutan diukur absorbansinya menggunakan SSA pada panjang gelombang 283,3 nm

4. Preparasi Sampel
a. 0,5 gram sampel dalam cawan porselen dibakar di meker selama 10 menit
b. Sampel dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600°C selama 60 menit
c. Sampel didinginkan dalam desikator
d. Sampel dilarutkan dengan HNO3 pekat
e. Larutan sampel disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL
f. Larutan sampel ditera menggunakan HNO3 1:3
g. Larutan sampel diukur absorbansinya menggunakan SSA pada panjang gelombang 283,3 nm
Perhitungan :

𝑎𝑏𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
Cterukur (mg/L) = 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒

𝑚𝑔
𝐶 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 ( )−𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐿𝑇 (𝐿)
CSampel (mg/kg) = 𝐿
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑘𝑔)

fishbone :

Regulasi :

Persyaratan mutu berdasarkan SNI 06 0084 2002 kadar Pb yang terkandung pada pipa air minum maksimum adalah 0,3 mg/L
Pipa PVC adalah bahan bangunan yang sangat umum digunakan dalam
instalasi plumbing di seluruh dunia sejak tahun 1930. Pipa PVC memiliki
berbagai keunggulan untuk menggantikan instalasi pipa sebelumnya yang
terbuat dari logam. Berbeda dengan logam, material pipa PVC memiliki
karakter material yang ringan, kuat, fleksibel, tahan terhadap api,
kebocoran, dan korosi, serta mudah dari segi perakitan sehingga material ini
sangat ideal dalam menjalankan fungsinya.

Minyak bumi / crude oil → Olefin (C banyak) → Etilen / Etena (C2) →


Polietilen, PVC, etanol, etilen glikol, dll.

n(C2H6) + NaCl → (C2H3Cl)n + HCl

PVC + (plasticizer, stabilizer, dll) → produk

 Analisis fisik : ketebalan, tekanan, dll


 Analsis kimia : Pb
 Persyaratan mutu berdasarkan SNI 06 0084 2002 kadar Pb yang terkandung pada pipa
air minum maksimum adalah 0,3 mg/L

PVC + Stabilisator → dicetak → dipanaskan → pipa

Stabilisator pada pipa PVC berupa Pb

Pb digunakan sebagai penstabil suhu agar pembuatan PVC berlangsung


sempurna, karena PVC hancur ketika dikenai suhu tinggi dan tidak sempurna
ketika dikenai suhu rendah.

 Pb dipilih karena mudah didapatkan dan harganya murah


 Karena merupakan logam berat berbahaya dan karsinogenik sehingga harus diketahui
dan dipantau penggunaannya.

 Karena yang kita ukur adalah logam total dari Pb, maka instrumen yang digunakan
adalah AAS
 Keuntungan menggunakan AAS :
o Sensitivitas AAS lebih tinggi
o Lebih efisien dalam pengerjaan karena tidak perlu screening panjang gelmbang
 Pb dapat dianalisis menggunakan spektro, namun harus direaksikan dengan senyawa lain
terlebih dahulu. Spektro juga dipakai ketika ingin menganalisis ion logamnya. Namun
karena Pb berbahaya dalam bentuk ion (Pb2+ dan Pb4+) maka yang diukur lebih baik
logam totalnya saja.

Link : http://oscartigasembilan03.blogspot.com/2015/04/komponen-komponen-atomic-
absorption.html

Gas yang dapat digunakan untuk mengatomisasi logam pada SSA terbagi menjadi tiga.

 Udara propana; merupakan gas yang memiliki nyala relatif lebih dingin (1800°C)
dibandingkan dengan jenis nyala lainnya, udara propana akan menghasilkan
sensitivitas yang baik apabila logam yang diukur mudah terionisasi seperti Na dan
K.
 Udara asetilen; merupakan gas yang paling umum dipakai karena temperatur yang
dihasilkan sekitar 2300°C dimana mampu mengatomisasi hampir semua elemen,
cocok untuk oksida-oksida stabil seperti Ca, Pb, dan Cu.
 Nitrous oksida; merupakan gas yang memiliki nyala paling panas (3000°C) dan
sangat baik digunakan untuk menganalisis sampel yang banyak mengandung logam-
logam oksida seperti Al, Si, dan Ti.

Setiap logam yang akan dianalisis harus disesuaikan dengan suhu atomisasinya, karenaa
jika suhu atomisasi terlalu rendah maka tidak akan terjadi atomisasi, sedangkan jika
suhunya terlalu tinggi maka sebagian atom terion sehingga tidak dapat menyerap panjang
gelombang yang diharapkan.

 Lampu yang digunakan pada AAS adalah hollow cathode lamp (lampu katoda) yang
biasanya mengandung argon
 Lampu ini memiliki panjang gelmbang yang spesifik sesuai dengan logam yang akan
dianalisis
 Cara memastikan panjang gelombang :
Cek panjang gelombang lampu dan panjang gelombang AAS nya, kalo sama berarti
yaudah bener.
Tujuan :
Mengindentifikasi gugus fungsi dalam sampel plastik kemasan dengan menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR).

Prinsip :

Radiasi dari sumber radiasi inframerah dipecah oleh pencacah sinar menjadi dua bagian yang sama dengan arah yang saling
tegak lurus, kemudian kedua radiasi tersebut dipantulkan kembali oleh kedua cermin sehingga bertemu kembali di pencacah sinar untuk
saling berinteraksi. Sinar tersebut dipancarkan ke cuplikan baik kerosin, gliserol, maupun urea yang dapat menyerap energi. Setelah itu,
terjadilah transisi di antara tingkat energi vibrasi dasar dan tingkat vibrasi tereksitasi berupa berkas radiasi inframerah yang ditangkap
oleh detektor, kemudian sinyal yang dihasilkan oleh detektor direkam sebagai spektrum inframerah yang berbentuk puncak-puncak
adsorpsi berupa garis. Sebagian sinar dari pencacah akan dikembalikan atau dibalikkan ke sumber gerak.

Cara kerja :

Sampel dipotong
FTIR dinyalakan dan Sampel ditaruh di
sedemikian rupa
diwarming up sampel holder
agar mudah diteliti

Dicatat bilangan
gelombang yang
Tuas penekan Ditembakkan sinar
muncul pada tiap
diturunkan agar infra red pada
peak, dibandingkan
sampel terbaca panjang gelombang
dengan spektrum IR
dengan baik 400-1000 cm-1
pada tiap bilangan
gelombang

Plastik merupakan senyawa polimer tinggi yang dicetak dalam lembaran-


lembaran yang mempunyai ketebalan yang berbeda-beda. Bahan utama
pembuat plastik adalah resin, baik alami (dammar, oleoresin, terpentin)
maupun sintetik (polietilena, polipropilena, poli vinil chlorida). Untuk
memperbaiki sifat plastik dapat ditambah bahan lain seperti filler,
plasticizer, lubricant, anti oksidan, zat warna, dan sebagainya.
Jenis Plastik : HDPE (High DensityPolyethylene), LDPE ( Low Density Polyethylene), PP
(Polypropylene), PVC (Polyvinyl chloride), PS (Polystryrene), dan PC (Polycarbonate).
PE (Polyethylene) dan PP mempunyai banyak kesamaan dan sering disebut sebagai
polyolefin.

Kegunaan plastik : untuk mengemas langsung bahan makanan, seringkali digunakan

sebagai pelapis kertas.


Kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan, bentuknya yang fleksibel sehingga
mudah mengikuti bentuk pangan yang dikemas; berbobot ringan; tidak mudah pecah;
bersifat transparan/tembus pandang, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka
warna, dapat diproduksi secara massal, harga relative murah dan terdapat berbagai
jenis pilihan bahan dasar plastik.

Minyak bumi → Polimer

Link : https://about-kimia.blogspot.com/2017/10/fourier-transform-infra-merah-
ftir.html#:~:text=FTIR%20terdiri%20dari%205%20bagian,sumber%20radiasi%20y
ang%20sangat%20stabil%20.

Link video materi ATR – FTIR Pak Oji : https://youtu.be/q0evGXCK-sY


Rangkuman video Pa Ozi
ATR ( Attenuated Total Reflectance ) termasuk standar Teknik untuk FTIR. Biasanya
dipakai untuk verifikasi bahan mentah ( raw material ) , QC, dan scientific research.

Bagaimana cara spektra pada ATR terkumpul?


1. Pada ATR kita membutuhkan sumber IR, detector, dan kristal untuk ATR. Kristal yang
dapat dipakai adalah zink selenide, diamond, dan germanium. Pemakaian kristal ini harus
diperhatikan jika mau menguji suatu sampel, karena indeks refraksi kristal harus lebih
tinggi dibanding sampel.

Sampel

ATR Crystal

Sumber IR Detektor

2. Sumber IR akan memancarkan cahaya melewati sampel. Karena sifat gelombong


cahayanya, ir hanya menembus sebagian ke sampel yang kurang padat secara optic. Hal ini
disebut “evanescent field”, dimana cahaya akan menembus beberapa mikron dari
sampelnya
3. Hsil absorbs ini akan dikumpulkan oleh detector

Manfaat memakai ATR

1. ATR adalah alat yang universal


2. Spektra yang dihasilkan tidak tergantung sampel, ukuran, dan bentuk
3. Tidak membutuhkan waktu yang lama
4. Dapat menguji sampel padat, cair, dan pasta tanpa dilusi dan step ekstra ( Indeks
refraksi sampel padat harus lebih kecil dibandingkan dengan kristal )
5. Pembersihan alat yang mudah
6. Nilai yang dihasilkan konsisten
7. Variasi data yang tidak beragam
Perbandingan spectra atr dan transmisi spektra

Spektra ATR menghasilkan bentuk spectra yang sama seperti transmisi spectra.
Perbedaannya, pada transmisi spectra semua gelombang harus melewati sampel yang
dengan jarak yang sama. Pada ATR, cahaya yang dipancarkan merupakan fungsi dari
Panjang gelombang dan indeks bias pada sampel yang artinya jika Panjang gelombang
berbeda menghasilkan Panjang jalur yang berbeda.
Jika sampel yang sama diberikan panjang gelombang yang berbeda maka hasil yang
diberikan dari spectra atr dan transmisi akan berbeda. Pegeseran pita pada spectra bisa
berubah dikarenakan hasil absorbsnya.

Sampel Padat Sampel Cair


- Sampel padat membutuhkan tekanan - Sampel cair tidak membutuhkan
agar kontak antara sampel dan atr tekanan
kristal baik
- Sampel padatnya juga dapat berupa
raw material ( pellet ) atau pun sampel
padat berukuran besar dan produk
lainnya.

Jenis jenis ATR

- Atr jenis ini biasanya digunakan untuk sampel yang besar


High dan keras.
- Mempunyai hand clutch untuk membeikan tekanan dan
Pressure atr memberikan kekuatan untuk diamond atrnya
Low pressure / - hand clutch mempunyai tip yang berbentuk lebih lebar
untuk mengurangi tekanan
less durable atr - Kristal yang dipakai adalah germanium dan ZnSe
- Kristal yang dipakai adalah ZnSe dan Germanium
Multi reflection - Atr ini mudah dibedakan karena dia memiliki kristal
berbentuk persegi panjang dan ditutupi oleh sampel
atr - ATR ini memiliki kristal yang lebih Panjang

- Pada atr ini, gelombang akan


berinteraksi berulang ulang ( multiple
bounce ). Jumlah gelombang
bergantung pada sudut dating dan
panjangnya kristal atr.
- Penggunaan multiple bounce akan
meningkatkan sensifitas untuk sampel
yang memberikasih nilai abs yang
lemah dan konsentrasi yang rendah.
Dengan adanya penggandaan pantulan
ini, intensitas pita abs akan meningkat
sebesar dua ( faktor 2 )
- Biasanya dipakai untuk penetapan
kuantitatif untuk cairan dan pasta

Keuntungan memakai atr


Rangkuman
- Spektrum yang berkualitas tinggi
- Tidak diperlukan pengambilan sampel
- Pemakaian dan pembersihan yang - Atr hanya bisa mendeteksi beberapa
mudah mikron pertama pada sampel dan
- Membutuhkan sampel dengan jumlah homogenitas sampel sangat penting
sedikit - Kristal kristal atr disesuaikan dan
kristal yang special dipakai pada
situasi tertentu
- Hasil spectra atr akan dibandingkan
dengan spectra hasil transmisi

Pemakaian
- Forensik
- Monitroing reaksi
- Perbedaan cannabinoid
- Analisis rutin

Anda mungkin juga menyukai