ANALISIS SIKLAMAT
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Analisis Obat Makanan dan Kosmetik (AOMK)
Disusun Oleh
Kelompok 2
FAKULTAS FARMASI
2019
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah yang berjudul
“Analisis Siklamat” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan tentang informasi mengenai pengertian, jenis-jenis,
dampak/akibat dari pemanis buatan serta metode analisis pemanis buatan
siklamat. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
dampak/akibat dari pemanis buatan, sehingga kita semua dapat lebih waspada dalam
memilih makanan/minuman yang akan dikonsumsi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1
tidak sengaja oleh Michael Sveda pada tahun 1937. Sejak tahun 1950 siklamat
ditambahkan ke dalam pangan dan minuman. Siklamat biasanya tersedia dalam
bentuk garam natrium dari asam siklamat dengan rumus molekul C6H11NHSO3Na.
Nama lain dari siklamat adalah natrium sikloheksilsulfamat atau natrium siklamat.
Dalam perdagangan, siklamat dikenal dengan nama assugrin, sucaryl, atau sucrosa.
Tidak seperti sakarin, siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang
disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya + 30 kali
kemanisan sukrosa. Siklamat diperkenalkan secara luas pada tahun 1950. Penggunaan
siklamat pada awalnya hanya ditujukan untuk industri obat, yaitu untuk menutupi rasa
pahit dari zat aktif obat seperti antibiotik dan pentobarbital (Lavenia Hascar,2014).
Meskipun memiliki tingkat kemanisan yang tinggi dan rasanya enak (tanpa rasa
pahit), tetapi siklamat dapat membahayakan kesehatan. Hasil penelitian bahwa tikus
yang diberikan siklamat dan sakarin dapat menimbulkan kanker kantong
kemih(Cahyadi,2009).
Pemanis buatan pada umumnya memiliki ADI (acceptable daily intake) yang
ditentukan. Acceptable Daily Intake diartikan sebagai jumlah maksimum senyawa
kimia yang bisa dikonsumsi setiap hari secara terus menerus tanpa menimbulkan
resiko dalam kesehatan. Acceptable Daily Intake sakarin 5 mg/kgBB/hari, siklamat 1
mg/kgBB/hari, aspartam 50 mg/kgBB/hari, acesulfamK 15 mg/kgBB/hari, neotam 2
mg/kgBB/hari, dan sucralose 5 mg/kgBB/hari (FDA, 2006). Menurut Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 4 tahun 2014, Acceptable Daily
Intake sakarin 0-5 mg/kgBB, siklamat 0- 11 mg/kgBB, aspartam 0-40 mg/kgBB,
acesulfam-K 0-15 mg/kgBB, neotam 0-2 mg/kgBB, dan sucralose 0-15 mg/kgBB
(BPOM, 2014).
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana struktur, sifat fisika kimia siklamat?
2. Apa saja metode analisis dalam penetapan kadar siklamat?
3. Apa saja metode analisis kuantitatif siklamat?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui struktur, sifat fisika kimia siklamat.
2. Untuk mengetahui metode analisis dalam penetapan kadar siklamat.
3. Untuk mengetahui metode analisis kuantitatif siklamat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar yang kecil, tetap saja dalam
batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia maupun
hewan yang mengkonsumsinya. Pembatasan tersebut dikenal ADI (Acceptable Daily
Intake) atau asupan harian yang dapat diterima. ADI merupakan jumlah maksimal
pemanis buatan dalam mg/kg berat badan yang dapat dikonsumsi tiap hari selama
hidup tanpa menimbulkan efek yang merugikan kesehatan.
Berikut adalah batasan – batasan penggunaan bahan tambahan makanan dan
minuman menurut PERMENKES RI dan ADI, Seperti yang dinyatakan pada tabel 2.1
adalah : Tabel 2.1 Batasan penggunaan bahan tambahan makanan dan minuman
menurut PERMENKES RI dan ADI.
2.2. SIKLAMAT
2.2.1. Definisi
Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan kedalam pangan dan minuman.
Siklamat biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat
dengan rumus molekul C6H11NHSO3Na. Nama lain dari siklamat adalah
natrium sikloheksisulfamat atau natrium siklamat. Siklamat merupakan produk
kimia sintetis yang tidak terdapat di alam. Siklamat disintesis dari
4
sikloheksilamine yang berasal dari sulfonasi dari berbagai bahan kimia yang
diikuti dengan netralisasi oleh hidroksida (Branen et al, 2002).
2.2.2. Struktur
Struktu kimia siklamat dapat dilihat pada gambar berikut :
5
pangan dalam kaleng. Siklamat memiliki bentuk Kristal putih tidak berbau,
berasa sangat manis (CCC, 2015)
Hasil metabolisme siklamat yaitu sikloheksilamin bersifat karsinogenik.
Oleh karena itu, eksresi siklamat dalam urin dapat merangsang tumor dan
mampu menyebabkan atropi yaitu pengecilan testikular dan kromosom.
Penelitian Yuliany (2005) juga menyebutkan bahwa Cemaran natrium siklamat
yaitu cyclohexylamine mempunyai sifat karsinogenik. Karena itu,
pembuangannya melalui urin dapat merangsang Letal Dosis (LD50) (50%
hewan percobaan mati) sebesar 12,0 g/kg berat badan. Adanya bukti tersebut
menyebabkan US-FDA segera mencabut natrium siklamat dari daftar GRAS
dan menyarankan penghapusan bagi penggunaan natrium siklamat dalam
makanan.
Pengkonsumsian siklamat dalam jumlah lebih akan mengakibatkan
kanker kandung kemih. Selain itu, akan menyebabkan tumor paru, hati dan
limfa (Wati, 2004). Penelitian lain menyebutkan bahwa siklamat dapat
menyebabkan atropi yaitu terjadinya pengecilan testis dan kerusakan
kromosom. Laporan lain juga menyatakan siklamat dan turunannya
(sikloheksilamina) tidak bersifat karsinogenik, tetapi diduga bertindak sebagai
pencetus tumor (Alsuhendra dan Ridawati, 2013).
6
Ditimbang sebanyak 100 ml sampel pada labu erlenmeyer. Ditambahkan
aquadest sampai tanda batas. Disaring dengan kertas whatman berukuran 15cm
x 15cm, kemudian ditambahkan 10 ml larutan HCL 10%. Ditambahkan 10 ml
larutan BaCl2 10%, dibiarkan 30 menit. Disaring menggunakan kertas
whatman berukuran 15cm x 15cm. Ditambahkan NaNO2 10% 10 ml dilakukan
di ruang asam. Dipanaskan diatas hotplate atau penangas air pada suhu sekitar
125-130 C. Hasil yang didapat sekitar 20-30 menit setelah dipanaskan adalah
endapan putih berarti sampel mengandung siklamat.
b. Analisa Kuantitatif Kadar Natrium Siklamat (Cahyadi, 2006)
Larutan Uji:
Dipipet sejumlah 50 ml sampel, dimasukkan kedalam corong pisah
pertama, ditambahkan 2,5 asam sulfatp. Setelah dingin ditambahkan 50 ml etil
asetat dan ambil 40 ml, bagian yang jernih, kemudian lapisan air, dimasukkan
kedalam corong pisah ke-III, ditambahkan 1 ml natrium hidroksida 10N, 5 ml
sikloheksan dan dikocok selama 1 menit. Dipisahkan lapisan air dan
dimasukkan ke dalam corong pisah ke-IV, ditambahkan 2,5 ml asam sulfat
30%, 5 ml sikloheksan, 5 ml larutan hipoklorit yang mengandung 1% klor
bebas dan dikocok selama 2 menit. Lapisan sikloheksan akan berwarna kuning
kehijauan, bila tidak berwarna ditambahkan lagi larutan natrium hipoklorit
lebih kurang 5 ml. Lapisan air dibuang, lapisan sikloheksan dicuci dengan 25
ml NaOH 0,5N dan dikocok selama 1 menit. Dibuang lapisan bawah,
ditambahkan 25 ml air dikocok dipisahkan dan diambil lapisan bawah. (A)
Larutan Stok:
Ditimbang sejumlah 50 mg natrium siklamat, kemudian dimasukkan
kedalam labu 50 ml dan dilarutkan dengan air sampai tanda batas. Larutan
Baku Dipipet larutan baku masingmasing 1 ml; 2 ml; 4 ml; 6 ml; 8 ml
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml yang berbeda, ditambahkan air sampai
tanda dan diperlakukan sama seperti larutan uji, mulai dari baku tersebut
dimasukkan ke dalam corong kemudian, ditambahkan 1 ml natrium hidroksida
10N, 5 ml sikloheksan dan dikocok selama 1 menit. Dipisahkan lapisan air dan
dimasukkan ke dalam corong pisah ke-IV, ditambahkan 2,5 ml asam sulfat
30%, 5 ml sikloheksan, 5 ml larutan hipoklorit yang mengandung 1% klor
bebas dan dikocok selama 2 menit. Lapisan sikloheksan akan berwarna kuning
7
kehijauan, bila tidak berwarna ditambahkan lagi larutan natrium hipoklorit
lebih kurang 5 ml. Lapisan air dibuang, lapisan sikloheksan dicuci dengan 25
ml NaOH 0,5N dan dikocok selama 1 menit. Dibuang lapisan bawah,
ditambahkan 25 ml air dikocok dipisahkan dan diambil lapisan bawah. (B)
Larutan Blanko:
Dipipet 50 ml air, dimasukkan ke dalam corong pisah pertama,
ditambahkan 2,5 ml asam sulfat pekat, setelah dingin, ditambahkan 50 ml etil
asetat dan ambil 40 ml, bagian yang jernih, kemudian dimasukkan kedalam
corong pisah ke-II. Dikocok 3 kali dengan 15 ml air, dikumpulkan lapisan air,
dimasukkan kedalam corong pisah ke-III, ditambahkan natrium hidroksida 10
N, 5 ml sikloheksan dan dikocok selama 1 menit. Dipisahkan lapisan air dan
dimasukkan kedalam corong pisah ke-IV, ditambahkan 25 ml asam sulfat 30 %,
5 ml sikloheksan, 5 ml larutan hipoklorit yang mengandung 1 % klor bebas dan
dikocok selama 2 menit. Lapisan sikloheksan akan berwarna kuning kehijauan,
bila tidak berwarna ditambahkan lagi larutan hipoklorit lebih kurang 5 ml.
Dibuang lapisan bawah, pada lapisan sikloheksan ditambahkan 25 ml air,
dikocok, dipisahkan dan diambil lapisan bagian bawah, dimasukkan kedalam
labu 10 ml sebagai faktor pengencerannya, sampai tanda dengan sikloheksan.
Analisa Data:
Data yang akan diperoleh dari hasil penelititian di laboratorium akan
diolah secara manual dan dianalisa secara deskriptif dengan mengacu kepada
Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.
8
1. Pembuatan Berbagai Larutan
a. Fase gerak dibuat dengan mencampurkan metanol dan air dengan
perbandingan 30 : 70 (v/v).
b. Larutan stok siklamat baku: Ditimbang 100 mg baku siklamat kemudian
dilarutkan dalam aquabidestilata sampai volume 100 mL.
c. Pembuatan larutan untuk baku siklamat: dari larutan stok dipipet 1,0; 2,0;
40; 6,0; 8,0; dan 10,0 mL masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar
10 mL lalu ditepatkan volumenya dengan aquabidestilata sehingga
diperoleh konsentrasi 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL.
2. Penentuan Kondisi Analisis Optimum Kondisi analisis optimum dibuat
berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, yaitu:
Fase gerak : metanol:air (30:70) v/v
Laju alir : 1 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV 220 nm
3. Validasi Metode Analisis
a. Pembuatan kurva baku: larutan siklamat baku dengan konsentrasi 0,1; 0,2;
0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL disuntikkan ke KCKT sesuai dengan kondisi
yang telah ditetapkan. Dibuat kurva hubungan antara konsentrasi siklamat
dan luas area Luas puncak siklamat.
b. Penentuan batas deteksi (limit of detection / LOD) dan batas kuantitasi
(limit of quantitation / LOQ): LOD dan LOQ dihitung secara statistik dari
persamaan kurva baku.
c. Uji ketelitian: disiapkan lima larutan baku siklamat 0,5 mg/mL dan
disuntikkan ke KCKT, dicatat luas area dan waktu retensi masing-masing
puncak untuk kemudian dihitung koefisien variasinya.
d. Uji ketepatan: Uji ketepatan dilakukan dengan metode addisi yaitu dengan
menghitung persentase recovery. Uji recovery dilakukan dengan
memasukkan 1,0 mL larutan baku siklamat 0,5 mg/mL ke dalam 2,0 mL
larutan sampel. Kemudian dilakukan diperlakukan seperti pada perlakuan
penetapan kadar siklamat pada sampel agaragar. Luas area masing-masing
dicatat kemudian dihitung perolehan kembali dengan rumus sebagai
9
berikut: % recovery = {(Kadar sampel+ baku)-(kadar sampel)}/ Kadar
sebenarnya X 100 %
e. Penetapan Kadar Siklamat
Sampel agar-agar diencerkan 5 kali, kemudian diambil 2,0 mL dan
dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL. Ditambahkan aquabidestilata
sampai tanda dan disaring. Kemudian diinjeksikan ke KCKT. Luas area
yang diperoleh dicatat untuk menghitung kadar siklamat dalam sampel
agar-agar dengan menggunakan persamaan kurva baku
3. Alkalimetri
Uji Kualitatif
a. Sebanyak 100,0 ml larutan sampel ditambah 2,0 g BaCl2 lalu diamkan.
b. Setelah terjadi endapan kemudian disaring.
c. Larutan hasil saringan ditambah 10,0 ml HCl pekat dan 10,0 ml NaNO2 10%.
d. Larutan dipanaskan di atas penangas air. Adanya endapan warna putih
menunjukkan adanya siklamat (Anonim, 2002).
Uji Kuantitatif
a. Prosedur Ekstraksi
1) Timbang saksama 8,0 g minuman sampel masukkan kedalam gelas piala dan
tambahkan 50 ml aquades.
2) Tambahkan 10,0 ml H2SO4 10%, masukkan kedalam corong pemisah.
3) Tambahkan 25,0 ml eter kemudian dikocok hingga terbentuk dua lapisan
yaitu lapisan eter di atas dan sampel di bawah (tiap kali habis mengocok
hendaknya tutup/kran corong pemisah dibuka hati-hati untuk mengeluarkan
uap).
4) Pisahkan lapisan eter (lapisan atas) dari fraksi sampel dan dicuci 2kali, setiap
kali dengan 10,0 ml air.
5) Tambahkan 20,0 ml NaCl jenuh untuk menghindari emulsifikasi.
6) Air cucian dikumpulkan bersama fraksi cairan sampel kemudian ekstraksi
diulang kembali 2 kali, setiap kali dengan 25,0 ml eter dan dikocok hingga
terbentuk dua lapisan.
7) Ekstrak eter hasil tiap kali ekstraksi dikumpulkan dan masukkan ke dalam
gelas piala, kemudian diuapkan hingga fraksi eternya habis.
10
4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
a. Pembuatan pembanding natrium siklamat 1%
Timbang 0,01 gram natrium siklamat lalu tambahkan etanol 50%
sebanyak 10 mL larutkan hingga homogen. Kemudian uapkan sampai volume
2 mL.
b. Pembuatan kontrol (natrium siklamat dan sampel)
Pipet 100 mL sampel dan tambahkan 0,01 gram natrium siklamat,
diasamkan dengan H2SO410% (bila belum dalam keadaan asam) ekstraksi
dengan 50 mL etil asetat dalam corong pisah. Saring etil asetat dengan lapisan
Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan air, uapkan hingga 2 mL.
c. Pembuatan sampel
Asamkan kurang lebih 100 mL sampel dengan 10 mL H2SO4 10%,
ekstraksidengan 50 mL etil asetat dalam corong pisah. Saring etil asetat dengan
lapisan Na2SO4anhidrat untuk menghilangkan air, uapkan etil asetat hingga
volume 2 mL.
d. Penotolan KLT
Pipet sebanyak 2µL larutan pembanding, kontrol dan sampel. Lalu
ditotolkan pada plat KLT dengan jarak 1,5 cm dari tepi lempeng. Lempeng
direndam dalam bejana kromatografi yang telah jenuh dengan uap fase gerak
(90 mL aseton + 10 mL ammonia) hingga mencapai jarak 12 cm dari tempat
penotolan. Lempeng disemprot dengan larutan AgNO3 0,005 M. Setelah
disemprotkan, lempeng dikeringkan dan dilihat dibawah lampu UV selama 1
menit. Adanya warna putih pada bercak pembanding dan sampel menunjukkan
ada natrium siklamat. Jarak pemisahan senyawa pada kromatografi dinyatakan
dengan Rf
Jarak gerak zat terlarut
𝑅𝑓 =
Jarak gerak zat pelarut
5. Ekstraksi
Timbang saksama 8,0 g minuman sampel masukkan kedalam gelas piala dan
tambahkan 50 ml aquades. Tambahkan 10,0 ml H2SO4 10%, masukkan kedalam
corong pemisah. Tambahkan 25,0 ml eter kemudian dikocok hingga terbentuk dua
11
lapisan yaitu lapisan eter di atas dan sampel di bawah (tiap kali habis mengocok
hendaknya tutup/kran corong pemisah dibuka hati-hati untuk mengeluarkan uap).
Pisahkan lapisan eter (lapisan atas) dari fraksi sampel dan dicuci 2kali, setiap kali
dengan 10,0 ml air. Tambahkan 20,0 ml NaCl jenuh untuk menghindari
emulsifikasi. Air cucian dikumpulkan bersama fraksi cairan sampel kemudian
ekstraksi diulang kembali 2 kali, setiap kali dengan 25,0 ml eter dan dikocok hingga
terbentuk dua lapisan. Ekstrak eter hasil tiap kali ekstraksi dikumpulkan dan
masukkan ke dalam gelas piala, kemudian diuapkan hingga fraksi eternya habis.
12
Prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika suatu sampel yang akan di uji
diinjeksikan kedalam kolom maka sampel tersebut kemudian akan terurai dan terpisah
menjadi senyawa-senyawa kimia sesuai dengan perbedan afinitasnya.
Alat:
Seperangkat alat KCKT (Shimadzu LC- 10) yang dilengkapi dengan detektor UV
SPD-10; ultrasonic batch (Bronson 1510); pompa vakum; vakum filter 0,45 µm;
microsiringe 100 µl; kolom shim-pack C-18; alat-alat gelas yang dipakai dalam
laboratorium Kimia Analisis, neraca analitik (Shimadzu AY 220).
Bahan:
baku siklamat, sampel agar-agar, metanol pro KCKT (Merck), aquabidestilata
(Otsuka).
Cara Kerja:
2. Pembuatan Berbagai Larutan
d. Fase gerak dibuat dengan mencampurkan metanol dan air dengan
perbandingan 30 : 70 (v/v).
e. Larutan stok siklamat baku: Ditimbang 100 mg baku siklamat kemudian
dilarutkan dalam aquabidestilata sampai volume 100 mL.
f. Pembuatan larutan untuk baku siklamat: dari larutan stok dipipet 1,0; 2,0;
40; 6,0; 8,0; dan 10,0 mL masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar
10 mL lalu ditepatkan volumenya dengan aquabidestilata sehingga
diperoleh konsentrasi 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL.
3. Penentuan Kondisi Analisis Optimum Kondisi analisis optimum dibuat
berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, yaitu:
Fase gerak : metanol:air (30:70) v/v
Laju alir : 1 mL/menit
Volume injeksi : 20 µL
Detektor : UV 220 nm
4. Validasi Metode Analisis
f. Pembuatan kurva baku: larutan siklamat baku dengan konsentrasi 0,1; 0,2;
0,4; 0,6; 0,8 dan 1 mg/mL disuntikkan ke KCKT sesuai dengan kondisi
yang telah ditetapkan. Dibuat kurva hubungan antara konsentrasi siklamat
dan luas area Luas puncak siklamat.
13
g. Penentuan batas deteksi (limit of detection / LOD) dan batas kuantitasi
(limit of quantitation / LOQ): LOD dan LOQ dihitung secara statistik dari
persamaan kurva baku.
h. Uji ketelitian: disiapkan lima larutan baku siklamat 0,5 mg/mL dan
disuntikkan ke KCKT, dicatat luas area dan waktu retensi masing-masing
puncak untuk kemudian dihitung koefisien variasinya.
i. Uji ketepatan: Uji ketepatan dilakukan dengan metode addisi yaitu dengan
menghitung persentase recovery. Uji recovery dilakukan dengan
memasukkan 1,0 mL larutan baku siklamat 0,5 mg/mL ke dalam 2,0 mL
larutan sampel. Kemudian dilakukan diperlakukan seperti pada perlakuan
penetapan kadar siklamat pada sampel agaragar. Luas area masing-masing
dicatat kemudian dihitung perolehan kembali dengan rumus sebagai
berikut: % recovery = {(Kadar sampel+ baku)-(kadar sampel)}/ Kadar
sebenarnya X 100 %
j. Penetapan Kadar Siklamat
Sampel agar-agar diencerkan 5 kali, kemudian diambil 2,0 mL dan
dimasukkan ke dalam labu takar 10 mL. Ditambahkan aquabidestilata
sampai tanda dan disaring. Kemudian diinjeksikan ke KCKT. Luas area
yang diperoleh dicatat untuk menghitung kadar siklamat dalam sampel
agar-agar dengan menggunakan persamaan kurva baku.
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Siklamat merupakan produk kimia sintetis yang tidak terdapat di alam. Siklamat
disintesis dari sikloheksilamine yang berasal dari sulfonasi dari berbagai bahan
kimia yang diikuti dengan netralisasi oleh hidroksida). Siklamat, baik dalam
bentuk natrium siklamat atau kalsium siklamat, stabil dan larut dalam air.
Siklamat bersifat tahan panas, sehingga sering digunakan dalam pangan yang
diproses dalam suhu tinggi misalnya pangan dalam kaleng. Siklamat memiliki
bentuk Kristal putih tidak berbau, berasa sangat manis.
2. Metode analisis dalam penetapan kadar siklamat yang digunakan yaitu Analisis
Kualitatif (Metode Alkalimetri, Metode KLT dan Metode Pengendapan)
3. Metode analisis kuantitatif siklamat yang digunakan yaitu Metode
Spektrofotometri UV dan Metode KCKT)
3.2. Saran
Perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai analisis siklamat. Agar
makalah ini dapat dijadikan bahan acuan pembelajaran oleh masyarakat. Semoga
makalah ini dapat membantu dalam bidang kesehatan maupun lainnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W. 2006, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Cetakan
Pertama . PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib. 2011. Kimia Farmasi Analisis Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama
SNI 01-2893-1992. Cara Uji Pemanis Buatan. Standar Nasional Indonesia. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722 Tahun 1988 Tentang Bahan
Tambahan Pangan
Renwick, AG., 1983. Developments in Sweeteners-2. Applied Science Publisher, London.
Wibowoutomo, Budi, 2002, Pengembangan Metode Penetapan Kadar Siklamat
Kromatografi Kinerja Tinggi Guna Diimplementasikan Dalam Kajian Paparan.
Teknologi dan Kejuruan, PT Kalma Media, Jakarta.
16