Anda di halaman 1dari 35

Modul Praktikum

FITOKIMIA
2021/2022

Disusun oleh:
Apt., Kiki Mulkiya Y., M.Si
Apt., Indra Topik M., M.Si
Apt., Yani Lukmayani, M.Si

Laboratorium Farmasi Terpadu Unit B


Program Studi Farmasi – FMIPA
Universitas Islam Bandung
DAFTAR ISI

1. Penapisan Fitokimia .............................................................................. 1


Prosedur Penapisan Fitokimia............................................................... 5
2. Ekstraksi ................................................................................................ 6
Prosedur Ekstraksi................................................................................. 8
3. Pemantauan Ekstrak ............................................................................. 10
Prosedur Pemantauan Ekstrak.............................................................. 13
4. Fraksinasi dan Subfraksinasi ............................................................... 15
Prosedur Ekstraksi Cair-Cair .............................................................. 22
Prosedur Kromatografi Kolom Klasik ................................................ 23
Prosedur Kromatografi Cair Vakum ................................................... 25
5. Teknik Pemisahan dan Pemurnian ...................................................... 27
Prosedur Pemurnian ............................................................................ 29
6. Uji Kemurnian..................................................................................... 30
7. Daftar Pustaka ...................................................................................... 32
ALUR ISOLASI SENYAWA DARI TUMBUHAN

Tumbuhan

Pengeringan

Simplisia
➢ Skrining fitokimia
➢ Ekstraksi
➢ Pemantauan ekstrak
Ekstrak

➢ Fraksinasi
➢ Pemantauan fraksi
Fraksi

➢ Pemurnian
➢ Uji kemurnian

Isolat
➢ Karakterisasi
➢ Identifikasi
Isolat yang
telah
teridentifikasi
1 PENAPISAN FITOKIMIA

Skrining fitokimia atau penapisan fitokimia merupakan tahapan awal dalam


mengidentifikasi kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan karena pada tahap ini
dapat ditentukan golongan senyawa kimia yang dikandung. Metode ini merupakan salah
satu dari beberapa pendekatan yang lazim digunakan untuk mencari komponen senyawa
kimia tumbuhan yang memiliki aktivitas biologi.
Metode yang digunakan untuk penapisan fitokimia harus memenuhi beberapa
persyaratan berikut ini :
1. Sederhana dan cepat
2. Menggunakan peralatan yang sedikit mungkin
3. Selektif untuk kelompok senyawa tertentu
4. Memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan suatu senyawa tertentu
dalam kelompok senyawa yang sedang diperiksa
Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan uji warna, penentuan
kelarutan, bilangan Rf dan ciri spektrum UV, tetapi metode yang umum dilakukan adalah
dengan cara uji warna dengan menggunakan pereaksi yang spesifik karena dirasakan
lebih sederhana.
Senyawa kimia berdasarkan asal biosintesis, sifat kelarutan dan adanya gugus
fungsi kunci tertentu dapat digolongkan ke dalam beberapa golongan, yaitu:
1) Senyawa fenol, bersifat hidrofil dan biosintesisnya berasal dari asam sikimat (prazat
senyawa aromatik).
2) Terpenoid, bersifat lipid dan biosintesisnya berasal dari isopentenil pirofosfat.
3) Asam organik, lipid dan senyawa sejenis, biosintesisnya berasal dari asetat.
4) Senyawa nitrogen, bersifat basa dan bereaksi positif terhadap pereaksi ninhidrin atau
Dragendorff.
5) Gula dan turunannya, umumnya bersifat larut air.
6) Makromolekul, memiliki bobot molekul tinggi.
Sedangkan jika didasarkan atas biogenesisnya, senyawa bahan alam
dikelompokkan menjadi
1. Asetogenin : flavonoid, lipid, lignan, kuinon

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ............ 1


2. Karbohidrat : monosakarida, oligosakarida, polisakarida
3. Isoprenoid : terpenoid, steroid, karotenoid
4. Senyawa mengandung nitrogen : alkaloid, asam amino, protein, dan asam nukleat
Dari semua kelompok senyawa tersebut, skrining fitokimia pada umumnya hanya
dilakukan terhadap kelompok senyawa metabolit sekuder seperti fenol, terpenoid dan
senyawa nitrogen.
Senyawa fenol ditandai dengan struktur cincin aromatik yang mengandung satu
atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air. Yang
termasuk golongan ini adalah polifenol, flavonoid, tanin dan kuinon.
Terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)–CH=CH2 dan kerangka
karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Kemudian dibagi
ke dalam beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam senyawa
tersebut, yaitu: dua (C10), tiga (C15), empat (C20), enam (C30) atau delapan (C40)
satuan. Terpenoid terdiri dari beberapa macam senyawa, yaitu monoterpena dan
seskuiterpena (C10 dan C15) yang mudah menguap (komponen minyak atsiri); diterpena
(C20) yang lebih sukar menguap; triterpenoid, sterol dan saponin (C30) yang merupakan
senyawa tidak menguap; serta pigmen karotenoid yang merupakan tetraterpenoid (C40).
Senyawa nitrogen pada tumbuhan pada mulanya terdapat berupa amonia.
Senyawa nitrogen pada tumbuhan meliputi asam amino, amina, alkaloid, glikosida,
sianogen, porfirin, purina, pirimidina dan sitokinin serta klorofil (pigmen porfirin). Akan
tetapi kelas terbesar dari senyawa nitrogen dalam tumbuhan adalah alkaloid.
Masalah yang kemungkinan muncul pada penapisan fitokimia adalah kesalahan
dalam menafsirkan hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan positif tidak menutup
kemungkinan terjadinya reaksi positif palsu yang harus ditelaah lebih lanjut. Sedangkan
hasil pemeriksaan negatif dapat diartikan bahwa golongan senyawa yang diuji memang
tidak ada, atau kuantitas senyawa yang dimaksud tidak memenuhi batas deteksi dari
metode yang digunakan

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ............ 2


PROSEDUR PENAPISAN FITOKIMIA:
A. Alkaloid
Simplisia atau bahan uji lain ditempatkan pada tabung reaksi lalu diasamkan
dengan asam klorida 2N, lalu disaring. Filtrat dibasakan dengan larutan amonia 10%,
kemudian ditambahkan kloroform dan dikocok kuat-kuat. Lapisan kloroform dipipet
sambil disaring, kemudian kedalamnya ditambahkan asam klorida 2 N lalu dikocok kuat-
kuat sampai terdapat dua lapisan dan lapisan asam dipipet dan dibagi tiga bagian: pada
bagian 1 ditambahkan pereaksi Mayer dan adanya endapan putih atau kekeruhan
menandakan positif alkaloid, pada bagian 2 ditambahkan pereaksi Dragendorff dan
adanya endapan jingga-kuning atau kekeruhan menandakan positif alkaloid, dan bagian
3 digunakan sebagai blangko.

Pembuatan pereaksi Mayer: 1,36 g HgCl2 dilarutkan dalam 60 ml air dan 5 g KI


dilarutkan dalam 10 ml air, lalu kedua larutan tersebut dicampurkan dan digenapkan
dengan air hingga volumenya 100 ml.
Pembuatan pereaksi Dragendorff: 8 g Bi(NO3)3.H2O dilarutkan dalam 30% b/v
HNO3 dan 27,2 g KI dilarutkan dalam 50 ml air, lalu kedua larutan tersebut dicampurkan
dan dibiarkan selama 24 jam, saring, lalu digenapkan dengan air hingga volumenya 100
ml.
Prosedur di atas kadang memberikan reaksi positif palsu, yaitu sebenarnya tidak
mengandung alkaloid (seharusnya negatif). Senyawa kimia yang dapat memberikan
reaksi alkaloid positif palsu adalah kumarin, polifenol, purin, asam amino, protein dan
senyawa nitrogen lain yang mungkin dikandung juga oleh bahan uji.

B. Senyawa Polifenolat
Simplisia atau bahan uji lain ditempatkan pada tabung reaksi lalu ditambahkan
air secukupnya, lalu dipanaskan diatas penangas air dan disaring. Kepada filtrat
ditambahkan larutan pereaksi besi (III) klorida dan timbulnya warna hijau atau biru-
hijau, merah ungu, biru-hitam hingga hitam menandakan positif fenolat atau timbul
endapan coklat menandakan adanya polifenolat.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ............ 3


C. Flavonoid
1. 1 gram simplisa ditempatkan dalam gelas kimia, kemudian ditambahkan 100 ml
air panas dan dididihkan selama 10 menit
2. Campuran disaring, Filtrat ditampung sebagai LARUTAN C yang nantinya akan
digunakan untuk pemeriksaan golongan senyawa Flavonoid, Saponin, dan
antrakuinon
3. 5 ml larutan C dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan serbuk
magnesium dan 1 ml asam klorida pekat.
4. Ke dalam campuran ditambahkan amilalkohol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan
sampai terjadi pemisahan. Terbentuknya warna dalam lapisan amilalkohol
menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid.

D. Saponin
1. Diambil 5 ml larutan C, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi dan kocok secara
vertical selama 10 detik.
2. Dibiarkan selama 10 menit. Terbentuknya busa 1 cm yang stabil di dalam tabung
reaksi menunjukkan adanya golongan senyawa saponin. Dan busa tersebut masih
bertahan (tidak hilang) setelah ditambahkan beberapa tetes asam klorida.

E. Antrakuinon
1. 5 ml larutan C dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Ditambahkan beberapa tetes larutan Natrium Hidroksida 1 N. terbentuknya warna
kuning hingga merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon.

F. Tanin
1. 1 gram simplisia ditambahkan 100ml air panas, kemudian dididihkan selama 15
menit
2. Campuran didinginkan, kemudian saring dan filtrate dibagi menjadi 3 bagian
dalam tabung reaksi
3. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan larutan besi(III)klorida 1 %. Terbentuknya
warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya golongan senyawa
tannin

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ............ 4


4. Ke dalam filtrat kedua ditambahkan larutan gelatin 1 %. Terbentuknya endapan
putih menunjukkan keberadaan senyawa tannin
5. Ke dalam filtrat ketiga ditambahkan 15 ml pereaksi Steasny, lalu panaskan
dengan penangas. Terbentuknya endapan merah muda menunjukkan adanya
tannin katekat
6. Hasil uji filtrat ketiga disaring. Filtrate dijenuhkan dengan penambahan natrium
asetat, kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan besi(III)klorida 1 %.
Terbentuknya warna biru tinta menunjukkan adanya tannin galat.

Pembuatan pereaksi Steasny : 2 bagian formaldehid 30% dicampurkan dengan 1


bagian asam klorida pekat.

G. Monoterpena dan Seskuiterpena


Simplisia atau bahan uji lain digerus dengan eter lalu disaring. Filtrat ditempatkan
dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sampai kering, lalu ditambahkan larutan
vanillin 10% dalam asam sulfat pekat dan timbulnya warna-warna menandakan positif
senyawa mono dan seskuiterpen.

H. Triterpenoid dan Steroid


Simplisia atau bahan uji lain digerus dengan eter lalu disaring. Filtrat ditempatkan
dalam cawan penguap dan dibiarkan menguap sampai kering, lalu ditambahkan larutan
pereaksi Liebermann Burchard dan terjadinya warna merah-ungu menandakan positif
triterpenoid, sedangkan bila warna hijau-biru menunjukkan positif steroid.
Pembuatan pereaksi Liebermann Burchard: 1 ml asam asetat anhidrat dicampur
dengan 1 ml kloroform, lalu didinginkan pada suhu 0oC, lalu ditambahkan 1 tetes asam
sulfat pekat.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ............ 5


2 EKSTRAKSI
Untuk dapat mengisolasi kandungan zat kimia dari simplisia tanaman obat, proses
awal yang dilakukan adalah proses ekstraksi. Untuk melakukan proses ekstraksi ini,
simplisia yang telah dikeringkan kemudian dirajang untuk memperluas permukaan
kontaknya dengan pelarut dalam ekstraksi. Proses perajangan ini memegang peranan
besar, dimana simplisia berukuran kecil akan terekstraksi dengan lebih efisien daripada
simplisia berukuran besar.
Selain itu, pemilihan pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi juga
memegang peranan yang penting. Jika informasi tanaman obat yang akan diekstrak
berdasarkan perspektif etnobotani, maka proses ekstrasi harus disesuaikan dengan
penggunaannya secara tradisional. Kesalahan pada proses ekstraksi dapat
mengakibatkan kerusakan pada komponen zat aktif sehingga tidak akan menghasilkan
efek farmakologi.
Proses ekstraksi merupakan proses pengambilan senyawa kimia dari dalam bahan
simplisia baik tanaman, hewan, maupun mineral menggunakan pelarut tertentu. Selama
ekstraksi berlangsung, didalam bahan terjadi proses berikut ini, yaitu:
a. Penetrasi pelarut ke dalam sel-sel tanaman dan pengembangan (swelling) sel
tanaman
b. Proses disolusi / melarutnya senyawa yang tertarik (terekstraksi)
c. Difusi senyawa terlarut untuk keluar dari sel-sel tanaman

Pemilihan metode ekstraksi yang tepat tergantung dari :


1. Tekstur bahan yang digunakan
2. Sifat senyawa yang akan diisolasi, apakah bersifat termolabil atau termostabil
3. Jumlah Bahan yang digunakan
Secara alamiah, pada setiap bagian tanaman yang dipetik dari batang atau pohonnya
maka otomatis akan ada enzim yang bekerja mengurai senyawa kimia didalam tanaman.
Hal ini kita kenal sebagai reaksi enzimatik. Reaksi enzimatis kadang kala
menguntungkan apabila hasil akhir dari reaksi enzimatis tersebut mampu memperbaiki
mutu dari suatu bahan, misalnya adalah pada proses pengolahan biji coklat setelah

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ............ 6


pemanenan, pengolahan teh hitam, pengolahan daun vanila, biji kola, dan lain lain.
Namun reaksi enzimatis lebih sering dihindari dalam rangka melindungi senyawa yang
dianggap berkhasiat. Adapun proses untuk menghilangkan reaksi enzimatis diantaranya
adalah dengan mencelupkan bahan tanaman segar kedalam etanol mendidih serta
menurunkan kadar air bahan dibawah 10 %. Reaksi enzimatis seperti diketahui hanya
dapat terjadi apabila kandungan air di dalam bahan lebih dari 10 %.
Dalam proses ekstraksi kadangkala diperlukan perlakukan awal terhadap
simplisia seperti perendaman dan pengembangan simplisia tanaman obat yang bertujuan
untuk meningkatkan permeabilitas dinding sel.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Suhu, semakin tinggi suhu maka senyawa yang tahan panas akan lebih banyak
terekstraksi
b. Ukuran bahan, semakin kecil ukuran bahan maka luas permukaan akan semakin
besar dan dengan semakin besar luas permukaan bahan maka proses ekstraksi akan
semakin cepat, dan senyawa yang terekstraksi akan semakin banyak. Namun
partikel yang terlalu kecil juga dapat menghambat proses ekstraksi karena akan
menyumbat pori – pori pada saat proses penyaringan
c. Proses pengadukan, Proses pengadukan bertujuan untuk mencegah terjadinya
kesetimbangan konsentrasi antara didalam sel dengan diluar sel. Terjadinya
kesetimbangan akan menurunkan kecepatan difusi senyawa dari dalam bahan
d. Perbandingan pelarut dan linarut, semakin besar perbandingan antara pelarut
dengan linarut maka proses ekstraksi akan semakin cepat dan senyawa yang
terekstraksi akan semakin banyak
e. Penggantian Pelarut, penggantian pelarut diperlukan untuk menghindari terjadinya
kejenuhan pelarut.

METODE EKSTRAKSI
Ada beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan dalam pengerjaan isolasi
bahan alam. Apabila didasarkan atas energi yang digunakan dapat disebutkan antara lain
ekstraksi dengan cara dingin dan cara panas. Untuk cara dingin lazimnya digunakan
metode maserasi dan perkolasi, sedangkan untuk cara panas dapat digunakan beberapa
alat seperti refluks dan soxhlet.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ............ 7


Pemilihan metode ekstraksi tergantung dari bahan yang akan digunakan. Bahan
yang mengandung musilago dan mengembang dengan kuat hanya dapat dimaserasi,
sedangkan kulit batang dan akar sebaiknya diperkolasi. Untuk mengisolasi senyawa yang
tahan panas, sebaiknya dilakukan dengan ekstraksi cara panas menggunakan alat refluks,
sedangkan untuk simplisia yang mudah rusak karena pemanasan dapat menggunakan alat
soxhlet.
Ada beberapa cara khusus untuk membantu berhasilnya suatu pengerjaan
ekstraksi. Misalnya untuk isolasi komponen larut air dari jaringan daun, maka komponen
lipid harus dihilangkan lebih dulu dengan cara mencuci ekstrak berulang-ulang
menggunakan petroleum. Jika ekstraksi dilakukan dengan etanol langsung tanpa
pencucian, maka pada saat pemekatan ekstrak menggunakan penguap berputar akan
didapatkan komponen klorofil dan lipid melekat pada sisi labu.

PROSEDUR EKSTRAKSI
A. Maserasi
1. Alat maserator yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan dibilas dengan
etanol. Pasang sumbat kapas pada bagian bawah alat. Pastikan saluran pada bagian
bawah maserator tertutup.
2. Timbang sebanyak 300 g simplisia, masukkan ke dalam alat maserator, ratakan
permukaan simplisia di dalam maserator.
3. Tambahkan pelarut ke dalam maserator. Perbandingan antara simplisia dan pelarut
pada umumnya adalah 1 : 3. (Jika tidak mencukupi, pastikan simplisia terendam
dengan volume pelarut yang terukur)
4. Tutup bagian atas maserator untuk menghindari penguapan pelarut, aduk setiap
beberapa waktu tertentu, biarkan selama 24 jam.
5. Siapkan wadah penampung. Buka saluran pada bagian bawah maserator untuk
mengambil filtrat.
6. Setelah semua filtrat tertampung, tutup kembali saluran.
7. Ulangi prosedur no.3 sebanyak 2 kali.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ............8


B. Ekstraksi Sinambung dengan alat Soxhlet
1. Pastikan alat Soxhlet yang akan anda gunakan dalam keadaan bersih!!
2. Timbang simplisia, masukkan ke dalam tabung berpori (dibuat dari kertas saring
dengan ukuran yang sesuai), tempatkan di bagian dalam alat Soxhlet.
3. Bagian bawah alat Soxhlet disambungkan dengan labu destilasi yang berisi cairan
pelarut dan batu didih, sedangkan di bagian atas alat Soxhlet disambungkan dengan
kondensor. Perbandingan antara simplisia dan pelarut pada umumnya adalah 1 : 3.
4. Buka aliran air yang masuk ke kondensor, lalu nyalakan pemanas.
5. Lakukan proses ekstraksi hingga tetesan ekstraktan tidak berwarna lagi, kemudian
dinginkan. Simpan dalam wadah penampung.

C. Refluks
1. Pastikan alat refluks yang akan anda gunakan dalam keadaan bersih!!
2. Bilas labu destilasi yang akan digunakan dengan menggunakan etanol teknis,
masukkan batu didih.
3. Timbang sebanyak 300 g simplisia, masukkan ke dalam labu destilasi.
4. Tambahkan pelarut. Perbandingan antara simplisia dan pelarut pada umumnya
adalah 1 : 3.
5. Nyalakan pemanas, didihkan campuran di dalam labu selama kurang lebih 3 jam,
kemudian didinginkan.
6. Saring filtrat menggunakan kertas saring, simpan dalam wadah penampung

PROSEDUR PEMEKATAN EKSTRAK


1. Ekstrak cair dimasukkan ke dalam alat vaccuum rotary evaporator
2. Atur suhu evaporator pada suhu kurang lebih 30 – 40 oC
3. Jalankan vaccuum rotary evaporator
4. Setelah pelarut berkurang, tambahkan ekstrak cair
5. Prosedur 1 – 4 dilakukan hingga seluruh ekstrak cair yang diperoleh terpekatkan

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ............ 9


3 PEMANTAUAN EKSTRAK

Pemantauan ekstrak dilakukan untuk mengetahui komponen yang ada dalam


ekstrak. Pemantauan komponen ekstrak dilakukan dengan metode kromatografi lapis
tipis (KLT) dan atau kromatografi kertas. Proses/ mekanisme yang terjadi pada KLT
adalah adsorpsi, sedangkan pada kromatografi kertas adalah partisi. Penyangga yang
dapat digunakan pada KLT adalah: kaca, plastik dan alumunium. Fase diam/ penjerap
yang digunakan pada KLT : silica gel, alumina, kiselgur dan selulosa. Penjerap yang
paling banyak digunakan pada KLT adalah silica gel. Fase gerak yang digunakan pada
KLT sangat bergantung kepada kepolaran komponen dalam ekstrak. Biasanya KLT
digunakan untuk memantau komponen yang kurang polar, sedangkan kromatografi
kertas digunakan untuk komponen yang polar. Penyangga yang digunakan pada
kromatografi kertas untuk analitik adalah kertas Whatman No.1. Yang berperan sebagai
fase diam pada kromatografi kertas adalah lapisan tipis air pada penyangga. Fase gerak
yang digunakan pada kromatografi kertas antara lain : BAW, Forestal, asam asetat.

A. Kromatografi Kertas (KKt)


Proses pemisahan dikerjakan menggunakan kertas saring yang dirancang khusus
sebagai medium sekaligus berfungsi sebagai pendukung. Pada kromatografi kertas, fase
diam berupa zat cair, biasanya air yang tersuspensi pada serat dari selembar kertas saring
bermutu tinggi, dan membentuk sistem kromatografi cair-cair.
Pada prinsipnya sistem pengembang terdiri atas campuran pelarut yang mana
salah satu dari dua pelarut yang digunakan tidak bercampur atau bercampur sebagian
dengan pelarut lainnya, sehingga pengertian partisi dalam hal ini adalah senyawa –
senyawa dipartisikan misalnya didalam pelarut alkohol yang tidak bercampur dengan air
seperti butanol dan air. Sebagai contoh campuran pelarut yang umum digunakan adalah
n-butanol-asam asetat-air (4:5:1) yang lazim disingkat BAW.
Metode kromatografi kertas yang digunakan dapat satu dimensi atau dua dimensi
tergantung dari derajat kerumitan campuran senyawa yang dianalisis. Banyak senyawa
yang tidak dapat dipisahkan dari senyawa lainnya dalam suatu campuran karena harga
Rf nya sangat berdekatan atau nyaris sama. Untuk itu diperlukan pengerjaan dua dimensi,

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 10


yaitu setelah kromatogram dimensi pertama diperoleh, kertas diputas 900 kearah kanan,
kemudian dikromatografi kembali dengan menggunakan sistem pengembang yang
berbeda.
Harga Rf dari suatu senyawa dalam sistem pengembang yang satu akan berbeda
dengan harga yang diperoleh senyawa tersebut dalam sistem yang lain. Oleh karena itu
setiap harga Rf harus selalu menyertakan sistem pengembang yang digunakan. Adapun
beberapa faktor yang mempengaruhi Rf diantaranya adalah : suhu, kualitas kertas, pH
larutan, kualitas dan jenis air yang digunakan, arah serat pada kertas, metode
pengembangan, konsentrasi campuran yang akan dipisahkan, pengotor yang terdapat
pada kertas, terjadinya absorpsi bolak-balik pada kertas, reaksi kimi antara senyawa yang
akan dipartisi dengan kertas dan pertukaran ion dengan gugus asam pada selusosa.

B. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


KLT ini serupa dengan KKt dalam hal fase diamnya berupa lapisan tipis dan fase
geraknya mengalir karena kerja kapiler. Perbedaannya adalah dalam sifat dan fungsi fase
diam. Pada KLT, fase cair berupa lapisan tipis (tebal 0.1 – 2 mm) yang terdiri atas bahan
padat yang dilapiskan kepada permukaan dengan bantuan bahan pengikat, biasanya
kalsium sulfat atau amilum. Pada KLT lapisan itu biasanya berfungsi sebagai permukaan
padat yang menjerap dan membentuk sistem kromatografi cair-padat, walaupun dapat
pula dipakai sebagai penyangga zat cair.
Keuntungan penggunaan KLT adalah terutama mengenai kecepatan dan
sensitivitas. KLT menghasilkan pemisahan yang paling jelas dibandingkan KKt, waktu
yang dibutuhkan lebih cepat dan jumlah bahan yang diperlukan lebih sedikit. Adsorben
KLT juga relatif lebih beragam sehingga dapat dilakukan pemilihan adsorben sesuai
dengan kebutuhan.
Penggunaan KLT dan KKt yang umum adalah untuk tujuan kualitatif, kuantitatif,
dan preparatif. Penggunaan kualitatif didasarkan pada harga Rf yang didefinisikan
sebagai perbandingan jarak rambat yang diacapai oleh senyawa dengan jarak rambat
yang dicapai oleh pengembang. Namun perlu diingat bahwa harga Rf tidak selalu persis
sama diantara laboratorium ataumpun di dalam laboratorium yang sama dan oleh karena
itu harga Rf digunakan terutama sebagai petunjuk jarak migrasi relatif. Selain notasi Rf
dijumpai juga hRf atau Rx (Rf relatif). Sebagai fungsi tambahan untuk kualitatif, KLT

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ...........11


bisa digunakan sebagai orientasi pemilihan fase gerak untuk kromatografi kolom dan
sekaligus dapat digunakan dalam monitoring hasil pemisahan kromatografi kolom.
Penggunaan kuantitatif dapat dilakukan melalui penetapan visual dari ukuran
bercak dibanding senyawa pembanding. Namun cara ini ketepatannya rendah (10 –
30%). Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, dapat dilakukan metode
spetrofotodensitometri atau melalui pengerokan dan pengelusian dilanjutkan pengukuran
dengan metode spektroskopi.
Penampakan dengan iodium dilakukan dengan meletakkan kromatogram yang
telah dikeringkan di dalam bagian yang berisi kristal iodium. Setelah bejana ditutup, uap
iodium akan terjerap perlahan-lahan oleh bercak pada lapisan yang mengandung
senyawa organik, dan bercak akan tampak sebagai daerah coklat pada latar belakang
putih. Cara ini memerlukan waktu 5 – 10 menit dan berlaku agak umum untuk senyawa
organik. Iodium akan menyublim setelah pelat dikeluarkan dari bejana, dan bercak
memudar perlahan-lahan. Untuk sebagian besar kasus, metode ini tidak merusak, artinya
senyawa organik pada bercak tidak dirusak dan sering dapat diisolasi.
Metode penampakan khas dan pengarangan dengan asam sulfat lebih sering
dipakai pada lapisan yang lebih besar dan lebih stabil. Tetapi asam sulfat tidak dapat
digunakan pada KKt, karena dapat menghanguskan selulosa yang berfungsi sebagai
penyangga.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga Rf pada KLT diantaranya
adalah :
a. Kualitas fase diam /adsorben (ukuran partikel, pH dan kemurnian)
b. Ketebalan lapisan adsorben (ketebalan 0,25 – 3 mm). Ketebalan lapisan adsorben
akan berpengaruh pada kuantitas sampel uji. Semakin tebal plat klt maka sampel
yang tertampung akan semakin besar sehingga hasil kromatogram akan semakin
baik
c. Kejenuhan bejana. Suasana jenuh bertujuan untuk mencegah terjadinya
penguapan pelarut dikarenakan adanya ruang udara yang kosong didalam bejana.
Semakin jenuh bejana, maka proses kromatografi akan semakin berjalan cepat.
d. Teknik pengembangan
e. suhu (mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari adsorben), oleh karena itu pada saat
pengukuran Rf, suhu harus dicantumkan

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 12


f. Kualitas pelarut, kita mengenal adanya pelarut pro teknis dan pro analisis yang
didasarkan pada tingkat kemurniannya. Untuk proses kromatografi sebaiknya
menggunakan pelarut pro analisis sehingga faktor eksternal tidak terlalu
mempengaruhi hasil kromatografi

PROSEDUR PEMANTAUAN EKSTRAK


A. Kromatografi Kertas
1. Siapkan bejana (chamber)
2. Lapisi bejana dengan kertas saring
3. Siapkan fase gerak/ pengembang
4. Masukan fasa gerak/ pengembang ke dalam bejana dan tutup rapat. Biarkan bejana
jenuh dengan uap fase gerak/ pengembang sekitar 24 jam.
5. Sejumlah ekstrak kental dilarutkan dalam beberapa mL pelarut, sampai diperoleh
ekstrak yang tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer.
6. Totolkan ekstrak pada kertas Whatman No. 1 dengan menggunakan pipa kapiler
7. Biarkan totolan ekstrak mengering (pelarut menguap), masukkan kertas Whatman
yang sudah dititilkan kedalam bejana. (Perhatian : tinggi permukaan fase gerak/
pengembang dalam bejana harus lebih rendah daripada totolan bercak)
8. Biarkan fase gerak/ pengembang naik sampai sekitar 2 cm sebelum pinggir kertas
9. Angkat kertas, biarkan kertas mengering (fase gerak/ pengembang sudah menguap)
10. Lihat warna bercak di bawah sinar tampak, sinar ultraviolet λ 254 nm. 366 nm dan
dengan penampak bercak spesifik/ Khusus

B. Kromatografi Lapis Tipis


1. Siapkan bejana (chamber)
2. Celupkan kertas saring ke dalam bejana KLT
3. Siapkan fase gerak/ pengembang (pelarut tunggal atau campuran)
4. Masukkan fase gerak/ pengembang ke dalam bejana dan tutup rapat. Biarkan bejana
jenuh dengan uap fase gerak/ pengembang.
5. Siapkan pelat silika gel GF254 analitik
6. Sejumlah ekstak kental dilaritkan dalam beberapa mL pelarut sampai diperoleh
ekstrak yang tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 13


7. Totolkan eksrak pada pelat silika gel GF254 dengan mengguanakan pipa kapiler
8. Biarkan totolan ekstrak mengering (pelarut menguap)
9. Masukkan pelat yang sudah ditotolkan kedalam bejana. (Perhatian : tinggi
permukaan fase gerak/ pengembang dalam bejana harus lebih rendah
daripada totolan bercak)
10. Biarkan fase gerak/ pengembang naik sampai sekitar 2 cm sebelum pinggir pelat.
11. Angkat pelat, biarkan pelat mengering (fase gerak/ pengembang menguap)
12. Lihat warna bercak di bawah sinar tampak, sinar ultraviolet λ 254 nm. 366 nm dan
dengan penampak bercak asam sulfat 10 % dalam metanol

TUGAS
Silakan buat artikel resume mengenai pemanfaatan Kromatografi Lapis Tipis, HPLC
dan atau GC-MS sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasi kandungan senyawa
kimia di dalam tanaman obat dan contoh pemanfaatannya.
- Tugas dibuat per kelompok
- Minimal Artikel yang digunakan sebagai sumber literatur : 5 artikel publikasi

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 14


4 FRAKSINASI

Ekstrak yang dihasilkan dari proses ekstraksi biasanya mengandung banyak


senyawa baik bersifat polar, semi polar maupun non polar. Pada proses isolasi, campuran
semua senyawa tersebut harus dipisahkan antara satu golongan dengan golongan lainnya
berdasarkan tingkat kepolaran sehingga dihasilkan satu senyawa murni yang terpisah dari
senyawa lainnya. Adapun proses pemisahan senyawa berdasarkan sifat kepolarannya
tersebut disebut juga sebagai Proses Fraksinasi. Teknik Fraksinasi biasanya dilakukan
dengan menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran berbeda. Proses Fraksinasi
nantinya akan menghasilkan fraksi-fraksi dengan sifat kepolaran yang berbeda – beda.

EKSTRAKSI CAIR – CAIR (ECC)


Ekstraksi Cair –cari merupakan salah satu metode paling sederhana yang sering
digunakan dalam proses fraksinasi ekstrak. Pada ekstraksi cair-cair, fasa yang digunakan
adalah dua pelarut yang tidak saling bercampur, biasanya digunakan air dan pelarut
organik. Dalam ekstraksi cair-cair ini, prinsip like dissolve like sangat berperan. Artinya
adalah suatu senyawa akan lebih larut dalam pelarut yang memiliki sifat mirip, misalnya
senyawa yang memiliki sifat polar akan cenderung lebih larut di pelarut yang memiliki
sifat polar juga.

add second
immiscible
solvent

shake

Gambar 1 Proses yang terjadi dalam ECC

Pelarut yang digunakan pada ECC selalu dimulai dari pelarut dengan tingkat
kepolaran rendah (non polar), kemudian dilanjutkan dengan pelarut semi polar dan polar.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 15


Keberhasilan proses isolasi senyawa dari simplisia sangat bergantung pada
pemilihan fraksi. Adapun proses pemilihan fraksi dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Kromatografi baik KLT maupun KKt. Proses pemilihan fraksi pada saat
kromatografi dilakukan dengan dua cara :
g. Menggunakan senyawa pembanding
h. Memilih senyawa yang memiliki intensitas warna yang kuat dan mencolok.

SUB FRAKSINASI
Kadang-kadang dengan satu kali saja dilakukan fraksinasi, misalnya dengan
menggunakan teknik ekstraksi cair-cair, dapat diperoleh suatu senyawa dengan jumlah
yang cukup besar yang selanjutnya tinggal dilakukan tahap pemurnian, misalnya dengan
rekristalisasi yang sederhana. Tapi dalam kenyataannya, sering kali fraksi yang terpilih
dari proses fraksinasi tentunya masih belum murni, sehingga diperlukan proses fraksinasi
lanjutan yang berulang-ulang, baik dengan teknik yang sama ataupun kombinasi dengan
teknik fraksinasi lainnya.
Oleh karena itu, pada tahapan selanjutnya perlu dilakukan proses fraksinasi
kembali terhadap fraksi – fraksi terpilih. Adapun proses fraksinasi terhadap fraksi disebut
sebagai Tahapan Subfraksinasi. Tahapan subfraksinasi ini akan menghasilkan subfraksi
– subfraksi dengan kandungan senyawa lebih sedikit dibandingkan fraksi sebelumnya.
Fraksi yang dihasilkan dari proses ini selanjutnya dilakukan proses pemurnian
menggunakan beberapa teknik pemurnian. Hasil pemurnian selanjutnya diuji
kemurniannya dengan beberapa teknik uji kemurnian, sehingga dapat dipastikan bahwa
isolat yang dihasilkan telah benar – benar murni dan tunggal.

KROMATOGRAFI
Teknik kromatografi yang sering digunakan dalam proses fraksinasi ataupun
subfraksinasi adalah kromatogafi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi gas-cair (KGC), dan kromatografi cair kenerja tinggi (KCKT). Tapi pada
modul penuntun praktikum ini hanya akan dibahas kromatogafi kertas (KKt),
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom (KK), dan kromatografi cair vakum
(KCV).
Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran komponen berdasarkan
perbedaan migrasi komponen-komponen tersebut dari fase diam oleh pengaruh fase

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 16


gerak. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara memanfaatkan sifat fisika
umum dari molekul, seperti:
1. Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan),
2. Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi/
penjerapan),
3. Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian).

Tujuan penggunaan Kromatografi dalam proses isolasi senyawa diantaranya adalah:


1. Pemantauan senyawa kimia metabolit sekunder didalam simplisia dan ekstrak
2. Pemilihan fraksi hasil fraksinasi
3. Pemurnian senyawa dari pengotor
4. Uji kemurnian isolat yang dihasilkan

Metode kromatografi adalah suatu metode untuk pemisahan, namun pada


dasarnya dapat digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan: Senyawa apa yang ada?
(kualitatif); Berapa banyaknya? (kuantitatif); dan Bagaimana kita memperoleh senyawa
yang murni? (preparatif).
Pemakaian kromatografi secara kualitatif bertujuan untuk :
a. Mengidentifikasi ada atau tidaknya senyawa tertentu dalam sampel
Pada KLT dan KKt biasanya dilakukan dengan membandingkan kromatogram
senyawa murni (pembanding) dengan campuran, sementara untuk KG dan KCKT
dapat dilakukan dengan membandingkan waktu retensi atau volume retensi
senyawa murni (pembanding) dengan komponen campuran. Agar dapat terdeteksi
dalam campuran, banyaknya senyawa tersebut harus memadai supaya dapat diukur.
Kesimpulan dari cara kerja sederhana ini harus selalu dipastikan dengan metode
lain.
b. Memberikan informasi mengenai kerumitan suatu campuran
Jumlah bercak atau puncak menunjukkan jumlah minimum komponen campuran,
dan jumlah itu harus dikatakan minimum karena tidak mungkin memastikan bahwa
masing – masing puncak atau bercak itu senyawa tunggal atau bukan
c. Mengkaji kemurnian suatu senyawa
d. Menetapkan pola sidik jari campuran yang rumit yang komponennya mungkin
diketahui atau diketahui sebagian

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 17


Misalnya dilakukan pengujian terhadap urin, darah, atau obat dan dibandingkan
dengan pola normal. Keuntungan kromatografi sebagai metode kualitatif adalah
jumlah cuplikan sedikit dan waktu analisis yang pendek. Batas terendah sampel
dibatasi oleh kepekaan sistem deteksi yang dipakai.

Pemakaian Kromatografi secara preparatif untuk memperoleh komponen


campuran dalam jumlah yang memadai (mg sampai g) dalam keadaan murni. Dan
pemakaian kromatografi secara kuantitatif bertujuan untuk mengungkapkan banyaknya
masing-masing komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Keuntungan metode
kuantitatif ini ialah dapat menganalisis langsung suatu komponen campuran atau hasil
suatu reaksi tanpa harus melakukan fraksinasi terlebih dahulu, sehingga dapat lebih
menjamin ketelitian hasil pemeriksaan.
Kromatografi cair (KKt, KLT, KK) dapat dikembangkan dengan pelarut tunggal,
campuran pelarut (keduanya kadang-kadang disebut system isokratik), atau lebih sering
dengan campuran kedua pelarut yang terus-menerus berubah susunannya, biasanya
terdiri atas dua atau tiga pelarut. Jika dipakai campuran pelarut yang berubah, dikatakan
bahwa pengembangan dilakukan dengan menggunakan pengembangan landaian atau
elusi landaian.

Kromatografi Cair Kolom


Kromatografi kolom klasik merupakan yang tertua dari cara kromatografi yang
bermacam-macam, dan seperti yang dipraktekkan secara tradisional merupakan bentuk
kromatografi cair. Fase diam, baik adsorben ataupun lapisan zat cair pada penyangga,
ditempatkan di dalam tabung kaca berbentuk silinder, pada bagian bawah tertutup dengan
katup, dan fase gerak dibiarkan mengalir ke bawah melaluinya karena gaya berat. Kolom
kromatografi biasanya dibuat dengan menuangkan lumpuran atau suspensi fase diam
dalam pelarut yang sesuai ke dalam kolom dan dibiarkan memampat. Selanjutnya
permukaan pelarut diturunkan sampai tepat pada bagian atas penjerap, dan cuplikan1
yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai diletakkan pada bagian atas kolom dan
dibiarkan mengalir ke dalam lapisan atas penjerap atau penyangga. Kemudian fase gerak
dimasukkan dan dibiarkan mengalir mengembangkan kromatogram. Pada kondisi yang

1
Kelompok senyawa yang dipisahkan.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 18


dipilih dengan baik, linarut2 yang merupakan komponen campuran, turun berupa pita
dengan laju yang berlainan dan dengan demikian dipisahkan. Linarut biasanya
dipisahkan dengan cara membiarkannya mengalir keluar kolom dan mengumpulkannya
sebagai fraksi, seringkali dengan memakai pengumpul fraksi mekanis.
Kromatografi cair terbuka sudah biasa digunakan secara luas karena caranya yang
sederhana. Dengan kolom silica gel biasanya 30 mg cuplikan per gram penjerap (50 –
200 µm) dapat dipisahkan, tapi beban yang tinggi ini bisa dipisahkan dengan baik jika
Rf komponennya berbeda jauh. Yang lebih aman biasanya jika bebannya 10 mg cuplikan
per gram penjerap. Untuk terpena hidrokarbon dan terpena teroksidasi bebannya bisa 1
g minyak atsiri dipakai 10 g silica gel.
Pembatasan kromatografi kolom ini utamanya adalah:
1. Pemisahan lambat dengan berbagai risiko, seperti kemungkinan penguraian senyawa
yang dipisahkan,
2. Adanya penjerapan linarut yang tidak bolak – balik,
3. Tidak dapat digunakan jika partikel terlalu kecil.

Campuran yang dipisahkan

Fase diam
Pita senyawa 3

Pita senyawa 2

Pita senyawa 1
Kapas/ Glasswool

Senyawa 1 yang telah terelusi

Gambar 2 Kromatografi Cair Kolom

2
Senyawa yang dipisahkan.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 19


Dari gambar di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: Senyawa 1 bersifat lebih
nonpolar dibandingkan dengan senyawa 2 dan 3, karena itu senyawa 1 tidak terlalu
terjerap pada fase diam dan dapat terelusi lebih cepat dibandingkan senyawa 2 dan 3.
Penampungan fraksi – fraksi hasil kromatografi kolom dapat dilakukan
berdasarkan waktu (contoh: fraksi ditampung per 10 menit), volume (contoh: fraksi
ditampung per 10 mL), atau warna. Elusi3 dilakukan terus – menerus sampai semua
senyawa terelusi atau senyawa yang diinginkan terelusi. Jika campuran yang dielusi
berwarna, maka pengelusian terus dilakukan sampai semua warna terelusi. Tetapi jika
kita menangani senyawa tak berwarna, eluen yang keluar dari dasar kolom harus dipantau
untuk mengetahui di mana linarut itu berada. Ini dapat dilakukan secara terus-menerus
dengan memakai detector yang cocok atau dengan membagi eluen menjadi sejumlah
cuplikan yang berurutan dan menganalisisnya, biasanya dengan KLT, atau dengan
menimbang masing-masing fraksi setelah pelarutnya diuapkan.
Kromatogram lapis tipis dan kertas lebih sering dikembangkan dengan pelarut
tunggal atau campuran pelarut yang tetap, sedangkan kromatografi kolom biasanya
dikembangkan dengan campuran pelarut yang terus-menerus berubah dengan cara
landaian.

Kromatografi Kolom Kering


Kromatografi kolom pada dasarnya bisa dilakukan dengan cara basah (klasik) dan
cara kering, perbedaan yang nyata antara keduanya adalah cara basah dilakukan elusi,
yaitu komponen senyawa akan keluar dari sistem karena terelusi oleh pelarut, sedangkan
cara kering tidak sampai keluar sistem melalui elusi.
Untuk kromatografi kolom kering, kolom diisi dengan bahan kemasan kering,
cuplikan dimasukkan sebagai larutan pekat atau setelah dikeringkan dengan sedikit
penjerap, kemudian pengelusi dibiarkan bergerak melalui kolom sampai cairan pengelusi
hamper mencapai bagian alas kolom. Elusi dihentikan kemudian pita – pita hasil
pemisahan dikeluarkan dengan cara dipotong atau didorong keluar kolom. Jadi pada
kromatografi kolom kering tidak ada elusi keluar kolom. Pita – pita diekstraksi dengan
pelarut yang cocok. Ini bisa dianggap ekstrapolasi langsung dari KLT preparatif terutama
dengan penjerap aluminium. Pengelusinya sama dengan untuk KLT.

3
Proses sampai senyawa-senyawa yang dipisahkan benar-benar dikeluarkan dari sistem.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ......... 20


Campuran yang dipisahkan

Fase diam
Pita senyawa 3

Pita senyawa 2

Kapas/ Glasswool & Pita senyawa 1


garis terdepan pelarut

Gambar 3 Kromatografi Kolom Kering

Kromatografi Cair Vakum (KCV)


Prinsip dasar KCV adalah meningkatkan laju aliran dengan mengurangi tekanan
di dalam labu penampung fraksi, sedangkan tekanan di atas kolom adalah tekanan
atmosfer biasa (bukan diberi tekanan khusus dari atas kolom).

Kolom kromatografi dikemas kering (biasanya dengan penjerap KLT 10 – 40 µm)


dengan menggunakan vakum agar diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Vakum
dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penjerap lalu
divakumkan lagi. Kolom dihisap sampai kering dan sekarang siap dipakai. Cuplikan
dilarutkan dalam pelarut yang cocok dimasukkan langsung pada bagian atas kolom atau
dicampur dulu dengan penjerap yang sama atau prapenjerap seperti celite, dan dihisap ke
dalam kemasan perlahan – lahan dengan memvakumkannya. Kolom dielusi dengan
campuran pelarut yang cocok mulai dengan pelarut yang kepolarannya rendah dan
kepolaran ditingkatkan perlahan – lahan sambil kolom dihisap sampai kering untuk setiap
fraksinya. Fraksi – fraksi yang didapat bisa digunakan atau dianalisis lebih lanjut.
Pemakaian utama KCV adalah untuk fraksinasi atau penyederhanaan komponen
ekstrak, meskipun seringkali diperoleh langsung senyawa tunggal dalam bentuk kristal.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 21


PROSEDUR EKSTRAKSI CAIR-CAIR
1. Siapkan corong pisah ukuran 250 ml dalam keadaan bersih. Sebelum digunakan,
bilas terlebih dahulu menggunakan etanol teknis, keringkan.
2. Timbang sebanyak 2 g ekstrak kental, larutkan dalam 100 mL air.
3. Masukkan ke dalam corong pisah (pastikan keran bagian bawah corong pisah dalam
keadaan tertutup!!)
4. Tambahkan 100 mL pelarut lain yang tidak bercampur dengan air (misalnya:n-
heksana)
5. Pasangkan penutup corong pisah, tekan penutup dengan telunjuk tangan kanan, jari
lain menggenggam badan corong pisah.
6. Kocok corong pisah dengan kuat (tapi tetap hati-hati!!)
7. Buka keran untuk mengurangi tekanan uap yang terjadi di dalam corong pisah.
8. Setelah beberapa kali pengocokan, simpan corong pisah dengan tegak pada klem,
biarkan hingga kedua lapisan terpisah dengan jelas.
9. Tampung lapisan bawah pada wadah bersih, untuk diuapkan
10. Lakukan prosedur no. 3 – 9 dengan menggunakan pelarut dengan kepolaran yang
berbeda (misalnya: etilasetat)

Gb.4. Cara menggunakan corong pisah yang baik

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 22


PROSEDUR PENGERJAAN KROMATOGRAFI KOLOM KLASIK
A. Pengemasan Kolom dengan Cara Basah
1. Siapkan sejumlah volume (… mL) eluen yang komposisinya diperoleh dari data
pustaka atau dari data KLT
2. Siapkan sejumlah botol vial ukuran 10 mL
3. Timbang sejumlah ekstrak kental (v gram) larutkan dalam sedikit eluen (point a)
atau pelarut lain
4. Timbang sejumlah adsorben silica gel 60 (w gram), masukkan kedalam sebagian
eluen, aduk, diperoleh lumpuran adsorben
5. Sumbat ujung kolom dengan kapas bebas lemak
6. Masukkan eluen ke dalam kolom, sambil biarkan kran dibuka sedikit sehingga
eluen turun
7. Masukkan lumpuran adsorben sedikit demi sedikit ke dalam kolom, sampai
diperoleh adsorben yang padat dan tidak ada udara yang terjebak
8. Turunkan eluen sampai lapian tipis permukaan eluen diatas permukaan adsorben
9. Tutup kran
10. Masukkan sedikit demi sedikit larutan ekstrak diatas permukaan adsorben
11. Tambahkan sedikit demi sedikit eluen, sampai permukaan eluen minimum sekitar
2cm diatas permukaan larutan ekstrak
12. Buka kran. Eluen akan turun. (Eluen di atas permukaan adsorben tidak boleh sampai
kering. Jangan lupa selalu menambahkan eluen pada bagian atas kolom)
13. Tampung fraksi – fraksi pada botol vial
14. Fraksi yang diperoleh dipekatkan dan ditimbang
15. Lakukan pemantauan fraksi dengan KLT atau kromatografi kertas
16. Lihat warna bercak di bawah sinar tampak, sinar ulatraviolet λ 254 nm, 366 nm,
dengan penampak bercak asam sulfat 10 % dalam metanol atau penampak bercak
spesifik/ khusus

B. Penambahan Sampel (Linarut)


1. Jika sampel mudah larut dalam pelarut yang akan digunakan pada
kromatografi, pelarut dapat digunakan untuk memasukkan sampel dengan cara:
a. Sampel dilarutkan dalam sedikit pelarut (biasanya hingga konsentrasi 5%)

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 23


b. Tambahkan ke bagian atas kolom dengan cara dipipet dan biarkan mengalir
ke bagian atas penjerap.
Perhatian: Pemipetan sampel ke dalam kolom harus dilakukan secara
hati-hati aga tidak mengganggu permukaan kolom!!!
2. Jika sampel tidak mudah larut dalam pelarut yang akan digunakan pada
kromatografi, maka sampel dapat dicampur dengan sedikit penjerap melalui
cara sbb:
a. Larutkan sampel dalam pelarut mudah menguap apa saja yang sesuai.
b. Tambahkan sedikit demi sedikit larutan ke dalam serbuk penjerap
(sejumalh 5-10 kali sampel), aduk homogen.
c. Hilangkan pelarut dengan cara menguapkannya (misalnya di atas
pengangas air)
d. Jika pelarut telah hilang, serbuk penjerap yang mengandung sampel
tersebut dapat diletakkan di bagian atas kolom. Dalam hal ini, tidak perlu
menambahkan kertas saring di bagian atas kolom.

C. Pembuatan Eluen
Proses elusi dalam kromatografi kolom dapat dilakukan secara isokratik, landaian
bertahap atau landaian.
1. Elusi isokratik
Pada elusi isokratik, pelarut atau campuran pelarut yang digunakan selama
pengembangan berlangsung adalah tetap.
2. Elusi landaian
Dalam elusi landaian, campuran pelarut dibuat dalam seri landaian campuran
pelarut mulai dari yang bersifat kurang polar hingga bersifat polar, dalam
beberapa wadah pelarut.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 24


Buat seri campuran pelarut seperti berikut, masing-masing sebanyak 20 mL:
n-heksana Etilasetat metanol
10 0 0
6 4 0
4 6 0
0 10 0
0 6 4
0 4 6
0 0 10

D. Pengembangan (Elusi) Kromatogram


1. Masukkan satu persatu isi wadah pelarut tersebut ke dalam kolom secara
berkesinambungan, tidak ada jeda!! Buka keran bagian bawah kolom.
2. Tampung eluat yang keluar menggunakan botol vial 5 mL, biarkan menguap
hingga kering.
3. Sambil menunggu pelarut dalam eluat menguap, pantau kandungan dalam eluat
dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
4. Fraksi eluat yang mengandung senyawa yang sama, digabungkan dan pelarutnya
diuapkan.

PROSEDUR KROMATOGRAFI CAIR VAKUM


1. Siapkan seperangkat alat KCV
2. Sejumlah ekstrak kental (u gram) dimasukkan ke dalam mortir, tambahkan
sedikit pelarut. Tambahkan sedikit demi sedikit serbuk adsorben (silika gel H)
sambil diaduk (maksimum penambahan serbuk silika gel untuk pembuatan
serbuk ekstrak adalah 1:1), diperoleh serbuk ekstrak \siapkan macam – macam
komposisi eluen yang akan digunakan (masing – masing dalam botol bermulut
lebar)
3. Masukkan dan ratakan serbuk adsorben (z gram) ke dalam kolom KCV
4. Jalankan alat vakum, atur ketinggian serbuk adsorben sampai diperoleh
sedemikian rupa tinggi adsorben dalam kolom lebih kurang 5 – 6 cm
5. Matikan alat vakum
6. Masukkan dan ratakan serbuk ekstrak di atas adsorben
7. Letakkan kertas saring diatas serbuk ekstrak
8. Jalankan vakum

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 25


9. Masukkan komposisi eluen yang pertama. (Jangan lupa melebihkan volume
eluen ke 1 sebanyak 2x lipat) Botol kosong bekas tempat eluen ditaruh di
bawah kran, gunakan untuk menampung eluen dan komponen yang terekstraksi
10. Biarkan eluen terkumpul dalam kolom penampung, sampai tidak ada lagi eluen
yang menetes
11. Matikan alat vakum. Buka kran pada kolom penampung. Tampung eluen dan
komponen terekstraksi
12. Lakukan hal yang sama untuk komposisi eluen selanjutnya
13. Fraksi – fraksi yang diperoleh dipekatkan dan ditimbang
14. Lakukan pemantauan fraksi dengan KLT atau kromatografi kertas

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 26


TEKNIK PEMISAHAN DAN
5 PEMURNIAN

Fraksi yang diperoleh dari proses fraksinasi baik ekstraksi cair - cair maupun
kromatografi kolom biasanya belum sepenuhnya berupa isolat murni. Senyawa lain yang
memiliki kepolaran yang berdekatan akan ikut terbawa kedalam fraksi. Bahkan untuk
senyawa yang mudah mengkristal sekalipun, selalu saja ada pengotor yang menempel
pada permukaan kristal yang dihasilkan. Oleh karena itu dibutuhkan proses pemisahan
dan pemurnian untuk memisahkan senyawa yang diinginkan dari senyawa lain yang tidak
diharapkan sehingga dihasilkan senyawa atau isolat murni.
Tehnik Pemisahan dan Pemurnian adalah mekanisme memisahkan suatu senyawa
dengan senyawa lain dalam rangka untuk menghasilkan suatu isolat yang murni.
Pemilihan tehnik pemisahan dan pemurnian didasarkan pada sifat dan karakteristik
senyawa yang akan dipisahkan, misalkan senyawa padat (kristal) tentu tehnik
pemurniannya berbeda dengan senyawa cair.
Beberapa tehnik pemisahan dan pemurnian didasarkan pada sifat fisik senyawa antara
lain adalah:
A. Filtrasi (penyaringan)
Filtrasi merupakan tehnik pemisahan suatu campuran didasarkan pada perbedaan
ukuran partikel, dimana partikel padat yang tertahan dinamakan sebagai residu,
sedangkan zat cair hasil penyaringan dinamakan sebagai filtrat.
B. Sentrifugasi
Sentrifugasi digunakan untuk memisahkan campuran berupa suspensi dalam jumlah
kecil. prinsip dari pemisahan ini adalah memisahkan suatu campuran endapan
dengan larutan didasarkan pada gaya sentrifuga, dimana partikel yang tersuspesi
dalam larutan akan mengendap didasar tabung terpisah dari larutannya.
C. Penguapan (Evaporasi)
penguapan merupakan metode pemisahan antara pelarut dengan senyawa terlarut
yang memiliki titik didih lebih tinggi dibandingkan pelarutnya tersebut. Ketika
pelarut telah menguap seluruhnya, maka yang tersisa hanyalah senyawa terlarut yang
berbentuk padatan maupun cairan.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 27


D. Kristalisasi
Kristalisasi adalah suatu fenomena pembentukan struktur kristal yang dimulai
dengan tahapan pembentukan kondisi lewat dingin, dimana suhu diturunkan sampai
dibawa titik leleh kristal, nukleasi atau pembentukan struktur inti kristal,
pertumbuhan kristal, dan terakhir adalah rekristalisasi atau pengaturan kembali
struktur kristal sampai mencapai energi terendah. Metode kristalisasi ini merupakan
metode pemisahan dan pemurnian yang didasarkan pada perbedaan kelarutan antar
senyawa didalam pelarut yang digunakan. metode ini dilakukan untuk senyawa yang
mudah mengkristal seperti piperin, kafein, dll. Adapun beberapa cara pengkristalan
yang digunakan diantaranya adalah pendinginan, penguapan, penambahan pelarut
lain yang dapat mengubah kepolaran, dan salting out (pengusiran dengan garam)
E. Pelarutan
Proses pemisahan ada juga yang berdasarkan perbedaan kelarutan suatu zat dengan
zat lain pada pelarut tertentu, sehingga akan terpisah antara senyawa yang terlarut
dalam pelarut dengan yang tidak terlarut.
F. Kromatografi Preparatif
Kromatografi merupakan metode pemisahan yang didasarkan pada perbedaan jarak
retensi antara senyawa satu dengan senyawa lain terhadap fase diam dimana
senyawa tersebut sebelumnya terlarut didalam fase gerak. Kromatografi preparatif
merupakan metode kromatografi untuk mendapatkan isolat murni, dimana pada
kromatografi preparatif ini setiap senyawa akan terpisah menurut tingkat
kepolarannya membentuk urutan pita pita. Pita tersebut selanjutnya dipisahkan
untuk selanjutnya dilarutkan pada pelarut yang sesuai sehingga akhirnya diperoleh
isolat murni. Sebelum dilakukan kromatografi lapis tipis, sebaiknya dilakukan
pemantauan fraksi menggunakan KLT dengan eluen yang sesuai sehingga diperoleh
sistem eluen yang mampu memisahkan antar senyawa dalam jarak yang cukup jauh.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ..........28


PROSEDUR PERCOBAAN
A. KRISTALISASI SENYAWA
1. Panaskan Fraksi hasil kromatografi kolom menggunakan penangas air hingga
seluruh pelarut menguap dan diperoleh isolat yang sudah bebas dari pelarut
2. Selanjutnya dinginkan Isolat cair menggunakan pendingin butiran es pada wadah,
sehingga diperoleh butir - butir kristal.
3. Butir - butir kristal yang diperoleh selanjutnya direkristalisasi dengan cara dilarutkan
didalam pelarut n-heksana : etilasetat (1:1)
4. Uapkan kembali pelarut n-heksana : etilasetat hingga diperoleh kristal yang lebih
murni.

B. KLT PREPARATIF
1. Siapkan pelat KLT tebal khusus untuk KLT preparatif
2. Totolkan fraksi hasil kromatografi kolom membentuk pita bergaris tepat 1 cm dari
ujung bawah pelat.
3. Siapkan Eluen yang sama dengan yang digunakan untuk pemantauan KLT pada
fraksi.
4. Jenuhkan Chamber terlebih dahulu dengan cara memasukkan kertas saring kedalam
chamber yang telah berisi eluen, kemudian didiamkan hingga kertas saring terbasahi
sempurna
5. Masukkan pelat KLT yang telah berisi totolan isolat kedalam chamber
6. Diamkan hingga pada pelat diperoleh bercak yang telah memisah sempurna.
7. Gunakan pereaksi penampak bercak (jika diperlukan) di bagian pinggir pelat, lalu
kemudian pantau bercak dengan menggunakan sinar uv 254 nm dan 366 nm
8. Kerok bercak pita yang diduga senyawa target, lalu masukkan kedalam erlenmeyer
9. Tambahkan pelarut etil asetat kedalam erlenmeyer, lalu saring larutan hingga silika
gel terpisah
10. Filtrat kemudian diuapkan hingga diperoleh kristal

TUGAS
Buat makalah terkait dengan mekanisme pembentukan kristal dari senyawa suatu
senyawa
- Makalah dibuat per kelompok
- Senyawa yang dibahas harus berbeda dari kelompok lain
- Minimal artikel yang menjadi sumber literature: 5 artikel yang terpublikasi

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 29


6 UJI KEMURNIAN
Senyawa murni merupakan tujuan akhir dari sebuah proses isolasi dari bahan
alam. Isolat murni adalah isolat yang hanya mengandung satu senyawa tanpa adanya
gangguan senyawa lain. Untuk menguji apakah suatu isolat mengandung senyawa murni
atau masih ada campuran senyawa lain, maka dapat dilakukan uji kemurnian. Uji
kemurnian ini dilakukan dalam rangka untuk memastikan bahwa isolat yang dihasilkan
tidak terkontaminasi oleh senyawa lain yang tidak diharapkan.
metode yang digunakan untuk menguji tingkat kemurnian suatu isolat atau kristal
senyawa adalah sebagai berikut :
1. Penetapan rentang titik lebur
Titik lebur merupakan identitas fisikokimia yang khas dimiliki oleh suatu senyawa
tertentu. Pengukuran rentang titik lebur akan memperlihatkan akan keberadaan suatu
pengotor atau kontaminan pada kristal senyawa. Suatu senyawa murni akan memiliki
rentang titik lebur yang pendek.
2. KLT satu dimensi
KLT satu dimensi digunakan untuk menguji kemurnian suatu isolat berdasarkan pada
sifat kepolaran senyawa dalam isolat tersebut. Pada KLT satu dimensi terlebih dahulu
isolat diuji mengunakan eluen non polar terlebih dahulu, kemudian ke eluen semi
polar, lalu terakhir ke eluen polar. Suatu isolat murni akan memberikan hanya satu
bercak pada semua hasil pengembangan dengan semua eluen.
3. KLT dua dimensi
KLT dua dimensi digunakan untuk mengidentifikasi kemurnian suatu isolat dengan
menggunakan eluen dengan kepolaran berbeda dan arah berbeda. Untuk tahapan
pertama terlebih dahulu diuji dengan menggunakan eluen nonpolar, kemudian
dengan arah 90 derajat dari arah pertama, pelat dikembangkan kembali dengan eluen
yang semi polar.
4. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi)
KCKT dapat digunakan untuk analisis kemurnian suatu isolat. Prinsip pengujian
dengan KCKT didasarkan pada perbedaan kepolaran dari setiap senyawa yang
terdapat didalam isolat yang akan memberikan waktu retensi yang berbeda pula. Oleh

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung ......... 30


karena itu, suatu isolat dapat dikatakan murni jika hasil pengujian KCKT
menunjukkan hanya terdapat satu puncak lancip

PROSEDUR PERCOBAAN
A. PENGUJIAN TITIK LELEH
1. Serbukkan kristal yang diperoleh dari hasil isolasi
2. Masukkan kedalam pipa kapiler sampai batas tanda, buat minimal 3 pipa kapiler
3. Siapkan alat melting blok, termometer, dan bunsen gas
4. Masukkan pipa kapiler yang telah berisi serbuk kristal kedalam lubang pengukuran
di melting blok
5. Panaskan melting blok, lalu tunggu sampai terjadi perubahan fasa pada serbuk
kristal
6. Ukur besarnya suhu dari mulai serbuk kristal meleleh hingga serbuk kristal berubah
semua menjadi cair
7. Rentang titik leleh adalah dimulai dari serbuk kristal pertama kali meleleh sampai
semua serbuk kristal berubah menjadi cairan

B. KLT DUA DIMENSI


1. Siapkan dua buah chamber dimana chamber pertama berisi eluen n heksana : etil
asetat (7:2), dan chamber kedua berisi n-heksana - etil asetat (2:7), lalu Jenuhkan
chamber
2. Siapkan pula pelat KLT yang sudah ditandai
3. Larutkan sedikit kristal yang diperoleh dengan sedikit etil asetat
4. Totolkan larutan tepat di sebelah kiri plat KLT
5. Masukkan KLT kedalam chamber pertama lalu biarkan sampai eluen menaik
sempurna
6. Angkat Pelat KLT lalu analisis dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm
dan 366 nm, keringkan.
7. Pelat KLT kemudian dimasukkan kedalam chamber kedua dengan terlebih dahulu
memutar pelat sebesar 900C sehingga bercak tepat berada dibawah, lalu lakukan
hal yang sama dengan poin 5 dan 6
8. Analisis apakah pada pelat KLT memperlihatkan adanya pengotor atau tidak.

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 31


7 DAFTAR PUSTAKA

Cannell, R. J. P., 1998, Natural Products Isolation, Humana Press Inc., New Jersey.
Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Depkes RI,
Jakarta.
Gritter, R. J.; Bobbit, J. M.; Schwarting, A. E., 1991, Pengantar Kromatografi, Edisi
ke-2, Penerbit ITB, Bandung.
Harborne, J. B.,1987, Metode Fitokimia, terjemahan K. Padmawinata dan I. Soediro,
Penerbit ITB, Bandung.
Ikan, R., Natural Products, A Laboratory Guide, Academic Press, London, 1976, 185
– 187
Kusumardiyani, S.; Nawawi, A., 1992, Kimia Bahan Alam, PAU Ilmu Hayati ITB,
Bandung.
List, P. H.; Schmidt, P. C., 1989, Phytopharmaceutical Technology, CRC Press, Inc.,
Boston
Marliana, 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen
Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi
3 (1): 26-31, UNS Surakarta

Mojab, F. et al., 2003, Iranian Journal of Pharmaceutical Research (IJPR):


Phytochemical Screening of Some Species of Iranian Plants, Vol 2: 77 – 82.
Raaman, N., 2006, Phytochemical Technique, New India Publishing Agency, New
Delhi, hal. 19-20

Penuntun Praktikum Fitokimia, Farmasi, Universitas Islam Bandung .......... 32

Anda mungkin juga menyukai