Anda di halaman 1dari 7

Laporan Praktikum Hari, tanggal : Rabu, 14 Oktober 2020

Toksikologi Veteriner Dosen Pembimbing: Dr, Drh. Aulia Andi Mustika, MSi.
Kelompok Praktikum : 4

Keracunan Pestisida

Anggota kelompok:

1. Tigrisia Faathira B04170086


2. Nadira Fadilah B04170087
3. Danny Bagus Wibowo B04170088
4. Lintang Wulandari B04170089
5. Adib Susilo Adi B04170091

DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
IPB UNIVERSITY
2020

1
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ............................................................................................................ 3
Latar Belakang .............................................................................................................. 3
Tujuan ........................................................................................................................... 4
METODE ......................................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................ 6
SIMPULAN ...................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 7

2
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak dampak negatif dari


penggunaan pestisida yaitu salah satunya residu yang terakumulasi pada produk
pertanian, pencemaran lingkungan pertanian, penuurnan poduktivitas, keracunan pada
hewan, dan juga keracunan pada manusia yang akan berdampak buruk pada kesehatan
juga dapat berdampak pada kematian. Tingkat keparahan keracunan pestisida
dipengaruhi oleh dosis dan volume dari pestisida (Isnawan 2013). Biasanya para petani
menggunakan pestisida bergolongan organofosfat (Ma’rif dan Yunita 2016) Gejala
keracunan pestisida pada manusia untuk golongan pestisida organofosfat dan karbamat
dapat timbul setelah kontak 4 jam atau 12 jam (Istianah dan Yuniastuti 2017).
Mekanisme kerja dari organofosfat yaitu menghambat enzim hidroksi
asetilkolinesterase (AChE). Asetilkolinesterase merupakan enzim yang terdapat pada
system saraf pusat dan perifer. Yang berfungsi menghidrolisis neurotransmitter
asetilkolin. Asetilkolin merupakan neurotransmitter yang terdapat di ujung saraf dan
otot yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf. Kemampuan menghidrolisis
asetilkolin yang menurun dapat mengakibatkan asetilkolin lebih lama di dalam reseptor
dan akan memperpanjang efek rangsang saraf kolinergik pada sebelum dan sesudah
ganglion. Rangsang klonergik terbagi dua golongan besar dari reseptor kolinergik yaitu
muskarinik dan nikotinik. Nikotinik menstimulasi ganglia autonomy dan reseptor otot
skelet. Sedangkan muskarinik dapat mengaktifasi otot polos , bronkus, kelenjar air liur,
dan nodus sinoatria (Dhamayanti dan Saftarina 2018). Menurut Wispriyono et al.
(2013) efek muskarinik berupa bronkokonstriksi dan peningkatan sekresi pada bronkus,
dan untuk efek nikotinik menimbulkan gerakan yang tidak teratur dan kontraksi otot
(kejang). Mekanisme toksisitas dari karbamat sama dengan organofosfat yaitu
menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat kolinesterase, sehingga
tidak terjadi hidrolisis asetilkolin (Dhamayanti dan Saftarina 2018).
Persamaan organofosfat dan karbamat yaitu mengikat asetilkolinesterase atau
penghambat asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase merupakan enzim yang diperlukan

3
unutk menjamin kelangsungan fungsi system syaraf manusia. Menurunnya kemampuan
menghidrolisis asetilkolin, mengakibatkan asetilkolin lebih lama di reseptor dan akan
memperhebat dan memperpanjang efek rangsang saraf kolinergik pada sebelum dan
sesudah ganglion (pre dan postganglionic). Perbedaan organofosfat dan karbamat ialah,
organofosfat merupkana insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida yang
lainnya (Hartini 2014).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui efek toksik pestisida dan efek antidota
pestisida yang diujikan pada mencit.

METODE

1. Percobaan 1 : Identifikasi adanya unsur P dalam senyawa organofosfat


- Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah tabung reaksi, senyawa insektisida
organofosfat (Basudin/Demecron), larutan ammonium molybdat, dan
larutan asam nitrat pekat.
- Prosedur
Beberapa tetes senyawa organofosfat diteteskan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan HNO3 pekat untuk merubah P organik menjadi P
anorganik. Setelah itu dipanaskan beberapa menit, lalu didinginkan dan
kemudian disaring. Setelah itu ditambahkan Ammonium molybdat ke
dalam filtratnya. Bila ada unsur P maka akan terbentuk warna hijau
kekuningan.
2. Percobaan 2 : Keracunan insektisida organofosfat/karbamat
- Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah mencit,
insektisida organofosfat (basudin/diazinon, dimecron) dan karbamat
(baygon/propoxur), serta atropin sulfat sebagai antidota.

4
- Prosedur
Mencit disuntik secara subkutan (SC) dengan baygon (karbamat) dosis
bertingkat dimulai dari 0,005 mL. Pemberian selanjutnya dilakukan
setelah selang waktu 5 menit. Gejala klinis yang terjadi diamati dan
diobservasi. Atropin sulfat diberikan dengan rute intra peritoneal (IP)
setelah muncul gejala sesak napas, hiperlakrimasi, dan hipersalivasi.
Gejala klinis yang mungkin dapat terlihat dikelompokkan berdasarkan
gejala langsung dan gejala tidak langsung. Gejala langsung ada efek
terhadap kelenjar eksokrin (hipersalivasi, hiperlakrimasi), pupil mata
(miosis). Gejala tidak langsung diamati melalui efek terhadap otot polos
pada saluran cerna (diare) dan bronkus (sesak napas).

5
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Pengamatan Injeksi Karbamat


Waktu (menit) Volume injeksi (mL) Gejala Klinis
0 0.05 Hipersalivasi, aktivitas jantung meningkat
30 0.1 Sering menggaruk hidung, tremor diseluruh
tubuh, aktivitas motorik berkurang

Gejala klinis pada mencit dapat dilihat pada tabel 1. Pemberian bertingkat
diberikan pada mencit untuk melihat efek yang dihasilkan pada mencit, pertama
diberikan propoksur sebanyak 0,05mL. Setelah 30 menit pasca pemberian propoksur
mencit menunjukan gejala klinis yang belum begitu signifikan, namun dapat dilihat
bahwa aktifitas motoric mulai meningkat, terdapat sedikit hipersalivasi, dan
peningkatan denyut jantung. Setelah pemberian pertama, dosis pemberian propoksur
ditingkatkan menjadi 0,1 mL. Pemberian dosis lebih tinggi ini menghasilkan gejala
klinis yang lebih jelas terlihat. Gejala klinis yang dapat diamati adalah mencit
menunjukan gejala brokokontriksi yang ditunjukan dengan seringnya kaki depan mencit
menggaru-garuk bagian hidung. Tremor pada seluruh tubuh mencit semakin jelas
terlihat, terjadi bradikardi, dan motoric mencit yang mulai berkurang. Setelah seluruh
gejala klinis diamati mencit kemudian diberikan antidota berupa atropine sebanyak 0,1
mL.
Propoksur yang diberikan pada mencit merupakan jenis pestisida golongan
karbamat yang banyak dijumpai. Cara kerja semua jenis pestisida organofosfat dan
karbamat sama yaitu menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara mengikat
kolinesterase, sehingga tidak terjadi hidrolisis asetilkolin (Raini 2007). Pestisida
golongan karbamat akan menyebabkan karbamilasi dari enzim acetylcholinesterase dari
jaringan, akibatnya akan terjadi akumulasi acetylcholine pada sambungan cholinergic
neuroeffector. Karbamat akan mengganggu syaraf pusat. Pengaruh karbamat terhadap
enzim tersebut tidak berlangsung lama, karena proses berlangsung cepat dan reversibel.
Apabila timbul gejala, tidak bertahan lama dan segera kembali normal. Menurut Raini
(2007) gejala yang dapat timbul dari keracunan karbamat adalah mual, kejang perut,
diare, air liur berlebih, tremor, pupil mengecil, denyut jantung melambat, kejang otot,
tidak sadar dan kejang-kejang. Gejala ini sama dengan apa yang dialami mencit
percobaan.
Percobaan selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi unsur P dalam
senyawa organofosfat. Setelah dilakukan proses penyaringan dan penambahan
ammonium molybdat ke dalam filtrate, campuran larutan tersebut menunjukan
perubahan warna menjadi kekuningan. Perubahan warna yang terjadi ini menunjukan
bahwa terdapat unsur P pada senyawa organofosfat. Unsur P atau fosfor yang
terkandung dalam organofosfat merupakan komponen penyusun orgnofosfat.
Organofosfat merupakan insektisida yang terdiri dari ester asam fosfat atau asam
tiofosfat. Pestisida ini merupakan senyawa toksik akut terhadap hewan bertukang
belakang seperti ikan, burung, cicak dan mamalia. Organofosfat memiliki efek
menghambat penyaluran impuls saraf dengan cara menghambat enzim

6
asetilkolinesterase. Keracunan kronis senyawa ini akan berpotensi karsinogenik
(Dhamayanti dan Saftarina 2018).

SIMPULAN

Tikus yang diberikan zat organofosfat mengalami gejala klinis adalah gelisah,
diaphoresis/keringat dingin, sesak nafas, kolaps sirkulasi yang prosesif cepat atau syok.
Pada dosis yang lebih tinggi , gejala klinis yang dapat diamati adalah mencit
menunjukan gejala brokokontriksi yang ditunjukan dengan seringnya kaki depan mencit
menggaru-garuk bagian hidung. Tremor pada seluruh tubuh mencit semakin jelas
terlihat, terjadi bradikardi, dan motoric mencit yang mulai berkurang. Setelah seluruh
gejala klinis diamati mencit kemudian diberikan antidota berupa atropine sebanyak 0,1
mL untuk menghilangkan efek antitoksik.

DAFTAR PUSTAKA

Dhamayanti FA, Saftarani F. 2018. Efek neurobehavioral akibat paparan kronik


organofosfat pada petani. J. Agromedicine. 5(1): 498-502.
Hartini E. 2014. Kontaminasi Residu Pestisida dalam Buah Melon (Studi Kasus pada
Petani di Kecamatan Penawangan). KEMAS. 10(1): 96-102.
Isnawan RM.2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan
pestisida pada petani bawang merah di desa Kedunguter Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2(1): 1-11.
Istianah dan Yuniastuti A, 2017. Hubungan masa kerja, lama menyemprot,jenis
pestisida, penggunaan APD, Pengelolaan Pestisida dengan kejadian keracunan
pada petani di brebes. Public health Perspective Journal. 2(2): 117-123
Ma’rif MI, Suhartono, Yunita NA. 2016. Studi Prevalensi Keracunan Pestisida Pada
Petani Penyemprot Sayur di Desa Mendongan Kecamatan Sumowono
Kabupaten Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 4(5): 1-9.
Raini, M. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida.
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Media of Health Research &
Development). 17 (3) : 10-18.
Wispriyono B, Yanuar A, Fitria L. 2013. Tingkat Keamanan Konsumsi Residu
Karbamat dalam Buah dan Sayur Menurut Analisis Pascakolom Kromatografi
Cair KKinerja Tinggi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 7(7): 317-324.

Anda mungkin juga menyukai