Anda di halaman 1dari 21

PENETAPAN KADAR KAFEIN DALAM MINUMAN ENERGI

DENGAN HPLC

Oleh :

Rafida Aisyah Fitri 11180960000022

Kelompok 1/A2

Sari Nofita 11180960000002

Ericka Putri Wijaya 11180960000014

Anisa Verina 11180960000022

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsumsi minuman berenergi tumbuh cukup pesat dari waktu ke waktu.
Produksi dan konsumsi minuman energi masih cukup menarik. Minuman energi
merupakan minuman bersoda yang mengandung beberapa zat aktif, seperti
ginseng, inositol, kafein, nikotinamida, taurin, vitamin B1, dan vitamin B2.
Minuman energi memiliki fungsi sebagai stimulasi pada sistem metabolisme
dan sistem saraf pusat, sehingga banyak orang yang mengonsumsinya setiap
hari (Kusbaryanto, 2003; Singh, 2010).
Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid dari golongan methylxantin
yang terdapat pada biji kakao, daun teh, kacang cola, dan kopi (Gabete, 2014).
Pada manusia, kafein dapat mengembalikan energi yang hilang dan
meningkatkan kewaspadaan (Nour & Trandafir, 2010). Efek ini muncul karena
rangsangan pada sistem saraf pusat (Aly, 2013). Selain itu, efek samping dari
mengonsumsi kafein secara berlebihan dapat menyebabkan gugup, hipertensi,
insomnia, kecemasan, kejang, mual, dan tremor (Arwangga et al, 2016)
Surat Keputusan Kepala Badam PM No.HK.00.05.23.3644 tentang
Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan, menyebutkan bahwa batas
konsumsi kafein maksimum adalah 150 mg/hari yang dibagi minimal dalam 3
dosis (BPOM, 2004). Penelitian yang berjudul “Behaviour Pharmacology
Research Unit Fact Sheet : Caffeine Dependence” karya Shock (2010)
menyebutkan bahwa dengan mengkonsumsi kafein dengan kadar 20 – 200 mg
umumnya dapat mengubah suasana hati seperti meningkatkan energi dan
kewaspadaan.
Penetapan kadar kafein yang terkandung dalam minuman berenergi dengan
menggunakan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
Sistem dari HPLC memiliki beberapa sifat diantaranya daya pisah baik, peka,
kolom dapat dipakai kembali, dan dapat digunakan untuk menganalisis molekul
besar maupun kecil (Harmita, 2005). High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) adalah metode analisis yang menggunakan teknik
kromatografi kolom dengan fase gerak berupa cairan dan fasa diam berupa
padatan. Metode ini biasa digunakan untuk menganalisa secara kualitatif dan
kuantitatif pada suatu zat ((Puspitaningtyas et al., 2013; Rohman, 2011)
Dengan demikian, dalam praktikum ini praktikan bermaksud untuk
mengembangkan metode analisis kadar kafein dari suatu sampel minuman
berenergi dengan bantuan kurva standar hasil pengukuran menggunakan HPLC.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana prinsip dalam menganalisa sampel menggunakan alat HPLC ?
2. Bagaimana cara menentukan kadar kafein dari suatu sampel dengan kurva
standar ?

1.3 Tujuan Percobaan


1. Mahasiswa mengetahui prinsip dasar analisa sampel dengan alat HPLC
2. Mahasiswa mampu menentukan kadar kafein dari suatu sampel dengan
menggunakan kurva standar.

1.4 Hipotesis Percobaan

Dapat memahami prinsip-prinsip dasar analisa sampel dengan HPLC,


menentukan kadar kafein dari suatu sampel dengan menggunakan kurva standar

1.5 Manfaat
1. Bagi penulis, dapat memahami lebih baik mengenai prinsip-prinsip dasar
analisa sampel dengan HPLC, menentukan kadar kafein dari suatu sampel
dengan menggunakan kurva standar.
2. Bagi para pembaca, akan menjadi sebuah wawasan ilmu pengetahuan dan
pembelajaran baru terkait pemahaman mengenai mengenai prinsip-prinsip
dasar analisa sampel dengan HPLC, menentukan kadar kafein dari suatu
sampel dengan menggunakan kurva standar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Minuman energi termasuk dalam minuman suplemen dimana dalam proses


pembuatannya terdapat stimulan tambahan yang mutlak diperlukan, salah satunya
adalah kafein. Selain bisa meredakan rasa kantuk, kafein juga bisa memberikan
kebugaran dan kesegaran pada tubuh. Kafein juga berfungsi sebagai penenang,
sehingga kafein digunakan sebagai pelengkap obat penghilang rasa sakit. Kafein di
dalam tubuh dapat dengan mudah diserap oleh usus dan menyebar melalui darah ke
seluruh organ tubuh. Kafein di dalam tubuh dapat dengan mudah diserap oleh usus
dan menyebar dalam beberapa menit melalui darah ke seluruh organ dan jaringan
tubuh. Kafein dapat menipu tubuh agar tetap tinggi, meningkatkan tekanan darah,
dan meningkatkan keluaran urin. Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid yang
secara alami terdapat pada biji kopi, daun teh, daun jambu mete, biji kola, biji kakao
(Hermanto, 2017).

Kafein merupakan senyawa organik yang memiliki nama lain kafein, tein,
atau 1,3,7-trimetilxantin. Kristal kafein dalam air seperti jarum bercahaya. Ketika
tidak mengandung air, kafein akan meleleh pada suhu 234oC - 239oC dan
menyublim pada suhu yang lebih rendah. Kafein bersifat mudah larut dalam air
panas dan kloroform, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol. Kafein
merupakan stimulan dan metabolisme sistem saraf pusat. Kafein menghambat
fosfodiesterase dan memiliki efek antagonis pada reseptor adenosin pusat.
Pengaruh pada sistem saraf pusat terutama di pusat-pusat yang lebih tinggi, yang
menghasilkan peningkatan aktivitas mental dan tetap terjaga atau terjaga (Abraham,
2010).

Pemerintah telah memutuskan standar kafein dalam minuman energi yang


tercantum dalam SNI No.01-6684-2002 tentang minuman energi. Hal ini bertujuan
untuk melindungi konsumen dari dampak negatif kafein secara berlebih. Namun di
sisi lain, konsentrasi kafein yang terpengaruh tidak berdampak langsung terhadap
stamina konsumen, sehingga tidak menutup kemungkinan ada produsen yang akan
meningkatkan kadar kafeinnya agar berdampak cepat pada konsumen. Kadar
minuman berenergi maksimal sesuai ketentuan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Badan POM No.PO.04.02.3.01510 & SNI No 01- 6684-2002 yaitu 50 mg
dalam penyajiannya (BPOM, 2004)

Munculnya HPLC modern adalah hasil dari kebutuhan dan keinginan


manusia dalam memudahkan pekerjaan, kemampuan teknis dan teori yang
memandu perkembangan rasional. Sebelum era peralatan modern, terlihat jelas
bahwa LC (kromatografi cair) memiliki kekuatan pemisahan yang sangat kuat,
bahkan untuk komponen yang berikatan secara kuat. Kromatografi cair harus
dipercepat, otomatis, dan disesuaikan untuk sampel yang lebih kecil, dengan waktu
elusi beberapa jam (Day & Underwood, 2002).

Metode HPLC adalah teknik kromatografi cair kinerja tinggi yang berasal
dari kromatografi kolom klasik, yang dikembangkan setelah HPLC diisi dengan
beads yang sangat kecil (~ 10μm) dan dioperasikan di bawah tekanan tinggi. HPLC
adalah metode kuantitatif yang sensitif dan akurat yang dapat digunakan untuk
memisahkan zat non-volatil, seperti asam amino, protein, pestisida, dan lain-lain
(Skoog, 1985).

Gambar 1. Diagram Blok HPLC

Komponen-komponen yang terdapat pada alat HPLC diantaranya :

1. Pump
Perpindahan konstan dapat dibedakan menjadi dua yaitu: pompa
reciprocating yang menghasilkan aliran pulsating yang berdenyut secara
teratur, sehingga diperlukan peredam pulsa (pulse front valve) atau peredam
elektronik (electronic damper) untuk menghasilkan baseline detektor yang
stabil. Keunggulan utamanya adalah ukuran waduk tidak terbatas. Kedua,
laju aliran yang disediakan oleh pompa syringe tidak berdenyut, tetapi
memiliki reservoir terbatas.
2. Injektor
Terdapat tiga jenis dasar injektor yang umumnya digunakan:
a. Stop-Flow : teknik dari injektor ini dapat berdifusi dalam cairan yang
memiliki resolusi tidak dipengaruhi. Dengan prosesnya yaitu ketika
aliran dihentikan, akan dilakukan penginjeksian pada kinerja atmosfir
dalam sistem tertutup, setelah itu aliran dilanjutkan.
b. Septum : penggunaannya serupa dengan Kromatografi Gas, dimana
injektor ini berada pada kinerja mencapai 60-70 atmosfir, tetapi tidak
tahan terhadap pelarut-pelarut dari kromatografi cair serta akan terjadi
penyumbatan bila partikel kecil dari septum terkoyak oleh jarum
injektor.
c. Loop Valve : biasanya injeksi ini digunakan dalam volume yang
berukuran >10 𝜇L dan akan secara automatis bila menggunakan adaptor
yang sesuai, ukuran volume yang sedikit dapat diinjeksi manual.
3. Kolom
Kolom menjadi penentu keberhasilan proses analisis dengan
memperhatikan kolom dan jenis percobaan yang sesuai. Kolom terbagi
menjadi dua kelompok yaitu kolom analitik dan kolom preparatif.
4. Detektor
Dalam HPLC detektor yang biasa digunakan adalah detektor UV 254 nm.
Dengan menggunakan variabel panjang gelombang yang dapat mendeteksi
senyawa-senyawa dengan range yang lebih luas. Selain itu, detektor indeks
refraksi dapat digunakan namun tingkat sensitifitasnya kurang baik bila
dibandingkan dengan detektor UV. Detektor lainnya yaitu detektor
fluorometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia.
(Effendy, 2004)

Cara kerja HPLC yaitu dengan menggunakan injektor syringe berukuran


mikro yang berfungsi untuk menginjeksi sampel dengan volume injeksi yang relatif
kecil yaitu 20 µl karena tergolong dalam jenis kolom kapiler. Sampel kemudian
dielusi dengan waktu alir 1 ml / menit. Selama proses ini, senyawa-senyawa dalam
sampel akan bermigrasi dengan kecepatan yang berbeda-beda sesuai dengan sifat-
sifat senyawa tersebut. Sampel dapat dielusi karena pergerakan pompa piston
refluks yang digunakan, di mana pelarut didorong keluar dari reservoir, dan pompa
piston kemudian menarik pelarut keluar dari reservoir dalam fase geraknya.
Pemisahan senyawa tersebut dapat diamati dengan adanya detektor UV-VIS di
belakang fasa diam sehingga diperoleh hasil pemisahan dalam bentuk
kromatogram. Kromatogram yang dihasilkan akan digunakan untuk analisis data
kualitatif dan kuantitatif (Leo & Nollet, 2000).
BAB III

METODE PERCOBAAN

2.1 Alat
- HPLC Series 200 dengan detector UV 254 nm Perkin Elmer
- Kolom : C18 (non polar)
- Syringe
- Pipet volume 10 ml
- Labu ukur 50 ml

2.2 Bahan
- Kafein
- Minuman berenergi
- Metanol p.a
- Asetonitril
- Aquabidest

2.3 Prosedur Kerja


2.4
A. Pembuatan Larutan Baku Kafein

Ditimbang dengan seksama 25 mg kafein, dimasukkan ke dalam labu ukur 50


ml, ditambahkan pelarut metanol 30% 25 ml, dikocok hingga larut

Dilakukan aerasi terhadap larutan 1 dengan ultrasonic bath selama 15 menit

Diencerkan dengan metanol 30% sampai garis tanda, kemudian disaring


(Larutan Stock A)

Dipipet 10 ml (Larutan A) dan 5 ml (Larutan B), dimasukkan ke dalam labu ukur


50 ml, diencerkan dengan pelarut 30%
Diambil masing-masing 1 ml larutan standar A dan B, dimasukkan ke dalam vial
dan diinjeksikan sebanyak 10 𝜇L ke dalam kolom HPLC. Ditentukan
komposisi fase gerak dan panjang gelombang detektor 254 nm.

Ditentukan berapa persen area untuk kedua larutan standar dan dibuatlah
kurva kalibarasi untuk kedua larutan standar tersebut

B. Larutan Sampel

Diambil sebanyak 5 ml larutan sampel, dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml,


diencerkan dengan metanol 30% sampai garis tanda. Kemudian diaerisasi
selama 15 menit

Dipipet 1 ml larutan sampel, dimasukkan ke dalam vial dan dilakukan


pemisahan dengan parameter yang sama seperti pada larutan standar.

Ditentukan kadar kafein dalam sampel


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Tabel 1. Data Larutan Standar Kafein

Konsentrasi Area Height %Height


Waktu Retensi Area (𝝅v*sec)
(ppm)
100 3.646 3458,670 81,36 196.488 81,68
200 3.656 5730,892 80,77 334.292 81,70
300 3.646 9306,385 94,85 486.995 94,88

Tabel 2. Data Sampel Hemaviton dan Kratingdeng

Konsentrasi Area Height %Height


Waktu Retensi Area (𝝅v*sec)
(ppm)
Hemaviton 3,608 4116.579 30,19 178,782 36,04
Kratingdeng 3,659 4702.505 35,34 191,688 41,97

4.2 Pembahasan
Praktikum yang dilakukan kali ini mengenai penetapan kadar kafein dalam
minuman berenergi yang dianalisis dengan menggunakan alat instrumentasi
kromatografi HPLC. Dalam prinsipnya, HPLC memiliki kemampuan dalam
mengadsorpsi yaitu penyerapan terhadap senyawa-senyawa dengan menggunakan
fase diam dan juga kemampuan partisi dalam proses pemisahan yang berdasarkan
atas perbedaan polaritas dari senyawa-senyawa dengan menggunakan fase gerak.
Sampel akan teruran dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia yang sesuai
setelah diinjeksikan ke dalam kolom, hal tersebut disebabkan adanya perbedaan
terhadap afinitasnya (Leo dan Nollet, 2000). Berikut adalah struktur dari kafein
sebagai berikut :
Gambar 1. Struktur Kafein
Data percobaan yang diperoleh dalam menganalisis kandungan kafein pada
sampel minuman berenergi menggunakan HPLC yaitu menunjukkan puncak-
puncak kromatogram dari waktu retensi dan peak area dari senyawa. Dengan waktu
retensi maka dapat membantu dalam menentukan suatu jenis senyawa yang
terkandung dalam sampel, karena harga atau nilai senyaa antara sampel dan standar
baku adalah sama. Bila waktu retensi sampel yang dihasilkan sama dengan waktu
retensi dari salah satu nilai standar baku maka dapat dinyatakan bahwa sampel
tersebut mengandung senyawa yang serupa dengan standar baku. Variasi
konsentrasi yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya konsentrasi 100, 200,
dan 300 ppm.

Gambar 2. Standar Kafein 100 ppm


Gambar 3. Standar Kafein 200 ppm

Gambar 4. Standar Kafein 300 ppm


Berdasarkan gambar diatas dapat dirincikan datanya dalam Tabel 1 mengenai
larutan standar kafein dengan variasi konsentrasi yang berbeda yaitu 100, 200, dan
300 ppm. Sehingga dari data-data yang tertera dalam Tabel 1 dapat dibuat bentuk
dari kurva standar kafeinnya, sebagai berikut :
Kurva Larutan Standar Kafein
10000
9000 y = 29,239x + 317,6
8000 R² = 0,9837
7000
Area (𝝅v*sec)

6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Konsentrasi (ppm)

Gambar 5. Kurva Larutan Standar Kafein


Persamaan regresi linear yang diperoleh dari kurva larutan standar yang
menghubungkan kaitan antara konsentrasi dengan area (𝜋v*sec) yaitu y = 29,239x
+ 317.6 dengan nilai regresi 0,9837 yang menunjukkan bentuk linearitas yang baik.
Karena besarnya nilai regresi yang mendekati nilai +1 akan menunjukkan suatu
respon bahwa hasil yang diukur oleh alat terhadap konsentrasi analit membentuk
suatu linearitas yang baik, dengan mengutip dari Harmita (2004) yang menyatakan
bahwa nilai regresi pada rentang 0,9 < r < 0,95 merupakan sebuah nilai regresi dari
kurva yang baik. Dalam Lestari, P., et al., (2011)aturan umum terhadap nilai regresi
yaitu pada nilai 0,90 < r < 0,95 menunjukan kurva yang cukup baik, nilai 0,95 <
r < 0,99 menunjukan kurva yang baik dan nilai r > 0,99 menunjukan linearitas
yang sangat baik. Nilai maksimum dari (r) adalah 1 yang menunjukan adanya
koefisien korelasi yang tepat antara konsentrasi dan absorbansi. Dan berdasarkan
nilai regresi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikatakan merupakan bentuk
kurva yang baik.

Dan dengan diketahuinya persamaan regresi tersebut, maka dapat


digunakan untuk menentukan besarnya kadar kafein dalam sampel. Sampel
minuman berenergi yang digunakan dalam percobaan ini yaitu Hemaviton dan
Kratingdeng, dengan mengambil dari masing-masing sampel sebanyak 5 mL yang
kemudian diencerkan dengan metanol 30% dalam labu ukur 10 mL . selanjutnya
diukur atau dianalisis larutan sampel tersebut dengan menggunakan alat instrumen
HPLC dengan menggunakan detektor UV panjang gelombang 254 nm . digunakan
detektor UV karena membantu mendeteksi terdapatnya gugus kromofor dari suatu
senyawa, dan digunakan panjang gelombang 254 nm karena banyak senyawa yang
dapat menyerap pada panjang gelombang tersebut. Dan berikut hasil dari
pengukuran sampel Hemaviton dan Kratingdeng dengan menggunakan HPLC :

Gambar 6. Sampel Hemaviton

Gambar 7. Sampel Kratingdeng

Dari gambar diatas, kemudian disajikan dalam Tabel 2 dimana terdapat


data-data yang dihasilkan dari proses analisis sampel Hemaviton dan Kratingdeng.
Dengan begitu dalam menentukan kadar senyawa yang terkandung dalam sampel
Hemaviton dan Kratingdeng dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
linearitas dari kurva larutan standar kafein yaitu y = 29,239x + 317.6, dengan waktu
retensi yang diperoleh dari masing-masing sampel yaitu pada sampel Hemaviton
menghasilkan waktu retensi sebesar 3,608 dan sampel Kratingdeng sebesar 3,659.
Menurut Snyder (2010), terdapat variasi waktu retensi yang diperbolehkan yaitu
dalam rentang ≤0,05 menit, dan selisih waktu retensi dari kandungan kafein pada
kedua sampel tersebut mencapai 0,051 menit maka masih sesuai dengan variasi
yang sesuai dengan literatur tersebut. Hal tersebut dapat dillihat dalam
kromatogram pada sampel yang mengalami peningkatan tinggi puncak yang
menunjukkan terdapatnya kandungan senyawa kafein.

Nilai x merupakan simbolis dari nilai konsentrasi dan y merupakan nilai


area (𝜋v*sec). Maka diperoleh nilai kadar kafein dalam sampel Hemaviton dan
Kratingdeng yaitu 129.928 ppm dan 149.968 ppm. Dengan kadar kafein pada
sampel Hemaviton dan Kratingdeng per 150 mL persajiannya yaitu 19.490 mg/150
mL dan 22.500 mg/150 mL. Berdasarkan ketetapan dalam peraturan SK Dirjen
POM No. PO.04.02.3.01510 dan SNI No 01-6684-2002 yaitu 50 mg tiap sajinya
sehingga hasil yang diperoleh dari kandungan kafein dalam sampel minuman
berenergi seperti Hemaviton dan Kratingdeng telah memenuhi syarat yang telah
ditetapkan.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Prinsip dari HPLC yaitu adsorpsi dimana terjadinya penyerapan terhadap


senyawa-senyawa dengan menggunakan fase diam dan juga kemampuan partisi
dalam proses pemisahan yang berdasarkan atas perbedaan polaritas dari senyawa-
senyawa dengan menggunakan fase gerak. Nilai kadar kafein dalam sampel
Hemaviton dan Kratingdeng yaitu 129.928 ppm dan 149.968 ppm. Dengan kadar
kafein pada sampel Hemaviton dan Kratingdeng per 150 mL persajiannya yaitu
19.490 mg/150 mL dan 22.500 mg/150 mL.

5.2 Saran

Pada percobaan ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam


menggunakan alat instrumentasi dan proses analisis data sehingga akan
memperoleh hasil data dan laporan yang maksimal
DAFTAR PUSTAKA

Abraham. (2010). Isolasi Kofein Dari Daun Teh. Laboratorium Pengembangan


Unit Kimia. Kendari: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Haluoleo.

Aly, A. A. (2013). Determination of Caffeine in Roasted and Irradiated Coffe Beans


with Gamma Rays by High Performance Liquid Chromatography. Food
Science and Quality Management, 22, 28–34.

Arwangga, A. F., Asih I. A. R. A., & S. I. W. (2016). Analisis Kandungan Kafein


Pada Kopi di Desa Sesaot Narmada Menggunakan Spektroskopi UV-Vis.
Jurnal Kimia Universitas Udayana, 10(1), 110–114.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004). Tentang Hasil
Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Minuman Suplemen yang
Mengandung Kafein.

Day, R.A. dan Underwood, A. L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif (Enam, Ed.).
Jakarta: Erlangga.

Gabete, E. (2014). Determination of Caffein Content of Tea and Instant Coffe


Brands Found in Kenyan Market. African Journal of Food Science, 4(6), 353–
358.

Harmita. (2005). Analisis Fisikokimia : Kromatografi. Jakarta: Departemen


Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.

Hermanto, S. dan F. E. (2017). Petunjuk Praktikum Kimia Instrumen. Jakarta: FST


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kusbaryanto. (2003). Kandungan Zat Aktif pada BeberapA Jenis Minuman


Berenergi. Mutiara Medika, 3(2), 15–20.

Leo, M., & Nollet, L. (2000). Food Analysis by HPLC. New York: Marcel Dekker
Inc.
Nour, V. & T. I. (2010). Chromatographic Determination of Caffeine Content in
SOft and Energy Drinks Available on the Romanian Market. Scientific Study
and Research, 11(3), 351–358.

Puspitaningtyas, A., Surjani W., & N. Z. (2013). Pengaruh komposisi fasa gerak
pada penetapan kadar asam benzoat dan kafein dalam kopi kemasan
mengguankan metode kckt Title. Universitas Negeri Malang.

Putra, E. de L. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi.


Jurnal Farmasi.

Rohman, A. (2011). Analisa Bahan Pangan Pendekatan Praktek : Vitamin Bahan


Tambahan Makanan Turunan Babi Untuk Autentikasi Halal. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Shock, N. (2010). Caffeine Dependence. Behavioral Pharmacology Research Unit,


1–7.

Singh, K. K. A. H. (2010). Pengaruh Penggunaan Minuman Berenergi Dikalangan


Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (UNiversitas Sumatera Utara).
Retrieved from http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/2199777

Skoog, D. A. (1985). Principles of Instrumental Analysis. Philadephia: Saundres


College Pupl
LAMPIRAN
A. Pertanyaan Tambahan
1. Tentukan konsentrasi kafein pada masing-masing sampel!
Jawab : Kadar kafein pada sampel hemaviton dan kratingdeng per 150 mL
persajian yaitu 19.490 mg/150 mL dan 22.500 mg/150 mL.

2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pemisahan dalam


kromatografi HPLC!
Jawab :
• Sifat alamiah, bentuk, dan ukuran fase diam
• Keseragaman ukuran fase diam
• Jenis, komposisi, dan polaritas fase gerak

3. Jelaskan fungsi degassing eluen menggunakan ultrasonic bath!


Jawab : Menghilangkan kecil ditangguhkan gas-gelembung dari cairan dan
mengurangi tingkat gas terlarut di bawah tingkat keseimbangan. Degassing
dan penghilang busa dari cairan diperlukan untuk berbagai tujuan, seperti
pada persiapan sampel sebelum pengukuran untuk menghindari kesalahan
pengukuran

4. Jelaskan prinsip kerja hplc! Apa yang membedakannya dengan liquid


chromatography biasa ?
Jawab : Prinsip HPLC yaitu adsorbsi dan partisi. Adsobsi yaitu penyerapan
senyawa-senyawa menggunakan fase diam, dimana kemampuan suatu
senyawa untuk terikat pada silika gel dan partisi yaitu pemisahan
berdasarkan polaritas menggunakan fase gerak. Ketika sampel yang akan
diuji diinjeksikan dalam kolom, kemudian sampel tersebut akan terurai dan
terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia sesuai dengan perbedaan
afinitasnya.
Perbedaan HPLC dengan liquid chromatography biasa :
• Waktu analisis dengan HPLC lebih cepat.
• Resolusi, ketepatan, dan ketelitiannya lebih tinggi.
• Penerapannya luas.
• Sensitifitasnya tinggi.
• Dapat menganalisis secara kualitatif maupun kuantitatif.
• Detektornya on-line sehingga mempermudah dalam menganalisa
sampel

5. Jelaskan jenis detektor yang biasa digunakan dalam analisis hplc dengan
kelebihan masing-masing!
Jawab :
• Massa Spectroscopy memiliki data 2D yaitu kromatogram dan
spektrum
• Flouresence : lebih selektif yaitu hanya senyawa yang memiliki
kemampuan menyerap cahaya dna juga lebih selektif yaitu bisa
membaca dengan limit deteksi kecil
• RI (Refractive Indeks) : menggunakan lampu tungsten, indeks bias
akan dibaca oleh detektor
• Conductivity : detektor untuk senyawa yang memiliki muatan atau
polar seperti senyawa ionik dan logam (Cu, Mg, Ni, dll)
• Elektrokimia : sangat selektif dan sensitif untuk senyawa redoks
(reduksi oksidasi)
• ELSD : sangat sensitif namun tidak selektif, menggunakan volatile
solvent dan volatile buffer
B. Perhitungan

1. Kadar Sampel Hemaviton


Area (y) = 4116.579
y = 29.239x + 317.6
4116.579 = 29.239x + 317.6
4116.579−317.629.239
x =
29.239
x = 129.928 ppm
persajian hemaviton = 150 mL
Kadar kafein = 0.129928 mg/mL x 150 mL
Kadar kafein persaji = 19.4892 mg/150 mL = 19.490 mg/150 mL

2. Kadar Sampel Kratingdeng


Area (y) = 4702.502
y = 29.239x + 317.6
4702.502 = 29.239x + 317.6
4702.505−317.629.239
x =
29.239
x = 149.968 ppm
persajian hemaviton = 150 mL
Kadar kafein = 0.149968 mg/mL x 150 mL
Kadar kafein persaji = 22.4952 mg/150 mL = 22.500 mg/150 mL

Anda mungkin juga menyukai