Anda di halaman 1dari 24

PENETAPAN KADAR KAFEIN

DALAM MINUMAN ENERGI DENGAN HPLC

Laporan Praktikum Kimia Analisis Instrumen

Aditya Imam Saputra

11180960000027

Kelompok 2

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA

2021/1442H
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau kromatografi

cair kinerja tinggi yang prinsipnya bervariasi tergantung bentuk dan karakter

dasa diam yang digunakan serta jenis dan kemampuan fasa gerak yang dipilih.

Fasa gerak yang digunakan adalah cairan, sehingga sampel yang akan dianalisis

dengan HPLC harus cair atau bahan yang bisa dilarutkan (Rubiyanto, 2017).

Penggunaan instrument ini banyak digunakan untuk mengetahui kuantitas suatu

senyawa dalam suatu sampel yang dianalisis. Salah satu contoh

pengaplikasiannya adalah untuk menganalisis kandungan kafein pada minuman

berenergi.

Minuman berenergi adalah salah satu minuman yang dikonsumsi untuk

meningkatkan energy, mengatasi lelah, mengurangi rasa kantuk, dll. Salah satu

kandungan yang terdapat pada minuman berenergi adalah kafein yang dapat

memberikan efek yang diinginkan oleh penggunanya seperti meningkatkan

energi, konsentrasi, kewaspadaan, mempertahankan kekuatan fisik, mengurangi

kantuk. Namun penggunaan kafein haruslah dibatasi karena jika mengkonsumsi

secara berlebihan dapat mengakibatkan detak jantung yang tidak normal, sakit

kepala, munculnya perasaan was-was dan cemas, tremor, dan lain-lain. Maka

dari itu perlu adanya analisis kadar senyawa kafein dalam suatu produk makanan

agar jumlah kafein yang dikonsumsi dapat diatur sehingga mengurangi atau

menjauhkan konsumen dari efek negative.

1.2 Rumusan masalah


a. Bagaimana prinsip penetapan dasar analisa sampel dengan alat HPLC?

b. Bagaimana cara menentukan kadar kafein dari suatu sampel dengan

menggunakan kurva standar?

1.3 Tujuan

a. Mahasiswa mengetahui prinsip dasar analisa sampel dengan alat HPLC.

b. Mahasiswa mampu menentukan kadar kafein dari suatu sampel dengan

menggunakan kurva standar.

1.4 Manfaat

Mahasiswa mampu mengoprasikan HPLC untuk proses mengidetifikasi

kadar suatu senyawa yang dianalisis pada suatu sampel. Dari praktikum ini

diharapkan dapat membantu mahasiwa pada saat pelaksaan tugas akhir atau

pekerjaan yang berkaitan dengan penggunaan HPLC dan juga membantu

masyarakat agar lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi kafein pada suatu

produk makanan atau minuman agar tidak melebihi batas toleransi yang telah

ditetapkan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HPLC

HPLC didefinisikan sebagai kromatografi cair yang dilakukan dengan

memakai fase diam yang terikat secara kimia pada penyangga halus yang

distribusi ukurannya sempit (kolom) dan fase gerak yang dipaksa mengalir

dengan laju alir yang terkendali dengan memakai tekanan tinggi sehingga

menghasilkan pemisahan dengan resolusi tinggi dan waktu yang relatif singkat

(Hermanto, 2009).

Pada dasarnya HPLC merupakan perkembangan dari metode

kromatografi kolom. HPLC mengizinkan penggunaan pertikel dengan ukuran

yang sangat kecil dengan luas permukaan yang lebih besar sehingga interaksi

akan semakin besar. Hal ini akan membuat sistem pemisahan akan semakin baik

(Kusuma & Ismanto, 2016).

Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan

kepolarannya, setiap campuran yang keluar akan terdeteksi dengan detektor dan

direkam dalam bentuk kromatogram. Dimana jumlah peak menyatakan jumlah

komponen, sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam

campuran (Hendayana, 2006)

HPLC adalah bentuk kromatografi kolom yang memompa pada tekanan

tinggi sampel (analit) yang dilarutkan dalam pelarut (fase seluler) melalui kolom

dengan bahan pengepakan kromatografi yang tidak bergerak (fase stasioner).

Sifat-sifat sampel dan pelarut, serta sifat fase stasioner, menentukan waktu

retensi analiter, atau seberapa cepat mereka melewati kolom. Ketika sampel
melewati kolom, analytes memiliki interaksi terkuat dengan fase stasioner keluar

dari kolom paling lambat, yang berarti mereka menunjukkan waktu retensi

terpanjang. Sebaliknya, sampel menunjukkan sedikit interaksi dengan materi

kolom dengan cepat dan dengan demikian ditandai dengan waktu retensi

singkat. Pemisahan senyawa dalam sampel dapat dicapai melalui elusi isokratis,

di mana komposisi fase seluler tetap konstan, atau melalui elusi gradien, di mana

komposisi fase seluler diubah selama pemisahan terhadap kondisi yang

mendukung disosiasi analyte dari fase stasioner. Setelah keluar dari kolom, fase

seluler melewati modul deteksi, seperti fluorimeter atau detektor penyerapan

UV. Pemilihan detektor dan panjang gelombang pemantauan yang sesuai sangat

penting untuk mengoptimalkan sensitivitas deteksi HPLC. Detektor

menghasilkan sinyal yang berkorelasi dengan kuantitas analit yang muncul dari

kolom, yang kemudian ditransfer ke dan direkam oleh program komputer

kontrol HPLC, dengan data yang tersedia untuk analisis berikutnya (Petrova &

Sauer, 2017)

Kromatografi cair adalah teknik kromatografi analitis yang berguna

untuk memisahkan ion atau molekul yang dilarutkan dalam pelarut. Jika solusi

sampel bersentuhan dengan fase padat atau cair kedua ke derajat yang berbeda

karena perbedaan adsorpsi, pertukaran ion, partisi atau ukuran. Perbedaan ini

akan memungkinkan komponen campuran dipisahkan satu sama lain dengan

menggunakan perbedaan ini untuk menentukan waktu solute melalui kolom.

Selama tahun 1970-an, sebagian besar pemisahan kimia dilakukan menggunakan

berbagai teknik termasuk kromatografi kolom terbuka, kromatografi kertas dan

kromatografi lapisan tipis (TLC). Namun, teknik kromatografi ini tidak


memadai untuk kuantifikasi senyawa dan resolusi antara senyawa serupa.

Selama waktu ini tekanan kromatografi cair mulai digunakan untuk mengurangi

aliran melalui waktu, sehingga mengurangi waktu pemisahan senyawa yang

diisolasi oleh kromatografi kolom. Namun, laju aliran tidak konsisten, dan

pertanyaan apakah lebih baik memiliki laju aliran konstan atau tekanan konstan

yang diperdebatkan. Kromatografi cair bertekanan tinggi dengan cepat

ditingkatkan dengan pengembangan bahan kemasan kolom. Kenyamanan

tambahan detektor on-line menjadi dengan cepat teknik pemisahan yang kuat

dan ini disebut sebagai High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

(Vare et al., 2019)

2.2 Minuman Energi

Minuman berenergi adalah minuman ringan yang dapat meningkatakan

energi, mengurangi atau mencegah kelelahan, meningkatkan ketahanan fisik,

memperbaiki mood dan kemampuan kognitif melalui stimulasi sistem metabolik

dan sistem saraf pusat .Efek minuman berenergi tersebut dapat dirasakan 30-60

menit setelah pemakaian dan dipertahankan selama sekurang-kurangnya 90

menit. Minuman berenergi adalah minuman yang mengandung kafein, taurin,

vitamin B kompleks, ekstrak herbal dan gula atau pemanis yang dapat

memberikan efek yang diinginkan oleh penggunanya seperti meningkatkan

energi, konsentrasi, kewaspadaan, mempertahankan kekuatan fisik, mengurangi

kantuk serta membuat daya pikir menjadi lebih jernih (Marpaung et al., 2019).

Salah satu kandungna penting pada minuman berenergi adalah niasin.

Niasin (vitamin B3) sebagai salah satu vitamin B kompleks yang terdapat dalam

minuman berenergi – selain vitamin B6 dan B12 – memiliki kadar paling tinggi.
Berdasarkan penelitian terdahulu, niasin digunakan sebagai obat anti

dislipidemia, sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol, trigliserida, low

density lipoprotein (LDL), dan very low density lipoprotein (VLDL) serta

meningkatkan kadar high density lipoprotein (HDL) . Seiring penggunaannya

yang berlebih, timbul beberapa efek samping diantaranya kemerahan, ruam,

hipotensi, pusing, serta toksisitas hati maupun gastrointestinal. Adanya efek

hepatotoksisitas dapat diketahui dengan peningkatan kadar serum enzim hati ,

tetapi berat nya hepatotoksisitas dapat diketahui apabila tejadi gagal hati akut.

Kandungan penting lain sebagai bahan aktif dalam minuman berenergi adalah

kafein. Kafein bermanfaat menstimulasi sistem saraf pusat dengan cara

memblok reseptor adenosin. Kandungan kafein dalam minuman berenergi

dilaporkan memiliki efek hepatoprotektif sebagai antiinflamasi dan antioksidan

yang dapat mencegah apoptosis maupun nekrosis hepatosit . Kafein juga

memiliki efek antifibrogenik yang dapat menghambat perkembangan fibrosis

hati yang ditunjukkan dengan penurunan kadar alanin aminotransferase (Putra et

al., 2017).

2.3 Kafein

Kafein (1,3,7-trimethilxantin) adalah sejenis purin psikostimulan

alkaloid berbentuk serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat; biasanya

menggumpal; tidak berbau; rasa pahit, memiliki titik lebur pada 235°-237°.

Kafein agak sukar larut dalam air, etanol dan eter. Akan tetapi kafein mudah

larut dalam kloroform dan lebih larut dalam asam encer. Kafein diketahui

memiliki efek ketergantungan dan memiliki efek positif pada tubuh manusia
dengan dosis rendah yaitu ≤ 400 mg seperti peningkatan gairah, peningkatan

kegembiraan, kedamaian dan kesenangan. Selain itu, kafein juga memiliki efek

farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan pusat

relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung.

(Riyanti et al., 2020)

Kafein bersifat basa mono-cidic yang lemah dan dapat memisah dengan

penguapan air. Dengan asam, kafein akan bereaksi dan membentuk garam yang

tidak stabil . Sedangkan reaksi dengan basa akan membentuk garam yang stabil.

Kafein mudah terurai dengan alkali panas membentuk kafeidin. Lebih jauhnya,

pengonsumsian kafein secara berlebihan dapat memberikan efek negatif berupa

detak jantung yang tidak normal, sakit kepala, munculnya perasaan was-was dan

cemas, tremor, gelisah, ingatan berkurang, insomnia dan dapat menyebabkan

gangguan pada lambung dan pencernaan (Sabarni & Nurhayati, 2019)


BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum kali ini dilaksanakan pada hari kamis, 6 Mei 2021 secara

online melalui perantara video conference dan Google Classroom.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu HPLC Series 200

dengan detector UV 254 nm Perkin Elmer, kolom : C18 (non polar),

syringe, pipet volume 10 m, dan labu ukur 50 mL.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kafein,

minuman berenergi, methanol p.a, asetonitril, dan aquabides.


3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan larutan baku kafein

Kafein ditimbang sebanyak 25 mg, kemudian dimasukkan ke

dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan pelarut methanol 30% 25

ml, lalu kocok hingga larut. Setelah itu dilakukan aerasi terhadap

larutan 1 dengan ultrasonic bath selama 15 menit. Selanjutnya

diencerkan dengan methanol 30% sampai garis tanda, kemudian

disaring (Larutan Stock A). setelah itu dipipet 10 ml (Larutan

Standar), dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, lalu diencerkan

dengan pelarut methanol 30% sampai garis tanda. Dipipet 5 mL

(Larutan Standar B), dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml,

kemudian diencerkan dengan pelarut methanol 30% sampai garis

tanda. Selanjutnya diambil masing-masing 1 mL larutan standar A

dan B, lalu dimasukkan ke dalam vial dan diinjeksikan sebanyak 10

L ke dalam kolom HPLC. Setelah itu ditentukan komposisi fase

gerak yakni 70% metanol : 28% air dan 2% asetonitril serta laju alir

1 mL/menit dan panjang gelombang detektor 254 nm. Selanjutnya

ditentukan berapa persen area untuk kedua larutan standar dan

dibuatkurva kalibrasi untuk kedua larutan standar tersebut.

3.3.2 Larutan Sampel

Larutan sampel diambil sebanyak 5 mL lalu dimasukan kedalam

labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan metanol 30% sampai garis

tanda. Kemudian diaerasikan selama 15 menit. Setelah itu dipipet 1

ml larutan sampel lalu dimasukan ke dalam vial dan dilakukan


pemisahan dengan parameter yang sama seperti pada larutan standar.

Selanjutnya ditentukan kadar kafein dalam sampel.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran kadar kafein pada sampel

minuman berenergi dengan menggunakan instrument HPLC. Prinsip dari instrument

HPLC ini menurut Hendayana, (2006) adalah pemisahan komponen analit berdasarkan

kepolarannya, setiap campuran yang keluar akan terdeteksi dengan detektor dan

direkam dalam bentuk kromatogram. Dimana jumlah peak menyatakan jumlah

komponen, sedangkan luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran.

Tujuan dari analisis kadar kafein ini adalah untuk mengetahui berapa kadar kafein

dalam minuman berenergi yang digunakan sebagai sampel agar saat dikonsumsi

konsumen dapat memperkirakan berapa banyak kafein yang dikonsumsi sehingga tidak

terjadi efek samping karena kelebihan konsumsi kafein.

Langkah pertama pada praktikum kali ini adalah pembuatan larutan standar

kafein dengan deret konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm. Kafein ditimbang

sebanyak 25 mg, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan ditambahkan

pelarut methanol 30% 25 ml, lalu kocok hingga larut. Setelah itu dilakukan aerasi

terhadap larutan 1 dengan ultrasonic bath selama 15 menit. Tujuan dilakukannya aerasi

adalah untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara pada larutan standar, agar

tidak mengganggu proses analisis. Sedangkan digunakannya ultrasonic bath selain

menghilangkan gelembung adalah untuk mengurangi kontaminasi yang disebabkan oleh

fase gerak yang digunakan. Selanjutnya diencerkan dengan methanol 30% sampai garis

tanda, kemudian disaring (Larutan Stock A). setelah itu dipipet 10 ml (Larutan Standar),

dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, lalu diencerkan dengan pelarut methanol
30% sampai garis tanda. Dipipet 5 mL (Larutan Standar B), dan dimasukkan ke dalam

labu ukur 50 ml, kemudian diencerkan dengan pelarut methanol 30% sampai garis

tanda. Selanjutnya diambil masing-masing 1 mL larutan standar A dan B, lalu

dimasukkan ke dalam vial dan diinjeksikan sebanyak 10 L ke dalam kolom HPLC.

Setelah itu ditentukan komposisi fase gerak yakni 70% metanol : 28% air dan 2%

asetonitril serta laju alir 1 mL/menit dan panjang gelombang detektor 254 nm. Setelah

itu dianalisis larutan standar tersebut untuk mengetahui waktu retensi dan besar area

puncak yang dihasilkan untuk selanjutnya dibuat kurva baku regresi linear.

Setelah dilakukan pengukuran baku kafein dengan menggunakan HPLC

dihasilkan kurva pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3 dibawah ini.

Gambar 1. Standar Kafein 100ppm


Gambar 2. Standar Kafein 200 ppm

Gambar 3. Standar Kafein 300 ppm


Dari gambar diatas dapat dilihat hasil pengukuran standar kafein 100 ppm, 200

ppm, dan 300 ppm dengan menggunakan HPLC yang menghasilkan waktu retensi

berturut sebesar 3,646, 3,656, dan 3,646. Jika dilihat dari waktu retensi yang dihasilkan

oleh ketiga standar kafein tersebut tidak ada perbedaan yang signifikan pada waktu

retensi yang dihasilkan dan dari waktu retensi tersebut dapat dijadikan acuan waktu

sampel yang dianalisis agar kafein pada sampel akan keluar pada waktu retensi yang

sama persis atau berdekatan dengan standar. Dan jika dilihat dari bentuk puncak yang

dihasilkan di setiap standar puncak nya tidak berhimpitan dengan puncak yang lainnya

sehingga senyawa kafein mudah dianalisis dan ini juga menjadi indicator bahwa larutan
standar tersebut murni senyawa kafein dan tidak ada senyawa lain di dalam nya. Jika

masih terdapat puncak yang berhimpitan dengan puncak kafein akan sulit dianalisis

untuk mengetahui apakah puncak tersebut puncak dari senyawa kafein atau senyawa

lainnya yang menghasilkan waktu retensi yang berdekatan.

Pada kromatogram yang dihasilkan pada gambar diatas juga dihasilkan besar

area dari puncak yang dihasilkan pada table 1. Area tersebut berguna untuk membuat

kurva regresi linear yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui berapa kadar

kafein pada sampel minuman berenergi.

Tabel 1. Hasil Analisis Larutan Standar Kafein

Konsentrasi Waktu Area (πv* Area Height %height


(ppm) retensi sec)
100 3,646 3458,670 81,36 196.488 81,68
200 3,656 5730,892 80,77 334.292 81,70
300 3,646 9306,385 94,85 486.995 94,88

Besar area puncak pada kromatogram standar kafein 100 ppm, 200 ppm, dan

300 ppm dihasilkan berturut-turut sebesar 3458,670; 5730,892; dan 9306,385. Area

yang dihasilkan tersebut akan digunakan untuk membuat kurva regresi linear yang nanti

nya akan digunakan untuk mengetahui kadar kafein dalam sampel dan juga mengetahui

linearitas dari standar kafein yang telah diukur. Kurva regresi linear dari standar kafein

dapat dilihat pada Gambar 4.


Standar Kafein
10000
9000
8000 f(x) = 29.24 x + 317.6
R² = 0.98
7000
6000
5000
Area

4000
3000
2000
1000
0
50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4. Kurva Regresi linear Standar Kafein


Dari kurva yang dihasilkan pada gambar diatas didapatkan persamaan regresi

linear nya yaitu y = 29.239x + 317.6 yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui

kadar dari kafein pada sampel minuman berenergi. Kemudian jika dilihat dari linearitas

nya nilai R2 yang didapatkan adalah sebesar 0.9837. Dari hasil tersebut menunjukan

bahwa kurva tersebut memiliki linearitas yang baik karena mendekati angka 1 sehingga

antara besar nya konsentrasi dan besar nya area memiliki keterkaitan sehingga dapat

dikatakan larutan standar tersebut murni.

Kemudian dilakukan penyiapan larutan sampel minuman berenergi untuk

dianalisis kadar kafein nya. Larutan sampel diambil sebanyak 5 mL lalu dimasukan

kedalam labu ukur 10 mL dan diencerkan dengan metanol 30% sampai garis tanda.

Kemudian diaerasikan selama 15 menit. Setelah itu dipipet 1 ml larutan sampel lalu

dimasukan ke dalam vial dan dilakukan pemisahan dengan parameter yang sama seperti

pada larutan standar. Selanjutnya ditentukan kadar kafein dalam sampel. Kromatogram

yang dihasilkan pada sampel hemaviton dan krating daeng dapat dilihat pada gambar 5

dan gambar 6 dibawah ini.


Gambar 5. Sampel Hemaviton

Gambar 6. Sampel Kratingdaeng


Pada sampel hemaviton waktu retensi yang dihasilkan adalah sebesar 3,608 dan

pada sampel krating daeng sebesar 3,659. Jika dibandingkan dengan waktu retensi

larutan standar maka hasilnya tidak berbeda jauh sehingga masih dapat dikatakan

sejenis bila dilihat dari waktu retensinya. Jadi dapat dikatakan senyawa yang keluar

pada waktu retensi 3,608 dan 3,659 pada sampel minuman berenergi adalah senyawa

kafein. Kemudian jika dilihat dari puncak yang dihasilkan pada kromatogram tersebut

puncaknya cukup terlihat jelas walaupun ada 2 puncak pengganggu yang muncul pada

kromatogram namun masih dapat dianalisis dengan mudah karena waktu retensi yang
dihasilkan pada 2 puncak penganggu tersebut sangat jauh dari waktu retensi senyawa

kafein. Karena salah satu indicator kemurnian suatu senyawa yang dianalisis pada

HPLC yaitu dapat dilihat dari nilai resolusi nya yaitu jarak antara 2 puncak yang

berdekatan dibagi dengan luas area rata-rata. Namun pada hasil di table 2 hanya ada

luas area dari puncak kafein sehingga tidak dapat diketahui berapa resolusi puncak

tersebut.

Tabel 2. Hasil Analisis Sampel Minuman Berenergi

Konsentrasi Waktu Area (πv* Area Height %height


(ppm) retensi sec)
Hemaviton 3,608 4116.579 30,19 178,782 36,04
Kratingdaen 3,659 4702.505 35,34 191,688 41,97
g

Luas area puncak yang didapatkan pada sampel hemaviton adalah sebesar

4116.579 dan pada sampel kratingdaeng sebesar 4702.505. Besar area yang dihasilkan

ini akan digunakan untuk mengatahui berapa kadar senyawa kafein pada sampel dengan

cara mensubtitusikan besar nya area pada persamaan regresi linear yang telah

didapatkan sebagai nilai y.

Kadar kafein pada sampel hemaviton berdasarkan perhitungan sebesar 129,92

ppm dan kadar kafein pada sampel kratingdaeng adalah sebesar 149,96 ppm. Dapat

dilihat bahwa kadar kafein pada kratingdaeng lebih tinggi dari pada sampel hemaviton.

Menurut Badan Standardisasi Nasional, (2006) yaitu SNI-01.7152.2006 mengenai

Persyaratan Perisa Dan Penggunaan Dalam Produk Pangan batas maksimum kafein

pada minuman 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Jika dilihat dari hasil analisis kadar kafein

yang telah dilakukan bahwa kadar kafein tersebut masih dibawah ambang batas
maksimum yang telah ditetapkan pemerintah dan disarankan hanya mengkonsumsi satu

kemasan per hari agar terhindar dari efek samping yang ditimbulkan jika kelebihan

kafein pada tubuh.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan prinsip dasar

dari analisa menggunakan HPLC yaitu pemisahan yang analitnya dipisahkan

dengan menggunakan bantuan pompa berdasarkan kepolarannya yang setiap

campuran yang keluar akan dideteksi oleh detektor dan direkam dalam bentuk

kromatogram. Kadar kafein yang diperoleh dari hasil analisis dengan

menggunakan HPLC pada minuman hemaviton sebesar 129,92 ppm dan pada

minuman kratingdaeng didapat kadar kafein sebesar 149,96 ppm.

5.2 Saran
Sebelum dilakukannya analisis menggunakan instrument HPLC

alangkah baiknya dilakukan kalibrasi dan optimasi alat agar hasil yang

didapatkan memiliki akurasi yang baik dan juga dapat dilakukan validasi metode

terlebih agar lebih akurat dan presisi


DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. (2006). SNI-01.7152.2006 Standarisasi Nasional


Indonesia Persyaratan Perisa Dan Penggunaan Dalam Produk Pangan. Departemen
Perindustrian Dan Perdagangan Jakarta, 7.
Hendayana, S. (2006). Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis
Modern. Remaja Rosdakarya Offset.
Hermanto, S. (2009). Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Spektroskopi dan
Kromatografi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kusuma, A. S. W., & Ismanto, R. M. H. (2016). Penggunaan Instrumen High-
Performance Liquid Chromatography “Bumbu Marinade Ayam Special” Merek
Sasa. Farmaka, 14(2), 41–46.
Marpaung, D. R., Samosir, A. S., Purba, S. M., & Fitri, K. (2019). Efek Pemberian
Minuman Energi Yang Mengandung Kafein Dan Taurin Terhadap Daya Tahan
Dan Kadar Asam Laktat Saat Melakukan Aktifitas Fisik Pada Mahasiswa Ilmu
Keolahragaan 2016. Sains Olahraga : Jurnal Ilmiah Ilmu Keolahragaan, 2(2), 1.
https://doi.org/10.24114/so.v2i2.11366
Petrova, O. E., & Sauer, K. (2017). High-Performance Liquid Chromatography
(HPLC)-Based Detection and Quantitation of Cellular c-di-GMP. Bryophyte
Ecology, 5(September), 1–16. https://doi.org/10.1007/978-1-4939-7240-1
Putra, N. A. R. S. N., Sulistyaningsih, E., & Firdaus, J. (2017). Pengaruh Pemberian
Niasin dan Kafein dalam Model Minuman Berenergi Terhadap Fisiologi Hati
Tikus Wistar Jantan. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(3), 517–524.
Riyanti, E., Silviana, E., & Santika, M. (2020). Analisis Kandungan Kafein Pada Kopi
Seduhan Warung Kopi Di Kota Banda Aceh. Lantanida Journal, 8(1), 1.
https://doi.org/10.22373/lj.v8i1.5759
Rubiyanto, D. (2017). Metode Kromatografi Prinsip Dasar, Praktikum dan Pendekatan
Pembelajaran Kromatografi. Deepublish.
Sabarni, S., & Nurhayati, N. (2019). Analisis Kadar Kafein Dalam Minuman Kopi
Khop Aceh Dengan Metode Spektroskopik. Lantanida Journal, 6(2), 141.
https://doi.org/10.22373/lj.v6i2.3624
Vare, S. R., Shelke, M. M., Gholap, S. M., Bidkar, J. S., & Dama, G. Y. (2019). a
Review: Development and Validation of Rp-Hplc Method for Quantitative
Analysis of Pharmaceutical Dosage Form. World Journal of Pharmaceutical
Research, 8(6), 502–532. https://doi.org/10.20959/wjpr20196-14926
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan

1. Hemaviton

y = 29,239x + 317,6

4116,579 = 29,239x + 317,6

x = 129,92 ppm

2. Kratingdaeng

y = 29,239x + 317,6

4702,505 = 29,239x + 317,6

x = 149,96 ppm

Lampiran 2. Jawaban Pertanyaan

1. Tentukan konsentrai kafein pada masing-masing sampel!

Jawab:

Konsentrasi kafein pada hemaviton adalah 129,92 ppm

Konsentrasi kafein pada kratingdaeng adalah 149,96 ppm.

2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pemisahan dalam

kromatografi HPLC!

Jawab:

Kolom yang digunakan harus dijaga agar tidak terkontaminasi dengan sisa-sisa

sample maupun pelarut yang digunakan sebelumnya. Kemudian pada setiap

percobaan selesai, kolom harus dicuci dengan air – metanol, asetonitril – air,

ataupun isopropanol 10% selama ± 15 menit. Selain itu, pelarut yang digunakan

harus jernih dan bebas udara dan pada aerasi dapat dilakukan dengan mengaliri
gas Helium (He) atau menggunakan vacuum degasser. Komposisi fase gerak,

kepolaran fase diam, laju alir fase gerak, dan kepolaran sampel

3. Jelaskan fungsi degassing eluen menggunakan ultrasonic bath !

Jawab:

Fungsi dari ultrasonic bath adalah untuk mengurangin kontaminasi yang

disebabkan oleh fase gerak yang digunakan. Selain itu, fungsi dilakukan

degassing eluen adalah untuk menghilangkan gelembung gas yang ada, agar tidak

mengacaukan hasil analisis nantinya

4. Jelaskan prinsip kerja HPLC! apa yang membedakannya dengan liquid

chromatography biasa ?

Jawab:

Prinsip dari HPLC sama dengan prinsip kromatografi pada umumnya, yakni

pemisahan dengan fase gerak dan fase diam yang didasari oleh kepolaran masing

masing senyawa. Namun, pada HPLC, faktor yang digunakan untuk mengalirkan

eluen adalah dengan pompa vakum.

Perbedaan HPLC dengan LC pada umumnya adalah:

a. Sensitifitas HPLC lebih besar

b. Kecepatan analisis lebih cepat

c. Resolusi lebih baik

5. Jelaskan jenis detektor yang biasa digunakan dalam analisis HPLC dengan

kelebihan masing-masing!

Jawab:
a. UV-Vis : Berfungsi untuk senyawa analit yang menggandung gugus kromofor.

Selektif terhadap gugus dan struktur tidak jenuh. Tidak peka terhadap perubahan

suhu dan kecepatan alir fase gerak.

b. Florescence : Khusus untuk senyawa-senyawa yang bisa berflorescence seperti

beberapa antibiotik. Pelarut yang digunakan tidak boleh menyerap darah UV.

Detector ini sangat selektif dan sensitive.

c. Refractive Index (RI) : Detektor khusus untuk beberapa senyawa yang memiliki

perbedaan indeks bias dengan fase geraknya. Sensitivitas-nya terbatas karena

senyawa organik memiliki kemiripan indeks bias. Fase geraknya tidak boleh di

ubah-ubah seperti sistem gradien. Sangat dipengaruhi oleh perubahan tekanan,

suhu dan perubahan fasa gerak.

d. Conductivity : berkaitan dengan muatan listrik, berkaitan senyawa-senyawa

polar/bermuatan (larutan elektrolit). Cocok untuk HPLC Penukar Ion.

e. Electrochemical : berdasarkan nilai potensial elektrode, digunakan untuk

senyawa-senyawa yang bisa mengalami redoks adanya pertukaran ion. Berupa

larutan elektrolit (fase gerak harus menghantarkan listrik). Senyawa yang ingin

dideteksi harus bermuatan. Terdiri dari 2 elektrode yang pertama reference dan

work elektrode.

Anda mungkin juga menyukai