I. Judul
Hubungan Antara Potensial Elektrode Logam Terhadap Kepekatan Ion Sejenis
II. Tujuan
1) Menerapkan hukum Nernst untuk pengukuran secara potensiometri
2) Membuat kurva standar antara kepekatan ion logam terhadap potensial sel
3) Membedakan ‘potensial sel’ dan ‘potensial sel standar’
III. Prinsip
Logam yang dicelupkan ke dalam suatu larutan, jika terjadi proses pelarutan, akan
bermuatan negatif. Hal ini terjadi karena logam yang terkorosi akan melarut dalam bentuk
kation sambil melepaskan elektron di katode. Semakin banyak kation yang melarut, nilai
potensial katode akan semakin negatif. Potensial akan mencapai nol jika tidak ada logam
yang dapat melarut. Kondisi ini dapat terjadi jika logam dicelupkan ke dalam larutan yang
tidak melarutkan logam tersebut, baik karena sifat larutan yang tidak lagi bersifat korosif
ataupun karena larutan sudah jenuh dengan logam.
Jika sejenis logam dicelupkan ke dalam larutan elektrolitnya, umumnya dua
kemungkinan proses akan terjadi. Kemungkinan pertama, logam larut kedalam elektrolit
tersebut, dan menjadi berpotensial negatif. Kemungkinan kedua, kation-kation dalam
larutan akan mengendap pada logam. Pada kasus ini, logam akan bermuatan positif. Ada
kemungkinan lain, yaitu jika larutan bersifat korosif, maka logam akan melarut, berapapun
kandungan ion bersangkutan dalam larutan. Dalam kasus terakhir ini, tidak ada hubungan
antara potensial elektrode dengan kepekatan ion logam terlarut.
Jika larutan dapat dipastikan tidak bersifat korosif terhadap logam, maka antara
potensial elektrode dengan kepekatan ion terlarut terdapat hubungan seperti dinyatakan
oleh persamaan Nernst, yaitu :
0,0592
EElektrode = E° - log Q
𝑛
[𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘]
𝑄=
[𝑅𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛]
IV. Reaksi
A. Elektroda Cu dan Karbon
Katoda (+) : 2H+ (aq) + 2e- → H2 (g) E° = 0,00 V
Anoda (-) : Cu(s) → Cu2+ (aq) + 2e- E° = 0,34 V
Reaksi total : Cu(s) + 2H+ → Cu2+(aq) + H2(g) E° = 0,34 V
V. Cara Kerja
VII. Perhitungan
2. CuSO4 0,2 M
200 𝑚𝐿 𝑥 0,2 𝑀
V1 = = 40 mL
1𝑀
3. CuSO4 0,3 M
200 𝑚𝐿 𝑥 0,3 𝑀
V1 = = 60 mL
1𝑀
4. CuSO4 0,4 M
200 𝑚𝐿 𝑥 0,4 𝑀
V1 = = 80 mL
1𝑀
5. CuSO4 0,5 M
200 𝑚𝐿 𝑥 0,5 𝑀
V1 = = 100 mL
1𝑀
0,0592
Esel = E0Cu2++ log[ Cu 2+ ]
2
0,0592
Esel = E0Al3+ + log[ Al 3+ ]
3
• Perhitungan perbedaan potensial elektrode Cu dan C secara teoritis
1. Konsentrasi CuSO4 0,1 M
0,0592
Esel = 0,34 + log[0,1] = 0,3104 V
2
2. Konsentrasi CuSO4 0,2 M
0,0592
Esel = 0,34 + log[0,2] = 0,3193 V
2
3. Konsentrasi CuSO4 0,3 M
0,0592
Esel = 0,34 + log[0,3] = 0,3245 V
2
4. Konsentrasi CuSO4 0,4 M
0,0592
Esel = 0,34 + log[0,4] = 0,3282 V
2
5. Konsentrasi CuSO4 0,5 M
0,0592
Esel = 0,34 + log[0,5] = 0,3311 V
2
• Perhitungan perbedaan potensial elektrode Al dan C secara teoritis
1. Konsentrasi CuSO4 0,1 M
0,0592
Esel = -1,66 + log[0,1] = -1,6403 V
3
2. Konsentrasi CuSO4 0,2 M
0,0592
Esel = -1,66 + log[0,2] = -1,6462 V
3
3. Konsentrasi CuSO4 0,3 M
0,0592
Esel = -1,66 + log[0,3] = -1,6497 V
3
4. Konsentrasi CuSO4 0,4 M
0,0592
Esel = -1,66 + log[0,4] = -1,6521 V
3
5. Konsentrasi CuSO4 0,5 M
0,0592
Esel = -1,66 + log[0,5] = -1,6541 V
3
VIII. Pembahasan
Persamaan Nernst merupakan persamaan yang menyatakan hubungan antara
potensial dari sebuah elektron ion-ion logam dan konsentrasi dari ion dalam sebuah larutan.
Pada sel elektrokimia sederhana, elektron akan mengalir dari anode ke katode. Hal ini akan
menimbulkan perbedaan potensial antara kedua elektrode. Perbedaan potensial akan
mencapai maksimum jika tidak ada arus listrik yang mengalir. Perbedaan maksimum ini
dapat disebut GGL sel atau E sel. Salah satu faktor yang mempengaruhi E sel adalah
konsentrasi. Persamaan yang menghubungkan konsentrasi dengan E sel dinamakan
persamaan Nernst. Persamaan Nernst adalah suatu persamaan yang berhubungan dengan
potensial reduksi atau setengah sel terhadap potensial elektrode standar, suhu dan aktivitas
suatu spesies kimia yang melakukan reduksi dan oksidasi. Sesuai dengan hukum Nernst,
semakin tinggi pengaruh kepekatan elektrolit terhadap ion sejenis dengan katodenya, maka
konsentrasi larutan akan berbanding lurus dengan partikel elektrode.
Apabila E0 sel positif maka reaksi sel akan berlangsung secara spontan, namun
apabila E0 sel negatif maka reaksi selnya akan berlangsung secara tidak spontan. E0 yang
bernilai negatif dapat disebabkan karena proses pelarutan logam. Logam yang terkorosi
akan melarut dalam bentuk kation sambil melepaskan elektron di katode. Semakin banyak
kation yang melarut, nilai potensial katodenya akan semakin besar (potensial katoda akan
semakin negatif).
Percobaan ini menggunakan larutan CuSO4 sebagai larutan elektrolit dengan
berbagai kepekatan yaitu 0,1 M; 0,2 M; 0,3 M; 0,4 M; dan 0,5 M. Ada 2 macam logam
yang digunakan sebagai elektrode pada percobaan ini yaitu Al, Cu, dan C. Elektrode Al
dan Cu berperan sebagai anode dimana terjadi reaksi oksidasi, sedangkan elektrode C
digunakan sebagai elektrode inert yang mana tidak akan ikut bereaksi sebagai katode.
Selain itu, diberikan asam sulfat (H2SO4) agar larutan CuSO4 bersifat korosif sehingga
dapat mengoksidasi logam Cu dan dapat mencegah terbentuknya endapan pada elektrode.
Berdasarkan data pengamatan, E sel yang didapatkan ketika percobaan pada
konsentrasi CuSO4: 0,1 M, 0,2 M, 0,3M, 0,4 M, 0,5 M. Pada hasil pengukuran potensial
elektode Cu (tembaga), yaitu 312,4 mV; 319,4 mV; 326,7 mV; 327,6 mV; 329,4 mV.
Selanjutnya nilai yang didapat berdasarkan percobaan ini, dibandingkan dengan nilai
secara teoritis. Nilai perhitungan E sel yang didapat secara teoritis, yaitu 310,4 mV;
319,3 mV; 324,5 mV; 328,2 mV; 331,1 mV. Pada hasil pengukuran potensial elektode Al
(alummunium) yaitu: 367,6 mV; 374,4 mV; 386,5 mV; 387,8 mV; 395,6 mV. Nilai
perhitungan E sel yang didapat secara teoritis, yaitu 1640,3 mV; 1646,2 mV; 1649,7 mV;
1652,1 mV; 1654,1 mV.
Pada E sel hasil percobaan terdapat perbedaan dengan E sel hasil teori, kemungkinan
alat yang sensitivitasnya sudah berkurang karena alat memiliki tingkat kestabilan sangat
rendah, karena suhu sistem yang tidak dalam keadaan standar, konsentrasi larutan yang
kurang tepat semakin encer larutan CuSO4, maka ion-ion Cu2+ lebih mudah bergerak
menuju katoda sehingga semakin rendah kepekatannya nilai potensial semakin kecil. Jadi
selain dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, potensial sel (E sel) juga dapat dipengaruhi
oleh suhu dan jenis elektrodenya.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Secara teoritis didapatkan nilai potensial elektroda Cu berbanding lurus dengan
kepekatan elektrolit. Sedangkan dengan elektroda Al secara teoritis dan nilai yang
didapatkan berbanding terbalik.
2. Beberapa faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan grafik antara data dengan
perhitungan yaitu suhu, pembersihan elektroda kurang bersih, dan pengukuran
potensial elektroda yang tidak sesuai dengan teori.
X. Daftar Pustaka
Amaldoft. 2015. Deret Volta – Redoks dan Elektrokimia.
https://amaldoft.wordpress.com/2015/12/13/deret-volta-redoks-dan-elektrokimia/
(diakses pada tanggal 14 Maret 2023).
Anonim. 2017. Laporan Persamaan Nernst.
http://newpunyakita.blogspot.com/2017/02/ (diakses pada tanggal 15 Maret 2023).
Davar, Noviar. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Elektrokimia. Politeknik AKA
Bogor: Bogor.
Wahyudi, M. Erik. 2009. Laporan Praktikum Analisis Elektrokimia: Hubungan antara
Potensial Elektrode Logam terhadap Kepekatan Ion Sejenis.
http://ekimerik.blogspot.com/2009/12/laporan-praktikum-analisis-
elektrokimia_13.html (diakses pada tanggal 15 Maret 2023).
XI. Lampiran
335
Grafik Hubungan Antara Potensial Elektrode Cu
Terhadap Konsentrasi Larutan
330
325
320
315
Berdasarkan Data
Aktual
310 Berdasarkan
teoritis
305
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
395
390
385
375
370
365
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
Grafik Hubungan Antara Potensial Elektrode Al Terhadap
Konsentrasi Larutan
-1638
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
-1640
-1642
-1644
-1646
Berdasarkan Teoritis
-1648
-1650
-1652
-1654
-1656
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS ELEKTROKIMIA
Penulis Laporan : Sri wulan Yunita
NIM : 2118999
Kelas : 2C
Nama Kelompok : Davina Hadyani Putri Siregar (2118826)
Dewi Latifah (2118831)
Muhammad Mahran Kusuma Arfa (2118928)
Tanggal Praktikum : 30 Maret 2023
I. JUDUL
Potensial Dekomposisi
II. TUJUAN
1. Menentukan potensial dekomposisi berbagai kation pada berbagai jenis elektrode
2. Memperkirakan potensial elektrode yang sesuai untuk analisis elektrogravimetri unsur
tertentu
3. Menetapkan aplikasi yang sesuai untuk analisis elektrogravimetri
III. PRINSIP
Potensial dekomposisi adalah potensial elektrode ketika reaksi kimia mulai terjadi.
Secara teoritis, potensial dekomposisi suatu ion adalah potensial elektrode standaruntuk
ion tersebut. Ketentuan ini hanya berlaku jika bahan elektrode yang digunakan adalah
unsur yang sama dengan kation yang terdekomposisi. Untuk analisis elektrogravimetri,
terdekomposisi berarti pengendapan kation pada katode. Secara praktis, kation yang
diendapkan pada elektrode yang terbuat dari bahan yang berbeda dengan unsur kation
bersangkutan membutuhkan potensial dekomposisi yang lebih besar. Perbedaan potensial
dekomposisi praktis dengan potensial dekomposisi teoritis disebut sebagai potensial lebih.
Potensial dekomposisi dapat diukur dengan menaikkan potensial aplikasi pada sel
elektrolisis secara beraturan. Pada tahap awal, proses polarisasi ion di sekitar elektrode
akan menaikkan potensial elektrode dan arus yang terjadi hanya arus polarisasi. Ketika
potensial elektrode mencapai nilai tertentu, reaksi kimia mulai terjadi. Arus akan naik
secara nyata membentuk kurva (peak). Posisi ketika kurva tersebut mulai naik adalah
Potensial Dekomposisi. Untuk memperoleh potensial lebih, potensial dekomposisi yang
terukur dikurangkan dengan potensial elektrode yang dihitung dari potensial elektrode
standar menggunakan Hukum Nernst.
Perlu diperhatikan bahwa potensial dekomposisi dipengaruhi oleh kepekatan ion
unsur yang bersangkutan dan kepekatan total ion dalam larutan. Untuk analisis ketelitian
sedang dengan kondisi matriks yang relative rendah, penentuan potensial aplikasi
berdasarkan potensial elektrode standar sudah cukup memadai. Untuk analisis dengan
ketelitian tinggi dan kondisi matrik yang kompleks, potensial dekomposisi harus diatur dan
dipantau sedemikian rupa agar ion-ion lain tidak ikut mengendap.
IV. REAKSI
Katoda : 2Cu2+(aq) + 4e- → 2Cu(s)
Anoda : 2H2O(l) → O2(g) + 4H+(aq) + 4e-
Reaksi : 2Cu2+(aq) + 2H2O(l) → 2Cu(s) + O2(g) + 4H+(aq
V. CARA KERJA
a. Menyiapkan Larutan Uji (CuSO4, NiSO4, PbCl2)
b. Merangkai Alat
c. Pengukuran
Ni2+ (-0,257 V)
Ulangan
SS Cu Al
E ΔE E ΔE E ΔE
VII. PERHITUNGAN
a. Perhitungan Potensial Lebih
● Potensial lebih Stainless Steel (SS)
SS = (E – E0 ) V
= (2,5 – (-0,257)) V
= 2,757 V
SS = (E – E0 ) V
= (1,6 – (-0,257)) V
= 1,857 V
● Potensial lebih Aluminium (Al)
SS = (E – E0 ) V
= (2,6 – (-0,257)) V
= 2,857 V
b. Perhitungan Nilai Galat Relatif
● Galat Relatif Stainless Steel (SS)
Δ𝐸
Galat Relatif SS = 𝐸
× 100%
0,15
= 2,5
× 100%
= 7,50 %
Δ𝐸
Galat Relatif SS = 𝐸
× 100%
0,2
= 1,6
× 100%
= 12,50 %
Δ𝐸
Galat Relatif SS = 𝐸
× 100%
0,2
= 2,6
× 100%
= 7,69 %
VIII. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan penentuan potensial dekomposisi pada beberapa
elektroda untuk mengetahui nilai potensial dekomposisi secara praktis ketika suatu
elektroda dicelupkan ke dalam larutan elektrolit. Larutan yang digunakan adalah NiSO4
0.1M. Elektroda kerja yang digunakan pada percobaan ini adalah Stainless Steel, Tembaga,
dan Aluminium dengan elektroda karbon yang bersifat inert sebagai elektroda
pembanding.
Potensial dekomposisi adalah proses penguraian larutan elektrolit menggunakan
energi listrik/potensial elektroda ketika reaksi kimia mulai terjadi. hal ini terjadi akibat
peristiwa reduksi dan oksidasi antara elektroda dengan larutan elektrolit yang digunakan.
Pada Sel Galvani, reaksi reduksi dan oksidasi berlangsung secara spontan, namun pada
reaksi elektrolisis dibutuhkan sejumlah energi minimal dalam bentuk arus listrik satu arah
agar reaksi penguraian ini dapat berlangsung. Saat elektrolisis berlangsung, ion-ion
bermuatan positif (kation) akan teroksidasi dan menempel pada katoda dan ion-ion
bermuatan negatif (anoda) akan tereduksi pada anoda.
Pada praktikum, akan didapatkan potensial dekomposisi praktis yang akan
dibandingkan dengan potensial deomposisi teoritis. Perbedaan diantara keduanya disebut
potensial lebih. Secara teoritis, potensial dekomposisi suatu ion merupakan potensial
elektroda standar untuk ion tersebut. Sehingga hanya berlaku jika bahan elektroda yang
digunakan adalah unsur yang sama dengan kation yang terdekomposisi. Namun pada
praktisnya, kation juga dapat terdekomposisi oleh elektroda yang tidak senama tetapi
membutuhkan potensial dekomposisi yang lebih besar.
Potensial dekomposisi dapat diukur dengan mengukur arus pada larutan pada setiap
kenaikan beda potensial yang diatur. Ketika potensial elektroda mencapai nilai tertentu,
reaksi kimia mulai terjadi dan dapat dilihat dari kenaikan signifikan arus polarisasi yang
terbaca. Berdasarkan pada praktikum telah dilakukan pengukuran terhadap tegangan (V)
dan arus (A) laurtan NiSO4 dengan tiga elektroda berbeda, yaitu Stainless Steel (SS),
Tembaga (Cu) dan Aluminium (Al). Potensial elektrode standar dapat dikalkulasi
menggunakan Hukum Nernst. Selisih antara nilai potensial dekomposisi yang terukur
secara praktis dengan potensial elektroda standar disebut dengan potensial lebih.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh nilai potensial lebih pada elektroda
Stainless Steel sebesar 2,757 V dengan nilai galat relatif 7,50%. Pada elektroda Tembaga
diperoleh nilai potensial lebih sebesar 1,857 V dengan nilai galat relatif 12,50 %. Pada
elektroda Aluminium diperoleh nilai potensial lebih sebesar 2,857 V dengan nilai galat
relatif 7,69 %. Berdasarkan percobaan yang terlah dilakukan, pengukuran potensial
dekomposisi pada Stainless Steel memiliki nilai galat relatif paling kecil sehingga meiliki
akurasi paling tinggi dibanding pengukuran pada Tembaga dan Aluminium.
Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan pada saat melakukan
percobaan ini antara lain :
1. Larutan NiSO4 sudah benar-benar tidak ada pengotor (murni/campuran)
2. Logam elektroda yang akan digunakan kurang bersih dan murni sehingga dapat
mempengaruhi ke hasil percobaan
3. Kabel yang dipakai berkali-kali akan terjadi error ( dalam artian dapat mengurangi
pembacaan dalam arus)
4. Praktikan yang kurang teliti saat melakukan percobaan praktikum dan kekeliruan
mencatat hasil data pengamatan
IX. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktkum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Potensial lebih pada Stainless Steel sebesar 2,757 V dengan nilai galat relatif 7,50 %.
2. Potensial lebih pada Tembaga sebesar 1,857 V dengan nilai galat relatif 12,50 %.
3. Potensial lebih pada Aluminium sebesar 2,857 V dengan nilai galat relatif 7,69 %.
Nilai yang didapatkan sesuai dengan yang seharusnya yaitu elektroda Aluminium
karena memiliki nilai potensial lebih yang paling tinggi diantara elektroda kerja lainnya
karena larutan elektrolit yang digunakan adalah larutan NiSO4.
X. DAFTAR PUSTAKA
Djanuar, Noviar dan Hayat, Mohamad 2023. Penuntun Praktik Analisis Elektrokimia.
Bogor: Politeknik Akademi Kimia Analisis.
Sukarjo. 2013. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta
Firdha Habibah, Rahmi. 2011. Potensial Dekomposisi.
https://id.scribd.com/document/361548126/dekomposisi-docx (diakses Pada
tanggal 02 Maret 2023)
XI. LAMPIRAN
a. Data Pengamatan
b. Kurva
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS ELEKTROKIMIA
PRAKTIK 3
POTENSIAL ELEKTRODE,KUAT ARUS, DAN LAJU KOROSI
I. Judul Praktikum
Potensial Elektrode,Kuat Arus, Dan Laju Korosi
III. Prinsip
Proses korosi logam besi antara lain terjadi karena atom-atom besi teroksidasi menjadi
ion-ion yang kemudian bersenyawa dengan oksigen membentuk karat besi.Pada proses
pengionan,setiap atom besi akan meninggalkan dua electron pada logam besi yang
mengalami korosi.Akibatnya logam besi tersebut menjadi bermuatan negative.Semakin
negative potensial logam besi tersebut berarti semakin kuat proses korosi yang
terjadi.Karena itu terdapat satu hubungan antara potensial logam besi dengan kekuatan
korosi yang dapat dipantau secara sederhana namun cukup akurat.
Cara yang akan dipraktikkan adalah dengan mengukur potensial logam yang sedang
mengalami proses korosi terhadap electrode lawan yang tidak mengalami korosi.Banyak
bahan yang dapat dijadikan sebagai electrode lawan,antara lain platina,emas, dan
karbon.Dalam percobaan ini menggunakan electrode karbon.
Prinsip percobaan ini adalah dengan mengukur potensial logam besi terhadap
electrode karbo jika dicelupkan ke dalam berbagai larutan elektrolit.Kecepatan korosi
diukur dengan menimbang bobot logam sebelum dan setelah proses percobaan.
IV. Reaksi
Anoda: 4Fe 4Fe2+ + 8e- (oksidasi)
Katoda: 4H2O + 2O2 + 8e- 4Fe(OH)2
4Fe(OH)2 + O2 2Fe2O3.2H2O (karat)
2H+ + 2e- H2 gas (suasana asam)
V. Cara Kerja
Fungsi multimeter
Kedua elektrode dicelupkan ke Elektroda diubah ke mA-dc pada
dalam larutan elektrolit.Potensial dikeluarkan dari skala maksimum 200 mA
yang terbaca dicatat sebagai V1, larutan
V2, V3, V4, V5, V6, dan V7
Elektrode dicelupkan
Plat besi dimasukkan ke Jika arus melebihi Kembali ke dalam
dalam larutan 200mA,ubah larutan.Kuat arus yang
elekrolit,piala gelas skala maksimum terbaca diacata sebagai I1, I2,
ditutup dengan penutup
ke 2A I3, I4, I5, I6, dan I7
dan ikat dengan karet
Pengolahan Data
VII. Perhitungan
a) Pembuatan Larutan Elektrolit
Larutan HCl 0,001 M
C1.V1=C2.V2
1M.V1=0,001M.100mL
V1=0,1mL
Larutan HCl 0,005 M
C1.V1=C2.V2
1M.V1=0,005M.100mL
V1=0,5mL
0,0109g
Laju Korosi= 24𝑗𝑎𝑚
𝑔𝑟𝑎𝑚
Laju Korosi=0,000454 𝑗𝑎𝑚
VIII. Pembahasan
Korosi biasanya dimulai pada permukaan dan disebabkan oleh kimia dan
dalam kasus logam, reaksi elektrokimia. Kehancuran kemudian dapat
menyebar ke bagian dalam materi. Pada korosi bagian besi, bagian tertentu
dari besi itu bereaksi sebagai anoda, dimana besi mengalami oksidasi.
Elektron yang dibebaskan dianoda mengalir ke bagian lain dari besi itu
yang bertindak sebagai katoda, dimana oksigen tereduksi. Ion besi (II) yang
terbentuk pada anoda selanjutnya teroksidasi membentuk ion besi (III)
yang kemudian membentuk senyawa oksida terhidrasi, yaitu karat besi.
Dalam percobaan ini digunakan larutan dengan kepekatan yang berbeda
beda. Karena pada suasana asam atau pH dibawah 7 maka laju korosinya
akan meningkat, dan pada percobaan didapatkan bahwa semakin pekat
konsentrasi elektrolit maka semakin besar pula laju korosinya begitu pula
sebaliknya. Korosi pada logam terjadi karena reaksi elektrokimia antara
logam dengan lingkungannya. Dalam larutan elektrolit, logam dan elektrolit
membentuk sel elektrokimiadi mana logam berperan sebagai elektroda dan
elektrolit berperan sebagai penghantar ion.
Ketika larutan elektrolit semakin pekat, maka jumlah ion-ion
dalam larutan juga semakin banyak. Hal ini menyebabkan laju korosi pada
logam meningkat karena semakinbanyaknya ion-ion dalam larutan dapat
mempercepat reaksi elektrokimia pada permukaanlogam. Ion-ion ini dapat
mempercepat laju korosi dengan cara meningkatkan kecepatan transfer
elektron antara elektroda (logam) dan elektrolit, sehingga mempercepat
reaksi oksidasi pada logam.
Selain itu, larutan elektrolit yang lebih pekat juga dapat
mengurangi resistensi larutan elektrolit, sehingga arus listrik dapat
mengalir dengan lebih mudah dan mempercepat reaksi elektrokimia. Oleh
karena itu, semakin pekat larutan elektrolit, semakin banyak ion-ion dalam
larutan yang mempercepat laju korosi pada logam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi, diantaranya: gas terlarut,
temperatur, pH,faktor bakteri padatan terlarut, lingkungan, media korosif,
dan organisme. Untuk kondisi pada pH< 7 bersifat asam dan korosif
sedangkan pada pH >7 bersifat basa juga korosif. Untuk logam besi, laju
korosi rendah pada pH antara 7 sampai 14 dan meningkat pada pH
< 7. Keberadaan elektrolit pada larutan, konsentrasi H2O dan O2 serta
peristiwa galvaniccoulpling yaitu proses menempelnya besi pada logam
atau elektrode yang kurang reaktif juga dapat mempengaruhi laju korosi.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka nilai potensialnya akan semakin besar.
2. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka laju korosi pada besi akan semakin tinggi
pula,hal ini karena semakin tinggi kandungan asam dalam larutan maka semakin banyak
bobot besi yang hilang dalam proses korosi.
X. Daftar Pustaka
Elisa, E. 2021. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi. Faktor–Faktor yang
Mempengaruhi Laju Korosi | EduChannel Indonesia. diakses pada 05 April 2023.
Yudha Kurniawa Afandi,dkk (2015) Analisa Laju Korosi pada Pelat Baja Karbon
dengan Variasi Ketebalan Coating. Jurnal Teknik ITS.Vol 4:No. 1
XI. Lampiran
Anggota Kelompok 10
1. Davina Hadyani P.S (2118826)
2. Dewi Latifah (2118831)
3. Muhammad Mahran Kusuma A. (2118928)
4. Sri Wulan Yunita (2118999)
I. JUDUL
Pembuatan Kurva DHL vs Kepekatan dan Aplikasi dan Penentuan Jenis-Jenis Air
II. TUJUAN
1. Mampu membuat larutan elektrolit dengan kepekatan tertentu berdasarkan kurva
DHL vs TDS
2. Mampu menyiapkan kurva hubungan DHL vs TDS untuk keperluan tertentu
3. Dapat mengaplikasikan pengukuran TDS untuk membedakan jenis-jenis air
4. Dapat menetapkan kadar TDS berdasarkan pengukuran DHL
III. PRINSIP
Daya Hantar Listrik (DHL) suatu larutan elektrolit ditimbulkan oleh adanya ion-
ion yang terlarut di dalamnya. Nilai DHL ditentukan oleh jenis, jumlah dan mobilitas
ion secara total. Artinya nilai DHL berhubungan dengan kepekatan dan jenis ion
terlarut, bukan padatan terlarut. Jika komposisi ion-ion terlarut relative tetap
(komposisi relative sama) tetapi berbeda kepekatan (jumlah ion terlarut per satuan
volume, berbeda), maka antara nilai DHL dengan kepekatan (Total Disolved
Solid/TDS) terdapat hubungan yang tetap. Sifat ini dapat digunakan untuk pemantauan
proses secara cepat, pada tingkat ketelitian sedang.
Daya hantar listrik (DHL) merupakan ukuran seberapa besar suatu larutan dapat
menghantarkan arus listrik, sementara TDS merupakan ukuran zat terlarut baik organik
maupun anorganik yang terdapat dalam suatu larutan Besar nilai TDS selalu
berbanding lurus dengan besar nilai DHL, karena semakin tinggi konsentrasi zat padat
tersebut larut maka kandungan mineral- mineralnya pun akan semakin tinggi, sehingga
mineral-mineral yang memiliki unsur kation dan anion tersebut akan mampu
menghantarkan arus listrik.
Kurva DHL vs TDS yang dibuat untuk suatu elektrolit atau campuran elektrolit
tertentu, tidak dapat digunakan untuk elektrolit atau campuran elektrolit yang berbeda.
Untuk elektrolit yang sama, kurva DHL vs TDS dapat digunakan untuk menentukan
kepekatan larutan (terutama untuk kepekatan rendah). Perlu diingat bahwa kuva DHL
vs TDS atau kurva DHL vs Kepekatan hanya berlaku untuk bahan terlarut dengan
komposisi yang sama Kurva DHL vs TDS yang disiapkan untuk air tanah di sekitar
kampus AKA Bogor, tidak dapat digunakan untuk air tanah di wilayah Jakarta, karena
adanya perbedaan komposisi bahan terlarut.
IV. REAKSI
NaCl(aq) Na(aq)+ + Cl(aq)-
NH4Cl(l) NH4+(aq) + Cl(aq)-
V. CARA KERJA
Ulangan
Rerata
Sampel 1 2 3 4
DHL TDS DHL TDS DHL TDS DHL TDS DHL TDS
Air keran 504 251 504 252 504 252 - - 504 251,6
Aquadest 10 5 10 5 10 5 - - 10 5
Air minum 120 60 120 60 120 60 - - 120 60
biru
Air minum 192 98 196 98 196 98 - - 194 98
le minerale
VII. PERHITUNGAN
𝑣2 𝑥 𝑐2
Rumus =
𝑐1
100 𝑚𝐿 𝑥 0,0010%
Konsentrasi 0,0010% = = 0,1 𝑚𝐿
1,000%
100 𝑚𝐿 𝑥 0,0050%
Konsentrasi 0,0050% = = 0,5 𝑚𝐿
1,000%
100 𝑚𝐿 𝑥 0,0100%
Konsentrasi 0,0100% = = 1 𝑚𝐿
1,000%
100 𝑚𝐿 𝑥 0,0200%
Konsentrasi 0,0200% = = 2 𝑚𝐿
1,000%
100 𝑚𝐿 𝑥 0,0500%
Konsentrasi 0,0500% = = 5 𝑚𝐿
1,000%
100 𝑚𝐿 𝑥 0,1000%
Konsentrasi 0,1000% = = 10 𝑚𝐿
1,000%
VIII. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini kita melakukan pengukuran DHL dan TDS dalam jenis-
jenis air dan larutan elektrolit. Dalam praktiknya, larutan elektrolit yang dipakai ialah
larutan NaCl 1% dan larutan NH4Cl 1% dan sampel air yang dipakai ialah air keran,
air aquades, air minum Biru dan air minum Le minerale. Daya hantar listrik (DHL)
merupakan ukuran seberapa besar suatu larutan dapat menghantarkan arus listrik,
sementara TDS merupakan ukuran zat terlarut baik organik maupun anorganik yang
terdapat dalam suatu larutan. Besar nilai TDS selalu berbanding lurus dengan besar
nilai DHL, karena semakin tinggi konsentrasi zat padat tersebut larut maka kandungan
mineral- mineralnya pun akan semakin tinggi, sehingga mineral-mineral yang memiliki
unsur kation dan anion tersebut akan mampu menghantarkan arus listrik. DHL dan TDS
dapat digunakan untuk indikasi mengetahui kualitas air. Salah satu parameter penentu
kualitas air adalah parameter TDS, yang mana tinggi rendahnya konsentrasi TDS dalam
air akan mempengaruhi besar kecilnya DHL yang dihasilkan. Dibuat 4 jenis tabel
pengamatan antara pengukuran DHL dan TDS atas kepekatan larutan yang akan diolah
ke dalam bentuk kurva perbandingan untuk memastikan teoritis dari hubungan antara
kepekatan (terutama untuk kepekatan rendah).
Pengukuran daya hantar listrik dan total padatan yang terlarut dilakukan
menggunakan alat konduktometer untuk mengukur konduktivitasnya atau kemampuan
suatu larutan dalam menghantarkan daya listrik dalam satuan microsiemens, sedangkan
untuk pengukuran total padatan terlarut dalam satuan ppm atau part per million.
Konsentrasi larutan yang dibuat sebesar (0,001; 0,005; 0,01; 0,02; 0,05 dan 0,1)%
masing-masing untuk NaCl dan NH4Cl kemudian diukur DHL dan TDS nya dengan
pengulangan sebanyak 3 kali dari konsentrasi yang paling rendah untuk mencegah
adanya pengaruh kepekatan konsentrasi yang dapat mengganggu hasil pembacaan alat.
Data berdasarkan pada rata-rata hasil yang didapat ialah pengukuran DHL dan TDS
untuk deret standar larutan NaCl berbanding lurus. Nilai TDS berbanding lurus dengan
besar nilai DHL, semakin naik konsentrasi larutan nilainya semakin besar pula.
Pengukuran DHL dan TDS untuk deret standar larutan NH4Cl sama-sama menunjukan
hasil yang berbanding lurus antara besar nilai DHL dan TDS dengan besar konsentrasi.
Namun besar nilai DHL maupun TDS pada NaCl lebih kecil dibanding NH 4Cl,
dikarenakan pada teorinya jika nilai konduktivitas suatu larutan akan lebih besar
bergantung pada jenis sifat elektrolit larutan tersebut apakah termasuk larutan elektrolit
lemah atau kuat. Hal ini perlu dikaji lebih lanjut karena dalam jenis elektrolit kuat
terdapat yang berasal dari asam kuat, basa kuat, dan garam seperti hal nya percobaan
kita kali ini yaitu NaCl dan NH4Cl. Elektrolit kuat memiliki daya hantar listrik yang
kuat karena zat terlarut mengalami ionisasi sempurna. Pada NH 4Cl sifatnya asam
karena berasal dari asam kuat dan basa lemah, jika dilarutkan dengan air dapat
terionisasi sempurna dan menghasilkan banyak ion H+ sehingga banyaknya ion yang
terjadi pada proses ionisasi ini menyebabkan daya hantar listrik menjadi besar dengan
ion ion yang dapat bergerak bebas menghantarkan listrik dan saling berikatan (ion
positif menangkap elektron). Berikut rata-rata hasil DHL dan TDS dari NaCl dan
NH4Cl dengan konsentrasi (0,001; 0,005; 0,01; 0,02; 0,05 dan 0,1)% berturut-turut,
DHL NaCl (26 ; 90 ; 176,67 ; 330,67 ; 862 ; 1960) µS/cm. TDS NaCl (13 ; 45 ; 88 ;
164,67 ; 430 ; 983) ppm. DHL NH4Cl (40 ; 115,33 ; 246 ; 474 ; 1237,3 ; 2810) µS/cm.
TDS NH4Cl (20 ; 58,33 ; 123 ; 237 ; 619 ; 1404) ppm.
Pengujian DHL dan TDS pada sampel jenis-jenis air dilakukan untuk mengetahui
mutu dan kesesuaian dalam penggolongan jenis-jenis air menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No.416 Tahun 1990 Tentang : Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air
dan berdasar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2017
tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air
Untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua, Dan Pemandian
Umum. Pada sampel air keran Politeknik AKA Bogor, diperoleh nilai TDS sebesar
251,6 mg/L yang mana air keran pada laboratorium Politeknik AKA Bogor ini
dipergunakan untuk mencuci peralatan makan, mencuci tangan, dan berkumur (wudhu)
dapat digolongkan dalam jenis air untuk keperluan higiene sanitasi yang definisinya
ialah air untuk Keperluan Higiene Sanitasi tersebut digunakan untuk pemeliharaan
kebersihan perorangan seperti mandi dan sikat gigi, serta untuk keperluan cuci bahan
pangan, peralatan makan, dan pakaian. Selain itu Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi
dapat digunakan sebagai air baku air minum. Pada Peraturan Menteri Kesehatan No.
32 Tahun 2017 maksimal TDS yang diperbolehkan ialah 1000 mg/L yang artinya
sampel air keran memenuhi syarat mutu. Sampel berikutnya ialah aquadest dengan
TDS 5 ppm dan DHS 10 µS/cm yang menurut pengujian lab mutu dan lingkungan
kurang lebih dari 10 DHS dalam µS/cm diperuntukan untuk mencuci alat gelas.
Aquadest memiliki nilai DHS dan TDS lebih kecil daripada air keran karena sudah
terjadi proses penyulingan, demineralisasi sedemikian rupa tidak seperti air keran.
Sampel terakhir ialah air minum dengan dua merek yang berbeda. Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum TDS maksimal yang diperbolehkan ialah 500 mg/L. Sampel air minum Biru
menunjukan kadar TDS yang lebih rendah dari sampel air minum Le minerale. Biru
sebesar 60 µS/cm dan Le minerale sebesar 98 µS/cm. Keduanya memenuhi syarat mutu
TDS untuk air minum namun Biru lebih baik kadar TDS nya dibandingkan Le minerale,
walaupun begitu Le minerale wujud fisiknya tidak lebih keruh dari air minum Biru,
karena dikutip dari klaim manager marketing Le Minerale, Febri Hutama bahwa Le
Minerale telah teruji dan sudah terbukti mengandung mineral alami yang bermanfaat
bagi tubuh. Di antaranya kalsium, magnesium, sodium, potassium, nitrat, bikarbonat,
sulfat dan klorida dalam setiap tetesnya. (Jakarta, 8 Oktober 2018).
IX. KESIMPULAN
Hasil percobaan yang didapat dari praktik kali ini ialah :
X. DAFTAR PUSTAKA
PRAKTIK 7
HUBUNGAN ANTARA POTENSIAL ELEKTRODE LOGAM TERHADAP KEPEKATAN ION
SEJENIS
I. Judul Praktikum
Potensial
III. Prinsip
Logam yang dicelupkan ke dalam suatu larutan, jika terjadi proses pelarutan, akan bermuatan
negatif. Hal ini terjadi karena logam yang terkororsi akan melarut dalam bentuk kation sambil
melepaskan electron ke katoda. Semakin banyak kation yang melarut, nilai potensial katoda yang
bersangkutan akan semakin besar (potensial katoda akan semakin negatif). Potensial akan mencapai
nol jika tidak ada logam yang bisa melarut. Kondisi ini bisa terjadi jika logam dicelupkan ke dalam
larutan yang tidak melarutkan logam tersebut baik dikarensakan sifat larutan yang tidak lagi korosif
ataupun karena larutan yang sudah jenuh dengan logam sehingga logam tidak dapat lagi melarut.
Jika sejenis logam dicelupkan ke dalam larutan elektrolitnya, akan terdapat 2 kemungkinan
proses yang terjadi. Kemungkinan yang pertama, logam masih bisa larut ke dalam larutan elektrolit
tersebut, dan menjadi berpotensial negatif. Kemungkinan kedua, kation-kation dari larutan akan
mengendap pada logam. Pada kasus ini logam akan bermuatan positif. Ada kemungkinan yang lain,
yaitu jika larutan bersifat korosif, maka logam akan melarut, berapapun kandungan ion logam
bersangkutan di dalam larutan. Pada kasus ini, tidak ada hubungan antara potensial elektroda dengan
kepekatan ion logam terlarut.
Jika larutan dapat dipastikan tidak bersifat korosif terhadap logam,maka antara potensial
electrode dengan kepekatan ion terlarut terdapat hubungan seperti dinyatakan oleh persaamaan
Nernts,yaitu:
0,0592
Eelektrode=𝐸 0 − log 𝑄
𝑛
[𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘]
𝑄=
[𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑎𝑛]
IV. Reaksi
V. Cara Kerja
a) Pembuatan Larutan
b) Pengukuran
Pengolahan Data
VII. Perhitungan
CuSO4 0,3 M
V1C1=V2C2
200 𝑚𝐿.0,3 𝑀
V1=
1𝑀
V1=60 mL
CuSO4 0,4 M
V1C1=V2C2
200 𝑚𝐿.0,4 𝑀
V1=
1𝑀
V1=80 mL
CuSO4 0,5 M
V1C1=V2C2
200 𝑚𝐿.0,5 𝑀
V1= 1𝑀
V1=100 mL
B. Pengukuran Berdasarkan Persamaan Nernts(Teoritis)
0,0592
Eelektrode=E0Cu - log[𝐶𝑢2+ ]
2
0,0592
Eelektrode = +0,34 V – log[0,1M]
2
= 0,3696 V ≈ 310,4 mV
0,0592
Eelektrode = +0,34 V – log[0,2M]
2
= 0,3607 V ≈ 319,3 mV
0,0592
Eelektrode = +0,34 V – log[0,3M]
2
= 0,3555 V ≈ 324,5 mV
0,0592
Eelektrode = +0,34 V – log[0,4M]
2
= 0,3518 V ≈ 328,2 mV
0,0592
Eelektrode = +0,34 V – log[0,5M]
2
= 0,3489 V ≈ 331,1 mV
VIII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini, yaitu hubungan antara potensial elektroda logam Cu dan terhadap
kepekatan ion sejenis. Larutan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah larutan CuSO 4 1M
yang diencerkan menjadi beberapa konsentarsi, yaitu 0,1 M; 0,2 M; 0,3 M; 0,4 M; dan 0,5 M.
Pengukuran potensial dilakukan dengan menggunakan multimeter pada larutan CuSO4 dengan
kutub negatif yang dihubungkan ke elektroda Cu dan kutub positif yang dihubungkan ke elektroda
karbon.Kedua elektroda di celupkan ke dalam larutan CuSO4, dimulai dari konsentrasi terendah
sampai tertinggi dan dilakukan dua kali pengulangan.
Pada percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan elektroda Cu di peroleh hasil
semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka potensial yang di dapat semakin besar pula. Hal
ini disebabkan karena larutan dengan konsentrasi yang tinggi maka ion-ion yang didalamnya juga
semakin banyak, sehingga ion yang menempel pada elektroda juga akan semakin banyak.
Banyaknya ion yang menempel pada elektroda yang menyebabkan naiknya nilai potensial yang
didapat.Hasil yang didapat belum sesuai dengan hukum Nernts.Hukum Nernst adalah persamaan
yang melibatkan potensial sel dengan konsentrasi suatu reaksi.
Nilai potensial berdasarkan pengukuran berbeda dengan nilai potensial berdasarkan teoritis,
kemungkinan karena suhu sistem yang tidak dalam keadaan standar atau konsentrasi larutan yang
kurang tepat akibat terkontaminasi dan juga alatnya yang dalam kondisi kurang bagus. Jadi selain
dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, nilai potensial juga dapat dipengaruhi oleh suhu dan jenis
elektroda yang digunakan dan alatnya dalam kondisi yang kurang bagus.
IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
Ramadhani, Aida Nur. & Susanti, Diana Ari. 2020. Sel Elektrokimia. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret. (https://spada.uns.ac.id/mod/resource/view.php?id=46249.
Diakses pada 15 Maret 2023)
XI. Lampiran
330
Beda Potensial Teoritis(mV)
325
320
315
310
305
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Konsentrasi(M)
355
350
345
Beda Potensial(mV)
340
335
330
325
320
315
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Konsentrasi(M)
LAPORAN PRAKTIK ANALISIS
ELEKTROKIMIA
Kelompok/Kelas : 10/2C
Tanggal Praktik : 6 April 2023
I. Judul
Titrasi Asam Lemah - Basa Lemah Secara Potensiometri
II. Tujuan
1. Untuk menentukan pH titik akhir titrasi asam – basa
2. Untuk melaksanakan titrasi dengan indikator potensiometri dan dapat
melaksanakantitrasi dengan adanya perubahan energi titik akhir yang rendah
III. Prinsip
V. Cara Kerja
VII. Perhitungan
V1 x 4 N = 100 mL x 0,2 M
100 𝑚𝐿 𝑥 0,2 𝑀
V1 = = 5 𝑚𝐿
4𝑀
V1 x 1M = 100 ml x 0,2 M
100 𝑚𝑙 𝑥 0,2 𝑀
V1 = = 20 𝑚𝐿
1𝑀
g. Rerata pH akhir
(6,99 + 7,06 + 7,03)
𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 7,03
3
Galat pH akhir
Ulangan 1 = 7,03 – 6,99 = 0,04
∆𝑝𝐻 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Galat = 𝑝𝐻 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 𝑥 100%
0,04
- Galat 1 = 7,00 𝑥 100% = 0,57 %
0,03
- Galat 2 = 7,00 𝑥 100% = 0,43 %
0,00
- Galat 3 = 7,00 𝑥 100% = 0,00 %
Pada percobaan kali ini, dilakukan titrasi asam lemah - basa lemah secara
potensiometri. Potensiometri adalah suatu teknik analisis pengukuran konsentrasi
sebagai fungsi dari potensial dalam suatu sel elektrokimia. Metode ini sangat
berguna untuk menentukan titik ekuivalen suatu titrasi secara instrumen sebagai
pengganti indikator visual. Ketelitian titrasi potensiometri lebih tinggi
dibandingkan dengan titrasi visual yang menggunakan indikator. Titrasi
potensiometri dapat diaplikasikan pada titrasi-titrasi redoks, kompleksometri,
asam basa, dan pengendapan.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan penitaran asam lemah-basa lemah
ini dilakukan sebanyak 3 kali pemgulangan guna mendapatkan hasil yang akurat
dan presisi. Berdasarkan hasil percobaan, didapati pH akhir secara berturut turut
sebesar 6,99 ; 7,06 ; serta 7,03 dengan rerata pH sebesar 7,03. Nilai pH hasil
titrasi metode potensiometri ini masih sesuai dengan syarat teoritis (7-7,05), yang
berarti penetapan dilakukan secara presisi dengan rerata rerata galat pH sebesar
0,33%. Didapatkan pula volume asam asetat yang digunakan untuk menitar 10 mL
ammonium hidroksida sebesar 9,40 mL; 9,45 mL; dan 9,40 mL dimana nilai
galatnya sebesar 0,02 mL. Dan dilakukan juga perhitungan nilai %SBR untuk
mengetahui kepresisian antara volume asam asetat yang digunakan untuk menitar
larutan ammonium hidroksida, didapatkan nilai %SBR sebesar 0,31% yang
menandakan bahwa hasil dari percobaan ini sudah presisi atau nilai kedekatannya
sudah memenuhi syarat yaitu <5%.
IX. Kesimpulan
3. Nilai %SBR yang didapat sebesar 0,31% yang menandakan bahwa hasil dari
percobaan ini sudah presisi atau nilai kedekatannya sudah memenuhi syarat
yaitu <5%.
X. Daftar Pustaka
Day, R.A & Underwood, A.L. 1994. Kimia Analisa Kimia Kuantitatif 4th ed. A.b.
Soendoro. Jakarta : Erlangga.
Dja’var, Noviar.2023.Penuntun Praktik Analisis Elektrokimia. Bogor: Politeknik
AKA Bogor.
Permanasari, Anna (2008) Praktikum Kimia 2. In: Titrasi Potensiometri.
Universitas Terbuka, Jakarta, pp. 1-21. ISBN 9796898195.
XI. Lampiran
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS ELEKTROKIMIA
NIM : 2118831
Kelompok : 10
I. Judul
Elektrolisis Klor Alkali
II. Tujuan
1. Mengetahui prinsip pembuatan NaOH dengan cara elektrolisis NaCl
2. Mengetahui pelaksanaan elektrolisis klor – alkali
3. Menetapkan jumlah NaOH yang dihasilkan
4. Menetapkan persentase pengubahan NaCl menjadi NaOH.
III. Prinsip
Elektrolisis klor alkali adalah proses elektrolisis larutan natrium klorida menjadi
natrium hidroksida. Proses ini juga menghasilkan gas klor dan gas hidrogen sebagai
hasil samping. Natrium hidroksida akan terbentuk di katode (elektrode yang
dihubungkan dengan kutub negatif catu daya). Gas hidrogen dihasilkan bersama-sama
natrium hidroksida, sedangkan gas klor terbentuk di anode.
Jika sepasang elektrode karbon dicelupkan ke dalam larutan garam dapur jenuh,
kemudian dikenakan potensial dc sebesar 7,5 volt, maka ion 𝑁𝑎+ akan bermigrasi
menuju katoda (kutub negatif) dan ion 𝐶𝑙 − akan bermingrasi menuju anode. Ion
𝑁𝑎+ akan direduksi logam Na yang akan segera bereaksi dengan air membentuk NaOH
dan membebaskan gas hidrogen. Ion 𝐶𝑙 − akan dioksidasi menjadi gas klorina yang
akan dibebaskan di anode.
IV. Reaksi
Reaksi elektrolisis :
2NaCl(aq) → 2Na+(aq) + 2Cl−
(aq)
−
Katoda : 2H2 O(l) + 2e− → 2OH(aq) + H2 (g)
Anoda : 2Cl− −
(aq) → 2e + Cl2 (g)
−
2NaCl(aq) + 2H2 O(l) → 2Na+ + 2OH(aq) + H2 (g) + Cl2 (g)
2NaOH(aq)
V. Cara Kerja
Proses Elektrolisis Klor-Alkali
Peralatan
Disiapkan larutan Terminal catu
elektrolisis
disiapkan. Wadah garam dapur jenuh daya dipasangkan
penampung dengan aquabidest pada elektrode.
Dipastikan
dipasang (1:2). Wadah larutan Kutub-kutubnya
ventilasi udara
pada garam dapur dipastikan telah
mengalir dengan
baik dan wadah posisinya. ditempatkan pada terpasang dengan
posisinya sebagai sel benar.
sel dalam
elektrolisis
keadaan kosong.
Volume
Bobot Na Tetra
No Indikator HCl 0,1 N Perubahan Warna
Boraks (mg)
(mL)
1. 10 0,33
Merah anggur menjadi
PP
tidak berwarna
2. 10 0,35
No Elektroda Pengamatan
194,0 𝑚𝑔
N1 = 𝑚𝑔 = 0,0896 𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘⁄𝑚𝐿 = 0,0896 N
1130 𝑚𝑙 𝑋 191,6 ⁄𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘
(0,0892+0,0986)𝑁
N rata-rata = = 0,0894 N
2
Kadar NaOH
𝑉 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝐸 𝑁𝑂𝐻 𝑥 10−3
% Kadar NaOH = x 100%
𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
Ulangan 1
𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘⁄ 𝑚𝑔
0,33 𝑚𝐿 𝑥 0,0894 𝑚𝐿 𝑥 40 ⁄𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑥 10−3
% Kadar NaOH = x 100%
10 𝑚𝐿
= 0,01 %
𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘⁄ 𝑚𝑔
0,35 𝑚𝐿 𝑥 0,0894 𝑚𝐿 𝑥 40 ⁄𝑚𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑥 10−3
% Kadar NaOH = x 100%
10 𝑚𝐿
= 0,01 %
(0,01+0,01)%
Rerata % Kadar NaOH = = 0,01 %
2
VIII. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukakn elektrolisis klor alkali, yaitu proses elektrolisis
larutan natrium klorida menjadi natrium hidroksida. Dilakukan proses elektrolisis pada
larutan NaCl jenuh yang telah diencerkan dengan aquabidest perbandingan 1:2 dengan
arus sebesar 7,5 volt. Pada proses elektrolisis terjadi dua reaksi, pada katode telah
terjadi reaksi reduksi yang bergantung pada jenis katode dan kationnya. Pada
percobaan ini kationnya ialah Na+, yaitu kation logam aktif (sukar direduksi) sehingga
yang direduksi adalah air bukan ion Na+, hal ini dikarenakan ion Na+ memiliki tingkat
reduksi yang lebih lemah daripada H2O, dapat dilihat dari deret volta. Ion Na+ yang
terimigrasi ke katoda bereaksi dengan OH - hasil dari reduksi H2O kemudian
menghasilkan NaOH dan gas H2, uji positif dari H2 yang terbentuk yaitu adanya
gelembung pada daerah katoda.
Pada anoda terjadi reaksi oksidasi yang bergantung pada jenis anoda dan
anionya. Pada percobaan ini anodanya adalah karbon dan anionnya adalah ion Cl-.
Karena karbon termasuk elektroda inert (sukar bereaksi) maka reaksi bergantung pada
Cl- yang tergolong mudah oksidasi. Pada percobaan ini anionnya ialah Cl-, sehingga
yang dioksidasi adalah Cl- bukan air, hal ini dikarenakan Cl- memiliki tingkat oksidasi
yang lebih tinggi daripada H2O, dapat dilihat dari deret volta.
Kemudian hasil elektrolisis NaCl, akan didapatkan NaOH pada daerah katoda
yang jumlahnya dapat diketahui dengan melakukan titrasi menggunakan HCl yang
telah distandarisasi sebelumnya. StandarisasiHCl 0,1 N dengan menimbang Natrium
tetra boraks seberat ±191,6 mg. Didapatkan bobot penimbangan 1 dan 2 seberat 192,3
mg dan 194,0 mg. Volume HCl hasil titrasi diperoleh sebanyak 11,27 mL dan 11,30
mL Dan didapatkan konsentrasi HCl ulangan 1 sebesar 0,0891 N dan ulangan 2 sebesar
0,0896 N. Sehingga didapatkan rata-rata konsentrasi HCl sebesar 0,0894 N.
IX. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Elektrolisis klor-alkali dapat menghasilkan larutan NaOH.
Kadar NaOH yang terbentuk dari larutan garam jenuh (1:2) sebesar 0,01%.
X. Daftar Pustaka
Azhaar, D. H. (2018). Pabrik Natrium Hidroksida dari Garam NaCl dengan Proses
Elektrolisis Sel Membran (Doctoral dissertation, Institute Technology
Sepuluh Nopember).
Noviar dja’var, M.Si, & Dr. Moh. Hayat, M.Si. 2023. Penuntun Praktik Analisis
Elektrokimia. Politeknik AKA Bogor.
LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS ELEKTROKIMIA
NIM : 2118999
Kelas : 2C
I. JUDUL
Penetapan Kadar Cu Secara Elektrogravimetri Dengan Proses Elektrolisis Cepat
II. TUJUAN
1. Melaksanakan proses elektrolisis cepat
2. Meniadakan polarisasi dengan cara pengadukan
3. Menjelaskan cara mengendalikan arus faradaik dan arus non-faradaik
4. Melaksanakan analisis elektrogravimetri dengan gangguan matrik yang relatif
rendah
III. PRINSIP
Elektrolisis cepat dilaksanakan pada kecepatan reaksi relatif tinggi. Elektrolisis
ini menggunakan kerapatan arus sekitar 2 hingga 3 ampere per cm2. Dengan demikian,
dibutuhkan sumber arus dc berdaya relatif besar. Pada elektrolisis cepat ini, polarisasi
ditiadakan dengan cara pengadukan yang kuat. Pada beberapa metode, proses
pengadukan digantikan dengan teknik pemutaran electrode (elektrode berputar) yang
sekaligus berfungsi untuk menghomogenkan proses pengendapan. Pada elektrolisis
cepat, potensial lebih di electrode relatif lebih tinggi sehingga tidak cocok digunakan
untuk analit yang tercampur dengan ion-ion lain yang memiliki potensial pengendapan
(potensial redoks) yang berdekatan dengan analit.
Elektrolisis cepat digunakan untuk analisis elektrogravimetri dengan gangguan
matriks yang rendah dan proses sintesis senyawaan (terutama senyawa organik). Pada
analisis elektrogravimetri, elektrolisis cepat tanpa penstabilan potensial aplikasi
dilaksnakan untuk sampel yang tidak mengandung matriks dengan perbedaan potensial
dekomposisi <8,0 volt. Jika dijumpai matriks dengan perbedaan potensial dekomposisi
antara 0,4 – 0,8 volt, maka diperlukan penstabilan potensial aplikasi (potensial yang
dikenakan pada sel elektrolisis) agar tetap pada nilai tertentu. Jika dijumpai matriks
dengan perbedaan potensial dekomposisi antara 0,25 – 0,4 volt, diperlukan penstabilan
potensial katode atau potensial anode (potensial yang dikenakan pada elektrode kerja).
IV. REAKSI
CuSO4(aq) → Cu2+(aq) + SO42-(aq)
Katoda : 2Cu2+(aq) + 4e- → 2Cu(s)
Anoda : 2H2O(l) → O2(g) + 4H+(aq) + 4e-
Reaksi : 2Cu2+(aq) + 2H2O(l) → 2Cu(s) + O2(g) + 4H+(aq)
V. CARA KERJA
VII. PERHITUNGAN
A. Pembuatan Larutan CuSO4 1%
𝑥 𝑔𝑟𝑎𝑚
CuSO4 1% = 50 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
x = 0,5 gram
B. Kadar Cu Secara Teoritis dari larutan CuSO4 1%
𝐴𝑟 𝐶𝑢
Kadar Cu = 𝑥1%
𝑀𝑟 𝐶𝑢𝑆𝑂4
63,5 𝑔/𝑚𝑜𝑙
= 𝑥 1%
159,5𝑔/𝑚𝑜𝑙
= 0,40 %
C. Kadar Cu Secara Praktik
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝐶𝑢
Kadar Cu = 𝑥 100 %
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Ulangan 1
0,0638 𝑔
Kadar Cu = 𝑥 100 %
50 𝑚𝐿
= 0,1276 % (b/v)
= 0,13% (b/v)
Ulangan 2
0,0638𝑔
Kadar Cu = 𝑥 100 %
50 𝑚𝐿
= 0,1276% (b/v)
= 0,13% (b/v)
Ulangan 3
0,0640 𝑔
Kadar Cu = 𝑥 100 %
50 𝑚𝐿
= 0,1280% (b/v)
= 0,13% (b/v)
𝑆𝐷
% RSD = 𝑥 100 %
𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
0,00023
= 𝑥 100 %
0,1277
= 0,18%
VIII. PEMBAHASAN
Praktik penetapan Cu secara Elektrogravimetri dengan proses elektrolisis cepat
merupakan praktik dimana analit diendapkan di permukaan elektroda dengan cara
mencelupkan dua elektroda Pt ke dalam larutan elektrolit berupa CuSO4 dengan dialiri
arus DC (searah) dari luar sehingga terjadi perbedaan potensial, akibatnya kation akan
tertarik ke kutub negatif (katode) serta terjadi reaksi pengikatan elektron (reduksi),
sedangkan anion akan tertarik ke kutub positif (anode) serta terjadi reaksi pelepasan
elektron (oksidasi). Unsur tembaga (Cu) diendapkan secara kuantitatif pada katoda
yang innert berupa sangkar platina (Pt). Alasan digunakannya elektroda platina adalah
karena kerjanya yang baik sebagai elektroda indikator (elektroda kerja) yang berfungsi
untuk meningkatkan kecenderungan system dalam mengambil atau melepaskan
electron, sedangkan elektron tersebut tidak ikut bereaksi nyata dalam reaksi tersebut.
Apabila digunakan elektroda innert lainnya selain Pt, bisa saja asalkan elektroda
tersebut tidak akan memengaruhi proses elektrolisis yang berjalan.
Jumlah endapan Cu diketahui dari selisih bobot katoda Pt setelah pengendapan
terjadi dan sebelum pengendapan terjadi. Pertambahan masa endapan dijadikan dasar
pada penentuan kandungan Cu2+ yang mengalami proses reduksi menjadi logam Cu
pada permukaan katodanya. Proses pengendapan ini harus mencapai kesempurnaan,
dilakukan dalam suasana asam kuat serta dengan bantuan pengadukan magnetic stirrer.
Kadar Cu yang didapatkan dari praktikum ini ialah sebesar 0,13% yang apabila
dibandingan dengan kadar Cu yang didapatkan secara teoritis yakni sebesar 0,40%,
maka Kadar Cu praktik lebih kecil daripada Kadar Cu teoritis.
Perbedaan hasil praktik dengan hasil teori ini disebabkan oleh beberapa faktor,
diantarnya ialah:
- Faktor waktu.
Waktu yang ideal untuk proses elektrolisis Cu ialah sebesar 1 jam. Hal tersebut
dimaksudkan agar proses elektrolisis Cu berjalan dengan sempurna yang ditandai
dengan sudah tidak adanya endapan Cu berwarna merah kecoklatan yang
menempel pada katoda. Pada praktik, proses elektrolisis belum selesai secara
sempurna yaitu dilakukan kurang dari 1 jam, namun sudah dihentikan, sehingga
berpengaruh terhadap hasil kadar Cu yang didapat
- Faktor Pengadukan
Pada praktik, digunakan magnetic stirrer sebagai pengaduk larutan CuSO 4 agar
larutan CuSO4 homogen saat proses elektrolisis berjalan. Penggunaan magnetic
stirrer dibantu dengan adanya kapsul stirrer yang dimasukkan ke dalam larutan
CuSO4. Posisi dari kapsul stirrer ini, harus dipertahankan dalam posisi tenggelam
tepat di tengah dasar larutan, agar larutan CuSO4 tetap terjaga ke-homogenan-
nya. Pada praktik, posisi kapsul stirrer bergerak-gerak ke pinggir dasar larutan,
dan tidak segera dibenarkan dalam posisi yang seharusnya (tengah), maka hal ini
juga dapat mempengaruhi proses elektrolisis Cu karena larutan CuSO4 yang
digunakan tidak terjaga ke-homogenan-nya, sehingga berpengaruh terhadap
kadar Cu yang didapat.
Membenarkan posisi kapsul stirrer agar tetap berada di tengah, bisa dilakukan
dengan cara menggeser posisi magnetic stirrernya.
- Faktor Elektroda
Elektroda Pt yang digunakan dalam praktik ini harus melalui proses pencucian
dengan menggunakan larutan asam nitrat serta air keran, kemudian dibilas
dengan aquadest lalu dikeringkan menggunakan hairdryer.
Elektroda juga tidak boleh bersentuhan dengan tangan langsung, karena
dikhawatirkan lemak/minyak pada tangan dapat menempel pada elektroda
sehingga memengaruhi berat elektroda saat ditimbang.
IX. KESIMPULAN
Praktik Penetapan Cu secara elektrogravimetri dengan proses elektrolisis cepat
ini menghasilkan kadar Cu sebesar 0,13% (b/v)
Kadar Cu secara teoritis ialah sebesar 0,40%
RSD/Standar Deviasi Relatif yang menentukan presisi / ketelitian Kadar Cu yang
diperoleh dari hasil praktik ini ialah sebesar 0,18%
X. DAFTAR PUSTAKA
Dja’var, Noviar. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Elektrokimia. Politeknik