ENZIM III
Kelompok 2
Aisyah Nurmafajah J3L118065
Antonietha Sheilla M R J3L118045
Fahmi Aminur Rijaal J3L218183
Firstly Azzahra J3L218185
Ida Ayu Indrayani J3L218189
Tania Putri Purwanti J3L218180
Yesica Ardhani Simanjuntak J3L218162
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN
Reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologis selalu melibatkan katalis.
Katalis ini dikenal sebagai katalis biologis (biokatalisator) berupa protein yang
sangat spesifik yang disebut enzim (Winarno 1986). Enzim memiliki peranan
penting dalam setiap proses metabolisme dalam tubuh. Enzim merupakan
biokatalisator yang sangat efektif yang akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia
spesifik secara nyata, reaksi ini tanpa enzim akan berlangsung lambat (Lehninger
1988). Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengkatalisis seluruh
reaksi kimia dalam sistem biologis. Semua enzim murni yang telah diamati
sampai saat ini adalah protein. Aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas
strukturnya sebagai protein.
Saliva merupakan cairan yang lebih kental dari pada air biasa dan
mengandung enzim amilase. Air biasa memiliki bobot jenis sebesar 0,9970 g/mL.
Menurut Amerongen (1991) bobot jenis air liur lebih besar daripada air yaitu
sebesar 1,008 g/mL. Komponen-komponen saliva, yang dalam keadaan larut
disekresi oleh kelenjar saliva, dapat dibedakan atas komponen organik dan
anorganik. Namun demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan
dengan serum karena pada saliva bahan utamanya adalah air yaitu sekitar 99.5%.
Komponen anorganik saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Kalium, Magnesium,
Bikarbonat, Khlorida, Rodanida dan Thiocynate (CNS), Fosfat, Potassium dan
Nitrat. Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa
enzim amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, musin, vitamin C,
beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron
dan kortisol. Kation-kation Sodium (Na+ ) dan Kalium (K+ ) mempunyai
konsentrasi tertinggi dalam saliva. Disebabkan perubahan di dalam muara
pembuangan, Na+ menjadi jauh lebih rendah di dalam cairan mulut daripada di
dalam serum dan K+ jauh lebih tinggi (Nugroho 2016).
α-Amilase merupakam enzim yang berkaitan dengan pemecahan pati dan
glikogen menjadi maltosa. Enzim ini terdapat pada getah pankreas dan saliva. α-
Amilase saliva yang juga dikenal sebagai ptialin berperan dalam hidrolisis ikatan
α-(1,4)-glukosida dalam polimer glukosa (Caballero et al 2016). Hidrolisis pati
(strach) dikatalis ole amilase liur dan amilase pankreas. Enzim α-Amilase yang
mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan gikosida α-(1,4) menghasilkan dekstrin,
kemudian campuran glukosa, maltosa, dan isomaltosa (Melo et al 2002).
Percobaan bertujuan untuk menentukan titik akromatik suatu polisakarida.
METODE
Alat-alat yang digunakan ialah penangas air, gelas piala, pipet mohr, pipet
tetes, bulp, corong, batang pengaduk, tabung reaksi, botol semprot dan plat tetes.
Bahan bahan yang digunakan ialah saliva, akuades, kanji 1%, pereaksi iod,
pereaksi benedict, dan iodin.
Prosedur
Hidrolisis Pati Matang oleh Amilase Air Liur
Sebanyak 0,2 mL air liur dimasukkan ke dalam sabun yang berisi larutan
kanji 1% kemudian dikocok. Tabung tersebut kemudian disimpan pada suhu 37˚C
di dalam water bath. Setiap selang waktu 1 menit larutan dipindahkan 1 tetes ke
plat tetes kemudian di tetesi dengan pereaksi iodium selama 20 menit. Perubahan
warna akan timbul kemudian setiap perubahan warna dicatat waktunya ketika
perubahan tersebut terjadi. Pengujian terhadap pereaksi iodium dihentikan ketika
sudah tercapai titik akhromatik. Waktu yang didapatkan kemudian dibandingkan
dengan kelompok lain. Sisa larutan di uji dengan pereaksi benedict kemudian
dipanaskan di dalam penangas air. Reaksi dan perubahan warna kemudian di
amati.
Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa
merupakan bagian polimer linier dengan ikatan -(1> 4) unit glukosa. Derajat
polimerisasi amilosa berkisar antara 5006.000 unit glukosa, bergantung pada
sumbernya. Amilopektin merupakan polimer -(1> 4) unit glukosa dengan rantai
samping -(1> 6) unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan -(1> 6) unit
glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 45%. Namun, jumlah
molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan
derajat polimerisasi 105 3x106 unit glukosa (Herawati 2011).
Gambar 1. Struktur amilosa dan amilopektin
Amilosa merupakan bagian dari rantai lurus yang dapat memutar dan membentuk
daerah sulur ganda. Pada permukaan luar amilosa yang bersulur tunggal terdapat
hidrogen yang berikatan dengan atom O2 dan O-6. Rantai lurus amilosa yang
membentuk sulur ganda kristal tersebut tahan terhadap amilase. Ikatan hidrogen
inter- dan intra-sulur mengakibatkan terbentuknya struktur hidrofobik dengan
kelarutan yang rendah. Oleh karena itu, sulur tunggal amilosa mirip dengan
siklodekstrin yang bersifat hidrofobik pada permukaan dalamnya (Herawati
2011).
Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin tersusun dalam suatu
cincincincin. Jumlah cincin dalam suatu granula pati kurang lebih 16 buah, yang
terdiri atas cincin lapisan amorf dan cincin lapisan semikristal. Amilosa
merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya tidak pada satu
tempat, tetapi bergantung pada jenis pati. Umumnya amilosa terletak di antara
molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling di antara
daerah amorf dan kristal (Gambar 1). Ketika dipanaskan dalam air, amilopektin
akan membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan dengan viskositas tinggi
dan berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada amilopektin cenderung
tidak terjadi retrogradasi dan tidak membentuk gel, kecuali pada konsentrasi
tinggi (Herawati 2011).
Molekul pati mempunyai struktur tiga dimensi berupa spiral, dalam struktur
ini molekul pati dapat mengikat molekul iodium secara fisik, dengan cara
menempatkan iodium tersebut ke dalam spiral, sehingga kompleks tersebut
berwarna biru.
Titik akromatik pada hidrolisis pati mentah terjadi pada menit ke-4,5. Pada
awal pengamatan sampel percobaannya memiliki warna coklat muda yang
ditengahnya terdapat titik biru, semakin lama titik biru mulai berkurang dan
menjadi jernih kembali, kemudian warna larutannya berubah menjadi warna
kuning.
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka
Utama
Amerongen AVN. 1991. Ludah dan Kelenjar Ludah: Arti Bagi Kesehatan Gigi.
Surabaya(ID): UGM Press.
Caballero B, Finglas P M, Toldra. 2016. Encyclopedia of Food and Health, Elsevier.
London.
Herawati H. 2011. Potensi pengembangan produk pati tahan cerna sebagai pangan
fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. 30(1): 30-39
Lehninger A. 1988. Dasar-dasar Biokimia. Thenawidjaya M, penerjemah. Jakarta
(ID) : Erlangga. Terjemahan dari: Basic of Biochemistry.
Marks, Dawn B, Allan D Marks, Collen M. Smith. 2000. Biokimia Kedokteran
Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta(ID): EGC
Melo E A, Stamford T L M, Silva M P C, Krieger N, Stamford M P. 2002. Functional
properties of yan bean (pachyrhizus) strach. Bioresource Technology. 89(2003):
103-106.
Nugroho C. 2016. Pengaruh mengkonsumsi buah nanas terhadap ph saliva pada
santriwati usia 12-16 tahun pesantren perguruan sukahideng kabupaten
tasikmalaya . Journal ARSA (Actual Research Science Academic) . 11(1):
10-15.
Panil Z. 2004. Memahami Teori dan Praktek Biokimia Dasar Medis. Jakarta
(ID) : Buku Kedokteran EGC
Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksata. Jakarta(ID): Buku
Kedokteran EGC.
Winarno FG. 1986. Enzim Pangan. Bogor(ID): M-Brio Press
Winarno FG. 1986. Enzim Pangan. Bogor(ID): M-Brio Press
Yazid E, Lisda N. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis.
Yogyakarta (ID): Andi.
LAMPIRAN
Gambar 1. Uji iod pati matang Gambar 2. Uji iod pati mentah
Gambar 3. Uji benedict pati matang Gambar 4. Uji benedict pati mentah