Anda di halaman 1dari 8

PRAKTIKUM

IDENTIFIKASI ZAT WARNA


A. Waktu Dan Tempat
Waktu dan tempat dilaksanakan pecrbobaan ini, sebagai berikut :
Hari/Tanggal : Sabtu, 4 Februari 2017
Pukul : 14.40 – 18.00 WITA
Tempat : Laboratorium AMAMI Universitas Muhammadiyah Semarang
B. Tujuan
a. Untuk mengetahui cara identifikasi diazepam
b. Untuk mengidentifikasi sampel yang mengandung diazepam
C. Dasar Teori
Pewarna makanan merupakan benda berwarna yang memiliki afinitas kimia terhadap
makanan yang diwarnainya. Tujuan pemberian warna dimaksud agar makanan terlihat lebih
berwarna sehingga menarik perhatian konsumen. Bahan pewarna umumnya berwujud cair
dan bubuk yang larut dalam air.
Ada dua jenis zat pewarna yang sering digunakan dalam pengolahan pangan, yaitu
pewarna alami dan sintetis.Semua zat pewarna alami dapat digunakan dalam pengolahan
pangan, tetapi tidak begitu dengan pewarna sintetis. Pewarna sintetis yang biasa digunakan
dalam pengolahan pangan biasa di sebut dengan  Food Colour.
1. Pewarna Alami (Food Colour)
Pewarna alami merupakan pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan
yanglebih aman untuk dikonsumsi.Contohnya karotenoid adalah kelompok zat pewarna
yang meliputi warna kuning, oranye dan merah.Biasanya terdapat pada tomat, wortel,
cabai merah dan jeruk.Sedangkan dari hewan terdapat dalam lobster dan kulit udang.
2. Pewarna Sintetis (Non Food Colour)
Pewarna buatan/ sintetis adalah pewarna yang biasanya dibuat di pabrik – pabrik dan
bersal dari suatu zat kimia. Pewarna ini digolongkan kepada zat berbahaya apabila
dicampurkan ke dalam makanan. Pewarna buatan/sintetis dapat menyebabkan gangguan
kesehatan terutama pada fungsi hati dalam tubuh kita. Berikut adalah beberapa jenis
pewarna sintetis/buatan yang populer dan efek sampingnya yang ditimbulkan:
a. Tartrazine (E102 atau Yellow 5) adalah pewarna kuning yang banyak digunakan
dalam makanan dan obat-obatan. Selain berpotensi meningkatkan hiperaktivitas
anak , pada sekitar 1-10 dari 10.000 orang, Tartrazine menimbulkan efek samping
langsung seperti urtikaria (ruam kulit). Rhinitis (hidung meler), asma, purpura
(kulit lebam).Intoleransi ini lebih umum pada penderita asma atau orang yang
sensitive terhadap aspirin.
b. Brillian blue (FD&C Blue No.1, Food Blue 2, Acid Blue 9 dll) adalah bahan
pewarna yang dapat diberi pada makanan dan substansi lainnya untuk mengubah
warna. Brillian blue member warna biru pada makanan. Biasa ditambahkan
buttercream penghias cake, minuman bersoda, hingga permen.
c. Amaranth adalah pewarna merah yang dapat diberi pada bahan pangan. Bahan
pewarna ini merupakan pewarna merah yang biasanya ditambahkan pada minuman.
Penambahan zat ini secara berlebihan, akan mengakibatkan bebagai masalah pada
tubuh. Salah satunya kangker.
d. Carmoisine (Karmoisin CI. No. 14720) adalah jenis pewarna yang memberikan
warna merah hingga marun. Biasa ditambahkan dalam produk pangan berperisa
anggur, blueberry, atau stroberi. Jika ditambahkan secara berlebihan maka dapat
memicu asma, ruam kulit, hiperaktif dan mutagen.
Untuk mengidentifikasi zat warna sintetis dapat dilakukan dengan menggunakan
metode kromatografi kerta. Kromatografi kertas merupakan kromatografi cairan - cairan
dimana sebagai fasa diam adalah lapisan tipis air yang diserap dari lembab udara oleh kertas
jenis fasa cair lainnya dapat digunakan. Teknik ini sangat sederhana. Berbagai jenis
pemisahan yang sederhana dengan kromatografi kertas telah dikerjakan dimana prosesnya
dikenal sebagai “analisis kapiler”. Metode-metode seperti ini sangat bersesuaian dengan
kromatografi serapan, dan sekarang kromatografi kertas dipandang sebagai perkembangan
dari system partisi. Salah satu zat padat dapat digunakan untuk menyokong fasa tetap yaitu
bubuk selulosa. Jenis kromatografi ini banyak digunakan untuk identifikasi kualitatif,
walaupun untuk analisa kuantatif juga dilakukan.  
Mekanisme Kromatografi Kertas Kertas dibuat dari serat selulosa. Selulosa merupakan
polimer dari gula sederhana, yaitu glukosa. Adsorben dalam kromatografi kertas adalah
kertas saring, yakni selulosa. 
Cara melakukannya, cuplikan yang mengandung campuran yang akan dipisahkan
diteteskan / diletakkan pada daerah yang diberi tanda di atas sepotong kertas saring dimana ia
akan meluas membentuk noda yang bulat. Bila noda telah kering kertas dimasukkan dalam
bejana tertutup yang sesuai dengan satu ujung, dimana tetesan cuplikan ditempatkan, tercelup
dalam pelarut yang dipilih sebagai fasa bergerak (jangan sampai noda tercelup karena berarti
senyawa yang akan dipisahkan akan terlarut dari kertas).
Pelarut bergerak melalui serat dari kertas oleh gaya kapiler dan menggerakkan
komponen dari campuran cuplikan pada perbedaan jarak dalam arah aliran pelarut. Bila
permukaan pelarut telah bergerak sampai jarak yang cukup jauhnya atau setelah waktu yang
telah ditentukan, kertas diambil dari bejana dan kedudukan dari permukaan pelarut diberi
tanda dan lembaran kertas dibiarkan kering. Jika senyawa-senyawa berwarna maka mereka
akan terlihat sebagai pita atau nodayang terpisah. Jika senyawa tidak berwarna harus
dideteksi dengan cara fisika dan kimia yaitu dengan menggunakan suatu pereaksi – pereaksi
yang memberikan sebuah warna terhadap beberapa atau semua dari senyawa -senyawa. Bila
daerah dari noda yang terpisah telah dideteksi, maka perlu mengidentifikasi tiap individu dari
senyawa. Metoda identifikasi yang paling mudah adalah berdasarkan pada kedudukan dari
noda relatif terhadap permukaan pelarut, menggunakan harga Rf.
Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi
lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram
dan pada kondisi konstan merupakan besaran karakteristik dan reprodusibel.
Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan
jarak tepi muka pelarut dari titik awal.
Rf     =   Jarak titik tengah noda dari titik awal
Jarak tepi muka pelarut dari titik awal
Kromatografi kertas dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Kromatografi kertas satu arah
Dalam kromatografi kertas, fase diam adalah kertas serap yang sangat seragam.
Fase gerak adalah pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Sampel tinta diteteskan
pada garis dasar pinsil pada selembar kromatografi kertas. Beberapa pewarna larut
dalam jumlah yang minimum dalam pelarut yang sesuai, dan itu juga di teteskan pada
garis yang sama.
Kertas digantungkan pada wadah yang berisi lapisan tipis pelarut atau campuran
pelarut yang sesuai didalamnya. Perlu diperhatikan bahwa batas pelarut berada dibawah
garis pada bercak diatasnya. Kadang-kadang kertas hanya digulungkan secara bebas
pada silinder dan diikatkan dengan klip kertas pada bagian atas dan bawah. Silinder
kemudian ditempatkan dengan posisi berdiri pada bawah wadah. Alasan untuk menutup
wadah adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan denga
uap pelarut. Penjenuhan udara dalam gelas kimia dengan uap menghentikan penguapan
pelarut sama halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas.
2) Kromatografi kertas dua arah
Kromatografi kertas dua arah dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah
pemisahan substansi yang memiliki nilai Rf yang sangat serupa. Waktu ini
kromatogram dibuat dari bercak tunggal dari campuran yang ditempatkan ke depan dari
garis dasar. Kromatogram ditempatkan dalam sebuah pelarut sebelum dan sesudah
sampai pelarut mendekati bagian atas kertas.
Sangat menarik untuk mencoba menjelaskan kromatografi kertas dalam kerangka
bahwa senyawa-senyawa berbeda diserap pada tingkatan yang berbeda pada permukaan
kertas. Dengan kata lain, akan baik menggunakan beberapa penjelasan untuk
kromatografi lapis tipis dan kertas. Kompleksitas timbul karena serat-serat selulosa
beratraksi dengan uap air dari atmosfer sebagaimana halnya air yang timbul pada saat
pembuatan kertas. Kertas sebagai serat-serat selulosa dengan lapisan yang sangat tipis
dari molekul-molekul air yang berikatan pada permukaan.Interaksi ini dengan air
merupakan efek yang sangat penting selama pengerjaan kromatografi kertas.
D. Metode
Metode yang digunakan dalam percobaan ini yaitu “Metode Kromatografi Kertas”
E. Prinsip
Prinsip dasar kromatografi kertas adalah partisi multiplikatif suatu senyawa antara dua
cairan yang saling tidak bercampur. Jadi partisi suatu senyawa terjadi antara kompleks
selulosa-air dan fasa mobil yang melewatinya berupa pelarut organik yang sudah dijenuhkan
dengan air atau campuran pelarut.
F. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini, sebagai berikut :
a. Alat
Pipet volume 50 ml, pipet ukur 5 ml, beker gelas 250, chamber besar, kertas pH (lakmus),
bola hisap, batang pengaduk, cawan porselen, botol semprot, timbangan analitik, hot
plate.
b. Bahan
Sampel pewarna sintetik, bulu domba, asam asetat (CH3COOH) 6%, amonium
hidroksida (NH4OH) 12,5%, trinatrium sitrat (Na3C6H5O7), aquades (H2O), amonia (NH3),
kertas kromatografi, zat warna baku (brillian blue, tetrazine, carmoisine, amaranth).
G. Prosedur Kerja
a. Prosedur kerja pembuatana eluen :
1. Memasukan pelarut (Eluen) : 5 ml amonia dalam 100 ml aquades ditambahkan 2 gr
trinatrium sulfat masukkan ke dalam chamber
2. Tutup chamber dan diamkan.
b. Prosedur kerja penentuan zat warna :
1. Ambil 50 ml sampel, masukkan ke dalam beker gelas 250 ml
2. Tambahkan asam asetat hingga asam,
3. Masukkan bulu domba dan panaskan hingga warna sampel terserap pada bulu domba
4. Pindahkan bulu domba ke cawan poreselen, tambahkan amonium hidroksida 12,5%
hingga bulu terendam, panaskan hingga warna bulu domba pudar.
5. Lanjutkan pemansan sampai larutan pekat
6. Totolkan zat warna baku (brillian blue, tetrazine, Carmoisine, amaranth) dan sampel
ditotolkan pada kertas kromatografi dengan jarak 2 cm, kemudian keringkan.
7. Masukkan kertas kromatografi ke dalam chamber.
H. Hasil
Hasil dari percobaan ini yaitu terjadi pemisahan warna dari warna awal sampel ungu
menjadi warna biru dan merah. Warna sampel yang terbentuk sesuai dengan warna biru pada
Brillian Blue dan warna merah pada Carmoisin. Jika dilihat dari fase gerak juga terjadi
kesesuaian antara warna biru sampel dengan zat warna baku Brilliant Blue.
I. Pembahasan
Kromatografi kertas adalah salah satu metode pemisahan kualitatif dengan kerja dua
fase yaitu fase diam dan fase gerak. Dimana fase diam dapat berupa padatan atau cairan
yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben) dan fase geraknya berupa
cairan yang disebut eluen atau pelarut. Teknik atau prinsip kerja kromatografi kertas yaitu
penotolan, pengembangan, dan identifikasi. Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan dan
identifikasi zat warna dengan cara kromatografi kertas.
Percobaan ini diawali dengan pembuatan eluen yang dilakukan dengan memasukkan
5 ml amonia dan 100 ml aquades dalam beaker gelas dan ditambahkan 2 gr trinatrium sulfat.
Eluen dihomogenkan dan dimasukkan ke dalam chamber dan ditutup rapat. Kemudian eluen
didiamkan beberapa saat. Keadaan eluen harus tertutup, karena apabila eluen dibiarkan
terbuka, fase gerak akan mengalami penguapan dan itu akan menyebabkan sampel yang
ditotolkan sulit untuk mengalami pemisahan atau bisa jadi tidak dapat memisah. Kemudian
eluen didiamkan. Pendiaman bertujuan agar tekanan dalam larutan stabil dan tidak terjadi
penguapan lebih cepat.
Penentuan zat pewarna sintetis pada sampel dilakukan dengan memasukkan sampel
(warna awal sampel ungu) sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam beker gelas 250 ml.
tambahkan asam asetat 6% hingga asam. Untuk mengetahui keasaman larutan maka
dilakukan uji kertas pH (lakmus), dengan memasukan kertas pH ke dalam larutan. Warna
merah yang terbentuk pada kertas pH (lakmus) menandakan larutan dalam suasana asam.
Fungsi penambahan asam asetat yaitu untuk menarik zat pewarna sampel dan kemudian
akan diserap oleh bulu domba yang telah dicampurkan. Bulu domba yang memiliki serat
akan menangkap zat pewarna sampel dengan bantuan asam asetat. Kemudian bulu domba
dipanaskan dan didiamkan hingga mendidih. Setelah mendidih bulu domba diambil dan
dimasukkan ke dalam cawan porselen. Menambhkan Amonium Hidroksida 12.5% hingga
bulu domba terendam. Fungsi dari penambahan Amonium Hidroksida yaitu untuk
mempercepat pembagian solute dalam hal ini sampel ke dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur hingga di dapat fase organik. Bulu domba dipanaskan kembali hingga warna
pada bulu domba luntur. Dilakukan penotolan pada kertas kromatografi sebagai sampel 1.
Bulu domba dipisahkan, larutan dipanaskan hingga pekat tetapi belum kering. Pemanasan
larutan bertujuan untuk mendapatkan hasil warna yang lebih jelas yang nantinya akan
ditotolkan pada kertas kromatografi.
Tahap penotolan dilakukan pada kertas kromatografi yang sebelumnya telah
disiapkan dan diberi garis dengan pensil. kertas kromatografi yang digunakan adalah kertas
saring yang memiliki pori- pori yang besar dan rapat, sehingga noda dapat merembes dengan
cepat dan teratur. Garis awal menggunakan pensil dikarena pensil terbuat dari grafit yang
tidak larut dalam eluen. Kemudian zat warna baku (brillian blue, tetrazine, Carmoisine,
amaranth) dan sampel ditotolkan pada kertas kromatografi dengan jarak 2 cm, kemudian
keringkan. Penotolan disini menggunakan tusuk gigi karena memiliki diameter yang kecil
sehingga pada saat ditotolkan maka besar spot tidak akan melebar. Penotolan diusahakan
tidak terlalu banyak karena akan mempengaruh besar spot. Spot yang terlalu besar tidak baik
untuk penampakan noda karena nodanya dapat melebar ke samping atau ke bawah.
Kertas yang berisi totolan dimasukkan ke dalam chamber. Totolan cuplikan
diusahakan tidak terendam di dalam eluen kareana akan larut dan tidak dapat diidentifikasi
lagi. Kertas tidak boleh menyentuh dinding chamber karena dapat mempengaruhi
perambatan.
Setelah dimasukkan, wadah kemudian ditutup. Kemudian terjadi fase gerak dimana
komponen zat baku dan sampel bergerak ke atas. Pada sampel terjadi pemisahan warna dari
warna awal sampel ungu menjadi warna biru dan merah. Perubahan warna dari warna ungu
menjadi merah dan biru, dikarenakan warna biru dan merah merupakan warna dasar yang
ketika gabungkan akan membentuk warna ungu. Warna biru yang dihasilkan sama dengan
warna biru pada zat warna Brillian Blue dan warna merah yang dihasilkan sama dengan
warna merah pada Carmoisin. Pemisahan warna pada sampel terjadi karena terdapat
perbedaan kecepatan perambatan anatar kedua warna tersebut. Warna biru yang terbentuk
memiliki fase gerak lebih cepat yang sama seperti fase gerak pada zat warna baku Brilliant
Blue. Warna merah yang terbentuk memiliki fase gerak agak lambat sama dengan fase gerak
pada zat warna baku Carmoisine.
J. Kesimpulan
Dari praktikum dapat disimpulkan bahwa sampel warna (ungu) pada percobaan
mengandung dua zat warna sintetis yakni zat warna brillian blue dan zat warna amaranth.
K. Daftar Pustaka
Gunawan, Syahrul Iman. 2014. “Kromatografi Kertas dan Kromatografi Lapis Tipis”.
http://imansyahrul.blogspot.co.id/2014/06/kromatografi-kertas-dan-klt.html
(diakses pada tanggal 14 Februari 2017)
Rahayu, Arsi Oktaviani dan Fadhilah, Nida. 2015. “Analisa Kualitatif Bahan Pewarna”.
https://asrioktavian.wordpress.com/2015/07/26/analisis-kualitatif-bahan-pewarna/
(diakses pada tanggal 14 Februari 2017)
Rosalinda, Tika dan Khodriyah, Lailatul. 2013. “Laporan Anlis Kimia Terpadu : Penentuan
Zat Warna Sintetis Makan dengan Metode Kromatografi Kertas”.
http://tikarosalinda1.blogspot.co.id/2013/10/laporan-penentuan-zat-pewarna-
sintesis.html (diakses pada tanggal 14 Februari 2017)

Anda mungkin juga menyukai