Toksikologi Veteriner Dosen Pembimbing: Dr, Drh. Aulia Andi Mustika, MSi.
Kelompok Praktikum : 4
Keracunan Pestisida
Anggota kelompok:
1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3
Latar Belakang .............................................................................................................. 3
Tujuan ........................................................................................................................... 4
METODE ......................................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
SIMPULAN ...................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 7
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
3
unutk menjamin kelangsungan fungsi system syaraf manusia. Menurunnya kemampuan
menghidrolisis asetilkolin, mengakibatkan asetilkolin lebih lama di reseptor dan akan
memperhebat dan memperpanjang efek rangsang saraf kolinergik pada sebelum dan
sesudah ganglion (pre dan postganglionic). Perbedaan organofosfat dan karbamat ialah,
organofosfat merupkana insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida yang
lainnya (Hartini 2014).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui efek toksik pestisida dan efek antidota
pestisida yang diujikan pada mencit.
METODE
4
- Prosedur
Mencit disuntik secara subkutan (SC) dengan baygon (karbamat) dosis
bertingkat dimulai dari 0,005 mL. Pemberian selanjutnya dilakukan
setelah selang waktu 5 menit. Gejala klinis yang terjadi diamati dan
diobservasi. Atropin sulfat diberikan dengan rute intra peritoneal (IP)
setelah muncul gejala sesak napas, hiperlakrimasi, dan hipersalivasi.
Gejala klinis yang mungkin dapat terlihat dikelompokkan berdasarkan
gejala langsung dan gejala tidak langsung. Gejala langsung ada efek
terhadap kelenjar eksokrin (hipersalivasi, hiperlakrimasi), pupil mata
(miosis). Gejala tidak langsung diamati melalui efek terhadap otot polos
pada saluran cerna (diare) dan bronkus (sesak napas).
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala klinis pada mencit dapat dilihat pada tabel 1. Pemberian bertingkat
diberikan pada mencit untuk melihat efek yang dihasilkan pada mencit, pertama
diberikan propoksur sebanyak 0,05mL. Setelah 30 menit pasca pemberian propoksur
mencit menunjukan gejala klinis yang belum begitu signifikan, namun dapat dilihat
bahwa aktifitas motoric mulai meningkat, terdapat sedikit hipersalivasi, dan
peningkatan denyut jantung. Setelah pemberian pertama, dosis pemberian propoksur
ditingkatkan menjadi 0,1 mL. Pemberian dosis lebih tinggi ini menghasilkan gejala
klinis yang lebih jelas terlihat. Gejala klinis yang dapat diamati adalah mencit
menunjukan gejala brokokontriksi yang ditunjukan dengan seringnya kaki depan mencit
menggaru-garuk bagian hidung. Tremor pada seluruh tubuh mencit semakin jelas
terlihat, terjadi bradikardi, dan motoric mencit yang mulai berkurang. Setelah seluruh
gejala klinis diamati mencit kemudian diberikan antidota berupa atropine sebanyak 0,1
mL.
Propoksur yang diberikan pada mencit merupakan jenis pestisida golongan
karbamat yang banyak dijumpai. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat dan
karbamat sama yaitu menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat
kolinesterase, sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin (Raini 2007). Pestisida
golongan karbamat akan menyebabkan karbamilasi dari enzim acetylcholinesterase dari
jaringan, akibatnya akan terjadi akumulasi acetylcholine pada sambungan cholinergic
neuroeffector. Karbamat akan mengganggu syaraf pusat. Pengaruh karbamat terhadap
enzim tersebut tidak berlangsung lama, karena proses berlangsung cepat dan reversibel.
Apabila timbul gejala, tidak bertahan lama dan segera kembali normal. Menurut Raini
(2007) gejala yang dapat timbul dari keracunan karbamat adalah mual, kejang perut,
diare, air liur berlebih, tremor, pupil mengecil, denyut jantung melambat, kejang otot,
tidak sadar dan kejang-kejang. Gejala ini sama dengan apa yang dialami mencit
percobaan.
Percobaan selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi unsur P dalam
senyawa organofosfat. Setelah dilakukan proses penyaringan dan penambahan
ammonium molybdat ke dalam filtrate, campuran larutan tersebut menunjukan
perubahan warna menjadi kekuningan. Perubahan warna yang terjadi ini menunjukan
bahwa terdapat unsur P pada senyawa organofosfat. Unsur P atau fosfor yang
terkandung dalam organofosfat merupakan komponen penyusun orgnofosfat.
Organofosfat merupakan insektisida yang terdiri dari ester asam fosfat atau asam
tiofosfat. Pestisida ini merupakan senyawa toksik akut terhadap hewan bertukang
belakang seperti ikan, burung, cicak dan mamalia. Organofosfat memiliki efek
menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara menghambat enzim
6
asetilkolinesterase. Keracunan kronis senyawa ini akan berpotensi karsinogenik
(Dhamayanti dan Saftarina 2018).
SIMPULAN
Tikus yang diberikan zat organofosfat mengalami gejala klinis adalah gelisah,
diaphoresis/keringat dingin, sesak nafas, kolaps sirkulasi yang prosesif cepat atau syok.
Pada dosis yang lebih tinggi , gejala klinis yang dapat diamati adalah mencit
menunjukan gejala brokokontriksi yang ditunjukan dengan seringnya kaki depan mencit
menggaru-garuk bagian hidung. Tremor pada seluruh tubuh mencit semakin jelas
terlihat, terjadi bradikardi, dan motoric mencit yang mulai berkurang. Setelah seluruh
gejala klinis diamati mencit kemudian diberikan antidota berupa atropine sebanyak 0,1
mL untuk menghilangkan efek antitoksik.
DAFTAR PUSTAKA