FITOKIMIA
2021/2022
Disusun oleh:
Apt., Kiki Mulkiya Y., M.Si
Apt., Indra Topik M., M.Si
Apt., Yani Lukmayani, M.Si
Tumbuhan
Pengeringan
Simplisia
➢ Skrining fitokimia
➢ Ekstraksi
➢ Pemantauan ekstrak
Ekstrak
➢ Fraksinasi
➢ Pemantauan fraksi
Fraksi
➢ Pemurnian
➢ Uji kemurnian
Isolat
➢ Karakterisasi
➢ Identifikasi
Isolat yang
telah
teridentifikasi
1 PENAPISAN FITOKIMIA
B. Senyawa Polifenolat
Simplisia atau bahan uji lain ditempatkan pada tabung reaksi lalu ditambahkan
air secukupnya, lalu dipanaskan diatas penangas air dan disaring. Kepada filtrat
ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida dan timbulnya warna hijau atau biru-
hijau, merah ungu, biru-hitam hingga hitam menandakan positif fenolat atau timbul
endapan coklat menandakan adanya polifenolat.
D. Saponin
1. Diambil 5 ml larutan C, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi dan kocok secara
vertical selama 10 detik.
2. Dibiarkan selama 10 menit. Terbentuknya busa 1 cm yang stabil di dalam tabung
reaksi menunjukkan adanya golongan senyawa saponin. Dan busa tersebut masih
bertahan (tidak hilang) setelah ditambahkan beberapa tetes asam klorida.
E. Antrakuinon
1. 5 ml larutan C dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Ditambahkan beberapa tetes larutan Natrium Hidroksida 1 N. terbentuknya warna
kuning hingga merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon.
F. Tanin
1. 1 gram simplisia ditambahkan 100ml air panas, kemudian dididihkan selama 15
menit
2. Campuran didinginkan, kemudian saring dan filtrate dibagi menjadi 3 bagian
dalam tabung reaksi
3. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan larutan besi(III)klorida 1 %. Terbentuknya
warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya golongan senyawa
tannin
METODE EKSTRAKSI
Ada beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan dalam pengerjaan isolasi
bahan alam. Apabila didasarkan atas energi yang digunakan dapat disebutkan antara lain
ekstraksi dengan cara dingin dan cara panas. Untuk cara dingin lazimnya digunakan
metode maserasi dan perkolasi, sedangkan untuk cara panas dapat digunakan beberapa
alat seperti refluks dan soxhlet.
PROSEDUR EKSTRAKSI
A. Maserasi
1. Alat maserator yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan dibilas dengan
etanol. Pasang sumbat kapas pada bagian bawah alat. Pastikan saluran pada bagian
bawah maserator tertutup.
2. Timbang sebanyak 300 g simplisia, masukkan ke dalam alat maserator, ratakan
permukaan simplisia di dalam maserator.
3. Tambahkan pelarut ke dalam maserator. Perbandingan antara simplisia dan pelarut
pada umumnya adalah 1 : 3. (Jika tidak mencukupi, pastikan simplisia terendam
dengan volume pelarut yang terukur)
4. Tutup bagian atas maserator untuk menghindari penguapan pelarut, aduk setiap
beberapa waktu tertentu, biarkan selama 24 jam.
5. Siapkan wadah penampung. Buka saluran pada bagian bawah maserator untuk
mengambil filtrat.
6. Setelah semua filtrat tertampung, tutup kembali saluran.
7. Ulangi prosedur no.3 sebanyak 2 kali.
C. Refluks
1. Pastikan alat refluks yang akan anda gunakan dalam keadaan bersih!!
2. Bilas labu destilasi yang akan digunakan dengan menggunakan etanol teknis,
masukkan batu didih.
3. Timbang sebanyak 300 g simplisia, masukkan ke dalam labu destilasi.
4. Tambahkan pelarut. Perbandingan antara simplisia dan pelarut pada umumnya
adalah 1 : 3.
5. Nyalakan pemanas, didihkan campuran di dalam labu selama kurang lebih 3 jam,
kemudian didinginkan.
6. Saring filtrat menggunakan kertas saring, simpan dalam wadah penampung
TUGAS
Silakan buat artikel resume mengenai pemanfaatan Kromatografi Lapis Tipis, HPLC
dan atau GC-MS sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi kandungan senyawa
kimia di dalam tanaman obat dan contoh pemanfaatannya.
- Tugas dibuat per kelompok
- Minimal Artikel yang digunakan sebagai sumber literatur : 5 artikel publikasi
add second
immiscible
solvent
shake
Pelarut yang digunakan pada ECC selalu dimulai dari pelarut dengan tingkat
kepolaran rendah (non polar), kemudian dilanjutkan dengan pelarut semi polar dan polar.
SUB FRAKSINASI
Kadang-kadang dengan satu kali saja dilakukan fraksinasi, misalnya dengan
menggunakan teknik ekstraksi cair-cair, dapat diperoleh suatu senyawa dengan jumlah
yang cukup besar yang selanjutnya tinggal dilakukan tahap pemurnian, misalnya dengan
rekristalisasi yang sederhana. Tapi dalam kenyataannya, sering kali fraksi yang terpilih
dari proses fraksinasi tentunya masih belum murni, sehingga diperlukan proses fraksinasi
lanjutan yang berulang-ulang, baik dengan teknik yang sama ataupun kombinasi dengan
teknik fraksinasi lainnya.
Oleh karena itu, pada tahapan selanjutnya perlu dilakukan proses fraksinasi
kembali terhadap fraksi – fraksi terpilih. Adapun proses fraksinasi terhadap fraksi disebut
sebagai Tahapan Subfraksinasi. Tahapan subfraksinasi ini akan menghasilkan subfraksi
– subfraksi dengan kandungan senyawa lebih sedikit dibandingkan fraksi sebelumnya.
Fraksi yang dihasilkan dari proses ini selanjutnya dilakukan proses pemurnian
menggunakan beberapa teknik pemurnian. Hasil pemurnian selanjutnya diuji
kemurniannya dengan beberapa teknik uji kemurnian, sehingga dapat dipastikan bahwa
isolat yang dihasilkan telah benar – benar murni dan tunggal.
KROMATOGRAFI
Teknik kromatografi yang sering digunakan dalam proses fraksinasi ataupun
subfraksinasi adalah kromatogafi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi gas-cair (KGC), dan kromatografi cair kenerja tinggi (KCKT). Tapi pada
modul penuntun praktikum ini hanya akan dibahas kromatogafi kertas (KKt),
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom (KK), dan kromatografi cair vakum
(KCV).
Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran komponen berdasarkan
perbedaan migrasi komponen-komponen tersebut dari fase diam oleh pengaruh fase
1
Kelompok senyawa yang dipisahkan.
Fase diam
Pita senyawa 3
Pita senyawa 2
Pita senyawa 1
Kapas/ Glasswool
2
Senyawa yang dipisahkan.
3
Proses sampai senyawa-senyawa yang dipisahkan benar-benar dikeluarkan dari sistem.
Fase diam
Pita senyawa 3
Pita senyawa 2
C. Pembuatan Eluen
Proses elusi dalam kromatografi kolom dapat dilakukan secara isokratik, landaian
bertahap atau landaian.
1. Elusi isokratik
Pada elusi isokratik, pelarut atau campuran pelarut yang digunakan selama
pengembangan berlangsung adalah tetap.
2. Elusi landaian
Dalam elusi landaian, campuran pelarut dibuat dalam seri landaian campuran
pelarut mulai dari yang bersifat kurang polar hingga bersifat polar, dalam
beberapa wadah pelarut.
Fraksi yang diperoleh dari proses fraksinasi baik ekstraksi cair - cair maupun
kromatografi kolom biasanya belum sepenuhnya berupa isolat murni. Senyawa lain yang
memiliki kepolaran yang berdekatan akan ikut terbawa kedalam fraksi. Bahkan untuk
senyawa yang mudah mengkristal sekalipun, selalu saja ada pengotor yang menempel
pada permukaan kristal yang dihasilkan. Oleh karena itu dibutuhkan proses pemisahan
dan pemurnian untuk memisahkan senyawa yang diinginkan dari senyawa lain yang tidak
diharapkan sehingga dihasilkan senyawa atau isolat murni.
Tehnik Pemisahan dan Pemurnian adalah mekanisme memisahkan suatu senyawa
dengan senyawa lain dalam rangka untuk menghasilkan suatu isolat yang murni.
Pemilihan tehnik pemisahan dan pemurnian didasarkan pada sifat dan karakteristik
senyawa yang akan dipisahkan, misalkan senyawa padat (kristal) tentu tehnik
pemurniannya berbeda dengan senyawa cair.
Beberapa tehnik pemisahan dan pemurnian didasarkan pada sifat fisik senyawa antara
lain adalah:
A. Filtrasi (penyaringan)
Filtrasi merupakan tehnik pemisahan suatu campuran didasarkan pada perbedaan
ukuran partikel, dimana partikel padat yang tertahan dinamakan sebagai residu,
sedangkan zat cair hasil penyaringan dinamakan sebagai filtrat.
B. Sentrifugasi
Sentrifugasi digunakan untuk memisahkan campuran berupa suspensi dalam jumlah
kecil. prinsip dari pemisahan ini adalah memisahkan suatu campuran endapan
dengan larutan didasarkan pada gaya sentrifuga, dimana partikel yang tersuspesi
dalam larutan akan mengendap didasar tabung terpisah dari larutannya.
C. Penguapan (Evaporasi)
penguapan merupakan metode pemisahan antara pelarut dengan senyawa terlarut
yang memiliki titik didih lebih tinggi dibandingkan pelarutnya tersebut. Ketika
pelarut telah menguap seluruhnya, maka yang tersisa hanyalah senyawa terlarut yang
berbentuk padatan maupun cairan.
B. KLT PREPARATIF
1. Siapkan pelat KLT tebal khusus untuk KLT preparatif
2. Totolkan fraksi hasil kromatografi kolom membentuk pita bergaris tepat 1 cm dari
ujung bawah pelat.
3. Siapkan Eluen yang sama dengan yang digunakan untuk pemantauan KLT pada
fraksi.
4. Jenuhkan Chamber terlebih dahulu dengan cara memasukkan kertas saring kedalam
chamber yang telah berisi eluen, kemudian didiamkan hingga kertas saring terbasahi
sempurna
5. Masukkan pelat KLT yang telah berisi totolan isolat kedalam chamber
6. Diamkan hingga pada pelat diperoleh bercak yang telah memisah sempurna.
7. Gunakan pereaksi penampak bercak (jika diperlukan) di bagian pinggir pelat, lalu
kemudian pantau bercak dengan menggunakan sinar uv 254 nm dan 366 nm
8. Kerok bercak pita yang diduga senyawa target, lalu masukkan kedalam erlenmeyer
9. Tambahkan pelarut etil asetat kedalam erlenmeyer, lalu saring larutan hingga silika
gel terpisah
10. Filtrat kemudian diuapkan hingga diperoleh kristal
TUGAS
Buat makalah terkait dengan mekanisme pembentukan kristal dari senyawa suatu
senyawa
- Makalah dibuat per kelompok
- Senyawa yang dibahas harus berbeda dari kelompok lain
- Minimal artikel yang menjadi sumber literature: 5 artikel yang terpublikasi
PROSEDUR PERCOBAAN
A. PENGUJIAN TITIK LELEH
1. Serbukkan kristal yang diperoleh dari hasil isolasi
2. Masukkan kedalam pipa kapiler sampai batas tanda, buat minimal 3 pipa kapiler
3. Siapkan alat melting blok, termometer, dan bunsen gas
4. Masukkan pipa kapiler yang telah berisi serbuk kristal kedalam lubang pengukuran
di melting blok
5. Panaskan melting blok, lalu tunggu sampai terjadi perubahan fasa pada serbuk
kristal
6. Ukur besarnya suhu dari mulai serbuk kristal meleleh hingga serbuk kristal berubah
semua menjadi cair
7. Rentang titik leleh adalah dimulai dari serbuk kristal pertama kali meleleh sampai
semua serbuk kristal berubah menjadi cairan
Cannell, R. J. P., 1998, Natural Products Isolation, Humana Press Inc., New Jersey.
Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Depkes RI,
Jakarta.
Gritter, R. J.; Bobbit, J. M.; Schwarting, A. E., 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi
ke-2, Penerbit ITB, Bandung.
Harborne, J. B.,1987, Metode Fitokimia, terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro,
Penerbit ITB, Bandung.
Ikan, R., Natural Products, A Laboratory Guide, Academic Press, London, 1976, 185
– 187
Kusumardiyani, S.; Nawawi, A., 1992, Kimia Bahan Alam, PAU Ilmu Hayati ITB,
Bandung.
List, P. H.; Schmidt, P. C., 1989, Phytopharmaceutical Technology, CRC Press, Inc.,
Boston
Marliana, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen
Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi
3 (1): 26-31, UNS Surakarta